d. Penggolongan Hukum
Penggolongan hukum di Indonesia dapat dilihat dari bentuk, isi, tempat, waktu, dan cara
mempertahankannya:
1) Menurut bentuknya, hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum tata usaha
negara, hukum dagang, dan hukum perkawinan.
1
b) Hukum tidak tertulis, adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan di
masyarakat, tetapi tidak tertulis (disebut hukum kebiasaan). Hukum tidak tertulis
tidak termaktub dalam suatu dokumen, tetapi diyakini dan ditaati oleh suatu
masyarakat tertentu. Misalnya, konvensi (contohnya pidato presiden tiap tanggal 16
Agustus di depan DPR), adat istiadat, dan kebiasaan.
2) Menurut tempat berlakunya, hukum dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Hukum nasional, adalah hukum yang berlaku secara penuh dalam suatu negara.
b) Hukum internasional, adalah hukum yang mengatur hubungan dan hukum dalam
dunia internasional
c) Hukum asing, adalah hukum yang berlaku dalam negara lain
3) Menurut waktu berlakunya, hukum dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Hukum positif (ius constitutum), adalah hukum yang berlaku bagi suatu
masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya UUD NRI Tahun 1945.
b) Hukum yang dicita-citakan (ius constituendum), adalah hukum yang diharapkan
dapat berlaku di masa yang akan datang. Misalnya, Aturan Peralihan Pasal 1 UUD
NRI Tahun 1945.
c) Hukum asasi/hukum alam (jus naturale), adalah hukum yang berlaku di mana pun
dan kapan pun untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak mengenal batas
waktu, tetapi berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapa pun. Misalnya,
keadilan, kemanusiaan, dan kesetaraan.
4) Menurut cara mempertahankannya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Hukum materiel, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
kepentingan kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-
perintah dan larangan larangan. Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, dan
hukum dagang.
b) Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiel atau
peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara mengajukan sesuatu
perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara hakim memberi putusan.
Misalnya, hukum acara pidana, hukum acara perdata, dan hukum acara peradilan
tata usaha negara.
5) Menurut wujudnya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Hukum objektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak
mengenal orang atau golongan tertentu. Hukum ini berfungsi hanya menyebutkan
peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
b) Hukum subjektif, adalah hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku
terhadap seseorang tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga hak.
Pembagian jenis ini jarang digunakan.
6) Menurut isinya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarorang dengan berpusat
kepada kepentingan perseorangan. Hukum privat antara lain mencakup hukum
perdata, hukum perkawinan, dan hukum waris.
b) Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-
alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga
2
negara). Hukum publik antara lain mencakup hukum pidana, hukum tata negara,
hukum tata usaha negara, dan hukum administrasi negara.
b. Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman di Indonesia diatur dalam Pasal
24 Ayat (1), (2), dan (3) UUD NRI Tahun 1945:
1) Ayat (1): Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2) Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilaksanakan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
‘tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3) Ayat (3): Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.
3
peraturan perundang- undangan. Peradilan tata usaha negara terdiri dari pengadilan tata
usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.
4) Peradilan militer adalah peradilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus
perihal perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan Tata Usaha Militer yang tercantum dan ditentukan Pasal 40 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997.
Peradilan militer terdiri dari beberapa pengadilan, yakni:
a) Pengadilan Militer untuk tingkat kapten ke bawah,
b) Pengadilan Militer Tinggi untuk tingkat mayor ke atas,
c) Pengadilan Militer Utama untuk banding dari pengadilan tinggi militer, dan
d) Pengadilan Militer Pertempuran khusus di medan pertempuran.