Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN --------------------------------------------------------------- i

KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------------- ii

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------- iii

BAB I
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1

BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ----------------------------------------------- 2

BAB III
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK -------------------------- 10

BAB IV
KESIMPULAN --------------------------------------------------------------------------- 22

DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------------- 24


BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan
terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua
tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus
menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa
nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat
purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di
telinga dan vertigo1.
BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi


peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak
intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa
membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan
seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam
bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear
cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibel,2,4.

I. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa
tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3
a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan
perforasi marginal. teori itu adalah2,5 :
 Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani
dan disini ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann);
epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas.
 Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi
kolesteatom.
 Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi
(metaplasia teori menurut Wendt).
 Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction
cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total1,2,4.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma1,2,4.
II. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK1,2 :
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain8 :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

III.PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus 1. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis1.

IV. GEJALA KLINIS


1. Telinga Berair (Otorrhea)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis2.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.6
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis1,2.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum4.

V. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi2,3

OMSK BENIGNA TENANG


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK BENIGNA AKTIF


Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika :
- topikal antibiotik ( antimikroba)
- sistemik.

OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain3:
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
BAB III
KOMPLIKASI OMSK

Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi
untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat
komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan,
akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut
oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi
infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid.
Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan
tulang serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal
penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus
supurasi dengan struktur sekitarnya

Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :


1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat
otitis media yang sudah sembuh
3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan
karena erosi

Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala,


seperti otorea terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan
tanda bahaya antara lain; naiknya suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise,
drowsiness, somnolen, atau gelisah. Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian
parietal atau oksipital, dan adanya mual, muntah proyektil, serita kenaikan suhu
badan yang menetap selama terapi, merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pada OMSK, tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti,
karena menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pencitraan yang lebih akurat adalah pemeriksaan CT Scan, dimana dapat
terlihat erosi tulang yang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan
tindakan operasi segera. CT Scan juga berguna untuk menentukan letak anatomi
lesi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom1,2.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus
melewati 3 macam lintasan1,2 :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk ke jaringan otak.
Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma
sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke 20.
Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila
tidak diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media
kronik tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya
memerlukan tindakan intervensi bedah.
Otitis media kronik (OMK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi
persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari
membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara
intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan
disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran timpani melemah, yang
meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan kolesteatoma.
Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan
intracranial meningkatkan risiko infeksi terjadinya komplikasi dari struktur
kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan
komplikasinya leboh sering terjadi pada anak kecil, sedangkan komplikasi
sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa klesteatoma lebih sering
terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa.
Komplikasi dari OMA dan OMK dikenal dengan menggunakan sistem
klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intracranial dan extracranial.
Komplikasi extracranial dibagi lagi menjadi komplikasi extratemporal dan
intratemporal. Pengembangan dan penggunaan antibiotik yang tepat dapat
menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi,
dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan.
Selanjutnya, dengan terus berkembangnya patogen yang multi drug resistant,
komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada
saat ini menjadi kurang efektif.

Komplikasi Extracranial

Abses Subperiosteal

Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering
terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau
coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular
sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih
sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis
kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus
ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan
ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan
kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan
klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.

Diagnosis

Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya,


pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise,
bersama dengan tanda-tanda lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah
lateral dan inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan
nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan
kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid.
Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada
semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi
dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa
abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah
kemungkinan lain yang harus disingkirkan.

Abses Bezold

Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan
berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari
sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke
ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui
korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis
vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan
mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.

Diagnosis

CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari
abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher
harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis
saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung
mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.

Komplikasi Intratemporal

Fistula Labirin

Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis
kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari
kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada
terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi
cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan
sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian
yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula
ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal
posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan
insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui
dibandingkan dengan labirin fistula.

Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda.
Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan
dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka
labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena
mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK
dengan granulasi.

Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem
pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan
endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini
terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai
stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot,
fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa
labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi
bedah.

Diagnosis

Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan
vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya,
gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo
periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64%
dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32%
sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah.
Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar
pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya
gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien
yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak
adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan
bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya
fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak
terduga.

Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma


belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT
pra operasi meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat
mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan
merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau
dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi. Sayangnya,
kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra operasi telah
dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan tidak lebih
sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula
labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang
menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma
dengan hati-hati.

Mastoiditis Coalescent

Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk
diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa
atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat
secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular
eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior.
Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling
tepat.

Diagnosis

Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi


abses subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah
proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang
trabekuler. Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada
anak-anak muda dengan OMA. Klasik, mastoiditis coalescent digambarkan
sebagai terjadi di mastoid yang terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna
diobati, sedangkan otitis kronis dan cholesteatoma terjadi pada tulang temporal
sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus mastoiditis coalescent telah
dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK dan
cholesteatoma.

Facial Paralysis

Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK


tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan
saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung
mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa
cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf
pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering
terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya
singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada
OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif
lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.

Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis
yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik
pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna
dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan
saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen.
Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih
dapat dinilai pada CT.

Komplikasi Intracranial

Meningitis

Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri
terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek.
Meskipun ini tetap merupaka komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat
meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic
sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic
yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid,
menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi
(fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran
hematogen.

Diagnosis

Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda


peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan
komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan
muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga
membantu diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset
baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda
mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat
penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus
diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan
menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi
intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini.
Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal
harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur
dan tes sensitivitas.

Abses Otak

Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis
media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering
terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan
hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi
tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil
kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan
flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain.
Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu
yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau
kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun
kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai
kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan
status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis

Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan


keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini,
CT scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai.
Untuk abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih
baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga tentang
erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan
pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik
abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan
diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau
bukti tekanan intrakranial meningkat.
Trombosis Sinus Lateral

Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal
dari otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi
intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena
dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder
terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus
sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan
cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang
perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah
sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan
sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit
sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah
proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital,
menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal
untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna
meningkatkan risiko emboli paru septik.

Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam
tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala
dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi
diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik
bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan
intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat
tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan
tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya
trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin,
karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan
atau resolusi.

Abses Epidural

Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses


ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau
dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan
dari yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat
mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda
menyangkut di latar belakang OMK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas
dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat
operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan lain.

Diagnosis

Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau
spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan
untuk mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat
atau sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi
intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini.
Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat
operasi.

Otitic Hydrocephalus

Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan


peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal,
yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic.
"Hidrosefalus Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga
dari sisi patofisiologi Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan
tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda
hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah otitic hidrosefalus, merasa
bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan
perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital
superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan
LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini
biasanya terjadi tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi
beberapa kasus juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis.
Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada
hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus dural.

Diagnosis

Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk


mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah
akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit
kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini
memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic
harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan
intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk
pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis
sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan
gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis
sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi
keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk
membuat diagnosis hidrosefalus otitic.
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi


kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani,
ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus
atau hilang timbul.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
menderita OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan
dari telinga kanan yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya berwarna putih,
encer dan tidak berbau, kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada telinga kanan. Pasien juga
mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat
kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli
konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke
labirin, atau tuli campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun
proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi sampai dengan efektif ke fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan didapatkan perforasi sentral pada membran
timpani.
Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel
skuamosa ke dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini
ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan kolesteatom.
Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga
mengakibatkan terjadinya destruksi tulang, yang ditandai dengan sekret yang
kental dan berbau.
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak
memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air
jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang
berlainan, tetapi pada dasarnya tetap sama. Adams dkk (1989) mengemukakan
klasifikasi sebagai berikut:
A. Komplikasi di telinga tengah:
1. Perforasi membran timpani persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasialis
B. Komplikasi di telinga dalam:
1. Fistula labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural:
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat:
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif
otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience.
2004; 1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal
children: a community-based, multicentre, double-blind randomised
controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003. Available from URL:
http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical
Journal of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of
chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management.
BMJ. 1997. available from URL: http://www.bmj.org/

Anda mungkin juga menyukai