Anda di halaman 1dari 7

Keandalan

Peran utama dari suatu sistem tenaga listrik adalah menyediakan dan
menyalurkan energi listrik secara andal dan terus menerus kepada beban. Menurut
SPLN 68-1A:1986 definisi keandalan pelayanan atau keandalan sistem adalah
kesanggupan sebuah sistem untuk menunaikan fungsi pelayanannya pada keadaan
yang ditetapkan selama periode waktu yang ditentukan. Secara umum keandalan
sistem tenaga listrik dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan sistem untuk
memberikan suatu pasokan tenaga listrik yang cukup dengan kualitas yang
memuaskan. Keandalan sistem tenaga listrik ditentukan oleh penilaian kecukupan
(adequacy assesment) dan penilaian keamanan (security assesment). Penilaian
kecukupan memiliki arti bahwa sistem energi listrik yang ada mampu memenuhi
kebutuhan pelanggan dengan cara yang memuaskan sedangkan penilaian
keamanan yaitu ketika terjadi gangguan (forced outage) atau pemeliharaan
(planned outage) maka kemampuan sistem energi listrik harus tetap berjalan
dengan baik. Jika penilaian kecukupan maupun penilaian keamanan buruk akan
berdampak terhadap keandalan pelayanan, seperti terjadinya pengurangan beban
akibat penilaian kecukupan buruk serta dapat terjadi pemadaman yang meluas
atau terjadi pemadaman total (Blackout) akibat penilaian keamanan yang buruk.
(SPLN 68-1A, 1986; Kim, 2003; Pottonen, 2005; dan Yeu, 2005).

Salah satu faktor penting dalam memenuhi keandalan sistem yaitu


cukupnya daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan beban. Selisih antara
daya yang tersedia dengan kebutuhan beban disebut cadangan beban. Cadangan
daya yang tersedia memiliki nilai yang berubah-ubah karena perubahan beban
setiap waktu dan adanya pemeliharaan pada unit-unit pembangkit. Hal tersebut
terlihat pada gambar 1. (SPLN 68-1A, 1986)
Gambar 1 – daya tersedia, beban, dan cadangan daya

Selain pengaruh pemeliharaan pada unit-unit pembangkit, juga perlu


diperhatikan seberapa sering unit pembangkit mengalami gangguan. Ukuran
sering tidaknya unit pembangkit mengalami gangguan dinyatakan dengan
Angka Keluar Paksa(=AKP=FOR=Forced Outage Rate) yaitu: (SPLN 68-1A,
1986)

Jumlah jamunit terganggu


FOR=
Jumlah jam unit beroperasi+ Jumlah jam unit terganggu

Semakin kecil nilai FOR yang didapat maka semakin tinggi jaminan
operasi yang didapat, sebaliknya semakin besar nilai FOR maka semakin kecil
jaminan yang didapat. Pada sub sistem Paiton – Grati terdiri dari beberapa unit
pembangkit sehingga tingkat jaminan tersedianya daya dalam sistem
tergantung kepada komposisi unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem
serta tergantung kepada FOR dari unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem.
(SPLN 68-1A, 1986)

Jadt setiap gangguan yang terjadi pada unit pembangkit selain bisa
dihitung peluang terjadinya juga dapat dihitung peluang timbulnya pemadaman
dalam sistem. Peluang timbulnya pemadaman disebut dengan Peluang Hilang
Beban (PHB) atau yang lebih dikenal dengan Loss Of Load Probability (LOLP).
LOLP sendiri memiliki arti yaitu suatu indeks keandalan sistem pembangkitan
yang biasa dipakai pada perencanaan kapasitas pembangkit (RUPTL 2018-2027).
LOLP ini merupakan resiko yang dihadapi dalam mengoperasikan
sistem tenaga listrik dan perlu diformulasikan. Untuk dapat memformulasikan
hal ini maka kurva beban sistem sebagai fungsi waktu perlu
ditransformasikan menjadi kurva lama beban disebut Load Duration Curve,
kurva yang menggambarkan lamanya setiap nilai beban berlangsung. Hal ini
ditunjukkan oleh Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2 - Kurva beban harian, beban


Gambar 3 - Kurva lama beban, Iamanya
sebagai fungsi dalam sehari
setiap nilai beban berlangsung dalam jangka
waktu satu tahun

Gambar 4 - Kurva lama beban dan daya tersedia dalam sistem

Dalam Gambar 4 garis daya tersedia dengan keluar paksa f 1 peluang


terjadinya = P1, memberikan cadangan C1 yang selalu positif. Tetapi garis
daya tersedia dengan keluar paksa f 2, peluang terjadinya = p2, memberikan
cadangan C2, yang memungkinkan pemotongan garis kurva lama beban,
menimbulkan pemadaman/kehilangan beban, selama waktu t.
Yang disebut LOLP adalah perkalian P2 dengan t. Jadi secara umum :

LOLP=P× t … … (4)

LOLP sesungguhnya merupakan resiko yang dihadapi dalam operasi,


dalam Gambar 4 digambarkan seberapa jauh garis daya tersedia boleh menurun
karena pemeliharaan maupun gangguan dalam kaitannya terhadap pemotongan
kurva lama beban. LOLP biasa dinyatakan dalam hari per tahun. Makin kecil nilai
LOLP berarti garis daya tersedia makin kecil kemungkinannya memotong garis
kurva lama beban, ini berarti daya terpasang harus makin tinggi serta juga Forced
Outage Rate harus makin kecil dengan perkataan lain diperlukan investasi yang
lebih besar dan juga kualitas unit pembangkit yang lebih baik.

Pengertian mengenai LOLP ini juga diperlukan dalam perencanaan operasi


misalnya untuk menyusun jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit dengan
tingkat resiko tertentu misalnya dengan LOLP satu hari per tahun. Dengan
ketentuan ini maka jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit harus diatur
sedemikian rupa sehingga daya tersedia tanpa gangguan (unit-unit pembangkit
yang dijadwalkan siap operasi) terdiri dari unit-unit pembangkit yang mempunyai
FOR sedemikian hingga persamaan (4) tetap terpenuhi. PLN P2B dalam
menyusun jadwal pemeliharaan sistem interkoneksi Jawa mengambil tingkat
resiko PHB satu hari per tahun.

Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah Loss of Load Probability


(LOLP) lebih kecil dari 0.274% atau setara dengan probalility padam 1 hari dalam
setahun. Pada negara-negara maju mensyaratkan keandalan yang tinggi, banyak
sistem tenaga listrik didesain dengan kriteria LOLP 0,15 hari atau sekitar 4 jam
dalam satu tahun. Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP <0.274% adalah setara
dengan reserve margin >25-30% dengan basis daya mampu netto. Apabila
dinyatakan dengan daya terpasang, maka reserve margin yang dibutuhkan adalah
sekitar 30-35%. Reserve margin (RM) didefinisikan sebagai kapasitas pembangkit
(G) dibagi beban puncak (D) sesuai persamaan RM = (G/D -1) x 100%. Jadi
Tingkat keandalan sistem pembangkitan diukur dengan kriteria Loss of Load
Probability (LOLP) dan cadangan daya (reserve margin).
Selain kondisi pada unit pembangkit, keandalan suatu sistem juga
dipengaruhi oleh kondisi saluran transmisi yang ada. Sebagai contoh apabila suatu
saluran transmisi mengalami kerusakan karena terkena badai sehingga
menyebabkan saluran terputus, maka saluran transmisi yang tersisa akan memikul
beban yang lebih besar namun masih berada pada batasan yang diijinkan. Apabila
saluran transmisi yang tersisa mampu memikul beban saluran yang terputus maka
keandalan sistem tersebut dalam kondisi baik, namun apabila saluran transmisi
yang tersisa tidak mampu memikul beban saluran yang terputus maka dapat
terjadi kegagalan yang bertingkat. Apabila proses kegagalan bertingkat ini
berlanjut maka sebagaian besar atau keseluruhan sistem akan jatuh sehingga
terjadi pemadaman total (blackout).

Pengembangan saluran transmisi dan GI secara umum diarahkan kepada


tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan
permintaan daya di sisi hilir secara efisien dengan memenuhi kriteria keandalan
tertentu. Disamping itu pengembangan saluran transmisi juga dimaksudkan
sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan
pelayanan dan fleksibilitas operasi.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan keandalan sistem, salah


satunya dengan menggunakan kriteria keandalan keamanan N-1 (Pottonen, 2005,
Kundur, 2003, Marsudi, 1990). Metode ini menggambarkan tingkat keandalan
sistem dengan memperhitungkan kemungkinan gangguan unit pembangkit dan
juga gangguan peralatan transmisi. Dengan kriteria indeks keandalan keamanan
N-1 apabila dalam sistem terdapat N buah elemen baik unit pembangkit maupun
peralatan transmisi, sistem tidak akan kehilangan beban (tidak terjadi
pemadaman) apabila sebuah elemen sistem mengalami gangguan.

Kriteria keandalan N-1 Ada dua (2) yaitu statis dan dinamis. Kriteria N-1
statis mensyaratkan apabila suatu sirkit transmisi padam, baik karena mengalami
gangguan maupun dalam pemeliharaan, maka sirkit-sirkit transmisi yang tersisa
harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban, sehingga kontinuitas
penyaluran tenaga listrik terjaga. Kriteria N-1 dinamis mensyaratkan apabila
terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa yang diikuti oleh hilangnya satu sirkit
transmisi, maka tidak boleh menyebabkan kehilangan ikatan sinkron antara suatu
kelompok generator dan kelompok generator lainnya.

Dalam mencapai keandalan sistem harus memenuhi standar yang telah


ditetapkan, antara lain : persen drop voltage (%∆V) pada bus dan pembebanan
(%Loading) pada penghantar dan trafo. pada bus batas nilai tegangan kritis
sebesar ±5% dari tegangan nominal sedangkan batas nilai tegangan marjinal
sebesar ±3% dari tegangan nominal. Jadi pada bus 70 kV nilai tegangan yang
diijinkan antara 66,5 kV sampai 73,5 kV sedangkan pada bus 150 kV nilai
tegangan yang diijinkan antara 142,5 kV sampai 157,5 kV. Pembebanan pada
trafo yang diijinkan berbeda-beda tergantung pada suhu lingkungan, pendingin
yang digunakan, dan nilai impedansi. Kriteria yang pada umumnya diterapkan
dalam RUPTL ini adalah kebutuhan penambahan kapasitas trafo / IBT di suatu GI
ditentukan pada saat pembebanan trafo mencapai 70%-80%. Namun untuk sistem
di kota-kota besar menggunakan kriteria yang lebih ketat sebesar 60% untuk
menjamin keandalan dan kualitas penyediaan tenaga listrik. Pembebanan pada
sirkit transmisi, jika dua sirkit maka batas pembebanan sebesar 50% dari
kemampuan hantar arusnya (KHA) untuk menanggung beban penuh apabila salah
satu sirkit mengalami gangguan sedangkan pada satu sirkit batas pembebanan
100% dari nilai KHA.

Kriteria yang pada umumnya diterapkan dalam RUPTL ini adalah


kebutuhan penambahan kapasitas trafo/IBT di suatu GI ditentukan pada saat
pembebanan trafo mencapai 70%-80%. Namun untuk sistem di kota-kota besar
menggunakan kriteria yang lebih ketat sebesar 60% untuk menjamin keandalan
dan kualitas penyediaan tenaga listrik. Jumlah unit trafo yang dapat dipasang pada
suatu GI dibatasi oleh ketersediaan lahan, kapasitas transmisi dan jumlah
penyulang keluar yang dapat ditampung oleh GI tersebut. Dengan kriteria tersebut
suatu GI dapat mempunyai 3 atau lebih unit trafo. Sebuah GI baru diperlukan jika
GI-GI terdekat yang ada tidak dapat menampung pertumbuhan beban lagi karena
keterbatasan tersebut.
References
Hartoyo. (2006). Perbaikan Keandalan N-1 STL PLN Jateng dan DIY.

PT PLN (Persero), K. D. (1986). Tingkat Jaminan Sistem Tenaga Listrik (SPLN 68-1A :
1986). 27 Agustus 1986.

RI, K. M. (2018). RUPTL PT PLN (Persero) 2018-2027.

Anda mungkin juga menyukai