Anda di halaman 1dari 15

Salimah, yaitu Mu`adż bin Jabal dan anak `Amr yaitu Mu’adż bin `Amr telah memeluk agama

Islam bersama orang lainnya yang telah memeluk Islam dan ikut menghadiri baiat Aqabah, maka
pada suatu malam pergi ke berhala `Amr bin Jamūḥ untuk mengambilnya dan melemparkannya
dalam keadaan terjungkir kepala di bawah di sumur Bani Salimah yang sering dijadikan tempat
pembuangan kotoran manusia. Keesokan harinya, Amr bin Jamuh berkata: "Sialan, siapa yang
telah tuhan kita tadi malam?" ‘Amr bin Jamūḥ mencari-cari berhalanya. Ketika ia berhasil
menemukannya, ia membersihkannya dan menghiasinya. Setelah itu, ia berkata: "Demi Allah,
jika sampai aku tahu pelakunya, aku pasti menghajarnya."

Malam berikutnya ketika `Amr bin Al-Jamūḥ telah tidur, pemuda-pemuda Islam itu kembali
berbuat seperti yang mereka lakukan pada malam sebelumnya. Keesokan harinya, ‘Amr bin
Jamuḥ mendapatkan berhalanya penuh dengan kotoran. Kemudian ia mencucinya,
membersihkannya dan menghiasinya. Kejadian itu terus terulang selama tiga malam berturut-
turut. Setelah itu, `Amr pergi dengan menghunus pedang dan menggantungkannya di berhala
tersebut. Ia berkata: "Demi Allah, aku tidak tahu siapa sebenarnya yang tega berbuat seperti ini
terhadapmu. Jika engkau memang tuhan maka lindungilah dirimu dengan pedang yang aku
bawakan untukmu ini." Pada malam harinya ketika Amr bin lamuh telah tidur, pemuda-pemuda
Islam kembali melakukan hal yang serupa. Mereka mencopot pedang dari leher berhala tersebut
dan mengantinya dengan bangkai anjing kemudian mengikatnya ke berhala tersebut dengan
seutas tali, kemudian melemparkannya di salah satu sumur Bani Salimah yang merupakan
tempat pembuangan kotoran manusia. Keesokan harinya, ‘Amr bin Al- Jamūḥ melihat
berhalanya tidak lagi berada di tempatnya.

Lalu ia keluar rumah untuk mencarinya dan dia dapatkan berhalanya di dalam sumur, dengan
dikalungi bangkai anjing. Saat itulah ia sadar betapa tidak bergunanya berhala tersebut. Lalu ia
diajak bicara oleh orang-orang dari kaumnya yang telah masuk Islam dan ia pun masuk Islam -
semoga Allah me- rahmatinya- dan keislamannya patut diacungi jempol. Setelah masuk Islam
dan menyadari semua kekeliruannya, ia bersyukur kepada Allah yang telah menyelamatkannya
dari kebutaan dan kesesatan:

Syarat untuk Baiat Aqabah Terakhir

Ibnu Isḥāq berkata: Bai`at Al-Aqabah Pertama dinamakan baiat kaum wanita, karena Allah
Ta'ala belum menetapkan kepada Rasul-Nya kewajiban berperang. Ketika Allah Ta'ala telah
menetapkan kewajiban berperang dan kaum Anshar lalu membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam di `Aqabah Kedua untuk memerangi orang-orang berkulit sawo matang dan merah,
maka Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam, memberi persyaratan-persyaratan kepada kaum
Anshar dan menjanjikan untuk mereka surga jika mereka memenuhi syarat-syarat baiat tadi.

Ibnu Isḥāq berkata: Ubādah bin Al-Walīd bin Ubādah bin Aṣh-Shāmit berkata kepadaku dari
ayahnya, Al-Walīd dari kakeknya, Ubādah bin Aṣh-Shāmit, salah seorang dari pemimpin pada
Baiat Aqabah Pertama, ia berkata: "Kami membaiat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam
untuk berperang." Ubādah bin Aṣh-Shāmit merupakan dua belas orang yang membaiat
Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Aqabah Pertama untuk tetap mendengar dan bersabar
dalam suka dan duka dan saling tolong-menolong satu sama lain, berkata jujur di mana pun kita
berada dan tidak mempedulikan hinaan orang di jalan Allah."66
66 HR. Bukhari pada hadits no. 3892 dan Muslim 1709

Nama-nama Orang yang Terlibat Aqabah Kedua dan Jumlah Mereka

Ibnu Isḥāq berkata: Berikut ini adalah nama-nama orang-orang Al-Aūs dan Al-Khazrāj yang ikut
menghadiri baiat Al-`Aqabah dan membaiat Rãsulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di sana.
Jumlah mereka adalah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang wanita.

Orang-orang yang menghadiri baiat Aqabah Kedua dari kalangan Al-Auūs bin ḤḤaāritṡah bin
Tṡa'labah bin ‘Amr bin `AÃmir, kemudian dari Bani `‘Abdul Asyhal bin Jusyam bin Al-
ḤHaaritṡ bin Al-Khazraj bin ‘Amr bin Malik bin Al-Aūs adalah sebagai berikut: Usaid bin
Huḍhaīr bin Simāk bin `Atīk bin Rāfi' bin Umru'ul Qais bin Zaīd bin `Abdul Ãsyhal. la salah
satu pemimpin dan tidak ikut Perang Badar, Abū Al-Ḥaitṡam bin At-Tayyahan. Nama aslinya
Mālik, la ikut Perang Badar, Salimah bin Salamah bin Waqs bin Zu'bah bin Za'ura bin `Abdul
Asyhal. Ia ikut Perang Badar. Jumlah orang-orang yang menghadiri baiat Al- `Aqabah Kedua
dari Bani Al-Aūs bin Haritṡah dan Bani `Abdul Asyha adalah tiga orang. Ibnu Hisyam
mengatakan bin Za'awra'.

Dari Bani Ḥaritṡah bin Al-Ḥaritṡ bin Al-Khazraj bin `Amr bin Mālik Al-Auūs adalah sebagai
berikut: Zhuhaīr bin Rāfi' bin Adi bin Zaid bin Jusyam bin ḤHaritṡah, Abu Bardaḥ bin Niyār.
Nama aslinya Ḥani' bin Niyār bin `Amr bin `Ubayd bin `Amr bin Kilab bin Dahman bin Ghanīm
bin Dzubyan bin Ḥamim bin Kahil bin Dzuhl bin Ḥani bjn Baly bin Amr bin Ilhaf bin Qudha'ah.
Ia patner Bani Ḥaritṡah bin Al-Ḥaritṡ bin Al- Khazraj dan ikut serta pada Perang Badar, Nuhair
bin Al-Ḥaitṡam dari Bani Nabi bin Majda'ah bin Ḥaritṡah. kemudian dari kabilah As-Sawwaf bin
Qais bin Amir bin Nabi bin Majda'ah bin Ḥaritṡah. Jumlah dari Bani Ḥaritṡah adalah tiga orang.

Dari Bani `Amr bin Aūf bin Malik bin Al- Auūs adalah sebagai berikut: Sa'ad bin Khaitṡsamah
bin Al-Ḥaritṡ bin Malik bin Ka'ab bin An-Nahhath bin Ka'ab bin Ḥaritṡah bin Ghanim bin As-
Salm bin Umru`'ul Qais bin Malik bin

Al-Auūs. la ikut terjun pada Perang Badar bersama Rasūlullaāh Shallalahu `alaihi wa Sallam dan
gugur sebagai syahid.

Ibnu Ḥisyām berkata: Ibnu Ishāaq mengatakan Sa`'ad bin Khaitṡamah bernasab kepada Bani
`Amr bin Auūf, padahal ia berasal dari Bani Ghanim bin As-Salm. Boleh jadi itu adalah julukan
Sa`'ad bin Khaitṡamah di tengah kaumnya, atau ia hidup di tempat mereka kemudian ia diberi
marga mereka.

Ibnu Isḥāq berkata: Kemudian Rifa`'ah bin `Abdul Mundẓzir bin Zanbar bin Zaiīd bin Abu
Umayyah bin Zaiīd bin Malik bin Auūf bin `Amr. la termasuk naqib (pemimpin), ikut Perang
Badar. Abdullah bin Jūbayr bin An-Nu`'man bin Umayyah bin Al-Burak. Nama Al-Burak ialah
Umru`'ul Qais bin Tṡsa`labah bin `Amr. Ia ikut Perang Badar. Pada Perang Uhud, ia memimpin
pasukan pemanah Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam dan gugur sebagai syahid di
dalamnya.
Dan Ma`an bin Adi bin Al-Jadd bin Al-Ajlan bin Ḥaritṡah bin Ḋhabi`ah, patner mereka dari
Baly. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang Rasūlullah
Shallalahu `alaihi wa Sallam yang lain. Ia syahid pada Perang Yamamah pada masa
pemerintahan Abū Bakar Raḍhiyallahu `Anhu. Uwaim bin Sa`idah. Ia ikut Perang Badar, Perang
Uhud dan Perang Khandaq. Jumlah dari Bani `Amr bin Auf adalah lima orang.

Jumlah keseluruhan orang-orang Al-Aūs yang menghadiri baiat Al-Aqabah Kedua adalah
sebelas orang.

Dan dari orang-orang Al-Khazraj bin Haritṡah bin Tṡa`labah bin `Amr bin Amir, kemudian dari
Bani An- Najjar yaitu Ṫaimullah bin Tṡa'labah bin `Amr bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut:
Abu Ayyub. Dia adalah Khalid bin Zaid bin Kulaīb bin Tṡa'labah bin `Abd bin Auf bin Ghanim
bin Malik bin An-Najjar. Ia ikut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan
perang-perang yang lain. Ia syahid pada saat berjihad di wilayah Romawi di masa pemerintahan
Muawiyah bin Abu Sufyan. Mu`adz bin Al-Ḣaritṡ bin Rifa`ah bin Suwad bin Malik bin Ghanim
bin Malik bin An-Najjar. Ia terlibat pada Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq dan
perang- perang yang lain. Ibunya bernama Al-Afra`. Saudara Mu`adz, yaitu Auf bin Al-Ḣaritṡ. Ia
mengikuti Perang Badar dan mati syahid di dalamnya. Saudara Mu`adz yang lain, yaitu Mi`wadz
bin Al-Ḣaritṡ. Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di sana. Dialah yang membunuh Abu Jahal
bin Ḣisyam bin Al-Mughirah. Imarah bin Hazm bin Zaid bin Laūdzan bin `Amr bin `Abdu Auf
bin Ghanim bin Malik An-Najjar. Ia ikut terjun dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang
Khandaq dan perang- perang lainnya. Syahid di Perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu
Bakar Ash- Shiddiq Raḍḍhiyallahu `Anhu. As`ad bin Zurarah bin Udas bin Ubayd bin Tṡa`labah
bin Ghanim bin Malik bin An-Najjar. Ia termasuk pemimpin di Aqabah Pertama dan meninggal
dunia sebelum Perang Badar. Dialah Abu Umamah. Jumlah dari Bani Al-Khazraj bin ḤḢaritṡah
adalah enam orang.

Dari Bani `Amr bin Mabdẓẓul, dan Mabdẓul adalah Amir bin Malik bin An-Najjar hanya satu
orang, yaitu Sahl bin Atik bin Nu`man bin `Amr bin Atik bin `Amr. Ia ikut serta terjun pada
Perang Badar.
Dari Bani `Amr bin Malik bin An-Najjar yang tak lain adalah Bani ḤHudailah, Ibnu ḤḢisyam
berkata: ḤHudailah ialah putri Malik bin Zaīdillah bin ḤḢabib bin Abu ḤḢaritṡah bin Malik bin
Ghaḍhbu bin Jusyam bin Al-Khazraj, adalah sebagai berikut: Aūs bin Tṡabit Al-Mundẓir bin
ḤḢaram bin `Amr bin Zaid Manat bin Adij bin `Amr bin Malik. Ia ikut Perang Badar. Abu
Thalhah. Dia adalah Zaid bin Sahl bin Al-Aswad bin Ḣaram bin `Amr bin Zaid Manat bin Adī
bin `Amr bin Malik. Ikut Perang Badar. Total dari Bani `Amr bin Malik bin An-Najjar ada dua
orang.
Dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah sebagai berikut: Qais bin Abu Ṣha`ṣha`ah. Nama Abu
Ṣha`'ṣṣha`'ah adalah `Amr bin Zaid bin Auf bin Mabdẓul bin `Amr bin Ghanim bin Mazin.
Terlibat pada Perang Badar. Pada Perang Badar, Ia ditempatkan pada pasukan garis belakang.
`Amr bin Ghaziyyah bin `Amr bin Tṡa`labah bin Atḥiyyah bin Kḥansa` bin Mabdẓẓul bin `Amr
bin Ghanim bin Mazin. Jumlah dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah dua orang.
Dengan demikian jumlah dari Bani An-Najjar yang menghadiri baiat `Aqabah Kedua adalah
sebelas orang.
Ibnu ḤḢisyam berkata: `Amr bin Ghaziyyah bin `Amr bin Tṡa`labah bin Atḥiyyah bin Kḥansa`
yang disebutkan Ibnu Ishāq adalah Ghaziyyah bin `Amr bin Atḥiyyah bin Kḥansa`.

Dari Balḥḥaritṡ bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut: Sa`ad bin Ar-Rabi` bin `Amr bin Abu
Zuhair bin Malik bin Umru`ul Qais bin Malik bin Tṡa`'labah bin Ka`ab bin AI-Khazraj bin Al-
ḤḢaritṡ. Ia termasuk salah seorang pemimpin. Ia ikut serta dalam Perang Badar dan mati syahid
di Perang Uhud. Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair bin Malik bin Umru`ul Qais bin Malik bin
Tṡa'labah bin Ka`ab bin Al-Khazraj bin Al-ḤḢarits. Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di
Perang Uhud. `Abdullah bin Rawahah bin Umuru`ul Qais bin `Amr bin Umuru`ul Qais bin
Malik bin Tṡa`labah bin Ka`ab bin Al-Khazraj bin Al-ḤḢarits. Ia ikut Perang Badar, Perang
Uhud, Perang Khandaq dan perang-perang lainnya, kecuali penak lukan Makkah dan
sesudahnya. Ia syahid di Perang Mu'tah dengan jabatan panglima perang Rasūlullah Shallalahu
`alaihi wa Sal- lam. Basyir bin Sa`ad bin Tṡa`labah bin Julas bin Zaid bin Malik bin Tṡa`labah
bin Ka`ab bin Al- Khazraj bin Al-ḤḢaritṡ. Ia adalah Abu An-Nu`man bin Basyir. Ia ikut Perang
Badar. `Abdullah bin Zaid
Manat bin Tṡa`labah bin `Abdu Rabbihi bin Zaid bin Al-ḤḢartṡ bin Al-Khazraj bin Al-ḤḢaritṡ.
Ia terlibat pada Perang Badar. Dialah orang yang mengawali adzan shalat, kemudian ia datang
kepada Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang kemudian menyuruhnya adzan. Khallad bin
Suwa`id bin Tṡa'labah bin `Amr bin ḤḢaritṡaḥ bin Umru`ul Qais bin Malik bin Tṡa`labah bin
Ka`ab bin Al-Khazraj bin Al-ḤḢaritṡ. Ikut terlibat Perang Badar, Perang Uhud dan Perang
Khandaq. Syahid di Perang Bani Quraiẓhah. Karena ditimpa batu besar dari salah satu istana
Bani Quraiẓhah, kemudian meremukkannya. Rasūlullah Shallalahu `'alaihi wa Sallam bersabda
tentangnya: "Khallad mendapatkan dua pahala syahid." `Uqbah bin `Amr bin Tṡa'labah bin
Usairah bin Asirah bin Jidarah bin Auf bin Al-Ḣaritṡ. Ia adalah Abu Mas`ud. Dialah yang paling
muda yang ikut serta di Baiat Aqabah Kedua dan wafat pada masa peme- rintahan Muawiyah bin
Abu Sufyan. Ia tidak ikut Perang Badar. Jumlah dari Bani Al-ḤḢaritṡ bin Al-Khazraj adalah
tujuh orang.

Dari Bani Bayāḍhah bin Amir bin Zuraiq bin `Abdu ḤḢaritṡah bin Malik bin Ghaḍhbu bin
Jusyam bin Al- Khazraj adalah sebagai berikut: Ziyad bin Labid bin Tṡa'labah bin Sinan bin
Amir bin Adi bin Umayyah bin Bayāḍhah. Ia ikut Perang Badar. Farwah bin `Amr bin Wazhfah
bin Ubaid bin Amir bin Bayāḍhah. Ia ikut Perang Badar. Ibnu Ḣisyam berkata: Wadfah bukan
Wadzfah. Kemudian Khalid bih Qais bin Matik bin Al-Ajlan bin Amir bin Bayāḍhah. Ia ikut
terlibat pada Perang Badar. Jumlah tiga orang.

Dari Bani Zuraiq bin Amir bin Zuiraiq bin `Abdu ḤḢaritṡah bin Malik bin Ghaḍhbu bin Jusyam
bin Al- Khazraj adalah sebagai berikut: Rafi` bin Malik bin Al-Ajlan bin `Amr bin Amir bin
Zuraiq. Ia termasuk salah seorang pemimpin pada Aqabah Pertama. Dzakwan bin `Abdu Qais
bin Khaldah bin Makhlad bin Amir bin Zuraiq. Ia menemui Rasūlullah Shallalahu `'alaihi wa
Sallam selama di Makkah, kemudian hijrah bersama Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di
Madinah. Ada yang berpendapat bahwa ia adalah orang Muhajirin yang sekaligus orang Anshar.
Ia ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Uhud. `Ubadah bin Qais bin Amir bin Khaladah
bin Makhlad bin Amir bin Zuraiq. Ia ikut Perang Badar. Al-ḤḢaritṡ bin Qais bin Khalid bin
Amir bin Zuraiq. Ia adalah Abu Khalid. Ia ikut Perang Badar. Total empat orang.
Dari Bani Salimah bin Sa`ad bin Ali bin Asad bin Saridah bin Tazid bin Jusyam bin Al-Khazraj,
kemudian dari Bani Ubayd bin Adi bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah adalah sebagai berikut:
Al-Barra' bin Ma`rur bin Shakr bin Khansa` bin Sinan bin Ubaid bin Adi bin Ghanim. Ia
termasuk salah seorang pemimpin pada Aqabah Pertama. Bani Salimah mengklaim bahwa Al-
Barra` bin Marur adalah orang yang pertama kali membaiat tangan Rasūlullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam dan menentukan syarat kepada beliau. Ia wafat sebelum Rasūlullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam tiba di Madinah. Anak Al-Barra` bin Ma`rur yang bernama Bisyr bin Al-Barra` bin
Ma`rur. Ia ikut Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandaq. Wafat di Khaybar karena
memakan makanan beracun bersama Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Dialah orang yang
ditanya Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kepada Bani Salimah: "Siapa pemimpin kalian,
wahai Bani Salimah?" Mereka menjawab: "Al-Jadd bin Qais, meskipun ia kikir." Rasūlullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apakah masih ada penyakit yang lebih berbahaya
daripada penyakit kikir?" Pemimpin Bani Salimah adalah orang yang wajahnya putih dan
rambutnya bergelombang, yaitu Bisyr bin Al-Barra` bin Al-Ma`rur. Sinan bin Shaifi bin Shakhr
bin Kḥansa' bin Sinan bin Ubaid. Ikut Perang Badar dan mati syahid di Perang Khandaq. Ath-
Thufail bin An- Nu'man bin Khansa' bin Sinan bin Ubayd. Ikut Perang Badar dan mati syahid di
Perang Khandaq. Ma`qil bin Al-Mundẓir bin Sarh bin Khinas bin Sinan bin Ubaid. Ia ikut
terlibat pada Perang Badar. Yazid bin Al-Mundẓir bin Sarh bin Khinas bin Sinan bin Ubaid. Ikut
terlibat pada Perang Badar. Mas'ud bin Yazid bin Sabi` bin Khansa` bin Sinan bin Ubaid. Adh-
Dḥahhak bin Ḣaritṡah bin Zaid bin Tṡa'labah bin Ubad. Ikut terlibat pada Perang Badar. Yazid
bin Khidẓam bin Sabi' bin Kḥansa` bin Sinan bin Ubaid. Jubar bin Shakhr bin Umayyah bin
Khansa` bin Sinan bin Ubayd. Ia ikut Perang Badar. Ibnu Ḣisyam berkata: Ada yang mengatakan
Jabbar —bukan Jubar— bin Shakhr bin Umayyah bin Khunas. Ath-Thufail bin Malik bin
Khansa` bin Sinan bin Ubaid. Ia ikut Perang Badar. Total sebelas orang.

Dari Bani Sawwad bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah, kemudian dari Bani Ka`ab bin Sawwad
hanya satu orang, yaitu Ka`ab bin Malik bin Abu Ka`ab bin Al-Qain bin Ka'ab.
Dari Bani Ghanim bin Sawwad bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah adalah sebagai berikut:
Sulaim bin Amr bin Hadidah bin Amr bin Ghanim. Ia ikut terjun di Perang Badar. Quṭhbah bin
Amir bin ḤḢadidah bin Ghanim bin Amr. Ikut terjun di Perang Badar, Yazid Abu Al-Mundẓir
bin `Amr bin ḤḢadidah bin `Amr bin Ghanim. Ia terjun di Perang Badar. Abu Al-Yasar. Nama
aslinya adalah Ka`ab bir `Amr bin Abbad bin Amr bin Ghanim. Iku: terjun di Perang Badar.
Shaifi bin Sawwad bin Abbad bin `Amr bin Ghanim. Total lima orang.

Ibnu ḤḢisyam berkata: Ṣhaifi adalah anak Aswad bin Abbad bin `Amr bin Ghanim bin Sawwad.
Padahal Sawwad tidak memiliki anak yang bernama Ghanim.
Dari Bani Nabi bin Amr bin Sawwad bir. Ghanim bin Ka`ab bin Salim
ah adalah sebaga: berikut: Tṡa`labah bin Ghanimah bin Adi bin Nabī. Ia ikut terlibat pada Perang
Badar dan gugur sebagai syahid di Perang Khandaq, Amr bin Ghanimah bin Adi bin Nabī,
Abbas bin Amir bin Adi. Ia ikut Perang Badar, `Abdullah bin Unais, sekutu Bani Nabī bin Amr
dan Qudha`ah, Khalid bin Amir bin Adi bin Nabī. Total lima orang.
Dari Bani Ḣaram bin Ka`ab bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah adalah sebagai berikut:
`Abdullah bin Amr bin Ḣaram bin Tṡa`labah bin Ḣaram. Ia ikut terjun pada Perang Badar dan
mati syahid di Perang Uhud, Anak `Abdullah bin Amr yang bernama Jabir bin `Abdullah,
Mu`adz bin Amr bin Al-Jamuh bin Zaid bin Ḣaram, ia ikut Perang Badar, Tṡabit bin Al-Jidz`u.
Al-Jidz`u adalah Tṡa'labah bin Zaid bin Al-ḤḢaritṡ bin ḤḢaram. Tṡabit ikut Perang Badar dan
gugur sebagai syahid di Ṫhaif. Umaīr bin Al-Ḥaritṡ bin Tsa`labah bin Zaid bin Al-Ḥarits bin
Ḥaram. Ia ikut terlibat pada Perang Badar.

Ibnu Ḥisyam berkata: Umaīr adalah anak Al-Ḥaritṡ bin Labdah bin Tṡa`labah.
Ibnu Ishāq berkata: Khadij bin Salamah bin Aūs bin Amr bin Al-Furafir, sekutu Bani Ḥaram bin
Ka`ab dari Bali, Mu`adzz bin Jabal bin Amr bin Aidẓ bin Adi bin Ka`ab bin Amr bin Adi bin
Sa`ad bin Ali bin Asad. Ada yang mengatakan Asad adalah anak Saridah bin Tazid bin Jusyam
bin Al-Khazraj. Mu`adz bin Jabal hidup di Bani Salimah. Ikut terlibat pada Perang Badar dan
perang-perang yang lain. Ia meninggal di Amwas pada tahun wabah penyakit lepra di Syam pada
masa pemerintahan `Umar bin Khaṭhab Raḍhiyallahu `Anhu. Ia bermarga Bani Salimah karena
ia saudara seibu dengan Sahl bin Muhammad bin Al-Jidd bin Qais bin Shakhr bin Khansa` bin
Sinan bin Ubaid bin Adi bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah. Total tujuh orang.

Dari Bani Auūf bin Al-Khazraj kemudian dari Bani Salim bin Auūf bin `Amr bin Aūuf bin Al-
Khazraj adalah sebagai berikut: `Ubadah bin Aṣh-Ṣhamit bin Qais bin Aṣhram bin Fiḥr bin
Tṡa`labah bin Ghanim bin Salim bin Auf. Ia termasuk salah seorang pemimpin di baiat `Aqabah
Pertama. Ikut terjun pada Perang Badar dan perang-perang lainnya. Al-Abbas bin `Ubadah bin
Naḍhlah bin Malik bin Al-Ajlan bin Zaid bin Ghanim bin Salim bin Aūf. Ia termasuk orang yang
mendatangi Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah, kemudian ia tinggal di sana. Jadi
ia orang Muhajirin sekaligus Anṣhar. Gugur sebagai syahid di Perang Uhud, Abu `Abdurrahman
bin Yazid bin Tṡa'labah bin Khazmah bin Aṣhram bin Amr bin Ammarah. Ia sekutu Bani Aūf
bin Al-Khazraj dari Bani Ghuṣhainah dari Baly. Amr bin Al-Ḣaritṡ bin Labdah bin `Amr bin
Tṡa'labah. Total empat orang.

Dari Bani Salim bin Ghanim bin Aūf bin Al-Khazraj yang tidak lain adalah Bani Al- Hubla,
adalah sebagai berikut: Rifa`ah bin Amr bin Zaid bin Amr bin Tṡa'labah bin Malik bin Salim bin
Ghanim. Ikut Perang Badar. Ia adalah Abu Al-Wālid, `Uqbah bin Wahb bin Kaldah bin Al-Ja'du
bin Ḣilal bin Al-Ḣaritṡ bin `Amr bin Adi bin Jusyam bin Aūf bin Buḥtṡah bin `Abdullah bin
Ghaṭhafan bin Sa`ad bin Qais bin Aīlan, sekutu Bani Salim bin Ghanim. Ikut Perang Badar dan
termasuk orang yang mendatangi Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di Makkah. Ia seorang
Muḥajir dan Anṣhar sekaligus. Ibnu Ḥisyam berkata: Total dari Bani Salim bin Ghanim
berjumlah dua orang.

Dari Bani Sa`idah bin Ka`ab bin Al-Khazraj adalah sebagai berikut; Sa`ad bin `Ubadah bin
Dulaīm bin Ḥaritṡah bin Abu Ḣuzaimah bin Tṡa'labah bin Tharif bin Al-Khazraj bin Sa`idah. Ia
termasuk pemimpin di baiat `Aqabah pertama, Al-Mundzir bin Amr bin Khunais bin Ḥaritṡah
bin Laudẓan bin `Abdu Wadd bin Zaid bin Tṡa'labah bin Jusyam bin Al-Khazraj bin Sa`idah. Ia
termasuk pemimpin di baiat Aqabah Pertama. Ikut Perang Badar dan Perang Uhud dan mati
syahid pada Perang Bi`ru Ma`unah, saat itu ia berstatus panglima perang Rasūlullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam. Tentang Al-Mundẓir bin Amr dikatakan:Ia bersegera berjalan untuk mati.
Total dua orang.

Ibnu Ishā`q berkata: Dengan demikian, total orang-orang yang ikut hadir dalam baiat Aqabah
Kedua dari Al-Aus dan Al-Khazraj adalah tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang
perempuan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kedua wanita tersebut ikut membaiat Rasūlullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak menjabat tangan mereka dalam baiat. Beliau
hanya mengambil baiat mereka saja. Manakala wanita-wanita itu telah menyatakan baiat, beliau
bersabda: "Pergilah, karena aku telah membaiat kalian."67

67 HR Bukhāri pada haditṡ no. 5288 dan muslim 1866

Dari Bani Mazin bin An-Najjar adalah Nasibah binti Ka`ab bin `Amr bin Auf bin Mab dẓul bin
`Amr bin Ghanim bin Mazm atau yang dikenal dengan Ummu Imarah. Ia menyertai Rasūlullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam dengan ditemani saudara perempuannya dalam peperangan,
suaminya bernama Zaid bin Ashim bin Ka`ab, kedua anaknya yaitu Ḥabib bin Zaid dan
`Abdullah bin Zaid. Anaknya, Ḥabib ditawan Musailamah Al-Kadẓdzab Si Pendusta Al-Ḥanafi,
Penguasa Yamamah. Musailamah Al-Kadzdzab Al- Hanafi bertanya kepada Habib, "Apakah
engkau bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?" Ḣabib bin Zaid menjawab, "Ya."
Musailamah Al-Kadẓdẓab bertanya, "Kalau begitu, apakah engkau juga bersaksi bahwa aku
utusan Allah?" Ḥabib menjawab: "Pergilah kau ke neraka." Setelah itu, Musailamah Al-
Kadẓdẓab memutilasi tubuh Ḥabib bin Zaid hingga ia meninggal dunia di tangannya. Setiap kali
nama Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam disebutkan pada Ḥabib bin Zaid, ia menyatakan
beriman kepada beliau dan mengucapkan shalawat untuk beliau dan setiap kali nama Musailmah
Al-Kadẓdab Si Pendusta disebutkan padanya, ia berkata: "Pergilah ia ke neraka." Kemudian
Ummu Imarah bersama kaum Muslimin berangkat menuju Yamamah. Ia terlibat langsung ke
medan perang hingga akhirnya Allah menewaskan Musailamah. Dari Yamamah ia pulang
dengan membawa dua belas luka akibat tikaman dan pukulan senjata.

Ibnu Ishāq berkata: Kisah tentang Ummu Imarah ini diceritakan kepadaku oleh Muhammad bin
Yaḥya bin Ḥibban dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha'shaah.

Ibnu Ishāq berkata: Dari Bani Salimah adalah Ummu Mani`. Nama lengkapnya Asma` binti
`Amr bin Adi bin Nabī bin Amr bin Sawwad bin Ghanim bin Ka`ab bin Salimah.

Awal Mula Diwajibkannya Perang Kepada Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam

Ibnu Ḥisyam berkata: Ziyad bin `Abdullah Al-Bakkai berkata kepadaku dari Muhammad bin
Ishaq Al- Muṭhalibi ia berkata: Rasūlullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam di awal-awal dakwahnya
kepada Allah, beliau tidak diizinkan membalas perlakuan kaum Quraisy, apalagi sampai
memerangi mereka. Beliau hanya diperintahkan berdakwah dengan damai, bersabar dan
memaafkan tindakan mereka. Kala itu, orang-orang Quraisy setiap menjumpa kaum Muhajirin
yang mengikuti beliau maka mereka menyiksanya agar bisa memurtadkan mereka dari Islam dan
kalau tidak bisa maka orang-orang Quraisy tersebut akan mengusir mereka dari negeri mereka.
Di antara mereka ada yang lari ke Ḥabasyah, ada yang lari ke Madinah dan ada yang lari ke
negeri-negeri lain.

Di tengah-tengah krisis seperti itu maka Allah mengizinkan Rasūl-Nya Shallalahu 'alaihi wa
Sallam berperang, melawan orang- orang yang menzalimi kaum Muslimin dan menindas
mereka. Ayat pertama yang turun kepada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang
mengizinkan beliau berperang, darah dihalalkan bagi beliau dan memerangi orang-orang yang
menindas beliau seperti dikatakan kepadaku dari Urwah bin Zubair dan ulama-ulama lain ialah
firman Allah:
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu)
orang- orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja- gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-
Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang
jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. al-Hajj: 39-41).

Yakni, Aku (Allah) mengizinkan perang kepada mereka, karena mereka telah dizalimi. Jika
menang, maka mereka menegakkan shalat, berzakat, menganjurkan kepada perbuatan baik dan
melarang dari perbuatan mungkar. Mereka yang dimaksud ialah Rasu- lullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam dan para sahabatnya.

Sesudah itu, Allah Tabaraka wa Ta 'ala menurunkan ayat selanjutnya:

Dan perangilah mereka, sehingga tidak ada ada fitnah. (QS. al-Baqarah: 193).

Yakni, agar orang Mukmin tidak difitnah karena agamanya. Allah juga berfirman

Dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. (QS. al-Baqarah: 193).

Maksudnya, agar Allah ditauhidkan

Ibnu lshāq berkata: Ketika Allah Ta`ala mengizinkan Rasūlullah berperang, Rasūlullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan sahabat-sahabatnya kaum Muhajirin dari kaumnya
dan kaum Muslimin yang lain di Makkah untuk hijrah ke Madinah dan bergabung dengan
saudara-saudara mereka, kaum Anshar. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya kalian akan memiliki saudara-saudara dan negeri yang akan menjadikan kalian
merasa aman di dalamnya." Lalu kaum Muslimin Makkah pun hijrah ke Madinah secara
bergelombang, sementara Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tetap berada di Makkah
menunggu izin dari Tuhannya untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Izin kepada Kaum Muslimin Makkah untuk Hijrah ke Madinah

Ibnu lshāq berkata: Orang yang pertama kali hijrah ke Madinah dari Bani Makhzum adalah
`Abdullah bin `Abdul Asad bin Ḥilal bin `Abdullah bin `Umar bin Makhzum. Kunyahnya adalah
Abu Salamah. Ia hijrah ke Madinah setahun sebelum terjadinya baiat Aqabah.

Ibnu Ishāq berkata: Abu Ishāq bin Yasar bercerita kepadaku dari Salamah bin `Abdullah bin
`Umar bin Abu Salamah dari neneknya, Ummu Salamah Raḍhiyallahu Anha ia berkata. Tatkala
Abu Salamah akan berangkat hijrah ke Madinah, ia menaikkanku bersama anakku, Salamah bin
Abu Salamah yang berada di dalam pangkuanku ke atas punggung untanya. Ia lalu berjalan
dengan menuntun kami. Saat orang- orang Bani Al-Mughirah bin `Abdullah bin `Umar bin
Makhzum melihatnya, mereka pergi menyongsongnya dan bertanya: "Sepanjang menyangkut
dirimu sendiri maka kami telah bebaskan engkau. Namun bagaimana dengan sahabat (isterimu)
ini (yakni Ummu Salamah)? Atas dasar apa kami akan membiarkannya dia pergi dengannnya
dari negeri ini?" Ummu Salamah berkata: Mereka menarik tali kekang unta dari tangan Abu
Salamah dan mengambilku darinya. Melihat kejadian tersebut, Bani `Abdul Asad, sanak kerabat
Abu Salamah marah besar. Mereka berkata: "Demi Allah, kami tidak akan membiarkan anak
kami di sisi ibunya jika mereka telah mengambil ibunya." Mereka memperebutkan anakku
Salamah, hingga akhirnya Bani `Abdul Asad berhasil mengambil anakku, kemudian mereka
membawanya ke tempat mereka. Sementara aku ditahan Bani Al-Mughirah di kediaman mereka.
Suamiku Abu Salamah tetap hijrah ke Madinah. Aku suami dan anakku masing-masing hidup
terpisah. Setelah peristiwa tersebut, pada setiap pagi aku keluar ke lembah sambil menangis.
Peristiwa ini berlangsung kurang lebih setahun. Suatu hari lewatlah salah seorang sepupuku.
Melihat keadaan diriku, ia merasa kasihan sekali kepadaku. Ia berkata kepada Bani Al-
Mughirah: "Apa kalian tidak punya belas kasih terhadap wanita ini? Dengan kondisinya yang
seperti ini!" Bani Al-Mughirah berkata kepadaku: "Ya sudah, sana, susullah suamimu." Sesudah
itu, Bani `Abdul Asad menyerahkan kembali anakku kepadaku, lalu kami berangkat ke Madinah
menyusul suamiku. Kami hanya berdua tanpa ditemani seorangpun saat itu sampai kami tiba di
At-Tan`im, dan bertemu dengan Utṡman bin Ṭhalḥhah bin Abu ṬThalḥhah, saudara Bani
`Abduddar. Ia bertanya kepadaku: "Mau pergi ke mana, wahai putri Abu Umayyah?" Aku
menjawab: "Menyusul suamiku di Madinah." Utṡsman bin ṬThalḥhah bin Abu ṬThalḥhah
bertanya: "Kenapa kalian cuma berdua? Demi Allah, kalian harus ditemani." Utṡsman bin
ṬThalḥhah bin Abu ṬThaiḥhah mengambil tali kekang unta, kemudian ia menuntun untaku
dengan cepat hingga kami berhasil tiba di Madinah. Ketika ia melihat desa Bani `Amr bin Auf di
Quba`', ia berkata: "Suamimu ada di desa ini. Masuklah ke dalamnya dengan berkah Allah!'"
Usai mengantarkanku ke Madinah, Utṡsman bin ṬThalḥhah kembali pulang ke Makkah.

Ibnu Ishāaq berkata: Setelah Abu Salamah tiba di Madinah, maka yang menyusulnya ke sana
adalah Amir bin Rabi`'ah sekutu Bani Adi bin Ka`'ab beserta istrinya, Laila binti Abu
ḤHatṡsmah bin Ghanim bin `Abdullah bin Auf bin `Ubaid bin Uwaij bin Adi bin Ka`'ab.
Kemudian `Abdullah bin Jahsy bin Riab bin Ya`'mur bin Shabirah bin Murrah bin Kabir bin
Ghanim bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah sekutu Bani Umayyah bin Abdu Syams. `Abdullah
bin Jahsy membawa hijrah istri dan saudaranya, `Abd bin Jahsy yang lebih dikenal dengan nama
Abu Ahmad. Abu Ahmad adalah seorang tuna netra. Ia mengelilingi Makkah Atas dan Makkah
Bawah tanpa ada yang menuntunnya. Ia juga seorang penyair yang beristrikan Al-Far`'ah binti
Abu Sufyan bin Harb dan ibu Al-Far`'ah bernama Umaimah binti `Abdul Muṭthalib bin
ḤHasyim. Rumah `Abdullah bin Jahsy karena semua peng huninya hijrah ke Madinah. Suatu
ketika, Utbah bin Rabi`'ah, berjalan melewati rumah Abdullah bin Jahsy, saat itu ia melihat pintu
rumah tersebut bargerak-gerak oleh hembusan angin seolah-olah di dalamnya tidak ada
penghuninya. Ketika ia melihat rumah tersebut, ternyata dugaannya benar, ia menghela nafas
panjang, kemudian ia berkata:

Semua rumah, walau sekian lama ia sejahtera akhirnya Suatu waktu ia akan ditimpa musibah dan
dan bencana
Ibnu ḤHisyam berkata: Bait di atas adalah milik Abu Duwad Al-Iyadi dalam kumpulan syair-
syairnya.

Ibnu Ishāaq berkata: Utbah bin Rabi`'ah berkata: "Rumah Bani Jahsy kini kosong tanpa
penghuni." Abu Jahal berkata: "Tiada seorangpun yang akan meratapi rumah itu." Labid bin
Rabi`ah berkata:
Semua Bani ḤHurrah akhirnya adalah sedikit Walaupun jumlah mereka demikian banyak
Kemudian Abu Jahal berkata: "Ini semua gara-gara ulah anak saudara Si Fulan. Ia memecah
belah persatuan kita, dan memutus hubungan di antara kita."

Di Madinah Abu Salamah bin Abdul As`ad, Amir bin Rabi'ah, `Abdullah bin Jahsy dan saudara
`Abdullah bin Jahsy, yaitu Abu Ahmad bin Jahsy tinggal di rumah Mubasysyir bin `Abdul
Mundzir bin Zanbar di Quba`' di Bani `Amr bin Auf. Setelah itu, kaum Muhajirin baik yang laki-
laki ataupun wanita hijrah ke Madinah secara bergelombang. Mereka adalah Bani Dudan yang
telah masuk Islam, lalu di susul `Abdullah bin Jahsy, saudara Abdullah bin Jahsy yang bernama
Abu Ahmad bin Jahsy, Ukasyah bin Mihshan, Syuja`' bin Wahb, Uqbah bin Wahb, Arbad bin
ḤHumayyirah,
Ibnu Hisyam berkata: Ada yang mengatakan Ibnu ḤHumayrah.

Ibnu Ishāaq: Kemudian diikuti Munqidẓz bin Nubatah, Sa'id bin Ruqaisy, Mahraj bin Nadhiah,
Yazid bin Ruqaisy, Qais bin Khabir, `Amr bin Mihshan, Malik bin Amr, Shafwan bin `Amr,
Tṡsaqaf bin `Amr, Rabi`'ah Aksyam, Az-Zubayr bin Ubaydah, Tammam bin bin Ubaydah,
Sakhbarah bin Ubaydah dan Muhammad bin `Abdullah bin Jahsy.

Sementara yang wanita, mereka adalah Zainab binti Jahsy, Ummu ḤHabib bi Jahsy, Judzamah
binti Jandal, Ummu Qais binti Mihshan, Ummu Habib binti Tsumamah, Aminah binti Ruqaisy,
Sakhbarah binti Tamim dan Hamn binti Jahsy.

Hijrahnya Umar bin Khaṭthṭthab dan Kisah Ayyasy

Ibnu Ishāaq berkata: `Umar bin Khaṭthṭthab dan Ayyasy bin Abi Rabi`'ah Al-Makhzumi lalu
berhijrah ke Madinah.
Nafi`' eks budak `Abdullah bin `Umar bercerita kepadaku dari `Abdullah bin `Umar dari
ayahnya, `Umar bin Khaṭthṭthab ia berkata: Sebelum kami berangkat hijrah ke Madinah, aku,
Ayyasy bin Abu Rabi`'ah dan ḤHisyam bin Al-Aṣsh bin Wail Aṣs-ṢSahmi bersepakat terlebih
dahulu untuk bertemu di Tanadhub, di reruntuhan pohon Adat bin Ghifar di atas Sarif. Kami
berkata: "Seandainya besok salah seorang dari kita tidak berada di tempat tersebut, berarti telah
terjadi sesuatu padanya dan bagaimanapun dua orang lainnya tetap harus berangkat ke Madinah."
Pagi harinya, aku dan Ayyasy bin Abu Rabi`'ah berada di Tanadhub. ḤHisyam bin Al-Aṣsh tidak
datang ke tempat tersebut, karena ia mendapat siksaan.

Tiba di Madinah, kami beristirahat di Bani Amr bin Auf di Quba`'. Abu Jahal bin ḤHisyam dan
Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam berangkat Madinah untuk menemui Ayyasy bin Abu Rabi`'ah. Ayyasy
bin Abu Rabi`'ah ada- lah paman keduanya dan saudara seibu keduanya. Abu Jahal bin ḤHisyam
dan Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam tiba di Madinah pada saat Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam masih berada di Makkah. Keduanya berbicara dan berkata dengan Ayyasy bin Abu
Rabi`'ah: "Ibumu bersumpah, bahwa ia tidak akan menyisir rambutnya hingga ia melihatmu dan
ia tidak akan terus berteduh di bawah sinar matahari hingga melihatmu." Ayyasy bin Abu
Rabi`'ah terenyuh hatinya mendengar cerita keduanya. Aku berkata kepada Ayyasy: "Wahai
Ayyasy, demi Allah, sesungguhnya dua orang Quraisy ini hanya menipumu, mereka ingin
memurtadkanmu dari Islam, maka waspadalah dari tipudaya mereka. Demi Allah, jika ibumu
terganggu oleh gatalnya kutu, pastilah ia menyisir rambutnya dan jika terik matahari Makkah
membara, pastilah ia berteduh." Ayyasy bin Abu Rabi`'ah berkata: "Aku akan membayar sumpah
ibuku. Di sana, aku mempunyai sejumlah uang dan aku akan mengambilnya." Aku berkata
kepada Ayyasy bin Abu Rabi`'ah: "Janganlah engkau pergi bersama Abu Jahal bin ḤHisyam dan
Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam." Ayyasy bin Abu Rabi`'ah mengacuhkan saranku ia lebih tertarik
pulang bersama Abu Jahal bin ḤHisyam dan Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam. Ketika akan berangkat
pulang ke Makkah, aku katakan kepada Ayyasy, "Jika engkau akan tetap bersikukuh melakukan
apa yang engkau inginkan, ambillah untaku ini, karena ia unta yang lincah dan penurut dan
tetaplah berada di atas punggungnya. Jika engkau mencium ada sesuatu yang mencurigakan pada
mereka berdua ini, selamatkan dirimu dengan unta ini." Kemudian Ayyasy bin Abu Rabi`'ah
pulang ke Makkah bersama Abu Jahal bin ḤHisyam dan Al-ḤHarits bin ḤHisyam.

Di tengah jalan, Abu Jahal bin ḤHisyam berkata kepada Ayyasy bin Abu Rabi`'ah, "Demi Allah,
wahai saudaraku, sepertinya saya keliru dalam memilih untaku ini. la tidak bisa berjalan
mengiringi untamu." Ayyasy bin Abu Rabi`'ah berkata: "Ya betul." Kemudian Ayyasy bin Abu
Rabi`'ah turun dari untanya. Begitu juga Abu Jahal bin ḤHisyam dan Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam.
Ketika mereka bertiga berada di atas tanah, tiba-tiba Abu Jahal bin ḤHisyam dan Al-ḤHaritṡs
bin ḤHisyam mengikat Ayyasy bin Abu Rabi'ah, membawanya masuk Makkah dan
menyiksanya.
Ibnu lshāaq berkata: Sebagian keluarga Ayyasy bin Abu Rabi`'ah berkata kepadaku, ketika Abu
Jahal bin ḤHisyam dan Al-ḤHaritṡs bin ḤHisyam membawa Ayyasy bin Abu Rabi`'ah
memasuki Makkah. Keduanya membawa Ayyasy dalam keadaan terikat di malam hari.
Keduanya berkata: "Hai orang-orang Makkah, coba kalian lihat orang bodoh ini."

Surat Umar bin Khaṭṭttab Pada ḤHisyam bin Al-'Ash


Ibnu lshāaq berkata: Nafi`' bercerita kepadaku dari `Abdullah bin `Umar dari `Umar bin
Khaṭthṭthab dalam kisahnya. `Umar bin Khaṭthṭthab berkata: Allah tidak menerima taubat orang
yang murtad karena takut siksa, yaitu mereka yang mengenal Allah, kemudian kembali kafir
karena tidak tahan dengan cobaan yang menderanya. Tatkala Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam tiba di Madinah, Allah Ta`'ala mewahyukan padanya ayat tentang mereka, tentang
ucapan kami dan ucapan mereka terhadap diri mereka:

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah YangMaha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah
kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu
kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak
menyadarinya (QS. az-Zumar: 53-55).
`Umar bin Khṭathṭthab melanjutkan: "Maka aku tulis ayat di atas dalam lembaran, kemudian aku
kirimkan kepada ḤHisyam bin Al-Aṣshi. ḤHisyam bin Al-Aṣshi berkata: Dia berkata: ḤHisyam
bin al-Aṣshi berkata: "Tatkala surat tersebut sampai padaku, aku membawanya di Dzi Thuwa
untuk dibaca. Saat aku baca surat tersebut, aku tidak bisa memahaminya, hingga aku berkata:
"Ya Allah, karuniakan pemahaman kepadaku!" Kemudian Allah menganugrahi pemahaman ke
dalam hatiku, bahwa ayat tersebut diturunkan tentang kami, apa yang kami katakan untuk diri
kami dan apa yang diucapkan tentang kami. Aku segera menaiki untaku, kemudian pergi
menyusul Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam yang saat itu sudah berada di Madinah.

Al-Wāalid bin Al-Wāalid bin Al-Mughirah Keluar Menuju Mekah Membawa Ayyasy bin Abi
Rabi`'ah dan ḤHisyam bin Al-Ash

ḤHisyam berkata: Orang yang aku percayai bercerita kepadahu bahwa Rasūulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam saat berada di Madinah pernah bersabda: "Siapa yang bisa membebaskan
Ayyasy bin Abu Rabi`'ah dan ḤHisyam bin Al-Aṣsh untukku?" Al-Walid bin Al-Walid bin Al-
Mughirah berkata: "Aku!" Kemudian Al-Wāalid bin Al-Wāalid bin Al- Mughirah keluar
Madinah menuju Mekkah dan tiba di sana tanpa seorangpun tahu. la bertemu seorang wanita
yang membawa makanan. Ia bertanya kepada wanita tersebut: "Boleh aku tahu ke mana kau akan
pergi dengan makanan itu?" Wanita tadi menjawab: "Aku akan pergi kepada Ayyasy dan Hisyam
yang sedang ditahan." Al-Wāalid bin Al-Wāalid bin Al-Mughirah mengikuti wanita itu hingga ia
tahu tempat dua orang yang ditahan itu. Kedua orang itu ditahan di rumah yang tidak dipasangi
genteng. Sore harinya, Al-Wāalid bin Al-Wāalid bin Al- Mughirah memanjat tembok rumah
tersebut dan membebaskan Ayyasy dan ḤHisyam. Setelah itu, Al- Wāalid bin Al-Wāalid bin Al-
Mughirah menaikkan Ayyasy bin Abu Rabi`'ah dan ḤHisyam bin Al-Aṣsh ke atas punggung
untanya. Kemudian ia tuntun unta yang membawa keduanya hingga sampai di Madinah di
tempat Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam.

Rumah-rumah Penampungan Kaum Muhajirin di Madinah

Ibnu Ishāaq berkata: Saat tiba di Madinah, `Umar bin Khaṭthṭthab disertai keluarganya, kaumnya
yang hijrah, saudaranya yang bernama Zaid bin Khaṭthṭthab, `Amr bin Suraqah bin Al-
Mu`'tamir, `Abdullah bin Al-Mu`'tamir, Khunais bin ḤHudẓzafah As-Sahmi suami putrinya
yang bernama ḤHafshah binti `Umar bin Khaṭthṭthab. Sepeninggal suaminya, ḤHafshah dinikahi
Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Sa'id bin Zaid bin `Amr bin Nufail, Waqid bin
`Abdullah At-Taimi, sekutu mereka, Khauli bin Abu Khauli, Malik bin Khauli, sekutu mereka.
Dan anak-anak Al-Bukair yang empat orang yaitu: Iyas bin Al-Bukair, Aqil bin Al-Bukair, Amir
bin Al-Bukair dan Khalīid bin Al-Bukair, sekutu mereka dari Bani Sa`'ad bin Laits; mereka
tinggal di rumah Rifa`'ah bin `Abdul Mundẓzir bin Zanbar di Bani `Amr bin Auf di Quba. Iyas
bin Rabi`'ah juga ikut tinggal di rumahnya ketika ia tiba di Madinah.

Setelah itu kaum Muhajirin secara bergelombang mendatangi Madinah. ṬThalḥhah bin
`Ubaidillah bin Utṡsman dan Sḥhuhaib bin Sinan tinggal di rumah Khubaib bin Isaf, saudara
Balḥharitṡs bin AI-Khazraj di As-Sunh. Ada yang mengatakan, ṬThalḥhah bin `Ubaidillah
tinggal di rumah As`'ad bin Zurarah, saudara Bani An-Najjar.
Ibnu ḤHisyam berkata: Aku mendapat in- formasi dari Abu Utṡsman An-Nahdi bahwa ia
berkata: Tatkala Shuhaib Ar-Rumi akan berangkat hijrah, orang-orang Quraisy berkata
kepadanya: "Dulu engkau miskin dan hina, lalu kami membuatmu kaya dan menjadi terhormat.
Apakah setelah itu engkau akan pergi begitu saja dengan membawa kekayaanmu dan dirimu?
Demi Allah, ini adalah hal yang sangat memalukan!" Shuhaib berkata kepada mereka: "Apa
maksud kalian aku harus menyerahkan kembali harta kekayaan ini pada kalian?" Mereka
menjawab: "Ya." Shuhaib berkata: "Jika demikian aku serahkan semua kekayaanku kepada
kalian." Peristiwa ini di dengar Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam kemudian beliau
bersabda: "Shuhaib telah selamat dan ia sungguh beruntung."

Ibnu Ishāaq berkata: Setelah itu datanglah Hamzah bin `Abdul Muṭthalib, Zaid bin ḤHari tṡsah,
Abu Martsad Kannaz bin ḤHishn. Ibnu ḤHisyam berkata: Abu Martsad Kannaz adalah anak
ḤHushain, anak Kannaz bin Hishn yang bernama Martsad Al-Ghanawiyyan, sekutu Hamzah bin
Abdul Muṭthalib, Anasah dan Abu Kabsyah -keduanya mantan budak Rasūulullah Shallalahu
'alaihi wa Sallam- mereka menetap di rumah Kultsum bin Hidam, saudara Bani `Amr bin Auf di
Quba. Ada yang mengatakan mereka menetap di rumah Sa'ad bin Khaitsamah. Ada lagi yang
menceritakan Hamzah bin `Abdul Muṭthalib menetap di rumah As`'ad bin Zurarah, saudara Bani
An-Najjar.
Adapun Ubaid bin Al-ḤHarits bin Al-Muṭthṭthalib, Ath-Thufail bin Al-ḤHaritṡs, Al-ḤHushain
bin Al-ḤHaritṡs, keduanya saudara Ubaid, Misthah bin Utṡsatṡsah bin Ibad bin Al-Muṭthalib,
Suwaibiṭth bin Sa`'ad bin Harmalah saudara Bani `Abduddar, ṬThulaib bin `Umair saudara Bani
`Abd bin Qushay dan Khabbab eks budak `Utbah bin Ghazwan tinggal di rumah `Abdullah bin
Salimah saudara Bal`'ijlan di Quba`'.

Sementara `Abdurrahman bin Auf bersama sejumlah kaum Muhajirin, mereka menetap di rumah
Sa`'ad bin Ar-Rabi`' saudara Bani Al-ḤHaritṡs bin Al-Khazraj di pemukiman Al- ḤHaritṡs bin
Al-Khazraj.
Adapun Zubair bin Awwam dan Abu Sab- rah bin Abu Ruhm bin `Abdul Uzza tinggal di rumah
Mundẓzir bin Muhammad bin Uqbah bin Uhaihah bin Al-Julaj di Al-Uṣshbah di komplek Bani
Jahjabi.

Mush`'ab bin Umair, saudara Bani `Abduddar menetap di rumah Sa`'ad bin Mu`adz bin An-
Nu`'man, saudara Bani `Abdul Asyhal tinggal di perkampungan Bani `Abdul Asyhal.

Abu Hudẓzaifah bin `Utbah bin Rabi`'ah, Salim eks budak Hudẓzaifah. Ibnu Hisyam berkata:
Salim eks budak Abu Hudẓzaifah adalah Saibah, budak yang dimerdekakan yang hak
kepemilikannya tidak diserahkan pada pemiliknya, milik Tṡsubaytah binti Ya`'ar bin Zaid bin
Ubaid bin Malik bin `Amr bin Auf bin Malik bin Al-Aus. Tṡsubaytah memutus hak pemilikan
Salim kemudian Abu Hudẓzaifah bin `Utbah bin Rabi`'ah mengadopsinya. Maka dipanggillah
dia dengan Salim eks budak Abu Hudẓzaifah. Ada lagi yang mengatakan Tsubaytah adalah istri
Abu Hudzaifah bin `Utbah, kemudian Tsubaytah memerdekakan Salim, maka dikatakan bahwa
Salim adalah mantan budak Abu Hudẓzaifah.

Ibnu Ishāaq berkata: Dan `Utbah bin Ghaz- wan bin Jabir menetap di rumah Ibad bin Bisyr bin
Waqsy, saudara Bani `Abdul Asyhal di komplek permukiman `Abdul Asyhal.
Utṡsman bin `Affan menetap di rumah Aus bin Tṡsabit bin Al-Mundẓzir saudara Hassan bin
Tṡsabit di perumahan Bani An-Najjar. Oleh karena itu Hassan bin Tṡsabit amat mencintai
Utṡsman bin `Affan dan begitu berduka saat mendengar dia dibunuh.

Sementara para bujangan kaum Muhajirin semuanya tinggal di rumah Sa`'ad bin Khaitṡsamah.
Karena diajuga seorang bujangan. Wal- lahu a'lam, mana yang paling benar.

Hijrahnya Rasūulullah dan Berbagai Macam Tantangan yang Dihadapi

Ibnj Ishāaq berkata: Meski para sahabat telah hijrah ke Madinah, Rasūulullah Shallalahu 'alaihi
wa Sallam masih tetap menetap di Mak- kah menunggu diizinkan untuk hijrah. Hampir seluruh
kaum Muhajirin telah hijrah ke Madinah, kecuali sahabat yang ditahan atau orang yang disiksa,
dan `Ali bin Abu ṬThalib serta Abu Bakar bin Abu Quhafah. Abu Bakar sudah beberapa kali
memohon kepada Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam agar bisa hijrah ke Madinah, namun
beliau selalu bersabda kepadanya: "Jangan terburu-buru, semoga Allah memberimu teman untuk
hijrah." Abu Bakar merasa tersanjung bila ia bisa menemani Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam berhijrah.

Pemuka-Pemuka Quraisy Berkumpul dan Bermusyawarah Membicarakan Rasūulullah

Ibnu Ishāaq berkata: Tatkala orang-orang Quraisy menyadari bahwa pengikut dan sahabat-
sahabat Rasūulullah semakin bertambah banyak di negeri lain selain negeri mereka dan hijrahnya
kaum Muhajirin ke Madinah secara bergelombang, mereka pun mulai mengambil ancang-ancang
menyusun strategi baru agar bisa menghalangi hijrahnya Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa
Sallam ke Madinah. Mereka juga menyadari bahwa kaum Muslimin telah bersepakat untuk
memerangi mereka. Karena itulah, mereka segera menyelenggarakan rapat di Daar An-Nadwah
membahas Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam. Semula Daar An-Nadwah adalah rumah
milik Qushay bin Kilab. Orang-orang Quraisy selalu memutuskan setiap perkara, melainkan
mereka bermusyawarah di rumah ini. Di Daar An- Nadwah ini pula, mereka menggelar rapat
membahas Rasūulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tatkala mereka khawatir kepada beliau.

Ibnu Ishāaq berkata: Seseorang dari sahabatku yang sangat jujur berkata kepadaku dari
`Abdullah bin Abu Najih dari Mujahid bin Jabr Abu Al-Hujjaj dan dari orang lain yang tidak aku
sangkal kejujurannya dari `Abdullah bin Abbas Raḍdhiyallahu `Anhuma ia berkata: Orang-orang
Quraisy akhirnya menyelenggarakan rapat di Daar An-Nadwah guna membahas Rasulullah
Shallalahu 'alaihi wa Sallam, pada hari Yawmu Az-Zahmah. Pada hari itu, mereka dicegat iblis
yang menjelma menyerupai seorang tua yang berwibawa yang memakai mantel kemudian ia
berdiri di depan pintu Daar An-Nadwah. Ketika orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya
kepadanya: "Siapa Anda?" Iblis menjawab: "Aku penduduk Najed. Aku dengar kalian akan
mengadakan rapat membahas Muhammad. Aku ingin menyertai rapat kalian agar kalian bisa
mendengarkan pendapat dan nasihat dariku." Orang-orang Quraisy berkata: "Baik, silahkan
masuk!" Iblis pun masuk bersama mereka.

Pemuka-pemuka Quraisy dari Bani Syams yang ikut hadir di Daar An-Nadwah adalah `Utbah
bin Rabi`'ah, Syaibah bin Rabi`'ah dan Abu Sufyan bin Harb.
Dari Bani Naufal bin `Abdu Manaf adalah sebagai berikut: ṬThu`'aimah bin Adi, Jubayr bin
Muth`'im, Al- ḤHaritṡs bin Amir bin Naufal.

Anda mungkin juga menyukai