Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM
Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM
KEPERAWATAN K3
Disusun Oleh :
Kelas : 3A
Januari, 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Shalawat dan salam kami
haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kesehatan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan sedikit pun. Demi memenuhi mata kuliah
maka disusunlah makalah ini, yang berjudul “Manajemen Risiko K3 di Instalasi Gawat
Darurat”. Besar harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang
membacanya. Amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Needle stick injury atau luka tusuk jarum adalah suatu kecelakaan akibat tusuk jarum
suntik yang tercemar dengan darah atau cairan tubuh (Waller, 2005). Kecelakaan yang
sering terjadi di pelayanan kesehatan adalah tusuk jarum suntik bekas digunakan untuk
menyuntik pasien (Yayasan Spirita, 2009) (Erwanati, ddk, 2016)
The International Council of Nurses menyatakan penyebab dari luka tusuk jarum
suntik yaitu pemberian injeksi, menutup jarum suntik, pengambilan darah, pemasangan
infus atau pada saat membuang jarum. Luka ini banyak terjadi diarea bangsal ataupun
ruang operasi. Alasan utama untuk terjadinya adalah kecerobohoan dan kurangnya
pengetahuan atau tidak mengikuti prosedur yang telah ditentukan (Jarum et al., 2017).
Kejadian kecelakaan kerja berupa luka tusuk jarum suntik merupakan salah satu hal
penting yang perlu diperhatikan karena kejadian tersebut telah terjadi berulang-ulang
sehingga risiko bahaya yang dialami tenaga kesehatan dalam suatu institusi seharusnya
dapat menjadi acuan untuk membuat pedoman terkait pengendalian kejadian tersebut.
Kejadian kecelakaan kerja dapat merugikan bagi pekerja yang mengalami, maupun pihak
rumah sakit seperti hilangnya waktu kerja, terganggunya efisiensi dan efektivitas proses
tenaga kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan (Tamaka dkk, 2017).
Luka tusuk jarum suntik dapat dicegah dengan pencegahan melalui tindakan
rekayasa, kontrol administratif dan perlindungan diri sendiri (Luqman dkk, 2017). Risiko
NSI meningkat secara signifikan akibat kebijakan rumah sakit masih kurang, peningkatan
jam kerja hingga melebihi 12 Jam serta tidak adanya penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) sehingga perlunya pendidikan atau pelatihan bagi tenaga perawat (Gabr, dkk ,
2018).
B. Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengendalian subsitusi kejadian tusuk jarum suntik di rumah
sakit.
2. Mendiskripsikan tentang pengendalian rekayasa tusuk jarum suntik pada petugas
intalasi gawat darurat.
3. Mendiskripsikan tentang pengendalian administratif kejadian tertusuk jarum suntik
pada petugas intalasi gawat darurat di rumah sakit.
1
4. Mendiskripsikan tentang penggunaan alat pelindung diri kejadian tertusuk jarum pada
petugas intalasi gawat darurat di rumah sakit.
C. Manfaat
Sebagai bahan evaluasi pengendalian kejadian tertusuk jarum suntik di rumah sakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Pelayanan Kerja
Kegiatan pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit dilakukan secara
komprehensif melalui kegiatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Pemerilsaan kesehatan yang dilaksanakan dirumah sakit bagi pekerja
rumah sakit, berdasarkan peraturan mentri kesehatan no.66 tahun 2016 meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
d. Pemeriksaan pasca kerja
2. Pengertian luka
Luka menurut World Health Organization (2014) adalah kerusakan fisik yang
terjadi ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam jumlah
yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu
atau lebih elemen penting seperti oksigen. Luka adalah istilah umum untuk
menyebut segala jenis luka pada tubuh yang disebabkan oleh kecelakaan, terjatuh,
hantaman, serta benturan fisik lainnya. Sehingga luka juga dapat diartikan sebagai
luka yang merupakan suatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh karena suatu
paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi.
Jarum suntik atau juga dikenal dengan istilah jarum hipodermik adalah jarum
yang secara umum digunakan dengan alat suntik untuk menyuntikkan suatu zat ke
dalam tubuh. Jarum ini juga dapat digunakan untuk mengambil sampel zat cair
dari tubuh. Luka tusuk jarum suntik berasal dari jarum atau sepotong ampul yang
4
pecah yang tercakup oleh darah atau cairan tubuh lainnya. Dalam kebanyakan
kasus, luka tusuk jarum suntik terjadi dalam transfusi darah atau produknya,
pengambilan sampel (Elmi, dkk, 2018).
3. Peyebab
The International Council of Nurses (2005) menyatakan penyebab dari luka
tusuk jarum suntik adalah pemberian injeksi, menutup jarum suntik, pengambilan
darah, pemasangan infus atau pada saat membuang jarum. Luka ini banyak terjadi
diarea bangsal ataupun ruang operasi. Alasan utama untuk terjadinya NSI ini
adalah kecerobohoan dan kurangnya pengetahuan atau tidak mengikuti prosedur
yang telah ditentukan.
Pusat Kesehatan Kerja (2003) mengatakan masalah penyebab kecelakaan kerja
yang paling besar yaitu faktor manusia akibat kurang pengetahuan dan
keterampilan, kurang kesadaran dari direksi dan karyawan yang acuh tak acuh dan
menganggap remeh dalam melaksanaakan Standar Operasional Pekerja
(Wulandini, dkk, 2016).
4. Bahaya
National Institute for Occupational Safety and Health (1999) menjelaskan Patogen
darah ditularkan melalui kecelakaan jarum atau luka tajam terutama Virus
Hepatitis B, Virus Hepatitis C dan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
(Jakribettu et al., 2017).
6
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tujuan dari program pencegahan dan pengendalian infeksi suatu
organisasi adalah untuk mengidentifikasi dan untuk mengurangi atau
menyingkirkan risiko dari infeksi yang didapat dan ditularkan di antara pasien,
staf, praktisi kesehatan, pekerja kontrak, sukarelawan, mahasiswa, pengunjung,
dan masyarakat. Selain itu, pengembangan inisiatif rumah sakit terkait dengan
berkembangnya praktik dan/atau keprihatinan kesehatan, seperti program
pengendalian resistensi antibiotik dan program untuk menanggapi penyakit
menular global, merupakan komponen penting dalam program pencegahan dan
pengendalian infeksi. Program pencegahan dan pengendalian infeksi yang
efektif memiliki kesamaan, di mana terdapat individu yang ditunjuk sebagai
pimpinan, staf yang terlatih, metode untuk mengidentifikasi dan membahas
secara proaktif mengenai risiko infeksi pada individu dan lingkungan,
kebijakan dan prosedur yang layak, edukasi staf, dan koordinasi di semua
bagian rumah sakit.
7
BAB III
METODE ANALISIS
A. Area kerja
Rumah sakit ruang instansi gawat darurat
B. Sumber Data
a. Ketua Bagian/Penanggung Jawab Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Ketua Bagian/Penanggung Jawab Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
c. Perawat
C. Pengambilan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penggalian data dari berbagai sumber data
untuk menjernihkan informasi di lapangan. Adapun data yang diperoleh adalah data
primer. Data primer ini diperoleh dengan cara wawancara mendalam (indepth
interview). Sebelum wawancara mendalam, dilakukan proses penentuan informan
bersama Pihak Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSUP
8
BAB IV
HASIL ANALISI
Mengambil darah pasien 1. Fisik menggunakan jarum suntik dan luka tusuk jarum
suntik
2. Biologi kontak dengan darah pasien dan tertular penyakit
menular (Hepatitis, HIV dan AIDS)
3. Perilaku, tidak menggunakan APD dan luka tusuk dan
mudah tertular penyakit menular Hepatitis, AIDS, dan
HIV tahap-tahap pekerjaan yang ada di SPO Ergonomi
membungkuk saat pengambilan darah pasien (postur
janggal) dan nyeri otot atau low back pain
Penusukan jarum ke 1. Fisik menggunakan jarum suntik dan luka tusuk jarum
vena suntik
2. Biologi kontak dengan darah pasien dan tertular penyakit
menular (Hepatitis, HIV dan AIDS)
3. Perilaku, tidak menggunakan APD dan luka tusuk dan
mudah tertular penyakit menular Hepatitis, AIDS, dan
HIV
4. Ergonomi membungkuk saat pengambilan darah pasien
(postur janggal) dan nyeri otot atau low back pain
9
Merapikan alat 1. Fisik terdapat alat suntik yang terbuka dan luka tusuk
jarum.
2. Biologi terpapar darah dan tertular penyakit hepatitis,
AIDS, HIV
10
BAB V
C. Merapikan alat
1. Memberikan sosialisasi penanganan jarum suntik bekas kepada semua tenaga medis.
2. Menghilangkan poin (reccapping) pada SPO yang telah tersedia.
3. Menambahkan poin menyediakan atau membawa safety box pada SPO.
11
4. Membiasakan membuang jarum bekas pakai langsung ke dalam safety box
5. . Melakukan sosialisasi tentang bahaya darah yang tercecer.
6. Menyediakan perlak sebagai alas tangan atau bagian tubuh yang mau di pasang infus.
7. Membiasakan membuang jarum yang telah digunakan langsung ke dalam safety box,
tidak di letakkan di kom kecil atau kotak peralatan
12
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah
terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan
terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko K3 berkaitan dengan
bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi
peusahaan (Ramli, 2010). Pengendalian setelah tertusuk jarum suntik berupa pelaporan
pada pihak K3 dan PPI untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan kesehatan di
laboratorium, investigasi kronologi kejadian. Jika hasil negatif, tetap dilakukan masa
pemantauan selama 1 bulan, sedangkan jika hasil positif maka akan dilakukan
pengobatan hingga sembuh menggunakan anggaran K3.
B. Saran
Sosialisasi terkait penanganan pasca pajanan pada saat pembekalan awal bagi yang baru
akan masuk menjadi petugas.
13
DAFTAR ISI
Elmi, S., Babaie, J., Malek, M., & Motazedi, Z. (2018). Occupational Exposures to
Needle Stick Injuries among Health Care Staff; A Review Study. Tabriz
University of Medical Sciences
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Situasi Kesehatan Kerja
Susianik, Ernawati, Erlisa Candrawati , Y. R. (2016). Pengetahuan Perawat sebagai
Determinan Perilaku Pencegahan Needle Stick Injury. Nursing News
Jarum, T., & Sam, U. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Cidera
Tertusuk Jarum Suntik Pada Perawat di Rumah Sakit Liunkendage Tahuna.
Universitas Sam Ratulangi.
Soteria, Tamaka., dkk. (2017). Hubungan antara Beban Kerja dan Perilaku Aman dengan
Luka Luka tusuk jarum suntik pada Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Tk.
III Manado
Putri, Wulandini S, Roza, A. (2016). Perilaku Perawat dalam Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) Di Irna Medikal RSUD Pekanbaru 2016. Analis Kesehatan.
14
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
ABSTRAK
Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat
1, bahwa salah satu persyaratan Rumah Sakit adalah harus memenuhi
unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Laporan National Safety
Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan terjadinya kecelakaan di RS
41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi
di antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir,
sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit dan infeksi.
Salah satu upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja adalah
dengan melakukan analisis risiko. Tujuan dari studi adalah untuk
melakukan analisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja petugas
kesehatan dan administrasi di Rumah Sakit Akademik UGM. Metode
yang digunakan yaitu observasi dan wawancara kepada petugas
instalasi gawat darurat, membuat job hazard analisis, kemudian
dilakukan analisis risiko dengan pendekatan AS/NZS 4360: 2004 dan
menilai dengan tabel W.T.Fine. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor bahaya di instalasi gawat darurat terdiri dari bahaya fisik,
biologi, ergonomi, perilaku, dan psikologis. Faktor bahaya fisik
merupakan yang dominan yaitu jarum suntik (benda tajam) yang
berdampak luka tusuk dan tertular penyakit menular dari pasien. Nilai
risiko tertinggi bahaya fisik dan biologi pada proses pekerjaan
pemasangan infus pada pasien sebesar 150 (tinggi) mengharuskan
adanya perbaikan secara teknis. Nilai risiko ini didapatkan apabila
telah melakukan rekomendasi pengendalian dari peneliti.
ABSTRACT
Law No.44 of 2009 on Hospital Article 7 paragraph 1, that one of the
requirements of the Hospital is occupational safety and health. The
National Safety Council (NSC) report of 1988 showed an accident in
hospitals 41% larger than workers in other industries. Common cases
include needle stick injury or needle stick injury (NSI), sprains, back
pain, scratches/cuts, burns, disease, and infection. One of the
preventions of work accident is by doing risk analysis. The purpose of
1
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
the study was to analyze the occupational health and safety risk of
health and administration personnel at UGM Academic Hospital. The
method used was observation and interview to emergency department
officer, make job hazard analysis, then do risk analysis with the
approach of AS / NZS 4360: 2004 and assess with table W.T.Fine.
The results indicated that hazard factors in the emergency department
were physical, biological, ergonomic, behavioral, and psychological
hazards. The physical hazard factors were the dominant of the
hypodermic needle (sharps) that impact puncture wounds and
contracting infectious diseases from patients. The highest risk value of
physical and biological hazards was in the infusion process in patients,
ie 150 (high category), which requires technical improvement. This
risk value was obtained if it has done the recommendation of control
from the researcher.
2
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk Risk Management dengan tabel penilaian
mencegah kematian dan kecacatan risiko W.T.Fine. Lokasi penelitian
(Kemenkes, 2016). Instalasi gawat darurat dilakukan di Rumah Sakit Akademik
rumah sakit akademik UGM memiliki UGM Yogyakarta. Waktu pelaksanaan
kejadian kecelakaan terbanyak bila penelitian pengambilan sampel dan data
dibandingkan dengan unit kerja lain. pada bulan Maret sampai Juli 2017.
Kasus kecelakaan di Instalasi Gawat Informan dari penelitian ini adalah
Darurat Rumah Sakit Akademik UGM petugas kesehatan di Instalasi Gawat
sebanyak 9 orang dengan 4 jenis proses Darurat Rumah Sakit Akademik UGM.
pekerjaan atau tindakan. Sebagai Rumah Data primer diambil dengan cara
Sakit yang menerapkan peduli observasi dan wawancara kepada petugas
keselamatan dan kesehatan kerja petugas kesehatan instalasi gawat darurat Rumah
kesehatan maupun administrasi, peneliti Sakit. Validasi data dilakukan kepada
tertarik untuk mengambil tema Analisis petugas instalasi Keselamatan dan
Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kesehatan Kerja RSA UGM. Data
Pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat sekunder diambil dari rekap data
Darurat Rumah Sakit Akademik UGM kecelakaan yang pernah terjadi di RSA
dengan pendekatan AS/NZS dan tabel UGM. Pengumpulan data dilakukan
penilaian W.T.Fine. dengan cara observasi dan wawancara
kemudian dihitung menggunakan analisis
METODE PENELITIAN semi-kuanitatif sesuai dengan metode
AS/NZS 4360:2004 dan penilaian risiko
Penelitian ini menggunakan metode W.T.Fine. dan menentukan tingkat risiko
pendekatan AS/NZS 4360:2004 Tentang menggunakan Tabel 1.
Penilaian risiko dengan metode Nilai risiko Basic Risk yaitu nilai
AS/NZS 4360 dilakukan dengan menilai risiko tanpa mempertimbangkan
risiko yang ada. Pada tahap awal pengendalian yang sudah dilakukan rumah
menggunakan job hazard analisis dari sakit. Existing risk yaitu nilai risiko yang
observasi dan wawancara. Penilaian risiko mempertimbangkan pengendalian yang
pekerjaan menggunakan Tabel W.T.Fine sudah dilakukan rumah sakit. Residual
setelah dilakukan analisis risiko Risk yaitu nilai risiko yang
pekerjaan. mempertimbangkan rekomendasi
pengendalian dari peneliti. Nilai tingkat
3
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
Tabel 2. Kasus Kecelakaan Yang Berkaitan dengan Proses Pekerjaan Di Instalasi Gawat
Darurat
Jumlah kasus Persentase
Jenis Proses Pekerjaan
(orang) (%)
Proses pengambilan sampel darah 2 22,2
Pemasangan infus pasien 3 33,4
Perjalanan pergi atau pulang kerja 1 11,1
Injeksi obat pada pasien 2 22,2
Proses menjahit luka 1 11,1
Jumlah 9 100
4
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
Nilai Risiko
Jenis
Bahaya Existing
pekerjaan Basic Risk Residual Risk
Risk
Mengambil Fisik 500 300 60
darah pasien Biologi 500 300 45
Perilaku 450 135 30
Ergonomi 100 60 18
5
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
6
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
7
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
8
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
9
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
Nilai risiko
Jenis Pekerjaan Bahaya
Basic Risk Existing Risk Residual Risk
Menyiapkan obat Fisik
540 180 90
anastesi
Penjahitan luka Fisik 540 180 90
Biologi 540 270 60
Perilaku 540 270 90
Ergonomi 500 300 60
Merapikan Alat Fisik 540 135 45
Biologi 540 150 100
10
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
11
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017
beberapa hari sebelum peneliti melakukan yang melakukan intimidasi atau tekanan
wawancara. kepada petugas medis. Apabila telah
diterapkan rekomendasi pengendalian dari
KESIMPULAN peneliti pada proses pengambilan sampel
darah pasien, bahaya fisik memiliki nilai
Proses pekerjaan yang mengalami risiko tertinggi yaitu 60 (Prioritas 3) perlu
kecelakaan terbanyak yaitu proses diawasi dan diperhatikan secara
pemasangan infus sebanyak 3 kasus berkesinambungan.
(33,4%) dari 9 kasus. Berdasarkan Pada proses pemasangan infus
analisis yang dilakukan dengan bahaya fisik dan biologi yang memiliki
pendekatan metode AS/NZS 4360:2004 nilai risiko tertinggi yaitu 150 (Tinggi)
didapatkan hasil bahwa bahaya fisik pada mengharuskan adanya perbaikan secara
tiap pekerjaan berasal dari jarum suntik, teknis pada tahap penusukkan jarum ke
jarum jahit, dan instrumen tajam. Bahaya vena. Injeksi obat pada pasien memiliki
biologi berasal dari darah pasien yang nilai risiko tertinggi pada bahaya biologi
memiliki riwayat penyakit menular yaitu 100 (Tinggi) mengharuskan adanya
(Hepatitis, HIV dan AIDS). Bahaya perbaikan secara teknis. Pada proses
perilaku berasal dari kebiasaan tidak pekerjaan terakhir yaitu menjahit luka
menggunakan alat pelindung diri. Bahaya pasien, nilai risiko tertinggi bahaya
ergonomi berasal dari postur janggal. biologi pada tahap pekerjaan merapikan
Bahaya psikologis juga ada di instalasi alat yaitu 100 (Tinggi) mengharuskan
gawat darurat berasal dari keluarga pasien adanya perbaikan secara teknis.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI., 2009, Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit (K3 RS), Jakarta Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Omrani, A., Raeissi, P., Khosravizadeh, O., Mousavi, M., Kakemam, E., Sokhanvar,
M., Najafi, B., 2015, Occupational Accidents among Hospital Staff, Client
Centered Nursing Care, Vol. I, No. 2, pp. 97-101.
12