Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dengue Hemorrhagic Fever


2.1.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (Frida, 2019).
Infeksi virus dengue merupakan penyebab Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF). Virus dengue merupakan virus kelompok B (Arthropod-Borne
Virus). Penularan penyakit DHF terjadi ketika nyamuk yang terinfeksi virus
dengue menggigit atau menghisap darah manusia yang sakit ke manusia
yang sehat. Nyamuk tersebut merupakan nyamuk yang termasuk dalam
keluarga Flaviviridae dan golongan flavivirus. Nyamuk yang membawa
virus dengue sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4 yang banyak ditemukan di seluruh pelosok Indonesia
(Kardiyudiana, 2019).
2.1.2. Epidemiologi
Epidemiologi infeksi dengue adalah ilmu yang mempelajari
tentang kejadian dan distribusi frekuensi infeksi dengue menurut variabel
epidemiologi (orang, tempat dan waktu) dan berupaya menentukan faktor
resiko (determinan) kejadian tersebut pada suatu kelompok populasi.
Distribusi yang dimaksud diatas adalah distribusi berdasarkan unsur orang,
tempat dan waktu, sedangkan frekuensi dalam hal ini adalah angka
kesakitan, angka kematian, dll. Determinan faktor resiko berarti faktor yang
mempengaruhi atau faktor yang memberi resiko atas kejadian penyakit
demam dengue.
Negara Sri lanka meskipun insiden demam berdarah meningkat 20
kali lipat dari tahun 2000 hingga 2012 dan meningkat 3 kali lipat dari 2012
hingga 2019, peningkatan ini tidak tercermin dalam peningkatan serupa
dalam tingkat seropositifitas stratifikasi usia untuk dengue. Misalnya,
tingkat serokonversi tahunan adalah 0,76% pada tahun 2013 dan 0,91%

5
6

pada tahun 2017. Tingkat serokonversi tahunan pada kelompok usia 6


hingga 17 tahun adalah 1,5% per tahun pada tahun 2003, 3,9% pada tahun
2013, dan 4,1% pada tahun 2017. Selain itu , meskipun peningkatan 13 kali
lipat pada dengue terlihat pada mereka yang berusia < 19 tahun, peningkatan
52,4 kali lipat terlihat pada kelompok usia 40 hingga 59 tahun. Case fatality
rate (CFR) juga berubah, dengan 61,8% kematian terjadi pada mereka yang
berusia < 19 tahun pada tahun 2000, sedangkan pada tahun 2012 hingga
2018, CFR tertinggi terlihat pada mereka yang berusia 20 hingga 39 tahun.
Meskipun telah terjadi peningkatan jumlah kasus yang nyata, kepadatan
vektor tidak berubah selama periode 4 tahun. Proporsi orang dewasa yang
mengalami infeksi dengue sekunder juga tetap antara 65% dan 75% antara
tahun 2004 dan 2018 (Malavige et al., 2021).
Selama periode 50 tahun, terjadi peningkatan tajam dalam IR
(Incidence Rate) tahunan DBD di Indonesia, dari hanya 0,05 kasus per
100.000 orang per tahun pada tahun 1968 menjadi 77,96 kasus per 100.000
orang per tahun pada tahun 2016. IR DBD memiliki pola siklik, dengan
puncak terjadi kira-kira setiap 6-8 tahun. Puncak kejadian terjadi pada tahun
1973, 1988, 1998, 2009, dan 2016. Pada tahun 2017, terdapat 59.047 dan
444 kasus DBD dan kematian terkait DBD di Indonesia masing-masing
dengan 22,55 per 100.000 orang dan 0,75% IR dan CFR (Michie et al.,
2019).
2.1.3. Etiologi
Virus dengue merupakan penyebab dari penyakit DHF. Virus
dengue merupakan virus kelompok B atau arthropod-borne virus. Virus
dengue menular melalui suntikan nyamuk Aedes Aegypti atau nyamuk
Aedes Albopictus yang terinfeksi oleh virus saat menghisap darah seseorang
yang sehat. Penularan penyakit DHF bisa terjadi pada manusia ke manusia
atau manusia ke hewan ataupun sebaliknya. Manusia yang sedang sakit
DHF kemungkinan bisa menularkan kemanusiaan lainnya yang sehat,
tergantung dari sistem imunitas dari masing-masing individu untuk
melawan virus tersebut. Dalam waktu 3 sampai 14 hari setelah virus masuk
7

ke dalam tubuh, tubuh akan memberikan tanda dan gejala sebagai


perlawanan alami dari dalam. Gejala umum yang dialami penderita penyakit
DHF yakni demam disertai menggigil, pusing, pegal-pegal (Frida, 2019).

2.1.4. Klasifikasi
Demam berdarah dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat, yaitu:
1. Derajat I
Ditandai dengan demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji bendung (uji torniquet)
2. Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain
3. Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar
mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah
4. Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah
tidak teratur (Sodikin, 2019).
2.1.5. Patofisiologi

Terdapat 4 virus dengue, yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan


DEN-4. Virus dengue juga menginfeksi dan berkembang biak di dalam sel
Langerhans, sel kekebalan khusus yang ada di lapisan kulit. Sel Langerhans
normalnya bekerja membatasi penyebaran infeksi secara terus-menerus.
Namun, sel yang sudah terinfeksi virus itu selanjutnya pergi ke kelenjar
getah bening dan menginfeksi lebih banyak sel sehat. Penyebaran virus
dengue menghasilkan antibodi khusus yang menetralkan partikel virus
dengue, sementara sistem kekebalan cadangan diaktifkan untuk membantu
antibodi dan sel darah putih melawan virus. Respons imun juga mencakup
sel-T sitotoksik (limfosit), yang mengenali dan membunuh sel yang
terinfeksi. Proses inilah yang kemudian memunculkan berbagai gejala
8

demam berdarah. Selain itu munculnya bintik-bintik merah di tubuh


merupakan reaksi netralisasi. Namun, jika netralisasi tidak berhasil, virus
dengue terus mengganggu fungsi pembekuan darah. Apabila kondisi
tersebut tidak terganggu lagi maka akan timbul kebocoran plasma darah.
Plasma darah dalam pembuluh darah akan memasuki rongga perut dan paru-
paru. Keadaan yang fatal tersebut disebut demam berdarah dengue.
Penderita yang telah terjangkit demam berdarah dengue yang tidak
segera ditangani akan menderita sindrom syok dengue (SSD). Memasuki
sindrom syok dengue, penderita mengalami penurunan demam yang
mendadak. Keadaan ini harus diwaspadai karena sering dianggap penderita
akan segera sembuh karena suhu tubuh yang telah menurun. Padahal
keadaan ini merupakan gejala awal penderita demam berdarah dengue
memasuki tahap sindrom syok dengue. Beberapa gejala yang tampak pada
penderita yang mengalami sindrom syok dengue yaitu tampak gelisah,
mengalami sakit di ulu hati/ perut, wajah pucat, tekanan nadi melemah dan
hilang kesadaran. Penurunan suhu yang mendadak pada penderita
diakibatkan oleh gagalnya peredaran darah. Perdarahan di lambung
menyebabkan penderita mengalami sakit perut dan ulu hati. Keadaan
sindrom syok dengue biasanya terjadi pada hari ke 4-5. Setelah fase kritis
sudah di lewati dengan penanganan tepat, umumnya pasien DBD akan
mengalami demam kembali, akan tetapi tidak perlu khawatir. Umumnya
saat demam kembali naik, trombosit pun juga akan perlahan naik. Cairan
tubuh yang tadinya turun selama dua fase pertama juga pelan-pelan mulai
kembali normal (Frida, 2019).
2.1.6. WOC

Masuknya virus dengue


dalam tubuh

Virus bereaksi dengan


antibodi

Terbentuknya kompleks
virus antibodi

Breath Blood Brain Bladder Bowel Bone

Mengaktifkan sistem Pelepasan Aktivasi Aktivasi Perpindahan


komplemen Agregasi Aktivasi Virus masuk neurotransmitter C3 dan C5 C3 dan C5 cairan ke
trombosit C3 dan C5 ke pembuluh (bradikinin, ekstravaskuler
Aktivasi C3 dan C5 darah histamin,
prostaglandin Peningkatan Hepato-
Melepaskan Peningkatan permeabilitas splenomegali Penurunan
adenosin di permeabilitas Menstimulasi dinding kebutuhan
Pelepasan anafilatoksim
phosphat dinding host Berikatan pembuluh O2, nutrisi
(C3a & C5a)
(ADP) pembuluh inflamasi dengan reseptor darah Mendesak
darah nyeri (IP-3) lambung Metabolisme
Peningkatan menurun
Trombosis Memproduksi Menghilangnya
permeabilitas dinding mengalami Menghilangnya endogenus plasma melalui HCL
pembuluh darah kerusakan Impuls
plasma melalui pirogen endotel dinding meningkat
metamorfosis endotel dinding (IL-1, IL-6) nyeri masuk
pembuluh darah
pembuluh ke thalamus
darah 9
Mual Lemah,
Menghilangnya Nyeri Akut muntah pusing,
Endothelium Kebocoran frekuensi
plasma melalui Trombositopenia plasma
endotel dinding Kebocoran hipotalamus nadi dan
meningkatkan (Ke Nausea pernafasan
pembuluh darah plasma
Risiko produksi ekstravaskuler) meningkat
(Ke
Perdarahan ekstravaskuler) prostaglandin
Kebocoran plasma dan Syok
Intoleransi
(Ke ekstravaskuler) neurotransmiter
Hipovolemia aktifitas
Penurunan
Penumpukan cairan Prostaglandin sirkulasi ke
pada pleura berikatan dengan ginjal
neuro prepiotik di
hipotalamus
Pola nafas
tidak efektif
Meningkatkan
themostat “set point”
pada pusat
termoregulator

Hipertermia
Sumber : (Erdin, 2018; Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
2.1.7. Manifestasi Klinis
1. Panas tinggi disertai menggigil pada saat serangan
2. Lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Anoreksia
5. Muntah
6. Nyeri sendi dan otot
7. Pusing
8. Trombositopenia
9. Manifestasi perdarahan seperti petekie, epistaksis, gusi berdarah, melena,
hematuria masif (Renira, 2019).

2.1.8. Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Hepatomegali sebagai salah satu patokan
WHO untuk diagnosis DBD dilaporkan sangat bervariasi. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa mungkin hepatomegali berkaitan dengan galur dan
serotipe virus. Hasil analisis regresi logistik memperlihatkan bahwa
parameter klinis yang bermakna sebagai faktor prognosis adalah
hepatomegali dan perdarahan saluran cerna (Raihan et al., 2016).
2.1.9. Komplikasi
Komplikasi pada DHF, yaitu:
1. Dehidrasi sedang sampai berat
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Kejang karena demam terlalu tinggi yang terus-menerus
Selain itu, komplikasi dari pemberian cairan yang berlebihan akan
menyebabkan gagal nafas, gangguan pada elektrolit, gula darah menurun,
kadar natrium dan kalsium juga menurun, serta dapat mengakibatkan gula
darah di atas normal atau mengalami peningkatan (Jannah, 2019).
2.1.10. Pemeriksaan Penunjang
1. Klinis
Gejala klinis berikut yang harus ada, yaitu :
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berkelanjutan terus-
menerus selama 2-7 hari.
b. Area manifestasi perdarahan diketahui dengan :
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. Pembesaran hati
d. Syok, nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan
nadi (20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time (CRT) memanjang (>2 detik)
dan pasien tampak gelisah.
2. Laboratorium
a. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,
dengan manifestasi sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dari nilai standar
- Penurunan hematokrit > 20%, setelah mendapat terapi cairan
- Efusi pleura/ perikardial, asites, hipoproteinemia
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium
(atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosa DBD (Sidik, 2016).

2.1.11. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue tanpa syok:


a. Berikan banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah / diare.
b. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1.) Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat / asetat
2.) Kebutuhan cairan parenteral
▪ Berat badan <15 kg: 7 ml / kgBB / jam
▪ Berat badan 15-40 kg: 5 ml / kgBB / jam
▪ Berat badan> 40 kg: 3 ml / kgBB / jam
3.) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin)
tiap 6 jam
4.) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan meningkat secara
bertahap, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan
stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–
48 jam sejak pembuluh kapiler spontan setelah
mempersembahkan cairan.

d. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan


tata laksana syok terkompensasi.
2. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan syok:
a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L /
menit secara nasal.
b. Berikan 20 ml / kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat / asetat
Ciptanya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml / kgBB Ciptanya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml / kgBB / jam maksimal
30 ml / kgBB / 24 jam.
d. Jika tidak ada kesalahan secara klinis tetapi hematokrit dan
hemoglobin terjadi dalam kejadian perdarahan
tersembunyi; memberikan transfusi darah / komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan kinerja perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan hingga 10 ml
/ kgBB / jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6
jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat warna setelah 36-48


jam. Ingatlah banyak kematian yang terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak memberikan yang terlalu sedikit (Sidik, 2016)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Dengue Hemorrhagic Fever


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada
pasien dengan dengue hemorrhagic fever menurut (Widyorini et al., 2017):
a. Pengumpulan data
1. Identitas
Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan
ruangan tempat klien dirawat.
2. Riwayat kesehatan klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan DHF sebagai berikut :
a) Keluhan utama
Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah
sakit. Biasanya klien dengan DHF mengeluhkan demam/ panas
naik turun.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data yang didapat biasanya klien mengeluh demam disertai
dengan menggigil, mual, muntah, lemas, pusing, dan pegal-
pegal. Selain itu terdapat tanda perdarahan seperti petekie,
epistaksis, diare bercampur darah dan gusi berdarah.
3. Data biologis dan fisiologis
Meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Pola nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan
pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada
klien dengan DHF biasanya mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntah.
b) Pola eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang
dikaji mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta
keluhan saat berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji
mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta keluhan-
keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan DHF biasanya
BAK sedikit dan BAB diare bahkan sampai melena.
c) Pola istirahat dan tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur,
kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur.
Pada klien dengan DHF biasanya mengalami gangguan pola
istirahat tidur karena pusing dan pegal-pegal di badan.
d) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan DHF
klien mengalami gangguan aktivitas karena badan lemas.
e) Pola Personal Hygiene
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada
klien dengan DHF biasanya ia jarang mandi karena demam.
4. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
1. Rambut
Pada klien dengan DHF biasanya pemeriksaan pada rambut
akan terlihat sedikit berminyak karena klien belum mampu
mencuci rambut karena demam dan lemas.

2. Mata
Pada klien dengan DHF pada pemeriksaan mata, penglihatan
klien baik, mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3. Telinga
Pada klien dengan DHF tidak ada gangguan pendengaran, tidak
adanya serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa
nyeri ketika di palpasi.
4. Hidung
Klien dengan DHF biasanya pemeriksaan hidung simetris,
bersih, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5. Mulut
Klien dengan DHF kebersihan mulut baik, mukosa bibir kering
dan mulut selalu terbuka.
6. Leher
Klien dengan DHF tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
b) Thorax
1. Paru- paru
Inspeksi : Klien dengan DHF dadanya simetris kiri kanan.
Palpasi : Pada klien dengan DHF saat dilakukan palpasi tidak
teraba massa.
Perkusi : Pada klien dengan DHF saat diperkusi di atas lapang paru
bunyinya normal.
Auskultasi : Klien dengan DHF suara nafasnya normal.
2. Jantung
Inspeksi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Klien dengan DHF ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Suara jantung dengan kasus DHF berbunyi normal.
Auskultasi : Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.
3. Abdomen
Inspeksi : Klien dengan DHF abdomen tidak membesar atau
menonjol, simetris.
Auskultasi : Peristaltik normal.
Palpasi : Klien tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Klien dengan DHF suara abdomennya normal (Timpani).
4. Ekstremitas
Klien dengan DHF biasanya ekstremitasnya dalam keadaan
normal.
5. Genitalia
Pada klien dengan DHF klien tidak ada mengalami gangguan pada
genitalia.
5. Data Psikologis
Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :
a) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran,
lingkungan dan terhadap penyakitnya.
c) Harga diri
Penilaian/ penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang
lain.
d) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien
terhadap status dan posisinya.
e) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.
6. Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga,
tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor
sosial kultural dan support system.
7. Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau mengganggu
keseimbangan. Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit
dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
8. Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan stres yang dihadapi.
9. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan Perlu dikaji
agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
10. Data Spiritual
Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan terhadap tuhan
Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan keagamaan yang
biasa dilakukan dan kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama
sakit serta harapan klien akan kesembuhan penyakitnya.
11. Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. HB dan PVC meningkat (>20%)
2. Trombositopenia (<100.000/ml)
3. Leukopenia
4. Ig. D dengue positif
5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia dan hiponatremia
6. Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7. Asidosis metabolik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah
8. SGOT/SGPT mungkin meningkat
b) Uji serologi
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita
yang terjadi setelah infeksi.
c) Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat
menghambat reaksi hemaglutinasi darah oleh virus dengue yang
disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d) Uji netralisasi
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Menggunakan metode plague reduction
neutralization test (PRNT).
e) Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitif dari pada uji HI. Prinsip
dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG
di dalam serum penderita.
f) Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/IV dan
sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

2.2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


A. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada kasus DHF menurut ((Erdin, 2018; Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), yaitu :
a.) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b.) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
c.) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri
d.) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
e.) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
ditandai dengan kebocoran plasma darah
f.) Defisit pengetahuan behubungan dengan kurang terpapar informasi
g.) Resiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
B. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN

1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan


Efektif tindakan Napas (I. 01011)
keperawatan selama
Observasi
2x24 jam Pola
Napas (L.01004)
- Monitor pola napas
Meningkat, dengan
(frekuensi,
kriteria hasil:
kedalaman, usaha
1. Tekanan
napas)
ekspirasi
- Monitor bunyi napas
meningkat(5)
tambahan
2. Tekanan
Terapeutik
inspirasi
meningkat (5) - Lakukan
3. Dispnea penghisapan lendir
menurun (5) kurangdari 15 detik
4. Ortopnea - Berikan oksigen
menurun (5) - Lakukan
5. Frekuensi napas hiperoksigenasi
membaik (5) sebelum
penghisapan
endotrakeal
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkhodilator, jika
perlu

2 Hipertemia Setelah dilakukan Manajemen


tindakan Hipertermia
keperawatan selama
Observasi
1x 24 jam maka
Termoregulasi 1. Identifikasi
membaik dengan penyebab
kriteria hasil : hipertermia
2. Monitor suhu
1. Menggigil
tubuh
menurun
2. Takikardi Terapeutik
menurun
1. Longgarkan atau
3. Suhu tubuh
lepaskan pakaian
membaik
2. Basahi dan
4. Tekanan
kipasi
darah
permukaan
membaik
tubuh
3. Berikan cairan
oral
4. Lakukan
pendinginan
eksternal
5. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena
3 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.
tindakan 0238)
keperawatan Observasi :
diharapkan masalah 1. Identifikasi lokasi,
pasien dapat teratasi karakteristik,
dengan kriteria hasil durasi, frekuensi,
: kualitas, intensitas
Tingkat nyeri nyeri
(L.08066) 2. Identifikasi skala
1. Keluhan nyeri nyeri
menurun (5) 3. Identifikasi faktor
2. Meringis yang memperingan
menurun (5) dan memperberat
3. Frekuensi nadi nyeri
membaik (5) Terapeutik :
4. Berikan teknik
nonfarmokologis
Tekanan darah untuk mengurangi
rasa nyeri
membaik (5)
5. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
6. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
7. Jelaskan periode,
penyebab, dan
pemicu nyeri
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
9. Kolaborasi
pemberian
analgetik

4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.


tindakan 03119)
keperawatan selama Observasi:
2x24 jam, - Identifikasi status
(L.03030) Status nutrisi
nutrisi dengan - Identifikasi alergi
kriteria hasil: dan intoleransi
1. BB (5) makanan
2. IMT (5) - Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik:
- Lakukan oral care
- Fasilitasi
menentukan
pedoman-pedoman
diet

Edukasi:
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

5 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan


tindakan (1.12383)
Pengetahuan
keperawatan selama Observasi:
1x24 jam, Tingkat 1. Identifikasi
Pengetahuan kesiapan dan
(L.12111 ) kemampuan
Meningkat, dengan menerima
kriteria hasil: informasi
1. Verbalisasi 2. Identifikasi
minat dalam faktor faktor
belajar yang dapat
cukup menngkatkan
meningkat dan menurunkan
(5) motivasi
2. Kemampuan perilaku hidup
menjelaskan bersih dan sehat
pengetahuan Teraupetik :
suatu topik 3. Sediakan materi
cukup dan media
meningkat Pendidikan
(5) Kesehatan
3. Kemampuan 4. Jadwalkan
menggambar Pendidikan
kan Kesehatan sesuai
pengalaman kesepakatan
sebelumnya 5. Berikan
yang sesuei kesempatan
dengan topik untuk bertanya
cukup Edukasi :
meningkat 6. Jelakan faktor
(5) resiko yangdapat
4. Perilaku mempengaruhi
sesuei Kesehatan
dengan 7. Ajarkan perilaku
pengetahuan hidup bersih dan
cukup sehat
meningkat 8. Ajarkan strategi
(5) yang dapat
5. Pertanyaan digunakan untuk
tentang meningkatkan
masalah perilaku hidup
yang bersih dan sehat
dihadapi
cukup
menurun (5)
6. Persepsi
yang keliru
terhadap
masalah
cukup
menurun (5)
7. Perilaku
cukup
meningkat
(5)

7 Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan


tindakan Perdarahan : (I.02067)
keperawatan Observasi
diharapkan masalah 1. Monitor tanda dan
pasien dapat teratasi gejala perdarahan
dengan kriteria hasil 2. Monitor nilai
: hematokrit/hemog
Kontrol risiko (L. lobin sebelum dan
14128) setelah kehilangan
1. Kemampuan darah
3. Monitor tanda-
melakukan
tanda vital
strategi ortostatik
kontrol 4. Monitor koagulasi
resiko (mis. Protombin
meningkat time (PTT),
(5) partial
2. Kemampuan thromboplastin
tim (PTT),
mengidentifi
fibrinogen,
kasi faktor degradasi fibrin
resiko dan/atau platelet)
meningkat Terapeutik
(5) 5. Pertahankan
3. Kemampuan bedrest selama
mencari perdarahan
6. Batasi tindakan
informasi
invasif, jika perlu
tentang
faktor resiko
meningkat 7. Hindari
(5) pengukuran suhu
rektal
Edukasi
8. Jelaskan tanda
dan gejala
perdarahan
9. Anjurkan
menggunakan
kaus kaki saat
ambulasi
10. Anjurkan
meningkatkan
cairan untuk
menghindari
konstipasi
11. Anjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
12. Anjurkan
meninjgkatkan
makanan dan vit
K
13. Anjurkan segera
melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
15. Kolaborsi
pemberian produk
darah, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai