Anda di halaman 1dari 22

RANCANGAN PELAYARAN PERTEMUAN KE 14

Kompetensi : Reporting in Accordance with the general princeples for ship


reporting System and with VTS procedure. ( Make report To VTS ).
Pokok Bahasan :
1. General Principles reporting for various ship.
2. The general principles for as per VTS prosedures.
3. The Reporting Requiraments for particulars reporting and VTS Systems
Sub Pokok bahasan :
1. The general principles for various Ship
2. Reporting System
3. The general principles for reporting as for VTS prosedurs
4. Reporting Requirements for particular reporting and VTS system.
Menurut SOLAS bahwa Negara yang meratifikasi harus :
Setiap Negara yang akan membuat VTS oleh pemerintah atau Negara bendera atau Negara
pantai harus secara umum menerapkan kepada kapal kapal yang akan melewati VTS, itu dengan
melihat atau ukuran dan jenis kapal, dengan GT atau bobot serta panjang kapal dan wilayah atau
area pelayaran yang ditetapkan sebagai area atau wilayah pelayaran yang wajib mengikuti area
VTS.
Pertama tentukan untuk kapal kapal apa saja yang wajib masuk wilayah VTS ,apa kapal yang
sesuai ketentuan IMO GT 500 keatas, atau panjang kapal, atau untuk kapal penumpang tidak ada
Pengecualian,dimana bila kapal kapal tersebut yang telah di syahkan, wajib mengikuti aturan
yang berlaku diVTS,dimana kapal akan di pandu oleh stasiun VTS selama kapal berada
diperairan wilayah atau area pelayaran VTS,untuk keselamatan pelayaran.
Layanan Pencarian Dan Penyelamatan, IMO sudah bagaimana kalau terjadi Kondisi kesulitan di
wilayah tanggung jawabnya bila terjadi kecelakaan atau peristiwa yang harus malakukan
pencarian dan penyelamatan dari suatu kejadian atau kecelakaan maka :

1. Setiap pemerintah yang meratifikasi SOLAS berjanji untuk memastikan bahwa pengaturan
pencarian dan penyelamatan dibuat untuk Komunikasi dan koordinasi kesulitan wilayah
tanggung jawabnya dan untuk menyelamatkan orang orang yang mengalami kesulitan di laut
sekitar daratan. Pengaturan pengaturan ini harus mencakup pendirian operasi dan perawatan
fasilitas – fasilitas pencarian dan penyelamatan yang dianggap praktis dan perlu,dengan
memperhatikan kepadatan lalu lintas dilaut dan bahaya navigasi,dan sejauh
mungkin,menyediakan sarana yang memadai untuk menemukan dan menyelamatan orang
tersebut.

2. Setiap Negara yang meratifikasi, berjanji untuk menyediakan informasi kepada IMO
mengenai fasilitas SAR yang ada dan rencana perubahan di dalamnya, jika ada.
3. Kapal penumpang yang mana pada bab I berlaku,harus memiliki rencana kerjasama dengan
layanan SAR yang tepat jika, terjadi kaadaan darurat .Rencana tersebut akan di kembangkan
dalam kerjasama antar kapal,Perusahaan yang di tentukan dalam regulasi XI/I dan layanan
pencarian dan pertolonagn.Rencana tersebut mencakup ketentuan untuk latihan berkala yang
akan dilakukan untuk menguji keefektivitasnya, rencana tersebut harus dikembangkan
berdasarkan pedoman yang disusun oleh IMO.
Untuk rute kapal dalam pelayaran berkontribusi pada keselamtan kapal dan effesiensi
navigasi dan/atau perlindungan maritime, untuk itu Negara bendera berhak mengatur rute
pelayaran berdasarkan kepadatan lalu lintas kapal dan pengembangan pedoman kretaria dan
regulasi di tingkat Internasional untuk sistem rute kapal Seperti Traffic Separation Schreme
(TSS) atau VTS bila masuk suatu pelabuahn tertentu jadi setiap kapal ,masuk satu area harus di
pandu dengan suatu system yang di buat oleh Negara bendera atau Pelabuhan seperti yang diatur
oleh IMO yaitu Vessels Traffic System (VTS) area :
Vessel Traffic Service ( VTS) Area
1) Layanan lalu lintas kapal (VTS) berkontribusi terhadap keselamatan kapal di laut,
keselamatan dan efisiensi navigasi dan perlindungan lingkungan laut, daerah darat yang
berdekatan, lokasi kerja dan instalasi lepas darat dari kemungkinan dampak buruk dari lalu
lintas laut.
2) Pemerintah yang mengadakan kontrak berjanji untuk mengatur pembentukan VTS di mana,
menurut pendapat mereka, volume lalu lintas atau tingkat risiko membenarkan layanan
tersebut.
3) Pemerintah yang mengadakan kontrak yang merencanakan dan melaksanakan VTS harus,
sedapat mungkin, mengikuti pedoman yang disusun oleh IMO. Penggunaan VTS hanya
dapat diwajibkan di wilayah laut di dalam laut teritorial suatu negara darat.
Layanan vessal traffic service VTS area tujuannya untuk mengarahkan kapal di suatu tempat,
dalam rangka meningkatkan keselamatan kapal kerena pemerintah setempat menganggap lalu
lintas tersebut terlalu padat dan rawan tabrakanserta kandas maka kapal yang melewati daerah
tersebut perlu di berikan pengawasan dan control, serta diarahkan pada jalur yang dinggap aman
dari darat, untuk itu pemerintah membuat layanan VTS bagi kapal yang melintasi alur pelayaran
tersebut.
Fungsi dari VTS adalah :
1) Untuk mengarahkan kapal di area pelayaran atau alur pelayaran yang di buat oleh Negara
pantai setempat;
2) Memberikan Informasi kepada kapal kapal yg lewat di area pelayaran;
3) Mengelola dan mengoperasikan adalah memelihara, mengatur dan mengoperasikan VTS,
termasuk penyebaran informasi yang diterima darinya;
4) Contributing Government atau negara yang berkontribusi adalah negara yang meratifikasi
yang berjanji untuk memberikan kontibusi pada biaya layanan VTS menurut rule ini.

Pada kegiatan pelayaran, setiap kapal pasti mengupayakan untuk berlayar di alur pelayaran yang
aman untuk dilayari. Oleh karena itu,nakhoda dan perwira kapal harus memperhatikan fungsi
dan kegunaan dari setiap alat komunikasi yang ada di atas kapal. Secara khusus, komunikasi
menjadi semakin penting peranannya pada saat kapal di alur pelayaran yang ramai dan sibuk
seperti di wilayah pelabuhan.

Beberapa wilayah pelabuhan sudah menggunakan Vessel Traffic Services (VTS) dimana setiap
kapal yang masuk harus melapor kepada pihak berwenang melalui radio pada frekuensi khusus
atau secara otomatis terlacak oleh VTS dengan menggunakan radar, Automatic Identification
System (AIS), dan teknologi lainnya.

Kapal dapat dihubungi langsung oleh operator VTS jika ada peringatan navigasi, terdapat risiko
insiden di alur, atau saran tentang tindakan yang harus diambil oleh kapal.

Pada sisi lain, Indonesia telah diakui sebagai negara kepulauan pada tahun 1994 melalui United
Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Hal ini berarti Indonesia
bertanggung jawab untuk memonitor lalu lintas pelayaran di wilayahnya. Otoritas pengaturan ini
termasuk dalam pengontrolan lalu lintas kapal di teritorial hukum Indonesia. Sebagai wujud
inplementasinya, keberadaan VTS tersebut menjadi sangat penting. Menurut Peraturan Menteri
Perhubungan No. KM.30 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi,
diaturlah mengenai pengawasan terhadap kegiatan pelayaran di sekitar wilayah pelabuhan.

Distrik Navigasi, merupakan instansi yang secara teknis bekerja di bawah Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut (DJPL) untuk mengatur masalah kenavigasian. Pada Seksi Operasi terdapat
tugas dan fungsi sebagai pengawas pelayaran dengan menggunakan perangkat VTS. Oleh karena
pentingnya peranan VTS ini, maka peneliti merasa perlu membahas tentang apakah terdapat
permasalahan dalam pengaturan kapal yang masuk dan keluar Pelabuhan. Selanjutnya diperlukan
kelancaran dan keselamatan pelayaran dapat ditingkatkan,didaerah pelabuhan dan pantai.

Peran Pengertian peran menurut Soekanto (2002), yaitu merupakan aspek dinamis kedudukan
(status).Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya,maka
ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran
yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif
dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban Dinas Perhubungan dalam penegakan hukum
mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement,yaitu penegakan hukum secara
penuh.Sedangkan peran ideal,dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh
pemegang peranan tersebut. Peran sehubungan dengan VTS yaitu dapat berkontribusi untuk
keselamatan hidup di laut, keamanan dan efisiensi navigasi dan perlindungan lingkungan laut,
daerah pantai yang berdekatan, tempat kerja dan instalasi lepas pantai dari efek samping yang
mungkin timbul dari lalu lintas maritim. Vessel Traffic Services (VTS)

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi


Pelayaran,mengartikan bahwa VTS adalah pelayanan lalu lintas kapal di wilayah yang ditetapkan
yang saling terintegrasi yang dilaksanakan oleh pihak yang berwenang (Menteri Perhubungan)
serta dirancang untuk meningkatkan keselamatan kapal,efisiensi bernavigasi,dan menjaga
lingkungan,yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan menanggapi situasi perkembangan
lalu lintas kapal di wilayah VTS dengan menggunakan sarana perangkat radio dan elektronika
pelayaran.

VTS diakui secara Internsional sebagai bagian dari standar keselamatan navigasi melalui
konvensi internasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut atau Safety of Life at Sea (SOLAS)
1974/1978. Secara khusus ketentuan dalam SOLAS Bab V (Keselamatan Navigasi) Peraturan 12
memberikan pelayanan lalu lintas kapal dan negara,antara lain disebutkan bahwa :

1. Layananan Lalu Lintas Kapal (VTS) berkontribusi untuk keselamatan hidup di laut,keamanan
dan efesiensi navigasi dan perlindungan lingkungan laut,daerah pantai yang berdekatan,tempat
kerja dan instalasi lepas pantai dari efek samping yang mungkin timbul dari lalu lintasmaritim.

2. Pemerintah dapat membentuk VTS apabila menurut pihak pemerintah,volume lalu lintas atau
tingkat risiko insiden membenarkan dan memungkinkan layanan VTS tersebut. Sedangkan
secara langsung VTS juga berhubungan dengan Bagan Pemisah Lalu Lintas atau sering disebut
dengan istilah Traffic Separation Scheme (TSS) yang merupakan salah satu aturan yang
tercantum dalam IMO Collision Regulation1972.Aturan ini berfungsi untuk mengatur jalur
pelayaran yang di lewati kapal berlainan arah dengan alur yang tidak begitu lebar. Contoh alur
yang menggunakan TSS ini adalah di Selat Malaka sampai dengan di Selat Singapura. Alur ini
terkenal paling sibuk di dunia untuk sekarang ini. Sebelum kita masuk di alur ini kita harus
berkomunikasi dengan Vessel Traffic Information Services (VTIS) sesuai dengan alur yang akan
kita lewati pertama kali.

VTIS akan menanyakan Vessel Draught, Air Draught, Destination, and Any Dangerous Goods
on Board. Setelah menanyakan hal tersebut VTIS akan menerima informasi mengenai keadaan
kapal dan akan memberikan saran untuk tetap berhati-hati dan agar selalu comply with Collision
Regulation 1972. Peraturan Menteri Perhubungan No. 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi
Pelayaran Pasal 17 Ayat 3 menyebutkan bahwa peralatan VTS harus memenuhi persyaratan dan
standar peralatan stasiun VTS meliputi :

1. VTS Radar Console;

2. Closed Circuit Television Camera (CCTV) Console;

3. Automatic Identification System (AIS) Console;


4. VHF Radio Console;

5. Electronic Navigation Chart (ENC);

6. VTS Data System;

7. Media Perekam Data dan Gambar Visual;

8. Perangkat Komunikasi;

9. Perangkat Penerima Data Hidrologi dan Meteorologi.

Keselamatan Pelayaran Menurut Buntarto (2015) keselamatan kerja adalah suatu keadaan
terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja merupakan salah satu
faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang
menginginkan terjadinya kecelakaan.Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk,
dan lingkungan di mana pekerja itu dilaksanakan.

Pada era globalisasi, perusahaan sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
tingkat keahlian tertentu juga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, dan berakhlak mulia yang dapat dicapai melalui pendidikan.

Pendidikan berperan serta membina keselamatan dan kesehatan kerja setiap individu sehingga
dapat membentuk pribadi yang baik.

Keselamatan adalah suatu keadaan aman, dalam suatu kondisi yang aman secara fisik, sosial,
spiritual, finansial, politis, emosional, pekerjaan, psikologis ataupun pendidikan dan terhindar
dari ancaman terhadap factor-faktor tersebut. Untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan
perlindungan terhadap suatu kejadian yang memungkinkan terjadinya kerugian ekonomi atau
kesehatan.

Hal ini semestinya dilakukan pembedaan antara produk yang memenuhi standar, yang aman dan
yang dirasakan aman.

Menurut Soewodo (2007) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Perusahaan Pelayaran”,
pengertian pelayaran adalah sesuatu yang berkaitan dengan angkutan diperairan meliputi aspek
Kenavigasian, Kepelabuhanan, dan Perkapalan beserta aspek Keamanan dan Keselamatannya.

Menurut Undang-Undang No 17 Tahun 2008 yang dimaksud dengan pelayaran yaitu suatu
kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan diperairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan, serta perlindungan di lingkungan maritim.

Selain itu juga dapat didefinisikan Keselamatan Pelayaran sebagai suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan diperairan dan
kepelabuhanan.
Terdapat banyak penyebab kecelakaan kapal laut karena tidak diindahkannya keharusan tiap
kendaraan yang berada diatas kapal untuk diikat (lashing), sehingga pada persoalan penempatan
barang yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan gaya lengan stabil.

Dengan demikian penyebab kecelakaan sebuah kapal tidak dapat disebutkan secara pasti,
melainkan perlu dilakukan pengkajian. Keamanan dan keselamatan pelayaran merupakan faktor
yang sangat penting untuk menunjang kelancaran transportasi laut dan mencegah terjadinya
kecelakaan yaitu penetapan alur pelayaran dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan
keselamatan pelayaran melalui pemberian koridor bagi kapal kapal berlayar melintasi perairan
yang diikuti dengan penandaan bagi bahaya kenavigasian. Penyelenggaraan alur pelayaran yang
meliputi kegiatan program, penataan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaannya
ditujukan untuk mampu memberikan pelayanan dan arahan kepada para pihak pengguna jasa
transportasi laut untuk memperhatikan kapasitas dan kemampuan alur dikaitkan dengan bobot
kapal yang akan melalui alur tersebut agar dapat berlayar dengan aman, lancar, dan nyaman.
Pengaturan pemanfaatan perairan bagi transportasi dimaksudkan untuk menetapkan alur
pelayaran yang ada dilaut, sungai, danau serta melakukan survei hidrologi guna pemuktakhiran
data kondisi perairan untuk kepentingan keselamatan berlayar.

Tujuan penjelasan tentang keselamatan pelayaran disamping menegaskan konsekuensi untuk


menindaklanjuti hasil konvensi IMO terhadap pemerintah tentang keselamatan pelayaran
sekaligus mensosialisasikan tentang tugas dan peran Direktorat Kenavigasian DJPL
dimaksudkan juga untuk memberi masukan bagi upaya mencari solusi kedepan diharapkan dapat
mengatasi berbagai permasalahan yang timbul. Sesuai Undang-Undang, Syahbandar menjamin
keselamatan dan keamanan kapal serta perlindungan lingkungan laut. Keselamatan kapal
ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian, maka tugas Syahbandar menjadi berat karena
harus memeriksa dan menguji kelaiklautan setiap kapal yang hendak berlayar. Selain itu, ada
tugas penilikan secara terus menerus terhadap kapal walaupun sudah memperoleh sertifikat
keselamatan.

Menurut Sasono (2012) keselamatan pelayaran suatu keadaan terpenuhinya persyaratan


keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan diperairan dan pelabuhan. Menurut
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 51 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, yang dimaksud dengan keselamatan pelayaran adalah suatu
keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhan dan lingkungan maritim.

Landasan Hukum Keselamatan Pelayaran sebagai berikut :

1. Hukum Internasional SOLAS 1974 diperbaiki dengan Amandemen 1978 berlaku bagi semua
kapal yang melakukan pelayaran antara pelabuhan – pelabuhan di dunia.

2. HukumNasional :
a. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentangPelayaran.

b. Scheepen Ordonansi 1953 (SO. 1935) Scheepen Verordening 1935 (SV. 1935) dan peraturan
pelaksanaan lainnya yang bersumber dari ordonansi tersebut.

c. Peraturan lambung timbul1935. Menurut Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, yang dimaksud dengan Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yangmemenuhi
persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan
serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang
dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 20 Tahun 2015 tentang
Standar Keselamatan Pelayaran yaitu standar keselamatan pelayaran di Indonesia meliputi atas :

1. Sumber dayamanusia;

2. Sarana dan atau prasarana;

3. Standar operasional prosedur;

4. Lingkungan dan sanksi.

Pelabuhan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhan, yang dimaksud pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan
atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan.

Menurut Lasse (2014), ada beberapa fungsi pelabuhan, antara lain :

1. Gateway Pelabuhan berfungsi sebagai pintu yang dilalui orang dan barang ke dalam maupun
luar pelabuhan yang bersangkutan. Disebut sebagai pintu karena pelabuhan adalah jalan atau
area resmi bagi lalu keluarnya lintas barang perdagangan. Masuk dan barang harus memenuhi
prosedur kepabeanan dan kekarantinaan, diluar jalan resmi tersebut tidak dibenarkan.

2. Link Pelabuhan versi United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)


dibentuk tahun 1964 untuk mendorong semangat negara berkembang (G-77) memunculkan
gagasan New International Economic Order (NIEO) tahun 1970-an dan 1980-an yang menuntut
alternatif terhadap sistem yang didominasi GATT dan Bretton Woods, berfungsi sebagai mata
rantai (link) yang menjadi penghubung rangkaian transportasi atau A port is, therefore, an
essential link in the international maritime transport chain dan menyatakan bahwa “the primary
function of a sea port is to transfer cargo between maritime and inland transport quickly
andefficiently”.
3. Interface Barang muatan yang diangkut via maritime transport setidaknya melintasi area
pelabuhan dua kali, yaitu satu kali di pelabuhan muat dan satu kali di pelabuhan bongkar.Di
pelabuhan muat dan demikian juga di pelabuhan bongkar dipindahkan dari atau ke sarana angkut
dengan menggunakan berbagai fasilitas dan peralatan mekanis maupun non mekanis. Peralatan
untuk memindahkan muatan menjembatani kapal dengan truk atau kereta maupun truk atau
kereta api dengan kapal. Pada kegiatan tersebut fungsi pelabuhan adalah antar muka (interface).

4. Industrial Entity Pelabuhan yang diselenggarakan secara baik akan bertumbuh dan akan
menyuburkan bidang usaha lain sehingga area pelabuhan menjadi zona industry terkait dengan
kepelabuhanan atau “a port could be regarded as acollection of businesses (ie, pilotage, towage,
stevedoring, storage, bonded warehouse, container, bulk, tanker, cruises, bunkering, water
supply) serving the internationaltrade. Kajian Penelitian yang Relevan Peneliti menggunakan
referensi penelitian terdahulu yang ditulis oleh Aguw (2013) dengan judul Tanggung Jawab
Syahbandar dalam Keselamatan Pelayaran Ditinjau dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2018
tentang Pelayaran.

1. Tanggung jawab Syahbandar sangatlah penting karena keamanan dan keselamatan pelayaran
sudah menjadi tugasnya. Tindakan yang dilakukan Syahbandar adalah dalam rangka
meningkatkan pengawasan keamanan dan keselamatan terhadap hal-hal yang berhubungan
dengan pelayaran.

2. Tugas pengawasan yang dilakukan seorang Syahbandar dalam rangka pengaturan sarana dan
prasarana pelaksanaaan operasional transporatsi laut sangatlah penting. Seorang Syahbandar
dalam tugasnya harus juga memastikan kesadaran para pemakai jasa transportasi laut seperti
perusahaan, pemilik kapal, awak kapal untuk mentaati hukum dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku di bidang keselamatan pelayaran yang pada umumnya masih rendah.
Untuk di Indonesia VTS sudah di buat dan di jadikan acuan sesuai dengan aturan nya yaitu
"Sebelum kapal masuk dan atau keluar alur pelayaran, kapal-kapal wajib melapor kepada stasiun
VTS sesuai ketentuan dalam SOP dan kemudian wajib melakukan jaga dengar di Kanal VTS.
Stasiun VTS juga akan melaksanakan pengawasan pada seluruh wilayah kerjanya melalui AIS
dan radar," Setelah berkomunikasi dengan VTS, komunikasi dengan pandu bisa dilaksanakan di
mana VTS akan mengalihkan layanan kepada pandu. "Jadi komunikasi secara umum
dilaksanakan oleh Stasiun VTS atau Stasiun Radio Pantai (SROP) dan pandu hanya sebatas
terkait dengan kegiatan pemanduan,"

Adapun Layanan VTS dibutuhkan kapal untuk monitor lalu lintas pelayaran keberadaan Vessel
Traffic Service (VTS) yang terintegrasi sangat dibutuhkan untuk memonitor lalu lintas pelayaran
dan alur lalu lintas pelayaran serta mendorong efisiensi bernavigasi sehingga dapat menurunkan
resiko kecelakaan kapal dan mampu memberikan rasa aman bagi pengguna jasa pelayaran.
Agar pelaksanaannya berjalan lancar dan sesuai aturan berlaku, di setiap VTS telah ditetapkan
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengenai pemberlakuan Standar
Operasional Prosedur (SOP) VTS. Di beberapa lokasi juga telah ditetapkan Keputusan Menteri
Perhubungan tentang Penetapan Alur Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara berlalulintas dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya.

Pada dasarnya setiap VTS memberikan layanan :


a.Information Navigation Service (INS) atau layanan mendasar yang harus disediakan oleh setiap
stasiun VTS.

b.Lebih lanjut  VTS juga akan memberikan layanan Navigational Assistance Service (NAS) atau
layanan bantuan navigasi serta

c.Traffic Organization Service (TOS) atau layanan pengelolaan lalulintas.

“INS disampaikan dalam bentuk siaran berita (broadcasting) berupa informasi langsung ke kapal
tertentu atau atas permintaan kapal. Adapun stasiun VTS akan melaksanakan broadcasting
informasi minimal sebanyak tiga kali dalam sehari,”

Isi berita yang disampaikan VTS antar lain siaran berita jadwal tetap dan sewaktu-waktu, yang
berisi informasi layanan dan partisipasi VTS, berita kepelautan dan siaran berita sesuai
kebutuhan, contohnya mengenai navigational warning terkait dengan kondisi sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP), kondisi alur pelayaran, dan bahaya navigasi di sekitar wilayah kerja
Stasiun VTS. Kemudian siaran penerusan berita (relay), yang berisi penerusan berita dari stasiun
lain yang berpengaruh pada perkembangan situasi lalu lintas serta informasi kepada kapal.
tertentu yang menurut operator VTS berada pada situasi yang dapat membahayakan kapal
tertentu dan kapal lain.

Adapun di Indonesia operasional VTS seperti yang sudah diberlakukan pada 21 lokasi
pelabuhan yang memiliki VTS, yaitu Pelabuhan Belawan, Teluk Bayur, Dumai, Batam,
Palembang, Panjang, Merak, Jakarta, Pontianak, Banjarmasin, Batu Licin, Semarang, Surabaya,
Balikpapan, Samarinda, Makassar, Benoa, Lembar, Bitung, Sorong, dan Bintuni,Ini salah satu
SOP ( standart Operational Prosedur) VTS yang mengatur kapal di wilayah merak dan SOP
tanjung Priok,
Standart Operasional Prosedur Vessel Traffic Service (VTS) berlaku untuk Kapal yang berlayar
di wilayah operaslonal sebagai berikut:
a. Kapal-kapal dengan bobot 300 GT atau lebih;
b. Kapal-kapal dengan panjang 30 meter atau lebih;
c. Kapal-kapal dengan tinggi ruang bebas di atas permukaan air (airdraft) 30 meter atau
lebih;
d. Kapal-kapal yang sedang menarik atau mendorong dengan bobot gabungan 300 GT atau
lebih, atau dengan panjang kombinasi 30 meter atau lebih;
e. Kapal-kapal dengan bobot tonase berapapun yang membawa barang berbahaya
seperti tercantum dalam paragraf 1.4 pada Resolusi MSC.43(64);
f. Semua kapal penumpang yang dilengkapi VHF tanpa memperhatlkan panjang maupun
bobotnya; dan
g. Semua kategori kapal yang panjangnya kurang dari 30 meter atau bobotnya kurang dari 300
GT yang dilengkapi dengan VHF dan ketika dalam keadaan darurat menggunakan alur
pelayaran i.mtuk menghindari bahaya
Standart Operasional Prosedur Vessel Traffic Service (VTS) Tanjung Priok berlaku untuk
wilayah operasional meliputi :
a. 1 (satu) pelabuhan umum yaitu Pelabuhan Tanjung Priok;
b. Wilayah Pantai atau Coastal yang terdiri batas lokasi yaitu :
1) Batas barat adalah :
1.1) Garis bujur 106°35'T mulai dari pantai Pulau Jawa sampai Pulau Tidung di
Kepulauan Seribu bagian selatan;
1.2) Garis pantai Kepulauan Seribu mulai dari pantai Pulau Tidung pada bujur
106°35'T sampai Pulau Sepa koordinat (5°25'S; 106°35'T);
2) Batas utara adalah garis lintang 5°25'S mulai dari pantai Pulau Sepa (5°25'8;
106°35'T) di Kepulauan .Seribu sampai titik acuan koordinat (5°25'S ; 107°10'T);
3) Batas timur adalah garis bujur 107°1O'T mulai dari Pantai Pulau Jawa sampai titik
acuan dengan koordinat (5°25'S; 107°10'T);Batas selatan adalah garis pantai Pulau Jawa
dan batas area pelabuhan;

Standart Operasional Prosedur Vessel Traffic Service (VTS) Tanjung Priuk berlaku untuk
Kapal yang berlayar di wilayah operasional Tanjung Priuk, sebagai berikut:
a. Kapal-kapal dengan bobot 300 GT atau lebih;
b. Kapal-kapal penumpang SOLAS;
c. Kapal-kapal dengan panjang 30 meter atau lebih atau yang sedang menarik atau
mendorong dengan kombinasi panjang 30 meter atau lebih;
d. Kapal-kapal segala ukuran yang sedang membawa kargo yang masuk dalam salah satu
kategori berikut ini :
1) Barang yang diklasifikasikan berbahaya pada aturan IMDG (Intemetlone Maritime
Dangerous Goods);
2) Bahan yang diklasifikasikan pada Bab 17 aturan /BC (International Cofor the
Construction and Equipment for Ship Carrying Dangerous Chemicals in Bulk) dan
Bab 19 aturan IGC (International Code for the Construction and Equipment for Ship
Carrying Liquefied Gasses in Bulk);
3) Minyak sesuai definisi pada Marpol Annex I;
4) Bahan beracun sasuai definisi pada Marpol Annex II;
5) Bahan merusak sesuai definisi pada Marpol Annex Ill;
6) Bahan radioaktif yang dinyatakan pada aturan pengangkutan yang aman bagi INF
(Irradiated Nuclear Fuel); dan
e. Kapal-kapal segala ukuran yang sedang melaksanakan pelayaran dalam kategori
pelayaran operasi khusus.

Standart Operasional Prosedur sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, dilaksanakan sesuai


dengan ketentuan sabagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan.
Kewajiban dan penyelengggaraan Telekomunikasi Pelayaran di Indonesia diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.5 tahun 2010 seperti pasal 58, dan Stasiun VTS

Pasal 58
Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. pengoperasian;
d. pemeliharaan; dan
e. pengawasan.

Pasal 59
(1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a meliputi rencana:
a. kebutuhan sarana dan prasarana penunjang Telekomunikasi-Pelayaran; dan
b. kegiatan pengoperasian Telekomunikasi-Pelayaran.
(2) Jangka waktu perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh) tahun;
b. jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun;
dan
c. jangka pendek yaitu di atas 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 60
(1) Kegiatan pengadaan Telekomunikasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf
b yang ditempatkan di alur-pelayaran dan pada perairan pelabuhan umum dilakukan oleh
Menteri.
(2) Kegiatan pengadaan Telekomunikasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf
b untuk kepentingan tertentu dan pada lokasi tertentu dapat dilakukan oleh badan usaha
setelah mendapat izin dari Menteri.
(3) Pengadaan Telekomunikasi-Pelayaran yang dilakukan oleh badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. stasiun radio pantai; dan
b. stasiun Vessel Traffic Services (VTS).

Pasal 61
(1) Kegiatan pengadaan Telekomunikasi-Pelayaran untuk kepentingan badan usaha dilakukan
oleh badan usaha.
(2) Telekomunikasi-Pelayaran yang pengadaannya dilakukan oleh badan usaha harus memenuhi
persyaratan dan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.

Pasal 62
(1) Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) diberikan setelah memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis.
(2) Persyaratan pendirian stasiun radio pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3)
huruf a meliputi:
a. aspek administrasi:
1) Akte pendirian perusahaan;
2) Nomor Pokok Wajib Pajak;
3) Surat keterangan domisili perusahaan;
4) Daftar tenaga operator radio yang akan mengoperasikan dilengkapi dengan sertifikat
keahlian;
5) Izin usaha pokok dari instansi yang berwenang; dan
6) Surat keterangan laik operasi dari Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
b. aspek teknis:
1) denah rencana lokasi, disertai posisi geografis;
2) gambar rencana instalasi;
3) spesifikasi teknis perangkat yang akan dipasang;
4) menggunakan frekuensi yang diperuntukkan dinas bergerak pelayaran pada alokasi
Band Medium Frequency, Band High Frequency, dan Band Very High Frequency;
5) menggunakan emisi pancaran A1A untuk telegrafi, J3E dan G3E untuk teleponi, dan
F1B untuk panggilan angka pilih; dan
6) stasiun radio pantai yang menggunakan daya pancar sama dengan atau lebih besar 1
(satu) kilowatt antara pemancar dan penerima agar dipisah dengan jarak minimal 5
(lima) kilometer.
(3) Persyaratan pendirian stasiun Vessel Traffic Services (VTS) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (3) huruf b meliputi:
a. fotokopi izin pendirian Stasiun Radio Pantai;
b. spesifikasi peralatan; dan
c. hasil survey termasuk gambar lokasi dan instalasi dari Tim Direktorat Jenderal.

Pasal 63
(1) Menteri mengeluarkan izin pengadaan Telekomunikasi Pelayaran yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) dan ayat (3) dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) wajib:
a. memelihara dan merawat Telekomunikasi-Pelayaran;
b. menjamin keandalan Telekomunikasi-Pelayaran dengan standar yang telah ditetapkan;
dan
c. melaporkan kepada Menteri tentang pengoperasian Telekomunikasi-Pelayaran.

Pasal 64
(1) Pengadaan stasiun Vessel Traffic Services (VTS) yang diadakan oleh badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf b berupa penyelenggaran Vessel
Traffic Services (VTS) pada lokasi yang belum terlayani oleh sistem Vessel Traffic Services
(VTS) Pemerintah, merupakan satu kesatuan dari jaringan sistem Vessel Traffic Services
(VTS) dan dioperasikan bekerjasama dengan operator satuan pelayanan Telekomunikasi-
Pelayaran setempat.
(2) Pengadaan stasiun Vessel Traffic Services (VTS) pada lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan lokasi dimana lalu lintas pelayaran sangat padat dan mempunyai bahaya
kenavigasian yang sangat tinggi.

Pasal 65
(1) Kegiatan pengoperasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c meliputi:
a. penetapan dinas jaga;
b. jadwal waktu siaran; dan
c. menjaga keandalan.
(2) Pengaturan mengenai penetapan dinas jaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berupa pembagian tugas jaga.
(3) Pengaturan mengenai jadwal waktu siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. jaga dengar pada tiap frekuensi; dan
b. penyiaran berita-berita marabahaya, keselamatan, keamanan, dan tanda waktu standar.
(4) Pengaturan mengenai menjaga keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa menjaga tetap berfungsinya stasiun radio pantai.

Pasal 66
(1) Kegiatan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf d meliputi:
a. perawatan; dan
b. perbaikan.
(2) Kegiatan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembersihan debu;
b. pengecekan catu daya;
c. kalibrasi peralatan;
d. pengecekan panel-panel;
e. menjaga suhu udara ruangan agar tetap stabil; dan
f. updating perangkat lunak.
(3) Kegiatan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penggantian spare unit dan spare part; dan
b. penggantian peralatan.

Pasal 67
Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf e berupa monitoring yang
dilakukan secara terus menerus.

Pasal 68
(1) Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran dilaksanakandengan menggunakan sistem
jaringan.
(2) Sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jaringan keamanan dan keselamatan;
b. jaringan komunikasi pusat; dan
c. jaringan regional.

Pasal 69
(1) Sistem jaringan keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2)
huruf a berupa komunikasi dari stasiun radio pantai, stasiun bumi pantai ditujukan ke stasiun
radio kapal dan/atau sebaliknya menggunakan sarana radio Global Maritime Distress and
Safety System (GMDSS), Ship Reporting System (SRS), Long Range Identification and
Tracking of Ships (LRIT), dan satelit tentang berita marabahaya, keselamatan, keamanan,
pemanduan, berita meteorologi, kondisi alur-pelayaran dan perlintasan, serta Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran.
(2) Sistem jaringan komunikasi pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf b
berupa komunikasi dari kantor pusat kepada Distrik Navigasi, Otoritas Pelabuhan, Unit
Penyelenggara Pelabuhan, Syahbandar, dan instansi lainnya dan/atau sebaliknya tentang
informasi berita, keamanan dan keselamatan pelayaran, serta database Sarana Bantu
NavigasiPelayaran, sarana Telekomunikasi-Pelayaran, alurpelayaran, dan perlintasan, posisi
kapal-kapal dan kondisi pelabuhan, dengan menggunakan sarana satelit, telepon umum dan
radio komunikasi serta command center untuk memonitor kapal-kapal melalui saluran satelit.
(3) Sistem jaringan regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf c berupa
komunikasi dari satuan pelayanan ditujukan ke instalasi stasiun radio pantai dan antarstasiun
radio pantai lainnya, menara suar dan ke instansi lain yang terkait di wilayahnya dan/atau
sebaliknya dengan menggunakan sarana satelit, telepon umum, radio, dan sistem lain yang
dibangun untuk itu.

Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran dan tata cara
pemberian izin pengadaan Telekomunikasi–Pelayaran oleh badan usaha diatur dengan Peraturan
Menteri.
Setelah sekilas kita mempelajari aturan telekomunikasi pada pertemuan ke 11 kita mempelajari
system dan fungsi dari GMDDS maka ada beberapa kompenen dari GMDDS yang mempunyai
Prisip kerja dan prosedur kerja sebagai berikut :

Komponen-komponen GMDSS :
1. Emergency Position-Indicating Radio Beacon (EPIRB)
EPIRB  merupakan sistem search and Rescue (SAR) berbasis satelit internasional yang
pertama kali digagas oleh empat negara yaitu Perancis, Kanada, Amerika Serikat dan Rusia
(dahulu Uni Soviet) pada tahun 1979 yang bekerja melalui satelit Cospas-Sarsat. Misi
program Cospas-Sarsat adalah memberikan bantuan pelaksanaan SAR dengan menyediakan
“distress alert” dan data lokasi secara akurat, terukur serta dapat dipercaya kepada seluruh
komonitas internasional.
Tujuannya agar dikurangi sebanyak mungkin keterlambatan dalam melokasi “distress
alert” sehingga operasi akan berdampak besar dalam peningkatan probabilitas keselamatan
korban. Keempat negara tersebut mengembangkan suatu sistem satelit yang mampu
mendeteksi “beacon”pada frekuensi 121,5/243 MHz dan 406 MHz. Emergency Position-
Indicating Radio Beacon (EPIRB) beacon 406 Mhz adalah untuk pelayaran merupakan
elemen dari Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) yang didesain beroperasi
dengan sistem the Cospas-Sarsat. EPIRB sekarang menjadi persyaratan dalam konvensi
internasioal bagi kapal Safety of Life at Sea (SOLAS). Mulai 1 Februari 2009, sistem
Cospas-Sarsat hanya akan memproses beacon pada frekuensi 406 MHz. Cospas merupakan
singkatan dari Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov sedangkan Sarsat
merupakan singkatan dari Search And Rescue Satellite-Aided Tracking.
Prinsip Kerja EPIRB adalah Ketika beacon aktif, sinyal akan diterima oleh satelit
selanjutnya diteruskan ke Local User Terminal (LUT) untuk diproses seperti penentuan
posisi, encoded data dan lain-lainnya. Selanjutnya data ini diteruskan ke Mission Control
Centre (MCC) di manage. Bila posisi tersebut diluar wilayahnya akan dikirim ke MCC yang
bersangkutan, bila di dalam wilayahnya maka akan diteruskan ke instansi yang bertanggung
jawab.

2. NAVTEX
Navtex (navigational telex) adalah frekuensi internasional secara automatis, melalui
layanan cetak langsung untuk pengiriman berita navigasi, peringatan badan meterologi dan
perkiraan yang mencakup informasi keselamatan kelautan untuk kapal, yang menerima
masukan secara otomatis dari kapal yang ada di laut dalam radius perkiraan 370 km dari
garis pantai. Navtex station in US di operasikan oleh “coast guard” di amerika dan pengguna
tidak di kenakan biaya dengan masuknya/menerima siaran radio NAVTEX. Navtex adalah
bagian dari IMO/IHO,worldwide navigation service (WWWNS) navtex juga merupakan
element utama dari GMDSS dan solas.
Siaran radio navtex yang menggunakan frekuensi pada 518 khz / 490 khz dan digunakan
oleh (NBDP), (FEC), serta tipe penyebaran nya menggunakan radio amatir yang disebut
AMTOR. Internasional navtex pada frekuensi 518 khz menggunakan English dan frekuensi
490 khz menggunakan bahasa Indonesia. Navtex menerima berita-berita navigasi dan
meteorologi yang dipancarkan oleh stasiun pantai sesuai dengan daerah pelayaran navigasi.

Kode berita-berita yang diterima NAVTEX


A                 :    Navigational warning
B                 :    Meteorological warning
C                 :    Ice report
D                 :    Search and rescue information
E                 :    Meteorological message
F                 :    Pilot service message
G                 :    DECCA message
I                  :    LORAN message
H                 :    OMEGA message
J                  :    SATNAV message
K                 :    Other electronic navaids message
L                 :    Navigational warning – additional to A
V,W,X,Y    :    Special service – allocation by navtex panel
Z                 :    No message on hand
Note :  The message type A, B, D and L (cannot be reject)

3. INMARSAT 
Sistem Satelit yang dioperasikan oleh Inmarsat, yang berada di bawah kontrak dengan
IMSO (International Mobile Satellite Organization), juga merupakan elemen penting dari
system GMDSS. Empat jenis Inmarsat Ship Earth Station Terminal(Terminal Stasiun
Penerima Inmarsat di Bumi ) yang kompatibel dengan GMDSS antara lain : Inmarsat versi
A, B, C, dan F77

Coverage area Inmarsat 


Inmarsat A Versi pertama yang dioperasikan oleh Inmarsat, memiki fungsi sebagai
penerima sinyal mengenai informasi yang diperlukan oleh sistem GMDSS melalui transmisi
oleh satelit milik inmarsat. IMSO telah mengajukan pada IMO untuk memperbarui Inmarsat-
A dengan cara diganti dengan versi yang berteknologi lebih modern dan segera
menghentikan penggunaanya pada tanggal 31 Desember 2007. Mulai saat itu, Inmarsat-A
tidak digunakan lagi.
Inmarsat B dan F 77 adalah versi penyempurnaan dari versi A, menyediakan jaringan
telepon, telex, high speed data service (termasuk distress priority telephone dan telex service
dari dan ke RCC) antara kapal ke bangunan lepas pantai, kapal ke kapal, maupun bangunan
lepas pantai ke kapal. Versi F77 merupakan versi yang didesain untuk digunakan dengan
Inmarsat-C karena kemampuan transmisi datanya tidak memenuhi persyaratan GMDSS.
Inmarsat C menyediakan fasilitas penyimpanan dan pengiriman data (store-and-forward
data), dan fasilitas e-mail dari kapal ke bangunan lepas pantai, bangunan lepas pantai ke
kapal, maupun dari kapal ke kapal. Inmarsat-C juga memiliki kemampuan untuk mengirim
distress signal (sinyal bahaya) yang terformat ke sebuah RCC dan ke Inmarsat-C SafetyNET
Service. Inmarsat-C SafetyNET Service adalah sebuah satelit pemancar informasi
keselamatan maritim dunia yang memancarkan informasi peringatan mengenai cuaca buruk
(badai maupun gelombang tinggi) di laut, peringatan navigasi pada NAVAREA, peringatan
radio navigasi, peringatan laporan adanya bongkahan es dan peringatan-peringatan yang
dikeluarkan oleh USCG-Conducted International Ice Patrol, dan informasi-informasi sejenis
yang tidak tersedia pada NAVTEX. SafetyNET cara kerjanya mirip dengan NAVTEX pada
area di luar jangkauan NAVTEX. Peralatan Inmarsat-C relative lebih ringan dan lebih murah
dari pada Inmarsat A, B, atau F77. Antena Terminal Stasiun Penerima Inmarsat-C di bumi
memiliki ukuran yang lebih kecil dibadingkan Inmarsat-A, B, dan F77. SOLAS saai ini
menyaratkan Inmarsat-C untuk memiliki sebuah penerima sinyal navigasi satelit yang
terintergrasi, koneksi tersebut akan memastikan informasi lokasi yang akurat untuk dikirim
ke RCC apabila sinyal tanda bahaya (distress signal) dipancarkan oleh kapal yang mengalami
kecelakaan. Inmarsat juga mengoperasikan sistem EPIRB, yaitu Inmarsat-L, yang mirip
dengan system yang dioperasikan oleh ME2002 (Penyedia layanan lainnya).

PROSEDUR PENGOPERASIAN PERALATAN GMDSS

1. Very High Frequency (VHF) dan medium frequency (MF)/high frequency (HF)


Sistem komunikasi darat pada sistem GMDSS digunakan untuk dapat melakukan
komunikasi dalam jarak jangkau yang pendek, sedang dan jauh dengan menggunakan
frekuensi yang berada pada jalur frekuensi VHF (very high frequency), MF (medium
frequency) serta HF (high frequency).
a. Very High Frequency (VHF)
Prinsip Kerja VHF
Frekuensi sangat tinggi (VHF) adalah frekuensi radio berkisar dari 30 MHz sampai
300 MHz. Frequencies immediately below VHF are denoted (HF), and the next
higher frequencies are known as (UHF).Frekuensi VHF langsung di bawah
ditandai frekuensi tinggi (HF), dan frekuensi yang lebih tinggi berikutnya dikenal
sebagai frekuensi tinggi Ultra (UHF). The is done by .Para alokasi
frekuensi dilakukan oleh ITU (International Comunication Union).
Perangkat komunikasi VHF radiotelephone merupakan perangkat komunikasi yang
menggunakan sistem radio VHF (very high frequency) yang diperuntukkan untuk
keperluan maritim serta memenuhi ketentuan IMO (International Maritime
Organization) dalam hal kemampuan untuk memancarkan dan menerima sinyal
marabahaya di laut. Perangkat ini dilengkapi dengan MMSI (maritime mobile
service identity), sehingga selain dapat digunakan untuk memancarkan dan
menerima sinyal marabahaya, dapat juga digunakan untuk melakukan panggilan atau
penerimaan komunikasi secara individual, komunikasi ke seluruh kapal ataupun
pada area tertentu saja, dan beroperasi pada range frekuensi 155.00-166.475 MHz.

b. Medium frequency (MF)/high frequency (HF)


Prinsip Kerja MF/HF
Untuk komunikasi jarak sedang digunakan jalur frekuensi MF. Frekuensi 2187,5
kHz digunakan untuk panggilan marabahaya dan keselamatan dengan menggunakan
panggilan selektif dijital untuk arah komunikasi dari kapal ke pantai, kapal ke kapal
serta pantai ke kapal, sedangkan untuk komunikasi di lokasi musibah yang
menggunakan telepon radio digunakan frekuensi 2182 kHz.
Sedangkan frekuensi 2174,5 kHz digunakan hanya untuk komunikasi dengan
menggunakan telex.
Untuk komunikasi dengan arah komunikasi dari kapal ke pantai dan dari pantai ke
kapal yang berada dalam jarak jangkau yang jauh digunakan komunikasi HF sebagai
alternatif terhadap komunikasi satelit. Frekuensi-frekuensi yang digunakan adalah
pada band frekuensi 4, 6, 8, 12 dan 16 MHz.
Kapal-kapal yang diperlengkapi dengan peralatan komunikasi HF, harus selalu
menjaga frekuensi marabahaya pada band 8 MHz, serta salah satu frekuensi yang
diharuskan yang sesuai untuk daerah dimana kapal tersebut sedang berlayar.
Perangkat komunikasi MF/HF radiotelephone merek FURUNO merupakan
perangkat komunikasi yang menggunakan sistem radio MF/HF (medium
frequency/high frequency) yang diperuntukkan untuk keperluan maritim serta
memenuhi ketentuan IMO (International Maritime Organization) dalam hal
kemampuan untuk memancarkan dan menerima sinyal marabahaya di laut.
Perangkat ini dilengkapi dengan MMSI (maritime mobile service identity), sehingga
selain dapat digunakan untuk memancarkan, menerima serta memonitor sinyal
marabahaya, perangkat ini juga dapat digunakan untuk komunikasi biasa antara
kapal ke kapal maupun kapal ke darat pada range frekuensi pengiriman antara 1,6
MHz sampai 27,5 MHz, serta range frekuensi 100 kHz sampai 30 Mhz, dan
frekuensi 2182 kHz sebagai frekuensi marabahaya, disamping itu perangkat ini juga
dapat berfungsi sebagai telex.
Prosedur Operasi MF/HF DSC
Jika kapal dalam keadaan marabahaya, maka memancarkan atau mentransmisikan
alarm marabahaya dalam dilakukan dengan dua cara sama seperti pada VHF yaitu In
short of time (dalam waktu yang cepat) dan with inserting data (dengan terlebih
dahulu memasukkan data).

4. Search And Rescue Transponder (SART)


Prinsip Kerja SART
SART singkatan Search And Rescue (Radar) Transponder adalah sarana utama dalam
GMDSS. Tujuannya adalah untuk membantu pencarian lokasi survival craft, atau kapal
yang mengalami marabahaya. Hal ini memungkinkan setiap kapal atau pesawat terbang yang
dilengkapi dengan radar untuk mendeteksi lokasi survival.
Pada umumnya, dua SART diletakkan masing-masing pada sisi bridge kiri dan kanan, di
mana dapat dengan mudah dicapai jika meninggalkan kapal. Untukmendapatkan jangkauan
deteksi yang diperlukan, SART harus dioperasikan minimal 1 meter di atas air, sehingga
peraturan yang tepat dibuat untuk menempatkan SART pada survival craft, yaitu diletakkan
pada tiang teleskopikyang didorong keluar melalui lubang di kanopi liferaft dengan SART
yang diletakkan di atasnya.

Fungsi SART dalam GMDSS adalah untuk Locating Signal yaitu untuk untuk memudahkan
penemuan posisi Survival Craft. Ketika terdeteksi atau terinterogasi oleh RADAR, SART
akan berganti ke modus Transmit dan memancarkan sinyal audio dan visual (tampilan pada
RADAR berupa titik-titik, semakin dekat posisi SART maka semakin besar titik-titik nya
yang membentuk seperti ring). Jangkauan pendeteksian SART tergantung dari tinggi tiang
RADAR kapal-kapal SAR dan ketinggian SART, normalnya sekitar 15 KM (8 nm).
 
SART dan RADAR yang menginterogasi SART 
Pengoperasian SART
Tahapan mengaktifkan SART untuk digunakan sebagai berikut :
1) Lepaskan SART dari bracket (tempat SART terpasang)
2) Untuk menghidupkan (switch-on) tekan tombol hitam dan ini berarti SART akan berada
pada posisi stanby mode.
3) Ketika SART berhasil diinterogasi oleh RADAR, maka lampu SART akan hidup dan
bersuara (beep)
5. Narrow Band Direct Printing (NBDP)
Prinsip Kerja NBDP
NBDP adalah catatan yang tercetak/print dari pesan komunikasi. Jika suatu kapaldalam
situasi marabahaya akan baik jika memiliki catatan yag tercetak dari semuakomunikasi yang
terjadi selama operasi.
NBDP adalah istilah yang kita gunakan untuk menggambarkan metode pengiriman informasi
melalui radio dan setelah itu dicetak. Dalam beberapa publikasi itu disebut TELEX, sistem
yang digunakan pada komunikasi melalui pantai/darat yang dilakukan antara kantor.
Salah satu kelemahan menggunakan NBDP untuk komunikasi adalah bahwa operator yang
terampil untuk menerima berita diperlukan. keuntungannya adalah bahwa ada hard copy-
semua komunikasi tertulis. NBDP komunikasi menggunakan sinyal digital untuk
menghubungan antara komunikator.
Prosedur Pengoperasian NBDP
Langkah-Langkah Pengoperasian NBDP sebagai berikut :
1) Nyalakan (switch on) :
2) SSB (single side band)n
3) NBDP (narrow band direct printing)

Pembahasan kali ini tentang komponen GMDSS yang berada di atas kapal dan system kerja alat
tersebut saat terjadi marabahaya di atas kapal, saat berlayar di tengah-tengah samudera. Tentunya
kita tidak menginginkan marabahaya itu terjadi pada saat kapanpun dan dimanapun kita saat
berlayar. Setidaknya kita sudah memahami cara kerja alat tersebut sehingga memngurangi
kekawatiran yang berlebihan terhadap suatu keadaan Emergency yang sewaktu-waktu
terjadi,inilah yang ada dalam system telekomunikasi pelayaran dalam menjamin keselamatan
pelayaran baik masuk dan keluar dari pelabuhan di pandu dengan system VTS, Terutama
pelayran padat lalulintas dengan kapal maka di harapkan peran Vessal Traffic system yang ada di
Negara pantai atau di pelabuhan dapat menjamin keselamatan dan perlindungan maritime yang
lebih baik lagi, serta di pelayaran yang dilaksankan selepas dari pemantauan VTS,dan Pelayaran
Samudera dengan bantuan system GMDSS dapat membantu keselamatan pelayaran dan
perlindungan maritime akan berjalan dengan baik,serta untuk mendapatkan pertolongan apabila
terjadi marabahaya atau kecelakaan pada kapal serta lingkungan maritime, dengan alat teknologi
VTS dan GMDSS ini dalam menjaga keselamatan dan lingkungan maritime serta untuk
membantu bila terjadi kecelakaan dan permintaan pertolongan,terhadap darat atau SAR,akan
cepat mendapatkan bantuan serta pertolongan kecelakaan di laut.

Anda mungkin juga menyukai