Anda di halaman 1dari 17

A.

Pernyataan Masalah

Jakarta adalah ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia di mana pusat dari

kegiatan pemerintahan. Lemabaga Demografi Fakultas Ekonomi Univertas

Indonesia (2013) mencatat sebanyak 17 persen pergerakan ekonomi nasional

berputar di Jakarta.1 Kota DKI Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia dilihat

dari luas wilayah 664.01 km2 dan dengan populasi lebih dari 31 juta. Selain itu

jakarta juga mendapat predikat kota terbesar kedua setelah Tokyo,Jepang.2 Kota

ini juga pusat bagi kegiatan bisnis dan ekonomi, sehingga jakarta memiliki predikat

sebagai kota metropolitan. Bagai magnet, kota ini menjadi pemikat bagi masyarakat

untuk datang mengadu nasib, mencari pendapatan serta peluang mendapatkan

kehidupan lebih baik.

Kota lebih banyak diperhatikan sebagai bagian dari proses dan tujuan

pembangunan ekonomi dan politik selain dipersepsikan sebagai tolak ukur

pembangunan ekonomi, kota juga sering dimanfaatkan sebagai alasan untuk

melegitimasi keputusan politik tertentu yang seringkali secara tidak langsung

merusak sistem perkotaan secara keseluruhan.3 Daya tarik Jakarta merupakan salah

satu faktor terus meningkatnya tren urbanisasi yang tak bisa dibendung. Alain

Garnier mendefiniskan Urbaniasi (1984) dalam bukunya Les Nouvelles Cities

Dortoirs. Polytechniques Romandes, mengatakan Urbanisation est caracteris par

1
Nirwono Joga, Greenesia; Indonesia Menghijau, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014),
182
2
Wandel Cox, Largest Cities in the World artikel diakses pada 4 Januari 2016 dari
http://www.newgeography.com/content/005219-largest-cities-world-2016
3
Iwan Nugroho dan Rokhman Dahuri, Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan, (Jakarta: LP3ES, 2012), 232

1
un mouvement migratoire de la population des petites localites rurals vers de

grandes localites urbaines (Urbanisasi adalah dicirikan oleh pergerakan migrasi

penduduk dari lokasi kecil pedesaan ke lokasi besar perkotaan).4

Dengan adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota (dalam hal ini Jakarta)

maka jumlah penduduk Jakarta terus meningkat, data statistik per 2010 pemprov

DKI Jakarta sebagai berikut5; Jakarta Pusat dengan luas wilayah 47,90 km2 dengan

jumlah penduduk 889.448 jiwa dan kepadatan 18,569 per km2, Jakarta Barat dengan

luas wilayah 126,15 km2 dengan jumlah penduduk 2.093.013 dan kepadatan 16.591

per km2, Jakarta Selatan dengan luas wilayah 145,73 km2 dengan jumlah penduduk

2.001.353 dan kepadatan 13.733 per km2, Jakarta Timur dengan luas wilayah

187,73 km2 dengan jumlah penduduk 2.391.166 dan kepadatan 12.737 per km2,

Jakarta Utara dengan luas wilayah 142,30 km2 dengan jumlah penduduk 1.445.623

dan kepadatan 10.159 per km2

Jakarta kian bertambah gemerlap dan berkembang tak terkendali, terus tumbuh

seakan tak pernah mati, di sisi lain kota lain semakin redup dan tidak menarik untuk

ditinggali. Daya tarik yang tinggi membuat Jakarta bertambah menarik untuk

didatangi dan sekaligus ditinggali, meningkatnya angka serbuan pendatang baru

tidak diiringi dengan daya dukung kota yang memadai.

4
Sugiono Soetomo, Urbanisasi Dan Morfologi:Proses Perkembangan Peradaban Dan Wadah
Ruangnya Menuju Ruang Manusiawi, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2013) cet.2, 24
5
Wikipedia, Daftar kota di Indonesia menurut kepadatan penduduk Situs diakses pada tanggal 4
Januari 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kota_di_Indonesia_menurut_kepadatan_penduduk#cite_note-
ri-2

2
Bertambahnya populasi yang diakibatkan oleh urbanisasi mengakibatkan

kebutuhan ruang akan hunian atau tempat tinggal meningkat. Maka secara alamiah

manusia membuat tempat tinggal untuk berteduh sekaligus untuk tetap hidup di

kota yang mereka datangi. Hal tersebut membuat bertumbuh pesatnya pemukiman

padat penduduk seakan tak terkendali.

Selain pemukiman padat penduduk yang biasanya didiami oleh kelas menengah

ke bawah kebutuhan akan kenyamanan bagi mereka yang berhasil dalam tanda

kutip sukses di Jakarta maupun pendatang. Bagi yang tergolong menengah atas

atau bisa disebut orang kaya membutuhkan hunian yang layak huni bagi mereka

yang memiliki kantong lebih sampai para ekspatriat dari luar negeri yang bekerja

di Indoesia. Hal tersebut membuat para pengembang hunian menyediakan banyak

sekali pilihan dari perumahan residence sampai membangun apartemen ditengah

kota.

Gedung-gedung perkantoran juga semakin bertambah seiring dengan

banyaknya perusahaan baru yang membutuhkan ruang bekerja di kota. Selain itu

juga banyak perusahaan asing yang membuka dan menginvasi Indonesia tiada

henti. Mencoba mengembangkan bisnis mereka di Indonesia, maka mereka harus

membuka kantor cabang di Indoensia terutama Jakarta karena perputaran ekonomi

dan bisnis berpusat di tanah metropolitan.

3
Belum lagi jakarta memiliki predikat dengan kota dengan jumlah unit mal

terbanyak di dunia dengan sejumlah 173 unit.6 Sudah rahasia umum kebanyakan

masyarakat Jakarta menganggap mal merupakan tempat paling mudah dijangkau,

bukan hanya untuk berbelanja, namun untuk rekreasi menghilangkan penat karena

mal dilengkapi dengan pendingin Air Conditioner untuk melindungi dari panasnya

kota Jakarta, selain itu mal juga dilengkapi dengan bioskop, timezone, dan hiburan

lainnya, sehingga mal dijadikan tempat untuk menghilangkan penat melepas penat

bekerja maupun bagi yang masih bersekolah.

Dari pembangunan hunian, perkantoran sampai pusat-pusat perbelanjaan yang

membutuhkan lahan tak sedikit membuat makin sempitnya ruang di Jakarta, makin

sedikit ruang terbuka yang tersisa. Demi alasan ekonomi pembangunan makin

dipermudah dengan mempermudah izin dan regulasi. Berkaitan dengan hal-hal

tersebut justru mengesampingkan pentingnya keberadaan sektor ekologi atau

lingkungan, ambisi perkotaan terhadap pembangunan di berbagai sektor tanpa sadar

telah melupakan pentingnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pembangunan yang

hanya fokus pada sektor ekonomi akan menciderai niat sustainabile devolepment

(pembangunan berkelanjutan)

Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan

berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkunagn tanpa

mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.7

6
Arianto Silotonga Jakarta Dengan Mall Terbanyak Di Dunia!! Capai 173 Unit Ada Di Ibu Kota
Jakarta situs diakses pada tanggal 11 Januari https://www.vebma.com/unik/Jakarta-Dengan-
Mall-Terbanyak-Di-Dunia/1841
7
Masriah DR dan Mujahid DR, Pembangunan Ekonomi Berwawasan Lingkungan,(Malang:
Penerbit Universitas Malang, 2011), 147

4
Pembangunan berkelanjutan artinya memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan

lingkungan untuk generasi masa kini tanpa membahayakan kemampuan generasi

mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.8

Pada intinya, pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses di mana

dalam proses tersebut terdapat eksploitasi sumber daya alam, tujuan investasi,

orientasi pengembangan teknologi, perubahan institusional, semuanya ini harus

berjalan dan berkembang secara harmonis untuk meningkatkan potensi

pembangunan hari ini dan tidak melupakan pentingnya keberlangsungan masa

depan.9 Oleh karena itu pentingnya nilai lingkungan dalam konsep sustainabile

devolepment (pembanguanan berkelanjutan) sangatlah penting demi

keberlangsungan pembangungan. Maka peneliti concern terhadap instrumen

pembangunan Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota.

RTH merupakan bagian erat dari dua sisi koin kota, ruang terbangun kota

sebesar 70 persen dan ruang tebuka hijau minimal sebesar 70 persen. 10 Dalam UU

Penataan Ruang No.26 telah diamanatkan setiap kota harus menyisisihkan 20

persen RTH publik dan 10 persen RTH privat. 11 Jakarta baru memenuhi 9,8persen

RTH publik di bawah pengelolaan Pemprov DKI Jakarta, dari angka tersebut

Jakarta masih butuh sebesar 10,2persen RTH publik.12 Sampai saat ini masih belum

8
Takashi Inoguchi, ed., Kota dan Lingkungan: Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan
Lingkungan (Jakarta: LP3ES, 2003), 281
9
C.P.F Luhulima, Politik Pembangunan Manusia dan Lingkungan dalam Dimensi Manusia
dalam Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetehauan Indonesia, 1998), 11
10
Joga, Greenesia, 129
11
Eko Budiharjo, Reformasi Perkotaan; Menjegah Wilayah Urban Menjadi Human Zoo, (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara,2014), 26
12
Joga, Greenesia, 131

5
ada data pasti mengenai data RTH privat karena belum dilakukan lebih lanjut untuk

pendataan dan penyiapan perangkat hukum yang mendukung RTH Privat, karena

saat ini masih hanya sebatas kepemilikan lahan pibadi dan tidak dapat semerta-

merta dapat ditetapkan RTH Privat tanpa ada kepastian hukum dan kompensasi

perawatan yang menarik bagi warga yang memiliki RTH privat.13

Terdapat tiga hal yang membuat RTH menjadi sangat penting bagi

keberlangsungan kota dan untuk masyarakat yaitu dilihat dari nilai ekologis,

ekonomi dan sosial14 Dari segi ekologis15 RTH sebagai daerah resapan air berupa

taman, hutan, kebun raya, dan lapangan olahraga, daerah tangkapan air berupa

danau, situ, waduk dan kolam, dan penjaga aliran air seperti jalur hijau bantaran

sungai dan pantai. Maka RTH berfungsi untuk mengendalikan banjir, limpasan air

laut (rob), konservasi air tanah dan penurunan muka tanah. RTH sebagai paru paru

kota bertugas menyerap gas polutan dan karbon dioksida, dan memproduksi

oksigen yang sangat dibutuhkan bagi setiap makhluk hidu. Itulah sebabnya

mengapa RTH harus berada di pusat kota dan di tengah pemukiman penduduk.

Dari segi ekonomi16 jika kuantitas RTH meningkat maka maka mengkat pula

kualitas kehidupan kota. Kualitas udara baik, meminimalisir dampak pencemaran,

banjir berkurang. Sehingga kualitas kesehatan meningkat, menurunkan anggaran

kesehatan bagi pemerintah dan masyarakat menjadi lebih produkti untuk bekerja

dan berkegiatan sehari-hari.

13
Joga, Greenesia,132
14
Joga, Greenesia,129
15
Joga, Greenesia,130
16
Joga, Greenesia,130

6
Dari segi sosial17 RTH menjadi tempat berinteraksi sosial terbuka dan

murah meriah, tidak mengenal strata sosial, dan juga menyehatkan. Tempat untuk

melepas penat dan rasa lelah ditengah kesibukan pekerjaan, juga tempat rekreasi

bersama keluarga dan teman, bermain, berolahraga dan membuat kegiatan outdoor.

Dari pernyataan diatas maka dapat ditarik bertapa pentingnya Ruang

Terbuka Hijau, bukan hanya bagi masyarakat secara umum, namun substansial bagi

seluruh dunia sampai sampai ke tingkat lokal, karena pentingnya case ini maka

perlu adanya perjuangan bagi terciptanya target minimal dari rencana,

diperlukannya aktor-aktor diluar birokrasi pemerintah yang berjuang demi

kepentingan atas terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau.

Terdapat komponen-komponen pejuang lingkungan menurut George Junus

Aditjondro18 yakni; pertama penyelamat lingkungan hidup publik (Public

Environmentalist), yaitu sekitar lokasi kerusakan lingkungan yang secara langsung

merasakan dampak lingkungan dan berkempentingan, tidak/dengan pemimpin

tokoh masyarakat formal maupun informal. Kedua, penyelamat lingkungan

terorganisasi (organized enviromentalist), yaitu kelompok yang bergerak melalui

artikulasi isu-isu lingkungan, kelebihannya jangkauannya luas sampai nasional

bahkan internasional. Ketiga, organisasi gerakan lingkungan institusional

(Institutional Enviromental Movement Organization), yakni mereka yang bergerak

dibidang lingkungan melalu birokrasi resmi dan memiliki kewenangan.

17
Joga, Greenesia,131
18
Rachmad K Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), 140

7
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak dalam bidang-bidang

seperti hak-hak asasi manusia, lingkungan hidup dan konservasi, pembangunan dan

perdamaian, dan sebagainya.19 Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Dr.

Abdul Wahab Situmorang, menyipulkan bahwa WALHI menempati posisi pertama

organisasi atau LSM lingkungan hidup di Indonesia yang paling sering melakukan

protes kolektif.20 Buku ini menjadi salah satu sumber rujukan yang menginspirasi

penulis tertarik untuk melakukan penelitan lingkungan (dalam hal ini Ruang

Terbuka Hijau (RTH) dengan subjek terfokus pada peran WALHI.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

perumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran WALHI dalam mengawasi pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

(RTH) oleh pemerintah DKI Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang dalam

mengawasi pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di DKI Jakarta yang mana

peneletian skripsi ini akan disajikan dalam bentuk deskriptif.

2. Manfaat Peneltitian

19
Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, ed., Akuntabilitas LSM: Politik, Prinsip dan Inovasi (Jakarta:
LP3ES, 2009), 13
20
Abdul Wahub Situmorang, Dinamika Protes Kolektif Lingkungan Hidup di Indonesia (1968-
2011) (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013), 70

8
a. Manfaat Teoritis

Penilitan ini diharapkan memberikan manfaat pada bidang akademis dan

terutama pada ranah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sehingga dapat menjadi

rujukan bagi penelitian terkait selanjutnya. Dapat memberikan sumbangan

teoritis bagi implementasi maupun pengembangan dalam program studi ilmu

politik khususnya pada tema Green Politic (Politik Lingkungan. Terutama

penelitian pada tema ini masih sangat jarang dilakukan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta terutama pada prodi Ilmu Politik.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi

terutama dalam informasi pemahaman kepada masyarakat atau pembaca

mengenai isu lingkungan perkotaan khususnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)

serta peran dari WALHI terkait RTH di Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Demi mendukung penelitian ini sangat diperlukan tinjauan pustaka atas

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Terkhusus penelitian

yang sangat erat dengan tema Green Politic (Politik Lingkungan) yang masih

jarang. Penulis menemukan setelah mencari beberapa penelitian terkait, yang

sangat erat dengan penelitian ini, sebai berikut;

Pertama, penelitian dalam bentuk tesis yang dilakukan oleh Ratna Diah

Kurniati mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi (kekhususan Administrasi dan

9
Kebijakan Publik) program Pascasarjana Universitas Indonesia pada tahun 2007

dengan judul Evaluasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus: Pelaksanaan

Ruang Terbuka Hijau Pada Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta). Pada

penelitian ini menjelaskan kebutuhan ruang publik dan penting terjaganya

ekosistem lingungan perkotaan dengan diperlukannya kebijakan mengenai Ruang

Terbuka Hijau di DKI Jakarta, sehingga hal tersebut yang melatarbelakangi peneliti

untuk melakukan penelitian tersebut.21

Hasil temuan pada penelitian tersebut berkesimpulan bahwa22 pelaksanaan

kebijakan Ruang Terbuka Hijau oleh Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta

belum maksimal hanya mencapai 9% dari total wilayah, masih jauh dari rencana

pencapaian kebutuhan RTH yang ditargetkan. Selain itu fokus terhadap Dinas

Pertamanan, penelitian ini memaparkan beberapa faktor-faktor yang mempengarui

pelaksanaan kebijakan yakni masih kurangnya sumber daya manusia dari segi

kualitas maupun kuantitas, didominasi oleh pegawai yang sudah mendekati usia

pensiun serta mayoritas masih rendahnya tingkat pendidikan, namun sudah

memiliki struktur organisasi yang memadai standar dibuktikan dengan prosedur

operasional sudah standar. Selain itu, masih terkendala pada anggaran yang masih

terbatas. Faktor penghambat lain yakni, keterbatasan peralatan operasional

lapangan, pembibitan, lambatnya pengembangan, alih fungsi taman, kurnagnya

peran serta masyarakat, dan peraturan perundangan substansial.

21
Ratna Diah Kurniati, Evaluasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus: Pelaksanaan
Ruang Terbuka Hijau Pada Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta), (Tesis Pascasarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Universitas Indonesia, 2007), iv
22
Kurniati, 109

10
-perbedaan dan persamaan

Kedua, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Dede Fikri Aulia

mahasiswa jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Jenderal Soedirman pada tahun 2015 dengan judul Pengelolaan Ruang Terbuka

Hijau Taman Kota Dalam Perspektif Politik Lingkungan di Kota Bogor. Penelitian

ini mendeskripsikan bentuk-bentuk dan upaya optimalisasi pengelolaan, serta

menjelaskan mengenai faktor pendukung dan juga penghambat dalam upaya

pengeleloaan Ruang Tebuka Hijau di Kota Bogor.23

Penelitian ini memaparkan terdapat faktor pendukung24 yakni dukungan penuh

dari Kepala Daerah yang menjadikan RTH juga salah satu prioritas pembangunan

bekerja bersama dengan aktor lain secara sinergi, juga terdapat bantuan dari

berbagai pihak seperti CSR dari berbagai perusahaan. Kemudian faktor

penghambatnya anatara lain seperti aksi-aksi yang tidak bertanggung jawab yang

merusak fasilitas taman dalam bentuk vandalisme, dan tidak adanya peraturan

daerah khusus tentang ruang terbuka hijau maupun taman kota, selama ini masih

mengacu pada Peraturan Daerah Tentang Penataan Ruang dan itu masih dirasa

kurang, dan tidak begitu spesifik

- perbedaan dan persamaan

23
Dede Fikri Aulia, Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Taman Kota Dalam Perspektif Politik
Lingkungan di Kota Bogor, (Skripsi S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Purwokerto
Universitas Jendral Soedirman, 2015), iv
24
Aulia, Pengelolaan RTH di Kota Bogor,154

11
Secara konseptual dan teoritisi penelitian tersebut memiliki persamaan yang

dilakukan oleh penulis yakni menggunakan Green Politics (Politik Lingkungan).

Konsep yang lain penelitian ini menggunakan konsep Kebijakan, Otonomi Daerah

dan Pengelolaan RTH sebagai pisau analisis yang digunakan untuk menganalisa

apa yang ia teliti. Sedangkan penulis menggunakan teori dan konsep Gerakan Sosial

Baru, Politik Lingkungan dan juga konsep LSM atau NGO.

Ketiga, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Feby Puspitasari

mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung pada tahun 2015 dengan judul Peran Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) Lingkungan Dalam Pelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di

Kota Bandar Lampung (Studi Pada LSM WALHI, WATALA, dan Mitra Bentala).

Penelitian ini menemukan bahwa LSM yang diteliti melakukan pelestarian

terhadap Ruang terbuka Hijau dengan tiga pernanan yakni penyeimbang,

pemberdayaan dan juga sebagai perantara.25 LSM WALHI yang banyak melakukan

peran penyeimbang dimana didalam peran penyeimbang tersebut terdapat kegiatan

seperti advokasi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrai yang tentu sejalan

dengan visi, misi, dan tujuan LSM WALHI itu sendiri yaitu lebih ke arah advokasi

isu-isu lingkungan hidup. LSM WATALA memiliki ruang lingkup kerja di daerah

Provinsi Lampung ini sendiri lebih banyak melakukan kegiatan dalam bentuk

25
Feby Puspitasari, Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Dalam Pelestarian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Di Kota Bandar Lampung (Studi Pada LSM WALHI, WATALA, dan
Mitra Bentala), (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, 2015),
128

12
program diluar wilayah Kota Bandar Lampung terutama yang berkaitan dengan

RTH sehingga, untuk wilayah Kota Bandar Lampung biasanya hanya dilakukakan

sesekali berkaitan dengan peringatan Hari Bumi, Hari Lingkungan Hidup, dan

sebagainya. LSM Mitra Bentala banyak melakukan kegiatan dalam bentuk program

dibanding dua LSM diatas, hal tersebut dikarenakan Mitra Bentala yang lebih

fleksibel dan banyak bekerjasama baik dengan pihak pemerintah maupun pihak

swasta. Kegiatan yang sudah dilakukan diantaranya Kampung Hijau atau Kampung

Iklim Lestari, dan Rumah Belajar Sahabat Lingkungan.

-perbedaan dan persamaan

Penelitian tersebut secara konseptual dan teoritisi memiliki persamaan yang

dilakukan oleh penulis yakni menggunakan Green Politics (Politik Lingkungan).

Keempat, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Harry Akbar

mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2016 dengan judul Peran

Walhi Dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Peran Walhi

Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota

Yogyakarta (2013-2016)). Menemukan bahwa WALHI Yogyakarta melakukan

13
peranan fungsi pemberdayan masyarakat, fungsi penghubung dan juga fungsi

subsider.26

Pada fungsi pemberdayaan27 masyarakat, WALHI Yogyakarta menggunakan

strategi Aras Makro yang mana merupakan pendekatan yang disebut juga sebagai

strategi sistem besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya

diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas, adapun kegiatannya pertama,

melindungi dan membela kepentingan masyarakat, yang kedua emperkuat potensi

atau daya yang dimiliki masyarakat dengan melakukan kegiatan diantaranya

Pelatihan Paralegal dan Amdal Kijang dan Pemantauan Lingkungan dan

Pendidikan Kader Rakyat, dan yang ketiga menciptakan masyarakat yang memiliki

kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan disekitarnya dengan mendirikan

organ support seperti Sahabat Lingkungan (SHALINK) dan pembentukan Warga

berdaya. Fungsi Penghubung28, menjadi penghubung atau perantara yakni lembaga

birokrasi dan pemerintah belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya

masyarakat tingkat bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang

disediakan pemerintah. Kemudian yang teakhir, Fungsi Subsider29, mencoba

membantu pemerintah dengan melaksankan kegiatan sosialisasi-sosialisasi terkait

kebijakan Ruang terbuka hijau di kota yogyakarta, seperti workshop, seminar dan

aksi menggunakan massa untuk memberi pressure kepada para pelaku kebijakan.

26
Harry Akbar, Peran Walhi Dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus Peran Walhi
Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta (2013-
2016)), (Skripsi S1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016), 9
27
Akbar, Peran Walhi RTH, 99
28
Akbar, Peran Walhi RTH, 100
29
Akbar, Peran Walhi RTH, 101

14
-perbedaan dan persamaan

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yakni metode kualitatif.

Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasikan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara

holitik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan atau organisasi ke

dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu

keutuhan.30

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Dikarenakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka dibutuhkan

data yang disajikan secara deskriptif. Wawancara merupakan salah satu hal yang

dapat dilakukan untuk mendapatkan data yang akan diargumenkan secara

deskriptif.

Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada

responden, dan jawaban-jawaban resonden dicatat atau direkam dengan alat

perekam.31 Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan kepada kaum

30
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 4
31
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandunng: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 68

15
disabilitas yang menjadi peserta pemilih maupun yang tidak memilih. Wawancara

yang dilakukan peneliti terhadap informan dapat membantu peneliti untuk

memperoleh informasi data tambahan terkain tema yang difokuskan pada penelitian

ini. Teknik wawancara dapat digunakan responden yang buta huruf atau tidak

terbiasa membaca dan menulis.32 Sehingga dapat membantu peneliti untuk

mengambil data dari penyandang cacat yang memiliki keterbatasan dalam

membaca.

b. Dokumentasi

Data yang diperoleh dari teknik ini dapat berupa cuplikan, kutipan atau

penggalan-penggalan dari catatan organisasi, klinis atau program, memorandum-

memorandum dan korespondensi, terbitan dan laporan resmi.33

F. Tekonik Analisa Data

Bagian teknik analisis data ini, peneliti menitikberatkan pada metode

deskriptif analisis. Metode ini menekankan pada pengambaran objek secara tepat

sehingga mampu menjawab dari permasalahan dalam penelitian. Proses ini terdiri

atas tiga bagian yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.34

32
Soehartono, Metode Penelitian Sosial, 68
33
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: Prenadamedia, 2005), 55
34
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (Yogyakarta: Erlangga, 2009), h. 148.

16
G. Sistematika Penulisan

BAB I, bagian ini penulis memaparkan pernyataan masalah terkait penelitan

yang akan ditulis kenapa penulis tertarik mengenai hal tersebut, kemudian manfaat

dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka sebagai rujukan penulis terhadap penelitian

sejenis yang dilakaukan sebelumnya yang sangat berkaitan erat dengan penelitian

ini, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II, bagian ini berisi mengenai apa saja teori maupun konsepsi yang

digunakan dalam analisa pada penelitian ini.

BAB III, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai profil WALHI, sejarah

berdirinya, struktur organisasinya, dan pencapaiannya selama menjadi LSM yang

bergerak dan berjuang di bidang lingkungan hidup.

BAB IV, bagian yang paling penting, akan dijelaskan mengenai hasil penelitian

terkait ada tidaknya peran WALHI dalam Ruang Terbuka Hijau di Jakarta, dan jika

ada apa sajakah perannya. Disajikan dalam bentuk analisa menggunakan konsepsi

dan teori yang sebelumnya sudah dipaparkan pada BAB II.

BAB V, penulis akan menyimpulkan terkait hasil penelitian dan secara

keseluruhan.

17

Anda mungkin juga menyukai