Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UJIAN STASE ILMU KULIT & KELAMIN

JUDUL

Disusun Oleh :

Raditya Kusuma Wardani


1102018155 / 4112022133

Penguji:

dr. Hilman Wildan Latief, Sp.DV.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT & KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SLAMET GARUT
PERIODE 5 DESEMBER 2022 – 7 JANUARI 2023
TUGAS

1. Steven Johson-Syndrome
 Reaksi mukokutaneus akut yang mengancam jiwa dan ditandai dengan adanya
nekrolisis luas, pelepasan epidermis, dan epitel mukosa. Harus disertai
epidermiolisis. Diperantarai oleh hipersensitivitas tipe-IV.
 Obat yang dapat menginduksi SJS/TEN seperti Allopurinol, Lamotrigine,
Cotrimoxazole, Carbamazepine, Nevirapine, NSAIDs, Phenobarbital, Phenytoin.
Dapat juga disebabkan oleh Infeksi seperti HSV pada dewasa, dan anak
Mycoplasma pneumonia.
 Dengan menentukan diagnosis berdasarkan Wallace Rule of Nines

SJS  detachment < 10%


SJS – TEN  detachment 10 -30%
TEN  detactment > 30%.

2. Indikasi Rawat
 Pasien yang sudah berulang kali mengeluhkan keluhan kulit yang sebelumnya
sudah di terapi
 Pasien yang datang dengan keluhan kulit dan dicurigai ada keterlibatan sistemik.
3. Fixed Drug Eruption
Merupakan bentuk manifestasi dari erupsi obat yang biasanya lesinya generalisata atau
menyebar seperti TEN, namun tidak disertai ada kecurigaan kelainan sistemik. Biasanya
terdapat makuka hiperpigmentasi yang ditemukan di daerah genitalia, perianal dan
tempat lain juga bisa. Obat-obatan yang dapat menginduksi FDE seperti acetaminophen,
Tetracyclines, Metronidazole, Nystatin. Dapat dilakukan challenge test atau provocation
test untuk menegakan diagnosis.
4. Test Alergi Obat
 Patch Test : Untuk mendeteksi alergi terhadap suatu obat. Digunakan dengan cara
menggunakan patch yang beirisi obat pada punggung selama 48 jam dan
mengobservasi hasilnya.
 Skin Prick Test : Dilakukan dengan cara meneteskan obat pada permukaan kulit
dan ditunggu selama 15-20 menit dan observasi hasilnya apakah ada gatal atau
kemerahan.
 Intradermal Test
 Provocation Test : Dosis awal dapat sampai 1% dari dosis terapeutik, tetapi untuk
reaksi alergi obat hebat dosis awal harus 100-1000 kali lebih rendah. Dosis
tersebut dinaikkan 10 kali setiap 15-60 menit (tergantung dari cara pemberian
obat). Bila terjadi reaksi maka uji provokasi dihentikan, atau dilanjutkan dengan
desentisisasi bila obat tersebut dianggap sangat penting dan sulit digantikan. Pada
uji provokasi dan desentisisasi harus selalu tersedia peralatan resusitasi untuk
mengatasi kedaruratan yang mungkin terjadi.
5. Hubungan immunocompremised dengan drug eruption
 Pada pasien HIV terjadinya hipersensitivitas obat diduga akibat perubahan dalam
metabolisme obat, disregulasi sistem imun (profil sekresi sitokin, hiperaktivitas
sistem imun), polifarmasi, stres oksidatif dan faktor dari virus HIV itu
sendiri.Infeksi HIV meningkatkan produksi xanthin oksidase yaitu suatu
superoksida yang menghancurkan sitokrom P450 di hati. Modifikasi metabolisme
obat ini meningkatkan efek toksik dari obat. Pada infeksi HIV juga terjadi
peningkatan kadar imunoglobulin E dan ketidakseimbangan sel T akibat deplesi
sel T CD4. Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya respon imun yang
seharusnya dan menstimulasi terjadinya hipersensitivitas obat. Sebagian besar
pasien HIV mengkonsumsi beberapa macam obat, interaksi obat diketahui
meningkatkan risiko terjadinya erupsi obat.

6. Dosis Deksosimetasone
 30 mg digunakan 2xsehari pada badan. Diberikan sebanyak1 FTU.

7. Drug Eruption with Eosiniphilia and Systemic Symptomps Syndrome


 Drug rash with eosinophilia and systemic symptoms syndrome atau DRESS
adalah rekasi alergi obat yang ditandai dengan manifestasi seperti demam, bercak
kemerahan, lymphadenopathy, eosinophilia, dan mungkin manifestasi systemic
yang lebih buruk. Patogenesisnya masih belum dapat ditetapkan pasti namun ada
hipotesa yang dapat memungkinkan terjadinya DRESS. Seperti kelainan gen
etoksifikasi enzim yang nantinya akan berhubungan dengan akumulasi metabolit
sebuah obat, lalu berhubungan dengan human leukocte (HLA) yang nantinya
berkaitan dengan hipersensitifitas obat.

 Diagnosis

 Tatalaksana
8. Pemberian Koritkosteroid Sistemik
 Memberikan metilprednison setaran prednison
4/5x60 kg x 1 = 48 mg
Metilprednisolon 48 mg/kgBB/hari peroral (32-0-16 mg)

Anda mungkin juga menyukai