Anda di halaman 1dari 3

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota
menyebabkan permintaan kebutuhan lahan semakin meningkat dibandingkan
ketersediaan lahan yang strategis. Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang relatif
tinggi menyebabkan besarnya peluang lapangan usaha dibandingkan dengan di
daerah lain. DKI Jakarta sebagai pusat aktifitas pemerintahan dan perekonomian
menjadi kota metropolitan terbesar di Indonesia dan memiliki daya tarik kuat bagi
penduduk Indonesia untuk bermigrasi. Menurut data Dinas Kependudukan, hingga
Juni 2007 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 7.552.444 jiwa dengan tingkat
persebaran 20,8% di Jakarta Barat, 15,7% di Jakarta Utara, 11,6% di Jakarta Pusat,
0,3% di Kepulauan Seribu, 28,6% di Jakarta Timur, dan 23,0% di Jakarta Selatan.
Berdasarkan data bulan Februari 2008 jumlah penduduk yang datang ke Jakarta
Barat sebesar 220 jiwa, ke Jakarta Utara sebesar 216 jiwa, ke Jakarta Pusat sebesar
212 jiwa, ke Jakarta Timur 1726 jiwa, dan ke Jakarta Selatan sebesar 757 jiwa (Suku
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, 2008).
Pertumbuhan perekonomian menyebabkan Jakarta menjadi daya tarik yang
sangat kuat bagi sebagian penduduk di wilayah lain, pada akhirnya menjadi salah
satu penyebab utama fenomena urbanisasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Urbanisasi yang terjadi di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak seimbangnya
peluang untuk mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan sehingga
memperkuat daya tarik kota karena dianggap mampu memberikan masa depan lebih
baik bagi masyarakat perdesaan. Pada tahun 2007, untuk pertama kalinya dalam
sejarah dunia penduduk perkotaan akan melebihi penduduk pedesaan (UN-Habitat,
2007).
Pelaku urbanisasi terdiri dari tenaga terdidik serta tidak terdidik. Salah satu
dampak negatif urbanisasi khususnya terkait dengan kaum pendatang yang tidak
terdidik adalah berkembangnya sektor informal serta munculnya lingkungan kumuh.
Upaya pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana permukiman
yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat memenuhi besarnya
permintaan hunian layak tersebut. Pertumbuhan penduduk dan terbatasnya lahan
menyebabkan semakin berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan
disewakan kepada para pendatang. Rumah petak-petak kecil tersebut kemudian
berkembang menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan

1
kumuh (Slum Area). Permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan
dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuh tersebut masyarakat
miskin tinggal di wilayah perkotaan.
Permukiman kumuh dapat ditemui di berbagai belahan dunia. Di negara maju
seperti Amerika Serikat, berbagai wilayah permukiman kumuh telah ada lebih dari
satu abad yang lalu, seperti yang terjadi pada kawasan ghetto di Los Angeles (de
Graaf, 1970). Negara berkembang seperti Kenya juga menghadapi masalah
lingkungan dari pemukiman kumuh ini, terutama pada aspek kesehatan (Kimani-
Murage and Ngindu 2007). Di negara miskin seperti Uganda, masalah permukiman
kaum miskin diketahui berasosiasi dengan penyakit HIV/AIDS (Nyanzi, 2009).
Di Indonesia, kawasan permukiman kumuh telah teridentifikasi di berbagai
tingkat perkotaan, baik pada perkotaan dengan penduduk tinggi maupun sedang.
Pada daerah Bandung kondisi masyarakat di permukiman kumuh ditandai oleh
rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, yaitu antara berkisar SD dan SMP.
Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap, sehingga
umumnya bekerja pada sektor informal (Lestari, 2006). Kota Surakarta yang
merupakan salah satu di antara sepuluh kota besar di Indonesia yang sedang dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, juga mempunyai masalah permukiman
kumuh karena arus urbanisasi ke daerah ini semakin besar, sehingga terbentuk
lingkungan perumahan yang berpendapatan rendah (Prasetyo, 2009). Kondisi seperti
ini juga terjadi di kota Medan (Zulkarnain, 2004).
Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta juga menghadapi masalah
permukiman kumuh. Lokasi yang cenderung tersebar menjadikannya sulit dikelola,
sehingga hampir setiap administratif kota di Jakarta memiliki wilayah kumuh. Salah
satu wilayah penting dari Provinsi DKI Jakarta dengan permasalahan tersebut adalah
Kota Jakarta Timur. Kota ini didesain menjadi daerah pengembangan untuk
permukiman penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi terutama industri pengolahan
dan pariwisata (BPS, 2007). Menurut data Dinas Kependudukan DKI Jakarta dan
Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya, persebaran penduduk yang
paling padat dan jumlah pendatang yang terbanyak adalah menuju ke Jakarta Timur.
Adanya kawasan industri merupakan salah satu alasan besarnya arus migrasi ke
wilayah tersebut.

2
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengidentifikasi kawasan permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur,
(2) Mempelajari karakteristik permukiman kumuh di wilayah Jakarta Timur,
(3) Mengetahui faktor penciri yang menentukan kawasan kumuh, dan
(4) Mempelajari mobilitas masyarakat di permukiman kumuh.

Anda mungkin juga menyukai