Anda di halaman 1dari 2

Marihot Bernard

2127357224

Hukum Anti Korupsi dan Pencucian Uang

1. a. Apabila kita mengacu pada pengertian tindak pidana korupsi berdasarkan UU


No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, maka unsur-unsur dari tindak pidana korupsi adalah tindakan melawan
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang
berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.
b. Kasus korupsi yang cukup familiar bagi saya adalah kasus korupsi E-KTP oleh
Setya Novanto. Mantan Ketua DPR Setya Novanto terbukti mengintervensi proses
penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Novanto pun
divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3
bulan kurungan. Novanto menurut majelis hakim terbukti menyalahgunakan jabatan
dan kedudukannya sebagai anggota DPR serta ketua Fraksi Golkar. Novanto
melakukan pembicaraan dan pembahasan terkait penganggaran e-KTP.
Novanto memperkenalkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan
pihak-pihak tertentu di DPR untuk mempermudah proses anggaran e-KTP.
Dari jasa mengurus pembahasan anggaran, Novanto menerima duit total USD 7,3
juta. Duit ini terdiri dari sejumlah USD 3,5 juta yang diberikan melalui Irvanto
Hendra Pambudi Cahyo serta sejumlah USD 1,8 juta dan USD 2 juta yang diberikan
melalui perusahaan Made Oka Masagung. Selain itu, Novanto juga diyakini hakim
menerima 1 jam tangan merek Richard Mille seharga USD 135 ribu. Hakim menyebut
uang USD 7,3 juta tersebut ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu
tidak diterima Novanto.
2. Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) Huruf a UU 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menerangkan bahwa, Pada dasarnya,
Transaksi Keuangan Mencurigakan diawali dari Transaksi antara lain: tidak memiliki
tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas; menggunakan uang tunai dalam jumlah yang
relatif besar dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran; atau
aktivitas Transaksi nasabah di luar kebiasaan dan kewajaran.
Sejatinya menurut saya tidak ada cara yang betul-betuk absolut untuk menghindarkan
diri dari tindak pidana pencucian uang. Upaya pencegahan yang paling maksimal bisa
diupayakan adalah mengetahui latar belakang dari pihak-pihak yang terlibat dengan
transaksi yang akan kita lakukan. Dalam konteks perusahaan jasa seperti bank pihak
bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar bank
atau perusahaan jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang.
Prinsip Mengenal Nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan
prinsip kelima belas dari dua puluh lima Prinsip Dasar Pengawasan Perbankan dan
Efektif Komite Basel (Core Principles for Effective Banking Supervision). Pengenalan
terhadap nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur penerimaan
nasabah, pemantauan nasabah secara berkesinambungan, dan kemudian pelaporan
kepada pihak yang yang berwenang.
3. a. Menurut saya langkah pencegahan terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme yang
terbaik adalah memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pengelolaan dana
publik ataupun kewenangan yang lahir oleh karena bernegara harus
dipertanggungjawabkan kepada publik.
b. Menurut saya sistem pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme secara de jure
memang ada, tetapi lain hal kalau kita berbicara mengenai efektivitasnya. Pasca
perubahan UU KPK, saya melihat memang Kejaksaan lebih pro aktif menangani
kasus korupsi ketimbang sebelumnya. Namun, memang harus diperhatikan karena
bagaimana pun, proses pendirian KPK lahir dari proses politik yang terjadi karena
kurangnya kepercayaan masyarakat atas integritas Kejaksaan dan Kepolisian untuk
penanganan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Anda mungkin juga menyukai