Anda di halaman 1dari 15

ANALISA KESTABILAN TRANSIEN DAN PERANCANGAN

PELEPASAN BEBAN PADA PT. PERTAMINA RU VI


BALONGAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 pada
Jurusan Teknik Elektro
Universitas Islam Sultan Agung

OLEH
RAIHAN FAKHRI JOZI
30601501745

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
1. Judul Tugas Akhir
“Analisa Kestabilan Transien dan Perancangan Pelepasan Beban pada PT.
PERTAMINA UP VI Balongan”

2. LATAR BELAKANG MASALAH


Listrik Merupakan hal yang penting bagi kehidupan saat ini. Bahkan dengan
listrik manusia dapat mencapai era gloabalisasi seperti sekarang. Pentingnya
listrik bagi semua masyarakat didasarkan pada penggunaan listrik setiap hari.
Namun demikian kebutuhan listrik juga mutlak diperlukan oleh dunia industri, hal
ini untuk menunjang kinerja dari sistem produksi yang ada. Sistem kelistrikan
yang baik adalah yang dapat memberikan kontinuitas penyaluran daya ke beban
secara efektif dan efisien. Kedua hal tersebut sangat bergantung pada
keseimbangan antara daya mekanik dengan daya elektrik sistem kelistrikan di
suatu industri.
Berbagai masalah yang terjadi pada industri yang berkaitan dengan
keseimbangan haruslah dicegah agar sistem kelistrikan menjadi tetap dalam
keadaaan normal. Keseimbangan tersebut dapat mengacu pada beberapa hal,
diantaranya adalah tersedianya pembangkitan yang cukup, Namun hal ini belum
cukup sebagai tolak ukur kehandalan suatu sistem. Hal lain yang juga harus
ditentukan adalah apakah kondisi transien jika terjadi gangguan akan mengganggu
operasi normal sistem atau tidak. Hal ini akan berhubungan dengan kualitas listrik
dari pembangkit sampai ke beban yang ada di industri.
Kestabilan transien mengacu pada dua hal penting yaitu berupa kestabilan
frekuensi dan tegangan. Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang
dapat melayani beban secara kontinu baik tegangan maupun frekuensi yang
konstan. Fluktuasi tegangan dan frekuensi yang terjadi harus berada pada batas
toleransi yang diizinkan agar peralatan listrik pada sisi beban dapat bekerja
dengan baik dan aman. Hal-hal yang menyebabkan adanya ketidakstabilan suatu
sistem kelistrikan adalah adanya pelepasan/penambahan beban secara mendadak,
Penambahan kapasitor bank, hubung singkat dan adanya pengaruh switching
reclosser. Akibat adanya perubahan kondisi kerja dari sistem ini, maka keadaan
sistem akan berubah dari keadaan lama ke keadaan baru. Periode singkat di antara
kedua keadaan tersebut disebut periode paralihan atau transient. Oleh karena itu
diperlukan suatu analisis sistem tenaga listrik untuk menentukan apakah sistem
tersebut stabil atau tidak, jika terjadi gangguan.
Maka dari itu dalam perencanaan tugas akhir ini akan dibuat suatu
perancangan pelepasan beban agar kondisi sistem kelistrikan tetap dalam kondisi
seimbang, sehingga mejadikan sistem kelistrikan pada PT. PERTAMINA UP VI
Balongan tetap dalam keadaan stabil. Penyesuaian oleh pembangkit akan
dilakukan melalui gevernor dari penggerak mula dan eksitasi generator. Stabilitas
transien didasarkan pada kondisi kestabilan ayunan pertama (first swing) dengan
periode waktu penyelidikan pada detik pertama terjadi gangguan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengangkat judul tugas
akhir yaitu analisa kestabilan transien dan perancangan pelepasan beban pada PT.
PERTAMINA UP VI Balongan.

3. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat dijabarkan perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola operasi pada sistem kelistrikan di PT.
PERTAMINA UP VI Balongan
2. Bagaimana respon frekuensi dan tegangan serta sudut rotor di PT.
PERTAMINA UP VI Balongan saat dilakukan analisis kestabilan
transien
3. Bagaimana merancang skema load shedding yang handal pada PT.
PERTAMINA UP VI Balongan

4. BATASAN MASALAH
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna, dan mendalam
maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi
variabelnya. Oleh sebab itu, penulis membatasi batasan masalah sebagai
berikut :
1. Analisa kestabilan difokuskan pada kestabilan tegangan, frekuensi, dan
sudut rotor.
2. Analisa kestabilan hanya mencakup wilayah industri PT. PERTAMINA UP
VI Balongan.
3. Analisa penanganan gangguan sampai pada mekanisme (Load Shedding
tahap 5).
4. Mekanisme load shadding menggunakan 3 tahapan sampai ditemukannya
solusi yang tepat.
5. Metode yang digunakan dalam analisa kestabilan tegangan dan frekuensi ini
menggunakan metode Newton Rapshon.
6. Rencana gangguan yang di simulasikan dalam tugas akhir ini berkaitan
dengan gangguan Short Circuit dan Generator Outage.
7. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software ETAP (Electrical and
Transient Analysis Program) 12.6
8. Simulasi dilakukan dengan memilih Circuit Breaker yang ditripkan.
9. Simulasi dilakukan dengan memilih bus yang akan diberi gangguan.

5. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Merancang suatu skema yang handal agar sistem kelistrikan pada PT.
PERTAMINA UP VI Balongan dapat kembali stabil ketika terjadi
gangguan yang dapat menyebabkan sistem tidak stabil.
2. Mengetahui bagaimana pola operasi sistem kelistrikan di PT.
PERTAMINA UP VI Balongan.
3. Melakukan simulasi dan Analisa transien respon frekuensi, tegangan.

6. TINJAUAN PUSTAKA
6.1 Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik merupakan sistem yang bersifat dinamis. Parameter
tegangan, aliran daya, dan kuat arus dapat berubah-ubah sesuai kondisi
komponen-komponen ketenaga listrikannya. Komponen sistem tenaga listrik
terdiri atas lima sub sistem utama, yaitu : pusat pembangkitan, transmisi, gardu
induk, jaringan distribusi, dan beban.[1]

Gambar 1. Gambaran luas infrastruktur listrik

Pada pusat pembangkit terdapat generator dan transformator penaik


tegangan. Generator berfungsi untuk mengubah energi mekanis yang dihasilkan
pada poros turbin menjadi energi listrik yang dimana pada umumnya generator
membangkitkan daya listrik bertegangan rata-rata 11 kV hingga 25 kV. Melalui
transformator penaik tegangan, energi listrik dinaikkan menjadi antara 66 kV
hingga 500 kV atau lebih. Pada saluran transmisi, tegangan dinaikan dengan
tujuan mengurangi jumlah arus yang melewati saluran transmisi sehingga dapat
memperkecil kebutuhan luas penampang penghantar yang digunakan. Dengan
demikian saluran transmisi bertegangan tinggi akan membawa aliran arus yang
rendah dan dapat mengurangi rugi-rugi transmisi.[1]
Tegangan tinggi yang dikirim melewati saluran transmisi akan menuju
pusat-pusat beban yang kemudian tegangan tersebut akan diturunkan lagi menuju
pusat-pusat beban yang kemudian tegangan tersebut akan diturunkan lagi melalui
transformator penurun tegangan yang ada pada gardu induk menjadi tegangan
menengah yaitu 20 kV dan terakhir tegangan akan diturunkan lagi pada jaringan
distribusi melalui gardu tiang trafo menjadi tegangan rendah 220/380 V.[1]

6.2 Sistem yang Terisolir


Sistem yang digunakan di PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan
yaitu sistem pembangkit tenaga listrik terisolir. Sistem Pembangkit Terisolir
merupakan sistem yang hanya mempunyai sebuah pusat listrik dan tidak ada
interkoneksi antara pusat listrik serta tidak ada hubungan dengan jaringan umum
(Interkoneksi PLN). Sistem yang terisolir misalnya terdapat di Industri pengolah
kayu yang berada di tengah hutan atau pada pengeboran minyak lepas pantai yang
berada di tengah laut. Pada Sistem yang terisolir umumnya digunakan PLTD atau
PLTU. Pada sistem terisolir, pembagian beban hanya dilakukan di antara unit-unit
pembangkit di dalam satu pusat listrik sehingga tidak ada masalah penyaluran
daya antara pusat listrik seperti halnya pada sistem Interkoneksi.[2]

6.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik


Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus
dipenuhi yaitu sistem harus mampu memberi pasokan listrik secara terus menerus
dengan standar besaran untuk tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang
berlaku dan harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan.[3]
Untuk jaringan yang sangat komplek dimana beberapa pembangkit saling
terkoneksi satu sama lain maka keluaran daya elektris berupa besaran seperti
tegangan dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada pembangkit yang
kelebihan beban dan pembangkit yang lain bebannya kecil.[3]
Sistem tenaga listrik mempunyai variasi beban yang sangat dinamis dimana
setiap detik akan berubah-ubah, dengan adanya perubahan ini pasokan daya listrik
tetap dan harus dipasok dengan besaran daya yang sesuai, bila pada saat
tertentuterjadi lonjakan atau penurunan beban yang tidak terduga maka perubahan
ini sudah dapat dikategorikan ke dalam gangguan pada sistem tenaga listrik yakni
kondisi tidak seimbang antara pasokan listrik dan permintaan energi listrik akibat
adanya gangguan baik pada pembangkit ataupun pada sistem transmisi sehingga
mengakibatkan kerja dari pembangkit yang lain menjadi lebih berat. Untuk itu
diperlukan satu penelaahan kestabilan agar pembangkit yang terganggu tidak
terlepas dari sistem.[2]
Analisis kestabilan biasanya digolongkan kedalam tiga jenis, tergantung
pada sifat dan besarnya gangguan yaitu :
1. Kestabilan Keadaan Tetap (Steady State Stability)
Kestabilan keadaan tetap adalah: “Kemampuan sistem tenaga listrik
untuk menerima gangguan kecil yang bersifat gradual, yang terjadi
disekitar titik keseimbangan pada kondisi tetap”. Kestabilan ini
tergantung pada karakteristik komponen yang terdapat pada sistem
tenaga listrik antara lain: pembangkit, beban, jaringan transmisi, dan
control sistem itu sendiri. Model pembangkit yang digunakan adalah
pembangkit yang sederhana (sumber tegangan konstan) karena hanya
menyangkut gangguan kecil disekitar titik keseimbangan.
2. Kestabilan Dinamis (Dynamic Stability)
Kestabilan dinamis adalah: ”Kemampuan sistem tenaga listrik untuk
kembali ke titik keseimbangan setelah timbul gangguan yang relative
kecil secara tiba-tiba dalam waktu yang lama”. Analisa kekestabilan
dinamis lebih komplek karena juga memasukkan komponen control
otomatis dalam perhitungannya.
3. Kestabilan Peralihan (Transient Stability)
Kekestabilan peralihan adalah: ”Kemampuan sistem untuk mencapai
titik keseimbangan/sinkronisasi setelah mengalami gangguan yang besar
sehingga sistem kehilangan kestabilan karena gangguan terjadi diatas
kemampuan sistem”. Analisis kestabilan peralihan merupakan analisis
yang utama untuk menelaah perilaku sistem daya misalnya gangguan
yang berupa:
a. Perubahan beban yang mendadak karena terputusnya unit
pembangkit.
b. Perubahan pada jaringan transmisi misalnya gangguan hubung
singkat atau pemutusan saklar (switching).[4]
Sistem daya listrik masa kini jauh lebih luas, ditambah
interkoneksi antar sistem yang rumit dan melibatkan beratus-ratus mesin
yang secara dinamis saling mempengaruhi melalui perantara jala-jala
tegangan ekstra tinggi, mesin-mesin ini mempunyai sistem penguatan
yang berhubungan.[5]
Kisaran masalah yang dianalisis banyak menyangkut gangguan
yang besar dan tidak lagi memungkinkan menggunakan proses
kelinearan. Masalah kestabilan peralihan dapat lebih lanjut dibagi
kedalam ”Kestabilan ayunan pertama (first swing) dan ayunan majemuk
(multi swing).[5]
Kestabilan ayunan pertama didasarkan pada model generator yang
cukup sederhana tanpa memasukkan sistem pengaturannya, biasanya
periode waktu yang diselidiki adalah detik pertama setelah timbulnya
gangguan pada sistem. Bila pada sistem, mesin dijumpai tetap berada
dalam keadaan serempak sebelum berakhirnya detik pertama, ini
dikatagorikan sistem masih stabil.[5]
Kestabilan sistem tenaga listrik diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal di bawah ini :
a. Sifat alami dari ketidakstabilan yang dihasilkan terkait dengan
parameter sistem utama dimana ketidakstabilan bisa diamati.
b. Ukuran gangguan dianggap menunjukkan metode perhitungan
dan prediksi ketidakstabilan yang paling sesuai.
c. Divais, proses, dan rentang waktu yang harus diambil untuk
menjadi pertimbangan dalam menentukan kestabilan[1]
Gambar 2. Klasisfikasi kestabilan Sistem Tenaga

6.4 Pengaturan Frekuensi


Saat ada perubahan beban, terjadi perubahan torsi elektrik pada generator
secara instan. Hal ini menyebabkan perbedaan antara torsi mekanik dan torsi
elektrik yang menyebabkan perbedaan kecepatan. Daya aktif mempunyai
hubungan erat dengan nominal frekuensi pada sistem. Penyediaan daya aktif
sistem harus sesuai dengan kebutuhan daya aktif agar frekuensi tetap dalam batas
yang diizinkan. Penyesuain daya aktif ini dilakukan dengan mengatur kopel
mekanis untuk memutar generator, yang tidak lain merupakan pengaturan
pemberian bahan bakar turbin. Pengaturan pemberian bahan bakar ini dilakukan
oleh governor. Governor akan menambah kapasitas bahan bakar ketika frekuensi
turun dari nominalnya dan mengurangi kapasitas ketika frekuensi naik dari
nominalnya.[6]
Gambar 3. Blok Diagram Konsep Dasar Speed Governing

dengan:
Tm = Torsi mekanik
Pm = Power Mekanik
Te = Torsi Elektik
Pe = Power Elektrik
PL = Load Power
Mode operasi speed governor dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Mode droop
b) Mode isochronous

6.5 Pelepasan Beban (Load Shedding)


Jika terjadi gangguan pada sistem yang menyebabkan besarnya suplai daya
yang dihasilkan oleh pembangkit tidak mencukupi kebutuhan beban misalnya
karena adanya pembangkit yang lepas (trip), maka untuk mencegah terjadinya
ketidakstabilan sistem perlu dilakukan pelepasan beban (load shedding). Keadaan
yang kritis pada sistem dapat dideteksi melalui frekuensi sistem yang menurun
dengan cepat. Hal ini diilustrasikan pada gambar 2.10.

Gambar 4. Perubahan frekuensi fungsi waktu dengan adanya pelepasan beban


Pada saat t=tA, ada unit pembangkit yang lepas sehingga frekuensi menurun
dengan tajam. Penurunan frekuensi sistem ini bisa melalui garis 1, garis 2 atau
garis 3 bergantung pada besarnya kapasitas pembangkit yang lepas dibandingkan
dengan kebutuhan beban yang ada. Semakin besar daya yang yang hilang maka
akan semakin cepat frekuensi menurun. Kecepatan menurunnya frekuensi sistem
juga bergantung pada inersia sistem. Semakin besar nilai inersia, makin kokoh
sistemnya dan makin lambat turunnya frekuensi.[4] Berikut adalah penjelasan
mengenai gambar 2.8 :
a. Dimisalkan penurunan frekuensi terjadi pada garis 2, dari garis 2
frekuensi turun secara drastis. Ketika frekuensi mencapai FB maka
akan dilakukan Load Shedding tahap 1 (titik B). Dengan adanya
Load Shedding tahap 1 membuat penurunan frekuensi turun secara
melambat.
b. Ketika terjadi penurunan frekuensi hingga FC maka akan dilakukan
Load Shedding tahap 2 (titik C). Dengan adanya Load Shedding
tahap 2 frekuensi sistem menjadi naik. Namun kenaikan frekuensi
masih terlalu lambat sehingga untuk mencapai frekuensi normal
membutuhkan waktu yang lama.
c. Ketika frekuensi mencapai frekeunsi FBperlu dilakukan Load
Shedding tahap 3(titik D). Dengan adanya Load Shedding tahap 3
untuk mencapai frekuensi normal dapat dilakukan sedikit lebih cepat
namun kecepatannya kenaikan masih terlau lambat untuk mencapai
frekuensi normal.
d. Sehingga ketika mencapai frekuensi FE dilakukan Load Shedding
tahap 4 (titik E). Dengan adanya Load Shedding tahap 4 membuat
frekuensi sistem menjadi stabil.
e. Namun kestabilan frekuensi sistem masih dibawah standart yang ada
sehingga ketika t=tFdilakukan Load Shedding tahap 5 (titik F).
Akibat Load Shedding tahap 5 membuat frekuensi sistem kembali ke
frekuensi normal.
6.6 Tinjauan Pustaka Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Yudiestira pada tahun 2016 berjudul
“ANALISIS KESTABILAN TRANSIEN DAN PELEPASAN BEBAN
PADA SISTEM INTEGRASI 33 KV PT. PERTAMINA RU IV
CILACAP AKIBAT PENAMBAHAN BEBAN RFCC DAN PLBC” telah
membahas tentang

7. METODELOGI PENELITIAN
Pada penulisan tugas akhir ini akan digunakan metodologi sebagai berikut:
1. Studi literatur
Tahap ini meliputi pengumpulan teori-teori dasar yang digunakan dalam
tugas akhir ini. Teori akan diambil dari jurnal yang telah dipublikasikan,
materi kuliah dan dari Internet.
2. Pengambilan Data
Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan data pada PT.
PERTAMINA UP VI Balongan. Adapun data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah : single line diagram sistem jaringan transmisi
industri terkait, data bus, data saluran transmisi, data trafo, data beban.
3. Perhitungan dan Perancangan Software
Pada tahap ini dilakukan perhitungan dan perumusan data yang sudah
diambil dengan menggunakan software, yang mana akan digunakan
untuk menghitung dan menganalisa data tersebut adalah ETAP
(Electrical and Transient Analysis Program) 12.6
4. Hasil dan Analisa
Pada tahap ini akan membahas tentang analisa hasil dari simulasi di
PSAT akan dicari perubahan yang terjadi untuk mencari solusi pada
penelitian yang dilakukan. Dan hasil yang diperoleh dari tahap ini akan
digunakan untuk membuat kesimpulan.
5. Penulisan Laporan Tugas Akhir
Setelah pengambilan data, perhitungan dan perancangan software sudah
dilakukan tahap selanjutnya adalah pembuatan laporan tugas akhir yang
final.
8. DESKRIPSI TUGAS AKHIR
8.1 Flow Chart Analisa Kestabilan Transien
Gambar 5. Flowchart Analisa Kestabilan Transien

9. JADWAL KEGIATAN

NO KEGIATAN BULAN
1 2 3 4
1 Persiapan
-Mengajukan Judul
-Pemaparan Proposal
2 Pengambilan Data
3 Laporan Bab 1 dan
Bab 2
4 Laporan Bab 3
5 Laporan Bab 4
6 Laporan Bab 5
7 Seminar, Sidang dan
Ujian Tugas Akhir
8 Selesai `

DAFTAR PUSTAKA

[1] C. C., Transmisi Daya Listrik. Yogyakarta: ANDI, 2013.


[2] D. Marsudi, OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006.
[3] D. Marsudi, Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga, 2005.
[4] P. Kundur, Power System Stability and Control, vol. 1. New York: McGraw-
Hill.inc, 1994.
[5] C. C., Teori Singkat Teknik Elektro Disertai Contoh Soal dan Penyelesainnya.
Yogyakarta: ANDI, 2013.
[6] P. Kundur et al., “Definition and classification of power system stability
IEEE/CIGRE joint task force on stability terms and definitions,” IEEE
Transactions on Power Systems, vol. 19, no. 3, pp. 1387–1401, Aug. 2004.

Anda mungkin juga menyukai