Anda di halaman 1dari 20

MINI RESEARCH

Analisa Stabilitas Transient STL


Minahasa Menggunakan Metode Kriteria
Luas Sama

DISUSUN OLEH :

FALDY DERMAWAN HASIBUAN

5203230012

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR
Pertama, puji syukur Tuhan Yang Maha ESA dimana atas berkat dan anugrah
penyertaannya sehingga Mini Research ini dapat terselesaikan. Judul dari Mini Research ini
adalah “Analisa Stabilitas Transient STL Minahasa Menggunakan Metode Kriteria Luas
Sama” Penulisan Mini Research ini dimaksudkan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
STABILITAS SISTEM TENAGA LISTRIK.
Penulis tidak lupa berterima kasih pada semua pihak yang telah mendukung penulis
dalam menyusun Mini Research ini, terutama kepada Dosen mata kuliah Stabilitas Sistem
Tenaga Listrik. maupun bagi saudara/i sekalian yang ikut ambil bagian dalam penyusunan
Mini Research ini.
Penulis menyadari sebagaimana seorang manusia, penulis juga pasti mempunyai
kekurangan dan kelemahan dalam hal penyusunan Mini Research ini baik dalam isi yang
terlampir maupun dalam hal kesalahan dalam pengetikan sehingga kritik dan saran pembaca
sangat dibutuhkan dalam memperbaiki Mini Research ini. Akhir kata, penulis mengucapkan
Terima Kasih.

Medan, 6 April 2023

Faldy D Hasibuan
ABSTRAK
Listrik adalah bentuk energi sekunder yang paling praktis penggunaanya oleh
manusia, Kebutuhan listrik di masyarakat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pemanfaatan tenaga listrik. Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang dapat
melayani beban secara kontinyu tegangan dan frekwensi yang konstan, fluktuasi tegangan
dan frekuensi yang terjadi harus berada pada batas toleransi yang diizinkan agar peralatan
listrik konsumen dapat bekerja dengan baik dan aman. Oleh karena itu diperlukan suatu
analisis sistem tenaga listrik untuk menentukan apakah sistem tersebut stabil atau tidak jika
terjadi gangguan.
Stabilitas transient didasarkan pada kondisi kestabilan ayunan pertama dengan periode
waktu penyelidikan pada detik pertama terjadi gangguan. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menentukan kestabilan suatu sistem tenaga listrik apabila mengalami
gangguan adalah metode kriteria luas sama. Walaupun metode ini tidak dapat dipergunakan
untuk sistem multimesin namun sangatlah membantu untuk memahami faktor-faktor dasar
yang mempengaruhi stabilitas transient sistem tenaga listrik. Kondisi peralihan dari sistem
tenaga listrik pada saat gangguan dilukiskan secara matematis melalui persamaan diferensial.
Teknik analisa data dilakukan dengan melakukan simulasi perhitungan dengan menggunakan
matlab.
Mengambil permodelan dari Sistem Tenaga Listrik Minahasa pada PLTA Tonsealama
– GI Tonsealama yang terdiri dari sebuah mesin dan 1 bus infinite dengan saluran transmisi
ganda dimana gangguan terjadi pada salah satu saluran, dengan menggunakan metode kriteria
luas sama dan matlab. Dapat dianalisa bahwa sistem tersebut mempunyai sudut kerja awal
14,6050 , sudut pemutus kritis 108,3810 , sudut ayunan maksimum 165.0630 .
BAB I
PENDAHULUAN
Listrik adalah bentuk energi sekunder yang paling praktis penggunaanya oleh
manusia, dimana listrik dihasilkan dari proses konversi energi sumber primer seperti
batubara, minyak bumi, gas, panas bumi, potensial air dan energi angin.
Kebutuhan listrik di masyarakat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pemanfaatan tenaga listrik pada peralatan-peralatan rumah tangga, kantor dan sebagainya,
sehingga pasokan listrik harus ditambah yakni dengan pembangunan pembangkit listrik baru.
Selain tersedianya pembangkitan yang cukup, hal lain yang juga harus ditentukan
adalah apakah kondisi transient jika terjadi gangguan akan mengganggu operasi normal
sistem atau tidak. Hal ini akan berhubungan dengan kualitas listrik yang sampai ke konsumen
berupa kestabilan frekuensi dan tegangan.
Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang dapat melayani beban
secara kontinyu tegangan dan frekuensi yang konstan. Fluktuasi tegangan dan frekuensi yang
terjadi harus berada pada batas toleransi yang diizinkan agar peralatan listrik konsumen dapat
bekerja dengan baik dan aman. Kondisi sistem yang benar-benar mantap sebenarnya tidak
pernah ada. Perubahan beban selalu terjadi dalam sistem. Penyesuaian oleh pembangkit akan
dilakukan melalui gevernor dari penggerak mula dan eksitasi generator.
Perubahan kondisi sistem yang seketika, biasanya terjadi akibat adanya gangguan
hubung singkat pada sistem tenaga listrik, dan pelepasan atau penambahan beban yang benar
secara tiba-tiba. Akibat adanya perubahan kondisi kerja dari sistem ini, maka keadaan sistem
akan berubah dari keadaan lama ke keadaan baru. Periode singkat di antara kedua keadaan
tersebut disebut periode paralihan atau transient. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis
sistem tenaga listrik untuk menentukan apakah sistem tersebut stabil atau tidak, jika terjadi
gangguan. Stabilitas transient didasarkan pada kondisi kestabilan ayunan pertama (first
swing) dengan periode waktu penyelidikan pada detik pertama terjadi gangguan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan suatu sistem
tenaga listrik apabila mengalami gangguan adalah metode kriteria luas sama. Walaupun
metode ini tidak dapat dipergunakan untuk sistem multimesin namun sangatlah membantu
untuk memahami faktor-faktor dasar yang mempengaruhi stabilitas transient sistem tenaga
listrik.
Metode kriteria luas sama (Equal Area Criterion, EAC) merupakan contoh metode
langsung untuk memperoleh waktu pemutusan kritis (Critical Clearing time), yang mana
hanya terbatas untuk satu mesin saja dengan bus infinite (Singgle Machine Infinite Bus,
SMIB).
Kurva ayunan merupakan alat elevasi suatu kestabilan sistem yang digunakan kestabilan-
kestabilan transient sistem tenaga lisrik.
Alat bantu dalam studi analisa sistem tenaga listrik adalah komputer, karena peranan
komputer dalam Analisis Sistem Tenaga mempunyai keuntungan diantaranya fleksibel (dapat
digunakan untuk menganalisis hampir semua persoalan), teliti, cepat dan ekonomis. Untuk itu
maka judul penulisan tugas akhir ini adalah “Analisa Stabilitas Transient STL Minahasa
Menggunakan Metode Kriteria Luas Sama”.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Stabilitas Dalam Sistem Tenaga Listrik
Stabilitas sistem tenaga listrik adalah suatu kemampuan sistem tenaga listrik atau
bagian komponennya untuk mempertahankan sinkronisasi dan keseimbangan dalam sistem.
Batas stabilitas sistem adalah daya-daya maksimum yang mengalir melalui suatu titik dalam
sistem tanpa menyebabkan hilangnya stabilitas. Berdasarkan sifat gangguan masalah stabilitas
sistem tenaga listrik dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe. Berikut tipe stabilitas sistem
tenaga listrik.
1) Stabilitas Tetap (Steady State)
Stabilitas steady state adalah kemampuan suatu sistem tenaga listrik mempertahankan
sinkronisasi antara mesin-mesin dalam sistem setelah mengalami gangguan kecil (fluktuasi
beban).

Gambar 2. 1 Diagram Faktor-Faktor Utama Dalam Masalah Kestabilan


Keterangan :
PM = Prime Mover
G = Generator sinkron
X = Reaktansi saluran
SL = Sumbu beban
2) Stabilitas Peralihan (Transient)
Stabilitas transient adalah kemampuan suatu sistem tenaga listrik mempertahankan
sinkronisasi setelah mengalami gangguan besar yang bersifat mendadak sekitar satu ayunan
(swing) pertama dengan asumsi bahwa pengatur tegangan otomatis belum bekerja.
3) Stabilitas sub-Peralihan (Dinamis)
Stabilitas dinamis adalah bila setelah ayunan pertama (periode stabilitas transient)
sistem mampu mempertahankan sinkronisasi sampai sistem dalam keadaan seimbang yang
baru (stabilitas transient bila AVR dan governor bekerja cepat dan diperhitungkan dalam
analisis).
Pengertian hilangnya sinkronisasi adalah ketidakseimbangan antara daya pembangkit
dengan beban menimbulkan suatu keadaan transient yang menyebabkan rotor dari mesin
sinkron berayun karena adanya torsi yang mengakibatkan percepatan atau perlambatan pada
rotor tersebut. Ini terjadi bila torsi tersebut cukup besar, maka salah satu atau lebih dari mesin
sinkron tersebut akan kehilangan sinkronisasinya, misalnya terjadi ketidakseimbangan yang
disebabkan adanya daya pembangkit yang berlebihan, maka sebagian besar dari energi yang
berlebihan akan diubah menjadi energi kinetik yang mengakibatkan percepatan sudut rotor
bertambah besar, walaupun kecepatan rotor bertambah besar, tidak berarti bahwa sinkronisasi
dari mesin tersebut akan hilang, faktor yang menentukan adalah perbedaan sudut rotor atau
daya tersebut diukur terhadap referensi putaran sinkronisasi.
Masalah dalam stabilitas dapat dipengaruhi berbagai faktor yang dapat dilihat pada
gambar 1. Faktor –faktor tersebut terbagi dalam faktor mekanis dan faktor elektris.
2.2. Dinamika Rotor Dan Persamaan Ayunan
Persamaan yang mengatur gerakan rotor suatu mesin serempak didasarkan pada
prinsip dasar dinamika yang menyatakan bahwa momen putar percepatan (accellerating
torque) adalah hasil kali dari momenmomen kelembaman (moment of inertia) rotor dan
percepatan sudutnya.

Gambar 2. 2 Representasi Suatu Rotor Mesin Yang Membandingkan


Momen putar mekanis 𝑇𝑚 dan momen putar elektris 𝑇𝑒 dianggap positif untuk
generator serempak. Ini berarti bahwa 𝑇𝑚 adalah resultan momen putar poros yang
mempunyai kecenderungan untuk mempercepat rotor dalam arah putaran 𝜃𝑚 yang positif
seperti ditunjukkan Gambar 2.2. Untuk generator yang bekerja dalam keadaan tetap, 𝑇𝑚 dan
𝑇𝑒 adalah sama sedangkan momen putar 𝑇𝑎 sama dengan nol. Dalam keadaan ini tidak ada
percepatan atau perlambatan terhadap massa rotor dan kecepatan tetap resultan adalah
kecepatan
serempak. Massa yang berputar meliputi rotor dari generator dan penggerak mula dikatakan
dalam keadaan serempak dengan mesin lainnya yang bekerja pada kecepatan serempak dalam
sistem daya tersebut. Penggerak mulanya mungkin berupa suatu turbin air atau turbin uap dan
untuk masing-masing turbin sudah ada model dengan bermacam-macam tingkat kesulitan
untuk melukiskan pengaruh pada 𝑇𝑚.
𝑇𝑚dianggap konstan pada setiap keadaan kerja yang diberikan. Anggapan ini cukup
baik untuk beberapa generator meskipun masukan dari penggerak mulanya diatur oleh
regulator (governor). Regulator tidak bekerja sebelum dirasakan perubahan pada kecepatan.
Momen putar elektris Te bersesuaian dengan daya bersih celah udara mesin. Dengan
demikian adalah daya keluaran total dari generator ditambah dengan rugi-rugi │𝐼2│ R dalam
gulungan jangkar. Dalam motor serempak arah aliran daya berlawanan dengan generator.
Oleh karena itu untuk motor, 𝑇𝑒 dan 𝑇𝑚 akan terbalik tandanya seperti ditunjukkan dalam
Gambar 2.2. Di sini 𝑇𝑒 adalah daya celah udara yang diberikan oleh sistem tenaga listrik
untuk menggerakkan rotor, sedangkan 𝑇𝑚 merupakan momen putar tandingan (counter
torque) beban dan rugi putaran yang cenderung untuk memperlambat rotor.
2.3. Pemodelan Mesin Serempak Untuk Studi Kestabilan
emodelan Mesin Serempak Untuk Studi Kestabilan Sebuah generator dihubungkan ke
infinite bus, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.3. Dimana Tegangan generator adalah
konstan dengan reaktansi transient sumbu langsung 𝑋′𝑑. Representasi titik tegangan terminal
generator 𝑉𝑔 dapat dieliminasi dengan.

Gambar 2. 3 Generator Dihubungkan Dengan Infiinite Bus


Dimana :
𝑃𝑒 = Daya elektris
E’ = EMF generator
V = Tegangan infinite bus
𝑋12 = Reaktansi saluran
Sin δ = Sudut daya

Gambar 2. 4 Kurva Sudut Daya


mentransformasikan impedansi dari hubungan Y ke hubungan Δ. Melalui gambar 2.3
dapat diturunkan sebuah persamaan, yang dapat dilihat pada persamaan 1.

Persamaan 1 dapat diperoleh hubungan bahwa daya yang ditransmisikan tergantung


pada reaktansi 𝑋12 dan sudut δ yang dikenal sebagai kurva sudut daya yang diperlihatkan oleh
gambar 2.4. Daya maksimum dapat dipandang sebagai batas stabilitas keadaan mantap
(Steady State Stability Limit), terjadi pada sudut 900. Maka persamaan 1 berubah menjadi
persamaan 2.

Sehingga diperoleh persamaan daya listrik dalam bentuk Pmax seperti ditunjukan
oleh persamaan 3.

Dimana 𝑃𝑚𝑎𝑥 adalah Daya maksimum Jika Jika generator tiba-tiba terhubung singkat,
maka tegangan E’ dapat dihitung menggunakan persamaan 4.

Dengan 𝐼𝑎 adalah arus generator sebelum gangguan.


Gambar 2. 5 Kriteria Luas Sama Pada Perubahan Beban Mendadak

Gambar 2. 6 Sistem Satu Mesin Terhubung Ke Infinite Bus, Gangguan Tiga Fasa Pada
F
BAB III
METOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan pengumpulan data dilakukan pada bulan februari 2013 sampai
bulan juni 2014. Pengambilan data ini dilakukan di PT.PLN (persero) Wilayah Suluttenggo
AP2B Sistem Minahasa (Jl. Raya Tomohon Tondano) Tomohon.
3.2. Bahan dan Peralatan
Berikut adalah peralatan yang digunakan dalam penelitian:
1) Personal Computer (PC)
Personal Computer (PC) merupakan perangkat keras (hardware) yang berfungsi
sebagai tempat untuk mengolah data dan menyusun laporan penelitian.
2) Microsoft Office Word 2007.
Microsoft Office Word 2007 merupakan perangkat lunak (software) yang digunakan
dalam menyusun laporan penelitian.
3) Internet (Interconnection-Networking)
Internet atau kependekan dari interconnectionnetworking merupakan media yang
digunakan dalam mencari refrensi yang berhubungan dengan pengolahan data dan laporan
penelitian.
4) MATLAB R2009a
MATLAB R2009a merupakan perangkat lunak (software) yang berupa bahasa
pemrograman untuk mengolah data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian.
3.3. Data Teknis
Data – data yang akan digunakan dalam penelitian antara lain.

Gambar 2. 7 Diagram Reaktansi Saluran PLTA Tonsealama – GI


PLTA Tonsealama Unit 1
Kapasitas (MVA) = 5,55
Daya terpasang (MW) = 4,44 D
aya mampu (MW) = 2,8
Tegangan (kV) = 15
X source (pu) =1
Unit 2

Kapasitas (MVA) = 5,63


Daya terpasang (MW)= 4,5
Daya mampu (MW) = 3,7
Tegangan (kV) = 6,3
X source (pu) = 0,13
Unit 3

Kapasitas (MVA) = 6,8


Daya terpasang (MW) =
5,44 Daya mampu (MW)
=3
Tegangan (kV) = 6,3
X source (pu) = 0,13
Transformator PLTA Tonsealama
Tegangan (kV) = 30/70
MVA = 12
X (pu) = 0,000833
PLTA Tonsealama Unit 1
Tegangan (kV) = 15/30
MVA = 5,5
X (pu) = 0,0001
PLTA Tonsealama Unit 2
Tegangan (kV) = 6/30
MVA =6
X (pu) = 0,0001
PLTA Tonsealama Unit 3
Tegangan (kV) = 6/30
MVA = 6,8
X (pu) = 0,0001
GI Tonsealama
Tegangan (kV) = 70/20
MVA = 20
X (pu) = 0,12
Jaringan Transmisi GI Tonsealama – PLTA
Tonsealama R (pu) = 0,007
X (pu) = 0,14
Panjang saluran (km) = 0,387
Sedangkan diagram reaktansi saluran dapat dilihat pada gambar 2.7.
3.4. Flowchart Program
Flowchart Program dapat dilihat pada gambar 2.8.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Besaran Per Unit (pu)
Daya Terpasang Pembangkit
Daya Terpasang total = 4,44 + 4,5 + 5,44 = 10,38 MW
Besaran dasar daya = 5,55 + 5,63 + 6,8 = 17,98 MVA
Daya Terpasang (pu) = 10,38 MW/ 17,98 MVA = 0,57 pu

Gambar 2. 8. Flowchart Program


Daya Mampu Pembangkit
Daya mampu total = 2,8 + 3,7 + 3 = 9,5 MW
Daya Mampu (pu) = 9,5 MW/ 17,98 MVA = 0,52 pu
EMF Generator
I = 17,98 MVA / 66 KV = 0,27
E = 0,94 + 0,38153*0,27
= 0,94 – 0,1030
= 0,837 pu
Tegangan Infinite Bus.
Tegangan Infinite Bus(pu) = 66 KV / 70 KV = 0,94 pu
4.2. Menghitung Reaktansi Saluran
Dalam menghitung reaktansi saluran, kita akan melakukan penghitungan sebanyak
3(tiga) kali, yaitu Reaktansi Saluran Sebelum Terjadi Gangguan Berdasarkan gambar 2.7,
maka reaktansi sebelum gangguan adalah
jX = j0,26 + j0,00083 + (j0,0014) + (j0,008 + j0,006) / j0,014 + j0,008 + j0,006
= j0,26083 + j0,0007 + j0,12
= j ,0 38153 pu
1) Reaktansi Saluran Saat Terjadi Gangguan.
Saat terjadi gangguan, gambar 2.7 akan menjadi gambar 2.9 Sedangkan impedansi
pengganti saluran adalah

Gambar 2. 9 Diagram Reaktansi Selama Gangguan Semua Saluran


Dari impedansi pengganti di atas, gambar 2.9 berubah menjadi gambar 2.10,
sedangkan reaktansi salurannya adalah.

2) Reaktasi Saluran Setelah Terjadi Gangguan


Setelah terjadi gangguan, gambar 2.7 akan menjadi gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Diagram Reaktansi Ketika Saluran Telah Dihubung


Gambar 2. 11 Diagram Reaktansi Saluran Setelah Terjadi Gangguan
Dengan reaktansi saluran

3) Pengujian Dan Analisa Program


Pengujian Dan Analisa Program Setelah menghitung reaktansi saluran sebelum
gangguan, saat gangguan dan setelah gangguan. Datadata yang ada dimasukkan ke dalam
program MATLAB R2009a dan diperoleh hasil.
4) STL Tonsesalama Sebelum Gangguan
Kurva sudut daya pada STL Minahasa sebelum terjadi gangguan dapat dilihat
pada gambar 2.11 beserta output
Initial power = 0.570 p.u.
Initial power angle = 16.046°
Sudden additional power = 1.094 p.u.
Total power for critical stability = 1.664 p.u.
Maximum angle swing = 126.189°
New operating angle = 53.811°
STL Tonsealama Setelah Gangguan Menggunakan Metode Kriteria Luas Sama
Setelah mengalami gangguan, kurva sudut daya berubah mejadi seperti yang dapat dilihat
pada gambar
2.12 beserta output.
Gambar 2. 12 Kurva Sudut Daya STL Tonsealama Sebelum Gangguan

Gambar 2. 13 Kurva Sudut Daya STL Tonsealama Setelah Gangguan


Initial power angle = 14.605°
Maximum angle swing = 165.063°
Critical clearing angle = 108.381°
Selama gangguan, daya tersebut adalah r1Pmakssinδ, sedangkan r2Pmaks sinδ dan δ
adalah daya yang dapat dipancarkan setelah gangguan tersebut diputuskan dengan saklar pada
saluran pada saat δ = δcr, seperti pada δcr adalah sudut pemutusan kritis. Sudut motor maju
dari δ0 ke sudut pemutus kritis δk yang berarti berubah dari titik B ke titik C. Bila gangguan
dihilangkan pada sudut δk, keluaran daya listrik mendadak naik ke titik D pada lengkung
sudut daya. Pada titik D, keluaran daya listrik Pe melebihi masukan daya mekanis Pm
sehingga daya Percepatan Pa adalah negatif. Akibatnya kecepatan rotor menurun sementara
Pe berubah dari titik D ke titik E. Pada titik E kecepatan rotor kembali serempak meskipun
sudut rotor sudah maju sampai δmak. Sudut δmak ditentukan dari kriteria luas sama yaitu A1
= A2.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN

Dengan menggunakan STL pada PLTA Tonsealama – GI Tonsealama sebagai


percontohan STL Minahasa, yang terdiri dari sebuah mesin dan 1 bus infinite dengan saluran
transmisi ganda dimana gangguan tiga fasa terjadi pada salah satu saluran maka dengan
metode kriteria luas sama menggunakan MATLAB R2009a diperoleh initial power angle
14.605°, maximum angle swing 165.063°, Critical clearing angle 108.381°.
Bila breaker terbuka dengan sudut clearing (Clearing Angle) sama dengan atau
kurang dari sudut kritis (δp ≤ δk) akan didapatkan kestabilan kembali dalam sistem tenaga
listrik tersebut. Bila breaker terbuka dengan sudut clearing (Clearing Angle) lebih besar dari
sudut kritis (δp > δk) tidak akan didapatkan kestabilan artinya sistem tenaga listrik tersebut
mengalami gangguan total.Jika diperoleh luasan A2 lebih besar dari A1 (A2>A1) maka
sistem akan mengalami gangguan permanen yang tidak dapat suatu sistem mencapai suatu
kestabilan kembali, tetapi sebaliknya jika diperoleh luasan A1 lebih kecil atau sama dengan
A2 (A1 ≤ A1) maka sistem akan didapatkan kestabilan kembali dalam sistem tenaga listrik
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A.C.Gross, Power System Analysis, John Wiley & Sons, New York, 1979,
[2] C.Cekdin, Sistem Tenaga Listrik, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006,
[3] D.Hanselman, B.Littlefield, Matlab Bahasa Komputasi Teknis, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2000
[4] F. Scheid,. Analisis Numerik Teori dan Soal-Soal. Penterjemah Pantur Silaban
Ph.D, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992,
[5] J.C.Das, Transient in Electrical Systems, McGraw Hill, 2010,
[6] P.S.R. Murty Prof, Power System Analysis, BS Publisher, 2007,
[7] W. D. Stevenson Jr., Analisa Sistem Tenaga Listrik, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1984,
[8] Y.Hase, Handbook of Power System Engineering, Wiley, England, 2007.

Anda mungkin juga menyukai