Anda di halaman 1dari 3

Tanggal 6 sampai 9 Agustus 1945, keadaan Jepang di ambang kritis.

Pasukan Amerika
menjatuhkan bom atom bernama Little Boy dan Fat Man di pusat indutri, militer, dan
pelabuhan Jepang. Tepatnya di Hirosima dan Nagasaki. Bom yang menewaskan lebih
dari 200.000 warga negara Jepang dan menghancurkan tempat-tempat penting ini pun
dianggap sebagai senjata yang sangat mematikan.
Akan tetapi, diketahui baru-baru ini, bom atom ternyata bukanlah senjata yang paling
menghancurkan. Ada jenis senjata lain yang lebih ganas, yang disebut napalm.
Napalm adalah gel padat yang mudah menempel pada berbagai jenis permukaan. Sifat
berbahayanya muncul apabila dilempar dan dibakar pada suhu yang sangat tinggi,
napalm akan dengan mudah menghancurkan permukaan. Walapun sifatnya yang
mudah terbakar, napalm sangat stabil dan bertahan pada suhu yang tinggi, sehingga
memudahkan untuk dibawa ke mana-mana.
Napalm digunakan pertama kali ketika Perang Dunia Kedua; dan menjadi senjata
nomor satu dalam berbagai perang di belahan dunia lainnya, seperti Perang Korea,
Perang Vietnam, dan Invasi Iraq pada tahun 2003.
Perbesar
Penggunaan Napalm saat Perang Vietnam | Wikimedia Commons
Pada awalnya, zat pembakar yang digunakan dalam perang menggunakan latex, namun
ketika Jepang menguasai perkebunan karet di Malaya, Indonesia, Vietnam, dan
Thailand, karet alam (bahan dasar latex) menjadi langka, sehingga perusahaan Amerika
Serikat mencari alternatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian dikembangkanlah Napalm oleh ahli kimia Harvard, yang dipimipin oleh
Louis Fieser, sebagai pengganti campuran bensin kental yang digunakan oleh pasukan
sekutu. Tepatnya tahun 1942, Fieser dan timnya mengembangkan zat alternatif ini,
yaitu senyawa sintetis yang dicampur dengan minyak bumi. Mereka pun menamainya
napalm, diambil dari kata naphtenic acid dan palmitic acid, yang merupakan bahan
dasarnya.
Saat pertama kali diuji coba, napalm dibakar di lapangan sepak bola dekat dengan
Harvard Business School. Uji coba selanjutnya, napalm dibakar di gedung pertanian
yang terlantar, Jefferson Proving Ground.
Uji coba yang lebih ekstensif diperlukan guna mengukur efektifitas senjata ini saat
melawan Jerman dan Jepang. Maka pada tahun 1943, tentara AS memulai membuat
gedung dan rumah yang mirip dengan bangunan yang ada di Jerman dan Jepang.
Bangunan ini dibangun di Dugway Proving Grung, Great Salt Lake Desert, Utah.
ADVERTISEMENT
Gedung bergaya arsitek Jerman-nya didesain oleh Eric Mandelson dan Konrad
Wachsmann. Sampel ini dibuat seidentik mungkin dengan bangunan yang ada ditempat
aslinya. Bahan bangunan untuk gedung imitasi pun dikirim dari Murmansk, Rusia.
Tidak lupa, furnitur dalam gedung ini juga disamakan dengan keadaan aslinya di
Jerman. Begitu pun dengan bangunan bergaya Jepang, tentara Amerika
mempekerjakan Antonin Raymond, seorang arsitek asal Ceko yang pernah belajar di
Jepang.

Bagaimanapun, hal yang menjadi sangat mengganggu adalah fakta bahwa bangunan
yang diimitasi dalam uji coba itu kebanyakan merupakan tempat tinggal masyarakat,
yang tidak terlibat dalam perang.
Sejarah membuktikan, banyak bangunan yang rusak dan terbakar, serta korban perang
dunia kedua, memang merupakan milik masyarakat sipil. Kemungkinan korban-korban
ini pun telah ditargetkan sebelumnya, bukan ketidaksengajaan belaka.

Anda mungkin juga menyukai