Anda di halaman 1dari 2

Kegiatan penangkapan ikan secara tidak bertanggungjawab bukan hanya

terbatas pada kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), tetapi
juga terdapat kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak
(destructive fishing). Kegiatan ini juga dapat menyebabkan kerugian yang
besar terutama terhadap kelestarian ekosistem perairan yang ada. Untuk itu,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, lewat Direktorat Jenderal Pengawasan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berupaya terus untuk
menjaga laut dari ancaman destructive fishing.

Kegiatan destructive fishing  yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya


menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun
untuk menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan
kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan
kematian berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut.
Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa
penggunaan bom seberat 250 gram akan menyebabkan luasan terumbu
karang yang hancur mencapai 5,30 m2.

Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal


PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia
telah berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan. Keberhasilan
terbaru dilakukan oleh Pangkalan PSDKP Tual yang menggagalkan
penangkapan dengan bom ikan di perairan Tual Maluku pada bulan Maret
2017. Selanjutanya pada tanggal 10 April 2017 Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama TNI Angkatan Laut juga berhasil
menggagalkan penangkapan ikan menggunakan bom ikan di perairan Lombok
Timur. Sementara pada tanggal 30 Mei 2017, Polair Polda Sulawesi Selatan
juga menangkap pelaku penangkapan ikan menggunakan bom di perairan
Barang Lompo, Sulawesi Selatan.

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa,
dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber
daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum
masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara
merusak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun
atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.

 Perlu Peran Serta Masyarakat Atasi Destructive Fishing

Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan


Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing.  Mulai dari
keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah
yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk
bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.

Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau


kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya,
kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada
Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.

*Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Tim Komunikasi Pemerintah


Kemkominfo

Anda mungkin juga menyukai