BAB I
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1
BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ----------------------------------------------- 2
BAB III
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK -------------------------- 10
BAB IV
KESIMPULAN --------------------------------------------------------------------------- 22
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan
terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua
tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus
menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa
nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe
benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene
buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat
purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di
telinga dan vertigo1.
BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
I. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa
tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3
a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan
perforasi marginal. teori itu adalah2,5 :
Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani
dan disini ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann);
epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas.
Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi
kolesteatom.
Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi
(metaplasia teori menurut Wendt).
Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction
cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total1,2,4.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma1,2,4.
II. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah
supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain8 :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
III.PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus 1. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis1.
V. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi2,3
OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain3:
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
BAB III
KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi
untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat
komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore.
Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan,
akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut
oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi
infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid.
Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan
tulang serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering
terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau
coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular
sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih
sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis
kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus
ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan
ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan
kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan
klinis sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.
Diagnosis
Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiosteal secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan
berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari
sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke
ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui
korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis
vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan
mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari
abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher
harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis
saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung
mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis
kronis dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari
kasus. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada
terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi
cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan
sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian
yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula
ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal
posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan
insidensi terjadinya gangguan pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui
dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda.
Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan
dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka
labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena
mediator inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK
dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem
pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan
endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini
terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai
stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot,
fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa
labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi
bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan
vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya,
gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo
periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64%
dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32%
sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah.
Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar
pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya
gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien
yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak
adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan
bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya
fistula di setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak
terduga.
Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk
diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa
atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat
secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular
eritema, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior.
Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling
tepat.
Diagnosis
Facial Paralysis
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis
yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik
pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna
dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan
saluran tuba, juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen.
Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih
dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri
terbaru komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek.
Meskipun ini tetap merupaka komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat
meningitis otitic telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic
sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic
yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid,
menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi
(fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran
hematogen.
Diagnosis
Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis
media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering
terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan
hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi
tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil
kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan
flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain.
Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu
yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau
kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun
kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai
kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan
status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal
dari otitis media dimana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi
intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena
dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder
terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus
sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan
cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang
perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah
sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan
sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal untuk mempersulit
sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah
proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital,
menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal
untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna
meningkatkan risiko emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam
tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala
dan malaise umum. Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi
diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik
bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan
intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat
tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan
tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya
trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin,
karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan
atau resolusi.
Abses Epidural
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau
spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan
untuk mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat
atau sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi
intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini.
Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat
operasi.
Otitic Hydrocephalus
Diagnosis