Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

“DEMAM BERDARAH DENGUE"

NI MADE MANIK TRISNAWATI

PERIODE FEBRUARI 2018 – FEBRUARI 2019


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE


Definisi
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus lagi dengan genus
Flavivirus dikenal dengan nama Virus dengue. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh .Penyakit ini ditemukan manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti
(Bruce R,2010)

Epidemiologi
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global . Kejadian luar biasa
penyakit sering dilaporkan dari berbagai negara.
56
S
u
m
b
e
r
:

D
a
t
a
Etiologi
Penyebab DD atau DBD adalah virus dengue yang merupakan anggota genus
Falvivirus dan terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3
merupakan serotype terbanyak di Indonesia. Virus tersebut ditularkan oleh gigitan vector
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-
10 hari. Tempat berkembangnya vector ini adalah air, terutama pada penampungan
seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya. Biasanya nyamuk ini menggigit
pada siang hari.

Patogenesis
Berhubungan dengan
1. Faktor Virus, yaitu serotype, jumlah, virulensi.
2. Faktor Pejamu, genetic, usia, status gizi, penyakit komorbid, dan interaksi antara
virus pejamu.
3. Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk,
mobiitas penduduk, dan kesehatan lingkungan.

Imunopatogenesis

Secara umum pathogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi


berbagai komplemen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi adalah sel dendrit,
monosit/makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan
berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem komplemen, serta
aktivasi limfosit T. produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai
kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus
dengue (Bruce R,2010).

Respon imun humoral


Diperankan oleh sel limfosit B yang menghasilkan antibody spesifik terhadap
virus dengue. Antibodi yang dihasilkan dapat menguntungkan, artinya melindungi dari
terjadinya penyakit, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang
berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). Antibodi anti dengue
yang dibentuk umumnya berupa immunoglobulin IgG dengan aktivitas yang berbeda.
Antibodi terhadap NS1 berperan dalam menhancurkan (lisis) sel yang terinfeksi melalui
bantuan komplemen. Kompleks imun juga akan mengaktifkan sistem kaskade
komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung
terhadap peningkatan permeabilitas vascular (Bruce R,2010).

Respon imun selular


Diperankan oleh sel limfosit T (sel T). Sama dengan respons imun humoral,
respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit, atau hanya berupa infeksi ringan, namun dapat merugikan bagi
sel pejamu. Sel T spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus
dengue dan menimbulkan respon beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis)
sel terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin.
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotype yang berbeda, ternyata sel T
memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotype virus yang baru.
Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian, fungsi lisis
terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin
yang dihasilkan oleh sel T pada umumumnya berperan dalam memacu respon inflamasi
dan meningkatkan permeabilitas sel endotel vascular (Prasittisuk C,2011).

Mekanisme Autoimun
Antibodi terhadap protein NS1 dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel
endotel dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut, serta
menimbulkan respon inflamasi. Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen yang di
maksud mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan keduanya akan
dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan . Akibatnya, pada trombosit
terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi
peningkatan perembesan plasma.

Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi lain


Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat
penyakit. Infeksi yang berat dalam hal ini (DBD atau SSD), ditandai dengan peningkatan
jenis dan jumlah sitokin yang sering di sebut dengan badai sitokin. Sitokin yang paling
banyak ditemukan adalah TNF-alfa, IL-1B, IL-6, IL-8, dan IFN-Gamma.

Peran sistem komplemen


Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam pathogenesis infeksi virus
dengue. Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar komplemen, sehingga
diduga bahwa aktivasi sistem penurunan kadar komplemen melalui jalur klasik.

Faktor pejamu
Beberapa faktor pejamu yang dilaporkan dapat menjadi faktor resiko unyuk
terkena infesi virus dengue yang berat, antara lain status gizi, faktor genetic, dan penyakit
tertentu khususnya yang berkaitan dengan sistem imun. Obesitas merupakan salah satu
faktor resiko yang pernah dilaporkan. Faktor genetic berhubungan denga HLA (human
leucocyte antigen).

Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue

I. Manifestasi klinis dan perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue Infeksi


Virus Dengue.

Infeksi Virus
Dengue

asimtomatik simtomatik

Expanded dengue
Demam tidak khas ( Demam berdarah
Demam dengue syndrome/organop
sindrom virus ) dengue
ati

Tanpa pendarahan DBD nonsyok

Dengan pendarahan DBD dengan syok

Sindrom virus

Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama
untuk pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa
demam sederhana tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus
lain.Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala
gangguan saluran napas atau gangguan pecernaan dapat ditemukan (Bruce R,2010).
Demam Dengue

Sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa. Setelah melalui masa
inkubasi rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala berupa demam, myalgia,
sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik, seperti rasa lemah
(malaise), nyeri retroorbita saat mata digerakkan atau ditekan, anoreksia, dan gangguan
rasa kecap. Demam mendadak, tinggi (39 C- 40 C), terus menerus, bifasik, berlangsung
2-7 hari, gejala lain dapat berupa gangguan pencernaan, nyeri perut, sakit tenggorok,
depresi (Bruce R,2010).

Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet


yang positif atau beberapa petekie spotan. Pada beberapa demam dengue terdapat
pendarahan masif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal,
meningkat pada fase awal dan menurun selama fase demam. Jumlah trombosit dapat
normal/ menurun (100.000/ul-150.000/ul) sangat jarang ditemukan kurang dari 50.000/ul.
Peningkatan hematokrist sampai 10% mungkin ditemukan karena dehidrasi akibat
demam tinggi, mufoto dada posisi tah, atau karena asupan cairan (Prasittisuk C,2011)

Demam berdarah dengue

Manifestasi dimulai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, terus-menerus,


bifasik. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue
seperti muka kemerahan, anoreksia, myalgia dan arthralgia. Gejala lain dapat berupa
nyeri epigastrik, mual, muntah nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus,
kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal
injection dan ciliary injection) dapat diketemukan pada pemeriksaan fisis. Demam dapat
mencapai suhu 40 C dan dapat disertai kejang demam. Manifestasi perdarahan dapat
berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan yang dapat diketemukan didaerah
ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam,
dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta. Pada DBD terjadi
kebocoran plasma yang secara klinisberbentuk efuest pleura, apabila kebocoran plasma
lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral decubitus
kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering
dijumpai. Peningkatan nilai hematocrit (> 20% dari data dasar) dan penurunana kadar
protein plasma terutama albumin serum (> 0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda
indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya volume
intravascular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom
syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis (Prasittisuk C,2011)

II. Perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue

Manisfestasi klinis DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase demam, kritis serta
konvalesens , setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai
resiko yang dapat memperberat keadaan sakit (Bruce R,2010).

Fase Demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai dengan
berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah (Bruce R,2010).

Fase Kritis (fase syok)

Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence), pada
saat ini terjadi puncak keboran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke
3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan
plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk keadaan syok. Kelemahan, pusing atau
hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukoa spontan atau perdarahan
ditempat pengambilan darah merupakan manisfestasi perdarahan penting. Umumnya
lebih lambat.hematocrit diatas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan
pada umumnya didahului oleh leukopenia (< 5.000 sel/mm3 ). Peningkatan hematocrit
mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu pengukuran
hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan
intravena untuk mempetahankan volume intravascular bertambah (Prasittisuk C,2011).
Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok
sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan hematocrit serta
trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu pada pasien DBD baik yang disertai syok
atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis,
miokarditis, dan/atau perdarahan hebat, yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome
(Bruce R,2010).

Fase penyembuhan (fase konvalesens)

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam,
terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular kedalam ruang intra vascular yang
berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu
makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabildan diuresis
menyusul kemudian. Jumlah lekosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu
tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih lambat (Prasittisuk
C,2011).

Sindrom syok dengue

Sindrom syok dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD,
yang diakibatkan penigkatan permeabilitas kapier yang disertai perembesan plasma
(Bruce R,2010).

1. Syok terkompensasi
Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isis
sekuncup, laju jantung dan vasokontriksi perifer. Sistem pernapasan melakukan
kompensasi berupa quite tachypnea. Pemberian cairan yang adekuat pada
umumnya akan memberikan prognosis baik. Bila keadaan kritis luput dari
pengalaman sehingga pengobatan tidak diberikan dengan cepat dan tepat, maka
pasien akan jatuh kedalam syok terdekompensasi.
2. Syok dekompensasi
Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan sistem
kardiovaskular telah gagal, pada keadaan ini tekanan sistolik dan diastolic telah
menurun, disebut syok hipotensif. Slah satu tanda perburukan klinis utama adalah
perubahan kondisi menta karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah,
bingung letargi.
I. Diagnosis laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:

1. Pemeriksaan darah
Leukopenia pada hari ke 2 dan ke 3 pada DD. Sedangkan pada DBD dijumpai
trombositopenia dan hemokonsentrasi yang terlihatbermakna pada fase kritis.

2. Deteksi antigen virus dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS1 antigen virus dengue, yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi
oleh semua flavivirus dan penting bagi suatu kehidupan dan replikasi virus.
Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam
menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian
makin menurun setelahnya.

3. Deteksi respon imun serum/ uji serologi serum imun


Imunoglobulin M anti dengue umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima,
dan tidak terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah sembilan
puluh hari. Pada infeksi dengue primer, igG anti dengue muncul lebih lambat
dibandingkan dengan igM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul
lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum (Prasittisuk
C,2011).
IgM IgG Interpretasi

(+) (-) Infeksi primer

(+) (+) Infeksi sekunder

(-) (+) Pernah terinfeksi*

(-) (-) Tidak ada infeksi

Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue


Diagnosis klinis demam dengue:
 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik,
 Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, dan atau melena, maupun berupa uji
tourniquet positif.
 Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.
 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah
 Leukopenia <4000/mm3
 Trombositopenia <100.000/mm3

Diagnosis klinis demam berdarah dengue:


 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus ( kontinua)
 Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun berupa uji
Tourniquette yang positif.
 Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.
 Dijumpai kasus Demam Berdarah Dengue baik di lingkungan sekolah, rumah,
atau di sekitar rumah.
 Hepatomegali
 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
o Peningkatan nilai hematocrit > 20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur.
o Ditemukan adanya efusi pleura , asites
o Hipoalbuminemia , hipoproteinemia
 Trombositopenia < 100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinik, ditambah bukti perembesan
plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.

Tanda Bahaya (warning sign)

Klinis :

 Demam turun tetapi  Letargi, gelisah


keadaan anak memburuk  Perdarahan mukosa
 Nyeri perut dan nyeri  Pembesaran hati
tekan abdomen  Akumulasi cairan
 Muntah yang menetap  Oliguria

Laboratorium:

 Peningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah


trombosit, hematokrit awal tinggi.

Syok terkompensasi

 Takikardia
 Takipnea
 Tekanan nadi ( perbedaanantara sistolik dan diastolic ) < 20 mmHg
 Waktu pengisian kapiler > 2 detik
 Kulit dingin
 Produksi urin menurun, < 1 ml/kgBB/jam
 Gelisah
Syok dekompensasi

 Takikardia
 Hipotensi ( sistolik dan diastolic turun)
 Nadi cepat dan kecil
 Pernapasan Kusmaull atau hiperpne
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock, nadi tidak teraba tekanan darah tidak terukur

Kriteria Diagnosis Laboratoris


Kriteria diagnosis laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi terdiri atas:

 Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan


serologi anti-dengue
 Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome
virus Dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi
pemeriksaan IgG dan IgM (dari negative menjadi positif) pada pemeriksaan
serologi berpasangan.
Edukasi pasien rawat jalan
1. Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus, buah, cairan, elektrolit, air tajin.
Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4 – 6 jam.
2. Paracetamol 10 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu > 38 °C dengan interval 4 – 6 jam,
hindari pemberian aspirin/NSAID/Ibuprofen. Berikan kompres hangat.
3. Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas kesehatan
sampai melewati fase kritis, mengenai : pola demam, jumlah cairan yang masuk dan
keluar (misalnya muntah, buang air kecil), tanda-tanda perembesan plasma dan
perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap.
4. Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau lebih keadaan
berikut: pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri perut hebat, muntah terus-
menerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau gelisah/rewel, anak tampak
lemas, perdarahan (misalnya BAB berwarna hitam atau muntah hitam), sesak napas, tidak
buang air kecil lebih dari 4 – 6 jam, atau kejang.

Tata Laksana Pasien Rawat Inap


Penggantian cairan
 Jenis cairan
Cairan yang menjadi pilihan utama untuk pasien DBD adalah Cairan Kristaloid.
Jenis cairan koloid hanya diberikan pada perembesan plasma massif yang ditunjukkan
dengan nilai hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi
cairan kristaloid yang adekuat, atau pada keadaan syok yang tidak teratasi dengan
pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua.
 Jumlah cairan
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan
temuan laboratorium. Untuk pasien dengan berat bada kurang maupun lebih,
penghitungan cairan harus sesuai dengan berat badan ideal.
Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum
(intake baik) dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman
yang diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian
cairan intra-vena (infus) jika; (1) terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam
tinggi, dehidrasi, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Antipiretika
Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali apabila suhu > 38°C dengan interval 4 – 6 jam. 1

Pemantauan
 Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan
tanda peringatan.
 Perfusi perifer, harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok.
 Tanda-tanda vital seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah harus
dilakukan setiap 2 – 4 jam sekali.
 Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian cairan
intravena (sebagai data dasar), diupayakan dilakukan setiap 4 – 6 jam sekali.
 Volume urin perlu ditampung minimal 8 – 12 jam.
 Diupayakan jumlah urin ≥ 1.0 mL/kgBB/jam (berat badan diukur dari berat badan ideal).
 Pada pasien dengan resiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu hamil, komorbid (diabetes
mellitus, hipertensi, thalassemia, sindrom nefrotik dll) diperlukan pemeriksaan
laboratorium atas indikasi.
 Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya efusi pleura,
pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi lateral kanan
decubitus (right lateral decubitus).
 Periksa golongan darah.
 Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ultrasonografi abdomen, EKG dan lainnya.

Tatalaksana sindrom syok dengue


 Berikan terapi oksigen 2-4 l/menit
 Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonic intravena dengan jumlah cairan
10-20 ml/kgBB dalam waktu satu jam. Periksa hematokrit
 Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam.
 Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7,5,
5, 3, 1,5 ml/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan
intravena sudah tidak dibutuhkan.
 Bila syok tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium, dan gula darah
untuk menilai adanya A-B-C-S (Asidosis-Bleeding-Calcium-Sugar) yang memperberat
syok hipovolemik.apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera
lakukan koreksi.

Kriteria Pulang Rawat


 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis yang jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2 – 3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distress pernapasan yang disebabkan efusi pleura
 Jumlah trombosit > 50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien
boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk
mengalami trauma selama 1 – 2 minggu (sampai trombosit normal). Pada
umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya
idiopatik trombositopeniapurpura = ITP), trombosit akan kembali ke kadar
normal dalam waktu 3 – 5 hari.
BAB II
LAPORAN KASUS

DATA SUBJEKTIF
I. Identitas Pasien (No. RM 78605)
Nama : I Nyoman Winada
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Br.Babahan Kawan, Ds.Babahan, Penebel

II. Anamnesis
Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan demam sejak ± 1 minggu yang lalu. Demam yang
dirasakan naik turun dan tinggi saat malam hari. Pasien mengaku sudah minum obat
paracetamol 3 hari yang lalu tiga kali sehari, setelah minum obat sempat turun, tapi
setelahnya demam lagi. Demam tidak sampai menggigil. Selain itu, pasien juga mengeluh
pusing dan mengalami pegal-pegal pada kaki dan tangan, mual (+), muntah (-).
Mimisan(-), gusi berdarah(-), bintik-bintik merah(-), sesak(-) dan nyeri perut disangkal.
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Satu bulan terakhir ini pasien tidak ada riwayat
berpergian ke luar kota daerah endemis malaria.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tidak ada riwayat
rawat inap karena sakit berat ataupun kecelakaan. Hipertensi (-), diabetes melitus(-),
asma(-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
Riwayat Kebiasaan Pasien
Pasien tidak merokok, minum – minuman beralkohol. Pasien juga mengaku
jarang berolah raga. Di lingkungan sekitar tidak ada yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien.

II. PEMERIKSAAN FISIK (28 Maret 2018)


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang (sadar, sianosis (-), sesak nafas (-))
 Kesadaran : Composmentis
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Denyut Nadi : 74 x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
 Frekuensi Pernafasan : 18 x/menit (regular, retraksi -)
 Suhu tubuh : 36.4 oC (aksila)
 Data Antropometri
- Berat Badan : 50 kg
- Tinggi Badan : 160 cm
Pemeriksaan Fisik
• Kepala : Normocepahli
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-,
sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+, oedem palpebra -/-
• Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen +/+, sekret -/-
• Hidung : Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
• Gigi geligi : Tidak ada kelainan
• Lidah : Coated tongue (-)
• Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
• Faring : Hiperemis (-)
• Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Paru - Paru
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kanan dan kiri sonor - sonor
• Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar (lingkar perut = 63 cm)
• Auskultasi : Bising usus (+) 3 x/menit
• Palpasi : Supel, nyeri tekan + (regio epigastrica), hepatosplenomegali (-)
• Perkusi : Thympani, nyeri ketuk (-)

Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), petechie spontan (-),


rumple leed (-)

Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat,


sianosis (-), CRT < 2”/<2’’
III. Pemeriksaan Penujang (28 Maret 2018)

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 14.2 g/dL 11.5 – 16.5 g/dL

Leukosit 2.700 /uL 3.5 – 10 ribu/uL

Trombosit 82.000 /uL 145 – 450 ribu/uL

Hematokrit 43.8 % 35 – 55 %
IV. Diagnosa Kerja
DHF grade I
V. Diagnosa Banding
• Demam Dengue
• Demam Thyfoid
VI. Penatalaksanaan
- Rawat inap
- IVFD: RL 30 tpm
- Diet : TKTP
- Sanmol forte 3x650 mg
- Vitamin B complex 1x1
- ODR 4 mg (i.v) (k/p)

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


 DL per 24 jam

VIII. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW-UP PASIEN
Tanggal/Jam Subyektif Obyektif Assesment Rencana Terapi

29/03/2018 Demam(-) TD : 120/70 mmHg DHF grade IVFD: RL 30 tpm


Mual (+) N: 80 x/menit I Diet : TKTP
10.10 RR: 18 x/menit -Sanmol forte 3x650 mg
Hb:13.7 g/dl S: 36,5 C -Vitamin B Complex 1x1
Ht: 40.1 % Kepala: normocephali, -ODR 4 mg (i.v) (k/p)
L: 2700/ul conj. anemis (-/-), sklera
T: 86.000 /ul ikterik (-/-) DL tiap 24 jam
Cor dan pulmo:
BND vesikuler. Rh -/- Wh -
/- murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU + 5x/menit,
Supel , nyeri tekan + (regio
epigastrica), hepar tidak
teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat,
CRT < 2”/<2”
30/03/2017 Badan TD: 120/80 mmhg DHF grade Pasien boleh pulang
lemas (+) N : 80x/menit I -Sanmol forte 3x650 mg

09.45 S: 36,5 C -Vitamin B Complex 3x1

Hb:14.2 g/dl RR: 20x/menit


Kontrol tanggal 5/4/2018
Ht:42.2 % Kepala: normocephali,
Leu: 3700/ul conj. anemis (-/-), sklera
T: 98000/ul ikterik (-/-)
Cor dan pulmo:
BND vesikuler. Rh -/- Wh -
/- murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU + 5x/menit,
Supel , nyeri tekan (-),
hepar tidak teraba
membesar.
Ekstremitas: akral hangat,
CRT < 2”/<2”
BAB III
ANALISA KASUS

KASUS TEORI

Pasien datang dengan keluhan demam Diagnosis klinis demam berdarah


sejak ± 1 minggu yang lalu. Demam dengue:
yang dirasakan naik turun dan tinggi  Demam 2-7 hari yang timbul
saat malam hari. Pasien mengaku sudah mendadak, tinggi, terus-
minum obat paracetamol 3 hari yang menerus ( kontinua)
lalu tiga kali sehari, setelah minum obat  Manifestasi perdarahan baik
sempat turun, tapi setelahnya demam yang spontan seperti petekie,
lagi. Demam tidak sampai menggigil. purpura, ekimosis, epistaksis,
Selain itu, pasien juga mengeluh pusing perdarahan gusi, hematemesis,
dan mengalami pegal-pegal pada kaki dan atau melena; maupun
dan tangan, mual (+), muntah (-). berupa uji Tourniquette yang
Mimisan(-), gusi berdarah(-), bintik- positif.
bintik merah(-), sesak(-) dan nyeri perut  Nyeri kepala, myalgia,
disangkal. BAK dan BAB tidak ada arthralgia, nyeri retroorbital.
keluhan. Satu bulan terakhir ini pasien  Dijumpai kasus Demam
tidak ada riwayat berpergian ke luar kota Berdarah Dengue baik di
daerah endemis malaria. lingkungan sekolah, rumah,
atau di sekitar rumah.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis klinis demam berdarah
Keadaan umum : Tampak sakit sedang ((sadar, dengue:
sianosis (-), sesak nafas(-)
 Demam 2-7 hari yang timbul
Kesadaran : Composmentis mendadak, tinggi, terus-menerus (
Tekanan darah : 120 /80 mmHg kontinua)

Denyut Nadi : 74 x/menit (reguler, kuat angkat,  Manifestasi perdarahan baik yang
isi cukup) spontan seperti petekie, purpura,
Frekuensi Nafas : 18 x/menit (regular, retraksi -) ekimosis, epistaksis, perdarahan

Suhu : 36.4 oC (aksila) gusi, hematemesis, dan atau


melena; maupun berupa uji
Abdomen
Tourniquette yang positif.
Inspeksi : Perut tampak datar
 Hepatomegali
Auskultasi : Bising usus (+) 5x/menit  Terdapat kebocoran plasma yang
Palpasi : Supel, nyeri tekan + (regio epigastrica), ditandai dengan salah satu
hepatosplenomegali (-)
tanda/gejala: Ditemukan adanya
Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-) efusi pleura , asites
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), petekie
spontan (-), rumple leed (-)

Laboratorium
Laboratorium
 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai
Jenis Hasil dengan salah satu tanda/gejala:
Pemeriksaan o Peningkatan nilai hematocrit > 20%
Hemoglobin 14.9 g/dl dari pemeriksaan awal atau dari data
Hematokrit 43.8 % populasi menurut umur.

Leukosit 2700 /ul o Ditemukan adanya efusi pleura ,

Trombosit 82.000 /ul asites


o Hipoalbuminemia , hipoproteinemia
 Trombositopenia < 100.000/mm3
Penatalaksanaan Rawat Inap :
• Demam Dengue
- Rawat inap • Demam Berdarah Dengue
- IVFD: RL 30 tpm • Demam Berdarah Dengue Dengan
- Diet : TKTP Syok
• Expanded Dengue Syndrome
- Sanmol forte 3x650 mg
- Vitamin B complex 1x1 Penggantian cairan
- ODR 4 mg (i.v) (k/p) • Jenis cairan
Cairan yang menjadi pilihan utama untuk
- Periksa DL / 24 jam
pasien DBD adalah Cairan Kristaloid. Jenis
cairan koloid hanya diberikan pada
perembesan plasma massif yang ditunjukkan
dengan nilai hematokrit yang makin
meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah
diberi cairan kristaloid yang adekuat.
• Jumlah cairan
Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat
kebocoran plasma >20%, oleh karena itu
jumlahcairan yang diberikan diperkirakan
sebesar kebutuhan rumatan ditambah dengan
perkiraan deficit cairan 5%. Cairan yang
diberikan pada pasien RL 30tpm.
Didapatkan dari, cairan rumatan untuk BB 50
kg = 2100ml
Cairan deficit 5%= 50ml/kg x 50= 2500ml
Total cairan 4600ml. Diberikan dalam 48 jam
• Antipiretika
Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali
apabila suhu > 38°C dengan interval 4 – 6jam
Tatalaksana demam tifoid dengan Cefixime.
Untuk saat ini, fluoroquinolone adalah agen
pilihan untuk pengobatan MDR demam tifoid.
Namun, perannya pada populasi pediatrik
kontroversial, karena dapat menyebabkan
kerusakan pada tulang rawan artikular. Dalam
pengaturan ini, cefixime menyelesaikan
karakteristik yang diinginkan dari antibiotik dan
mungkin pengobatan pilihan MDR dan non-
MDR demam tifoid. Dalam sebuah penelitian,
cefixime menunjukkan hasil yang baik sekitar
100% dan tingkat kekambuhan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bruce R. Guerdan, MD, MPH. Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic Fever. American


Journal of Clinical Medicine. Spring 2010

2. Prasittisuk C, Kalra NL, Dash AP et. al. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded ed. WHO.
2011. Pg 9, 25-7

3. Lum LC, Guzman MG, Martinez E, Tan LH, Hung NT. Handbook for Clinical
Management of Dengue. WHO. 2012. Pg 1, 23.

4. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser
SL, Jameson JL, Loscalzo J, penyunting Harrison’s principles of internal medicine. Edisi
ke-18. New York: McGraw-Hill: 2012.

Anda mungkin juga menyukai