Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN), adalah salah satu

wadah dan tempat berkumpulnya tenaga profesi optometris, yang

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan tersebut. Menurut

Anggaran Dasar IROPIN Pasal 2, organisasi ini didirikan pada tanggal 22

September 1972 yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik

Indonesia. Dituliskan pada Pasal 4, IROPIN adalah organisasi nirlaba yang

mengabdikan diri pada profesi dan kemanusiaan, yang mana bersifat

independen (berdiri sendiri), mandiri, bebas dan bertanggung jawab.

Menurut Mochammad Kholil (2020:34) dalam jurnalnya,

Optometris adalah bagian integral pelayanan kesehatan, dimana kebutuhan

akan pelayanan refraksi optisi atau optometri pada fasilitas pelayanan

kesehatan akan cenderung meningkat sehubungan dengan meningkatnya

prevalensi kelainan refraksi dan penyakit mata atau kebutaan yang

diakibatkannya. Optometris diharapkan memenuhi kebutuhan masyarakat

akan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Kebijakan

optometri ditetapkan melalui Kepmenkes RI Nomor 41 Tahun 2015

tentang pelayanan optometri yang diharapkan dapat mewujudkan

peningkatan mutu yang dapat memberikan kontribusi untuk terwujudnya

derajat kesehatan masyarakat yang optimal berorientasi kepada kepuasan

masyarakat.

1
Gambar 1.1 Logo Ikatan Profesi Optometris Indonesia IROPIN

Sumber: https://iropin.org/logo_iropin_trans_ok/

Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Kartika Amalia dkk (2021:11)

bahwa menurut Kementrian Kesehatan RI, Indonesia merupakan salah satu

dari lima negara dengan jumlah penduduk yang mengalami gangguan

penglihatan terbanyak. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di

seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (48,99%),

diikuti oleh katarak (25,81%) dan Age Related Macular Degeneration

(AMD, 4,1%). Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak

(34,47%), diikuti oleh gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (20,26%),

dan glaukoma (8,30%). Lebih dari 75% gangguan penglihatan merupakan

gangguan penglihatan yang dapat dicegah. Data tersebut menunjukan,

bahwa tingginya angka gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia

telah menjadi masalah sosial yang perlu ditanggulangi secara terkoordinasi

dengan melibatkan berbagai sektor, baik dari sektor pemerintah maupun

swasta.

Sehubungan dengan itu, menurut Anggaran Dasar IROPIN pasal 6,

IROPIN berazaskan pada Pancasila yang memiliki tujuan untuk membina

2
persatuan anggota dalam satu wadah bidang profesi, mengamalkan serta

mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya dalam

bidang Ilmu Optometri. Selain itu, IROPIN juga memperdalam dan

menggali Ilmu Pengetahuan Optometri yang bekerjasama dengan Institusi

Pendidikan Luar Negeri. Meningkatkan citra optometris di masyarakat

sebagai tenaga professional juga merupakan tujuan dari IROPIN. Menurut

penulis, tujuan ini selaras dengan permasalahan yang tengah dialami di

tengah masyarakat khususnya Indonesia.

Dalam mencapai tujuannya, IROPIN bermaksud untuk berfokus

pada meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang optometri,

mengadakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain yang terkait, di

Dalam dan di luar negeri, berperan serta aktif dalam sistim pelayanan

kesehatan mata, khususnya pelayanan optometri. Bekerjasama dengan

pemerintah dalam perencanaan dan pembuatan peraturan dibidang

optometri serta implementasinya peraturan tersebut. Meningkatkan

kesadaran hukum, dan melaksanakan pembinaan serta pembelaan anggota,

serta optimalisasi pengabdian dan pelayanan masyarakat dalam riset dan

publikasi ilmiah.

Dikutip dari jurnal yang ditulis Rinda Fithriyana (2019:12),

sekarang ini, menurut Widodo (2013) tampak masih kurangnya perhatian

di beberapa daerah di Indonesia mengenai masalah kelainan penglihatan

pada anak. Mengingat gangguan penglihatan merupakan masalah

kesehatan yang penting terutama bagi anak, terlebih menurut Ester (2013),

80% informasi dari 12 tahun pertama kehidupan anak didapatkan melalui

3
penglihatan. Menurut Fatma (2013), pada tahun 2013 gangguan ketajaman

penglihatan pada anak usia sekolah di Indonesia seperti di Jawa Barat

sebanyak 0.8%. Menurut beliau, kerusakan mata pada anak usia sekolah

salah satunya dapat disebabkan oleh durasi menonton TV yang tidak di

kontrol dan penggunaan Smarthphone berlebih pada usia dini. Sehingga

bepengaruh terhadap kesehatan, kepribadian, pendidikan dan prestasi,

serta terhadap keluarga dan masyarakat.

Rinda Fithriyana (2019:12) juga menuliskan, hal ini terbukti

dengan adanya program pemeriksaan kesehatan anak sekolah

dasar yang lebih difokuskan pada kesehatan gigi dan mulut, padahal

lingkungan sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya

penurunan ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca

tulisan di papan tulis dengan jarak yang terlalu jauh tanpa didukung

oleh pencahayaan kelas yang memadai, anak membaca buku dengan

jarak yang terlalu dekat, dan sarana prasarana sekolah yang tidak

ergonomis saat proses belajar mengajar.

Menurut Widodo (2013), Anak usia sekolah adalah investasi

bangsa, kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak

saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber data manusia harus dilakukan

sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Berangkat dari masalah ini,

Ikatan Profesi Optometris (IROPIN) Riau memulai programnya guna

membangun kesadaran siswa terahap ketajaman penglihatan.

Menanggapi permasalahan diatas, sesuai dengan tujuannya

mewujudkan derajat kesehatan yang bermutu, IROPIN Riau untuk dapat

4
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu dan terjangkau, IROPIN Riau telah menggulirkan berbagai

macam kebijakan. Salah satu kebijakannya, IROPIN Riau telah mengajak

peran serta masyarakat dan pihak sekolah-sekolah untuk ikut ambil bagian

dalam upaya sosialisasi dan layanan kesehatan mata yang gratis. Salah satu

yang dapat dilakukan untuk mencegah perasalahan ketajaman penglihatan

yang kerap diderita umumnya oleh anak sekolah, IROPIN Riau memulai

upaya melaksanakan kampanye pentingnya ketajaman penglihatan atau

biasa disebut visus, dengan terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk

melakukan sosialisasi dan kampanye visus.

Upaya sosialisasi dan layanan kesehatan mata yang gratis ini telah

di lakukan IROPIN Riau di banyak sekolah di Pekanbaru, salah satunya di

Pondok Pesantren Darul Quran yang berlokasi di Jalan Kubang Raya Km.

2.5, Tarai Bangun, Tambang, Tuah Karya, Kampar, Kota Pekanbaru.

Gambar 1.2 Pondok Pesantren Darul Quran Pekanbaru

Sumber : Olahan Peneliti 2022

Tidak hanya sekolah sekolah favorit di pusat kota, namun IROPIN

Riau juga mengupayakan penyebaran kampenye-nya merata hingga ke

5
sekolah sekolah yang kurang terjangkau dari pusat kota. Berangkat dari

hal tersebut, penulis akhirnya memutuskan untuk menjadikan Pondok

Pesantren Darul Quran Pekanabaru sebagai lokasi penelitian dalam skripsi

ini.

Keterlibatan langsung IROPIN Riau kepada masyarakat

merupakan langkah yang cukup baik. Keterlibatan IROPIN Riau pada

kampanye visus ini diharapkan dapat membantu mempercepat pencapaian

tujuan kampanye komunikasi visus, yakni mengurangi naiknya angka

kerusakan mata pada masyarakat terutama pada anak. Harapan tersebut

kemungkinan kemungkinan akan segera tercapai mengingat IROPIN Riau

beserta masyarakat benar-benar berperan aktif didalamnya, baik dalam

menginformasikan atau mengkomunikasikan pesan pesan visus,

memotivasi dan mempersuasi masyarakat untuk visus, maupun berperan

dalam pembudayaan visus bagi masyarakat serta terlibat langsung dalam

pengelolaannya.

Partisipasi aktif dari IROPIN Riau dan masyarakat dalam

pelaksanaan kampanye komunikasi visus dapat terjadi apabila merekat

mengetahui tentang kampanye visus. Bersikap positif terhadap kampanye

visus, serta telah mengadopsi visus sebelumnya. Peranan yang dilakukan

oleh IROPIN Riau dalam kampanye komunikasi visus tergantung pada

kondisi kognitif dan afektifnya.

Oleh karena itu, model kampanye visus untuk melibatkan

masayarakat perlu didukung oleh fakta yang menunjukkan bahwa

pengetahuan, sikap, dan aspek peranan yang dilakukan mereka telah sesuai

6
dengan yang diharapkan. Pengetahuan, sikap dan peranan seseorang dalam

suatu bidang tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan banyak faktor,

baik faktor internal maupun eksternal.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui model

kampanye dan efektivitas kampanye visus yang dijalankan oleh IROPIN

khususnya cabang Riau, yang memiliki tujuan mencegah dan mengurangi

tingginya angka kerusakan visus pada masyarakat khususnya anak

sekolah. Dan kampanye ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran

dalam masyarakat khususnya pada anak bahwasanya kesehatan mata

sangatlah penting. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini

diberi judul “Kampanye Visus Oleh IROPIN Riau”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah diatas maka penulis berusaha memberikan

identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mata sebagai

indera penglihatan.

2. Tingginya angka kerusakan dan gangguan penglihatan di Indonesia.

3. Kebiasaan masyarakat dalam penggunaan gadget yang tidak sehat.

4. Model kampanye Visus Oleh IROPIN Riau Pekanbaru.

C. Fokus Penelitian

Sesuai dengan ketertarikan penulis terhadap fenomena yang terjadi,

yaitu tingginya tingkat kepedulian dari organisasi profesi optometris.

7
Dapat dilihat dari banyaknya sosialisasi dan pelayanan kesehatan mata

gratis, dan telah dijalankan di banyak sekolah. Dari idetifikasi masalah

diatas, fokus penelitian ini adalah tentang bagaimana kampanye visus yang

dijalankan oleh IROPIN Riau di Pekanbaru khususnya kepada siswa

Pondok Pesantren Darul Quran Pekanbaru.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana

model kampanye visus oleh IROPIN Riau dalam meningkatkan kesedaran

siswa terhadap ketajaman penglihatan?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model kampanye visus

seperti apa yang digunakan oleh IROPIN Riau dalam meningkatkan

kesedaran siswa terhadap ketajaman penglihatan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat bagi

beberapa pihak, antara lain sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan terhadap

pengembangan ilmu komunikasi.

2) Diharapapkan dapat memperkaya kajian penelitian komunikasi dalam

bidang studi startegi komunikasi.

b. Secara Praktis

8
1) Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa yang nantinya

akan melakukan penelitian dengan permasalahan yang sama dimasa

yang akan datang.

2) Dapat memberikan pemikiran dan pemahaman oleh mahasiswa juga

masyarakat, sehingga dari pemahaman tersebut sepenuhnya

mengetahui seperti apa startegi komunikasi yang baik dan dapat

terapkan ke berbagai aspek yang dibutuhkan.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Literatur

1. Manajemen Kampanye

Manajemen kampanye yakni proses pengelolaan kegiatan kampanye

secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada

guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan dimasukkannya unsur

manajerial dalam pengelolaan kampanye diharapkan peluang keberhasilan

pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih terbuka dan lebih besar. (Venus,

2018:25-26)

Menurut Winda Dwi Astuti Zebura dkk (2020:4) dalam jurnalnya yang

dikutip dari Venus (2018), model manajemen kampanye memadukan aspek

teoritis dan praktis yang memiliki lima unsur penting dalam pelaksanaannya

yaitu, (1) perencananaan pada fase ini berisi analysis situasi, mengetahui secara

keseluruhan masalah yang ada, kemudian menganalisis kondisi internal dan

eksternal organisasi. Fase ini juga disebut dengan fase praproduksi; (2)

pengembangan, fase ini dan safe sebelumnya dianggap yang paling penting

dalam proses pelaksanaan kampanye. Fase ini disebut juga dengan fase

produksi yang berisi rancangan pesan, serta saluran yang digunakan untuk

menyampaikan pesan kampanye; (3) Fase impelemtasi, pada fase ini dilakukan

proses eksekusi program kampaye yang sudah direncanakan. Dalam fase ini

yang penting diperhatikan adalah startegi dan taktik yang harus digunakan

untuk memaksimalkan efek dari kampanye; (4) Fase berikutnya adalah fase

pemantauan, yang bertujuan agar implementasi yang sudah dilaksanakan sesuai

10
dengan rencana awal. (5) Kemudian, setelah monitoring dilakukan, masuklah

pada fase terkahir yaitu evaluasi, kegiatan yang juga tak kalah penting

dibandingkan fase-fase sebelumnya. Evaluasi ini harus dilaksanakan setelah

kampanye dilakukan untuk mengukur keberhasilan dan dampaknya terhadap

target sasaran.

2. Definisi Model Kampanye

Dalam jurnal yang ditulis Dyah Kusumawati (2019:155), Rogers &

Storey, (1987) mendefinisikan kampanye komunikasi merupakan aktivitas

komunikasi di dalam menyampaikan pesan melalui jaringan saluran

komunikasi secara terpadu, dan mengorganisir aktifitas komunikasi tersebut

dengan tujuan menghasilkan dampak pada individu-individu dalam jumlah

besar, dan atau kelompok masyarakat sesuai dengan target yang ingin dicapai,

pada kurun waktu tertentu.. Merujuk pada defenisi tersebut maka setiap

aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung empat hal yaitu

: (1) tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak

tertentu, (2) jumlah khalayak sasaran yang besar, (3) biasanya dipusatkan pada

kurun waktu tertentu, dan (4) melalui serangkaian tindakan komunikasi yang

terorganisasi.

Menurut jurnal yang ditulis Dyah Kusumawati (2019:156), Menurut

Venus (2012;7) disamping keempat ciri pokok diatas, kampanye juga

memiliki karakter lain, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas,

perancang, pesan kampanye dapat mengidentifikasi bahkan mengevaluasi

kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat. Charles U. Larson dalam Venus

(2012;11) membagi jenis kampanye ke dalam tiga katagori yakni: product-

11
oriented campaigns, candidate-oriented campaigns dan ideologically or cause

oriented campaigns. Product-oriented campaigns atau kampanye yang

berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Candidate-

oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya

dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekekuasaan politik. Ideologically or

cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada

tujuan tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan

sosial. Karena itu kampanye jenis ini dalam istilah Kotler disebut sebagai

social change campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani

masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang

terkait. Sementara berkaitan dengan cara kampanye dilakukan dan fokus

tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan kampanye, Klingeman dan Romelle

dalam Venus (2012;27) membedakan kampanye ke dalam kampanye

informatif dan kampanye komunikatif. Kampanye informatif dilakukan secara

satu arah (undirectional) dimana pesan-pesan kampanye mengalir secara

linear dari sumber kepada penerima, tidak terjadi dialog antara pelaku dan

penerima kampanye. Pelaku kampanye sepenuhnya mengandalkan media

massa (media oriented) untuk menyalurkan pesan-pesannya. Hal ini berbeda

dengan kampanye komunikatif yang berorintasi pada kahalayak dan

menekankan pentingnya interaksi dan dialog dengan khalayak sasaran.

Kampanye komunikasi biasanya dilakukan secara terlembaga.

Penyelenggara kampanye umumnya bukanlah individu melainkan lembaga

atau organisasi, lembaga tersebut dapat berasal dari lingkungan pemerintahan,

kalangan swasta, atau lembaga swadaya masyarakat. Terlepas siapa pun

12
penyelenggaranya, kampanye selalu memiliki tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Tujuan tersebut sangat beragam dan berbeda antara satu

organisasi dengan organisasi lainnya.

3. Model-model Kampanye Komunikasi

Dalam Venus (2018) model adalah fenomena dari sebuah representasi,

dengan memfokuskan kepada unsur unsur penting dari fenomena tersebut,

baik secara nyata maupun abstrak. Model ini artinya adalah gambaran tentang

fenomena atau realitas yang telah dibuat sederhana. Model bermanfaat sebagai

pemudahan dalam memahami mengenai berlangsungnya suatu fenomena.

Terdapat bebrapa model kampanye komunikasi diantaranya:

a. Model Konponensial Kampanye

Venus (2018) mendefinisikan model komponensial kampanye

adalah kampanye yang menggunakan kerangka kerja Lasswell. Unsur-

unsur yang terdapat dalam model kampanye ini antara lain sumber

kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek, umpan balik, dan

gangguan. Model tersebut digambarkan sebagai berikut;

Gambar 2.1: Model Komponensial

13
Sumber: (Venus, 2018)

Menurut Venus (2018), dikarenakan kampanye merupakan sebuah

kegiatan komunikasi yang direncanakan yang bersifat memilki tujuan

(purposive) dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar informasi

dengan khalayak (interactive), model ini dapat menggunakan pendekatan

transmisi (transmission approach) daripada interaction approach. Venus

(2018) menambahkan bahwa dalam model kampanye komponensial

pelaku kampanye (campaigner) memiliki peran yang dominan

menyampaikan pesan kepada khalayak dan diharapkan dapat menciptakan

perubahan pada diri khalayak (campaignee). Dalam model kampanye ini,

khalayak tidak sepenuhnya pasif namun dapat menyampaikan umpan balik

dari pesan tersebut. Pesan dapat disampaikan melalui berbagai saluran

komunikasi seperti media massa, media tradisional, atau saluran personal.

Kemudian, Venus (2018) juga menyatakan bahwa efektivitas kampanye

dapat diukur dari umpan balik khalayak dan waktu, tempat, situasi maupun

budaya, yang berkaitan dengan penyelenggara kampanye tersebut dapat

dinyatakan sebagai konteks yang merupakan keseluruhan proses

kampanye.

Secara kesimpulan, model ini terlihat seperti model komunikasi

pada umumnya. Dimana model komunikasi digambarkan bahwa dimana

14
ada seseorang penyampai pesan yang disebut dengan komunikator lalu

menyampai kan pesan melalui suatu media. Kemudian, ada hambatan

dalam pesan yang terkirim misalnya gangguan dari internal itu sendiri

seperti pesan yang tidak jelas, ataupun gangguan dari eksternal yaitu

terlalu banyaknya pesan yang masuk ke komunikan (penerima pesan).

Lalu, pesan yang telah sampai pada komunikan atau khalayak target

audiens dari pesan tersebut menimbulkan efek yang dapat menjadi umpan

balik ke komunikator. Proses tersebut sejalan dengan penjelasan dari

bagan kampanye model Komponensial oleh Venus (2018).

b. Model Difusi Inovasi Kampanye

Menurut Larson (dalam Venus, 2018), The Diffusion of Innovation.

Model ini digagaskan oleh ilmuwan komunikasi ternama, Everett M.

Rogers. Model kampanye ini umumnya diterapkan dalam kampanye

periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang berorientasi pada

perubahan sosial (social change campaign).

Rogers (dalam Venus, 2018), menjelaskan ketika proses kampanye

berlangsung terdapat 4 tahap yang akan terjadi:

1) Tahap informasi (information)

Merupakan tahapan pertama dalam sebuah proses kampanye dimana

khalayak mendapatkan segala informasi mengenai produk dan gagasan

baru. Pesan tersebut disampaikan secara menarik sehingga dapat

membuat khalayak tergerak rasa ingin tahunya.

2) Tahap persuasi (persuasion)

15
Tahapan kedua ini yang disebut dengan persuasion dilaksanakan saat

khalayak tergerak ingin mencari tahu mengenai produk atau gagasan

tersebut. Pesan yang disampaikan pada tahapan ini dirancang dengan

menggunakan teori, prinsip, atau teknik persuasi yang agar khalayak

dapat menerima produk atau gagasan kampanye tersebut. Reasons

merupakan aspek paling penting dalam proses persuasi yaitu tentang

mengapa seseorang harus menerima gagasan atau produk yang

dikampanyekan. Selain itu, alasan yang disampaikan umumnya

menggunakan tiga dimensi yaitu aspek ethos (kualitas dan kedibilitas

pelaku kampanye), pathos (dimensi emosional), dan logos (dimensi

rasional yang melibatkan data statistik, temuan ilmiah, atau pemikiran

logis).

3) Tahap decision, adoption, and trial

Tahapan ketiga ini akan terjadi ketika orang telah mengambil tindakan

untuk mencoba produk yang dikampanyekan tersebut. Tahapan ini

didahalui oleh proses dimana seseorang akan memikirkan atau

menimbang-nimbang segala aspek produk tersebut

4) Tahap konfirmasi atau re-evaluasi

Dalam model difusi inovasi, tahapan terakhir ini menentukan apakah

seorang akan menjadi pengguna yang loyal atau sebaliknya sehingga

dapat dikatakan sebagai posisi yang sangat strategis. Tahapan

konfirmasi atau reevaluasi hanya dapat terjadi bila orang telah

mencoba produk atau gagasan yang ditawarkan.

Gambar 2.2: Model Difusi Inovasi Kampanye

16
Sumber: (Venus, 2018)

Model kampanye difusi inovasi secara kesimpulan dapat

digunakan untuk sebuah kampanye promosi produk maupun kampanye

sosial. Karena dalam kampanye ini terdapat beberapa tahapan yang

terstruktur seperti pemberian informasi pada tahap awal, setelah itu masuk

ke tahap persuasi untuk membuat khalayak semakin yakin, tahap

selanjutnya adalah khalayak sudah mau mencoba produk namun masih

bisa menimbang-nimbang tidak pasti keputusannya.

Tahapan terakhir adalah jawaban dari keseluruhan proses apakah

khalayak mau menerima produk dan menjadi pengguna loyal kemudian

dijalankan evaluasi apabila khalayak menyatakan konfirmasinya. Model

ini dapat menjadi suatu pilihan bagi perancangan suatu kampanye sosial.

c. Model Kampanye Komunikasi Kesehatan Strategis

Venus (2018) menyatakan Model Kampanye Komunikasi

Kesehatan Strategis (MK3S) muncul dari praktik komunikasi kesehatan,

berfokus pada promosi kesehatan, tindakan komunikasi ini dirancang

untuk mempengaruhi khalayak dalam menerima dan menjalani pola hidup

sehat. Model ini pada mulanya dikemukakan oleh E.W. Maibach, G.L.

17
kreps, dan E.W. Bonaguro pada 1993, yang dikembangkan dari hasil riset

mereka mengenai kampanye pencegahan HIV/AIDS di Amerika Serikat.

Model ini menggunakan konsep-konsep teoris sebagai titik

tolaknya dan teori persuasi sebagai landasan pengelolaan kampanye secara

keseluruhan.

Gambar 2.3 : Model Kampanye Komunikasi Kesehatan Strategis

Sumber: (Venus, 2018)

Selain itu, Venus (2018) menambahkan bahwa terdapat 5 tahapan

untuk membentuk perilaku sehat publik:

1) Menentukan tujuan kampanye

Tahapan ini sangat menentukan karena akan menjadi titik tolak

dari seluruh program kampanye. Dalam tahapan ini, ditetapkan

18
akan dibentuknya pengetahuan baru atau mengubah pengetahuan

dan keyakinan lama yang sudah tidak relevan. Pelaku kampanye

dalam tahapan ini juga harus memutuskan apakah akan berfokus

pada pengubahan sikap atau perilaku.

2) Menetapkan teori yang akan digunakan sebagai landasan dan titik

tolak (point of departure)

Dalam model ini dinyatakan bahwa sebuah kampanye harus

berlandaskan pengetahuan teoritis mengenai bagaimana tujuan

perubahan sikap atau perilaku harus dilakukan berdasarkan

prinsip, konsep, atau temuan-temuan ilmiah yang terangkum

dalam teori kampanye, tidak dapat hanya mengandalkan intuisi

atau feeling.

3) Analisi komunikasi

Tahapan ini adalah dimana pelaku kampanye menggunakan teori

yang dipilih untuk merancang strategi komunikasi mulai dari

proses awal analisi khalayak, merancang pesan, menentukan

saluran hingga memilih juru bicara penyampai pesan kampanye.

Selain itu, pesan kampanye harus dipastikan masuk dalam ranah

penerimaan khalayak (latitude of acceptance), yaitu khalayak

tidak menganggap pesan tersebut bertentangan dengan norma atau

keyakinan mereka (target audience’s beliefs).

4) Implementasi

Tahapan keempat dimana menggunakan pendekatan marketing

mix yaitu product (produk, gagasan, atau kandidat), price (harga

19
dalam arti biaya, reward, pengorbanan, atau lainnya), place

(saluran dan penempatannya), serta promotion (penerapan teori-

teori yang sudah dipilih pada tahap penetapan teori dan analisis

komunikasi).

5) Evaluasi dan Reorientasi

Terdapat dua macam evaluasi yang dilakukan. Pertama, evaluasi

proses ditujukan agar dapat diketahui apakah kampanye ini

berjalan sesuai dengan perencanaan awal atau perlunya perubahan

untuk peningkatkan keefektifan kampanye selanjutnya. Kedua,

evaluasi sumatif dilaksanakan untuk mengetahui keefektifan

pelaksanaan kampanye setelah selesai dilaksanakan, mengecek

keberhasilan dalam merubah sikap atau perilaku khalayak. Jika

berhasil dapat dijadikan rekomendasi untuk model kampanye

selanjutnya (Rogers dalam Venus, 2018).

Model kampanye komunikasi kesehatan strategis secara

kesimpulan memiliki 5 tahapan yaitu perencanaan, penggunaan

teori kampanye, analisis komunikasi, implementasi, serta evaluasi

dan reorientasi. Model kampanye ini memiliki tahapan yang

lengkap dan jelas sehingga dapat dijadikan sebagai referensi dalam

membuat sebuah kampanye sosial. Masing-masing tahapan terdiri

dari kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung dan memenuhi

kebutuhan tiap tahapan sehinggga sebuah kampanye dapat

tersusun secara baik dan kompleks. Tidak hanya perencanaan yang

matang, setelah kampanye dieksekusikan model ini juga terdiri

20
dari tahapan evaluasi yang merupakan tahapan penting agar dapat

menghasilkan sebuah kampanye baru yang lebih maksimal.

Dalam penelitian ini, model yang paling mendekati dan yang ingin

penulis gunakan adalah model kampanye Model komponensial. Model

kampanye ini memiliki tahapan yang terstruktur dan memberikan referensi

yang baik dalam perancangan sebuah kampanye. Namun, tidak menutup

kemungkinan jika pada hasil penelitian memperlihatkan model lain yang

lebih sesuai.

3. Visus

Menurut Ilyas HS (2014) pada jurnal yang ditulis oleh Nyoman

Angga Santosa, dkk (2018:2) tajam penglihatan atau visus adalah suatu

kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk melihat suatu objek.

Tajam penglihatan normal adalah kemampuan mata atau daya refraksi

mata untuk membedakan dua titik secara terpisah dengan membentuk

sudut satu menit pada jarak enam meter.

Menurut Riordan EP, dkk (2013) dalam jurnal yang ditulis oleh

Nyoman Angga Santosa, dkk (2018:2), penurunan nilai tajam penglihatan

dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu kuat pencahayaan, waktu

papar terhadap objek terang, usia lanjut, dan adanya kelainan refraksi.

Dalam jurnal yang ditulis Nyoman Angga Santosa, dkk (2018:2), menurut

VISION (2020), suatu program kerjasama antara International Agency for

the Prevention of Blindness (IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada

tahun 2009 diperkirankan 153 juta penduduk dunia mengalami gangguan

tajam penglihatan akibat kelainan refraksi yang ridak terkoreksi. Sekitar

21
12 juta diantaranya adalah anak-anak usia 5-15 tahun menderita gangguan

tajam penglihatan karena myopia, hipermetropia, dan astigmatisme.

B. Definisi Operasional

1. Model Kampanye

Model komponensial yaitu sebuah model kampanye yang

menggunakan kerangka kerja Lasswell. Unsur-unsur yang terdapat dalam

model kampanye ini antara lain sumber kampanye, saluran, pesan,

penerima kampanye, efek, umpan balik, dan gangguan.

2. Visus

Dalam penelitian ini, yang dimaksud visus adalah ketajaman mata

sebagai indera penglihatan pada manusia dan kemampuan mata atau daya

refraksi mata untuk melihat suatu objek.

3. IROPIN

Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN), adalah salah satu

wadah dan tempat berkumpulnya tenaga profesi optometris. IROPIN

adalah organisasi nirlaba yang mengabdikan diri pada profesi dan

kemanusiaan, yang mana bersifat independen (berdiri sendiri), mandiri,

bebas dan bertanggung jawab. Pada penelitian ini, penulis akan berfokus

pada IROPIN Riau yang berlokasi di Galeri Mata Optik, Jalan Imam

Munandar No.73 Pekanbaru.

4. Siswa

22
Siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa di

sekolah Pondok Pesantren Darul Quran Pekanbaru, yang berlokasi di Jalan

Kubang Raya Km. 2.5, Tarai Bangun, Tambang, Tuah Karya, Kampar,

Kota Pekanbaru.

C. Penelitian Terdahulu

Table 2.1 Penelitian Terdahulu

N Nama (Tahun) Judul Hasil Penelitian


O Sumber
1. Uud Wahyudin, Membangun Kampanye pola hidup bersih dan sehat
Volume VI No. Model Kampanye (PHBS) dilakukan guna mencegah
2 / Desember Komunikasi berbagai penyakit yang kerap muncul.
2016 Kesehatan PHBS Kurangnya kesadaran masyarakat
Di Jawa Barat tentang kebersihan lingkungan
menjadi kendala tersendiri dalam
upaya mencegah penyakit-penyakit
yang kerap muncul. Perencanaan
komunikasi kesehatan untuk
penyusunan program kampanye
komunikasi PHBS meliputi tahapan
yang harus dilaksanakan, yang
meliputi: perencanaan dan seleksi
strategi, seleksi media dan material,
kembangkan materi pesan,
implementasi, dan perhitungkan
implementasi. Model komunikasi
kesehatan untuk penyusunan program
kampanye komunikasi PHBS di Jawa
Barat belum dibuat dengan
mengadaptasi model komunikasi
kesehatan dari Universitas John
Hopkins. Model yang diterapkan
dalam kampanye komunikasi PHBS,
memperhatikan khalayak sasaran yang
akan dituju melalui kampanye
komunikasi kesehatan.
2. Hariyani, Vol. 6 Model Kampanye Garis besar rancangan kampanye
no. 2, Agustus Pilkada Atasi politik dalam jurnal ini bertujuan
2015-Januari Politik Uang Dan untuk menyelesaikan praktik politik
2016 Sikap Pesimis uang, untuk mengembalikan

23
Pemilih kecocokan pemilih terhadap kandidat,
untuk mendorong harga diri para
pemilih, untuk mengurangi persepsi
yang benar bahwa pemilihan bukan
hanya sebuah perayaan sesaat, tapi
juga jujur. dan partai demokrasi
bersih. Rancangan kampanye politik
ini dirancang untuk diimplementasikan
dalam pemilihan tingkat kabupaten
dan dapat diajukan untuk kandidat
independen, kandidat dari partai
politik dan calon presiden.
3. Ratih Firdiyah Kampanye Sosial Penelitian ini meneliti kampanye
dan Winda Gerakan Menutup sosial yang digunakan oleh GEMAR
Primasari, Aurat di Bekasi dalam perspektif model kampanye
Volume 16, lima tahap fungsi pembangunan.
Nomor 1, Metode penelitian yang digunakan
Januari - April dalam penelitian ini adalah metode
2018 penelitian kualitatif deskriptif melalui
wawancara mendalam yang diterapkan
dalam proses pengumpulan datanya.
Temuan penelitian menunjukkan
bahwa dengan mengikuti lima tahap
fungsional pembangunan, GEMAR
dapat membangkitkan kesadaran
perempuan muslim di Bekasi untuk
memakai busana muslimah atau syar’i

1. Persamaan dengan penelitian terdahulu

Persamaan pada penelitian ini dengan Uud Wahyudin (2016),

Hariyani (2016) dan Ratih Firdiyah dan Winda Primasari (2018),

ketiganya sama-sama menggunakan penelitian kualitatif, dengan

pengumpulan data observasi, wawancara mendalam, dan studi

dokumentasi dengan pendekatan fenomenologi.

2. Perbedaan dengan penelitian terdahulu

Perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian di atas adalah

objek yang diteliti, dan teori yang digunakan dalam meneliti. Dalam

24
penelitian ini penulis memilih IROPIN Riau sebagai objek sehingga

peneliti meyakini bahwa penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti

lain. Selain itu, berbeda dengan ketiga penelitian di atas, peneliti

menggunakan model komunikasi kampanye komponensial.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitain

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian

ini ditunjukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis suatu fenomena,

peristiwa, tertentu yang menuju pada kegiatan dengan tahap awal sampai

akhir. Penelitian kualitatif menjuru kepada naturalistik fenomenologis dan

penelitian etnografi (Ghony dan Almanshur 2012:26).

Dalam jurnal yang ditulis oleh Muhammad Rijal Fadli (2021:33),

Basrowi & Suwandi (2008) mendefinisikan Penelitian kualitatif di

dalamnya melibatkan peneliti sehingga akan paham mengenai konteks

dengan situasi dan setting fenomena alami sesuai yang sedang diteliti. Dari

setiap fenomena merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan yang

lainnya karena berbeda konteksnya.

Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami kondisi

suatu konteks dengan mengarahkan pada pendeskripsian secara rinci dan

mendalam mengenai potret kondisi dalam suatu konteks yang alami

25
(natural setting), tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya

yang di lapangan studi. penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berbentuk tulisan atau kata-kata lisan yang

disampaikan oleh informan dan juga hasil dari pengamatan perilaku.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang dijadikan sebagai sumber

data atau sumber informasi oleh peneliti untuk riset yang dilakukan.

Informan dalam subjek penelitian ada dua jenis yaitu informan pangkal

dan informan pokok. Yang mana informan ini memiliki informasi dan

dapat berbagi informasi, mampu memberikan pengembangan dan

perluasan, pelengkap dan juga pembanding (Koentjaraningrat,

1991:130) dalam (Pratama, 2018).

Adapun subjek penelitian ini adalah orang-orang yang termasuk

dalam IROPIN Riau, yang beralamat di Sekretariat Galeri Mata Optik,

Jalan. Iman Munandar No.73, Pekanbaru. Dalam penelitian ini, peneliti

hanya fokus pada model kampanye-nya saja. Lalu dalam penelitian

kualitatif, subjek penelitian akan ditentukan dengan purposive

sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu dalam Sugiyono, (2016:85). Alasan meggunakan

teknik purposive sampling ini karena sesuai untuk digunakan untuk

26
penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan

generalisasi menurut Sugiyono, (2016:85). Alasan menggunakan

teknik Purposive Sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki

kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Oleh karena itu,

penulis memilih teknik Purposive Sampling yang menetapkan

pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu yang harus

dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu anggota

IROPIN dan siswa siswa Pondok Pesantren Darul Quran Pekanbaru

yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun kriteria yang dijadikan

sebagai sampel penelitian yaitu:

1. Merupakan anggota dari IROPIN Riau

2. Mengerti dan memahami tentang ketajaman penglihatan

atau visus.

3. Ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan dan kampanye

yang dilakukan IROPIN Riau.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

NO INFORMAN JUMLAH
1 Ketua Umum IROPIN Pengda Riau 1 orang
2 Anggota IROPIN Pengda Riau 2 orang
3 Siswa Pondok Pesantren Darul Quran Pekanbaru 3 orang
Jumlah 6 orang

2. Objek Penelitian

Menurut Sugiono (2012:32) objek penelitian adalah suatu

sifat pada diri seseorang yang dapat dinilai dalam suatu kegiatan

yang mempunyai variabel tertentu untuk dapat ditarik kesimpulan.

27
Sedangkan subjek penelitian ini adalah kampanye sosial Ikatan

Profesi Optometris (IROPIN) Riau kepada siswa Pondok Pesantren

Darul Quran Pekanbaru.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi adalah tempat dimana penelitian ini dilakukan,

penelitian ini dilakukan di Sekretariat Ikatan Profesi Optometris

(IROPIN) Riau, yang beralamat di Sekretariat Galeri Mata Optik,

Jalan. Iman Munandar No.73, Pekanbaru.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di bulan

November 2022 hingga Januari 2023.

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

Bulan Dan Minggu Ke K


N Jenis Des Jan Feb
Okt Nov E
o Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 T
1. Persiapan
Dan
X X X X X X X
Penyusuna
n UP
2. Seminar
X
UP
3. Riset
Penelitian X X X X X X X
Lapangan
4. Pengelola
an Dan
X X X
Analisis
Data
5. Konsultasi
Bimbinga X X X X X X X X
n Skripsi
6. Ujian
X
Skripsi

28
7. Revisi
Dan
X X
Pengesaha
n Skripsi
8. Penggand
aan Serta
X
Penyeraha
n Skripsi

D. Sumber Data

Sumber data adalah pengumpulan data dilakukan dengan berbagai

cara, dari mana asal data penelitian itu diperoleh. Jika melakukan

wawancara mendalam terhadap anak dengan orang tua maka data tersebut

disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan

baik tertulis maupun lisan. Berdasarkan sumbernya data terbagi menjadi:

1. Data Primer

Data primer yaitu sumber data yang diambil secara

langsung dilapangan dan data dikumpulkan juga secara langsung

(Sugiyono., 2014:225) Dalam penelitian ini data diperoleh

langsung dari informan yang telah dituliskan. Peneliti melakukan

wawancara mendalam untuk dapat memperoleh informasi dengan

melakukan tanya jawab secara langsung sambil bertatap muka

kepada informan.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data berupa kata-kata, gambar dan

bukan angka yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen

(Sugiyono, 2014:225). Dalam penelitian ini data sekunder dapat

disajikan dalam bentuk dokumen hasil dari observasi lapangan

29
sebagai bahan informasi penunjang penelitian. Data tersebut dapat

dipertimbangkan sesuai apa yang dibutuhkan peneliti.

3.1.1 Informan Penelitian

Terdapat dua jenis informan, khususnya sumber utama dan

sumber tambahan (opsional) sumber utama merupakan sumber

yang dianggap mendominasi objek pemeriksaan. Sedangkan

sumber tambahan berguna untuk melengkapi saksi atau keterangan

objek ekplorasi guna memajukan pemeriksaan, namun tidak perlu

dapat diakses. Adapun informan yang menjadi objek dalam

penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive

sampling, yang artinya dengan memililih informan yang banyak

mengetahui persoalan yang diteliti.

E. Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat diperoleh

dengan melakukan pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik wawancara, teknik

observasi, dan teknik dokumentasi.

1. Observasi

Prosedur ini merupakan persepsi langsung terhadap suatu

objek eksplorasi dalam mendapatkan data sebagai data, informasi,

dan realitas yang tepat dan diidentifikasikan dengan objek yang

akan diteliti. Prosedur ini digunakan untuk menentukan kesesuaian

data saksi dengan kebenaran dengan menyebutkan fakta-fakta yang

30
dapat dilihat langsung dari objek pemeriksaan dan mengontrol

legitimasinya.

2. Wawancara

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan

melakukan percakapan antara kedua belah pihak dengan

mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Dalam

penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui wawancara

mendalam terhadap informan, peneliti melakukan tanya jawab

secara langsung, dengan pedoman alat yang disebut dengan

interview.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan peristiwa yang sudah terjadi,

dokumentasi dibagi menjadi dua, yaitu dokumentasi pribadi dan

dokumentasi resmi. Dokumentasi pribadi adalah catatan atau

karangan seseorang secara tertulis dengan tindakan, pengalaman,

dan kepercayaan. Dokumentasi pribadi mencakup buku harian,

surat pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumentasi resmi

terbagi atas dokumentasi internal berupa memo, pengumuman,

instruksi. Dokumentasi eksternal berisi bahan-bahan informasi

yang dihasilkan suatu lembaga sosial, misalnya majalah bulletin,

pernyataan, dan berita yang disiarkan media massa.

Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan mengumpulkan data-data dan juga fakta yang ada dalam

dokumen.

31
F. Teknik Pemeriksaan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang digunakan

untuk mengembangkan keabsahan data. Dalam hal ini, peneliti memeriksa

keabsahan data dengan teknik triangulasi (Moleong, 2004:330) dalam

(Muslim, 2016) Triangulasi adalah suatu pendekatan analisa data yang

mensitensis data dari berbagai sumber.

Triangulasi menurut Mantja (2007:84) dalam Gunawan (2013:218)

dapat juga digunakan untuk pengamatan dan wawancara dengan beberapa

informan. Kredibilitas analisis lapangan dapat juga diperbaiki melalui

triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang sudah ada untuk memperkuat tafsiran data dan meningkatkan

kebijakan, serta analisa data dari berbagai sumber yang ada.

Triangulasi bukan bertujuan untuk mencari kebenaran, tetapi

meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data dan fakta yang

dimilikinya. Hal ini dipertegas dalam (Sugiyono, 2014) bahwa triangulasi

dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pemeriksaan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan triangulasi data

merupakan suatu cara mendapatkan data yang benar-benar absah dengan

menggunakan pendekatan metode ganda. Triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan keabsahan data dengan cara memanfaatkan sesuatu yang lain

diluar data itu sendiri, untuk keperluan pemeriksaan data atau sebagai

pembanding terhadap data tersebut.

32
Uji keabsahan dalam penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu

yang lain untuk keperluan pemeriksaan atau sebagai pembanding terhadap

data tersebut. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah triangulasi data (triangulasi sumber) yaitu dengan membandingkan

data dari hasil pengamatan dengan hasil wawancara dan membandingkan

wawancara dengan isi yang berkaitan (Moleong, 2004:178) dalam

(Muslim, 2016).

G. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan bagian sangat penting dalam

penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan. Analisis data

sesungguhnya sudah dimulai saat penelitian mulai pengumpulan data,

dengan cara memilah data analisis merupakan kegiatan untuk mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberi tanda, dan mengkategorikan,

sehingga diperoleh temuan berdasarkan fokus masalah yang ingin diteliti.

Pada penelitian ini menggunakan analisis model yang unsur-

unsurnya meliputi dari reduksi data (data reduction), penyajian data (data

display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi data (conclusion

drowing /verifiying) (Sugiyono, 2007: 247).

1. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data adalah proses penyempurnaan data sebagai

prosses pemilihan, baik pengurangan data yang dianggap tidak perlu

dan tidak relavan, maupun penambahan data yang dirasa masih kurang,.

33
Data yang diperoleh dilapangan mungkin dengan jumlah yang sangat

banyak.

Reduksi data berarti merangkum, memilah hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dengan mencari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang di reduksi memberikan gambaran

yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan olahan

pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan

(Sugiyono, 2007:247).

2. Penyajian Data (data display)

Data display atau menyajikan data akan memudahkan

seseorang dalam memahami apa yang terjadi selama penelitian

berlangsung. Sehingga setelah itu mengetahui perencanaan kerja untuk

selanjutnya dengan apa yang telah di pahami. Dalam penyajian data

selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat berupa bahasa

nonverbal seperti bagan, gerafik, denah, matriks dan tabel. Penyajian

data merupakan proses pengumpulan data merupakan proses

pengumpulan data informasi yang disusun berdasarkan pada kategori

atau pengelompokan sesuai yang diperlukan (Sugiyono, 2007:249).

3. Penarikan Kesimpulan Dan Verifikasi (Conclusion drowing

/verifiying)

Pemeriksaan kesimpulan adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi, kesimpulan yang diambil masih bersifat sementara, dan

akan berubah apabila tidak ada bukti-bukti yang kuat dan mendukung

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila data yang didapatkan

34
dilapangan memiliki bukti-bukti yang kuat maka penelitian tersebut

memiliki kesimpulan yang kredibel.

Sedangkan verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali

yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama peneliti mencatat,

atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan yang bersifat

sementara, atau peninjauan kembali serta tukar pikiran antara teman

sejawat untuk mengembangkan sesuatu kejadian atau kondisi yang

dilihat dengan kata lain makna yang muncul harus diuji kebenarannya,

untuk mengukur pengujian dalam melihat kebenaran hasil dari analisis

yang melahirkan kesimpulan yang dapat dipercaya (Sugiyono,

2007:249).

35

Anda mungkin juga menyukai