Secara resmi Mutsuhito (Kaisar Meiji) memegang pemerintahan dari 25 Januari 1868 sampai dengan
30 Juli 1912. Meiji tenno memindahkan pusat pemerintahannya dari Kyoto ke Edo yang kemudian
namanya diubah menjadi Tokyo yang berarti “ibu kota di timur”. Selanjutnya, ejak 1868 di mulailah
pembangunan Jepang yang dikenal dengan nama Restorasi Meiji (Sayidiman Suryohadiprojo, 1992,
hal 56). Dengan demikian inti restorasi Meiji adalah pemulihan kekuasaan politik dari keluarga
Tokugawa kepada Kaisar (Tenno) dan modernisasi (Suara Pembaharuan, 26 Juli 1989)
Pada masa Meiji ini kita dapat melihat dengan jelas mengenai kedudukan dan fungsi kaisar. Dalam
konstitusi ternyata bahwa :
1) Kaisar adalah sumber dari segala kekuasaan
2) Real Power (kekuasaan riil / praktis) dijalankan badan-badan pemerintahan atas nama kaisar.
3) Kedudukan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat (secret and iniolable) (Martinah PW,
1973, hal 23).
Masa pemerintahan Showa (kaisar Hirohito) inilah yang menyeret Jepang ke dalam
Perang Dunia II. Sebab Jepang bercita-cita untuk membentuk negara Asia Timur Raya yang diilhami
oleh ajaran Shinto tentang Hakko Ichi-u (dunia sebagai satu keluarga – di bawah pimpinan Jepang).
Memang dalam konstitusi kekaisaran Jepang Raya yang diundangkan pada tanggal 11 Pebruari 1889,
yang berlaku sampai perang Dunia II, antara lain menyebutkan bahwa Dai Nippon Teikkoku (Negara
Kekaisaran Jepang Raya) dikuasai oleh Kaisar (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 153). Dalam konstitusi
juga disebutkan bahwa kekuasaan kaisar adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat.
Perjanjian – perjanjian (I Ketut Suradjaja, 1984, hal. 154). Oleh karena itu tidak heran kalau Kaisar
Hirohito pada tanggal 8 Desember 1941 menyatakan pernag kepada Amerika Serikat dan Inggris
setelah tanggal 7 Desember menghancurkan Pearl Harbour.
Dengan demikian sejak Meiji tenno hingga perang Dunia II, pemerintahan berada di tangan kaisar.