Anda di halaman 1dari 31

PEMERIKASAAN PAJAK DIANTARA TARGET PEMERIMAAN

(BUDGETER) DAN PENEGAKAN HUKUM (LAW INFORCEMENT)


DALAM RANGKA MENGAMANKAN PENERIMAAN NEGARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
1 dalam Ilmu Hukum

Oleh :

NPM:

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM DHARMA ANDIGHA

BOGOR

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepuluh tahun terakhir nilai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terus

meningkat. Nota Keuangan Tahun 2015 sebagaimana disampaikan Presiden dalam Pidato Nota

Keuangan 2015 di depan para wakil rakyat, Rancangan APBN 2015 ditetapkan sebesar

Rp2.019,9 triliun. Sumber utama ditargetkan dari penerimaan pajak sebesar Rp1.370,8 triliun.

Target penerimaan dari pajak tersebut meningkat sekitar 10% dari APBN Perubahan 2014 yang

ditetapkan sebesar Rp 1.246,1. Penerimaan sektor pajak cukup tinggi dalam struktur APBN 2015

sehingga pemerintah memerlukan dukungan segenap masya-rakat termasuk wajib pajak untuk

merealisasikan APBN 2015 terutama wajib badan. Data penerimaan pajak nasional bila

dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (Tax Ra-tio) masih relatif rendah dibandingkan

dengan tax ratio international yang mencapai 20 % pada tahun 2005, tax ratio Indonesia hanya

mencapai 12,3%. Tax ratio Indonesia bahkan apabila dibandingkan de ngan negara yang

pendapatan per kapitanya rendah masih dibawah Pakistan dan Srilangkah memiliki tax ratio

13,76% dan 19,8%.1

Data yang ada di Direktorat Jenderal Pajak menunjuk-kan bahwa dari 238 juta penduduk

Indonesia, sekitar 44 juta orang dianggap layak membayar pajak. Tetapi dari jumlah itu hanya 8

juta orang yang memenuhi kewajiban perpajakannya. Dari sektor wajib pajak badan, yang

1
Anton, A. „Pengaruh Keadilan Pajak, Tarif Pajak, Diskriminasi Perpajakan Dan Teknologi Informasi
Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak (Tax Evasion) (Studi Empiris pada KPP Pratama
Senapelan Pekanbaru 2015-2016)‟, 2017, JOM Fekon, 4, pp. 3067–3080.
tercatat di Direkto-rat Jenderal Pajak terdapat 22.6 juta badan usaha baik yang berdomisili tetap

maupun tidak, namun hanya 466 ribu badan usaha yang membayar pajak. Dari data tersebut bisa

dilihat bahwa tingkat ke-patuhan wajib pajak (tax compliance) dalam meme-nuhi kewajiban

perpajakan masih sangat rendah. ngan negara yang pendapatan per kapitanya rendah masih

dibawah Pakistan dan Srilangkah memiliki tax ratio 13,76% dan 19,8%.2 Data yang ada di

Direktorat Jenderal Pajak menunjuk-kan bahwa dari 238 juta penduduk Indonesia, sekitar 44 juta

orang dianggap layak membayar pajak. Tetapi dari jumlah itu hanya 8 juta orang yang

memenuhi kewajiban perpajakannya. Dari sektor wajib pajak badan, yang tercatat di Direkto-rat

Jenderal Pajak terdapat 22.6 juta badan usaha baik yang berdomisili tetap maupun tidak, namun

hanya 466 ribu badan usaha yang membayar pajak. Dari data tersebut bisa dilihat bahwa tingkat

ke-patuhan wajib pajak (tax compliance) dalam meme-nuhi kewajiban perpajakan masih sangat

rendah.3

Pemerintah menyadari kondisi ekonomi yang begitu baik akan berdampak pada

penerimaan pajak. Oleh karena itu, perlu sejumlah strategi khusus untuk mengamankan

penerimaan negara. Dalam mengamankan penerimaan rutin berarti seluruh kepala kantor harus

melihat apa yang pernah dan sudah pernah diterima dari tahun sebelumnya, dari wajib pajak

yang sudah dikenal itu harusnya kalaupun ada koreksi, dia koreksi yang dipertanggungjawabkan.

Perlu usaha ekstra untuk mengamankan penerimaan pajak. Oleh karena itu, perlu adanya

pemetaan terhadap penerimaan rutin pajak. Pengertian pemeriksaan pajak menurut Pasal 1 angka

25 Undang-undang momor 6 Tahun 1983 tantang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

2
Ardyaksa, T. K. and Kiswanto „Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan Pengalokasian, Kecurangan,
Teknologi dan Informasi Perpajakan Terhadap Tax Evasion‟, Accounting Analysis Journal, 2014, 3(1), pp. 361–369.
doi: ISSN 2252-6765.
3
Ayu, D. and Hastuti, R. (2009) „Persepsi Wajib Pajak : Dampak Pertentangan Diametral Pada Tax
Evasion Wajib Pajak Dalam Aspek Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan
Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan, Dan Kecenderungan Personal. (Studi Wajib Pajak Orang Pribad‟,
Kajian Akuntansi, 1(1), pp. 1–12
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun

2009 adalah : “Pemeriksaan pajak adalah serangkaiana kegiatan menghimpun dana, mengolah

data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan

suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhanpemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau

untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan

perpajakan”.4

Pengertian pemeriksaan pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor

82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan /

atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar

pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk tujuan

lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan”.

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,

dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar

pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan

lain dalamrangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.5

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah

serangkaian kegiatan menghimpun dana, mengolah data atau keterangan lainnya yang digunakan

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk melaksanakan ketentuan

perundang – undangan perpajakan. Dimensi dan indikator pemeriksaan pajak, Persiapan

4
Dewi, N. K. T. J. and Merkusiwati, N. K. L. A. „Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Persepsi Wajib Pajak
Mengenai Etika Atas Penggelapan Pajak (Tax Evasion)‟, E-Jurnall Akuntansi Universitas Udayana, 2017, 18, pp.
2534–2564.
5
Dharmayanti, N. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Persepsi
Mahasiswa Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas Islam Syekh -
Yusuf Tangerang)‟, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, 2017
pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pememeriksa sebelum

melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Mempelajari berkas wajib pajak atau berkas data

b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak

c. Mengidentifikas masalah

d. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak

e. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan

f. Menyusun program pemeriksaan

g. Menentukan buku – buku dan dokumen yang akan dipinjam

h. Menyediakan sarana pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan

meliputi :6

a. Memeriksa di tempat Wajib Pajak

b. Melakukan Penilaian atas sistem pengendalian Internal

c. Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

d. Melakukan pemeriksaan atas buku - buku, catatan - catatan dan dokumen - dokumen

e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

f. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak

g. Melakukan sidang penutup (closing conference)

Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir laporan

pemeriksaan pelaksanaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan

tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sistematika penyusunan

6
Faradiza, S. A. „Persepsi Keadilan, Sistem Perpajakan dan Diskriminasi Terhadap Etika Penggelapan
Pajak‟, Jurnal Ilmu Akuntansi, 2018, 11(1), pp. 53–74. doi: 10.15408/akt.v11i1.8820.
laporan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut :

a. Umum

b. Pelaksanaan pemeriksaan

c. Hasil Pemeriksaan

d. Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Menurut Safri nurmantu yang dikutip dari Siti kurnia Rahayu mengatakan bahwa kepatu

han perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu kedaan dimana wajib pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan mekasanakan hak perpajakan. Kepatuhan wajib pajak yang

dikemukakan oleh Norman d. Nowark dalam Siti Kurnia Rahayu sebagai “Suatu iklim kepatuhan

dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana : 7

a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan

perundang – undangan perpajakan.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan

oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan, dewasa ini yang

diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan sukarela. Kepatuhan wajib Pajak menjadi aspek

penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Asessment dimana dalam

prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,

membayar dan melaporkan kewajibannya, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal.

Dimensi Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Formal bahwa yang dapat diidentifikasi sebagai

7
Friskianti, Y. and Handayani, B. D. „Pengaruh Self Assessment System, Keadilan, Teknologi Perpajakan,
Dan Ketidakpercayaan Kepada Pihak Fiskus Terhadap Tindakan Tax Evasion‟, Accounting Analysis Journal, 2014,
3(1), pp. 543–552. doi: ISSN 2252-6765
kewajiban wajib pajak dalam perpajakan adalah hal-hal berikut dimana dapat diteliti sebagai

dimensi kepatuhan formal Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, bahwa dimensi kepatuhan wajib pajak adalah

sebagai berikut :8

1. Pasal 2 ayat (1) perihal pendaftaran dan pengukuhan ”Setiap wajib pajak yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang – undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri kepada Direktorat Jenderal

Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak

dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.

2. Pasal 2 ayat (2) perihal pendaftaran dan pengukuhan “Setiap Wajib Pajak sebagai

pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang - Undang Pajak Pertambahan Nilai

1984 dan perubahannya, wajib pajak melaporkaPn usahanya pada Kantor Direktorat

Denderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan

pengusaha, dan tempat kegiatan uasaha dalakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak”.

3. Pasal 3 ayat (1) perihal Kewajiban menyampaikan SPT “Setiap wajib pajak wajib nengisi

Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia

menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatanagi serta

menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau

dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak ”.

4. Pasal 3 ayat (3) perihal Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan Pajak adalah : a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua

8
Indriyani, M., Nurlaela, S. and Wahyuningsih, E. M. „Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,
Diskriminasi, Dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi
Mengenai Perilaku Tax Evasion‟, Seminar Nasional IENACO, 2016, pp. 818–825.
puluh) hari setelah akhir masa pajak b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak Orang pribadi,paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun

pajak; atau c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.

5. Pasal 9 ayat (1) perihal pembayaran dan penyetoran pajak “Menteri Keuangan

menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk

suatu saat atau Masa pajak bagi masing – masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas)

hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka permasalahan

yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pemeriksaan Pajak Diantara Target Penerimaan (Budgeter)?

2. Bagaimana Penegakan Hukum (law Inforcemen) Pajak Dalam Rangka Mengamankan

Penerimaan Negara ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam Penelitian ini Memberikan Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengkaji, Menelaah, Mengimplementasikan, Menerapkan Kedudukan Hukum

Pemeriksaan Pajak Diantara Target Penerimaan (Budgeter)?

2. Untuk mengkaji isu krusial, Penegakan Hukum, Penegakan Hukum (law Inforcemen) Pajak

Dalam Rangka Mengamankan Penerimaan Negara ?


D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis,

adalah:

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum

bisnis, hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi negara, hukum tata negara, teori

hukum, filsafat hukum, terutama bidang hukum Pajak, selain itu dengan adanya tulisan ini

penulis berharap dapat menambah dan melengkapi perbendaharaan koleksi karya ilmiah,

dengan memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan hukum Pajak diIndonesia.

2. Secara Institusional penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam

mencermati permasalahan yang muncul terkait Pemeriksaan Pajak Diantara Target

Penerimaan (Budgeter) dan Penegakan Hukum (Law Inforcement) Dalam Rangka

Mengamankan Penerimaan Negara. Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi

kerangka acuan dan landasan bagi penulis lanjutan dan praktisi hukum, serta dapat

memberikan masukan bagi pembaca, untuk menambah referensi dalam menulis karya

ilmiah.

E. Kerangka Pemikiran

1. Teori Hukum Pemeriksaan Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menyebutkan pada

pasal 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.9

a. Fungsi Pajak

Fungsi Budgetair Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak, dimana pajak

digunakan sebagai alat untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari rakyatnya tanpa imbal

balik secara langsung dari negara kepada masyarakatnya. Maka dari itu untuk memaksimalkan

fungsi ini, pemerintah memaksimalkan penerimaan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas

negara melalui pajak.

b. Fungsi Regularend

Fungsi regularend merupakan fungsi pengatur, dimana pajak sebagai alat untuk

melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan

tertentu di luar bidang keuangan.

Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

pasal 1 angka 3, badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik

yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk

apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi

massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,

termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 10

9
Aritonang. Johannes, Bahan Ajar: Persiapan Pemeriksaan. Bahan Ajar Pusdiklat Pajak, Kementrian
Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan, 2016
10
Bambang Irawan & Teguh Budiono. “Analisis Pemeriksaan Pajak Dalam Rangka Optimalisasi
Penerimaan Negara Di Sektor Perpajakan”. Jurnal Ilmiah Imu Administrasi. Fakultas Ilmu Adminstrasi, Institut
Dari sudut pandang UU PPh, suatu badan menjadi subjek pajak tanpa memandang

apakah badan tersebut bertujuan untuk mencari laba atau tidak. Badan yang tidak bertujuan

mencari laba misalnya yayasan, organisasi sosial ataupun organisasi lain yang dianggap menjadi

subjek pajak, sama halnya dengan badan yang bertujuan mencari laba. Seluruh wajib pajak wajib

mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak

sekaligus mendapat NPWP. Wajib pajak badan berkewajiban untuk melaporkan usahanya ke

kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan wajib pajak

badan dan tempat kegiatan usaha yang dilakukan wajib pajak badan tersebut.11

Pengetahuan Perpajakan Pengetahuan merupakan informasi yang diketahui atau disadari

oleh seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu

sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan perpajakan adalah pemahaman mengenai

ketentuan umum dan tata cara mengenai perpajakan, sistem perpajakan dan fungsi pajak yang

berlaku di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang,

pencatatan pajak terutang sampai dengan tata cara pengisian pelaporan pajak. Pengetahuan

mengenai pajak menjadi faktor penting untuk mendorong wajib pajak untuk semakin patuh

dalam menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak, terutama pada negara yang menganut

sistem self assessment.12

Self assessment yang dianut Indonesia menuntut keaktifan dan pengetahuan dari wajib

pajak karena dalam memenuhi kewajibannya, wajib pajak melakukan perhitungan, pelaporan dan

penyetoran sendiri atas besarnya pajak yang harus dibayar. Maka dari itu, memahami dan

mengetahui mengenai pajak akan semakin mendorong wajib pajak untuk selalu memenuhi

Sosial dan Manajemen STIAMI. Vol. VII, Nomor. 02, September 2015
11
Damayanti, Theresia Woro. Pelaksanaan Self Assessment System Menurut Wajib Pajak ( Studi Kasus
Pada Wajib Pajak Badan Salatiga). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. Volume X 2004, No. 1, 109-128.
12
Descalaya. “Efektivitas Pemeriksaan Pajak Teradapa Wajib Pajak Yang Melakukan Perlawanan Pajak
Ditinjau Dari Sisi Fiskus”. Jurnal Perpajakan. Universitas Brawijaya. Jawa Timur, 2013
kewajiban perpajakannya. Ada beberapa indikator didalam pengetahuan perpajakan

a. Pengetahuan mengenai batas waktu pembayaran dan pelaporan

b. Pengetahuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan

c. Pengetahuan mengenai sistem perpajakan

Pemeriksaan yang perlu di ketahui wajib pajak, Berbicara tentang perpajakan, Indonesia

adalah negara yang menganut sistem perpajakan Self Assessment. Artinya, Wajib Pajak (WP)

diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban

perpajakannya. Namun, sistem ini hanya akan berjalan jika WP memiliki pengetahuan

perpajakan yang baik dan kepatuhan yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.13

Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun serta mengolah data,

keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar

pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Atau bertujuan untuk

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan. Jadi, pemeriksaan

pajak merupakan bagian akhir dari pengendalian proses perpajakan untuk memastikan WP

menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan benar, jelas, lengkap. Pemeriksaan

pajak sebagai bagian akhir dari proses pengendalian perpajakan, pemeriksaan pajak penting

untuk dilakukan dan memiliki tujuan:14

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, meliputi:

b. SPT lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak.

c. SPT rugi.

d. SPT terlambat, yaitu melampaui jangka waktu Surat Teguran yang disampaikan.

13
Erly Suandy, Hukum Pajak Edisi 5. Salemba Empat, Jakarta, 2011, hlm.65
14
Erly Suandy, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. (2018) .
Pedoman Penulisan Skripsi. Medan
e. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan

meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

f. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis yang

mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuh

Selain itu, pemeriksaan pajak juga memiliki tujuan tambahan yang lainnya, yaitu:15

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

b. Penghapusan NPWP.

c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP.

d. WP mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.

j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.

k. Pemenuhan informasi negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

Jenis Pemeriksaan Pajak Untuk menjamin Wajib Pajak melakukan kewajiban perpajakan

secara benar dan jujur, petugas pajak akan melakukan dua jenis pemeriksaan pajak.16

1. Pemeriksaan Lapangan

15
Fahrul, Ahmad. Pengaruh Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utama”. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin
Makasar.2016
16
Ibid, hlm.20
Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat bekerja

WP, serta tempat lain yang dianggap perlu.

Dalam Pelaksanaannya, Wajib Pajak diwajibkan untuk:

a. Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain

yang berhubungan dengan penghasilan, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek

yang terutang pajak.

Memberi kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik. Memberi

kesempatan memasuki dan memeriksa ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang

diduga digunakan untuk menyimpan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan,

dokumen lain, uang atau barang yang memberi petunjuk penghasilan yang diperoleh,

kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.

Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan

b. Menyediakan tenaga dan atau peralatan atas biaya WP jika dalam mengakses data yang

dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan atau keahlian khusus. Memberikan

kesempatan Pemeriksa Pajak membuka barang bergerak dan atau tidak bergerak.

Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan untuk

memeriksa buku, catatan, dan dokumen yang tidak memungkinkan dibawa ke Kantor

Direktorat Jenderal Pajak.

Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.

2. Pemeriksaan Kantor

Pemeriksaan Kantor dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor


Pelayanan Pajak. Saat pelaksanaan pemeriksaan kantor, Wajib Pajak diwajibkan untuk: 17

a. Memenuhi panggilan menghadiri pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan.

Memperlihatkan buku atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain

termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan,

kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak.

Memberi bantuan untuk kelancaran pemeriksaan.

b. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat Akuntan Publik. Memberikan

keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.

Hak Wajib Pajak Selama Pemeriksaan Pajak.

Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dengan jenis Pemeriksaaan Lapangan dan Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak

berhak:18

a. Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat

Perintah Pemeriksaan.

b. Meminta Pemeriksa Pajak memberikan pemberitahuan tertulis pelaksanaan Pemeriksaan

Lapangan.

c. Meminta Pemeriksa Pajak memberikan penjelasan alasan dan tujuan Pemeriksaan.

d. Meminta Pemeriksa Pajak memperlihatkan Surat Tugas jika susunan Tim Pemeriksa

Pajak mengalami perubahan.

e. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

17
Fahrul, Ahmad. (2016). “Pengaruh Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utama”. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanudin
Makasar.
18
Gunadi. Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak. Jurnal Perpajakan Indonesia,
2005, vol, 4, 5 : 4-9
f. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam waktu yang ditentukan.

g. Mengajukan permohonan untuk dilakukannya pembahasan oleh Tim Pembahas jika ada

perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir

Hasil Pemeriksaan.

h. Memberikan pendapat pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui formulir

Kuesioner Pemeriksa.

i. Mengajukan pengaduan jika kerahasiaan dibocorkan kepada pihak lain yang tidak

berhak.

Adapun dasar hukum pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

184/PMK.03/2015.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan

Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

82/PMK.03/2011.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan

Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4999).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268).

7. PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka Pemeriksaan

untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Dasar hukum diatas menjadi pondasi yang kuat bagi pemerintah atas pajak yang dipungut

dari masyarakat, sehingga tidak perlu lagi adanya alasan-alasan bagi Wajib Pajak. Dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Bab I Ketentuan Umum pasal satu (1),

yang dimaksud dengan:19

1. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau

tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib

Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

2. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal

Pajak.

3. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas,

wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.

4. SP2 yang merupakan kepanjangan dari Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat

perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

19
Hanggono.Jarot, “Self Assessment system di Indonesia (Perpajakan Indonesia)”.
http://www.cerdaspajak.com/2017/09/self-assessment-system-didalam_16.html?m=1. 2017, Diakses 12/-02/2022
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. SPPL yang merupakan kepanjangan dari Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan

adalah surat yang berisi tentang pemberitahuan akan dilakukannya Pemeriksaan

Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6. Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor yaitu surat panggilan mengenai

dilakukannya Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan

kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

7. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang

dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan

dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan

elektronik lainnya.

8. Penyegelan merupakan tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan

tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut

diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan,

dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain.

9. KKP yang merupakan kepanjangan dari Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan

secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur

pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan,

pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan

pelaksanaan pemeriksaan.

10. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau yang biasa disingkat SPHP adalah surat
yang berisi mengenai temuan pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi,

nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang

dan perhitungan sementara dari sanksi administrasi.

11. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan yang dilakukan Wajib

Pajak dengan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan

dalam berita acara pembahasan akhir hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh

kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui

maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.

12. LHP yang merupakan kepanjangan dari Laporan Hasil Pemeriksaan merupakan

laporan mengenai pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa

Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan

pemeriksaan.

 Tujuan dan Jenis Pemeriksaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Bab II Tujuan

Pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan guna menguji

kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat dilaksanakan melalui

2 jenis pemeriksaan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013, yaitu:20

1. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak,

dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.

20
Hudinisme. Mifta, Alur Pemeriksaan Pajak: step by step, https://www.miftaudinisme.com/2012/04/alur-
pemeriksaan-pajak-step-bystep.html?=1. 2012, Diakses 12/02/2022
2. Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal

Pajak.

 Ruang Lingkup dan Kriteria Pemeriksaan

Menurut Peraturan Kementrian Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Bab III pasal tiga (3), Ruang

lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi

satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian

Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Berdasarkan

Peraturan Kementrian Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Bab III pasal 4:

1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban

perpajakan harus dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B

Undang-Undang KUP.

2. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat

dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar,

selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

b. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran

pajak.

c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi.

d. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi,

pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

e. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.

f. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi

melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih

untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko, atau

g. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan

pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

2. Teori Penegakan Hukum (Law Informcement)

Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas

penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan

kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku. Penegakan hukum pidana

merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan

terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana.21 Menurut Soerjono Soekanto,22

mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana secara konkrit oleh aparat penegak

hukum. Dengan kata lain, penegakan hukum pidana merupakan pelaksaan dari peraturan-

peraturan pidana. Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu sistem yang

menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah

tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap

pantas atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara,

21
Harun M.Husen, 1990, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Hal 58
22
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Pres, Jakarta, Hal
35
dan mempertahankan kedamaian.23

Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana yang

mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku

disuatu Negara yang mengadakan unsurunsur dan aturan-aturan, yaitu24

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai

ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar laranganlarangan

itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan

apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

 Macam-macam Lembaga Penegak Hukum di Indonesia

a. Kejaksaan

Menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan, kejaksaan dalam

perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia, lembaga Kejaksaan merupakan bagian dari

lembaga eksekutif yang tunduk kepada Presiden. Akan tetapi, apabila dilihat dari segi fungsi

kejaksaan merupakan bagian dari lembaga yudikatif. Hal ini dapat diketahui dari Pasal 24

Amandemen Ketiga UUD Negara RI 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan lain yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman. Penegasan mengenai badan-badan peradilan lain diperjelas dalam

Pasal 41 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :

“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian

23
Irfani Yuli Erianti “Pengaruh Penerimaan Pajak Sebelum dan Sesudah Tax Amnesti Pada KPP Pratama
Medan Belawan”.Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.2018
24
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Putra Harsa, Surabaya, Hal 23
Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan lain diatur dalam

undang-undang”. Sebagai subsistem peradilan pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan

wewenang dibidang pidana sebagaimana diatur Pasal 14 KUHAP.25

b. Kehakiman

Keberadaan lembaga pengadilan sebagai subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-

Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang

tersebut memberi definisi tentang kekuasaan kehakiman sebagai berikut: “Kekuasaan

Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”

Sesuai dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tersebut dan KUHAP, tugas Pengadilan

adalah menerima, memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya. Dalam memeriksa

seseorang terdakwa, hakim bertitik tolak pada surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut

Umum, dan mendasarkan pada alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP. Kemudian

dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti dan keyakinannya, hakim menjatuhkan

putusannya.

c. Advokat

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menjadi landasan

hukum penting bagi profesi Advokat sebagai salah satu pilar penegak hukum. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 5 ayat (1) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut, yang menyatakan bahwa

Advokat berstatus penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan

perundang-undangan. Dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003

25
Kusujarwati R, Buntoro H, Dahlia Irani “Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Dalam Meningkatkan
Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu”. Jurnal Akuntansi Perpajakan,
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Pakuan.2012
lebih ditegaskan lagi, bahwa yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak

hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai

kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakan hukum dan keadilan.26

d. Lapas (Lembaga Pemasyarakatan)

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan yang mengubah sistem kepenjaraan menjadi sistem

pemasyarakatan.Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum,

oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsep umum

mengenai pemidanaan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Lembaga

Pemasyarakatan yang mengurusi perihal kehidupan narapidana selama menjalani masa

pidana.Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pidana penjara.Sejalan dengan UUD 1945,

Pancasila sebagai dasar negara di dalam sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan

Beradab” menjamin bahwa manusia Indonesia diperlakukan secara beradab meskipun berstatus

narapidana. Selain itu, pada sila ke-5 mengatakan bahwa “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat

Indonesia” berarti bahwa narapidanapun haruslah juga mendapatkan kesempatan berinteraksi

dan bersosialisasi dengan orang lain layaknya kehidupan manusia secara normal.27

e. Kepolisian

Kepolisian sebagai subsistem peradilan pidana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sesuai Pasal 13 Undang-Undang No. 2

26
Ibid, hlm.21
27
Nasmi Rahmawati “Analisis Pelaksaaan pemeriksaan Pajak Dalam Rangka Meningkatkat Penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama Medan Timur.” Skripsi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, 2018
Tahun 2002 tersebut Kepolisian mempunyai tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

kepada masyarakat. Sedangkan dalam peradilan pidana, Kepolisian memiliki kewenangan

khusus sebagai penyidik yang secara umum di atur dalam Pasal 15 dan pasal 16 Undang-Undang

No. 2 Tahun 2002 dan dalam KUHAP di atur dalam Pasal 5 sampai pasal 7 KUHAP. Didalam

pasal 2 UU no. 2 tahun 2002 yang mengupas tentang Kepolisian dimana didalamnya menyatakan

bahwa: 28

"Kepolisian adalah sebagai fungsi pemerintah negara dibidang pemeliharaan keamanan,

pengayoman, keselamatan, perlindungan, kedisiplinan, ketertiban.” Kenyamanan masyarakat,

dan sebagai pelayanan masyarakat secara luas.Lembaga kepolisian ada tahap penyelidikan dan

penyidikan, penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak

pidana dalam suatu peristiwa,29 pada Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara

pidana setelah tahap penyelidikan.Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah

penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan,

penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang

dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat

penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”.Penyidikan

bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya.30

28
Ortax Info, Kriteria Pemeriksaan Pajak yang Efektif Versi Ditjen Pajak,
https://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=299&list=1. 2018, Diakses 12/02/2022
29
Pardiat, Akuntansi pajak Edisi 4. Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hlm.29
30
Mohammad Yamin, dkk, Pencapaian Target Penerimaan Pajak Atas Kegiatan Pemeriksaan. Jurnal
Wacana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. 2016, Vol. 19, No.1
F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang mendekripsikan atau

melukiskan fakta dan kondisi atau gejala yang terlihat, dan bertujuan untuk mendeskripsikan

atau melukiskan fakta-fakta yang terkait dengan mencari makna istilah hukum yang terdapat

dalam peraturan perundang-undangan, sehingga peneliti dapat memperoleh makna baru dari

istilah hukum dan menguji aktualitasnya dengan mengalisis penerapan aturan hukum. Untuk

memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat didalam tujuan pentusunan

bahan analisis, maka dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode pendekatan secara

yuridis normatif adalah jenis penelitian yang lazim dilakukan dalam kegiatan pengembangan

ilmu hukum yang biasa dikenal dengan istilah dogmatik hukum. Ilmu ini menunjukan

bagaimana metodenya akan ditentukan oleh apa yang dicari oleh ilmu itu melalui visi dan misi

dari ilmu yang berkaitan dan menjadi pokok permasalahan dalam ilmu tersebut.

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dan

supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan

penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian yuridis

normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-

bahan kepustakaan atau data sekunder belaka.31 Penelitian ini dilakukan guna untuk

mendapatkan bahan-bahan berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan

hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Ruang lingkup penelitian hukum normatif

menurut Soerjono Soekanto meliputi:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

31
Ibid, hlm.14
b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum secara vertikal dan horisontal.

d. Perbandingan hukum.

e. Sejarah hukum.

Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini akan dilakukan penelitian dengan cara

menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis.32

Penelitian ini dapat digunakan untuk menarik asas-asas hukum dalam menafsirkan peraturan

peundang-undangan. Selain itu, penelitian ini juga, dapat digunakan untuk mencari asas hukum

yang dirumuskan baik secara tersirat maupun tersurat.33

2. Pendekatan Penelitian

Selain itu, penelitian hukum mengenal beberapa pendekan yang digunakan untuk

mengkaji setiap permasalahan yaitu pendekatan undang-undang yang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki

kegunaan baik secara praktis maupun akademis. Dengan menggunakan metode berpikir deduktif

(cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang

sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya

khusus).34 Dengan demikian objek yang dianalisis dengan pendekatan yang bersifat kualitatif

adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan.35

32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1996), hlm. 63.
33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 27-28.
34
Op. Cit, hlm. 23.
35
Op.Cit, hlm. 14.
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian yuridis normatif sebagaimana tersebut di atas merupakan penelitian dengan

melakukan analisis terhadap permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-

asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang ada di Indonesia dan menggunakan jenis data dari bahan pustaka yang lazimnya

dinamakan data sekunder. Penelitian ini terdiri dari bahan kepustakaan yang mengikat yang

merupakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu: Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku, jurnal

hukum, teori-teori hukum, pendapat para ahli dan hasil-hasil penelitian hukum. Sedangkan

bahan hukum tertier yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU), Kamus Umum Bahasa

Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia hukum maupun Ensiklopedia Hukum Indonesia.

Sumber - sumber data dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam penelitian ini

data yang digunakan adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan

berupa:36

a. bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari Peraturan Perundang-Undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan Peraturan Perundang-Undangan dan

Putusan-Putusan hakim yang terdiri dari:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

36
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008,
hlm.12”
2. Undang-Undang Perpajakan

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang meliputi buku-buku,

teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukuk, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan. Bahan hukum yang berkaitan dengan konsep hukum yang digunakan dalam

tesis ini antara lain:37

1. literature atau hasil penulisan yang berupa hasil penelitian yang terdiri dari buku-

buku dan jurnal-jurnal ilmiah

2. hasil karya dari kalangan praktis hukum dan tulisan-tulisan pakar

3. Teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana melalui literature yang dipakai

Bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus dan bahan-bahan hukum mengikat

khsusunya dibidang kenotariatan

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer dan

sekunder untuk memberikan informasi tentang bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu: studi

kepustakaan, atau studi dokumen (documentary study) untuk mengumpulkan data sekunder yang

terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal hukum,

hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan perundang-undangan seperti: Kitab

UndangUndang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan UndangUndang Nomor

37
Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wadatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 78”
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap

Notaris setelah berakhir masa jabatannya.38

5. Analisis Bahan Hukum

Data-data yang telah diperoleh tersebut kemudian dianalisa dengan melalui pendekatan

secara analisis kualitatif,39 yaitu dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun

asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan logika induktif yakni

berpikir dari hal yang khusus menuju hal yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat

normatif, yakni interpretasi dan konstruksi hukum dan selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan metode deduktif

yang menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan dan tujuan

penelitian.

Model penelitian ini merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti.

Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan maka model penelitian ini,

gambar 1 Model Penelitian

38
Rusjdi, Muhammad. KUP Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Indonesia : PT. Indeks, 2003,
hlm.23
39
Analisis kualitatif artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun,
logis, tidak tumpang tindih, dan selektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.
Lihat Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 127. Namun Bambang Waluyo menyatakan bahwa terhadap data yang
sudah terkumpul dapat dilakukan analisis kualitatif apabila: 1) Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang
dapat dilakukan pengukurannya, 2) Data tersebut sukar diukur dengan angka, 3) Hubungan antara variabel tidak
jelas, 4) Sample lebih bersifat non probabilitas, 5) Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan
pengamatan, 6) Penggunaan teori kurang diperlukan. Bandingkan dengan pendapat Maria, S. W. Sumardjono, yang
menyatakan bahwa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif tidak harus dipisahkan sama sekali apabila digunakan
dengan tepat sepanjang hal itu mungkin keduanya saling menunjang. Lihat Bambang Waluyo, Penelitian Hukum
Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Gafika, 1996), hlm. 76-77 dan Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 103.
Pemeriksaan Kepatuhan Wajib
Pajak Pajak Badan

6. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Di dalam penelitian ini yang dimaksud dengan populasi

adalah jumlah pegawai pemeriksa pajak pada40 Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Sampel

merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian

ini yang menjadi sampel adalah Kantor Pelayanan Pajak. “Untuk berpedoman umum dapat

dikatakan bahwa bila populasi di bawah 100 orang, maka dapat digunakan sampel 50% dan jika

di atas 100 orang, sebesar 15%. Maka berdasarkan definisi di atas sampel yang diambil sebesar

50% dari jumlah populasi sebanyak 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Berdasarkan

perhitungan 50%x64=32. Jadi didapatkan sampel yang akan dijadikan objek penelitian

sebanyak 32 responden dari 4 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.41

40
Waluyo. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat, 2010, hlm.76
41
Sukrisno Agoes, Estraita Trisnawati. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.2007, hlm.87

Anda mungkin juga menyukai