Anda di halaman 1dari 20

Pendudukan Jepang di Indonesia

A. Restorasi Meiji: Awal Modernisasi Jepang Sebelum menjadi negara modern


Jepang merupakan negara feodalis. Mengapa feodalis? Sebab, kekuasaan politik dan
ekonomi dipegang oleh kaisar, shogun (semacam panglima militer), dan daimyo (semacam tuan
tanah/raja lokal). Kekuasaan itu terbentuk secara hierarki dengan puncak kekuasaan di tangan
kaisar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh seorang shogun.
Tahun 1639, Shogun Tokugawa menjalankan kebijakan Sakoku (negara tertutup).
Melalui kebijakan ini, orang asing dilarang masuk ke Jepang dan sebaliknya orang Jepang
dilarang berhubungan dengan orang selain Jepang. Namun, pada kenyataannya, Belanda, Cina,
serta Korea tetap berhubungan dengan Jepang.
Mengapa Jepang menerapkan kebijakan Sakoku (tertutup) dengan bangsa lain? Ada dua
alasan. Alasan pertama, pemerintahan Shogun Tokugawa terancam dengan kehadiran misionaris
dari Spanyol dan Portugis yang menyebarkan agama Katolik. Mereka dituduh ikut campur
urusan dalam negeri. Contohnya, ketika perang antar-shogun mereka memperkenalkan senjata
api dan meriam terhadap salah satu shogun, sedangkan senjata orang Jepang berupa pedang
(katana). Penyebaran agama yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis juga dituding
mengancam kebudayaan asli Jepang.
Alasan kedua ialah mempertahankan supremasi Tokugawa atas pesaingnya, Daimyo
Tozama. Daimyo Tozama adalah daimyo di bawah Shogun Tokugawa, tetapi secara ekonomi
lebih sejahtera karena menjalin hubungan dengan bangsa asing. Apabila Daimyo Tozama tetap
bekerja sama dengan bangsa asing, maka dikawatirkan mereka menjadi kuat sehingga
mengancam kekuasaan Tokugawa.
Pada abad ke-19 (1854), kebijakan Sakoku mulai surut. Tahun 1854, kapal perang
Amerika Serikat (kapal hitam) yang dipimpin oleh Komodor Matthew C. Perry menyerang
Jepang sehingga memaksa pemerintahan Shogun Tokugawa menandatangani Konvensi
Kanagawa pada tahun 1854. Konvensi itu pada intinya menyebutkan bahwa Jepang harus
membuka diri dengan bangsa asing sehingga mengakhiri kebijakan tertutup Jepang yang telah
berlangsung 200 tahun.
Meskipun demikian, hasil Konvensi Kanagawa dianggap menjatuhkan harga diri dan
martabat mereka sehingga tersebar sentimen anti-Barat, bahkan terjadi peperangan yang
kemudian dimenangkan oleh Barat. Karena adanya konflik dan rasa tidak puas tersebut, Barat
menganggap Tokugawa adalah pihak yang paling bertanggung jawab. Untuk itu, ke-shogun-an
Tokugawa dihapus dan kekuasaan Jepang sepenuhnya di tangan kaisar, yaitu Kaisar Komei.
Kemajuan Barat dan terbukanya pelabuhan-pelabuhan di Jepang yang semakin ramai
menyadarkan Jepang betapa terbelakangnya mereka dibanding dengan negara-negara Barat
sehingga Jepang bertekad untuk mengejar ketertinggalan. Pada masa pemerintahan Kaisar Meiji
(anak dari Kaisar Komei), kesadaran mengejar ketertinggalan mulai terwujud melalui berbagai
langkah perubahan besar yang dikenal dengan Restorasi Meiji (1868-1912). Kata “Meiji” berarti
“kekuasaan pencerahan”. Pencerahan yang dimaksud adalah kombinasi kemajuan Barat dengan
nilai-nilai tradisional Jepang. Dengan misi inilah Jepang mengutus pejabat untuk belajar ke
Amerika dan Eropa, yang disebut misi Iwakura.
Sebagai hasil misi Iwakura, Jepang memutuskan untuk mengadopsi sistem politik,
hukum, dan militer dari dunia Barat. Restorasi Meiji kemudian mengubah Kekaisaran Jepang
menjadi negara industri modern sekaligus menjadi kekuatan militer dunia. Berikut ini adalah
beberapa bidang garapan Tenno Meiji yang tercakup dalam gerakan pembaruan itu.
a. Bidang Perindustrian
Dengan mengadopsi teknologi dari Barat, Jepang membangun industri-industri seperti pabrik
senjata, galangan kapal, peleburan besi, dan lain sebagainya. Hasil produksi ini dijual ke pasar
internasional dengan harga relatif murah dibandingkan harga penjualan produk yang sama di
dalam negeri. Kebijakan ini disebut dumping. Hal ini membuat industri dalam negeri Jepang
berkembang pesat.
b. Bidang Perdagangan
Jepang membangun bank-bank yang memungkinkan orang untuk meminjam uang agar
berinvestasi. Jepang membangun pelabuhan-pelabuhan dan kapal-kapal dagang sehingga
perdagangan mengalami kemajuan pesat.
c. Bidang Militer
Jepang gencar membangun angkatan perangnya. Tahun 1873, Jepang menerapkan kebijakan
wajib militer. Jepang juga memesan sebuah kapal perang modern dari Belanda dan untuk
mempelajari ilmu kelautan, Jepang mengirim 16 mahasiswa untuk belajar di Belanda. Jepang
meniru sistem dan strategi dari Jerman dan Inggris. Dalam waktu singkat, Jepang telah
memiliki tentara yang kuat, modern, dan tangguh.
d. Bidang Pendidikan
Jepang menerapkan wajib belajar bagi generasi mudanya. Mereka dididik untuk merasa
memiliki rasa cinta kepada tanah airnya, semangat pantang menyerah dan berani mati
(bushido), serta hormat dan tunduk kepada Kaisar. Pemerintah Jepang juga mengirim
mahasiswa untuk menimba ilmu-ilmu Barat.
e. Bidang Sosial
Menghapus sistem kasta di Jepang. Saat itu, Jepang mempunyai empat kasta. Kasta pertama
adalah kelas kaum terpelajar, kasta kedua adalah petani, kasta ketiga adalah seniman, dan
kasta keempat adalah pedagang. Selain itu, pemerintah juga melarang adat istiadat yang
bersifat feodalis seperti laki-laki memperlihatkan dan memakai kimono, laki-laki
memanjangkan dan mengucir rambut serta ke mana-mana membawa pedang panjang dan
pedang pendek yang menjadi ciri khas kelas samurai.
f. Bidang Hukum
Sistem hukum dan konstitusi mengikuti model Jerman. Sebagai akibat dari industrialisasi itu,
Jepang kemudian menjadi satu-satunya kekuatan besar negara non-Barat di dunia sekaligus
kekuatan utama di Asia Timur dan Asia Tengara dalam waktu 40 tahun.

B. Kemajuan Industri Perluasan Pasar Industri, Dan Keterlibatan Jepang Pada PD II


Jepang sebagai negera industri sebagaimana negara-negara Barat mempunyai tiga
tantangan, yakni 1) pasokan bahan mentah yang stabil, 2) jalur pelayaran yang aman, dan 3)
pasar bagi hasilhasil industrinya. Pada saat yang bersamaan, kepercayaan diri militer Jepang
yang didukung kemajuan ekonomi membangkitkan rasa bangga terhadap negaranya.
Nasionalisme ini berkembang menjadi nasionalisme radikal dalam bentuk keinginan
sebagian warga agar Jepang menjadi negara imperialis. Faktor ekonomi (gold) dan faktor
kejayaan (glory) inilah yang mendorong Jepang menduduki (menjajah) berbagai negara di Asia
termasuk Indonesia menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Pada tahun 1894, Jepang membangun imperium yang sangat luas, meliputi Taiwan,
Korea, Manchuria, serta Cina bagian Utara. Pada tahun 1894 dan 1895, Jepang terlibat perang
dengan Cina (Perang Sino). Perang ini diawali oleh pemberontakan petani terhadap
pemerintahan Korea. Merasa terdesak, pemerintah Korea meminta bantuan kepada Dinasti
Qing dari Cina.
Karena sejak lama Jepang ingin menguasai Korea, maka Jepang memanfaatkan situasi itu
untuk menginvansi Korea. Karena Korea sekutunya Cina, maka Cina protes sehingga antara
Jepang dengan Cina terlibat perang. Perang akhirnya dimenangkan Jepang dan kemudian
membentuk pemerintahan boneka di Seoul. Kekalahan Cina terhadap Jepang ditandai dengan
Perjanjian Shimonoseki yang isinya menyebutkan bahwa Semenanjung Liaodong dan Taiwan
diserahkan kepada Jepang.
Rusia, Jerman, dan Prancis yang semula menduduki Semenanjung Liaodong akhirnya
mundur. Namun, karena Perjanjian Shimonoseki dianggap tidak sah, maka Rusia kembali
menduduki Semenanjung Liaodong yang strategis itu. Untuk pertahanannya, Rusia kemudian
mendirikan Benteng Port Arthur di situ dan menjadikan pangkalan angkatan lautnya di Pasifik.
Tindakan Rusia ini membuat Jepang marah sehingga memicu perang Jepang dengan
Rusia yang bernama “Perang Rusia-Jepang” pada tahun 1894 dan 1895. Dalam perang itu,
tidak terduga Rusia kalah sehingga harus menandatangani Perjanjian Portsmouth yang
diselenggarakan di Amerika Serikat dengan difasilitasi Presiden Roosevelt. Jenderal yang
berjasa dalam kemenangan Jepang atas Rusia adalah Laksamana Togo Heihachiro. Isi
Perjanjian Portsmouth yakni Jepang mendapatkan Pulau Shakalin dan daerah
ManchuriaTindakan Rusia ini membuat Jepang marah sehingga memicu perang Jepang dengan
Rusia yang bernama “Perang Rusia-Jepang” pada tahun 1894 dan 1895. Dalam perang itu,
tidak terduga Rusia kalah sehingga harus menandatangani Perjanjian Portsmouth yang
diselenggarakan di Amerika Serikat dengan difasilitasi Presiden Roosevelt. Jenderal yang
berjasa dalam kemenangan Jepang atas Rusia adalah Laksamana Togo Heihachiro. Isi
Perjanjian Portsmouth yakni Jepang mendapatkan Pulau Shakalin dan daerah Manchuria.

Kemenangan Jepang atas Rusia ini membangkitkan kepercayaan dan harga diri Jepang.
Ternyata, bangsa Asia (ras Mongoloid) dapat mengalahkan bangsa Barat (ras Kaukasoid).
Dampaknya, selain wilayah kekuasaannya semakin luas, juga muncul ambisi tersembunyi yang
tidak hanya ingin menguasai Asia, tetapi juga mengalahkan bangsa-bangsa Barat lainnya.
Ketika Prancis menyerah kepada pasukan Nazi Jerman di Eropa tahun 1941, Jepang
memanfaatkannya dengan menginvansi wilayah jajahan Prancis di Indocina yang meliputi
Kamboja, Laos, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan (tahun 1941), Jerman menginvansi
Rusia. Sebelumnya, pada tahun 1940, terjadi kesepakatan “Pakta Tripartit”, yaitu bersatunya
fasisme Jepang, Italia, dan Jerman dalam “kekuatan poros” yang kemudian hari bersama sama
melawan “kekuatan Sekutu” yang terdiri dari AS, Inggris, dan Prancis dalam Perang Dunia II.
Meski tidak memiliki kepentingan di Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam), sikap
agresi Jepang membuat Amerika Serikat menjadi geram. Pada tahun 1941, Amerika membidani
persekutuan yang disebut ABDACOM (America, British, Dutch, Australian Command) untuk
menghadapi keagresifan Jepang. Selain membuat organisasi, Presiden Roosevelt juga
menerapkan embargo baja dan besi tua kepada Jepang yang kemudian diikuti dengan
pembekuan semua aset-aset Jepang.
Embargo baja dan besi tua ini sungguh memukul telak Jepang karena peralatan militernya
semua terbuat dari baja dan besi tua. Seperti belum cukup, Amerika segera mengembargo
minyak bumi terhadap Jepang. Minyak bumi merupakan penopang utama industri-industri
militer Jepang.
Embargo minyak bumi ini membuat industri militer Jepang menjadi kesulitan sehingga
Jepang dihadapkan pada dua pilihan, hidup atau mati. Jepang bukannya menyerah dengan
situasi, tetapi semakin berambisi menguasai minyak bumi Asia Selatan (India, Bangladesh,
Pakistan, dan lain-lain) serta Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Indonesia, dan lain-lain) untuk
mengatasi embargo minyak bumi Amerika Serikat.
Sebagian wilayah yang menjadi sasaran Jepang itu merupakan jajahan Belanda, termasuk
Indonesia, sehingga Jepang harus menghadapi kekuatan militer terbesar saat itu, yaitu Amerika
Serikat. Di bawah ABDACOM, Amerika Serikat bertanggung jawab melindungi kepentingan-
kepentingan Belanda di Indonesia. Menyerang Indonesia dianggap menyerang ABDACOM.
Untuk mengatasi kekuatan militer itu, Jepang mengambil keputusan, yakni harus terlebih
dahulu melumpuhkan Amerika Serikat. Sasaran yang paling dekat di Asia adalah pangkalan
angkatan laut Amerika Serikat di Asia Pasifik, yaitu di Pearl Harbour, Hawaii. Maka, secara
mendadak tanpa ultimatum terlebih dahulu, Jepang menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember
1941. Dengan serangan ini, Jepang telah mengawali perang Pasifik.
Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang menduduki Filipina pada 10 Desember
1941, Burma pada 16 Desember 1941, dan pada 11 Januari 1942 Jepang mendarat di Indonesia
dengan menguasai Kalimantan lalu menyusul Sumatra dan Jawa. Setelah Jawa dikuasai, Jepang
mengendalikan seluruh wilayah Indonesia dalam waktu singkat. Perang yang dilancarkan
Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini dikenal dengan Perang Asia Timur Raya atau
Perang Pasifik.

C. Spionase Jepang
Mengapa Jepang begitu mudah masuk Indonesia dan menguasai Yogyakarta? Ternyata,
jauh sebelum tahun 1942 Jepang telah mengirimkan perwira-perwiranya di beberapa kota
penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta untuk dijadikan sebagai spionase. Perwira yang
dikenal sebagai mata-mata di Yogyakarta adalah Shizukino Yamachi. Tugas Shizukino Yamachi
adalah melakukan penyamaran untuk memata-matai kawasan Yogyakarta, yang nantinya pada
wilayah tersebut akan dilakukan ekspansi besar-besaran oleh tentara Jepang.
Untuk mengelabuhi masyarakat, Shizukino Yamachi mendirikan toko Fuji sebagai toko
kelontong yang berada di daerah pecinan Yogyakarta atau sekarang dikenal Jalan Malioboro.
Shizukino Yamachi mengubah namanya menjadi Tao Ai dan lebih suka memperkenalkan dirinya
kepada orang baru sebagai pedagang dari Cina. Sehari-harinya, Shizukino Yamachi keluar
rumah dari pagi hingga menjelang petang.
Shizukino Yamachi menulis dengan detail segala hal yang ada dan terjadi di Yogyakarta.
Kemudian, segala hasil data pengamatannya dikirimkan ke Jepang, agar mudah melakukan
ekspansi. Data tersebut dikirimkan melalui radio komunikasi dari kamarnya sehingga pintu
kamarnya yang berada di lantai atas selalu tertutup rapat. Shizukino Yamachi sering berkeliling
menggunakan sepeda, berbusana putih dan mengenakan topi bulat. Semua orang tidak mengenal
siapa sesungguhnya Shizukino Yamachi. Dia hanya dikenal sebagai seorang pengusaha yang
baik dan ramah kepada setiap orang.
Di pertengahan tahun 1939, Shizukino Yamachi mendadak pergi dan hilang begitu saja.
Pada 6 Maret 1942, tentara Jepang telah memasuki Kota Yogyakarta. Mereka datang dari arah
Jalan Solo menuju ke barat, setelah sampai di perempatan tugu, mereka berbelok ke selatan
menuju Jalan Malioboro dan Gedung Agung. Iring-iringan pasukan disambut oleh warga tanpa
ketakutan, bahkan warga bersorak sorai dengan melambailambaikan bendera merah putih. Para
pasukan Jepang datang dengan mengaku sebagai saudara tua.
Untuk menarik simpati khususnya kepada rakyat Yogyakarta, serdadu Jepang
menyerukan “Nipon Indonesia sama-sama”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serta
secara demonstratif membawa potret ratu Belanda yang ditusuk-tusuk dengan bayonet. Ketika
peristiwa ini berlangsung, Shizukino Yamachi berada di kendaraan jeep paling depan diikuti
kendaraan truk, sepeda, dan bahkan ada yang berjalan kaki. Setelah diketahui, ternyata Shizukino
Yamachi merupakan salah satu perwira komandan divisi Angkatan Darat Jepang.

D. Jepang Mengambil Alih Wilayah Hindia Belanda


Serangan Jepang pertama terjadi pada 11 Januari 1942 dengan Salam Historia Mengapa
Thailand menjadi negara Asia yang tidak dijajah Jepang? Pada Perang Dunia II, Thailand
“membantu” Jepang melawan Sekutu dengan cara memberikan wilayah negaranya sebagai
tempat akomodasi tentara Jepang.
Namun, seusai perang dan Jepang kalah perang melawan Sekutu, Thailand memutuskan
untuk menjadi sekutu Amerika Serikat. Thailand juga merupakan negara yang tidak pernah
dijajah bangsa Barat (Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugal). mendarat di Tarakan
(Kalimantan Timur). Pada bulan Februari, Jepang menduduki Pontianak, Banjarmasin,
Makassar, Palembang, dan Bali. Mengapa Jepang mendarat pertama kali di Tarakan dan
kemudian menguasai Tarakan? Sebagaimana dibahas dalam pokok bahasan terdahulu, Jepang
sangat kesulitan dalam mengoperasikan industri-industrinya, termasuk mesin-mesin perangnya,
setelah Amerika Serikat mengembargo minyak bumi.
Tarakan adalah salah satu daerah yang terdapat sumber-sumber minyak di Indonesia.
Dengan menguasai Tarakan, berarti menguasai sumber minyak sehingga dengan demikian untuk
menguasai daerah lain di Indonesia lebih mudah dan untuk menghadapi Sekutu juga lebih siap.
Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Banten, kemudian Indramayu, Rembang, Tuban, dan
Surabaya. Sejak Maret 1942, Indonesia menjadi kekuasaan Jepang. Tujuan Jepang menyerang
dan menduduki Hindia Belanda (Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam,
terutama minyak bumi, guna mendukung industri dan kampanye perang Jepang. Gubernur
Jenderal Belanda, Tjarda van Strarkenborgh, tidak berdaya menghadapi serangan kilat Jepang
sehingga terpaksa menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati,
Subang, Jawa Barat, 8 Maret 1942.
Mengapa Jepang begitu mudah mengalahkan Belanda sedangkan peralatan militer
Belanda juga sangat modern untuk saat itu? Jepang, sebelum menyerang Hindia Belanda,
ternyata sudah jauh hari memperhitungkan penyerangan itu. Beberapa tahun sebelum 1942, para
perwira Jepang sudah menyelidiki daerah-daerah yang menjadi titik kelemahan dan kekuatan
Belanda. Di Jawa, daerah Banten, Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya adalah daerah
strategis. Apabila menguasai daerah itu, maka Jepang dengan mudah akan dapat memaksa
Belanda menyerah.

E. Strategi Jepang Untuk Mendapatkan Simpati Rakyat


Kedatangan Jepang disambut baik oleh Sukarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka
optimistis bahwa kedatangan Jepang akan membawa kemerdekaan. Dasarnya adalah hal-hal
berikut ini. 129
a. Menyerahnya Belanda dianggap sebagai akhir penjajahan Belanda. Dengan kekalahan
Belanda, maka berarti dimulainya era baru ketika bangsa-bangsa Asia bebas merdeka dan
menentukan nasibnya sendiri dengan dipelopori oleh Jepang. Keyakinan itu bertambah tebal
setelah Jepang memperkenalkan diri sebagai saudara tua bangsa-bangsa Asia.
b. Jepang berjanji jika Perang Pasifik dimenangkan, maka bangsabangsa di Asia akan
mendapatkan kemerdekaan.
c. Jepang bersifat simpatik kepada aktivis pergerakan kemerdekaan, misalnya membebaskan
tokoh-tokoh yang ditahan dan diasingkan kolonial Belanda seperti Sukarno, Hatta, Syahrir,
dan lain-lain.
d. Jepang menjanjikan kepada bangsa Indonesia untuk memberikan kemudahan-kemudahan yang
tidak pernah diberikan oleh kolonial Belanda, misalnya mengibarkan bendera Merah Putih
berdampingan dengan bendera Hinomaru Jepang, menggunakan bahasa Indonesia dalam
percakapan sehari-hari, kebebasan beribadah sesuai keyakinan, dan membolehkan
menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang
“Kimigayo”.

F. Pemerintahan Militer Jepang


Setelah menguasai Indonesia, Jepang memerintah dengan sistem pemerintahan militer
dengan membagi menjadi tiga daerah militer yang dikendalikan oleh angkatan darat (rigukun)
dan angkatan laut (kaigun). Ketiga daerah tersebut di bawah komando panglima besar tentara
Jepang yang bertempat di Saigon (Vietnam). Ketiga daerah tersebut meliputi:
a. Daerah Jawa dan Madura dengan pusat di Batavia di bawah kendali angkatan laut (kaigun).
b. Daerah Sumatra dan Semenanjung Melayu dengan pusat di Singapura di bawah kendali
angkatan darat (rigukun).
c. Daerah Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua di bawah kendali
angkatan laut (kaigun).
Selain memerintah dengan sistem militer, Jepang dalam rangka mengawasi masyarakat
dan membangun gerakan pertahanan masyarakat menggunakan sistem Tonarigumi yang
sekarang lebih dikenal sistem Rukun Tetangga (RT).
Dalam bidang politik, Jepang membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat
Jawa) sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras,
ternak, logam mulia, kayu jati, dan sebagainya. Dalam usaha mendapatkan tenaga kerja, Jepang
membentuk Romukyokai (panitia pengerah romusha) untuk dipekerjakan dalam proyek
pembangunan jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara.
Pada awalnya, romusha ini mendapatkan upah. Namun, pada perkembangan selanjutnya
para pekerja ini tanpa diupah oleh pemerintah Jepang. Dalam sistem pertahanan menghadapi
Sekutu dan usaha melanggengkan kekuasaannya, di Indonesia dibentuk lembaga-lembaga
semimiliter dan militer. Organisasi-organisasi buatan Jepang itu misalnya Keibodan (barisan
pembantu polisi), Seinendan (barisan pemuda), Fujinkai (barisan wanita), Heiho (barisan
cadangan prajurit), PETA (pembela tanah air), Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai
(Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa), Jibakutai (pasukan berani mati), Kempetai (barisan polisi
rahasia), dan Gakukotai (laskar pelajar).

G. Dampak pendudukna Jepang Di Indonesia


Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang luar biasa terhadap bangsa Indonesia, baik
dampak secara politik, ekonomi, dan sosial budaya. Untuk lebih jelasnya, berikut paparannya.
1. Bidang Politik
Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, organisasi kemasyarakatan baik itu organisasi
politik, sosial, maupun keagamaan dibubarkan dan menggantikannya dengan organisasi
bentukan Jepang. Satu-satunya organisasi yang dibiarkan oleh Jepang adalah Majelis Islam
A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri sejak pemerintahan kolonial Belanda. Organisasi ini
mendapat simpati masyarakat sehingga berkembang dengan cepat. Karena organisasi ini
mengkhawatirkan Jepang, maka pada tahun 1943 MIAI dibubarkan dan menggantikannya
dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai
ketuanya.
Untuk menekan tokoh pergerakan yang tidak kooperatif terhadap Jepang, dilakukan
pengawasan yang ketat dengan menyebar polisi rahasia yang sangat ditakuti, yakni Kempetai.
Jepang tidak segan-segan menangkap, menginterogasi, bahkan menghukum mati orang yang
dianggap bersalah tanpa proses pengadilan.
Di samping cara-cara represif, Jepang juga menerapkan caracara yang diharapkan
mengundang simpati, misalnya:
a. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan melarang keras penggunaan
bahasa Belanda.
b. Membentuk kerja sama dengan para nasionalis serta membentuk gerakan 3A (Nipon
cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia) dengan menunjuk Mr.
Syamsuddin sebagai ketuanya. Tujuan gerakan bentukan Jepang ini adalah menarik simpati
rakyat Indonesia agar membantu Jepang menghadapi Amerika Serikat dan sekutunya.
Gerakan ini akhirnya tidak mendapat simpati rakyat karena pada kenyataannya Jepang
terlalu kejam bagi rakyat Indonesia.
c. Membentuk organisasi yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dan menunjuk
Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur sebagai pemimpinnya.
Tujuan organisasi ini adalah memusatkan segala potensi rakyat Indonesia untuk membantu
Jepang melawan tentara Sekutu. Namun, organisasi ini dimanfaatkan pimpinannya untuk
membangkitkan nasionalisme yang sempat pudar. Karena organisasi ini ternyata lebih
menguntungkan Indonesia daripada kepentingan Jepang, maka akhirnya Putera
dibubarkan.
d. Membentuk Badan Pertimbangan Pusat yang kemudian disebut Cuo Sangi In (pada zaman
kolonial Belanda disebut Volksraad). Badan ini bertugas memberikan usul atau saran-saran
terhadap Jepang tentang masalah-masalah politik. Jepang menunjuk Sukarno sebagai
ketuanya.
e. Membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) sebagai lembaga yang bertugas
mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam mulia, kayu jati,
dan sebagainya. Jepang menunjuk gunseikan atau seorang kepala pemerintahan sebagai
ketuanya. Seperti organisasi lain bentukan Jepang, organisasi ini tidak mendapat sambutan
rakyat, terutama di luar Pulau Jawa.

2. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Jepang menginginkan Indonesia sebagai tempat eksploitasi
segala sumber daya, baik itu pangan, sandang, logam, dan minyak demi kepentingan perang,
sebagaimana tampak dalam hal-hal berikut ini.
a. Menyita Aset Ekonomi
Jepang menyita aset hasil perkebunan (teh, kopi, karet, tebu), pabrik, bank, dan
perusahaan-perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai karena
pemerintah Jepang fokus pada ekonomi perang dan industri perang. Dampaknya, kelaparan
rakyat dan kemiskinan di mana-mana.
Kebijakan Jepang di antaranya juga adanya ekonomi perang. Ekonomi perang
adalah semua kekuatan ekonomi di Indonesia digali untuk menopang kegiatan perang.
Bagi Jepang, Indonesia merupakan negara yang sangat menarik perhatian karena
merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain
sebagainya.
Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk keperluan industri Jepang. Setelah
berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam ekonomi yang sering
disebut Self Help, yaitu hasil perekonomian di Indonesia dijadikan modal untuk
mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang, contohnya sebagai berikut. 1) Jepang
memerintahkan menanam padi karena beras adalah sumber energi tentara Jepang. 2)
Jepang memerintahkan menanam jarak karena getah jarak dijadikan pelumas mesin-mesin
industri alat perang Jepang termasuk pesawat tempur. 3) Jepang memerintahkan menanam
tanaman kina karena menjadi obat antimalaria. Penyakit malaria sangat melemahkan
kemampuan bertempur pasukan Jepang.
b. Pengawasan Ketat di Bidang Ekonomi
Jepang melakukan pengawasan ekonomi secara ketat. Pengawasan tersebut antara lain
penggunaan dan penyediaan barang serta pengendalian harga untuk mencegah
meningkatkan harga barang. Jika ada yang melanggar, akan dikenai sanksi sangat berat.
c. Kebijakan Self-sufficiency
Kebijakan self-sufficiency yaitu pemerintah Jepang mengharuskan pada wilayah-wilayah
yang ada di bawah pemerintah Jepang harus memenuhi kebutuhannya sendiri.
d. Memberlakukan Setoran Wajib, Romusha
Pada tahun 1944, Jepang dalam ambisi perangnya semakin terdesak dan kalah di berbagai
front sehingga kebutuhan bahanbahan pangan semakin meningkat. Untuk mengatasinya,
Jepang membuat aturan agar rakyat menyerahkan bahan pangan dan barang secara besar-
besaran melalui organisasi bentukan Jepang yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan
Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian). Setiap rakyat harus
menyerahkan bahan makanan 30 persen untuk pemerintah Jepang, 30 persen untuk
lumbung desa (simpanan), dan 40 persen menjadi hak miliknya.
Kewajiban yang memberatkan itu membuat rakyat menderita dan kekurangan pangan
sehingga rakyat makan makanan yang tidak biasa seperti umbi-umbian hutan, bekicot, dan
sebagainya. Karena sandang juga langka, rakyat terpaksa memakai pakaian dengan bahan
dasar karung goni. Keadaan itu diperparah dengan kewajiban romusha atau kerja paksa.
Banyak rakyat meninggal di tempat kerja atau ditembak mati karena melarikan diri dari
kewajiban romusha.
3. Bidang Sosial
a. Romusha
Penerapan romusha pada awalnya secara sukarela dari rakyat karena mendapat upah
dari pemerintah Jepang. Namun, lambat laun romusha menjadi kerja paksa yang tidak ada
lagi sistem pengupahan. Banyak pemuda desa dan laki-laki desa lainnya yang dipaksa kerja
romusha sehingga mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak tergarap. Mereka
dimobilisasi tidak saja untuk membangun jalan, bandara, dan pelabuhan di dalam negeri,
tetapi juga di luar negeri seperti Burma, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
b. Jugun Ianfu
Selain memobilisasi para pemuda desa untuk romusha, pemerintah Jepang juga
merekrut wanita-wanita desa untuk dijadikan perempuan penghibur tentara Jepang atau
yang dikenal dengan Jugun Ianfu. Para wanita itu awalnya direkrut dijanjikan dididik
menjadi perawat kesehatan, tetapi pada kenyataanya mereka dijadikan sebagai wanita
penghibur.
c. Pendidikan
Pada masa Jepang, sistem pendidikan lebih buruk daripada masa kolonial Belanda.
Jumlah sekolah menurun drastis dan jumlah warga buta aksara semakin banyak. Sistem
pembelajaran dan kurikulum dijadikan untuk kepentingan perang. Pelajar diindoktrinasi
dengan slogan Hakko Ichiu (delapan penjuru dunia di bawah satu atap). Slogan ini terus
diterapkan sebagai alat propaganda Jepang bahwa Jepang pemimpin dunia dan alat
pembenaran Jepang selalu menginvansi negara lain selama Perang Dunia II.
d. Bahasa dan Stratifikasi Sosial
Ada sisi positif dalam diri Jepang. Pertama, dalam bidang bahasa, karena bahasa
Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia juga dijadikan
sebagai pelajaran wajib. Kedua, dalam penjajahan Jepang ini, stratifikasi sosial golongan
bumiputra (inlander, zaman Belanda) ditempatkan di atas golongan Eropa dan golongan
Timur Asing kecuali Jepang. Jepang ingin mengambil hati rakyat dalam usaha menghadapi
Sekutu dalam Perang Pasifik.
4. Bidang Kebudayaan
Sebagai negara fasis, Jepang memang mendidik warga negaranya dengan sangat ketat.
Semua urusan warga negaranya harus taat pada aturan yang ditetapkan oleh negara. Walaupun
menjadi negara modern akibat Restorasi Meiji, Jepang tetap sangat menghormati kaisarnya.
Sebab bagi mereka, kaisar dianggap sebagai keturunan Dewa Matahari.
Oleh karena itu, dalam tradisi Jepang, mereka memberi hormat ke arah matahari terbit
dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (disebut dengan Seikerei) sebagai
simbol penghormatan terhadap kaisar.
Kebiasaan Jepang itu dipaksakan kepada setiap negara jajahannya, termasuk di Indonesia
sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap Jepang. Perilaku seperti itu bertentangan
dengan agama karena dianggap sebagai Syrik (menyekutukan Tuhan). Perlawanan K.H. Zainal
Mustafa di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1944 sebagai bukti bahwa Jepang tidak bisa
memaksa begitu saja budayanya kepada tanah jajahan.
Dalam usaha mengendalikan kebudayaan, Jepang membentuk organisasi yang bernama
Keimin Bunkei Shidoso (pusat kebudayaan). Keimin Bunkei Shidoso dijadikan sebagai wadah
perkembangan kesenian Indonesia. Lembaga ini juga dimanfaatkan Jepang untuk mengawasi
dan mengarahkan seniman-seniman Indonesia agar karyanya tidak menyimpang dari
kepentingan Jepang. Jika ada seniman yang berani mengkritik Jepang, maka seniman itu
ditangkap dan dipenjarakan. Contohnya, Chairil Anwar dijebloskan ke penjara karena karya
sastranya yang berjudul Siap Sedia.

H. Strategi Politik Jepang Membentuk Organisasi Kemasyarakatan


1. Organisasi sosial kemasyarakatan
a. Gerakan 3A
Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dalam perang Asia Timur Raya atau
Perang Pasifik, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan 3A
(Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia). Perkumpulan ini
dibentuk pada 29 Maret 1942. Jepang berusaha agar gerakan ini menjadi alat propaganda
yang efektif untuk memenangkan perang dengan Sekutu. Oleh karena itu, di berbagai
daerah dibentuk berbagai komite-komite.
Ternyata, sekalipun dengan berbagai upaya, gerakan ini kurang mendapat simpati rakyat
karena ternyata Jepang sudah mulai menampakkan sifat-sifat penjajahannya. Pada
Desember 1942, Gerakan 3A dinyatakan gagal dan dibubarkan.
b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Karena Gerakan 3A gagal, kemudian Jepang mengajak para tokoh pergerakan untuk
bekerja sama. Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda yang dipimpin oleh
Sukardjo Wiryopranoto. Karena lambat laun organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat,
akhirnya Jepang membubarkannya.
Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya, karena
Jepang sudah banyak berubah. Misalnya, melarang pengibaran bendera Merah Putih yang
berdampingan dengan bendera Hinomaru serta mengganti lagu “Indonsia Raya” dengan
lagu “Kimigayo”.
Jepang ketika perang dengan sekutu mulai menampakkan kekalahan di mana-mana
sehingga rakyat Indonesia mulai tidak percaya dengan Jepang. Untuk memulihkan keadaan
itu, Jepang harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, misalnya
Sukarno dan Moh. Hatta. Karena Sukarno masih ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda
di Padang, maka Jepang membebaskannya.
Jepang kemudian membentuk organisasi massa yang dapat diharapkan bekerja sama
untuk menggerakkan rakyat. Pada Desember 1942, Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan
Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru. Gerakan itu bernama Pusat
Tenaga Rakyat (Putera) yang kemudian berdiri pada 16 April 1943. Tokoh-tokoh nasionalis
ini terkenal dengan sebutan empat serangkai.
Putera diketuai oleh Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk membangun dan
menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan kolonial Belanda. Jepang
menginginkan Putera bekerja untuk menggali potensi masyarakat guna membantu Jepang
dalam perang. Di samping bertugas sebagai propaganda perang, Putera juga bertugas
memperbaiki bidang sosial dan ekonomi.
Putera kemudian membentuk organisasi sampai ke tingkat daerah-daerah dan pimpinan
pusat tetap dipegang oleh empat serangkai sehingga dalam waktu singkat Putera
berkembang sangat pesat. Melalui rapat-rapat, para tokoh nasionalis memanfaatkan Putera
untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Rupanya, Jepang mulai sadar bahwa Putera
dimanfaatkan oleh para nasonalis bukan untuk kepentingan Jepang sehingga pada tahun
1944 Putera dibubarkan Jepang.
c. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)
Berbeda dengan pemerintah kolonial Belanda yang anti organisasi Islam, Jepang lebih
bersahabat terhadap umat Islam. Jepang mendekati umat Islam karena Jepang
menginginkan agar umat Islam di Indonesia membantu Jepang melawan Sekutu. Oleh
karena itu, organisasi Islam yang bernama MIAI yang cukup berpengaruh pada masa
pemerintahan Belanda dan dibubarkan Belanda mulai dihidupkan kembali oleh Jepang.
Tanggal 4 September 1942, MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI dapat
dimobilisasi untuk keperluan Jepang.
MIAI berkembang sangat pesat karena merupakan tempat bersilaturahmi antar sesama
para tokoh Islam untuk menuju Indonesia merdeka. Arah perkembangan MIAI mulai
dipahami oleh Jepang. MIAI dianggap tidak memberi kontribusi terhadap Jepang dan itu
berarti tidak sesuai dengan harapan Jepang. Maka, pada November 1943, MIAI dibubarkan
Jepang. Sebagai penggantinya, Jepang membentuk organisasi Islam baru yang bernama
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Tugas dari Masyumi adalah dapat
mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan
Perang Asia Timur Raya.
Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan
Wahid Hasyim, sedangkan penasihatnya adalah Ki Bagus Hadikusumo. Masyumi sebagai
Gambar 4.d. K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang ulama yang diberi kepercayaan Jepang
memimpin Masyumi. 140 organisasi induk umat Islam, anggotanya sebagian besar dari
para ulama. Dengan kata lain, ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik.
Organisasi Islam ini berkembang sangat pesat dan di setiap karesidenan ada cabangnya.
Masyumi dalam perkembangannya menjadi tempat penampungan berkeluh kesah rakyat.
Masyumi berkembang menjadi organisasi yang pro dengan rakyat sehingga tidak heran
bila Masyumi menentang keras kebijakan romusha. Bahkan, Masyumi menolak permintaan
Jepang agar organisasi bentukan Jepang ini menggerakan romusha. Dengan demikian,
Masyumi telah membentuk dirinya menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat.
d. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Pada tahun 1944, dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang terus mengalami kekalahan di
mana-mana sehingga kondisi ini sangat mengkhawatirkan keberadaan Jepang di Indonesia.
Untuk itu, panglima ke-16, Jenderal Kumakici Harada membentuk oganisasi baru yang
bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk
karena Jepang membutuhkan bantuan segenap rakyat secara lahir batin, yakni rakyat
memberikan darmanya kepada pemerintah Jepang demi kemenangan perang.
Agar pengalaman yang sudah terjadi tidak terulang, yakni pimpinan organisasi
membelokkan organisasi sehingga tidak sesuai harapan Jepang, maka Jawa Hokokai
dipimpin langsung oleh orang Jepang, yakni gunseikan. Sedangkan penasehatnya boleh
orang Indonesia, yakni Sukarno dan Hasyim Asy’ari.
Organisasi ini sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Di tingkat daerah (syu/shu)
dipimpin oleh syucokan dan seterusnya sampai ke tingkat daerah ku oleh kuco, bahkan
sampai ke gumi di bawah pimpinan gumico. Dengan demikian, Jawa Hokokai memiliki
alat sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai RT (gumi atau tonari gumi). Tonari gumi
dibentuk untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri
dari 10 sampai 20 keluarga. Para kepala desa atau kepala dukuh atau ketua RT bertanggung
jawab atas kelompoknya masing-masing. Program kegiatan Jawa Hokokai adalah sebagai
berikut. 1) Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah
Jepang. 2) Memimpin rakyat berdasarkan semangat kekeluargaan. 3) Memperkukuh
pembelaan tanah air.
Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggotaanggotanya atas bermacam-
macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya, Kyoiku
Hokokai (kebaktian para guru), Isi Hokokai (kebaktian para dokter), dan sebagainya.
Dalam perkembangannnya, Jawa Hokokai memobilisasi potensi rakyat untuk kemenangan
perang Jepang, misalnya dalam bidang ekonomi dengan cara penarikan hasil bumi untuk
keperluan perang.
2. Organisasi Semimiliter dan Militer
Dalam memerintah Indonesia, Jepang menerapkan pemerintahan militer. Untuk
itu, Jepang mengambil kebijakan membuat organisasi yang bersifat semimiliter dan
militer. Para pemuda dilatih Jepang untuk disiplin dan memiliki semangat juang yang
tinggi (seishin) dan berjiwa kesatria (bushido). Untuk lebih jelasnya, berikut ulasannya.
a. Organisasi Semimiliter
1) Seinendan
Seinendan (korps pemuda) adalah sebuah organisasi yang mewadahi para
pemuda yang berusia 14 sampai 22 tahun. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan
menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
Kepentingannya bagi Jepang ialah menjadi tenaga cadangan dalam menghadapi
perang Asia Timur Raya. Seinendan difungsikan sebagai barisan cadangan yang
mengamankan garis belakang. Pengorganisasian Seinendan diserahkan kepada
penguasa setempat, misalnya di tingkat syu/shu (keresidenan) ketuanya syucokan
sendiri. Begitu juga di tingkat daerah ken (kabupaten), ketuanya kenco sendiri, dan
seterusnya sampai ke tingkat gun (kawedanan), son (kecamatan), aza (dusun), dan
gumi (RT). Tokoh-tokoh yang pernah mencicipi pendidikan Seinendan adalah
Sukarni dan Latief Hendraningrat.
2) Keibodan
Keibodan (korps kewaspadaan) anggotanya berusia 25 sampai 35 tahun.
Tujuannya untuk membantu tugas polisi Jepang dalam menjaga keamanan dan
ketertiban. Untuk itu, mereka dilatih kemiliteran. Pembina Keibodan adalah
Departemen Kepolisian (Keimubu) dan di daerah syu (keresidenan) dibina oleh
bagian kepolisian (Keisatsubu). Di kalangan orang Cina juga dibentuk Keibodan
yang diamakan Kakyo Keibotai. Organisasi keibodan juga dibentuk di
daerahdaerah seluruh Indonesia meskipun namanya berbedabeda. Misalnya
Keibodan di Sumatra disebut Bogodan atau di Kalimantan disebut Borneo Konan
Kokokudan. Ketika situasi perang semakin memanas, Jepang melatih Fujinkai
(perkumpulan wanita) dengan diberi latihan militer sederhana. Bahkan, pada tahun
1944 dibentuk Pasukan Srikandi. Organisasi sejenis juga dibentuk untuk usia murid
SD yang disebut Seinentai (barisan murid sekolah dasar). Kemudian, untuk murid
SMP dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan).

3) Barisan Pelopor
Jepang membentuk Chuo Sangi in (semacam DPR). Salah satu keputusan
lembaga itu adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan keadaran di kalangan
rakyat untuk 143 membela tanah air dari serangan musuh. Sebagai bentuk nyata
dari keputusan itu, Jepang pada 1 November 1944 membetuk organisasi baru yang
bernama Barisan Pelopor. Melalui organisasi ini diharapkan adanya kesadaran
rakyat untuk berkembang sehingga jika tanah airnya diserang musuh, maka rakyat
siap membantu Jepang mempertahankan tanah airnya.
Organisasi ini dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto
Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor berkembang pesat
hanya di perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer bagi angotanya
meskipun hanya menggunakan senapan dari kayu dan bambu runcing. Anggotanya
sangat heterogen karena ada yang terpelajar, berpendidikan rendah, bahkan tidak
pernah mengenyam pendidikan sekalipun.
Tokoh yang pernah menjadi anggotanya adalah Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur,
dan Asmara Hadi. Dengan adanya organisasi ini, nasionalisme dan rasa persaudaran
di lingkungan rakyat Indonesia semakin berkobar. Organisasi ini di bawah naungan
Jawa Hokokai.
4) Hizbullah
Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso mengeluarkan
pernyataan tentang pemberian kemerdekaan untuk Indonesia karena kekalahan
Jepang ada di mana-mana sehingga Jepang mengalami berbagai kesulitan. Cara
yang ditempuhnya menambah kekuatan yang sudah ada, yakni membentuk pasukan
cadangan khusus dari pemuda-pemuda Islam sebanyak 40.000 orang.
Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk
membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi menyambut
antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja sambutan itu
disambut gembira pemerintah Jepang.
Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk persiapan menuju
cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944, Jepang
membentuk organisasi 144 baru berupa pasukan sukarelawan Islam yang
dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya disebut Kaykio
Seinin Teishinti. Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut.
1. Sebagai tentara cadangan. • Melatih diri baik jasmani maupun rohani dengan
giat. • Membantu tentara Dai Nippon. • Menjaga bahaya udara dan mengintai
mata-mata musuh. • Menggiatkan usaha-usaha untuk kepentingan tugas perang.
2. Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut. • Menyiarkan agama Islam. •
Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam. • Membela agama
dan umat Islam Indonesia.
Agar organisasi berjalan lancar, maka dibentuk pengurus pusat Hizbullah
dengan ketuanya K.H. Zainul Arifin, wakil ketuanya Moh. Roem, dan anggota
pengurusnya antara lain Prawoto Mangunsasmito, Kia Zarkasi, dan Anwar
Cokroaminito.
Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah
pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang perwira
Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik. Dalam pelatihan,
selain keterampilan militer juga kerohanian.
Keterampilan fisik militer dilatih oleh para komandan Peta, sedangkan bidang
mental kerohanian dilatih oleh K.H. Mustafa Kamil (bidang kekebalan), K.H.
Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul Halim (bidang politik), dan K.H. Tohir
(bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di Cibarusa itu ternyata membentuk kader
pejuang yang militan serta menumbuhkan semangat nasionalisme para kader
Hizbullah.
Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-masing
dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah berkembang dengan pesat.
Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa adalah pusat pemerintahan. Jika
musuh sewaktu-waktu menyerang, maka Hizbullah akan mempertahankan dengan
penuh semangat. Semangat itu tentunya bukan karena membantu Jepang, tetapi
demi tanah air Indonesia. Jika barisan pelopor di bawah naungan Jawa Hokokai,
maka Hizbullah di bawah naungan Masyumi.
b. Organisasi Militer
1) Heiho
Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan
di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan dari dibentuknya Heiho
adalah membantu tentara Jepang. Anggotanya 42.000 orang, tetapi mereka tidak sampai
berpangkat perwira karena perwira hanya untuk orang Jepang.
Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain 1) usia 18 sampai 25 tahun, 2)
berbadan sehat, 3) berkelakuan baik, dan 4) berpendidikan minimal sekolah dasar.
Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun kubu-kubu pertahanan,
menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara Jepang di medan perang.
Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjukan di peperangan melawan tentara
Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang sampai ke Burma.
Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan menurut
daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra menjadi bagian
dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah dibagi menjadi beberapa
angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian (kempeitei). Keterampilan khusus
juga diberikan, misalnya bagian senjata antipesawat terbang, tank, artileri, dan
pengemudi mesin perang.
2) Peta
Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan Sekutu
dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer lain yang
bernama Peta (Pembela Tanah Air). Para anggota Peta mendapat pelatihan militer karena
organisasi ini organisasi militer.
Semula, yang ditugasi melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari bagian
inteligen yang disebut Tokubetsu Han. Bahkan, sebelum ada perintah melatih Peta,
Tokubetsu Han sudah melatih pemuda Indonesia untuk menjadi inteligen yang dipimpin
oleh Yanagawa.
Pelatihan pertama berlokasi di Tangerang dengan anggota 40 orang dari seluruh
Jawa. Baru pada pelatihan tahap kedua, Jenderal Kumaikici Harada panglima tentara
Jepang memerintahkan untuk membentuk Peta dan melatih Peta. Pada 3 Oktober 1943,
secara resmi Peta didirikan dan anggota Peta berasal dari berbagai golongan, termasuk
dari Seinendan.
Dalam Peta sudah dikenalkan pangkat, misalnya daidanco (komandan batalion),
cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco (komandan regu),
dan giyuhei (prajurit sukarela). Untuk mencapai tingkat perwira Peta, para anggota harus
melalui pendidikan khusus. Pertama kali pendidikan dilaksanakan di Bogor dan setelah
mereka lulus pelatihan ditempatkan di berbagai daidanco (komandan batalion) yang
tersebar di Jawa, Madura, dan Bali.
Dalam organisasi, Peta tidak seperti Heiho yang ditempatkan pada struktur
organisasi tentara Jepang. Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya yang melawan apabila
terjadi serangan dari pihak musuh. Tegasnya, Peta dibentuk untuk mempertahankan tanah
air Indonesia dari serangan Sekutu.
Dalam kedudukan struktur organisasi, Peta memiliki kedudukan yang lebih
bebas/fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai
perwira. Untuk itulah banyak orang yang tertarik untuk menjadi anggota Peta. Sampai
pada akhir pemerintahan Jepang, anggota Peta sudah mencapai 37.000 orang di Jawa dan
Sumatra mencapai 20.000 orang.
Di Sumatra, nama yang terkenal bukan Peta, tetapi Giyugun (prajurit-prajurit
sukarela). Orang-orang Peta inilah yang kemudian hari sangat berperan dalam
ketentaraan setelah Indonesia merdeka. Tokoh terkenal Peta adalah Supriyadi dan
Sudirman.

I. Perlawanan Terhadap Jepang Secara Kooperatif (kerjasama)


Perjuangan secara kooperatif dilakukan oleh tokoh-tokoh nasionalis yang duduk di
organisasi-organisasi bentukan Jepang. Melalui organisasi ini, mereka dengan rapi melakukan
koordinasi-koordinasi agar rakyat bersatu untuk Indonesia merdeka. Dengan organisasi
bentukan Jepang seperti Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Sukarno, Hatta, Mas Mansur, dan Ki
hadjar Dewantara membentuk empat serangkai untuk membangkitkan semangat nasionalisme
bangsa Indonesia yang sempat luntur akibat tekanan dari kolonial Belanda.
Sukarno dengan tidak ragu-ragu juga bekerja sama dengan Jepang agar perjuangan untuk
Indonesia merdeka segera terwujud. Sikap Sukarno ini dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang
sebagai alat untuk memobilisasi rakyat karena Sukarno dianggap Jepang sebagai tokoh yang
paling berpengaruh terhadap rakyat. Akhirnya, antara Sukarno dengan Jepang saling
memanfaatkan.
Sikap Sukarno itu pernah dikecam keras oleh tokoh nasionalis lainnya, misalnya ketika
Sukarno mendukung penerapan romusha dan bahkan ikut terlibat memobilisasi rakyat agar
ikut romusha yang mengakibatkan mereka mati kelaparan, menderita penyakit dan meninggal,
serta ditembak Jepang karena lari dari romusha. Karena kecaman keras dari beberapa pihak,
Sukarno pernah berujar, “Aku telah mengorbankan hidupku untuk tanah ini … tidak jadi soal
kalau ada yang menyebutku kolaborator Jepang … halamanhalaman dari revolusi Indonesia
akan ditulis dengan darah Sukarno …. Sejarahlah yang akan membersihkan namaku ….”
Untuk kepentingan Indonesia merdeka, Sukarno juga terlibat dalam persiapan
kemerdekaan seperti BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai

J. Perlawanan Terhadap Jepang Melalui bawah tanah


Gerakan bawah tanah di Indonesia tidak seperti gerakan bawah tanah di Eropa yang
mengangkat senjata secara sembunyi-sembunyi. Gerakan bawah tanah di Indonesia artinya
perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Mereka, di balik kepatuhan terhadap
Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang menggerakkan rakyat untuk Indonesia merdeka.
Walaupun akhirnya gerakan mereka diketahui Jepang dan organisasi yang mereka jalankan
dibubarkan, tetapi peranan mereka sangat penting bagi Indonesia merdeka. Untuk lebih
jelasnya, berikut ulasan tokoh-tokoh yang melakukan perjuangan bawah tanah.
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan
Jepang, Sukarni bersama Muhammad Yamin bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda
Jepang). Sukarni juga menghimpun tokoh-tokoh pergerakan seperti Adam Malik,
Kusnaini, dan Pandu Wiguna untuk terus mengobarkan perjuangan dan menggelorakan
paham nasionalisme. Untuk menyamarkan gerakannya, Sukarni mendirikan asrama politik
yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” sehingga dapat mengumpulkan tokoh-tokoh
penting seperti Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya. Keempat tokoh itu bertugas
mendidik para pemuda tentang politik dan pengetahuan umum.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subarjo bertugas sebagai Kepala Biro Riset
Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Di samping bekerja di
lembaga itu, Ahmad Subarjo menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di
angkatan laut Jepang dengan mendirikan asrama pemuda yang bernama “Asrama
Indonesia Merdeka”. Di asrama itu, Ahmad Subarjo menanamkan jiwa nasionalisme di
kalangan pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir sangat yakin bahwa Jepang tidak akan menang perang melawan Sekutu.
Untuk itu, menurut Syahrir, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan pada saat yang
paling tepat. Syahrir membuat jaringan-jaringan para pemuda yang mempunyai semangat
nasionalisme tinggi, yakni para mahasiswa progresif. Ketika mendengar lewat radio bahwa
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Syahrir beserta pemuda lainnya mendesak
kepada Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan pada 15 Agustus 1945. Karena
Sukarno belum mendengar secara langsung penyerahan Jepang, maka Sukarno belum
merespons secara positif. Lagi pula, Sukarno yang saat itu sebagai ketua PPKI dalam
membuat keputusan harus sesuai prosedur, yakni adanya kesepakatan dari para anggota
untuk Indonesia merdeka.

K. Perlawanan Terhadap Jepang Melalui Bersenjata


Selain perlawanan dengan cara kooperatif dan gerakan bawah tanah, para tokoh
pergerakan juga melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata. Berikut tokoh-tokoh
yang melakukan perlawanan secara fisik.
a. Perlawanan Rakyat Desa Sukamanah di Tasikmalaya
Perlawanan ini diawali dengan penolakan para santri di Pondok Pesantren Sukamanah
Singaparma yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Mereka menolak seikerei (sikap
menghormati Tenno Haika dengan membungkukkan badan 90 derajat ke arah matahari
terbit). Kewajiban seikerei ini menyinggung umat Islam karena termasuk perbuatan syrik
yakni menyekutukan Tuhan. Selain alasan seikerei, K.H. Zaenal Mustafa juga sudah tidak
tahan melihat penderitaan rakyat akibat penerapan romusha. Tanggal 25 Februari 1944,
Kiai Zaenal memimpin perlawanan tetapi dapat dipadamkan pemerintah Jepang karena
persenjataan yang tidak memadai. Banyak pengikut Kiai Zaenal yang terbunuh dan Kiai
Zaenal sendiri tertangkap pada 25 Oktober 1944 hingga akhirnya dihukum mati Jepang.
b. Perlawanan Rakyat Indramayu
Peristiwa Indramayu terjadi pada April 1944. Pencetusnya adalah karena Jepang
mewajibkan kepada rakyat untuk menyetorkan sebagian hasil panen padi dan pelaksanaan
romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat. April 1944, mereka melakukan
perlawanan di daerah Karangapel. Karena sifatnya spontan, maka perlawanan ini dapat
dipadamkan pemerintah Jepang.
c. Perlawanan Rakyat Aceh
Perlawanan Aceh terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil.
Pemicunya karena tindakan sewenang-wenang Jepang terhadap rakyat Aceh. Usaha
perundingan tidak berhasil sehingga Jepang menyerang di Cot Plieng. Tengku Abdul Jalil
ditembak bersama pengikutnya ketika melarikan diri dari kepungan Jepang. Informasi yang
didapat dalam pertempuran itu, 90 serdadu Jepang tewas dan 3.000 rakyat Cot Plieng
gugur di medan laga.
d. Perlawanan Peta di Blitar
Perlawanan dilakukan oleh Peta (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer bentukan
Jepang. Pemicunya adalah persoalan pengumpulan hasil panen padi yang diwajibkan
Jepang kepada rakyat, romusha yang menyebabkan penderitaan rakyat, dan pelatihan
Heiho yang keras di luar batas kemanusiaan. Alasan lain yang terungkap bahwa dalam
Peta, pelatih militer Jepang bersikap angkuh dan selalu memandang rendah prajurit-prajurit
Indonesia. Perlawanan dipimpin oleh anggota Peta komandan pleton (shodanco) yang
bernama Supriyadi pada 14 November 1944 di Blitar.
Perlawanan ini termasuk perlawanan yang terbesar dalam masa pendudukan Jepang di
Indonesia. Meskipun perlawanan dapat dipatahkan dan pengikut Supriyadi dapat ditangkap,
dilucuti, dan dihukum mati, tetapi perlawanan ini dapat membangkitkan semangat nasionalisme
bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan.
Setelah perlawanan itu selesai, orang tidak tahu lagi di mana Shodancho Supriyadi
berada. Jika Supriyadi ikut diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dan mati dieksekusi, tidak
ada saksi maupun catatannya. Kalau Supriyadi mati karena alasan lain, tidak jelas di mana
makamnya.
Sebaliknya, jika Supriyadi berhasil melarikan diri dan selamat, juga tidak seorang pun
mengetahui di mana Supriyadi berada sehingga sampai sekarang keberadaan Supriyadi masih
misterius.

L. Kebijakan Jepang yang Melunak Karena Kalah Perang


1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terdesak. Sekutu di bawah pimpinan
Jenderal Douglas Mac Arthur dengan strategi militernya berhasil merebut pulau demi pulau
yang dikuasai Jepang sehingga Sekutu berhasil mendekati negara tersebut. Melihat situasi yang
Salam Historia Pemberontakan Peta di Blitar ternyata jauh sebelum kejadian Sukarno sudah
mengetahui rencana itu. Supriyadi dan kawan-kawan datang menemui Sukarno ketika Sukarno
berkunjung ke Blitar. Supriyadi meminta restu kepada Sukarno akan melakukan
pemberontakan. Ujar Sukarno, “Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya melakukan
pemberontakan. Saudara masih terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk melakukan gerakan
semacam itu pada waktu sekarang.” Sukarno melanjutkan kata, “Kalaulah Saudara sekalian
gagal dalam usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya, Jepang akan menembak mati
Saudara-saudara semua.” Begitulah, walaupun Sukarno sudah memperingatkan, Supriyadi dan
kawan-kawan tetap melakukan pemberontakan. Akhirnya, ramalan Sukarno tepat, mereka tidak
mampu melawan militer Jepang. serbasulit, Jepang kembali berjanji memberikan kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia.
Tanggal 7 September 1944, dalam sidang istimewa parlemen Jepang, Perdana Menteri
Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang bahwa daerah Hindia Timur
(Indonesia) akan diperkenankan merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada 1 Maret
1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di Jawa
mengumumkan dibentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai.
Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait aspek politik, ekonomi,
pemerintahan, dan lain sebagainya yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara merdeka.
Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan wakilnya R.P. Soeroso. Anggota
BPUPKI berjumlah 60 orang, di antaranya masuk juga wakil dari Tionghoa, Arab, bahkan
peranakan Belanda dan tujuh orang sebagai anggota istimewa dari Jepang.
Tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, BPUPKI bersidang untuk pertama kalinya. Dalam
sidang tersebut, pada hari terakhir, yakni 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan rumusan dasar
negara yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Meskipun demikian,
sampai sidang terakhir belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar
negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan
orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugasnya adalah merumuskan dasar negara serta
tujuan atau asas yang digunakan oleh negara Indonesia yang akan lahir.
Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang sampai
sekarang digunakan, yakni preambule yang berisi asas Gambar 4.f. Pancasila. Dasar negara
yang merupakan hasil dari nilainilai yang digali Sukarno dari tradisi, adat istiadat, dan budaya
Indonesia. 154 dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan itu dikenal sebagai Piagam
Jakarta karena penandatanganannya bertepatan dengan ulang tahun Jakarta.
Isi dari Piagam Jakarta itu adalah: 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat
Islam bagi para pemeluk-pemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3). Persatuan
Indonesia. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, pada 14 Juli 1945, selaku panitia hukum dasar, Sukarno mengajukan
rancangan dari isi hukum dasar tersebut yang terdiri dari tiga bagian yang meliputi: 1.
Pernyataan Indonesia merdeka. 2. Pembukaaan Undang-undang Dasar. 3. Batang tubuh
Undang-undang Dasar. Rancangan pernyataan Indonesia merdeka diambil dari tiga kalimat
awal alinea pertama dan rancangan pembukaan UUD, sedangkan rancangan pembukaan UUD
diambil dari Piagam Jakarta. Setelah BPUPKI menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan
pada 7 Agustus 1945 dan digantikan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
atau Dokuritsu Junbi Inkai. Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa
tertinggi Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang bermarkas di Vietnam.
Badan ini berangotakan 21 orang yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari
Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sunda Kecil, 1 orang
dari Maluku, dan 1 orang dari perwakilan Tionghoa. Anggota tanpa sepengetahuan Jepang
ditambah 6 orang di antaranya Sukarno (ketua), Moh. Hatta (wakil ketua), Soepomo (anggota),
dan Radjiman Wedyodiningrat (anggota).
Badan ini kemudian ditetapkan pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian
mengundang tiga tokoh yang tergabung dalam PPKI, yakni Sukarno, Hatta, dan Radjiman
Wedyodiningrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara,
yaitu di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi
Jepang untuk Asia Tenggara mengatakan akan memberikan kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia pada 24 Agustus 1945 dengan wilayah meliputi
seluruh wilayah bekas Hindia Belanda

Anda mungkin juga menyukai