Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENGANGGURAN PADA


DAERAH TPT TINGGI DAN DAERAH TPT RENDAH
(Studi Pada 38 Kabupaten Dan Kota Di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2011-2015)

JURNAL ILMIAH

Disusun Oleh:

Widyah Khoirun Nisa


145020101111029

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN
PADA DAERAH TPT TINGGI DAN DAERAH TPT RENDAH
(Studi Kasus Pada 38 Kabupaten Dan Kota Di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2011-2015)

Widyah khoirun Nisa, Susilo


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang
Email : widyahkanisa@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan tingkat pendidikan terhadap
pengangguran pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah dengan studi kasus pada 38
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2011-2015. Data yang digunakan dalam
penelitian adalah data sekunder dengan jumlah sampel sebanyak 188. Dimana data tersebut diuji
menggunakan metode uji regresi logistik dan dibantu dengan alat uji Eviews 8. Penggunaan
metode uji regresi logistik dipilih dengan pertimbangan variabel dependen yang bersifat dummy
atau lebih dari dua karakeristik (pengangguran pada daerah TPT tinggi dan pengangguran pada
daerah TPT rendah). Kedua daerah tersebut memiliki karakteristik penduduk dan potensi ekonomi
yang berbeda. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah
TPT tinggi dari pada di daerah TPT rendah namun tidak signifikan. Pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah TPT rendah dari pada di
daerah TPT tinggi namun tidak signifikan. Angkatan kerja dan tingkat pendidikan memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah TPT tinggi dari pada di daerah TPT
rendah secara signifikan.

Kata Kunci : Pengangguran pada Daerah TPT Tinggi dan TPT Rendah, UMK, Pertumbuhan
Ekonomi, Angkatan Kerja, Tingkat Pendidikan, Regresi Logistik

A. PENDAHULUAN

Pengangguran merupakan salah satu masalah yang cukup berat dalam makro ekonomi. Karena
kebijakan untuk menurunkan jumlah pengangguran justru tidak berjalan dengan baik atau tidak
tepat sasaran (Mankiw, 2007). Selain itu Sukirno dalam Hartanto dan Masjkuri (2017),
menjelaskan bahwa semakin tinggi angka pengangguran akan menimbulkan dampak buruk pada
perekonomian dan kondisi sosial di masyarakat. Dari tahun 2011 hingga 2015 jumlah
pengangguran tertinggi di Indonesia terletak pada lima provinsi di Pulau Jawa. Berikut adalah
provinsi dengan jumlah pengangguran tertinggi di Indonesia dari tahun 2011 hingga 2015:
Tabel 1 : Provinsi Dengan Jumlah Pengangguran Tertinggi Di Indonesia Tahun 2011-2015
Tahun
Provinsi
2011 2012 2013 2014 2015
Jawa Barat 1,901,843 1,828,986 1,870,649 1,775,196 1,794,874
Jawa Tengah 1,002,662 962,141 1,022,728 996,344 863,783
Jawa Timur 821,546 819,563 871,338 843,490 906,904
Banten 680,564 519,210 509,286 484,053 509,383
DKI Jakarta 555,408 529,976 467,178 429,110 368,190
Sumber: Data Diolah SIMREG BAPPENAS, 2018
Tabel 1 menjelaskan bahwa jumlah pengangguran tertinggi di Indonesia didominasi oleh
beberapa provinsi di Pulau Jawa. Jumlah tersebut menunjukkan angka yang fluktuatif. Dimana
pengangguran tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat diikuti oleh Provinsis Jawa Tengah, Jawa
Timur, Banten dan DKI Jakarta. Namun demikian, Provinsi Jawa Timur menunjukkan laju
pertumbuhan jumlah pengangguran dengan kecenderungan meningkat apabila dibandingkan
dengan keempat provinsi lain. Berikut adalah laju pertumbuhan jumlah pengangguran pada kelima
provinsi tersebut dari tahun 2012 hingga 2015:
Tabel 2 : Laju Pertumbuhan Jumlah Pengangguran Pada 5 Provinsi Dengan Jumlah
Pengangguran Tertinggi Di Indonesia Tahun 2012-2015
Tahun
Provinsi
2012 2013 2014 2015
Jawa Barat -4% 2% -5% 1%
Jawa Tengah -4% 6% -3% -13%
Jawa Timur 0% 6% -3% 8%
Banten -24% -2% -5% 5%
DKI Jakarta -5% -12% -8% -14%
Sumber: Data Diolah SIMREG BAPPENAS, 2018
Tabel 2 menjelaskan bahwa dari kelima provinsi tersebut, sebagian besar memiliki laju
pertumbuhan jumlah pengangguran yang cenderung menurun dari tahun 2012 hingga 2015,
kecuali Provinsi Jawa Timur. Dimana pada rentang tahun tersebut, Provinsi Jawa Timur
mengalami dua kali peningkatan, yaitu pada tahun 2013 (6%) dan 2015 (8%) serta satu kali
penurunan pada tahun 2014 (-3%) dan satu kali dalam keadaan konstan di tahun 2012 (0%).
Apabila hal tersebut tidak segera diatasi maka jumlah pengangguran di Jawa Timur akan
mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya.
BPS, 2018 menjelaskan bahwa pengangguran dapat diproksikan dalam Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) dan dinyatakan dalam satuan persen. Pengangguran di Jawa Timur
memiliki jumlah yang bervariasi. Sehingga apabila dikelompokkan berdasarkan tinggi dan
rendahnya TPT, maka kabupaten dan kota di Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi dua
daerah yaitu daerah TPT Tinggi dan daerah TPT rendah. Ada pun data mengenai daerah TPT
tinggi dan daerah TPT rendah di Provinsis Jawa Timur dari tahun 2011 hingga 2015, sebagai
berikut:
Tabel 3 : Kelompok Daerah TPT Tinggi Dan Daerah TPT Rendah Di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2011-2015

No Daerah TPT Tinggi No Daerah TPT Rendah


1 Kabupaten Kediri 1 Kabupaten Pacitan
2 Kabupaten Malang 2 Kabupaten Ponorogo
3 Kabupaten Banyuwangi 3 Kabupaten Trenggalek
4 Kabupaten Pasuruan 4 Kabupaten Tulungagung
5 Kabupaten Sidoarjo 5 Kabupaten Blitar
6 Kabupaten Jombang 6 Kabupaten Lumajang
7 Kabupaten Madiun 7 Kabupaten Jember
8 Kabupaten Ngawi 8 Kabupaten Bondowoso
9 Kabupaten Bojonegoro 9 Kabupaten Situbondo
10 Kabupaten Lamongan 10 Kabupaten Probolinggo
11 Kabupaten Gresik 11 Kabupaten Mojokerto
12 Kabupaten Bangkalan 12 Kabupaten Nganjuk
13 Kota Kediri 13 Kabupaten Magetan
14 Kota Blitar 14 Kabupaten Tuban
15 Kota Malang 15 Kabupaten Sampang
16 Kota Probolinggo 16 Kabupaten Pamekasan
17 Kota Pasuruan 17 Kabupaten Sumenep
18 Kota Mojokerto 18 Kota Batu
19 Kota Madiun
20 Kota Surabaya
Rata-rata TPT Keseluruhan = 4,52%
Sumber: Data Diolah BPS Provinsi Jawa Timur, 2018.
Tabel di atas menjelaskan bahwa daerah yang memiliki rata-rata TPT di atas rata-rata TPT
keseluruhan (4,52%) tergolong dalam daerah TPT tinggi dan sebaliknya yang memiliki rata-rata
TPT di bawah rata-rata TPT keseluruhan (4,52%) tergolong dalam daerah TPT rendah. Sehingga
terdapat 20 daerah dengan TPT tinggi dan 18 daerah dengan TPT rendah. Dimana kedua kelompok
daerah tersebut memiliki karakteristik penduduk dan potensi ekonomi yang berbeda.
Pengangguran tidak terlepas dari adanya upah. Mankiw (2007) menjelaskan bahwa upah memiliki
hubungan positif dengan pengangguran. Upah sendiri dapat bersifat kaku karena beberapa faktor
tertentu salah satunya adalah peraturan pemerintah mengenai UMK. Berdasarkan rata-rata UMK
tinggi, ternyata pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah memiliki presentase rata-rata
UMK tinggi yang berbeda. Berikut adalah data mengenai rata-rata UMK tinggi pada kedua
kelompok daerah tersebut dari tahun 2011 hingga 2015:
Gambar 1: Presentase Rata-rata UMK Tinggi Pada Daerah TPT Tinggi Dan Daerah TPT
Rendah Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2015

40%
40%
22%
20%

0%
Daerah TPT
Tinggi Daerah TPT
Rendah

Sumber: Data Diolah Peraturan Gubernur Jawa Timur Tentang UMK, 2018
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada daerah TPT tinggi hanya terdapat 40% daerah
dengan rata-rata UMK tinggi sedangkan pada daerah TPT rendah hanya terdapat 22% daerah.
Rata-rata UMK tinggi diperoleh dari perbandingan antara rata-rat UMK tiap kabupaten dan kota
terhadap rata-rata UMK secara keseluruhan dari tahun 2011 hingga 2015. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada kedua kelompok daerah tersebut memiliki rata-rata UMK yang rendah.
Selain upah terdapat indikator lain yang memiliki hubungan dengan pengangguran yaitu
pertumbuhan eknomi. Mankiw (2007) menjelaskan bahwa pertumbuhan eknomi memiliki
hubungan positif dengan pengangguran yang disebut dengan Hukum Okun. Namun pada daerah
TPT tinggi justru memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ada pun data mengenai presentase
rata-rata pertumbuhan ekonomi tinggi pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah dari tahun
2011 hingga 2015, yaitu:
Gambar 2: Presentase Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Pada Daerah TPT Tinggi
Dan Daerah TPT Rendah Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2015

100% 70%

50% 33%

0%
Daerah TPT
Tinggi Daerah TPT
Rendah

Sumber: Data Diolah BPS Provinsi Jawa Timur, 2018


Gambar 2 menjelaskan bahwa pada daerah TPT tinggi terdapat 70% daerah dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi tinggi dan pada daerah TPT rendah hanya terdapat 33% daerah. Sehingga
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran pada suatu
daerah. Pengangguran merupakan salah satu bagian dari jumlah angkatan kerja pada suatu daerah.
Farid dalam Muslim (2014) menjelaskan bahwa angkatan kerja memiliki hubungan positif dengan
pengangguran. Namun pada kedua kelompok daerah tersebut justru memiliki rata-rata angakatan
kerja tinggi yang hampir sama. Berikut adalah data mengenai presentase rata-rata angkatan kerja
tinggi pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah dari tahun 2011 hingga 2015:
Gambar 3 : Presentase Rata-rata Angkatan Kerja Tinggi Pada Daerah TPT Tinggi Dan
Daerah TPT Rendah Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2015

50%
39%
50%

0%
Daerah TPT Daerah TPT
Tinggi Rendah

Sumber: Data Diolah BPS Provinsi Jawa Timur, 2018


Gambar 3 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok daerah tersebut memiliki presentase
rata-rata angkatan kerja tinggi yang hampir sama yaitu 50% daerah pada daerah TPT tinggi dan
39% daerah pada daerah TPT rendah. Pengangguran dapat disebabkan oleh bebe rapa faktor salah
satunya adalah rendahnya tingkat pendidikan. Kamaludin dalam Hartanto dan Masjkuri (2017)
menjelaskan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan negatif dengan pengangguran. Tingkat
pendidikan dapat diproksikan dalam rata-rata lama sekolah (BPS, 2018). Namun pada daerah
TPT tinggi, terdapat 65% daerah dengan rata-rala lama sekolah tinggi. Sedangkan pada
daerah TPT rendah, hanya terdapat 28% daerah. Ada pun data mengenai presentase rata-rata
tingkat pendidikan tinggi pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah dari tahun 2011 hingga
2015, sebagai berikut:
Gambar 4 : Presentase Rata-rata RLS Tinggi Pada Daerah TPT Tinggi Dan Daerah TPT
Rendah Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2015

65%
80%
60% 28%
40%
20%
0%
Daerah TPT Daerah TPT
Tinggi Rendah

Sumber: Data Diolah BPS Provinsi Jawa Timur, 2018


Pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai konsep yang sama, terdapat hasil yang
beragam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran. Pada penelitian sebelumnya
oleh Wijayanti dan Karmini (2014) mengenai pengaruh tingkat inflasi, laju pertumbuha ekonomi
dan upah minimum terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Bali menyimpulkan bahwa
variabel upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di Provinsi
Bali. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif namun tidak signifikan.
Selain itu terdapat penelitian lain oleh Muslim (2014) mengenai pengangguran terbuka dan
determinannya di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007 hingga 2012, menyimpulkan bahwa
variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran
terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan variabel angkatan kerja berpengaruh positif
dan signifikan. Berdasarkan keragaman dari hasil penelitian terdahulu (gap penelitian terdahulu)
serta dengan adanya gap teori, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Analisis Faktor-faktor yYng Mempengaruhi Pengangguran Pada Daerah TPT Tinggi Dan Daerah
TPT Rendah (Studi Kasus Pada 38 Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-
2015).
B. KAJIAN PUSTAKA
Kekakuan Upah
Mankiw (2007) menjelaskan bahwa kekakuan upah merupakan suatu kondisi dimana upah gagal
dalam melakukan penyesuaian terhadap upah keseimbangan yang tercipta di pasar tenaga kerja.
Dimana upah tersebut cenderung berada di atas upah keseimbangan dna bersifat tetap. Hal ini akan
mengakibatkan kelebihan penawaran tenaga kerja dan meningkatkan jumlah pengangguran.
Kekakuan upah dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah peraturan pemerintah
mengenai UMK. Buchari (2016), berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. 7 Tahun 2013 yang dimaksud dengan upah minimum adalah upah yang dibayarkan setiap
bulan pada nilai minimum dan ditetapkan oleh gubernur sebagai perlindungan bagi tenaga kerja.
Penetapan upah minimum sendiri didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan
mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi dan produktivitas tenaga kerja.
Hukum Okun
Mankiw (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi
dengan pengangguran yang disebut dengan Teori Hukum Okun (Okun’s Law). Hukum Okun
pertama kali dipelajari oleh Ekonom Amerika yaitu Arthur Melvin Okun dan menyimpulkan
bahwa ketika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka produktivitas barang dan jasa juga akan
mengalami peningkatan yang selanjutnya dapat menambah penyerapan tenaga kerja dan pada
akhirnya mampu menurunkan jumlah pengangguran. Sehingga penurunan pada produksi barang
dan jasa yang terjadi selama resesi selalu berkaitan dengan peningkatan jumlah pengangguran.
Konsep Pengangguran
Pengangguran merupakan suatu kondisi dimana belum mampu diperolehnya pekerjaan oleh
angkatan kerja atau penduduk yang masuk dalam usia produktif yakni pada rentang usia 15 hingga
64 tahun (Sukirno dalam Hartanto dan Masjkuri, 2017). Pengangguran di suatu daerah dapat
diproksikan dalam Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dengan menggunakan satuan persen (%).
Konsep Angkatan Kerja
Mantra (2015) menjelaskan bahwa dalam konsep ketenagakerjaan, terdapat pula konsep mengenai
angkatan kerja. Pada dasarnya angkatan kerja merupakan penduduk usia produktif (15 hingga 64
tahun) yang aktif dalam melakukan kegiatan ekonomi (menghasilkan barang dan jasa) maupun
aktif dalam mencari pekerjaan (menganggur).

Konsep tingkat Pendidikan


Todaro dalam Hartanto dan Masjkuri (2017), pendidikan adalah salah satu upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia di bidang ilmu pengetahuan. Sedangkan peran pendidikan dalam
pembangunan ekonomi suatu negara adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat serta mengurangi jumlah pengangguran.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran di Suatu Daerah


Terkait penjelasan beberapa teori yang memiliki hubungan dengan pengangguran, maka
penulis memfokuskan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga kuat berpengaruh
terhadap pengangguran pada daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah dari rentang tahun 2011
hingga 2015. Ada pun faktor-faktor tersebut yaitu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK),
pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan tingkat pendidikan. UMK pada kabupaten dan kota di
Provinsis Jawa Timur terus mengalami peningkatan. Dimana hal tersebut dapat menyebabkan
kelebihan penawaran tenaga kerja dan meningkatkan jumlah. Pertumbuhan ekonomi kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Timur menunjukkan prestasi yang cukup baik. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa produkstivitas barang dan jasa semakin padat.
Sehingga penyerapan tenaga kerja juga semakin besar dan hal tersebut dapat menurunkan
pengangguran. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Timur juga cukup besar dari tahun 2011
hingga 2015. Apabila peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan perluasan lapangan pekerjaan,
maka dampak yang ditimbulkan adalah meningkatnya jumlah pengangguran. Tingkat pendidikan
menggambarkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain itu tingkat
pendidikan yang tinggi juga dapat meningkatkan kesempatan kerja karena semakin tingginya
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Hipotesis
Diduga Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan
tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah
TPT tinggi dari pada daerah TPT rendah secara signifikan.

C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Lokasi dan waktu yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pada 38 kabupaten dan kota di Provinsis Jawa Timur dari
tahun 2011 hingga 2015. Sedangkan data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik,
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, SIMREG BAPPENAS dan Peraturan Gubernur Jawa
Timur Tentang UMK. Adapun variabel yang akan dianalisis yaitu pengangguran pada daerah TPT
tinggi dan pengangguran pada daerah TPT rendah (Y), Upah Minimum Kabupaten/Kota (X 1),
pertumbuhan ekonomi (X2), angkatan kerja (X3) dan tingkat pendidikan (X4). Data pada penelitian
ini akan diuji dengan metode uji regresi logistik. Karena variabel dependen bersifat dummy atau
lebih dari satu karakteristik, yaitu pangangguran pada daerah TPT tinggi (karakteristik pertama
dinyatakan dalam angka 1) dan pangangguran pada daerah TPT rendah (karakteristik kedua
dinyatakan dalam angka 0) dengan alat bantu analisis Eviews 8. Sehingga model yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu:

( )
Dimana:
= Peluang meningkatnya pengangguran pada daerah TPT tinggi (Y = 1)
= Peluang meningkatnya pengangguran pada daerah TPT rendah (Y = 0)
= Upah Minimum Kabupaten/Kota (Rupiah)
= Pertumbuhan Ekonomi (%)
= Angkatan Kerja (Jiwa)
= Tingkat Pendidikan (Tahun)
= Konstanta
= Koefisien Regresi Variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota
= Koefisien Regresi Variabel Pertumbuhan Ekonomi
= Koefisien Regresi Variabel Angkatan Kerja
= Koefisien Regresi Variabel Tingkat Pendidikan
= Error
Uji regresi logistik terdiri dari beberapa uji yaitu uji, anatar lain:
1. Uji keseluruhan model (Overall Model Fit Test)
Uji Overall Model Fit bertujuan untuk mengetahui apakah model yang digunakan telah cocok
dengan data pada observasi atau tidak. Uji ini dapat diketahui melalui hasil uji regresi logistik,
yaitu pada nilai Sum Squared Residual. Apabila nilai Sum Squared Residual menunjukkan nilai
yang positif, maka dapat disimpulkan bahwa model telah cocok dengan data (Fahmi, 2016).
2. Uji kelayakan model (Andrews and Hosmer-Lemeshow Goodness of Fit test)
Ekananda (2015) menjelaskan uji kelayakan model bertujuan untuk mengetahui apakah model
sudah layak atau tidak untuk digunakan. Ada pun cara untuk melakukan uji kelayakan model
pada regresi logistik, yaitu dengan Andrews and Hosmer-Lemeshow Goodness of Fit Test. Pada
hasil uji tersebut, apabila nilai Probability Chi-Squared H-L Statistic > α (0.05), maka model
telah layak digunakan dan dapat dilakukan tahap pengujian selanjutnya.
3. Uji koefisien determinasi (McFadden R-squared)
Ekanandan (2015) menjelaskan bahwa uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan sebuah model dalam menerangkan variasi variabel dependen oleh
variasi variabel independen. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai Mc.Fadden R-squared yang
berada pada rentang 0 hingga 1. Namun Zaidi dan Amirat (2016) menjelaskan bahwa pada
rentang 0,2 hingga 0,4 memberikan kesimpulan bahwa model yang digunakan sudah sangat
baik.
4. Uji hipotesis (Uji Pengaruh Simultan dan Uji Pengaruh Parsial)
a. Uji Pengaruh Simultan
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh semua variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan. Pengujian tersebut dapat diketahui melalui nilai
Probability Likelihood Ratio Statistic dari hasil uji regresi logistik. Apabila nilai
Probability Likelihood Ratio Statistic (LR statistic) < α (0.05), maka seluruh variabel
independen secara simultan signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Ekananda,
2015).
b. Uji Pengaruh Parsial
Uji pengaruh parsial bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari tiap-tiap
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian tersebut dapat
diketahui melalui nilai Probability z-Statistic pada hasil uji regresi logistik. Apabila nilai
Probability z-Statistic < α (0.05), maka seluruh variabel independen secara parsial
signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Ekananda, 2015).
5. Perhitungan Odds Ratio
Nachrowi (2002) mendefinisikan odds ratio sebagai peluang atau kemungkinan terjadinya
suatu peristiwa yang besarannya dibandingkan dengan peluang atau kemungkinan terjadinya
peristiwa lain, dalam hal ini adalah variabel dependen dummy melalui prediksi dari beberapa
variabel independen.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif Variabel Penelitian


Perkembangan jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2011 hingga 2015
menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada rentang tahun tersebut telah terjadi tiga kali
peningkatan laju pertumbuhan jumlah pengangguran yaitu pada tahun 2012, 2013 dan 2015.
Dimana peningkatan tersebut lebih tinggi dari keempat provinsi lain yang juga memiliki jumlah
pengangguran tertinggi di Indonesia. Sedangkan penurunannya justru lebih rendah. Selain itu pada
daerah TPT tinggi terdapat empat daerah dengan kecenderungan TPT meningkat. Sedangkan pada
daerah TPT rendah hanya terdapat dua daerah dengan kecenderungan TPT meningkat. Dari
keempat daerah dengan kecenderungan TPT meningkat pada daerah TPT tinggi, sebagian besar
memiliki rata-rata UMK, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan rata-rata lama sekolah yang
tinggi. Sebaliknya daerah dengan kecenderungan TPT meningkat pada daerah TPT rendah justru
hampir tidak memiliki rata-rata UMK, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan rata-rata lama
sekolah yang tinggi.
Uji Keseluruhan Model Regresi

Gambar 5 : Hasil Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)


Dependent Variable: TPT
Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill clim bing)
Date: 04/21/18 Tim e: 09:14
Sam ple: 2011 2015
Included obs ervations : 188
Convergence achieved after 7 iterations
Covariance m atrix com puted us ing s econd derivatives

Variable Coefficient Std. Error z-Statis tic Prob.

C -21.58603 9.648908 -2.237147 0.0253


UMK 0.321800 1.641155 0.196081 0.8445
PE -1.429774 0.966284 -1.479662 0.1390
AK 2.074745 0.816873 2.539862 0.0111
RLS 1.291808 0.232379 5.559069 0.0000

McFadden R-s quared 0.297650 Mean dependent var 0.521277


S.D. dependent var 0.500881 S.E. of regres s ion 0.411984
Akaike info criterion 1.025584 Sum s quared res id 31.06078
Schwarz criterion 1.111659 Log likelihood -91.40486
Hannan-Quinn criter. 1.060458 Deviance 182.8097
Res tr. deviance 260.2828 Res tr. log likelihood -130.1414
LR s tatis tic 77.47310 Avg. log likelihood -0.486196
Prob(LR s tatis tic) 0.000000

Obs with Dep=0 90 Total obs 188


Obs with Dep=1 98

Sumber: Data Diolah Eviews 8, 2018


Hasil uji keseluruhan model regresi dalam penelitian ini menunjukkan nilai Sum Squared
Residual yang bertanda positif yaitu 31,06078. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang
digunkan dalam penelitian ini telah cocok dengan data observasi.
Uji Kelayakan Model Regresi

Gambar 6 : Hasil Uji Kelayakan Model Regresi (Andrews And Hosmer-Lemeshow Goodness
Of Fit Test)
Goodness-of-Fit Evaluation for Binary Specification
Andrews and Hosmer-Lemeshow Tests
Equation: EQUATION1
Date: 04/21/18 Time: 09:08
Grouping based upon predicted risk (randomize ties)

Quantile of Risk Dep=0 Dep=1 Total H-L


Low High Actual Expect Actual Expect Obs Value

1 0.0086 0.1071 16 16.9670 2 1.03305 18 0.96020


2 0.1091 0.2101 18 15.9352 1 3.06476 19 1.65858
3 0.2102 0.2980 12 13.9637 7 5.03634 19 1.04177
4 0.3127 0.4144 11 12.1554 8 6.84456 19 0.30488
5 0.4193 0.5306 9 9.91775 10 9.08225 19 0.17766
6 0.5335 0.6261 10 7.49233 8 10.5077 18 1.43777
7 0.6331 0.6782 9 6.54182 10 12.4582 19 1.40873
8 0.6858 0.8105 5 4.70153 14 14.2985 19 0.02518
9 0.8201 0.9503 0 1.97282 19 17.0272 19 2.20140
10 0.9586 0.9955 0 0.35245 19 18.6475 19 0.35912

Total 90 90.0000 98 98.0000 188 9.57530

H-L Statistic 9.5753 Prob. Chi-Sq(8) 0.2961


Andrews Statistic 40.1879 Prob. Chi-Sq(10) 0.0000

Sumber: Data Diolah Eviews 8, 2018


Nilai Probability Chi-Squared H-L Statistic dari hasil uji Andrews and Hosmer-Lemeshow
Goodness of Fit > α (0.05), maka model telah layak digunakan. Sedangkan Pada model penelitian
ini menunjukkan bahwa nilai Probability Chi-Squared H-L Statistic lebih dari α (0.05) yaitu
0,2961. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini telah layak digunakan.
Uji Koefisien Determinasi dan Uji Hipotesis

Gambar 7 : Hasil Uji Koefisien Determinasi dan Uji Hipotesis


Dependent Variable: TPT
Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill clim bing)
Date: 04/21/18 Tim e: 09:14
Sam ple: 2011 2015
Included obs ervations : 188
Convergence achieved after 7 iterations
Covariance m atrix com puted us ing s econd derivatives

Variable Coefficient Std. Error z-Statis tic Prob.

C -21.58603 9.648908 -2.237147 0.0253


UMK 0.321800 1.641155 0.196081 0.8445
PE -1.429774 0.966284 -1.479662 0.1390
AK 2.074745 0.816873 2.539862 0.0111
RLS 1.291808 0.232379 5.559069 0.0000

McFadden R-s quared 0.297650 Mean dependent var 0.521277


S.D. dependent var 0.500881 S.E. of regres s ion 0.411984
Akaike info criterion 1.025584 Sum s quared res id 31.06078
Schwarz criterion 1.111659 Log likelihood -91.40486
Hannan-Quinn criter. 1.060458 Deviance 182.8097
Res tr. deviance 260.2828 Res tr. log likelihood -130.1414
LR s tatis tic 77.47310 Avg. log likelihood -0.486196
Prob(LR s tatis tic) 0.000000

Obs with Dep=0 90 Total obs 188


Obs with Dep=1 98

Sumber: Data Diolah Eviews 8, 2018


Nilai Mc.Fadden R-squared sebesar 0,297650 dan memberikan kesimpulan bahwa model
yang digunakan dalam penelitian ini sudah sangat baik dengan penjelasan yaitu variasi variabel
UMK, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan tingkat (RLS) pendidikan dapat menjelaskan
variasi variabel pengangguran (TPT) pada daerah TPT tinggi dna daerah TPT rendah sebesar
29,77%. Berdasarkan hasil uji hipotesis untuk pengaruh simultan menyimpulkan bahwa variabel
UMK, pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja dan tingkat pendidikan (RLS) berpengaruh
signifikan terhadap variabel pengangguran (TPT) pada daerah TPT tinggi dna daerah TPT rendah
secara simultan. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai Probability LR Statistic. Sedangkan untuk
pengaruh parsial menyimpulkan bahwa variabel UMK dan pertumbuhan ekonomi memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengangguran (TPT) di daeraah TPT tinggi dan daerah
TPT rendah secara parsial. Sebaliknya variabel angkatan kerja dan tingkat pendidikan (RLS)
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran (TPT) di daeraah TPT tinggi dan daerah TPT
rendah secara parsial. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai Probability z-Statistic yang kurang
dari α (0.05). Apabila nilainya < α (0.05), maka memiliki pengaruh signifikan secara parsial dan
apabila > α (0.05), maka memiliki pengaruh yang tidak signifikan secara parsial.
Perhitunhan Odds Ratio

Tabel 4 : Hasil Perhitungan Odds Ratio


Dependent Variable: TPT
Independet
Coefficient z-Statistic Probablity Odds Ratio
Variable
C -21.58603 -2.237147 0.0253 4.16277E-10
UMK 0.321799 0.196081 0.8445 1.379888003
PE -1.429774 -1.479662 0.1390 0.239146858
AK 2.074745 2.539862 0.0111 7.972961387
RLS 1.291808 5.559069 0,0000 3.642332481
Sumber: Data Diolah Ms.Excel, 2018
Berdasarkan hasil perhitungan odds ratio, terlebih dahulu yang harus diperhatikan adalah
tanda dari koefisien regresi tiap-tiap variabel independen. Apabila tandanya positif, maka
pengaruh variabel independen lebih besar pada variabel dependen dengan karakteristik pertama
(pengangguran pada daerah TPT tinggi). Sedangkan apabila tandanya negatif, maka pengaruh
variabel independen lebih besar pada variabel dependen dengan karakteristik kedua (pengangguran
pada daerah TPT rendah). Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
variabel UMK, angkatan kerja dan tingkat pendidikan (RLS) bertanda positif dan variabel
pertumbuhan ekonomi bertanda negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel UMK,
angkatan kerja dan tingkat pendidikan (RLS). Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa
uji parsial ini untuk melihat dan menjelaskan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat dan jika dimasukkan kedalam model menjadi sebagai berikut:

( )

Pengaruh Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Pengangguran pada Daerah


TPT Tinggi dan Daerah TPT Rendah
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) memiliki pengaruh yang lebih besar trehadap
pengangguran di daerah TPT tinggi dari pada di daerah TPT rendah namun tidak signifikan. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukaan oleh Fitri dan Junaidi (2016) yang
menyimpulkan bahwa upah memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
pengangguran terdidik di Provinsi Jambi tahun 2000-2015. Pada penelitian ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama, daerah yang memiliki kecenderungan TPT meningkat pada daerah
TPT tinggi, sebagian besar memiliki rata-rata UMK tinggi, daeah TPT tinggi menerapkan UMK
pada beberapa sektor (industri dan perdagangan). Sedangkan daerah TPT rendah sebagian besar
tidak menerapkan UMK karena potensi ekonomi didominasi oleh sektor pertanian. Perbedaan
penerapan upah tersebut menyebabkan peningkatan persaingan dalam memperoleh pekerjaan
antara daerah TPT tinggi dan daerah TPT rendah. Kedua, terdapat beberapa perusahaan pada
daerah TPT tinggi yang belum menerapkan UMK karena perusahaan tersebut belum tergolong
perusahaan bonafit. Ketiga, terdapat pula tenaga kerja pada daerah TPT tinggi yang tidak
menuntuk kenaikan upah sesuai UMK dengan alasan sulitnya mencari pekerjaan dan
meminimalisir kemungkinan PHK. Keempat, sebagian besar penyerapan tenaga kerja pada daerah
TPT tinggi berasal dari sektor pertanian (30%), sektor perdagangan (23%) dan sektor industri
hanya (16%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa industri yang berkembanga adalah industri
padat modal.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran pada Daerah TPT Tinggi dan
Daerah TPT Rendah
Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah
TPT rendah dari pada daerah TPT tinggi namun tidak signifikan. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Wijayanti dan Karmini (2014) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh positif terhadap TPT di Provinsi Bali namun tidak signifikan. Pada penelitian ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, daerah yang memiliki kecenderungan TPT
meningkat pada daerah TPT rendah tidak memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Kedua, potensi ekonomi pada daerah TPT rendah didominasi oleh sektor pertanian. Sedangkan
nilai output pada sektor tersebut lebih rendah dari pada sektor yang lain. Ketiga, sebagia besar
daerah TPT rendah tidak tergolong dalam Satuan Wilayah Pembangunan Gerbangkertosusila Plus.
Dimana daerah yang tidak tergolong dalam Satuan Wilayah Pembangunan tersebut (non-SWP
Gerbangkertosusila Plus) memiliki arahan pengelolaan kawasan yang berfokus pada
pengembangan sektor pertanian. Keempat, setengah dari total penyerapan tenaga kerja pada daerah
TPT rendah berasal dari sektor pertanian. Namun perkembangan sektor pertanian justru lebih
rendah dari sektor industri. Hal tersebut juga megindikasikan bahwa industri yang berkembang
pada daerah TPT adalah industri padat modal.
Pengaruh Angakatan Kerja terhadap Pengangguran pada Daerah TPT Tinggi dan Daerah
TPT Rendah
Angakatan kerja memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di darah TPT
tinggi dari pada daerah TPT rendah secara signifikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Muslim (2014) yang menyimpulkan bahwa angkatan kerja memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap TPT di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2012. Pada
penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, daerah yang memiliki
kecenderungan TPT meningkat pada daerah TPT tinggi sebagian besar memiliki rata-rata angkatan
kerja tinggi. Kedua, potensi ekonomi pada daerah TPT tinggi hampir merata pada beberapa sektor
dan dapat meningkatkan persaingan dalam memperoleh pekerjaan pada sektor-sektor tersebut.
Sedangkan pada beberapa sektor disyaratkan adanya keterampilan khusus seperti pada sektor
perdagangan dan industri. Ketiga, pertumbuhan angakatn kerja pada daerah TPT rendah lebih
tinggi dari pertumbuhan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) terutama pada tiga sektor unggulan
yaitu sektor perdagangan, industri dan pertanian.
Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengangguran pada Daerah TPT Tinggi dan
Daerah TPT Rendah
Tingkat pendidikan yang diproksikan dalam Rata-rata Lama Sekolah (RLS) memiliki
pengaruh lebih besar terhadap pengangguran di daerah TPT tinggi dari pada daerah TPT rendah
secara signifikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto dan
Masjkuri (2017) yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan
terdap TPT pada kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2011-2014. Pada penelitian ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, daerah yang meiliki kecenderungan TPT
meningkat pada daerah TPT tinggi sebagian besar memiliki rata-rata RLS tinggi. Kedua, RLS pada
daerah TPT rendah berada pada rentang 4 hingga 10 tahun (sangat rendah). Ketiga, beberapa
potensi ekonomi mensyaratkan tingkat pendidikan minimum yaitu pada tingkatan SMA-sederajat
(12 tahun).

E. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan tinggi dan rendahnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), maka kabupaten
dan kota di Provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua kelompok daerah yaitu daerah TPT
tinggi dan daerah TPT rendah. Dimana kedua kelompok daerah tersebut memiliki karakterstik
penduduk dan potensi ekonomi yang berbeda. Hasil pengujian yang telah dilakukan juga
menyimpulkan bahwa variabel UMK memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran
di daerah TPT tinggi dari pada daerah TPT rendah namun tidak signifikan. Variabel pertumbuhan
ekonomi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah TPT rendah dari
pada daerah TPT tinggi namun tidak signifikan. Sedangkan variabel angkatan kerja dan tingkat
pendidikan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah TPT tinggi dari
pada daerah TPT rendah secara signifikan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis data, menyimpulkan bahwa variabel UMK memiliki pengaruh lebih
besar terhadap pengangguran di daerah TPT tinggi meskipun tidak signifikan. Sehingga upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kestabilan harga melalui peningkatan produksi
barang dan jasa di dalam negeri. Apabila upaya demikian belum berhasil, maka pemerintah
dapat memenuhi pasar dengan produk-produk impor. Sehingga harga dari kebutuhan hidup
layak menjadi lebih stabil pada tingkat tertentu.
2. Variabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di
daerah TPT rendah meskipun tidak signifikan. Sehingga perlu dilakukan peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada sektor-sektor padat karya terutama sektor industri UMKM melalui
kemudahan perizinan dan permodalan. Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan pada
sektor pertanian melalui efisiensi produksi dengan meningkatkan teknologi pertanian dan
kualitas tanaman guna mendorong hasil produksi yang lebih efisien.
3. Variabel angkatan kerja memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di daerah
TPT tinggi secara signifikan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu
mengembangkan lapangan usaha padat karya terutama pada sektor industri yang sebelumnya
juga padat modal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan industri UMKM.
Selain itu pemerintah juga dapat menggalakkan program penurunan jumlah penduduk melalui
program KB, penggunaan alat kontrasepsi, dan penegakan UU tentang batas usia minimal
pernikahan.
4. Variabel tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pengangguran di
daerah TPT tinggi secara signifikan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah
yaitu menggalakkan program peningkatan pendidikan baik formal maupun non formal. Upaya
peningkatan pendidikan formal yaitu dengan menambah jumlah subsidi pendidikan formal,
memperbaiki akses menuju sekolah dan menambah tenaga pengajar pada daerah terpelosok.
Sedangkan upaya peningkatan pendidikan non-formal dapat dilakukan dengan memberi dan
menambah jumlah subsidi program pelatihan kerja dan lebih intensif mengadakan Job Fair
yang tidak hanya berpusat di kota, namun juga di tempat yang mudah dijangkau oleh daerah
pedesaan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepad Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan ridhoNya serta kemudahan dan kelancaran disetiap waktu. Kedua, kepada kedua orang
tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil. Ketiga, kepada semua pihak
yang telah memberi dukungan dan bantuan serta kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi
Universitas Brawijaya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah.


Yogyakarta: BPFE.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2011-2015. (https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/06/09/463/jumlah-angkatan-
kerja-menurut-kabupaten-kota-2011-2015.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Jumlah Penduduk Hasil Proyeksi 2011-2015 Menurut
Jenis Kelamin Dan Kabupaten/Kota. (https://jatim.bps.go.id/statictable/2015/10/02/323/-
jumlah-penduduk-hasil-proyeksi-2011-2015-menurut-jenis-kelamin-dan-kabupaten-
kota.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur Atas
Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2016 (persen).
(https://jatim.bps.go.id/dynamictable/2017/07/05/37/laju-pertumbuhan-pdrb-provinsi-jawa-
timur-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-lapangan-usaha-tahun-2011-2016-persen-
.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Rata-rata Lama Sekolah Jawa Timur 1999, 2002,
2004-2015. (https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/06/02/363/rata-rata-lama-sekolah-jawa-
timur-1999-2002-2004--2015.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2000-2017.
(https://jatim.bps.go.id/dynamictable/2017/11/16/144/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-
menurut-kabupaten-kota-2001---2017.html). Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Buchari, Imam. 2016. Pengaruh Upah Minimum Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Di Pulau Sumatera Tahun 2012-2015. Jurnal
EKSIS, Vol. 11 (No. 1): 74-85.
Case, Karl E dan Ray C Fair. 2007. Prinsip-prinsi Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Darman. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis
Hukum Okun. Journal The WINNERS, Vol. 14 (No. 1): 1-12.
Ekananda, Mahyus. 2015. Ekonometrika Dasar: Untuk Penelitian Ekonomi, Sosial Dan Bisnis.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Fahmi, Sheren Chamila. 2016. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Referensi Masyarakat
Menggunakan Transaksi Tunai. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Fitri dan Junaidi. 2016. Pengaruh Pendidikan, Upah Dan Kesempatan Kerja Terhadap
Pengangguran Terdidik Di Provinsi Jambi. E-Jurnal Ekonomi Sumberdaya Dan
Lingkungan, Vol. 5 (No.1): 26-32.
Hadhikusuma, R. T. Sutantya Raharja. 1991. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-
bentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Hartanto, Trianggono Budi dan Siti Umajah Masjkuri. 2017. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk,
Pendidikan, Upah Minimum Dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap
Jumlah Pengangguran Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014.
Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan, Vol. 2 (No. 1): 21-30.
Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, Dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Malang: Jurusan Ilmu
Ekonomi. Universitas Brawijaya.
Mankiw, N Gregory. 2007. Makroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Mantra, Ida Bagoes. 2015. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyadi, Mohammad. 2011. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar
Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, Vol. 15 (No. 1): 127-138.
Muslim, Mohammad Rifqi. 2014. Pengangguran Terbuka Dan Determinannya. Jurnal Ekonomi
Dan Studi Pembangunan, Vol. 15 (No. 2): 171-181.
Nachrowi, Jalal Nachrowi. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri: Pendekatan Populer Dan
Praktis Dilengkapi Teknik Analisis Dan Pengolahan Data Dengan Menggunakan Paket
Program SPSS. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Pambudi, Eko Wicaksono dan Miyasto. 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ekonomi
Diponegoro, Vol. 2 (No. 2): 1-11.
Pauzi, Ahmad dan Dewa Nyoman Budiana. 2016. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Secara
Langsung Maupun Tidak Langsung Ketimpangan Distribusi Pendapatan Provinsi Bali.
Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 5 (No. 6): 668-691.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, No. 72 Tahun 2012 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Jawa Timur Tahun 2013. Surabaya.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, No. 72 Tahun 2014 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Jawa Timur Tahun 2015. Surabaya.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, No. 78 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Jawa Timur Tahun 2014. Surabaya.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, No. 81 Tahun 2011 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya.
Peraturan Gubernur Jawa Timur, No. 93 Tahun 2010 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di
Jawa Timur Tahun 2011. Surabaya.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, No. 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum.
Jakarta.
Putri, Phany Ineke. 2014. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Belanja Modal Dan Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pulau jawa. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan, Vol. 7 (No.
2): 109-120.
SIMREG BAPPENAS. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Termasuk Pengangguran
Terbuka (Agustus) Tahun 2011-2015. (http://simreg.bappenas.go.id/view/data/table/).
Diakses pada tanggal 23 Desember 2017.
Sirait, Novlin dan A A I N Mahhaeni. 2013. Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Jumlah Pengangguran Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana, Vol.2 (No.2): 108-118.
Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dan
Kesejahteraan Masyarakat Di Provinsi Di Indonesia. Jurnal EKSOS, Vol. 8 (No. 3): 195-
211.
Syahril. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesempatan Kerja Terhadap
Pengangguran Di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik
Indonesia, Vol. 1 (No. 2): 79-85.
Todaro, Michael P dan Stephen C Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Utami, Turminijati Budi. 2009. Pengaruh Upah Minimum Kabupaten, Produk Domestik Regional
Bruto, Angkatan Kerja Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember.
Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Pembangunan, Vol. 1 (No. 1): 1-20.
Wijayanti, Ni Nyoman Setya Ari dan Ni Luh Karmini. 2014. Pengaruh Tingkat Inflasi, Laju
Pertumbuhan Ekonomi Dan Upah Minimum Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di
Provinsi Bali. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 3 (No. 10): 460-
466.
Yuliatin, dkk. 2011. Pengaruh Karakteristik Kependudukan Terhadap Pengangguran Di Sumatera
Barat. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol. 2 (No. 2): 15-43.
Zaidi, Makram dan Amina Amirat. 2016. Forecasting Stock Market Trends By Logistic
Regression And Neural Networks. International Journal Of Economics, Commerce And
Management, Vol. IV (No. 6): 220-234.

Anda mungkin juga menyukai