Anda di halaman 1dari 35

2.4.

April BlogBook

Ternyata (2008-04-07 21:46)

Beberapa hari yang lalu Si Pemimpi yang sekarang jadi pendiam nan Fahri al-Ayat-ayat Cinta ini ikut bedah buku
yang menghadirkan dua penyair muda, M. Aan Mansyur dan Faisal Kamandobat di toko buku Poestaka Rakjat
depan FIA Universitas Brawijaya.

Di sini, saya ketemu sama yang namanya M. Aan Mansyur, seorang kawan di milis Apsas, dan Faisal Kamandobat,
yang baru beberapa waktu yang lalu saja saya tahu namanya dari Surat Terbuka pengunduran dirinya dari
anugerah Pena Kencana Award. Dan tak lupa, di sini ketemu juga sama mas Halim HD untuk yang kedua kalinya
(setelah sebelumnya ketemu di rumahnya Mbak Ratna dalam bedah bukunya Saut yang Situmorang.

Dalam acara di Poestaka Rakjat itu, ada beberapa hal yang sangat saya hargai. Tapi ya... karena keterbatasan
waktu dan bandwidth (hehehe...) saya sampaikan satu hal saja.

Belajar dari M. Aan Mansyur, ternyata seorang sastrawan itu benar-benar tak bisa lepas dari latar sosialnya.
Betapapun puisi-puisinya (sekilas bagi saya) tampak begitu lepas dari kejadian-kejadian panas di latar sosialnya di
Makasar sana, Aan Mansyur tetap saja memiliki banyak sekali keprihatinan soal kehidupan di masyarakatnya sana.
wah... bener-bener... Padahal, dari pembicaraannya tersirat bahwa dia melakukan gerakan bersama teman-
temannya menghindari panasnya politik praktis dengan mengajak orang-orang bersastra.

Saya jadi ingat Ignas Kleden waktu dia bilang, bahwa sastra itu tak terpisahkan dari latar sejarah, kalau ada
kejadian politik yang masuk di sana, itu berarti demikian yang terjadi, dan kalau pun tidak ada sedikit pun politik
yang masuk ke dalam sastra, berarti bisa disimpulkan bahwa ada yang tidak beres yang membuat para sastrawan
itu menghindari politik. Nah, kira-kira M. Aan Mansyur masuk dalam bagian yang seperti ini.

Ah, besok lah kita perhatikan lebih jauh buku puisinya yang bersahaja itu.... have a nice
reading... and please consider ethics even in this opensource era...

Secuplik dari Halim HD (dan mengingat John Keating) (2008-04-08 10:32)

Ada satu pandangan asyik dari Halim HD, orang yang banyak berjasa ”mengajak jalan-jalan”para sastrawan untuk
mengenalkannya ke seluruh daerah di Indonesia. Halim HD mengatakan bahwa yang utama dari sastra itu adalah
MEMBACA. Dia sedikit mengabaikan peran seorang kritikus di sini. Ya, tak apa. Menurut saya juga begitu, pada
tataran pembaca seperti kita ini, yang utama adalah pembaca. Biarkanlah kritikus itu seperti apa, yang penting kita
membaca bagaimana sastra yang sebenarnya. Biarkan imajinasi kita tumbuh sedemikian rupa hingga menciptakan
penikmatan kita sendiri atas sebuah karya sastra.

Di sini, saya mencium bau-bau John Keating al-Dead Poet’s Society yang mengajak murid-murid merobek halaman
pendahuluan yang ditulis oleh Evan J. Pritchard, Ph.D. pada sebuah buku kumpulan puisi. Dia memandang miring
halaman yang mengajak pembaca untuk menilai puisi-puisi yang ada di dalam buku itu dengan kaidah tertentu
(yang kalau digambar grafiknya terkesan matematis wal-kuantitatis abis bis!).

Bersama Halim HD (yang mengaku sejak tahun 76-an tak lagi menulis puisi) dan John Keating (yang dalam kisah
Dead Poet’s Society tak disebutkan masih menulis puisi itu) kita akan belajar bagaimana menikmati sastra tanpa
pretensi, kalau perlu dengan praduga tak bersalah dan tak berbenar. Ya. Dari mereka kita belajar mempercayai
hati kita sendiri, mengajari hati kita mengapresiasi karya sastra, kalau perlu dengan melupakan nilai-nilainya
sendiri.

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 1
2.4. April BlogBook

Ah, Si Pemimpi jelata yang suka latah ini jadi ingat lagi akan mimpi-mimpinya: dengan dulce wal utile, saya yakin
pembacaan-pembacaan semacam yang disarankan oleh Halim HD dan John Keating ini karya sastra akan
mendapat apresiasi yang sesungguhnya: DIBACA dan BUKAN HANYA DIJADIKAN BACAAN WAJIB atau malah
sekedar DIBERI PENGHARGAAN. Ya, PEMBACAAN adalah penghargaan terbesar buat karya sastra.

Well, lagi-lagi saya tekankan, kritikus akan lahir secara otomatis dari siapa saja yang terlalu mencintai karya sastra.
Kalau mereka cuman menggunakan perangkat-perangkat tanpa adanya cinta yang sesungguhsungguhnya
terhadap karya sastra (dan apalagi belum pernah tenggelam dalam karya sastra... well... saya tidak bisa memberi
sebutan buat mereka... saya bahkan tak tahu harus bagaimana menyebut mereka!). N.B. Salam buat sayangku
yang gemar DPS : D have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

Bagaimana Tolstoy Mentelengi Tokohnya... (2008-04-08 21:25)

Ada hal-hal hebat yang patut ditiru dari Tolstoy: kejeliannya. Lihat saja coba bagaimana dia memperhatikan
seorang kapten pada masa perang antara pasukan Rusia dengan bangsa Tartar di daerah kekuasaan Kazak Don
(Don Cossack). Di dalam novela The Raids, kita akan ketemu satu bagian ketika pasukan yang ditempeli si aku (si
aku ini bukan tentara tapi ikut berperang karena pingin tahu bagaimana itu perang... well... benar-benar
menunjukkan diri Tolstoy yang sebenarnya ketika pada usia 27-an tahun ikut perang dengan kakaknya ke kawasan
Kazak) menyerbu sebuah desa dan terlibat baku tembak dengan orang-orang Tartar yang menghuni desa itu.

Saya tidak akan ngomong banyak kok kali ini. Saya hanya ingin mengajak Anda-anda melihat bagaimana mbak
Tolstoy ini memperhatikan Kapten Khlopov, seorang kapten bijak yang menjadi pusat perhatian tokoh si aku.

Kompi Khlopov menguasai sektor di tepi hutan. Pasukannya tiarap dan menembaki musuh. Si Kapten, dengan
jubah tunik tipis dan topi bulu dombanya yang jembel, duduk di atas kuda putih kotor dengan tali kekang terkulai
longgar di tangannya, dan lututnya tertekuk tajam di sanggurdi yang pendek. Dia duduk di sana tanpa bergerak
sedikit pun, tanpa berkata suatu apa; para pasukannya tahu apa yang harus mereka lakukan dan dia tidak perlu
keliling memberi perintah. Hanya sesekali saja dia meneriakkan peringatan tajam kepada beberapa prajurit untuk
tetap merundukkan kepala cukup rendah.

Tidak ada kesan sangat gagah pada penampilan Kapten Khlopov, tapi sikapnya yang lurus dan sederhana itu
mengejutkanku. Inilah orang yang benar-benar berani, begitu pikirku secara naluriah.

Dia tidak pernah berubah; selalu gerakan-gerakan tanpa bicara itu, suara datar yang itu juga, tidak ada gaya
berlebih-lebihan pada wajahnya yang datar dan lurus itu. Namun, mungkin saja matanya jadi lebih tajam karena
konsentrasi penuhnya itu; dia tampak seperti seseorang yang bisa menjalankan tugasnya dengan efisien dan tak
banyak bicara.

Ya, dia tak pernah berubah sedikit pun padahal pada diri orang lain yang sedang berperang aku bisa merasakan
setidaknya ada perbedaan dengan sikap mereka sehari-hari: sebagian orang ingin tampak lebih tenang, yang
lainnya lebih tegas, yang lain tampak lebih ceria daripada sikap mereka pada kehidupan seharihari. Tetapi dari
wajah si kapten, tampak jelas bahwa tak pernah sedikit pun terlintas di benaknya keinginan untuk
menyembunyikan perasaan.

Lihatlah bagaimana dia memperhatikan si kapten dan menganalisis sikapnya. Saya yakin, hal seperti inilah yang
nantinya harus saya kuasai untuk bisa membuat novel yang tokoh-tokohnya BENAR-BENAR orang, bukan hanya
karakter komikal, asal-absurd, asal simpati, dsb. Ya... lihat saja penggalan The Raids itu. have a nice reading... and
please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 2
2.4. April BlogBook

Masih terkait Sama Kejelian Tolstoy (2008-04-09 21:56)

Mengingat lagi bagaimana tokoh Tolstoy mentelengi si Kapten Khlopov dan menghadirkan character yang cukup
manusiawi, meskipun The Raids sendiri tak lebih dari sekedar cerpen (yang well... mungkin orang Indonesia tidak
akan menyebutnya cerpen karena 4 kali lebih panjang dari cerpen-cerpen Kompas, hehehe... makhlum lah, di
Indonesia yang namanya cerpen kan sudah sangat pendek sekarang, : D ).

Ya, itulah hebatnya Tolstoy, dengan jumlah halaman yang cuman 30-an, dia bisa menggunakan
paragrafparagrafnya untuk 1) mendeskripsikan tokoh-tokohnya baik secara fisik maupun mental beserta
gerakgeriknya, 2) menuangkan kegelisahan-kegelisahan si protagonis tentang, misalnya, bagaimana orang-orang
bisa sampai membunuh dalam perang padahal hal itu tidak didasari oleh kemarahan pribadi atau pun meski
pembunuhan itu tidak penting baginya secara personal, dan 3) lagi-lagi, mendeskripsikan alam dan ruang secara
umum hingga kita, saya khususnya, bisa menikmati dan mengimajinasikan bagaimana kehidupan di garis depan
dan apa-apa yang terjadi di sebuah desa yang berhasil ditaklukkan (well, bisa-bisa film-film tentang bagaimana
prilaku para prajurit di desa taklukan mengambil dari deskripsi-deskripsi yang diberikan Tolstoy di cerita-cerita
perangnya).

Saya jadi ingat katanya mas Zamiel el-Muttaqien ketika seorang temannya meguru ke seorang sastrawan (saya
lupa siapa temannya itu dan siapa sastrawan yang dijadikan maha gurunya itu): si sastrawan senior meminta si
murid ini menuliskan segala gerak-geriknya, menyuruhnya mendeskripsikan apa yang dilihatnya hingga
deskripsinya itu bisa mengimplikasikan apa yang ada di benak si orang yang diamati. Wah, kalau berhasil kita
melakukan itu, pasti kita akan jadi the next Hemingway, secara.... (ciyyeeee... Njakarta lagi boooo’) Hemingway
kan begitu banget. Hemingway suka mendeskripsikaaaaan saja, tanpa mencoba menerobos ke hatinya... dia hanya
memberi kita sebuah titian yang kuat buat kita menyeberang ke dalam benak tokoh-tokohnya.

Nah, kalau sudah begitu, kalau kita sudah mendeskripsikan tokoh kita seperti itu, pasti kita akan mendapatkan
karya-karya yang jauh tertanam di benak pembaca kita. Kalau dari dunia film, kita bisa melihat bagaimana tokoh
Anton Chigurh dalam No Country for Old Men tanpa pernah ngomong bisa kita lihat apa maunya dan apa yang
kira-kira ada di hatinya (hebatnya di film ini, tidak semua tokoh pendiam, tokoh Chigurh memang pendiam karena
ya... ada semacam kelainan gitu deh), atau di film Lost in Translation yang si pembikin film suka mengambil bagian-
bagian di mana tokoh-tokohnya tidak dalam keadaan perlu berbicara tapi bisa kita tebak-tebak apa yang ada di
hatinya melalui gerak-geriknya itu.

Ah... betapa menghantuinya tokoh-tokoh yang seperti itu... betapa meninggalkankesanmendalamnya mereka itu...
Oh... karakter-karakterku... kapan kamu akan muncul di benakku, kawan!!!!!! have a nice reading... and please
consider ethics even in this opensource era...

Tentang Puisi: 11Pqy uPs11n by Eka Kurniawan (2008-04-12 23:09)

... e e e ”Pus11nu 11ns buP uPs11n ” e1q 1 1dP ’”PTPq1p 11ns buP uPs11n ” nsPoy uPnq n 1 sT y d s byo b Pu-
od11no u1 bunoPePq uPy1 1d 1pP¯PPs : q

.uPP1uyn P y qT uPsPP uPsPn1 uPbu p PPs uPonbP


uPn¯unu o dn nTePpns 1u1 Pboo s ’PPs 1yPp n1np uP1 1o p ’PuP

. 1un buPo o 1u1 P PyP ’11 ...1s1 bun npu o buPn u qs uo

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 3
2.4. April BlogBook

PuuPdPpPebu oP1 nP1P ...P 1dP


. 11Pq buP uPs11neP1PpPPPuy n 1 PTPq1p 11ns buP uPs11 n 1PbPq s P pnsPo1p buPPePq Pq u o bunsbuP1
1pP¯PTPqo d nPs eP1Ps 1PbPq s PPs ’ 11Pqy PyPT s Pus11nu oP P1 ’buPPs 1dP .PuPey p s PbuPs P uPpnsPo1p buP
1PePpPd (.qsp ’1¯pyPns ’1Pz1y_P ’ To¯ s oP11’ ¯oyyPT ss1 1 uPs11n uPbu p PTPq1p 11ns buP uPs11n uPbunqne-
bunqnebu o) Py q y1 1dy q n un bu1TuPdy uPP buPyo u1 buno ’1Poyou PyPT uPbu p s11n 1p uP1PpuP ’1bP1 11P s

... e e e . 11Pqy buP uPs11n eP1PpP PTPq1p 11ns buP uPs11 n

1PbPq s uPP1uyn P pnsPo1p 1u1 11P buP PuPsPePq ’1uP ’ nq sy P 1s1nd 1yPp uP1ndo1s uPbu p s1bu1y oPnq1p
uPP n 1s bu1y1by buP buPyo ’Puy1ePPpPd uPp .n 1s bu1y1by uPP PTPqo d u1 buno .1¯pyPns u p1s yd buPs nPP
1Pz1y_PPu1s1nd-1s1nd nPP

’Toy qqP¯ 1s1nd Pnqo d 1Pq nPP ’ P suPb uu1_ oPTPo s u1 bunoPuuPbuPdoPb ...P) 1oPePd1p 11ns PuPyP buPPq e
buPyobuPyo e 1o uP11sPe1p buP 1y d s uPs11n -uPs11neP1PpPPTPq1p 11 ns buP uPs11n buPu P pnsPo1p
buPPePq Pq u-Pq u on un bu1y1by uPPPTPqo d u1PPPs ’ 11Pqy u1 1q1p Pp1 1u1 1s1nd P¯Ps nP1P .PuPTPq1p 11ns
uPp PsP1q buP s11nu oPs1q nP1PPsP1q Pp1 buP uPs11n -uPs11nPnqo oPdPbu o buPu bunbbu1 u o uPP1uynP ’n 1
1s1nd oP1Pp . 1un 1pP¯ Pu11sPe ’1s1nd n u q oP1Pp PuuPPunbbu o

uPP1uynP P1 ’1dP
...e p n 1b Pe111p ePpnoPp1 buP uPyoToq uP1y qo on un PuPunb

PuPsP1q uPp .(... e e e) 1nPb buP uPo -uPo bo1q-bo1q 1p n 1 oPTPo

11Pqy uPs11n -uPs11n no u PPs ’e1s PuPsP1q . 11Pqy uPs11n u1 1q uPP1uynP n 1s 1p .sPsdP 1yPp bu1TuPd P1p
eP1 s uPP1uynP Pubo1q y1doPo 1pP uPsnyPq

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

Wawancara (bukan cara Wawan lho ya?) dengan Novelis Sufi Irving Karchmar
(2008-04-16 08:51)

Selamat malam saudara-saudara. Senang sekali rasanya bisa cinangkruk di Berbagi Mimpi lagi. Nah, kali ini agak
beda mimpinya. Ceritanya, saya sedang mewawancarai novelis sufi Irving Karchmar yang karya novel pertamanya
”Master of the Jinn” barusan diterjemahkan ke bahasa Indonesia jadi ”Sang Raja Jin”. Okey, berikutkan kita
tampilnya pertanyaan pertama wawancara panjang antara Si Pemimpi (di sini, karena Inggrisan namanya jadi The
Lone Dreamer, oke? hehehe...) dan Irving Karchmar. Check it out:

The Lone Dreamer: I would like to ask you a question related to your decision to write such an inspiring Sufi novel.
In Indonesia, around 20 years ago, people talked a lot about Sufi literature written by Indonesian men of letters.
However, there was a prominent poet (Emha Ainun Nadji) who proposed a shocking argument: THAT THERE IS
(WAS) NO SUCH SUFI LITERATURE IN INDONESIA. In his opinion, there are several levels of literature (like worldly
literature, religious literature, Sufi literature, etc.), and to him, Sufi literature is a literature that, in its every single
word, praises Allah and shows a great desire to reach Allah. He also added that a Sufi literature does not stop as a
mere literature, a Sufi literature is just a small part in its author’s life, meaning the author him/herself lives a
Sufistic way of life. Now, I would like to know what you think about this poet’s idea. Do you agree with him?

Irving Karchmar: First, let me make clear that I have never read any Indonesian literature, Sufi or otherwise, so I
can only speak in general terms about what I have read. And so&

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 4
2.4. April BlogBook

The answer is YES, if according to his definition of Sufi literature, he means Sufi fiction, I would agree with him.

Fiction is just another name for storytelling, which is a part of every culture in the world, and the oral tradition
that existed for thousands of years before writing existed, and even after it was invented, storytelling existed
because most of the people in the world were illiterate, being unable to either read or write.

Worldly literature is the most common, and though it may be entertaining and exciting, and even have good moral
lessons on friendship, honor, integrity, and courage, they are written from a personal viewpoint. Some may even
have a very strong spiritual element that seems almost Sufi-like: Paulo Coelho s The Alchemist is one of those.

A sub-category would be fiction books that have a Sufi theme, but are not inherently Sufi fiction, such as Muriel
Maufroy s Rumi s Daughter, or The Way of Love by Nigel Watts. Both these fine books are about Rumi s meeting
with Shams, and very well-written and interesting, portraying Sufism is a positive light, but I would not call them
Sufi literature.

Religious literature is another form and many Sufis of the past and present have used this form. Most Sufi writing I
have read (and I have not read any from Indonesia ) include commentaries on the Qur an and hadiths, (since many
who became Sufis were also Qur an and hadith scholars and Jurists).

Sufi literature, on the other hand, would include Sufi teaching stories (which I love), and I would call them
literature even though they are usually short and teach a specific spiritual lesson. And all of the Sufis who wrote
these stories were leading a Sufistic way of life, so I think they meet our poet friend s criterion for Sufi literature.
Even the great Sufi books like Attar s Conference of the Birds, or Rumi s Masnavi, or Sa di s Rose Garden, are
narratives with teaching stories interwoven. Rumi s Masnavi, for example, which is so beautiful and heart-rending,
is really a brilliant and spiritually poetic Sufi commentary on different sentences and suras of the Qur an, told in
the form of stories.

Now my own humble effort, Master of the Jinn (Sang Raja Jin in Indonesia), has been called a work of Sufi
literature because it is a continuous story within a novelistic structure. It can certainly be read aloud as if it were a
story being told to an audience, like the storyteller s art, and indeed, I began writing it after I was initiated as a
Darvish of the Nimatullahi Sufi Order in 1992, and continued writing it for twelve years. Alhamdulillah! It was part
of the path for me, both a meditation and spiritual retreat.

I have tried to tell the truth of the Sufi path of Love in the book; the adab of the dervishes, the wisdom and power
of the Master, and the ultimate mercy and compassion of Allah for all His creation, both men and Jinn. If my
attempt has been successful, it is because the best of it was Allah-inspired. Only the mistakes are mine. Ya Haqq!

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 5
2.4. April BlogBook

Masih Wawancara dengan Irving Karchmar (2) (2008-04-18 09:34)

Nah, sekarang pertanyaan kedua dalam wawancara saya dengan Irving Karchmar. Senang sekali rasanya Irving
sangat ramah bin generous dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Well, berikutkan kita tampilnya...
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiiiin.

The Lone Dreamer: It was quite a surprise for me to know that you wrote Master of the Jinn for 12 years ( I admire
those who do not hurry, who spend lots of time pondering each words or elements of their literature... I also love
James Joyce for his eight years effort writing Ulysses). I also found those religious (or sufistic) teachings as I told
you in the first email. And now, I’d like to go straight into the novel, how did you come up with the description of
the realm of Jinn (which is like an ever-twilight zone, not dark but not bright). Among Javanese people, the realm
of Jinn (here we call Jinn ”makhluk halus”, or ”soft creatures”, :-)), is described almost in the same way as you do
in the Master of Jinn. However, in Alquran, as long as I am concerned, there is no such definition of the realm of
Jinn. What do you think about it?

Irving Karchmar: (About) The Land of the Jinn,

My concept of the Land of the Jinn, or Jinnistan, came about slowly, and grew out of Allah creating them of
smokeless fire. Since they were created before mankind, at the beginning of the world, according to the Qu ran, it
came to me that they were created in mountains of fire, that is, volcanoes, and as the volcanoes cooled, they
made their homes in the caves of these mountains. There were great deposits of fire crystals in the mountains
which reflected their fire and lit their world.

There was also a legend I had read that they lived on a huge island in the midst of the sea, and when they were
cast out of Allah s mercy for the sin of ingratitude and disobedience, for joining Iblis in not bowing to Adam as
Allah has commanded, the island was moved by Allah s will to a dimension beyond time, where they cannot grow
old, or progress, or even have children, since time does not exist. There the light of crystal in the mountains slowly
died out. I also read about the legend of the Mountains of Darkness in Algeria, said to be a place were demons
tryst, or meet to plan wickedness. So it was natural that these towering mountains became the legendary
Mountains of Darkness. The great balconies were made and arranged as a language only Allah could read, a living
prayer in the language of the Jinn, that no human could understand. In the early times, before their land was
moved, the light of the fire crystals shone off the balconies to form the language.

Their great punishment that even though the Jinn have free will, the light of Allah was removed from their land
and their hearts, and without Allah, all is darkness.

And because Iblis did not bow down to Adam, and Iblis was the the greatest Jinn, having been adopted by the
angels and was brought close to Allah, his free will caused his disobedience, and so all Jinn must appear in human
form when in the presence of humans, even through their forms are hideous according to their natures.

There is much more, but that will be found in the sequel, Tale of the Jinn, inshallah :)

The Creative Process

I would say the creative process began for me about six months after I was initiated as a darvish of the Nimatullahi
Sufi Order. The idea came to me during zekr within the circle of the dervishes. Of course, I had been a writer,
editor and poet for many years before that, and had always wanted to write a novel, but apparently it was not

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 6
2.4. April BlogBook

destined for me until I became a darvish. Then I began to read Sufi stories and Sufi poetry, and the great classical
works of Sufi of the past and present.

So I would say that the Sufi path of love has been my greatest influence, and the love and support of my family,
friends and darvishes, all fellow travelers on life’s journey.

In writing Master of the Jinn Sang Raja Jin, my duty as a writer was to tell the truth as best I could in the context of
a fictional story, which to me is not only telling a story on paper, but adding some understanding of the human
experience from a Sufi point of view. And that was a matter of finding what truth there is within myself, and my
knowledge of the path and the world, and telling a literary story within that framework. Researching the story of
King Solomon, as well as the Taureg culture of the Sahara, was also a learning experience. All of what is written
about it is factual, though woven into a fictional story. Sometimes I would wait for six months between
inspirations, until I read enough or learned enough, or something happened in my life and meditation that led me
to the next sentence. It was a process of learning and becoming, of growing with the story as it unfolded.

Honestly, the entire experience was the best time in my life. Writing a book you love with characters you love, or
just writing a sentence or paragraph that works, that conveys what is in your heart of love and hope and God’s
mercy, is one of the joys of being a writer. I could have kept working on it forever, and sometimes wish I were still
working on it.

Perhaps that is the real answer to the creative process. Alhamdulillah! Only with the love and grace and mercy of
Allah was the tale completed. That is the only way for anything worthwhile to be done. have a nice reading... and
please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 7
2.4. April BlogBook

Tiba-tiba Si Pemimpi Ulang Tahun !!!! (2008-04-19 22:16)

Baru beberapa waktu yang lalu saya ingat kalau di bulan April ini Berbagi Mimpi sudah genap setahun. Seingat
saya, sejak berhenti latihan silat bertahun-tahun yang lalu... saya tidak punya pekerjaan selain pekerjaan wajib
yang saya kerjakan secara kontinyu hingga setahun. Hehehe... Ya, baru mblogging inilah kegiatan non-wajib yang
saya kerjakan secara dawwam, utun, reguler, (dan masih banyak lagi sinonimnya yang karena keterbatasan
ruang ... dan ingatan ... tidak bisa saya sebutkan di sini, hehehe).

Ya, pada kesempatan model ini, sebenarnya saya ingin sekali ngimpi soal blogging (syukur-syukur bisa agakagak
ilmiah gitu deh)... Tapi, ya karena keterbatasan ini dan itu, akhirnya belum kesampaian juga ngimpi soal blogging
yang sesungguhnya.

Ah, setahun sudah saya berbagi mimpi, mengoceh, meluapkan ketidakpedulipadaEYDan saya (ciyyeeee), berlagak
GM di sejengkal blogspot dengan menulis catatan mimpi, berlagak sok sarjana sastra dengan menyumpah-
nyumpahi tulisan yang saya benci dan memaussastrakan diri sendiri di hadapan diri sendiri dengan memuja-muja
setinggi langit tulisan-tulisan yang meninggalkan kesan yang kuat di benak saya. Ah, setahun sudah saya puas
dengan yang namanya blog, setelah beberapa kali bikin blog di blog.com dan friendster.com tapi gagal karena
terlalu mengikuti aturan (mungkin aturan yang diterapkan untuk tulisan koran dan karya sastra koran) dan
akhirnya kurang gairah (dan butuh waktu lama)...

Ya, saya ingat sekali waktu itu saya mengunjungi http://sejuta-puisi.blogspot.com dan langsung terbetik keinginan
untuk membloggerkan diri saya ... tapi waktu itu karena kurang gaulnya akhirnya mencari www.blogspot.com
untuk bisa mendapatkan blog yang domainnya blogspot.com, hahaha...

Oke... sepertinya kebiasaan non wajib ini harus saya pertahankan... setidaknya selama blogger purba di dalam
kepala saya belum bosan mengoceh, selama saya masih punya pertanyaan, selama saya masih punya hasrat
narsistik yang besar untuk tidak hilang...

Ah, kenapa jadi murung begini ya ujung-ujungnya? Kenapa jadi Hasif Aminis begini ya (heee.... madakmadakno,
hahaha...)?

Well, akhirul posting, saya ucapkan selamat ulang tahun kepada Si Pemimpi, semoga panjang posting dan
sejahtera dan semoga tetap eling-eling-eling marang impenmu!!!1 have a nice reading... and please consider
ethics even in this opensource era...

Tentang Kefahrian Fahri (2008-04-25 15:57)

Barusan sadar, ternyata posting sebelumnya, yang mbahas soal ulang tahunnya Si Pemimpi itu adalah posting
keseratus di berbagi mimpi. Wah-wah-wah... What a cute kebetulan! Sebenarnya, hari ini nggak ada topik khusus
yang ingin saya impikan. Well, di tengah kesibukan yang mendera, dan blogger’s blog yang laten, ternyata, sosok
blogger purba yang nitis ke saya masih berontak. Dia menarik-narik tangan saya agar ngeklik bookmark dan sign in
ke sini. Ya... harus ternyata, saya tidak bisa mengendalikan hasrat itu.

Tapi, karena sudah terlanjur nulis, kayaknya akan sangat berdosa kalau tiba-tiba saya hentikan mimpi ini hanya
pada tataran personal saja (alah-alah-alah-alah). Setidaknya harus ada satu mimpi yang saya tumpahkan di sini. Ya,
kali ini saya harus menumpahkan sesuatu:

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 8
2.4. April BlogBook

Satu pertanyaan: BAGAIMANA PENDAPAT ANDA KALAU MENDENGAR BAHWA, DALAM AYATAYAT CINTA, FAHRI
ADALAH SOSOK YANG TERLALU SEMPURNA?

Well, sejauh ini (mungkin tepatnya ”sedekat ini”, soalnya saya kan belum kelar-kelar amat baca novel itu,
hehehe...) saya merasa oke-oke saja dengan si Fahri. Malah, saya jadi punya pertanyaan balik kepada mereka yang
menanyakan soal ke-fahri-an Fahri itu. Pertanyaan balik saya begini: APA SAMPEAN PIKIR

ORANG YANG HAPAL ALQURAN ITU NGGAK SEMPURNA? APA SAMPEAN PIKIR MENGHAPALKAN ALQURAN ITU
BISA DILAKUKAN OLEH SEMUA ORANG? APA SAMPEAN PIKIR ASAL MENGHAPALKAN SAJA BISA BIKIN ORANG
HAPAL ALQURAN?

Nah, itu dia, tolong Anda lanjutkan sendiri, kira-kira ke arah mana pertanyaan-pertanyaan saya itu menuju
(ciyeeeee... bijak booo’). Ya, kalau pertanyaannya tentang kesempurnaan Fahri, sepertinya Anda harus mulai lagi
baca latar belakang seorang khafidz, penghapal alquran. Sebelum ngritik (yang sangat tidak sastra sekalipun),
pemahaman atas konten adalah sesuatu yang vital-tal!

Tapi, kalau Anda agak mencibiri Ayat-ayat Cinta karena ceritanya yang terlalu hitam putih.... well... itu dia yang
perlu diselidiki lebih lanjut. Setidaknya, dalam kesempatan ini saya ingin menegaskan bahwa mempertanyakan
kesempurnaan Fahri untuk sementara bisa saya patahkan di sini. Ehem-ehem.... have a nice reading... and please
consider ethics even in this opensource era...

Percobaan (2008-04-25 22:32)

Ini sekedar tes, menggunakan imel untuk ngirim tulisan ke blog. Kalau berhasil, ya sepertinya saya bisa lebih santai
lagi. Terus korelasinya apa? Ah sudahlah jangan dengarkan omongan sebelumnya. Yang penting kita coba dulu ah.

”The real hero is always a hero by mistake; he dreams of being an honest coward like everybody else”Umberto
Eco

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com have a


nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 9
2.4. April BlogBook

Asas Praduga Tak Bersalah alias Mengapresiasi Sastra dengan Khuznudzon : D


(2008-04-26 22:17)

Nggak tahu ya, apa ini hanya perasaan saya saja? Saya kok merasa kita cenderung khuznudzon sama karyakarya
sastra yang penulisnya suka mengutip-ngutip atau membahas secara panjang lebar diktum-diktum atau penalaran
fisolofis (apalagi yang abis). Kok kesannya banyak orang-orang di sekitar kita (kayaknya kita juga :D) yang
menganggap gagah seorang novelis jika di novelnya dia menyinggung-nyinggung filosof ini dan itu ... atau bahkan
mengimplementasikan teori filsafat ini dan itu... Nggak tahu lagi Anda, saya sendiri sih pernah tanpa sadar
kepincut penulisan-penulisan yang seperti itu.

Ya, rasanya GAUL saja seorang penulis kalau bisa membahas filsafat (barat or timur sama saja lah!) di dalam
karyanya. Dan kita... pasti GAUL juga kalau bisa membahas karya-karya semacam itu dengan pendekatan filsafat
yang sepadan (bahkan kadang-kadang saya nemu juga seseorang menggunakan pendekatan filsafat yang ketat
untuk membahas sebuah karya yang ... well ... kurang terasa kandungan filsafatnya–ya... memang sih, yang
namanya pisau telaah yang teruji bisa dipakai untuk membedah-bedah apa saja). Begitu deh kita-kita ini (ini
ngomongnya pakai KITA lho ya... jadi saya sendiri juga salah satunya, jangan sampai dibelokkan lho nanti kalau ada
apa-apa!)

Tapi... pernah nggak kita menghargai (dengan sebanding) karya-karya sastra yang di dalamnya ada kutipankutipan
maupun pembahasan-pembahasan Alquran, Hadits, tafsir Alquran dan Hadits atau pemikiranpemikiran atau
benturan-benturan pemikiran para alim ulama? Hmm... kok jarang ya? Apa karena kritik sastra itu sendiri
kemunculannya sangat erat dengan pemikiran barat hingga kita para apresian sastra di Indonesia ini juga seringkali
bisa lebih ketat dalam menggunakan pendekatan-pendekatan apresiasi gaya barat? Beberapa kali saya mendengar
orang mendekati karya-karya Nukila Amal dengan menghubunghubungkannya dengan semiologi. Pernah saya
baca seorang penulis mendekati karya seorang penulis muda dari sudut filsafat Ada dan Ndak Ada : D.

Dan sekarang, saat Ayat-ayat Cinta nan laris dan dicinta (sebagian golongan) itu hadir dan membuka dirinya untuk
segala apresiasi, saya beluem sempat menemukan seorang apresian netral yang mendekatinya dengan ... ya ...
dengan cara yang menunjukkan penghargaan atas penguasaan si penulis (I’m talking about you Akh Abik! :D) atas
medan Alquran dan Hadits. Belum pernah seorang apresian netral (by neutral, I mean those who don’t wear
kopyah and pious-looking beard hehehe...) membahas bagaimana sikap keagamaan seorang Fahri, fundamentalis
kah? ahlussunnah kah? NU kah? Muhammadiyah kah? cinta wali songo kah? Oke-oke-oke... kalau masalahnya
adalah kekurangsastraan sejumlah bagiannya (kayaknya tidak begitu lama lagi saya akan impikan ini ... kalau nggak
sungkan sama Akh Abik sih hahaha...) yang menjadikan orang malas mengapresiasi bagian-bagian dalamnya,
lantas bagaimana dengan pandangan orang-orang yang suka memulai pembahasan panjang lebar hanya dengan
mengambil secuplik bagian pada sebuah karya sastra? Ehmm... maksud saya adalah, mengapa kita tidak
melakukan pembahasan seperti halnya para pelaku cultural study yang rela membahas secara panjang lebar apa-
apa saja yang ada di balik permasalahan punk setelah membaca (dan kemudian begitu saja meninggalkan setelah
mendapatkan sebuah titik lontar) sebuah karya fiksi yang ditulis seorang anak punk?

Ah, kok nggak kongkrit gini ya? Wis, pokoke gini deh, kayaknya kita (KITA saudara, KITA!!!!) harus belajar membaca
netral dan menggunakan asas praduga tak bersalah untuk membaca kitab sastra (:D) apa saja dan sepertinya kita
juga harus mulai membiasakan diri membahas karya-karya sastra Islami dengan sudut pandang Islami juga
(secara ... mau tidak mau karya sastra islami akan semakin mendapat tempat di tengah-tengah kehidupan sastra
Indonesia, buktinya siapa saja hayo penulis fiksi yang karya-karyanya bisa terjual lebih dari 3000-6000 eksemplar?
hehehe... lagian, kalau penulis yang karya-karyanya berkitar pada seksualitas [atau fenomena seksualitas lah kalau

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 10
2.4. April BlogBook

itu yang Anda mau] saja mendapat cukup penghormatan, masak sih penulis yang mengusung nilai-nilai keagamaan
kurang tampak mendapatkan apresiasi dalam eveneven sastra)....

Sementara begitu dulu lah.... Ayo nikmati malam minggu (selamat malam dunia! saatnya tuk berpesta : D, lah...
kok ujung-ujungnya kurang islami begini ya?) have a nice reading... and please consider ethics even in this
opensource era...
Ada Apa dengan AAC dan Sastra Kita? (2008-04-29 15:48)

Unik juga fenomena Ayat-ayat Fahri eeeehh Ayat-ayat Cinta dan Laskar Pelangi ini. Sementara, saya baru berani
ngobras soal AAC, soalnya belum baca Laskar Pelangi hehehe... (secara... masih banyak yang lebih tinggi dalam
skala prioritas literal saya sih, alah!).

Sementara (sebelum ada update lebih lanjut), saya memandang AAC itu seperti ini:

1. Novel ini superlaris (pada awalnya hanya di kalangan pembaca khusus sastra islami). Ini mutlak. Nggak
bisa ditolak!
2. Kalau dilihat dari fitur-fitur dan eleman-elemennya, mungkin (MUNGKIN lho ya...) banyak profesor sastra
yang akan bilang bahwa AAC bukan novel sastra yang bagus dalam artian ketat. Permainan watak nggak kelihatan
jelas, bahasa yang digunakan banyak yang bersifat argumentatif (dan kata Hudan jurnalistik), bahasa tak lebih
sekedar penghantar, dsb. Kasarannya, kita akan menyebut AAC BUKAN novel yang nyastra (dalam artian yang ya...
anda tahu sendiri lah). Yang pasti (asersif nih), orang Amrik pasti akan menyebut AAC genre fiction. Dan memang
terbukti, di Indonesia sini novel itu dilabeli ”Novel Pembangun Jiwa” (punya bukunya kan Hudan?).
3. Dan setelah saya scan benua ketujuh sektor Indonesia, saya dapati bahwa kebanyakan pembaca yang
penggemar sastra (atau, amit-amit, sokpenggemasastra) memandang miring AAC karena berbagai alasan. Dan
sayangnya, alasan-alasan wal arguman-argumen yang dipakai itu kebanyakan tidak pada tempatnya. dan, ini yang
agak penting menurut saya:
4. Dalam genre novel, pesan pada umumnya jauuuuuuuh lebih penting tinimbang bahasa. Nah, kebetulan,
kawan kita Akh Abik ini memang memfokuskan pada ”the propagation of Islam”, kata sebuah situs boso Inggris.
Jadi, bahasanya ya... standar, santun, mungkin jurnalistik. Tapi, buat Akh Abik dan pembacanya, hal ini bukan
masalah, karena pesannya bisa tersampaikan dengan manis lewat kisah yang romantis dan abis itu. Dan ternyata,
kisah romantisnya... deskripsi kehidupan indah Mesir yang pehuuuwwwanas kalau musim panas itu (:D... menurut
Fahri sih) benar-benar telah memikat banyak orang. Berapa banyak? Ribuan. Lebih. Ribuan. Lebih (Sampai
semilyar lebih royalti yang diterimanya... kata istri saya sih : D ).
Nah, terus, kalau tiba-tiba kita di ranah sastra (yang, sepenyimpulan saya, pasti disebut Hudan sebagai dunia
sastra yang BUKAN seolah-olah) ribut sendiri dan menumpahkan kekesalan atas si AAC itu, wah, saya jadi
membandingkannya dengan seorang penggemar masakan jawa timuran yang banyak bumbu, asin, dan pedes,
memprotes pizza atau skotel yang katanya ”kurang berasa bumbunya”, ”nggak ada sengir-sengir sedap ketumbar,”
”nggak ada sedep jeruk purutnya.” Dan apa, sengotot apapun kita memaksa berargumen dengan landasan teori,
hati nurani, testimoni paman bibi, sulit mengubah pola yang sudah terbentuk itu. Apalagi, pasar sudah
membuktikan AAC lebih laku dari hampir semua karya sastra yang pernah diterbitkan di Indonesia (ini sih tanpa
sadar statistik... hehehe). ”Protes”semacam itu menurut saya LEBIH tidak pada tempatnya lagi kalau disampaikan
di forum yang bukan forumnya sastra Islami, kan sama saja ngoceh sendiri : D.

Dan yang pasti....janganlah syuudzon sama melonjaknya minat baca bangsa kita. Sampean ndak pernah kan diskusi
tentang AAC sama ibu rumah tangga di dalam mobil? Sampean ndak pernah kan melihat seorang gadis bukan dari
jurusan sastra tapi makan di kantin sambil pamer buku ”Ketika Cinta Bertasbih” ( yang pastinya beli buku itu

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 11
2.4. April BlogBook

karena sebelumnya baca AAC). Jangankan AAC yang menyedot air mata dan memberikan banyak hikmah itu,
Fairish dan Dealova yang hanya menawaran kisah cinta remaja dan canda-tawa ceria saja bisa mendongkrak minat
baca anak-anak muda (bahkan di Kediri yang nggak punya Gramedia dan Toga Mas [kabarnya] baru nebeng di
bangunan lain).

Yang pasti, kalau ngomong pragmatis, novel macam AAC ini menurut saya lebih berhasil karena pesannya bisa
tersampaikan (terlepas dari setinggi apa nilai pesan tersebut), jika dibandingkan dengan karya-karya yang
membawa pesan buwesar tapi ya... sedikit yang bisa sampai menerima pesannya.

Jadi seperti itu saya memandang urusan ini. Nah, dalam perkara yang saya dudukkan seperti ini, menurut saya
pendekatan yang cukup proporsional (kalaupun kita memang ingin mendekatinya dari sudut yang suwerius)
adalah mereka-mereka yang menyoroti satu atau dua titik tertentu dalam novel itu untuk dibahas lebih jauh.
Misalnya, membahas sikap fahri yang ngotot tak mau memegang tangan nurul waktu sakit (seperti yang secara
sepintas lalu dilakukan Beni Setia hari Minggu kemarin).

Gimana kalau kita mencoba hidup berdampingan (klise... klise...) dan saling melihat perkembangan satu sama lain
kalau memang masih sempat :D. Dan akan konyol rasanya kalau, di jaman macam ini, kita ngotot golongan kita
lebih keren. have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 12
2.5. May BlogBook

Masih Juga tentang Ayat-ayat Abik (2008-04-30 21:58)

Wah, kayaknya nggak ada habisnya membincangkan AAC, meskipun telah terbukti saya sudah telat tujuh turunan
dibandingkan saudara se-Bengkel Imajinasi, Ghurun Adib Ahmadi el-Gresiky. Dan semoga, dengan postingan ini, saya
tidak membikin hadirin sekalian yang nyasar ke Berbagi Mimpi ini semakin geram : D. Yah, masih tentang beberapa
orang yang bilang karakter Fahri itu terlalu sempurna. Ya... buat kita-kita yang bergelimang dosa ini, karakter seperti
Fahri itu memang ... well ... sangat sempurna. Tapi, seperti saya bilang tempo posting, karakter seperti Fahri itu tidak
mustahil lho kita temui di antara para penghapal Alquran.

Sekedar menutup bulan April yang insya allah bukan the cruelest month dan tidak breed lilacs out of the dead land
(ehem-ehem), saya ingin sarankan satu cara ”saya” untuk menerima karakter Fahri itu. Ya... secara tidak sadar, kita pasti
akan menghubung-hubungkan Fahri dengan Habiburrahman El-Shirazy ( atau, kalau Anda bacanya setelah nonton versi
filmnya, pasti Anda akan menghubung-hubungkannya dengan Fedi Nuril–yang insya allah gue banget, hehehe...).

JANGAN!!!! JANGAN LAKUKAN ITU!!!! JANGAN HUBUNGKAN FAHRI DENGAN HABIBURRAH-

MAN EL-SHIRAZY (yang sebenarnya tidak kuliah S-2 di Al-Azhar!!! tapi di the Institute of Islamic Studies), APALAGI
MENYAMAKANNYA DENGAN FEDI NURIL (seorang pemuda sederhana–yang kebetulan ganteng–dan bahkan anak band
dan pernah pacaran–dan naga-naganya akan pacaran sama si Maria : D ). JANGAN!!!!

Kalau Anda menhubung-hubungkan Fahri dengan panjenenganipun berdua itu, ya.... pasti Anda akan bilang ”Ah,
karakter Fahri ini terlalu sempurna.”

COBALAH (meskipun ini bertentangan dengan disiplin sastra manapun, well... di sini kita kan cuman penikmat sastra
yang ingin menenggelamkan diri dalam sebuah fiksi :D) Anda menghubung-hubungkan Fahri dengan Prof. Dr. Quraish
Shihab (salam sungkem, Kyai) yang Lc-nya di Al-Azhar, S2nya di Al-Azhar ilmu tafsir, dan S3nya juga di Al-Azhar ilmu
Alquran yang lulus dengan predikat el-summa el-cumlaude. Nah... coba bayangkan Prof. Quraish saat masih muda ...
Mungkin Anda akan lebih bisa menikmati Ayyah el-Hubbu (sori... ini bahasa pidgin gabungan antara Arab dan ngawur
hahaha) ...

WARNING: jangan sekali-kali menyampaikan cara pembacaan ini kepada guru-guru ilmu susastra Anda sekalian daripada
Anda diresepkan untuk membaca Barthes, Derrida, dan (kalau masih ada ruang di kertas resep tersebut) Warren &
Wellek, Abrams, dst.

Sekian postingan bulan ini, sampai jumpa di posting-posting berikutnya. Shollu v.3.08.2 baru saja memberi pop up, isinya
”Menjelang tidur baca Allaahumma Ahyaa wa Amuut”. have a nice reading... and please consider ethics even in this
opensource era...

2.5 May

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 13
2.5. May BlogBook

Blognya Pingsan (2008-05-19 19:25)

Sudah tanggal 19 bulan ini. Dan satu pun saya belum mosting mimpi-mimpi saya. Sebenarnya saya malu sekali soal ini.
Tapi bagaimana lagi, saya benar-benar tidak bisa berkutik. Terus terang, ini terkait dengan nyaris terwujudnya salah satu
mimpi saya (mimpi yang mana? ada deh!).

Tapi saya janji kok, Wahai engkau blog sayangku, begitu keadaan batin saya sudah pulih, saya akan kembali menuliskan
mimpi-mimpi di sini. Pasti. Tunggu sebentar ya. Ini tidak terjadi hanya pada dirimu kok, ini terjadi pada blog-blogku yang
lain dan lain dan lain. have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 14
2.5. May BlogBook

Asumsi Awal tentang Andrea Hirata (2008-05-23 22:22)

Saya ingin memberikan blurb kepada Andrea Hirata. Mungkin, kalau Andrea sendiri memintanya untuk Maryamah
Karpov, baru saya akan mengikhlaskan blurb ini untuk dipajang di sampul depan bukunya, di atas atau sejajar dengan
blurb dari Ahmad Tohari atau Sapardi :D (kok tambah sombong begini ya Si Pemimpi, ampuuuuun). Oke, begini blurb itu:

”Selain cerita-cerita yang menyentuh (yang sedikit banyak tak terlepas dari keNYATAan kejadian yang diceritakan dalam
novel-novelnya), Andrea memiliki pengetahuan trivia yang luas dan kejenakaan yang tak kunjung habis. Kedua hal
terakhir ini, ditambah dengan ketidakmengenalan teori sastra (dan mungkin kekuranggemaran membaca
kritik/komentar sastra) menjadi sebuah alat penyetrum yang membuat prosa Andrea tak kunjung tenang, selalu
bergelinjangan girang, berkelonjotan tak kenal putus. Dan hebatnya, kita selalu terbawa dan ikut meliuk-liuk bahagia,
hingga menitikkan air mata, bersama kegirangliaran novelnovel Andrea. Sekali lagi, dengan keabaiannya terhadap kaidah
sastra, Andrea adalah ancaman terberat buat orang-orang yang mengaku sastrawan!” (Si Pemimpi, blogger sahaya,
penerjemah jelata)

Begitulah. Tunggu saja deh, sebesar apa font blurb di atas itu nantinya akan tercetak di sampul Maryamah Karpov.

Ya, Si Pemimpi yang mendukung kenikmatan dan ketercerahkanan pembaca ini akhirnya pingin menyingkap tabir yang
menyembunyikan kesuksesan Andrea Hirata, ingin mempreteli mur-baut-plat yang membentuk tower kesuksesan
Andrea Hirata.

Waspadalah... terdengar oportunis? Mungkin Anda akan terdengar begitu.... tapi tunggu saja... tunggu saja.

Ingat: Buku laris bukan hanya karena kemampuan penulisnya, tapi juga karena kemudahterpesonaan dan
kehaushiburanan pembacanya. Gunakanlah (kesempatan ini)!!!! Gunakanlah!!!! have a nice reading... and please
consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 15
2.5. May BlogBook

Lahan Nelaah Ngritis yang Asyik .... Itu tuh, Tetraloginya Andrea (2008-05-24 22:05)

Sebenarnya, ada banyak hal yang bisa dibahas dari tetralogi Laskar Pelangi. Ya, banyak hal. Sayangnya, sejauh ini saya
hanya melihat bahwa yang dibahas dari Laskar Pelangi tak lebih dari fenomena di balik buku itu, kelarisannya,
rencanadifilmkannya novel itu, dll. Di sinilah saya jadi kurang simpatik kepada para akademisi atau kritikus sastra yang
belum juga terlihat membuat kajian kritis tentang Laskar Pelangi. Ya, saya tahu kalau memakai kacamata kuda sastra,
ada lumayan banyak ketidakberesan dalam Laskar Pelangi. Tapi, dengar saya wahai para akademisi dan kritikus sastra,
ayo lah kita mulai memandang segalanya sesuai dengan takarannya. Buku-buku macam Laskar Pelangi (atau AAC) ini
tidak pada tempatnya dikaji berdasarkan parameter sastra kaku, karena mereka tidak diniatkan para penulisnya sebagai
karya yang mematuhi parameter sastra kaku.

Maka, ayolah, saya menghimbau nih (ciyyeeeeh... menghimbau bo’, kayak bapak bupati saja, wehehehehehe...), ayolah
mulai kita kaji Laskar Pelangi ini.

You all know lah kalau dunia kritik sastra kita lagi kurang membanggakan di mata dunia. Tapi, yang membikin saya
jengkel adalah, kenapa sekarang ketika ada buku yang sedang digandrungi (atau lebih dari digandrungi: digendengi)
orang eeeeehhhh..... malah kita nggak menelaahnya secara kritis. Apalagi, konon ketidakmaumenelahsecarakritisan kita
itu dikarenakan adanya anggapan Laskar Pelangi kurang gimanaaaaaa gitu!!!!

Ah, nggak bisa mikir saya. Bagaimanaaaaaa ini? Bagaimana bisa dunia sastra kita ini dipenuhi sosok-sosok kritikus
sombong yang tak pernah terlahir, yang ada ada di angan-angan orang, tak pernah terrealisasikan... So, jangan salahkan
kalau saya kutip satu kalimat salam Sang Pemimpi: Mengajarkan mentalitas merealisasikan ide menjadi tindakan nyata
barangkali dapat dipertimbangkan sebagai mata pelajaran baru di sekolah-sekolah kita. Ya... kita harus menumbuhkan
mentalitas merealisasikan idealisme-idealisme kita itu, termasuk idealisme sastra yang tak pernah terlahir dalam bentuk
karya ataupun kritik itu....

Oh....

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

Terkadali Cerpennya si Eep pada Sebuah Pagi (2008-05-25 10:44)

Sebenarnya, sudah cukup lama saya tahu kalau Eep Saefulloh Fatah itu hidupnya nggak jauh-jauh amat dari sastra.
Sekitar 4 tahunan lalu dia pernah mampir di Malang, sebagai pembanding dalam bedah buku Lintang Sugianto Matahari
di atas Gili. Dalam kesempatan itu pula dia menutup sesinya dengan sebuah puisi cinta-rindu yang dia tulis dari Belanda
untuk kekasihnya (:D) langsung dari communicatornya. Eh, tiba-tiba saja pagi ini dia muncul di cerpen kompas dengan
Cinta pada Sebuah Pagi. Well, sebagai notabene ya... bagian banyak penyembah cerpen koran, cerpen kompas tuh
menjadi altar pembaptisan kecerpenisan orang lho. Ya, bagi banyak orang sih... nggak semua. Jadi, kayaknya kang Eep
sudah jadi cerpenis betulan nih hehehe... (tapi nggak tahu lagi kalau saya yang telat ngertinya, siapa tahu ini cerpennya
yang kesekian di Kompas... maklum lah, sahaya kan bukan penyembah cerpen koran, ya... kalau kebetulan ada saja saya
baca).

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 16
2.5. May BlogBook

Oke, let’s get to the business now.

Asyiknya, cerpennya Eep ini memang asyik. Ya, nuansanya syahdu. Kalimatnya ringkas-ringkas namun jelas. Sama sekali
nggak ada pamer kecanggihan berbahasa. Namun, pada saat tertentu dia bisa hadir dengan metafor segar bersahaja,
macam: ”Tiba-tiba suara Asti menyereruput punggung telinganya”. Nah, asyik to?

Kalimat-kalimatnya efektif.

Btw, sebelum Anda lanjutkan mbaca ngimpi saya ini, saya persilakan baca cerpen [1]itu.

Oke, sudah baca kan? Itulah dia. Asyik kan, meski pendek (sangat koran!!! :D) dan sederhana? Dia benarbenar
mempersiapkan ending dengan cara ”menipu” pembaca (tapi ini tipuan cerdas kok, nggak mungkin dituntut pengacara
nomer wahid deh). Suasana dibangun syahdu sehingga pembaca macam si pemimpi ini langsung membayangkan sebuah
setting rumah pasangan muda yang hidup sederhana. Apalagi ditambah:

”Arnando membayangkan. Seperti itulah ibunya dulu selagi muda bekerja di rumah masa kecilnya di Yogyakarta.
Menyelesaikan semua pekerjaan rumah dengan tertata. Mengurus suami, ayah Arnando, yang lumayan banyak urusan.
Dan mendidik enam orang anak laki-laki yang sungguh susah diatur. Tanpa pernah mengeluh. Satu kali pun,” dijamin kita
akan membayangkan bahwa Arnando dan Asti ini adalah pasangan yang serupa dengan ayah ibu Arnando. Namun, tak
sedikit pun Eep bilang bahwa mereka berdua itu pernah menikah. Tidak. Eep bermain aman di sini.

Dan, ketika pada paragraf-paragraf terakhir ada seseorang yang masuk rumah namun Asti, bukannya membukakan
pintu, malah ke belakang, keadaan mulai membuat pembaca bertanya-tanya siapa tamu itu. Dan, ketika muncul wanita
yang kemudian membelikan sarapan Arnando lalu mencium bibir Arnando, kita mulai mendapat petunjuk.

Dan (lagi), paragraf terakhir ”Pagi masih belum beranjak, ketika suara mobil Ratih mulai terdengar. Lalu, melamat makin
menjauh. Arnando tahu persis, suara mobil istrinya itu akan kembali datang kala malam bertandang kelak” membuat
kita sadar bahwa Eep benar-benar telah mengkadali kita dengan cerpennya. Sederhana, jelas, sangat koran, tak bisa
tidak, mengingatkan kita pada tuanku Seno Gumira Ajidarma di tahun 1990an, dengan cerpen-cerpen yang
dikumpulkannya dalam Sebuah Pertanyaan untuk Cinta dan Atas Nama Malam.

Akhirnya saya dapat Hiburan pada Sebuah Pagi.

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

1. http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/25/01132157/cinta.pada.sebuah.pagi
Tips Menikmati Andrea Hirata (2008-05-26 04:01)

Ada banyak cara membaca fiksi, tapi untuk Andrea Hirata

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 17
2.6. June BlogBook

Perlahan Lebih Nikmat: Masih tentang Andrea (2008-05-26 21:55)

Ada yang perlu saya bocorkan di sini: cara nikmat menikmati Andrea Hirata. Cara nikmat menikmati Andrea
adalah: DENGAN MEMBACANYA PELAN-PELAN. Pelan-pelan di sini adalah dengan tidak terlalu buru-buru
menyelesaikan si buku.
Kenapa begitu?

Wah, kalau pertanyaannya begitu, sementara alasan saya adalah begini:

karena Andrea adalah orang yang pinter membikin orang meringis pada setiap lembar demi lembar. Nah, kalo
melihat kualitas ini, membaca pelan-pelan (sekali baca 20-30 halaman) akan membuat kita punya cukup banyak
waktu untuk merenung-renung apa yang tadi membuat kita meringis-ringis sendiri (oh ya, saya ingin bilang kalau
NOVEL ANDREA MEMILIKI DAYA RINGIS YANG SANGAT KUAT!!). Dengan begitu, hal-hal lucu atau menggetarkan
yang ada di dalam cerpen jadi lebih bisa tertancap di hati dan pikiran kita. Kalau kita membaca dengan gaya cepat
(semalam selesai), sepertinya akan banyak yang hilang (tergerus lupa), kecuali kalau kita orangnya punya ingatan
kuat. : D

Akhirul posting, saya jadi bertanya-tanya kok bisa-bisanya saya pakai mengajari cara membaca buku segala?
hahahahaha.... Sudahlah, saya cuman ingin seperti hari-hari biasanya, berbagi mimpi. Well, Anda kan tahu saya
lagi menjalani proses menjadi seorang novelis, jadi membaca pun saya ingin seefisien mungkin, semaksimal
mungkin daya tangkapnya, dan selama mungkin teringatnya. Begitulah sesi ngimpi kita hari ini, Saudara-saudara.
Salam at malam.

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

2.6 June

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 18
2.6. June BlogBook

Ramuan Kebijaksanaan Sehari-hari dengan Pengetahuan Trivia (Jadinya Nggak Trivial


boo’) (2008-06-02 08:31)

”Perbuatan-perbuatan kecil yang buruk tak ubahnya bayi hyena, ia akan tumbuh, dan cepat atau lambat dia akan
mengepung induknya sendiri.”

Sepertinya saya pernah ngobras soal kelucuan-kelucuan Andrea Hirata ditambah dengan pengetahuan trivianya
yang tidak bisa dianggap trivial. Ya, betul!!!! Dan dampaknya, kita akan sering ketemu pengibaratanpengibaratan
segar dan lucu. Ah, kok saya ulang-ulangi ya omongan ini? ... ulang-ulangi ya omongan ini? ... ulang-ulangi ya
omongan ini? ... ulang-ulangi ya omongan ini? ....ulang-ulangi ya omongan ini?

Kalau kutipan di atas itu menurut saya benar-benar gabungan yang apik antara kebijaksanaan sehari-hari dengan
pengetahuan trivia yang penting tentang (anak-anak) hyena yang tak kenal kawan dan lawan dan tak kenal pacar
tak kenal ibu. Amboi... jahat bukan buatan. Dilematis! Dilematis! (apa saya sudah kedengaran kayak Andrae?
hehehe)

Tapi...yang jelas, saya bayangkan Andrea Hirata, di saat-saat lain, menuliskan kata-katanya yang bernada agak
dibuat-buat dan iseng serta lucu dengan cekikikan sendiri di depan komputernya. Bahkan mungkin, saat dia
temukan kata-kata yang lucu sekali, dia akan menggebrak-gebrak mejanya nggak kuat menahan tawa. Btw,
kalimat mana yang saya maksud itu? Nantilah, akan saya beberkan di sini (sekarang sibuk banget boooo’ belum
sempat tidur dan ngimpi dengan jenak...).

Postingan kilat selanjutnya adalah potensi ”riset” sastra yang ada dalam tetralogi (yang baru tiga) Laskar Pelangi.
Tunggu ya, bo’....

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 19
2.6. June BlogBook

Sekutip dari Edensor (2008-06-02 08:31)

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 20
2.6. June BlogBook

Apa Bedanya Andrea Hirata dan Sastrawan? (2008-06-02 14:47)

Kita, orang-orang yang suntuk belajar sastra ini, mencoba menyampaikan hal-hal sepele dalam hidup kita dengan
cara yang luar biasa, indah bukan buatan. Bahkan, banyak dari kita menciptakan tema-tema absurd dari
permasalahan-permasalahan yang hanya sangat sublim dalam hidup kita. Ya. Hal-hal yang bagi banyak orang
bukan masalah (seperti halnya membeli barang karena terbujuk iklan, misalnya), akan menjadi topik cerita absurd
yang dahsyat buat seorang sastrawan kriya dan pemikir mendalam.

Lain halnya dengan Andrea, dia ceritakan kisah-kisah besar hidupnya, kehidupan seorang lelaki zenith dan nadir,
kehidupan seorang (ah, dua orang kalau Arai juga dihitung sebagai co-tokoh utama) pemuda yang bejibun
pengalaman dengan cara yang sederhana, banyak ketawa, nyaris tanpa teknik sastra yang canggih. Dan apa...
itulah yang dibutuhkan pembaca jaman sekarang yang sebagian besar tidak mau repot-repot menelaah keindahan
seni dan merenungkannya. Ya, sepertinya untuk negara macam Indonesia ini, kita harus melewati masa-masa
menjamurnya sastra eskapis dulu sebelum mengharapkan keberhasilan karya sastra yang ya... seperti diimpikan
para sastrawan itu.

Well, what can I say? Andrea, keep up the good work, berhentilah menulis kalau bahanmu habis. Raih dulu, Kak,
mimpi untuk tinggal di desa tertinggi Himalaya. Nanti tulis lagi kisahmu. Kami menunggu kok. Kami menunggu.
have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 21
2.6. June BlogBook

Points to Ponder from Andrea Hiratas (2008-06-03 06:33)

Seperti saya bilang kemarin, kali ini saya akan mencoba menyodorkan hal-hal yang bisa didiskusikan atau poin-
poin dari laskar pelangi yang bisa ditelusuri lebih jauh untuk dijadikan semacam penelitian.

Eit, sebelumnya saya pingin menyinggung sedikit soal tren dalam kritik sastra atau sosial yang saat ini lebih banyak
mengarah ke ranah cultural studies, poskolonial studies, atau (khusus untuk Indonesia) posordebarunanrepresif
studies (hehehe). Sebagaimana kita tahu (wiyyuuh, dosen abis bos!), dalam ranah-ranah kajian itu seorang
pengkaji cenderung menggunakan karya (baik sastra, komik, film, atau lukisan) lebih sebagai alat pemantik, titik
keberangkatan, untuk menjelajahi medan-medan luas kehidupan sosial. Karya-karya sastra disinggung sebatas
persentuhannya dengan realitas sosial (baik yang tampak gamblang maupun yang hanya tersirat-sirat saja).
Hmm... rasanya mulai abstrak ya diskusi kita (hehehe...). Makanya, sekarang langsung saja ke poin-poin pemantik
penelitian tadi. Oke, karena saya baru baca Sang Pemimpi (yang ya... baru saya sadar ternyata mirip hamba Si
Pemimpi blogger sahaya penerjemah jelata ini, hehehe...) dan Edensor, jadi ya cakupan poin2 penelitian itu hanya
berkisar dari kedua buku tersebut. Berikut ini:

1. tentang nasib Belitong yang hasil alamnya dikuras tapi rakyatnya tetap miskin dan nirpendidikan ( kita bisa
lihat kesan ini di sekujur novel, meskipun Andrea sendiri pada Sang Pemimpi tidak menunjukkan kebencian
kepada Jawa, bahkan lebih memandang Jawa sebagai tempat pembelajaran...meskipun sesekali ada kesan samar
yang rahasia, amboi... sungguh rahasia).
2. hal tersebut merambat pada timbulnya sikap sosial yang kurang percaya diri, menaruh harapan besar
(hingga bersikap keras) kepada generasi muda (sebagai pelampiasan ketaktercapaian mimpi-mimpinya) (untuk
yang ini kita bisa melihatnya pada Pak Mustar, Pak Balia, dll)
3. sikap sosial bangsa Indonesia (secara umum) yang sangat suka bermimpi dan mungkin bisa bertahan
hidup berkat mimpi-mimpi itu, karena kondisi sosial memang tidak memungkinkan hadirnya kenyataan yang
indah.
Dan banyak lagi yang lainnya (nyanyinya dengan gaya Kak Rhoma ya? hehehe...). Besok deh lagi.... have a nice
reading... and please consider ethics even in this opensource era...

FSS .... (sekadar ramalan :D) (2008-06-03 13:45)

Barusan di Apsas ada yang ngobrol soal ”FESTIVAL SENI SURABAYA telah semakin menjadi SATELIT TUK”. Mungkin,
mungkin lho ya, itu karena kali ini yang jadi legitimator kepintersastraan FSS tahun ini adalah ... hhmmm ... Arif
Bagus Prasetyo, penyair berbakat (:D) dan esais kondang yang kapan hari itu menang sayembara kritik sastra DKJ.
Ya, wajarlah kalau ada yang nggak terima. Lha tahun lalu Nirwan Dewanto, sekarang Arif BP.

Tapi... bagaimanapun, kita tetap harus melihat secara asyikistis. Hehehe... secara nyantai bin ya ... dengan hati
nurani. Halah...

Begini tanggapan saya soal itu (sori ya... tanggapannya mode anti huruf besar: ON) sekadar laporan dari gosip yang
terdengar di sana-sini, fss tahun lalu memang disinyalir nyatelit tuk. ya, mungkin karena para pendukung acaranya
yang dari jakarta (tahun lalu nirwan dewanto kesayangannya saut situmorang dan hasan aspahani yang diudang
bicara). seolah-seolah, untuk mendapatkan legitimasi kepenyairbagusan orang jatim butuh agen-agen tuk (saya
nggak tahu ini dari hati saya atau saya pernah dengar orang bilang ini...hehehe...).

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 22
2.6. June BlogBook

jadi ya, wajar saja kalau belum apa-apa sekarang sudah dituduh menjadi satelit tuk. ya... sebagaimana kita tahu
(weiks... sounds so dosen :D), siapa itu arif bagus prasetyo yang pinter dan siapa sih yang dia rujuk dalam
pengantar kuratorial itu. : D

ya... paling-paling satu dua minggu setelah acara berlangsung pasti ada esai ”emosi”di jawa pos yang isinya kalau
tidak 1) mengkritik kemasan acara yang semakin jelek (ditambah, kemana aja dana yang juta-jutaan itu dilarikan?)
ya 2) pilihan penyair yang dihadirkan dan dibukukan yang kurang memenuhi selera para penyair senior jatim
(heleh), atau mungkin (ini asal nebak saja) 3) kenapa kita butuh tuk untuk melegitimasi kualitas sastra kita... dan,
paling-paling, yang nulis itu adalah penyair senior yang ”lupa”nggak dilibatkan dalam acara. hehehe... ya, mari lah
berkhuznudzon menyambut comebacknya (meski cuman sebentar) mas arif yang bagus dan prasetyo ke surabaya.
semoga nulari kita semua. amiiiiin ya robbal universe...

Intinya... Ya, saya kurang respek lah kalau yang jadi legitimator itu harus TUK. Tapi ya... saya juga kurang suka
kalau kemudian (dan ini pasti!!!) ada sastrawan-sastrawan senior jatim yang misuh-misuh (kang Akmal suka
menggunakan kata ”misuh”dalam konteks seperti ini :D) soal kurang sempurnanya acara itu. Hehehe....
(Sayangnya, sungguh sayang, yang suka mengeluh itu adalah para sastrawan yang sudah menopouse karya (tanpa
sedikit pun niatan diskriminatif gender :|), maksud saya, sudah tidak lagi produktif dalam bersastar.

Ah...

Well, ndak tahu ya... tiba-tiba saja saya kembali berpegangan pada ”Whatever It is, I am against it!!!) have a nice
reading... and please consider ethics even in this opensource era...

Laporan Absenitas Kepemimpian (2008-06-21 13:22)

Wah, kembali Si Pemimpi terjebak sejuta hal yang menyebabkannya tidak bisa ngimpi lagi dalam waktu lama.
Kayaknya legenda blogger’s block yang pernah mengeblocki Si Pemimpi sejak beberapa bulan lalu kini kembali
menguat. Bayangkan... bayangkan saja lho ya... sekarang tanggl 21 Juni, tapi saya baru 3 kali bermimpi. Wah...
Tapi, saya ingat sekali, tahun lalu tingkat absenitas kepemimpian sangat tinggi.

Anyway, saya akan tetap ngobrol aja deh.

Sebenarnya hari-hari ini cukup banyak hal yang mengharuskan saya bermimpi. Tapi, sayangnya, saya tidak sempat
bermimpi. Yah, kurang tidur boooo’ Banyak sih yang jadi alasan untuk menulis: 1. fenomena sastra dewasa ini, 2.
tuduhan seorang blogwalker yang mampir ke sini (atau yang secara niat memang berkunjung ke sini) bahwa
orang-orang seperti Si Pemimpi ini yang menghambat perkembangan sastra Indonesia (hehehe... sebenarnya gak
penting banget membicarakan tuduhan ini terhadap perkembangan sastra indonesia :D.... tapi buat
perkembangan Si Pemimpi sebagai calon novelis, ini super penting boooo’), 3. kayaknya begitu saja deh....

Well, karena sy lagi-lagi belum punya waktu menjawab :D jadi ya..... tunggu lah barang dua tiga bulan lagi. Insya
allah saat itu nanti saya sudah banyak mencantolkan mimpi di disi... aaaaamiiiiiiieeen have a nice reading... and
please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 23
2.6. June BlogBook

Nah, Tampilan Baru... Mau Tahu Fisolofinya? (2008-06-22 12:28)

Akhirnya, setelah cukup lama dengan tampilan minimalis dan terkesan polos, akhirnya Berbagi Mimpi kembali
menampilkan tampilan barunya. Kali ini yang diambil adalah sebuah desain karya Final Sense. Dalam penggarapan
desain baru ini, Si Pemimpi relatif sangat tidak berbuat banyak :D (berarti nggak nggarap dong!). Saya hanya
mengopy-paste skrip dari sebuah situs penyedia template blogger gratis, terus mengubah kerataan (text-align nya
dalam bahasa gaul para html-er : P ).

Yah, begitulah. Kalau filosofi di balik desain ini apa? Hmm... itu gambarnya burung, kawat berduri, dan warna
dominan biru kan? Oke, burung bisa diartikan apa ya.... (ah, saya langsung teringat salah satu lagunya Beatles yang
digarap post-mortemnya Lennon). Terus, kawat berduri artinya apa ya... (nah, saya jadi ingat konflik
berkepanjangan di kawasan bekas pecahan Sovyet). Warna biru artinya apa ya... ( nah, kalau yang ini saya pasti
ingat lautan, langit(an) :D, dan kolam renang yang keramiknya biasanya biru hihihih...)

TAPI, SESUNGGUHNYA SAMA SEKALI TIDAK ADA FILOSOFI kenapa saya menggunakan desain ini. Alasannya
HANYALAH, karena DESAIN INI YANG TAMPAKNYA PALING SEDERHANA DAN BISA DIPASANG DI SEJENGKAL
BLOGSPOT SAYA INI. HEHEHEHEHE....

Begitulah, well, nggak penting banget ya omongannya Si Pemimpi akhir-akhir ini. Tapi... ya begitulah... sekedar
nyante wae lah ... have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 24
2.6. June BlogBook

Si Pemimpi Tambah Males (2008-06-25 19:31)

Ah, jadi makin males saja Si Pemimpi ini hari demi hari. Kerjaannya cuman ngedit tampilannya bloggeeeeeeeer
melulu. Ah, jangan-jangan dia mulai menumbuhkan keinginan menjadi seorang web designer, sebuah cita-cita
yang terlalu muluk-muluk (rasanya). Tapi ya, entah. Tidak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi dengan
Si Pemimpi. Yang jelas, dia sungguh-sungguh tambah jauh dari sastra (setidaknya hari-hari ini).

Dia tahu, dia sadar, dia sungguh awas kalau hal ini berpotensi membuat cintanya kepada sastra gripil (ehmmmm...
tahu gripil nggak? gripil itu bahasa jawa yang artinya semacam rontok sedikit-sedikit, atau OH YA... dia baru ingat,
gripil bisa diartikan ”merepih” yang intransitif dalam bahasa Indonesia atau Melayu). Dia sadar akan the gripillic
potential of leaving literature too long.

Tapi, dia punya rencana lain. Mungkin, ini semacam sebuah upaya menghabiskan keinginan untuk mengubah-
ubah design berbagi mimpi untuk masa-masa yang akan datang. Mungkin. Mungkin dengan mengedit-edit design
ini hingga tuntas, dia akan kehilangan keinginannya lagi untuk bermain dengan design. Ya, mungkin begitu. Sebab,
dalam beberapa hari lagi, dia sudah akan mulai bermimpi lagi, bermimpi dengan gila, segila-gilanya gila. Ya.
Tunggu saja. Dia akan terus mencari addon firefox tiga yang bisa membantunya menjadi seorang blogger tanpa
harus mengunjungi blogger.com lagi. Dia ingin mencari sebuah blog-client yang ramah blogger (sejauh ini, dia
sudah punya yang ramah wordpress, kini tinggal cari yang ramah blogger). Semoga dia segera menemukannya.

Dan Anda.... Anda... Anda (termasuk Anda yang berbaju hijau di pojok warnet itu), akan bisa lagi menikmati
kegilaan mimpi-mimpinya, akan bisa lagi jengkel dengan gayanya yang sok tahu, akan bisa lagi meringis karena
menemukan kalimat-kalimatnya yang salah. Mungkin-mungkin-mungkin. Tunggu saja.

Ingat, blogging bukan hanya terjadi karena niat si blogger, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah!
Waspadalah!!!!

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

On Bahasa Indonesia yang Strukturnya Nginggris ... An Ineluctable Trait of Bahasa


Indonesia (2008-06-26 10:11)

Wah, kalau dirikip-rikip (tahu nggak dirikip-rikip? kata ulang itu berasal dari kata dasar ”rikip” yang merupakan
bahasa ngalam, yang SALAH SATU aturannya adalah ”walikan”, soooo... dirikip-rikip adalah dipikir-pikir... ah, kok
mbahas gini ya, hihihi...), bahasa Indonesia kita tercinta itu cukup unik ya. Well, pada dasarnya bahasa ini adalah
bahasa buatan yang belum JADI (kayaknya, bahasa yang wajar memang nggak pernah JADI kok, karena bahasa
selalu dipakai dan seiring dengan berkembangnya aktifitas manusia dan terciptanya hal-hal baru maka bahasa juga
harus berkembang, tul nggak?). Wah, sori ya... paragraf pertama jadinya mbulet begini (sy terlalu takut
menjerumuskan para pembaca ke satu hal sehingga saya harus menegasi-negasi atau menambahkan atau
menyelipkan hal-hal baru, ke dalam kalimat-kalimat saya , yang mana mungkin mirip caranya Derrida nulis–hihihi...
sok tahu buanget!!!!!).

Oke, sekarang sy akan mulai masuk ke satu topik secara khusus: SIKAP KITA TERHADAP BAHASA INDONESIA. Lebih
fokus lagi: SIKAP KITA TERHADAP BAHASA INDONESIA YANG BANYAK DIMASUKI ELEMEN ASING. Lebih tambah
fokus lagi: SIKAP KITA TERHADAP SELUNDUPAN ELEMEN ASING DALAM HAL STRUKTUR KALIMAT. Oke, fokus kan?
Jadi inti saya bukanlah dalam hal sisipan istilah asing, tapi struktur kalimat, bukan diksi.

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 25
2.6. June BlogBook

Nah, kongkritnya bagaimana? Begini: dalam bahasa Indonesia jaman sekarang, saya kok sering mendengar orang
bilang bahwa tulisannya pak Anu biasanya berstruktur inggris, pak ini juga berstruktur inggris ( tapi anehnya, kalo
ada terjemahan yang strukurnya masih ke inggris-inggrisan orang-orang pada protes, hehehe). Terus pasti Anda
bertanya: bagaimana sih bahasa Indonesia yang berstruktur inggris itu? Begini misalnya (dalam iklan Indomie): ...
kita memang berbeda, TETAPI SATU HAL: kita sehati. Nah, apa menurut njenengan semua itu struktur bahasa
Indonesia? Kayaknya nggak deh. Saya mensinyalir: TETAPI SATU HAL itu sangat dipengaruhi oleh bahasa inggris
BUT ONE THING FOR SURE, atau BUT ONE THING. Ya, menurut saya itu struktur yang nginggris. Kalau struktur yang
ngindonesia seperti apa? Kayaknya lebih ngindonesia itu kalo kita ngomong ”...kita memang berbeda, TETAPI
YANG PASTI: kita sehati”. Nah.... lebih kerasa ngindonesia kan?

Tapi, apa itu berarti kita harus bersikap antipati yang bilang: WAH, IKLAN ITU NGGAK NGINDONESIA BAHASANYA?
Kayaknya nggak lah. Konyol itu. Dan mustahil ”sang yang pemimpi yang blogger jelata yang mengagungkan bahasa
berbasis pemakai nan ramah kemajuan dan kesadaran akan fitrah bahasa” ini menentang dan tidak menyetujui
penggunaan bahasa seperti itu. Makanya di sini saya mengajak merenungkan sikap kita terhadap bahasa yang
seperti itu.

Ya, bahasa Indonesia kita tercinta ini memang sangat rentan terhadap perubahan, karena ya ... bagaimana lagi, lha
wong bahasa kita ini dibuat untuk menyatukan segenap perbedaan bahasa yang memperkaya kita ini. Sejauh ini,
bahasa Indonesia sangat berbeda-beda, baik dalam hal strukur maupun diksinya, bergantung bahasa ibu (yang
umumnya bahasa daerah) pemakaianya. Orang jawa timur bahasa Indonesianya secara struktur dan diksi (kalau
logat mah sudah beda-beda) akan sangat dipengaruhi coro jowo. Begitu juga di daerah-daerah lainnya.

Nah, jadi, kalau tiba-tiba orang-orang yang aktif di industri internasional semacam Indomie itu menggunakan
TETAPI SATU HAL, bukannya memakai TETAPI YANG PASTI, sepertinya kita harus legowo mengakuinya. Karena,
ya... bisa dibilang bahasa sehari-hari orang-orang di perusahaan gede itu oh... jargonnya sangat londo boooo’.
Saya pernah nerjemah untuk sebuah produk waralaba internasional, di situ banyaaaaaak sekali istilah yang nggak
boleh diterjemahkan. Mereka sangat banyak bergaul dengan literatur manajemen asing, ya wajarlah kalo tiba-tiba
tim kreatifnya menggunakan ”TETAPI SATU HAL”, yang agak gak nyaman di kuping tapi ya... mau gak mau harus
kita terima sebagai imbas dari pergaulan kita dengan literatur asing (maklum lah... toh kita nggak bisa terus-
menerus mengandalkan pada literatur bahasa Indonesia : D )

Sementara begitu dulu pernyataan sikap saya soal bahasa kita yang sudah mbau-mbau inggris.

Geeethooooo....

Terus gimana gaya bahasa yang saya praktekkan sebagai penerjemah dan editor (terjemahan saya sendiri? :)? Let’s
wai’ n’ C!

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 26
2.6. June BlogBook

Re-Nonton Before Sunrise (2008-06-27 23:01)

Ehem-ehem, saya ingin menyeru sedikit nih: manstrap!!!! manstrap abis!!! (Gitu biasanya teman saya [1]masrizal
menyeru :D). Apa yang manstrap? Yang manstrap adalah [2]Before Sunrise. Tahu kan pilem ini? Ya, di link tadi bisa
dilihat detilnya. Tapi, sebagai pandangan saja, baru satu dua minggu ini saya tahu kalau ternyata tokoh utama
cowoknya adalah salah satu pemain terpenting dalam Dead Poets’ Society. Hehehe... Pertama kali sy kenal Before
Sunrise dari RCTI, sekitar 4-6 tahun yang lalu, waktu akhir-akhir masa kuliah saya. Kalau nggak salah film itu
diputer pada masa liburan sekitar hari raya (kalo nggak salah sih : D ).

Sekarang, berkat bantuan sang agen torrent, [3]Meti, sy akhirnya bisa mendapatkan film itu lagi di harddisk saya.
Wah, hebat. Setelah 5 tahun, film itu tetap tak kehilangan daya tariknya di mata saya. Malah, semakin saya tonton
semakin tampak hal-hal hebat yang mendukung kebegitumenarikannya film ini di mata saya 5 tahun yang lalu.

Bayangkan saja sebuah film drama. Tanpa aksi sedikit pun. Menceritakan tentang sepasang pria dan wanita yang
selama sehari semalam hanya ngobrol saja (sambil jalan-jalan, dan yah–seperti film-film barat pada umumnya–
satu dua kali ciuman). Hebatnya, dari pembicaraan yang tak ada ujungnya itu kita digiring untuk menghayati
pedalaman isi hati mereka berdua. Kita digiring ”membaca”kekikukan si cowok–power akting si cowok manstrap
booooo’–dan kecerkasan si cewek. Sesekali kita jg dikasih show of force acting kedua belah pihak dengan
pengambilan gambar tanpa henti, bincang-bincang antara kedua tokoh tanpa cut, sambil jalan, sambil
memperagakan bahasa tubuh yang natural. Manstrap!!!!!

Well, sebelum saya cerita lebih jauh, sampean-sampean saja lah baca dulu film itu.

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

1. http://masrizalmahmud.multiply.com/
2. http://www.imdb.com/title/tt0112471/
3. http://adi.pramono.info/

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 27
2.7. July BlogBook

Target 1: Bikin Pembaca Bilang, ”Peduli Amat Sama Akhir Cerita!!!!” (2008-06-29 14:22)

Dari film Before Sunrise dan serial Smallville, ada satu pelajaran yang mau tak mau jadi kepetik oleh saya. Apakah
itu? Ya judul postingan ini: sebuah cerita manstrap adalah cerita yang membuat pembaca bilang, ”Peduli amat
sama akhir cerita, yang penting aku menikmati apa yang terjadi saat ini.”

Well, sejak dulu-dulu saya selalu mencoba acuh dengan kenikmatan akhir cerita. Seringkali, iseng-iseng saya baca
spoiler film atau buku. Mungkin, bagi banyak orang, menjengkelkan sekali rasanya mengetahui sebuah akhir cerita
sebelum melihat keseluruhan kisah. Dan memang, banyak sekali kisah thrilling yg kenikmatannya langsung hilang
begitu kita tahu, atau bisa menebak, akhir ceritanya.

Tapi, cukup banyak juga kisah-kisah yang tetap bisa memikat perhatian saya meskipun sy tahu akhir ceritanya.

Nah, yang baru-baru ini saya sadari adalah, waktu melihat film semacam Before Sunrise (Ethan Hawke, tokoh
utamanya, salah satu pemain di Dead Poets’ Society), saya tidak peduli akan berakhir seperti apa ceritanya. Bisa
dibilang, kisah Before Sunrise ini sangat simpel, sangat simpel. Seorang laki-laki bertemu cewek di kereta. Terus
mereka merasa cocok dan selalu nyambung dalam berbagai topik. Mereka berdua memutuskan untuk jalan-jalan
bersama di kota Wina, Austria. Kecocokan mereka semakin teruji. Pembicaraan tanpa henti. Sedikit bobo’ di
taman (khas backpaper di Eropa deh). Ujung-ujungnya mereka berpisah untuk ketemu enam bulan lagi (tanpa
bertukar alamat rumah dan nomer telepon–dan tidak pula alamat imel, settingnya tahun 1995 bo’, kayaknya imel
belum lazim untuk kehidupan sipil di jaman itu). Film ini murni film ngobrol. Isinya ngobrooooooool terus. Ada
ngobrol di kereta, ngobrol di trem, ngobrol di pancuran, ngobrol di bar. Ada ngobrol sambil tertawa-tawa, ngobrol
sambil marah-marah, ada ngobrol sambil mendesah-desah penuh gairah, ada ngobrol sambil sedih mengingat
masa lalu, dsb, dst. Ada ngobrol di siang hari, ngobrol diiringi cahaya senja. Ada ngobrol sambil minum, ada
ngobrol sambil jalan ( tanpa sekalipun ”cut”), ada ngobrol sambil sedikit ciuman, dst.

Hebatnya, obrolan kedua tokoh utama itu sangat enak dinikmati. Si cewek suka bicara dengan sesekali
memasukkan kemampuan penalarannya yang luas. Si cowok model introvert yang agak canggung dan bicaranya
kadang-kadang ”tak terjamah”. Dan ya, bisa dipahami, dia lumayan suka sastra (dia baca Hemingway di kereta),
dan bisa menirukan Dylan Thomas membacakan puisinya W.H. Auden (syairnya hapal)–meskipun sebenarnya agak
kontradiktif, karena di satu kesempatan lain, ketika seorang penyair tunawisma di pinggir kali Wina itu
membuatkan puisi berjudul [1]Delusion Angel dia ”menuduh” si penyair hanya menyelipkan kata pesanan mereka,
yaitu ”milkshake” ke dalam puisi yang sebenarnya sudah lama jadi.

Tapi, all in all, kemampuan si pembuat skenario dalam hal membuat perbincangan yang asyik antara kedua tokoh
utama membuat saya (selaku salah satu penikmat film) bisa menikmati film itu tanpa perlu lagi mempedulikan
bagaimana selanjutnya cerita ini bergulir. Yang jelas, setiap momen perbincangannya layak dinikmati.

Tentu saja, semua itu didukung dengan teknik-teknik sinematografi (yang sebenarnya saya sendiri sih nggak tahu
banyak hehehe) yang membuat saya sesekali terkejut menikmati manuver-manuver sinematografiknya. Way to
go, Ethan!!!!

have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era... 1.
http://dreamer.nitro.dk/wiersze/jewell-delusion_angel.html

2.7 July

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 28
2.7. July BlogBook

(2008-07-02 14:14)

Seorang kawan mengirimkan SMS tentang akan niatnya mendirikan sebuah dewan yang mewadahi sastra di Jawa
Timur ini. Sungguh ini sebuah gerakan yang mulia. Memang sih, banyak ketidakpuasan terhadap lembaga-lembaga
pewadah sastra yang ada saat ini.

Lha terus apa hubungannya dengan saya? Hmm... Bukannya ingin beralih dari mimpi-mimpi pribadi memuat
sebuah novel mencekame et mencerdaskane :D dan beralih untuk mengimpikan sebuah institusi sastra skala
regional, saya hanya ingin mengumbar mimpi saya, hehehe... ingin tahu seliar apa mimpi-mimpi saya. Oke deh,
langsung saja, lupakan omong kosong paragraf di atas tadi. Ada beberapa poin yang ingin saya sampaikan:

1. kayaknya tidak asyik lagi kalau yg namanya sebuah dewan sastra itu sibuk dengan hal-hal yang sifatnya
administratif, seperti kepengurusan, musyawarah daerah, pendataan anggota, pemetaan sastrawan, dll.
2. akan lebih berguna lagi jika sebuah dewan sastra berbentuk sebuah organisasi awang-awang, maksudnya,
sebuah kumpulan orang yang tidak terlalu terikat oleh fisik. Wah, agak sulit juga menjelentrehkan pikiran ini. Tapi
begini: sastra adalah dunia kreatif, dunianya orang-orang yang meng-create, mencipta, berkreasi, menghasilkan
sebuah karya. Jadi, sebisa mungkin kegiatan-kegiatan sebuah lembaga sastra seyogyanya SEDEKAT MUNGKIN
DENGAN DUNIA CREATE MENG-CREATE. Intinya, kegiatannya dewan ini harusnya dekat dengan PROSES MENG-
CREATE atau HASIL MENG-CREATE. Jadi, sebuah dewan sastra akan sangat bagus jika berfungsi sebagai ajang
berkumpulkan karya-karya atau kegiatan-kegiatan menghasilkan karya atau kumpulan karya-karya itu sendiri.

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 29
2.7. July BlogBook

Daftar Isi (2008-07-27 17:26)

April 2007

1. [1]Mimpi Antara Dulce dan Utile


2. [2]Mencari Dulce Lewat Tiga Jurus OB
3. [3]Manusia di Balik Kostum Ketat Superman
4. [4]Demistifikasi Smallville
5. [5]Kota dan Cerita
6. [6]Dosa Besar dari KePEMIMPIanku
7. [7]Julia Navarro: Guru Baruku
8. [8]Pikiran Liar, Pikiran Kita
8. [9]Bermimpi, Tidak Menganggur Semasa Tidur
9. [10]M-e-n-g-u-r-a-i Bahasa
10. [11]Kesabaran Berargumentasi (Kritik untuk Esai Jawa Pos)
Mei 2007

1. [12]Buku Apresiasi Puisi yang Nakal


2. [13]Mencekame et Mencerdaskane (Salam Hormat buat Putu...
3. [14]Bermimpi Ketemu Guru: Dream for Romo Joyce
4. [15]Sastrawan Berbicara Siswa (JUGA) Berbicara (Tanggapan buat Esai Jawa Pos oleh D. Zawawi Imron) 5.
[16]Tentang Perempuan, Tidak Harus (Perjuangan) Feminisme
6. [17]Ada Apa dengan Bahasa Indonesia?
7. [18]A Fight It is, but a Gentle Kind of One (GBU Mbak Ratna)
8. [19]Time + The Sea: Menyelam Kembali ke dalam Diri
Juni 2007

1. [20]Nagabonar (Jadi) 2: A New Wave of Movie Novelization)


2. [21]Sponge Bob al-Bikini Bottom: Sebuah Dunia yang Koheren)
3. [22]APA untuk Ditulis, Bukan Sekedar Apa
Juli 2007

1. [23]Sekelebat Mimpi Kisah Cinta

Agustus 2007

1. [24]Reorientasi Pemimpi
2. [25]Antara Saya, Memu, Mempu, dan Ayu Utami
3. [26]Ben Okri, Pak Leo, dan El Boom
4. [27]Ode Kampung bagi si Pemimpi
5. [28]Tentang Penyair Mutakhir Jawa Timur dan Apa-apa di Sekutatnya
Oktober 2007

1. [29]Mengupas Rilke (yang bukan Dyah Pitaloka, : D )

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 30
2.7. July BlogBook

2. [30]Ramadhan ala Pemimpi


3. [31]Diterjemahkan Bukan untuk Disembah
4. [32]Tergugah dari Kepemimpian
5. [33]Mendosen ala Nabokov
6. [34]Aduh, Hiperaktifnya Penulisku Sayang...
7. [35]Ojo Golek Matengan Ae, Bos!
8. [36]Terjemahan Jabberwocky: Dari Kosong Menjadi Kosong...
9. [37]Sesuatu yang Kelak Retak, dan Ujian CPNS Membuatnya Abadi
November 2007

1. [38]Para Pencari Tuhan, Para Penguras Tangis


2. [39]Today’s (Indonesian) Literature Esthetically Twist...
3. [40]Tolstoy Juga Blogger!!!
4.[41] Surat Tanpa Amplop buat pak Suparto Brata

5. [42]The Sea (1): Canggih Berbahasa bukan Berarti Mempu...


6. [43]Cerita Anak-anak Ya Kudunya Anak-anak
7. [44]Fiksi yang Kilat, Kalimat-kalimat yang Memberat
8. [45]Sisi Sarkastik Diriku Buat Mas Tjahjono ( maaf )
9. [46]Posisi Bahasa Daerah dalam Prosa Berbahasa Indones...
[47]

Desember 2007

1. [48]Kuntowijoyo: Pengakuan Cerpenis Koran (1)


2. [49]Kuntowijoyo: KeKuntoan 15 Cerpennya(2)
3. [50]Otak Boleh Benci, Tapi Indera Pengendusan Sastrawi...
4. [51]Turquoise: Cekamannya Oke, Renungannya Asyik Pula ...
5. [52]Turquoise: Cekamannya Oke, Renungannya Asyik Pula ...
6. [53]Kaleidoskop Sastra 2007 (soooooo TVRI, hihihi....)...
7. [54]Surat Ehem-ehem buat Hasan Aspahani: Orgasmaya, Sh...
8. [55]Kaleidoskop Sastra 2007 (soooooo TVRI, hihihi....)...
9. [56]Kaleidoskop Sastra 2007 (soooooo TVRI, hihihi....)...
10. [57]Kaleidoskop Sastra 2007 (soooooo TVRI, hihihi....)...
11. [58]Kaleidoskop Sastra 2007 (soooooo TVRI, hihihi....)...
Januari 2008

1. [59]A Deeper Peek at Sasak Community


2. [60]Verbalisme, Sinetron, Sastra
3. [61]Verbalisme (lagi)... dan Masih Belum Tamat...
4. [62]Tolstoy’s Message (to Me, :D): Write the Peculiars...
5. [63]Sinyaliran Ketidakambilpusingan dalam Sepotong Sen...

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 31
2.7. July BlogBook

Februari 2008

1. [64]Dari Mengendalikan Air Menjadi Mengendalikan Pemir...


2. [65]On Prosa Cinta...
3. [66]On Prosa Cinta ( lagi )
4. [67]Juarnalisme Sastra Vs. Sastra Thok...
5. [68]Dari Biografi ke Memoar
6. [69]The Ahmad Dhani Chronicle (1)
7. [70]Dari Biografi ke Memoar (2)
8. [71]Apa Masih Pantas Menganggap Sastra sebagai Doa?
9. [72]Bagaimana Resensi yang Ideal Menurut Anda? (Sok Pe...
10. [73]The Ahmad Dhani Chronicle (2.1)
11. [74]The Ahmad Dhani Chronicle (2.1)
12. [75]Antara Chicklit, Teenlit, dan Indra Tjahyadi
13. [76]Saut Situmorang: Ngotobiografi Lewat Puisi? (1)
14. [77]Saut Situmorang: Ngotobiografi Lewat Puisi? (2) 15. [78]Bukannya Kita yang Mengaborsi Jabang Kritikus
Sast...
16. [79]Cherish Masa Kecil We Have, We Should

(bersambung, nanti kalo sempat diteruskan bikin daftar isinya... sementara, perlakukan roll di sebelah itu sebagai
daftar sini... : D ) have a nice reading... and please consider ethics even in this opensource era...

1. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/debu-jalan-yang-membentuk-che.html
2. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/mencari-dulce-lewat-tiga-jurus-ob.html
3. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/manusia-di-balik-kostum-ketat-superman.html
4. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/demistifikasi-smallville-1.html
5. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/kota-dan-cerita.html
6. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/dosa-besar-dalam-kepemimpianku-sebuah.html
7. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/julia-navarro-guru-baruku.html
8. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/pikiran-liar-pikiran-kita.html
9. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/bermimpi-tidak-menganggur-semasa-tidur.html
10. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/m-e-n-g-u-r-i-bahasa.html
11. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/04/kesabaran-berargumentasi-kritik-untuk.html
12. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/buku-apresiasi-puisi-yang-nakal.html
13. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/mencekame-et-mencerdaskane-salam-hormat.html
14. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/bermimpi-ketemu-guru-dream-for-romo.html
15. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/sastrawan-berbicara-siswa-juga.html
16. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/tentang-perempuan-tidak-harus.html
17. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/ada-apa-dengan-bahasa-indonesia.html
18. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/fight-it-is-but-gentle-kind-of-one-gbu.html
19. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/05/time-sea-menyelam-kembali-ke-dalam-diri.html

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 32
2.7. July BlogBook

20. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/06/nagabonar-jadi-2-new-wave-of-real-movie.html
21. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/06/sponge-bob-de-bikini-bottom-sebuah.html
22. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/06/apa-untuk-ditulis-bukan-sekedar-apa.html
23. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/07/sekelebat-mimpi-kisah-cinta.html
24. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/08/reorientasi-pemimpi.html
25. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/08/antara-saya-memu-mempu-dan-ayu-utami.html
26. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/08/ben-okri-pak-leo-dan-el-boom.html
27. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/08/ode-kampung-bagi-si-pemimpi.html
28. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/08/tentang-penyair-mutakhir-jawa-timur-dan.html
29. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/mengupas-rilke-yang-bukan-dyah-pitaloka.html
30. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/ramadhan-ala-pemimpi.html
31. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/diterjemahkan-bukan-untuk-disembah.html
32. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/tergugah-dari-kepemimpian.html
33. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/mendosen-ala-nabokov.html
34. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/aduh-hiperaktifnya-penulisku-sayang.html
35. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/ojo-golek-matengan-ae-bos.html
36. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/terjemahan-jabberwocky-dari-kosong.html
37. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/10/sesuatu-yang-kelak-retak-dan-ujian-cpns.html
38. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/para-pencari-tuhan-para-penguras-tangis.html
39. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/todays-indonesian-literature.html
40. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/tolstoy-juga-blogger.html
41. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/surat-tanpa-amplop-buat-pak-suparto.html
42. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/sea-1-canggih-berbahasa-bukan-berarti.html
43. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/cerita-anak-anak-ya-kudunya-anak-anak.html
44. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/fiksi-yang-kilat-kalimat-kalimat-yang.html
45. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/sisi-sarkastik-diriku-buat-mas-tjahjono.html 46.
http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/posisi-bahasa-daerah-dalam-prosa.html

47. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/11/sisi-sarkastik-diriku-buat-mas-tjahjono.html
48. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kuntowijoyo-pengakuan-cerpenis-koran-1.html
49. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kuntowijoyo-kekuntoan-15-cerpennya2_05.html
50. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/otak-boleh-benci-tapi-indera.html
51. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/turquoise-cekamannya-oke-renungannya.html
52. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/turquoise-cekamannya-oke-renungannya_26.html
53. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kaleidoskop-satra-2007-soooooo-tvri.html
54. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/selepas-orgasmaya-show-of-force-pertama.html
55. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kaleidoskop-sastra-2007-soooooo-tvri.html
56. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kaleidoskop-sastra-2007-soooooo-tvri_30.html
57. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kaleidoskop-sastra-2007-soooooo-tvri_31.html
58. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2007/12/kaleidoskop-sastra-2007-soooooo-tvri_2468.html
59. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/01/deeper-peek-at-sasak-community.html

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 33
2.7. July BlogBook

60. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/01/verbalisme-sinetron-sastra.html
61. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/01/verbalisme-lagi-dan-masih-belum-tamat.html
62. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/01/tolstoys-message-to-me-d-write.html
63. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/01/sinyaliran-ketidakambilpusingan-dalam.html
64. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/dari-mengendalikan-air-menjadi.html
65. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/on-prosa-laga.html
66. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/on-prosa-cinta-lagi.html
67. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/juarnalisme-sastra-vs-sastra-thok.html
68. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/dari-biografi-ke-memoar.html
69. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/ahmad-dhani-chronicle-1.html
70. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/dari-biografi-ke-memoar-2.html
71. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/apa-masih-pantas-menganggap-sastra.html
72. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/bagaimana-resensi-yang-ideal-menurut.html
73. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/ahmad-dhani-chronicle-21.html
74. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/ahmad-dhani-chronicle-21.html
75. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/antara-chicklit-teenlit-dan-indra.html
76. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/saut-situmorang-mengotobiografikan-diri.html
77. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/saut-situmorang-ngotobiografi-lewat.html
78. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/bukannya-kita-yang-mengaborsi-jabang.html
79. http://berbagi-mimpi.blogspot.com/2008/02/cherish-masa-kecil-we-have-we-should.html

c 2011 ’http://berbagi-mimpi.blogspot.com’ 34
BlogBook v0.4, LATEX2ε & GNU/Linux. http://www.blogbooker.com

Edited: April 15, 2011

Anda mungkin juga menyukai