Anda di halaman 1dari 7

Ujian Tengah Semester

Program Magister Ilmu Komunikasi


Universitas Budi Luhur
Sabtu, 27 November 2021, pk 08.00-10.30

NAMA : Yuliana Choerul Reza


NIM : 2071600296
Jawaban :
1. Perbedaan prinsip-prinsip paradigma objektif/ilmiah/deduktif/positvis dengan
paradigma interpretif/konstruktivis/induktif dan paradigma kritis

Ontologi Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang ada)”
Rodric (1972: 105)1 artinya ilmu yang membahas keberadaan. Paradigma positivis
menganut ontologi realisme yang menyakini bahwa realitas sosial ada (exist) dan
berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law)2. Maksudnya realitas dianggap
seragam dan statis. Dimana manusia dianggap pasif tidak memilki kehendak sendiri
dan manusia dikontrol oleh lingkungan sehingga dapat diramalkan. Sedangkan
Paradigma Interpretive secara ontologi merupakan kritik terhadap critical realism
bahwa realitas memang bersifat objektif sesuai dengan hukum alam, tetapi tidak
sepenuhnya dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Artinya realitas ganda tidak
sama, dinamis, dapat dikonstruksikan dan di negosiasikan. Dimaana manusia
dianggap aktif berkemauan bebas, tidak sepenuhnya dikontrol oleh lingkungan dan
tidak sepebuhnya dapat diramalkan. Paradigma Kritis secara ontologi menyakini
bahwa realitas diciptakan secara bersama oleh peneliti dan subjek penelitian dalam
dunia dan pikiran sosial. Artinya realitas bersifat palsu.

Epistemologi didefinisikan sebagai ... the theory of knowledge embedded in the


theorical perspective and thereby in the methodology (Crotty, 198:3)3 artinya
mengkaji sumber pengetahuan yaitu metode. Paradigma Positivistik menganut
epistemologi Dualist dan Objektivist dimana penelitin ditempatkan di belakang layar
untuk mengobservasi hakikat realitas apa adanya untuk menjaga objektifitas temuan.
Maka dari itu metodologi emperis yaitu berupa ekperimental, korelasional, dan
survei. Sedangkan paradigma Interpretive menganut Modified dualist objectivist.
Dimana Hubungan antara penelitidan subjek penelitian bersifat akrab dan tidak daapt
dipisahkan, interaktif timbal balik, berjangkalama biasanya meneliti hal-hal khusus,

1
Terminologi filsafat adalah “pecinta hikmah atau kebijaksanaan” [Nyong Eka Teguh Iman Santosa, FENOMENA
PEMIKIRAN ISLAM, (Sidoarjo: UruAnna Books, 2015), hal. 47
2
Abdul Malik dan Aris Dwi Nugroho, MENUJU PARADIGMA PENELITIAN SOSIOLOGI YANG INTEGRATIF, Volume 10
no 2. April 2016
3
Deddy N Hidayat, Metodelogi Penelitian Dalam sebuah Multi-Paradigma Science, Mediator 2002
perilaku tersembunyi, perilaku yang punya makna historis, sampel kecil/purposif.
Paradigma Kritis menganut epistemologi subjektif kritis. Peneliti membongkar
struktur sosial dengan menggali dan menempatkan peneliti dalam bagian yang diteliti
atau ikut serta didalamnya4.

Sumantri (1996) menyatakan aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dan pengetahuan yang diperoleh5. Paradigma Positivistik secara aksiologi
nilai dan etika dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. Paradigma
Interpretive nilai, etika dan pilihgan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari
penelitian. Sedangkan Paradigma Kritis nilai, etika, dan pilihan moral merupakan
bagian tak terpisahkan dari penelitian dimana peneliti sebagai passionate-
participant6.

2. Komunikasi antarbudaya lebih cocok diteliti secara kualitatif? Jelaskan secara


komprehensif
Tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi, seperti yang dinyatakan Hall
“Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya” dengan kata lain ketika
membahas komunikasi dan budaya sulit untuk memutuskan mana yang menjadi
suara mana yang menjadi gemanya, karena mempelajari budaya melalui komunikasi
dan pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya7.
Andrea L.Rich dan Dennis M.Ogawa menyatakan dalam buku Intercultural
Communication,A Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara
orang-orang yang berbeda kebudayaannya, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras
dan kelas sosial8.
Artinya komunikasi antarbudaya berdasarkan gunung es budaya ini memiliki
komunikasi yang kompleks dimana terdapat perilaku, kebiasaan, bahasa, tradisi,
kepercayaan keagamaan, penampilan, pakaian, norma, aturan dan masih banyak lagi
yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dimana realitas sosial yang ada bersifat
rumit, dinamis dan semua entitas secara simultan saling mempengaruhi. Antara satu
individu satu dengan lainya memiliki kehendak bebas. Maka dari itu sesuai dengan
pendekatan kualitatif meneliti hal-hal khusus, perilaku tersembunyi, perilaku yang
punya makna historis, sampel kecil/purposif.

3. Jelaskan inti teori fenomenologi dari Alfred Schutz, teori interaksi simbolik dari
George H. Mead, dan teori dramaturgi dari Erving Goffman (cari uraian yang paling

4
Ibid
5
Abdulhak, I. (2008). Filsafat ilmu pendidikan. Bandung:Remaja Rosdakarya.
6
Deddy N Hidayat, Metodelogi Penelitian Dalam sebuah Multi-Paradigma Science, Mediator 2002
7
Deddy Mulyanan & Jalaludin Rakhmat. Komunikas Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang
Berbeda Budaya.(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2006), hal 2
8
Alo Liliweri. Makna Budaya dalam Komuinikasi Antarbudaya. ( Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang, 2009), hal
12
relevan), dan berikan contoh penelitiannya dari buku Deddy Mulyana (“Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bagian II, cukup judul penelitian dan penulisnya)

Inti dari Teori fenomenologi dari Alfred Schutz


Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya
dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia
keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.
Contoh penelitiannya : Politik Jenis Kelamin di Tempat Kerja : Dunia Interaksi Polisi
Wanita – Susan E Martin

Inti dari Teori interaksi simbolik George H. Mead adalah teori tentang “diri” (self)
dimana terletak pada konsep “pengambilan peran orang lain” (talking the role of the
other). Suatu sikap yang dimiliki seseorang membangkitkan sika serupa dalam upaya
sosial. Bahwa perilaku khas manusia adalah perilaku berdasarkan apa yang
disimbolisasikan oleh situasi. Contoh penelitiannya: Mengindonesia di Australia :
Perubahan dan Kesinambungan Identitas Etnik - Deddy Mulyana

Inti dari Teori dramaturgi dari Erving Goffman adalah ketegangan antara diri yang
spontana dimana untuk memilihara citra diri yang stabil, orang melakukan
“pertunjukan” perfomance dihadapan khalayak. Goffman memusatkan perhatian
pada dramutugi atau pandangan atas kehidupan sosial sebagai serangkaian
pertunjukan drama di panggung. Bahwa ketika manusia berinteraksi dengan
sesamanya ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain
terhadapnya. Contoh penelitiannya : Kematian Sebagai Pertunjukan : Dramatugi
Pemakaman di Amerika Ssserikat – Ronny E. Turner dan Charles Edgley.

4. Konstruk Derajat ke-2? Apa bedanya dengan Konstruk Derajat ke-1? Berikan contoh
Konstruk Derajat ke-2 dari buku Deddy Mulyana (“Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bagian II).

Konstruk derajat pertama temuan data awal sedangkan konstruk derajat keua yaitu
konsep harus sedekat mungkin dengan realitas yang akan diangkat (termasuk
pemilihan istilah). Konsep harus dirundingkan dengan subjek penelitian. Jika subjek
tidak setuju, konsep harus dirumuskan ulang. Diskusikan dengan teman sejawat.

Contoh : Pemendaman Identitas : Transformasi Identitas dalam Penjara dengan


Penjagaan Ketat

Kontruksi Derajat pertama :

Kehidupan di penjara identik dengan kekerasan, kecemasan, ketidak pastiandan


ketakutan, begitulah anggapan kebanyakan orang yang berada di luar penjara.
Demikian pula halnya dengan gambaran yang dimiliki paranarapidana yang dihukum
pertama kali. Perubahan identitas yang radikalmungkin muncul dari keterpenjaraan
mereka. Pada saat yang samakesadaran seorang napi akan tantangan terhadap
identitasnya menghasilkanresistensi terhadap perubahan identitas tersebut.

Kontruksi Derajat kedua


5. Buatlah Konstruk Derajat ke-2 versi Anda sendiri lengkap dengan Konstruk Derajat ke-
1 nya (boleh secara tulisan/verbal atau secara diagramatik)

Motif Konsumen Memilih Menonton Film Online Di Masa Pandemi Covid-19

Perubahan iimenonton iisecara iikonvensial iimenjadi iistreaming iivideo ii(SVoD) ini


memiliki iibeberapa iifaktor. iiHasil iipenelitian iidari iiDefy iiMedia iibertajuk Youth
Media iiDiet iimenyebutkan iisekitar ii65 iipersen iiorang iiberusia ii13-24 tahun atau
usia remaja ilebih senang iimenikmati iilayanan iistreaming.

Konstruk derajat pertamanya Motif Konsumen Memilih Menonton Film Online Di


Masa Pandemi Covid-19 adalah Film hanya dijadikan media hiburan.

Konstruk Derajat Kedua yang berhasil ditemukan ditemukan :

Motif Konsumen Memilih Menonton Film Online Di Masa Pandemi Covid-19 sebagai
berikut :
• Menonton film online sebagai Relaksasi setelah beraktifitas
• Menonton film online dijadikan sebagai budaya trend
• Menonton fillm online sudah menjadi habit atau kebiasaan
• Menonton fillm online karena terpaksa keadaan di saat pandemi, bioskop tutup
• Menonton fillm online agar aman tidak keluar rumah
• Menonton fillm online karena banyak waktu senggang di rumah
• Menonton fillm online karena kemudahannya diakses menggunakan
smartphone atau laptop dan fleksibel dapat diakses dimanapun

Jika berdasarkan profesi yang sering mengakses film online sebagai berikut :

SERING MENGAKSES FILM ONLINE

Remaja Ibu Rumah Tangga Karyawan WFH Wiraswasta


Jika berdasarkan aplikasi yang banyak digunakan :
Menurut laporan terbaru dari firma riset Media Partners Asia, Disney Plus Hotstar
menguasai pasar layanan video berlangganan di Indonesia dengan total pelanggan
berbayar 2,5 juta, terpaut jauh dibanding pengguna berbayar Netflix yang mencapai
850.000 pengguna.

Aplikasi yang sering digunakan


6

0
Category 1 Category 2 Category 3

Disney Hotstar Netflix We Tv

Anda mungkin juga menyukai