Anda di halaman 1dari 53

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Prinsip utama dalam bernavigasi sebuah kapal adalah berlayar dari satu
tempat ke tempat tujuan selanjutnya dengan selamat, aman dan efisien
sedangkan rute atau alur pelayaran sebuah kapal ada yang tetap dan juga ada
yang berubah-rubah sesuai dengan voyage order dari masing-masing
perusahaan dimana kapal-kapal tersebut bernaung. Setali dua uang, untuk
mewujudkan prinsip utama dalam bernavigasi, Crew kapal harus mampu
melayarkan kapalnya dalam segala ruteatau alur dengan berbagai macam
hambatan, tantangan dan rintangan yang ada
Tingkat risiko bahaya dalam bernavigasi sangatlah beragam, kapal yang
berlayar di laut lepas (open sea), kondisi cuaca sekitar akan lebih dominan
menjadi sumber bahaya. Berbeda ketika kapal bernavigasi di perairan
pantai, selat, sungai, alur pelayaran sempit maupun alur pelabuhan, bahaya
navigasi yang timbul akan lebih banyak. Kepadatan lalu lintas perairan
dengan ruang gerak kapal yang terbatas (antar kapal niaga maupun kapal
nelayan, kapal wisata dan sebagainya), air dangkal, kerangka-kerangka
kapal, arus yang kuat, tanda-tanda navigasi, perompakan dan berbagai risiko
bahaya lain yang dapat timbul sewaktu-waktu
Untuk itu Crew kapal, dari mulai Nakhoda, Perwira Deck dan Mesin
hingga Juru Mudi yang terlibat ketika kapal memasuki alur dituntut ekstra
siaga dalam menjalankan dinas jaganya. Komunikasi sudah pasti menjadi
perihal penting yang sangat dibutuhkan kapal dalam situasi tersebut, baik
yang bersifat intership maupun informasi alur dari pemangku jabatan
setempat yang lebih familiar terhadap situasi setempat.
International Maritime Organization (IMO) sebagai induk organisasi
negara-negara maritim seluruh dunia dalam menjawab permasalahan
tersebut akhirnya menerbitkan resolusi A.578 (14) ”Guidelines for Vessel
Traffic Services”, setelah sebelumnya pada 1968 IMO membuat resolusi

1
2

A.158 (ES.IV) soal “Vessel Traffic Service” (VTS). Kemudian


mengadopsinya ke dalam Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974/1978 dalam
Bab V (Keselamatan Navigasi) pada Peraturan 12 tentang VTS.
VTS memiliki tugas pada keselamatan kehidupan di laut, keselamatan
dan efisiensi navigasi dan perlindungan lingkungan laut, daerah pantai yang
berdekatan, lokasi kerja dan instalasi lepas pantai dari kemungkinan efek
merugikan dari lalu lintas laut. Selain itu VTS juga berkonstribusi dalam
proses pengumpulan data kapal yang berlabuh pada area pelabuhan untuk
diolah kembali guna menetapkan pajak pada kapal yang berlabuh tersebut.
Seiring berjalannya waktu, banyak dari negara-negara Maritim di dunia
mengaplikasikan VTS di wilayah pelabuhan untuk meningkatkan
keselamatan di alur pelayaran. Begitu juga dengan Indonesia, sudah banyak
pelabuhan-pelabuhannya yang dilengkapi dengan VTS dan tak terkecuali
Pelabuhan Tanjung Priok sebagai salah satu pintu gerbang keluar dan
masuknya barang atau muatan melalui moda laut di Propinsi DKI Jakarta.
Dengan demikian setiap kapal yang masuk atau keluar dari Pelabuhan
Tanjung Priok diwajibkan melapor kepada pihak Tanjung Priok VTS
melalui radio pada frekuensi khusus/tertentu atau secara otomatis sudah
terlacak dengan menggunakan (Radar), Automatic Identification System
(AIS), dan teknologi lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
pengamatan dengan judul: “Peran Vessel Traffic Service (VTS) Dalam
Bernavigasi di Wilayah Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok”. Penulis
melakukan pengamatan secara langsung pada saat melakukan Praktik Darat
(Prada) di kantor Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah
dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi suatu fokus masalah
dalam ksus-kasus satu persatu yang sangat erat hubungannya antara satu
dengan yang lain sehingga dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
3

1. Apa saja manfaat VTS dalam bernavigasi di Wilayah Distrik Navigasi


Kelas I Tanjung Priok?
2. Bagaimana VTS dalam berkomunikasi dan meberikan informasi di
wilayah kerjanya?
3. Bagaimana VTS dalam memberikan kontribusinya bagi negara?

1.3 Tujuan dan kegunaan penulisan


1. Tujuan penulisan
Pelaksanaan Prada ini penulis ingin membandingkan dan
mempraktikan antara teori-teori yang telah di dapat dalam perkuliahan
maupun di studi kepustakaan dengan keadaan yang dilaksanakan dalam
Prada, sehingga spenulis ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:
a. Untuk mengetahui manfaat VTS.
b. Untuk mengetahui data-data apa saja yang harus diinformasikan kapal
kepada VTS ketika memasuki area VTS yang ada di jangkauan radar
dan mengamati setiap pergerakan kapal dan memastikan kapal-kapal
berada pada zona aman dan terhindar dari bahaya navigasi yang
mengancam.
c. Untuk mengetahui kontribusi apa saja yang diberikan oleh VTS
kepada negara.
2. Kegunaan Penulisan
Pada penulisan karya tulis ini, penulis berharap dapat bermanfaat:
a. Bagi penulis
Melatih penulis untuk bersikap kritis dalam mencermati
permasalahan yang ditemui khususnya prosedur penundaan kapal.
b. Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan, pengetahuan pembaca mengenai
prosedur penundaan kapal.
c. Bagi Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok
Dapat menjadi motivasi agar Distrik Navigasi Kelas I Tanjung
Priok juga bisa lebih meningkatkan tentang peran VTS.
4

d. Bagi Sivitas Universitas Maritim AMNI


Memberikan motivasi sivitas Universitas Maritim AMNI
khususnya Taruna Program Diploma Tiga Program Studi Nautika,
agar lebih memperhatikan sistem pembelajaran di kampus, agar siap
melakukan praktik di atas kapal dengan baik.

1.4. Sistematika penulisan


Agar dapat diperoleh suatu penyusunan dan pembahasan karya tulis yang
sistematis, terarah pada objek masalah yang dipilih, maka penulis akan
memberikan gambaran secara garis besar. Adapun sistematika penulisannya
adalah sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab pertama ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah Tinjauan Pustaka, Kegunaan Penulisan, dan Sistematika
Penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab kedua ini penulis menjelaskan tentang teori-teori yang
digunakan sebagai landasan dan pedoman dalam penulisan, dan juga
pengertian-pengertian yang berhubungan dengan permasalahan yang
diambil.
BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam bab ini penulis menjelaskan materi berisi mengenai jenis dan
sumber data, metode pengumpulan data yang dikumpulkan penulis
sebagai acuan untuk menyelesaikan karya tulis ini.
BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL
Dalam bab ini menjelaskan tentang gambaran umum, visi dan misi,
struktur organisasi, dan tugas, dan fungsi Distrik Navigasi Kelas I
Tanjung Priok dan Hasil dan pembahasan yang mengenai rumusan
masalah.
5

BAB 5 PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran yang dianalisa
dari pembahasan masalah yang terjadi pada hasil dan pembahasan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Vessel Traffic Service (VTS)


VTS adalah pelayanan lalu lintas kapal di wilayah yang ditetapkan yang
saling terintegrasi dan dilaksanakan oleh pihak berwenang (Menteri
Perhubungan) serta dirancang untuk meningkatkan keselamatan kapal,
efisiensi bernavigasi dan menjaga lingkungan yang memiliki kemampuan
untuk berinteraksi dan menanggapi situasi perkembangan lalu lintas kapal di
wilayah VTS dengan menggunakan sarana perangkat radio dan eletronika
pelayaran.
Layanan VTS menyangkut manajemen operasional lalu lintas dan
perencanaan pergerakan kapal di wilayah cakupan VTS. Penggunaan VTS
secara International diatur berdasarkan rekomendasi SOLAS Chapter V reg.
12 dan IMO Resolution A.857(20) tentang Vessel Traffic Service yang
diadopsi pada tahun 1997. Hal ini bertujuan meningkatkan keselamatan dan
efisiensi bernavigasi. Berdasarkan ketentuan Internasional Association of
Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities (IALA), pelayanan
VTS menyediakan informasi seperti identitas, posisi dan informasi lalu lintas
di alur kondisi, cuaca dan bahaya, atau faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi perjalanan kapal.
Ada 3 layanan yang disediakan dalam VTS yaitu:
a. Information Service (INS), merupakan pelayanan untuk menjamin
tersedianya informasi penting dalam waktu yang tepat untuk membantu
kapal membuat proses keputusan kenavigasian.
b. Navigational Assistance Services (NAS), merupakan suatu layanan untuk
membantu proses pembuatan keputusan kenavigasian diatas kapal
khususnya dalam kesulitan kenavigasian atau keadaan meteorologi atau
dalam hal adanya kelainan atau penyimpangan kenavigasian.
c. Traffic Organization Services (TOS), merupakan suatu pelayanan untuk
mencegah berkembangnya situasi yang berbahaya dan menyediakan

6
7

informasi untuk keselamatan dan efisiensi gerakan lalu lintas kapal dalam
wilayah VTS. Pengaturan lalu lintas tentang perencanaan manuver kapal
dan keterangan-keterangan khusus pada waktu terjadi kemacetan atau
bilamana gerakan angkutan khusus bisa berpengaruh terhadap kelancaran
lalu lintas kapal.

2.2 Pengertian Peran


Peranan berasal dari kata “Peran”. Peran memiliki makna yaitu
seperangkat tingkat diharapkan yang dimemiliki oleh yang berkedudukan di
masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Idonesia, 2007) “Peranan adalah bagian
dari tugas utama yang harus dilaksanakan”.
Istilah “Peran” dalam kamus besar Indonesia mempunyai arti pemain
sandiwara atau film, tukang lawak, perangkat tingkat yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di peserta didik. Ketika istilah peran
digunakan dalam limgkungan pekerjaan maka seseorang yang diberi posisi,
juga diharapkan menjalankan perannya sesuai.

2.3 Pengertian Alur Pelayaran


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 yang
dimaksud tentang alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman,
lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat
untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran
dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan
oleh instansi yang berwenang. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan
kapal masuk ke kolam pelabuhan, oleh karena itu harus melalui suatu
perairan yang tenang terhadap gelombang dan arus yang tidak terlalu kuat.
Penguasa pelabuhan berkewajiban untuk melakukan perawatan terhadap
alur pelayaran, perambuan dan pengendalian penggunaan alur. Persyaratan
perawatan harus menjamin: keselamatan berlayar, kelestarian lingkungan, tata
ruang perairan dan tata pengairan untuk pekerjaan di sungai dan danau.
8

2.4 Pengertian Navigasi


Navigasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata navis yang
artinya perahu atau kapal dan angake yang artinya mengarahkan, secara
harafiah artinya mengarahkan sebuah kapal dalam pelayaran. Dari waktu ke
waktu seiring dengan perkembangan jaman kata ‘navigasi’ tidak lagi hanya
digunakan dalam dunia maritim tetapi sering juga digunakan di daratan dan
udara. Navigasi adalah suatu teknik untuk menentukan kedudukan dan arah
lintasan secara tepat dengan menggunakan peralatan navigasi. Personil yang
menggunakan dalam bernavigasi biasa disebut navigator (Kurniawan Ridho,
2015).
Untuk mendalami ilmu navigasi, teknik dan penggunaan alat bantu
seperti Kompas, Global Positioning System (GPS), Altimeter, dan Peta sangat
penting untuk dipelajari. Selain itu, hal penting lainnya yang harus diketahui
adalah membaca medan perjalanan dan tanda-tanda alam maupun buatan
manusia sebagai penunjuk arah.

2.5 Pengertian Pelabuhan


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun
2009 tentang Kepelabuhan, yang dimaksud pelabuhan adalah tempat
yang terdiri atas daratan dan atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang,
dan atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan.
Menurut Lasse (2014), ada beberapa fungsi pelabuhan, antara lain :
a. Gateway Pelabuhan berfungsi sebagai pintu yang dilalui orang dan
barang ke dalam maupun luar pelabuhan yang bersangkutan. Disebut
sebagai pintu karena pelabuhan adalah jalan atau area resmi bagi
lalu keluarnya lintas barang perdagangan. Masuk dan barang harus
memenuhi prosedur kepabeanan dan kekarantinaan, diluar jalan resmi
tersebut tidak dibenarkan.
9

b. Link Pelabuhan versi United Nations Conference on Trade and


Development (UNCTAD) berfungsi sebagai mata rantai (link) yang
menjadi penghubung rangkaian transportasi atau A port is, therefore, an
essential link in the international maritime transport chain dan
menyatakan bahwa “the primary function of a sea port is to transfer
cargo between maritime and inland transport quickly andefficiently”.
c. Interface barang muatan yang diangkut via maritime transport setidaknya
melintasi area pelabuhan dua kali, yaitu satu kali di pelabuhan muat dan
satu kali di pelabuhan bongkar. Di pelabuhan muat dan demikian juga
di pelabuhan bongkar dipindahkan dari atau ke sarana angkut dengan
menggunakan berbagai fasilitas dan peralatan mekanis maupun non
mekanis. Peralatan untuk memindahkan muatan menjembatani kapal
dengan truka tau kereta maupun truk atau kereta api dengan kapal. Pada
kegiatan tersebut fungsi pelabuhan adalah antar muka (interface).
d. Industrial entity pelabuhan yang diselenggarakan secara baik akan
bertumbuh dan akan menyuburkan bidang usaha lain sehingga area
pelabuhan menjadi zona industry terkait dengan kepelabuhanan atau “a
port could be regarded as acollectionof businesses (ie, pilotage,
towage, stevedoring, storage, bonded warehouse, container, bulk,
tanker cruises, bunkering, water supply) serving the internationaltrade.

2.6 Pengertian Keselamatan Pelayaran


Keselamatan Pelayaran didefinisikan sebagai suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di
perairan dan kepelabuhanan. Terdapat banyak penyebab kecelakaan kapal
laut; karena tidak diindahkannya keharusan tiap kendaraan yang berada di
atas kapal untuk diikat (lashing), hingga pada persoalan penempatan barang
yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan gaya lengan stabil. Dalam
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM No. 20 Tahun 2015 tentang Standar
Keselamatan Pelayaran Meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan
prasarana, Standar Operasional Prosedur (SOP), lingkungan serta sanksi.
10

2.7 Pengertian Kantor Distrik Navigasi


Kantor Distrik Navigasi adalah Lembaga pemerintah yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan dan memiliki kewenangan untuk
menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
Dasar pelaksanaan tugas adalah Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 30
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi.
Distrik Navigasi mempunyai tugas melaksanakan perencanaan,
pengoperasian, pengadaan, dan pengawasan sarana bantu suatu alat navigasi
pelayaran, telekomunikasi pelayaran, serta kegiatan pengamatan laut, survey
hidrografi, pemantauan alur dan perlintasan dengan menggunakan sarana
instalasi untuk kepentingan keselamatan pelayaran. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pasal (5)
yaitu:
1. Pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaanya di lakukan oleh
pemerintah.
2. Pembinaan pelayaran sebagaimana di maksud pada ayat (1) meliputi
aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
3. Pengendalian sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf b meliputi
pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta
bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoprasian.
4. Pengawasan sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf c meliput
kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoprasian agar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif
dan penegakan hukum.

Adapun fungsi dari kantor Distrik Navigasi yaitu:


1. Penyusunan rencana dan program pengoperasian, serta pengawasan
sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, kapal Negara
11

kenavigasian, fasilitas pengkalan, bengkel, pengamatan laut dan survei


hidrografi serta pemantauan alur dan perlintasan
2. Penyusunan rencana kebutuhan dan pelaksanaan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan penghapusan perlengkapan dan peralatan
untuk sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, kapal
Negara kenavigasian, fasilitas pangkalan, bengkel, pengamatan laut dan
survey hidrografi, serta pemantauan alur dan perlintasan.
3. Pelaksanaan program pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu
navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, kapal Negara kenavigasian,
dan fasilitas pangkalan serta bengkel.
4. Pelaksanaan pengamatan laut dan survei hidrografi, serta pemantauan alur
dan perlintasan.
5. Pelaksanaan urusan logistik
6. Pelaksanaan analisis dan evaluasi pengoperasian, pengawakan dan
pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran,
kapal Negara kenavigasian, fasilitas pangkalan, bengkel, pengamatan laut,
survei hidrografi, serta pemantauan alur dan perlintasan.
7. Pelaksanaan urusan keuangan, kepegawaian, ketatausahaan, kerumah
tanggaan, hubungan masyarakat, pengumpulan dan pengolahan data,
dokumentasi serta penyusunan laporan.

2.8 Pengertian Kapal


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pelayaran Nomor
17 Tahun 2008 yang di terbitkan oleh Citra Media Wacana, kapal adalah
kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan
tenaga angin , tenaga mekanik, energi lainya, ditarik atau ditunda, termasuk
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air,
serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Menurut Bambang Triadmodjo 2010 definisi kapal adalah panjang lebar dan
sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan berhubungan langsung
pada perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di
12

pelabuhan. Menurut Suwarno (2009:131) jenis-jenisnya kapal laut niaga


sebagai berikut :
a. Kapal Penumpang (Passenger Vessel) Kapal laut ini digunakan untuk
mengangkut penumpang, dibangun dengan banyak geladak dan ruang
(cabin) penumpang terdiri dari beberapa kapal tingkat/kelas. Untuk
pelayaran jarak dekat juga disediakan kelas dek yang lebih murah
biayanya.
b. Kapal Barang Penumpang (Cargo-Passenger Vessel) Jenis kapal laut ini
digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang secara bersama-
sama. Berarti kapal termasuk mempunyai banyak geladak dan cabin
penumpang serta cargo hatches. Kadang-kadang penumpang tidur bersama
muatan overvracht (muatan overvract adalah barang bawaan penumpang
yang dikenakan biaya pengangkut).
c. Kapal Barang dengan Akomodasi Penumpang Terbatas Ini merupakan
kapal biasa (general cargo carrier), tetapi di izinkan membawa penumpang
maksimum dua belas orang.
d. General Cargo Vessel Jenis kapal laut ini untuk mengangkut muatan
umum (general cargo), yang terdiri dari bermacam-macam barang dalam
bentuk potongan maupun dibungkus, dalam peti, keranjang. Kapal ini
biasanya dibangun dalam beberapa palka (holds, hatches) dan beberapa
lantai geladak (decks), sehingga pengaturan tempat muatan dalam ruangan
kapal (compartement) menjadi mudah, tidak bertumpuk, dan tidak sulit
membongkarnya serta terhindar dari perusakan karena kontaminasi muatan
lain.
e. Bulk Cargo Carrier Jenis kapal laut ini untuk mengangkut muatan curah
dengan jumlah banyak dalam sekali jalan. Bentuk muatan biasanya
berbutir-butir (grain cargo), seperti beras, gandum, biji besi, batu bara dan
sebagainya. Biasanya ruang kapal tidak dibagi dalam geladak.
f. Kapal Tanker Kapal laut jenis ini untuk mengangkut muatan cair. Karena
muatan cair bisa bebas bergerak ke belakang/depan/kiri/kanan yang
membahayakan stabilitas kapal, maka ruangan kapal dibagi dalam
13

beberapa kompartement vertical yang berupa tengki-tengki. Selain aman


untuk stabilitas, kekuatan tekanan juga di pecah-pecah menjaadi kecil
sehingga memerlukan banyak pipa-pipa dan bangunan kamar berada di
belakang sehingga dapat mencegah melebarnya kebakaran dan ruangan
muatan menjadi besar. Kapal tanker ada yang berukuran besar, misalnya
Very, Large, Crude, Carrier (VLCC) berkapasitas 300.000 DWT.
g. Combination Carrier Kombinasi kapal tanker dan dry bulk, dengan tujuan
bila return cargo tidak ada maka bisa di muati dry bulk cargo.
h. Off Shore Supply Ship Kapal laut jenis ini untuk mengangkat bahan,
makanan dan lain-lain untuk anjungan. Pengeboran minyak tanah ditengah
laut, juga termasuk melaksananakan tugas penundaan, pemadam
kebakaran, dan sebagai sludge tank (membuang minyak bekas/kotor).
i. Kapal Container Kapal laut ini khusus dibangun untuk muatan general
cargo yang dimaksukkan kedalam container atau muatan yang perlu di
bekukan dalam reefer container.

2.9 Safety of Life at Sea (SOLAS)


Menurut IMO Publication tentang Safety of Life At Sea (SOLAS)
Regulation 1974/1978 merupakan sebuah konvensi internasional untuk
keselamatan penumpang di laut. Di dalam struktur SOLAS 1974/1978
memuat persyaratan perencanaan kontruksi keselamatan kapal, keselamatan
manusia, dan barang-barang yang diangkut. Kapal harus dibangun dan
dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang sesuai dengan aturan yang
berlaku agar sebuah kapal aman dan layak untuk digunakan dalam sebuah
pelayaran serta mencegah dan mengurangi terjadinya kerugian akibat
kecelakaan kapal, Pieter Baitti (2000).
Format SOLAS 1974 mengatur standar keselamatan pelayaran pada tiga
aspek, yaitu konstruksi kapal, peralatan, dan operasional, yang tersebar dalam
14 bab (chapter). Isi dari SOLAS 1974 cetakan tahun 2014 (Consolidated
Edition 2014), adalah sebagai berikut:
14

1. Bab I Ketentuan Umum berisi tentang peraturan-peraturan survei


berbagai jenis kapal, dan ketentuan pemeriksaan kapal
oleh negara lain.
2. Bab II-1 Konstruksi, berisi persyaratan konstruksi kapal, sekat-sekat
kedap air, stabilitas kapal, permesinan kapal dan kelistrikan.
3. Bab II-2 Perlindungan dari kebakaran, deteksi kebakaran dan
pemadam kebakaran, berisi tentang ketentuan tentang sekat
kedap api, sistem deteksi kebakaran, dan peralatan, jenis
dan jumlah pemadam kebakaran diberbagai jenis kapal.
Detail bab ini dapat dilihat di functional programming (FP)
Code.
4. Bab III Alat-alat keselamatan dan penempatannya. Dari bab ini
kemudian diberlakukan (LSA) Code. Bab IV Komunikasi
Radio (Radio Communications), Berisi ketentuan
pembagian wilayah laut, jenis dan jumlah alat komunikasi
yang harus ada di kapal serta peroperasiannya. Derivasi dari
bab ini adalah (GMDSS).
5. Bab V Keselamatan navigasi (safety of navigation), berisi
ketentuan tentang peralatan navigasi yang harus ada di
kapal, termasuk Radar, AIS, VDR dan mesin serta kemudi
kapal.
6. Bab VI Pengangkutan muatan (carriage of cargoes), berisi
ketentuan tentang bagaimana menyiapkan dan penanganan
ruang muat dan muatan, pengaturan muatan termasuk
lashing. Derivasinya adalah International Grain (IG) Code.
7. Bab VII Pengangkutan Muatan Berbahaya (Carriage of Dangerous
Goods), berisi ketentuan tentang bagaimana menyiapkan
dan menangani muatan berbahaya yang dimuat di kapal.
Turunan dari bab ini kita kenal dengan nama (IMDG) Code.
15

8. Bab VIII Kapal Nuklir (Nuclear Ships), berisi ketentuan yang harus
dipenuhi oleh kapal yang menggunakan tenaga nuklir,
termasuk bahaya-bahaya radiasi yang ditimbulkan.
9. Bab IX Manajemen Keselamatan Dalam Mengoperasikan Kapal
(Management for the Safe Operation of Ships) Berisi
ketentuan tentang manajemen pengoperasian kapal untuk
menjamin keselamatan pelayaran. Bab ini hadir karena
peralatan canggih tidak menjamin keselamatan tanpa
manajemen pengoperasian yang benar, dan bab inilah lahir
(ISM) Code.
10. Bab X Keselamatan untuk kapal berkecepatan tinggi (safety
measures hor high-speed craft), berisi ketentuan
pengoperasian kapal yang berkecepatan tinggi. Dari sini
kemudian diberlakukan (HSC) Code.
11. Bab XI-1 Langkah khusus untuk meningkatkan keselamatan maritim
(special measures to enhance maritime safety), berisi
ketentuan tentang Recognized Organization (RO) yaitu
badan yang ditunjuk pemerintah sebagai pelaksana survei
kapal atas nama pemerintah, nomor identitas kapal dan port
state control (pemeriksaan kapal berbendera asing oleh
suatu negara).
12. Bab XI-2 Langkah khusus untuk meningkatkan keamanan maritim
(special measures to enhance maritime eecurity), berisi
ketentuan bagaimana meningkatkan keamanan maritim,
oleh kapal, syahbandar dan pengelola pelabuhan. dari bab
ini kemudian diberlakukan International Ship and Port
(ISPS) Code.
13. Bab XII Langkah keselamatan tambahan untuk kapal pengangkut
muatan curah (additional safety measures for bulk carriers),
berisi ketentuan tambahan tentang konstruksi untuk kapal
16

pengangkut curah yang memiliki panjang lebih dari


150 meter.
14. Bab XIII Verifikasi Kesesuaian (verification of compliance), berisi
ketentuan tentang implementasi SOLAS 1974 di negara-
negara yang telah meratifikasi, penambahan bab ini untuk
mendukung pemberlakuan Triple I Code (IMO Instrument
Implementation Code).
15. Bab XIV Langkah keselamatan untuk kapal yang beroperasi di
perairan kutub (safety measures for ships operating in polar
waters), berisi ketentuan yang harus dipenuhi oleh kapal
yang berlayar di wilayah kutub dan sekitarnya, derivasi bab
ini adalah Polar Code.
BAB 3
METODE PENGUMPPULAN DATA

3.1 Jenis dan Sumber Data


Data adalah keterangan mengenai sesuatu hal yang sudah sering terjadi
dan berupa himpunan fakta, angka, grafik, tabel, gambar, lambang, kata,
huruf huruf yang menyatakan sesuatu pemikiran, objek, serta kondisi dan
situasi, (Nuzulla Agustina, 2016).

1. Jenis Data
Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data suatu pengamatan dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu data kualitatif (yang berbentuk kata-
kata/kalimat) dan data kuantitatif (yang berbentuk angka).
a. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data dari penjelasan kata verbal tidak dapat
dianalisis dalam bentuk bilangan atau angka. Data kualitatif berupa
gambaran mengenai objek pengamatan dan memberikan dan
menunjukkan kualitas objek pengamatan yang dilakukan.
b. Data Kuantatif
Data kuantitatif adalah jenis data yang dapat diukur (measurable)
atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bilangan.
Variabel dalam ilmu statistika adalah atribut, karakteristik, atau
pengukuran yang mendeskripsikan suatu kasus atau objek
pengamatan.
Dari 2 (dua) jenis data di atas, pada karya tulis ini penulis
menggunakan data kualitatif sebagai sarana dalam pengumpulan data.

2. Sumber Data
Menurut sumbernya, data penulisan ini digolongkan sebagai data
primer dan data sekunder.

16
17

a. Sumber Data Primer


Sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan
data secara langsung tanpa melalui perantara. Data primer merupakan
data yang diolah dan disajikan dalam penulisan ini. Data primer dalam
karya tulis ini berupa pengamatan. Penulis dapat memperoleh dan
mengetahui secara langsung tahap-tahap penyelesaian dokumen
tersebut sehingga penulis dapat melaksanakan praktik darat atau terjun
langsung di lapangan pekerjaan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Adapun yang menjadi sumber data primer dalam karya tulis ini adalah
Bapak Raymond Ivan H.A.S. selaku Kepala Kantor Distrik Navigasi
Kelas I Tanjung Priok dan Bapak Zaldy Satria Z., M.M., M.Mar.
selaku Kasi Oprasi Sarana dan Prasarana.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diberikan secara
tidak langsung yaitu melalui orang lain atau lewat dokumen. Data
sekunder dalam penulisan karya tulis ini diperoleh melalui buku dan
manual-manual di atas kapal yang berkaitan. Sumber data sekunder
lainnya diperoleh dari literatur, jurnal, buku dan media internet serta
dokumentasi yang penulis kumpulkan selama melaksanakan praktik
darat.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Salah satu komponen yang penting dalam penulisan karya tulis adalah
proses dalam pengumpulan data. Kesalahan yang dilakukan dalam proses
pengumpulan data akan membuat proses analisis menjadi sulit. Selain itu
hasil dan kesimpulan yang akan didapat pun akan menjadi rancu apabila
pengumpulan data dilakukan tidak dengan benar. Masing-masing penulisan
memiliki proses pengumpulan data yang berbeda, tergantung dari jenis
penulisan yang hendak dibuat oleh penulis.
Pengumpulan data karya tulis ini tidak dilakukan secara sembarangan.
Terdapat langkah pengumpulan data dan teknik pengumpulan data yang
18

harus diikuti. Tujuan dari langkah pengumpulan data dan teknik


pengumpulan data ini adalah demi mendapatkan data yang valid, sehingga
hasil dan kesimpulan dari observasi idak akan diragukan kebenarannya.
Metode pengumpulan data yang digunakan selama praktik darat dari
tanggal 9 Agustus 2021 sampai dengan tanggal 15 November 2021 yaitu
sebagai berikut:
1. Observasi
Metode observasi diantaranya ialah proses-proses ingatan dan
pengamatan. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses, 2 (dua) diantaranya adalah
proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2012). Dalam hal ini penulis
melakukan suatu pengamatan dan pencatatan secara langsung mengenai
semua masalah yang terkait dengan rumusan masalah. Metode observasi
diperlukan untuk memperoleh gambaran yang pasti tidak hanya terbatas
pada pengamatan yang dilakukan dengan melihat saja tetapi juga harus
mengetahui bagaimana pengamatan itu akan dilaksanakan secara
langsung.
2. Wawancara
Metode wawancara menurut V. Wiratna Sujarweni (2015) proses
memperoleh informasi dengan menggunakan cara tanya jawab bisa
sambil bertatap muka ataupun tanpa muka yaitu melalui media
telekomunikasi antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman. Dalam penulisan ini, penulis
menggunakan wawancara secara semi struktur. Maka sebelum
melakukan wawancara, penulis telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan
yang nantinya akan diajukan. Namun, pada pelaksanaannya disesuaikan
dengan keadaan, dalam arti pertanyaan bisa sewaktu-waktu ditanyakan
meskipun tidak ada di panduan wawancara.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data terkait dengan rumusan
masalah, berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah.
19

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dan bisa


berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2012). Metode ini sangat mendukung dengan keterangan-
keterangan bukti fisik atau nyata dari documen yang bisa dipertanggung-
jawabkan kebenarannya. Dari metode ini memiliki keuntungan dengan
mendapat keterangan-keterangan yang akurat yang bisa dipertanggung-
jawabkan sesuai dengan bukti fisik/nyata dokumen asli atau contoh
dokumen-dokumen yang mendukung dalam proses penulisan.
4. Studi Pustaka
Studi Pustaka untuk kelengkapan data dan informasi dalam karya
tulis ini, maka penulis menambahkan data dari buku-buku, literatur,
karya tulis ilmiah, artikel dari internet, dan sumber lain yang relevan
dengan permasalahan yang diamati oleh penulis.
BAB 4
PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1 Gambaran Umum Objek Pengamatan

1. Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok

Sumber: Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.1 Logo Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok

Kantor Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok berada di wilayah


Jakarta Utara Provinsi DKI Jakarta tepatnya di alur perairan Kali Japat,
dengan wilayah kerja meliputi Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten,
Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi
Jawa Barat dan Provinsi Kalimantan Barat dan beberapa pulau besar yaitu
Pulau Bangka dan Pulau Belitung dan beberapa pulau kecil yaitu
Kepulauan Seribu, pulau Sangiang dan Pulau Enggano serta terdapat Alur
Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI) + 410 mil laut dalam wilayah kerja
dari Selat Sunda hingga Selat Bangka/Gaspar.
Distrik Navigasi merupakan sebuah instansi negara tugasnya adalah
sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT), yang bertugas mengatur dan
memelihara rambu-rambu laut Indonesia. Distrik Navigasi tersebar di
beberapa wilayah Indonesia seperti Semarang, Jakarta, Padang,
Palembang, Makasar, Kupang, dan beberapa lainnya.

21
22

Sumber: Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.2 Kantor Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok

Sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 30 Tahun


2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi, Distrik Navigasi
adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang Kenavigasian di
lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian
Perhubungan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Jumlah Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) di Wilayah kerja Distrik Navigasi Kelas I Tanjung
Priok adalah sebagai berikut
a. Menara Suar : 30 Unit
b. Rambu suar : 95 Unit Milik DJPL 125 Unit Milik Non DJPL/Swasta
c. Pelampung Suar : 52 Unit Milik DJPL 73 Unit Milik Non DJPL/
Swasta Untuk melaksanakan Perawatan dan Perbaikan SBNP.

Distrik Navigasi kelas I Tanjung priok di lengkapi dengan Instalasi


Kapal Negara yang terdiri dari Kapal Negara Kenavigasian sebagai
berikut:
a. KN Edam Kapal Induk Perambuan Kelas I.
b. KN Karakata Perambuan Kelas I.
c. KN Miaplacidus Kapal Bantu Perambuan Kelas III.
23

d. KN Mokmer Kapal Pengawas Perambuan Kelas III.


e. KN Mitra I Kapal Bantu Perambuan kelas III.

Sumber : Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.3 Tampilan Layar Monitor VTS

VTS Tanjung Priok adalah suatu pelayanan yang dilaksanakan oleh


Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut, yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan jiwa dilaut,
keamanan dan efisiensi dalam bernavigasi dan mencegah kerusakan
lingkungan laut akibat terjadinya kecelakaan tubrukan kapal maupun
kandas yang dapat menyebabkan pencemaran di wilayah perairan
pelabuhan Tanjung Priok. Tanjung Priok VTS dibangun pada tahun 2004
dan merupakan VTS pertama yang didirikan oleh Direktorat jenderal
Perhubungan Laut.
National Competent Authority (NCA) menetapkan VTS Tanjung
Priok sebagai penyelenggara Coastal dan Port VTS di wilayah Laut Teluk
Jakarta dan berkomitmen untuk memberikan layanan yang handal,
keamanan dan efisiensi navigasi, perlindungan lingkungan laut, daerah
24

pantai yang berdekatan, tempat kerja dan instalasi lepas pantai dari efek
samping yang mungkin timbul dari lalu lintas maritim.

2. Visi & Misi Distrik Navigasi Kelas Tanjung Priok


a. Visi
Terwujudnya keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan
lingkungan maritim di perairan Indonesia.
b. Misi
1) Mewujudkan ruang perairan dan alur pelayaran yang aman, selamat
dan lancar bagi lalulintas pelayaran.
2) Mewujudkan keandalan dan kecukupan sarana prasarana
kenavigasian.
3) Mewujudkan sumber daya manusia yang profesional, memiliki
wawasan kebangsaan dan integritas yang tinggi, meningkatkan
pelayanan kenavigasian melalui pengembangan manajemen, serta
pemanfaatan teknologi tepat guna.

3. Pedoman Peraturan Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran.
b. Peraturan Pemerintah No. 05 Tahun 2006 tentang Kenavigasian.
c. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 30 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi.
d. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 26 Tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran.
e. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 68 Tahun 2011 tentang Alur
Pelayaran di Laut.

4. Struktur Organisasi Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Struktur Organisasi Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok
digambarkan sebagai berikut:
25

Sumber : Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.4 Struktur Organisasi

Tugas dan tanggung jawab Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Navigasi
Mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan Distrik Navigasi,
memberikan teguran kepada pegawai di instalasi baik secara lisan atau
secara tulisan dan menjatuhkan hukuman dengan tembusan kepada
kepala Direktorat Navigasi.
b. Sub bagian tata usaha
Sub bagian tata usaha melakukan urusan keuangan, kepegawaian,
ketatausahaan, ketatarumahan, hubungan masyarakat, pengumpulan
data, dokumentasi, serta penyusunan laporan.
c. Seksi Operasi
Mempunyai tugas melakukan rencana program, pengoperasian,
pemeliharaan, pengawasan, analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan
26

sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi, kapal negara


kenavigasian, fasilitas pangkalan, bengkel, pengamatan laut, survey
hidrografi, serta pemantauan alur dan perlintasan.
d. Seksi Logistik
Seksi Logistik mempunyai tugas menyusun rencana kebutuhan dan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pengahapusan perlengkapan
dan peralatan untuk penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran,
telekomunikasi, kapal negara kenavigasian, fasilitas pangkalan,
bengkel, pengamatan laut, survey hidrografi, serta pemantauan alur dan
perlintasan.
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas sebgai unit pelaksana
teknis secara langsung di di lapangan dalam melakukan kegiatan sarana
bantu navigasi, kapal negara kenavigasian, fasilitas pangkalan, bengkel,
pengamatan laut, survey hidrografi, serta pemantauan alur dan
perlintasan.

5. Fasilitas yang Dimiliki Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


a. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) adalah peralatan atau
system yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk
meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal/atau lalu
lintas kapal, (PP No 5 2010). BAB VIII Pasal 119 UU 17 2008:
1) Untuk menjamin keselamatan dan keamanan angkutan perairan
Pemerintah melakukan perencanaan, pengadaan, pengoperasian,
pemeliharaan dan pengawasan sarana bantu navigasi pelayaran dan
telekomunikasi pelayaran sesuai dengan ketentuan internasional serta
menetapkan alur pelayaran dan perairan pandu.
2) Untuk menjamin keselamatan dan keamanan sarana bantu navigasi
pelayaran dan telekomunikasi pelayaran, pemerintah menetapkan zona
keamanan dan keselamatan disekitar instalasi bangunan tersebut.
27

Jenis-Jenis SBNP :
a) Menara Suar.
Menara Suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang
bersuar dan mempunyai jaraktampak sama atau lebih 20 mil laut
yangdapat membantu untuk menunjukan para navigator dalam
menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukan arah daratan
dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda
bataswilayah negara.
b) Rambu Suar.
Rambu Suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang
bersuar dan mempunyai jaraktampak sama atau lebih 10 mil laut
yang dapat membantu untuk menunjukan para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong,
dan bahaya terpencil serta menentukan posisi dan/atau haluan
kapal.
c) Resilient Light Beacon
Resilient Light Beacon (RLB) adalah sarana bantu navigasi
pelayaran tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak sama
atau lebih 10 mil laut yang dapat membantu untuk menunjukan
paranavigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang,
air dangkal, gosong, dan bahaya terpencil serta menentukan posisi
atau haluan kapal.
d) Pelampung Suar.
Pelampung Suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran apung
yang bersuar dan mempunyai jaraklebih kurang dari 6 mil laut yang
dapat membantu untuk menunjukan para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong,
kerangka kapal dan untuk menunjukan perairan aman serta pemisah
alur.
28

b. Telekomunikasi Pelayaran
Telekomunikasi adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan
dinas pelayaran yang berupa pemancaran, pengiriman atau penerimaan
tiap tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui
sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagtik lainnya dalam dinas
bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.

Sumber : Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.5 Telekomunikasi Pelayaran

a. Dasar Hukum:
1) Undang-Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2) Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
3) Peraturan Menteri Perhubungan No : PM 26 Tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran.
4) Peraturan Menteri Perhubungan No : KM. 30 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi.
5) ITU (Radio Regulation), IMO (SOLAS) dan IALA (VTS).
b. Peraturan Tentang Telekomunikasi Pelayaran
1) Undang Undang Republik Indonesia No 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran tertuang pada pasal 192, Setiap alur-pelayaran wajib
29

dilengkapi dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan


Telekomunikasi-Pelayaran.
2) Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian,
tertuang pada BAB V Pasal 51 sd 84.
3) Peraturan Menteri Perhubungan No 26 Tahun 2011 Tentang
Telekomunikasi Pelayaran, pasal demi pasal.
4) Solas Amandemen Chapter IV Radio Communication Global
Maritime Distress Safety System (GMDSS).
5) Solas Amandemen Chapter V Safety Of Navigation regulation 12
Vessel Traffic Service (VTS).
c. Fungsi Telekomunikasi Pelayaran:
1. Di dalam Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perhubungan No :
PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran berfungsi
untuk
a) Pemberitahuan tentang adanya musibah marabahaya (alerting).
b) Komunikasi untuk koordinasi SAR.
c) Komunikasi di lokasi musibah.
d) Tanda untuk memudahkan penentuan lokasi
e) Pemberitahuan informasi mengenai keselamatan pelayaran
f) Komunikasi radio umum.
g) Komunikasi antar anjungan kapal.
2. Di dalam Vessel Traffic Service (VTS) sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Perhubungan No : PM 26 Tahun 2011
tentang Telekomunikasi Pelayaran berfungsi untuk :
a) Memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran.
b) Meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran.
c) Meningkatkan efisiensi bernavigasi.
d) Pengamatan, Pendeteksian dan penjejakan kapal di wilayah
cakupan VTS.
e) Pengaturan informasi umum.
30

f) Pengaturan informasi khusus


g) Membantu kapal-kapal yang memerlukan bantuan khusus.
3. Di dalam Ship Reporting System (SRS) sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Perhubungan No : PM 26 Tahun 2011
tentang Telekomunikasi Pelayaran berfungsi untuk :
a) Menyediakan informasi yang up to date atas gerakan kapal.
b) Mengurangi interval waktu kontak dengan kapal.
c) Menentukan lokasi dengan cepat, saat kapal dalam bahaya yang
tidak diketahui posisinya.
d) Meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda
di laut.
4. Sarana Telekomunikasi Pelayaran terdiri atas
a) Stasiun Radio Pantai
b) Vessel Traffic Service (VTS)
c) Ship Reporting System (SRS)
Adapun Stasiun Radio Pantai di wilayah kerja Distrik Navigasi Kelas
I Tanjung Priok terdiri dari:
a. Stasiun Radio Pantai Kelas I Jakarta
b. Stasiun Radio Pantai Kelas III/A / Ship Reporting System (SRS)
Cirebon
c. Stasiun Radio Pantai Kelas III/A Cigading dan (VTS) Merak, Selat
Sunda
d. Stasiun Radio Pantai Kelas III/A Panjang
e. Stasiun Radio Pantai Kelas III/A / (SRS) Bengkulu.
31

c. Bengkel Kenavigasian

Sumber : Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.6 Bengkel Disnav

Bengkel merupakan instalasi yang berfungsi untuk melaksanakan


pemeliharaan, perawatan dan perbaikan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran, Telekomunikasi Pelayaran, Kapal Negara Kenavigasian,
Pengamatan Laut dan Fasilitas Pangkalan Kenavigasian. Guna
menyelenggarakan tugas pemeliharaan, perawatan dan perbaikan Sarana
dan Prasarana Kenavigasian.
d. Kapal Negara Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok

Sumber : Dokumen Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.7 KN EDAM
32

SHIP’S PARTICULER
ITEM DETAIL
NAMA KAPAL KN.EDAM
IMO NUMBER 0009842621
BKI NUMBER 1601020070
KEPEMILIKAN DISTRIK NAVIGASI
KELAS I TG. PRIOK
TYPE/ KLAS KAPAL INDUK
PERAMBUAN/ I (SATU)
TEMPAT/ BATAM-INDONESIA
TAHUNPEMBUATAN 2017

KONSTRUKSI BAJA
PANJANG 60 METER
KESELURUHAN
LEBAR 12 METER
DRAFT 3,5 METER
GROOS TON (GT) 1208 TON
KECEPATANKAPAL 15 KNOT
MOTOR INDUK YANMAR 6 AYM-ETE
(2 X 1920 KW/ 2 X 2610 HP-750 RPM)

MOTOR BANTU VOLVE PENTA D 13 B-EM6


(2 X 300 KW/2 X 402,3 HP-1500 RPM)

GENERATOR VOLVE PENTA D5A-AT


PELABUHAN (77 KW/103,3 HP/(87,5 KVA)-1500 RPM)

GENERATOR DARURAT VOLVO PENTA D5A-AT


KAPASITASTANGKI 180 TON
BBM
KAPASITAS AIR 160 TON
33

TAWAR
JUMLAH AWAK KAPAL 24 ORANG
LPG 72 KG ( 6TABUNG @ 12 KG )

4.2 PEMBAHASAN
1. Manfaat Vessel Traffic Service (VTS) dalam bernavigasi diwilayah
Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok
Pada umumnya VTS memberikan layanan tentang information
service. Layanan ini menyediakan informasi penting yang berguna bagi
pembuatan keputusan bernavigasi di atas kapal dan diberikan tepat pada
waktu yang diperlukan.

Sumber : Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok


Gambar 4.8 Vessel Traffic Service

Layanan VTS menyangkut manajemen operasional lalu lintas dan


perencanaan pergerakan kapal di di wilayah cakupan VTS. Hal ini
bertujuan meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi.
Berdasarkan ketentuan Internasional Association of Marine Aids to
Navigation and Lighthouse Authorities (IALA) pelayanan VTS
menyediakan informasi seperti identitas, posisi dan informasi lalu lintas di
alur kondisi, cuaca dan bahaya, atau faktor lainnya yang dapat
34

mempengaruhi perjalanan kapal. Ada 3 layanan yang disediakan dalam


VTS yaitu:
a. Information Service (INS)
Merupakan pelayanan untuk menjamin tersedianya informasi penting
dalam waktu yang tepat untuk membantu kapal membuat proses
keputusan kenavigasian.
b. Navigational Assistance Services (NAS)
Merupakan suatu layanan untuk membantu proses pembuatan
keputusan kenavigasian diatas kapal khususnya dalam kesulitan
kenavigasian atau keadaan meteorologi atau dalam hal adanya kelainan
atau penyimpangan kenavigasian.
c. Traffic Organisation Services (TOS)
Merupakan suatu pelayanan untuk mencegah berkembangnya situasi
yang berbahaya dan menyediakan informasi untuk keselamatan dan
efisiensi gerakan lalu lintas kapal dalam wilayah VTS. Pengaturan lalu
lintas tentang perencanaan manuver kapal dan keterangan-keterangan
khusus pada waktu terjadi kemacetan atau bilamana gerakan angkutan
khusus bisa berpengaruh terhadap kelancaran lalu lintas kapal.
Pelayanan Navigational Assistance Service berupa layanan untuk
membantu pembuatan keputusan di atas kapal atau membantu kegiatan
bernavigasi (olah gerak) di dalam cakupan wilayah VTS serta
memonitor dampak dari olah gerak kapal tersebut.
Fasilitas VTS juga menyediakan layanan Traffic Organization
Service. “Yakni layanan yang diberikan untuk mengatur pergerakan
lalulintas kapal di dalam wilayah cakupan VTS agar menjadi aman,
efisien dan tidak membahayakan lingkungan serta mencegah terjadinya
situasi lalu lintas pelayaran yang berbahaya.
Tiga layanan mendasar tersebut terkonstruksi melalui komunikasi
radio antara operator VTS dengan kapal. Sepanjang kapal itu dilengkapi
dengan Automatic Identification System (AIS) dan diaktifkan AIS
tersebut maka komunikasi bisa dengan mudah terjadi.
35

Dengan menggunakan sarana VTS memungkinkan untuk


identifikasi dan pemantauan kapal, perencanaan strategis pergerakan
kapal dan penyediaan informasi serta bantuan navigasi. Hal ini juga
dapat membantu dalam pencegahan polusi dan koordinasi
penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut atau area
pelabuhan.
Tujuan pengoperasian (VTS) adalah:
a. Sebagai jendela informasi penting yang digunakan dalam percepatan
pelayaran di wilayah kerja di DLKp / DLKr
b. Penyebaran informasi penting kepada kapal-kapal yang sedang
berlayar sebagai saran untuk kapal dalam mengambil keputusan.
c. kontibusi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di
lingkungan kementrian perhubungan
d. Untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi navigasi, serta untuk
melindungi lingkungan laut dan/atau wilayah pantai di sekitarnya,
lokasi kerja, serta instalasi lepas pantai dan kemungkinan dampak
negative dalam lalu lintas pelayaran. VTS juga berperan penting
dalam keamanan pelayaran.

Beroperasi selama 24 jam setiap hari, VTS yang dilengkapi radar dan
CCTV dapat memantau sekaligus merekam pelanggaran atau tindak
pidana diperairan. Penyelundupan, pembajakan, pencemaran perairan dan
transaksi ilegal dapat diketahui secara visual dan otomatis direkam.
Karena juga dilengkapi dengan CCTV, maka dapat diketahui pula situasi
real time areal pelabuhan. Jadi tidak hanya pergerakan kapal, VTS ini
dapat mengetahui pergerekan kendaraan, barang dan orang di pelabuhan.
Data visual juga otomatis terekam.
Efisiensi dari VTS akan tergantung pada keandalan dan kontinuitas
komunikasi tergantung pada kemampuan sistem untuk mendeteksi situasi
bahaya yang berkembang dan kemampuan untuk memberikan peringatan
36

tepat waktu akan munculnya bahaya navigasi tersebut. Secara khusus


pelayanan VTS berkontribusi untuk:
a. Mencegah insiden dari berkembangnya situasi alur pelayaran
b. Mencegah berkembangnya suatu insiden menjadi kecelakaan di area
tersebut.
c. Mencegah kecelakaan berkembang menjadi musibah yang lebih parah
atau buruk.
d. Mengurangi konsekuensi dari insiden, kecelakaan dan musibah yang
lebih buruk, dan tidak seperti alat bantu navigasi lainnya, VTS memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan di atas kapal. VTS dimungkinkan untuk mendeteksi
perkembangan situasi yang langsung berhubungan antara kapal-kapal
atau kapal berada dalam situasi yang berbahaya dan dengan demikian
dapat mengingatkan kapal-kapal tersebut sesuai dengan kondisi yang
mereka hadapi. Dalam beberapa kasus VTS, dapat memberikan saran
atau bahkan memerintahkan kapal untuk mengambil keputusan
menghindari situasi bahaya tertentu. Setiap intruksi atau saran yang
dikeluarkan oleh VTS merupakan berorientasi kepada hasil akhir yaitu
keselamatan dalam pelayaran di di area VTS tersebut pada khususnya.
Menurut hasil penelitian para ahli, kurang lebih 80% kecelakaan dalam
dunia maritim dapat dikaitkan dengan faktor manusia, sehingga
diharapkan dengan adanya VTS memberikan nilai tambah melalui
keterlibatan dan interaksi dengan VTS dapat memeberikan
perlindungan ekstra bagi kapal-kapal yang melintasi daerah tersebut,
juga peningkatan keamanan untuk pelabuhan setempat.
Fungsi lain VTS melindungi lingkungan, pengamatan,
pendeteksian, dan penjejakkan kapal di wilayah cakupan VTS. VTS
juga berfungsi untuk pengaturan informasi umum, pengaturan informasi
khusus, dan membantu kapal-kapal yang membutuhkan bantuan
khusus.
37

Dari informasi yang ada dapat disimpulkan, bahwa aplikasi VTS


cukup penting dalam meningkatkan sistem keamanan, keselamatan, dan
efektifitas operasi armada pelayaran dengan sistem pengawasan setiap
saat (24 jam). Namun menurut pada ketentuan yang ada dan
mempertimbangkan besarnya biaya investasi yang dibutuhkan,
penerapan sistem ini pada kapal-kapal kecil < 500 GT untuk pelayaran
dalam negeri dan < 300 GT untuk pelayaran internasional, diperlukan
kebijakan dan evaluasi lebih lanjut oleh pihak pemegang otoritas/
Pemerintah.
Kapal-kapal dalam kelompok berikut ini yang melakukan suatu
pelayaran diantara kategori pelayaran di wilayah VTS adalah Wajib
berpartisipasi pada VTS yaitu kapal-kapal dengan bobot 300 GT atau
lebih, kapal penumpang SOLAS, kapal-kapal dengan panjang 30 m atau
lebih atau yang sedang menarik/mendorong dengan kombinasi panjang
30 m atau lebih dan kapal-kapal segala ukuran yang sedang membawa
cargo yang masuk dalam salah satu kategori berikut ini:
a. Barang yang di klarifikasikan berbahaya pada aturan International
Maritime Dangerous Goods (IMDG)
b. Bahan yang di klarifikasikan pada Bab 17 aturan International Code
For The Construction and Equipment For Ship Carrying Dangerous
Chemicals In Bulk (IBC) dan Bab 19 aturan International Code For
The Construction and Equipment For Ship Carrying Liqiefied Gases
In Bulk (IGC).
c. Minyak sesuai definisi pada Marpol Annex I.
d. Bahan beracun sesuai definisi pada Marpol Annex II.
e. Bahan merusak sesuai definisi pada Marpol Annex III.
f. Bahan radio aktif yang dinyatakan pada aturan pengangkutan yang
aman bagi Imadiated Nuclear Fuel (INF).
Dan pengecualian bagi kapal angkatan perang NKRI dan kapal
penunjang kapal peranga Negara (Naval Auxiliaries), kapal Patroli
Negara, Kapal Kenavigasian, dan kapal SAR.
38

2. Vessel Traffic Service (VTS) dalam berkomunikasi dan memberikan


informasi diwilayah kerjanya
a. Informasi yang diberikan VTS
Untuk menjaga keselamatan pelayaran di alur pelayaransempit,hal
yang sangat penting dilakukan oleh pihak VTS adalah memberi
informasi kepada kapal-kapal yang akan masuk ke alur pelabuhan atau
seblaiknya. Langkahini di ambil untuk menjaga alur tetap aman dan
tanpa kendala untuk di lewati oleh kapal serta pada saat kapal-kapal
hendak berpapasan jauh dari resiko tubrukan atau kandas karena
kondisi alur yang mendukung.
Informasi-informasi yang di berikan oleh VTS bagi kapal-kapal
disekitar area VTS antara lain:
1) Sehubungan dengan kondisi alur pelayaran dalam tahap ini
perhitungan draught kapal yang akan masuk atau sebaliknya dari
pelabuhan itu harus dihitung dengan kedalaman perairan dialur
pelabuhan dengan pertimbangan kedalaman alur pada saat itu, tinggi
air pasang atau rendahnya air surut pada saat itu, dan juga draught
kapal yang akan melintasi alur pelabuhan, sehingga pihak VTS bisa
memutuskan kapal yang akan meninggalkan pelabuhan ataupun yang
akan memasuki pelabuhan dengan draught yang dimiliki boleh
masuk pada jam berapa ataupun amannya pada waktu kapan.
2) Sehubungan dengan tempat berlabuhnya kapal di area pelabuhan
Semua kapal yang hendak berlabuh sementara menunggu giliran
untuk bersandar di dermaga, maka kapal-kapal yang akan berlabuh
harus berkoordinasi dengan pihak VTS. Pihak VTS dalam hal ini
berwenang untung memerintahkan atau memberi saran kepada kapal
yang hendak berlabuh di daerah yang tidak menghalangi alur keluar
masuk kapal dari dan kepelabuhan. Dalam penataan tempat berlabuh
kapal di area pelabuhan mulai dari outerbar sampai di kawasan
pelabuhan, pihak VTS sudah menentukan tempat dimana saja boleh
39

melakukan anchor, setelah itu kapal akan memberikan tindakan


setelah menerima arahan dari VTS.
3) Informasi tentang keamanan pelayaran antara kapal ke kapal Bila
ada kapal yang akan menghadapi situasi berpapasan dengan kapal-
kapal di alur pelayaran atau pelabuhan, maka pihak VTS
menghubungi salah satu dari kapal yang akan berpapasan dengan
kapal tersebut, Jenis kapal apa serta TCPA nya, untuk kelanjutannya
pihak VTS memberikan kepercayaan penuh kepada kedua kapal
tersebut untuk berkomunikasi langsung dengan kapal tersebut
sehubungan yang akan di hadapi dengan situasi berpapasan di antara
kapal-kapal tersebut.
4) Memberikan informasi peringatan kekapal yang sedang berlayar
Dalam hal akan memberikan peringatan ke kapal-kapal yang sedang
berlayar di di alur pelayaran sempit khususnya pihak VTS harus
selalu memonitoring pergerakan setiap kapal untuk memastikan
bahwa kapalkapal yang sedang berlayar di alur tetap dalam jalur
yang aman untuk dilewati.
Apabila ada salah satu dari sekian kapal yang sedang berlayar di
alur melakukan penyimpangan ataupun keluar dari alur, maka VTS
wajib menghubungi kapal tersebut melalui radio VHF untuk
menghindari terjadinya kandas atau pun bahaya lainnya. Adapun hal
yang dilakukan oleh pihak VTS kepada kapal yang keluar dari jalur
aman segera menginformasikan kapal yang bersangkutan untuk segera
memasuki jalur yang aman, untuk di VTS sendiri bila kapal sejajar atau
posisi akan saling bertubrukan maka alarm di Monitor AIS di VTS akan
berbunyi sehingga operator VTS akan segera kepada kapal yang
bersangkutan.
Dari semua pembahasan di atas bahwa interaksi dan komunikasi
bukan merupakan hal yang unik bagi VTS, untuk itu diperlukan ide dan
gagasan dari sektor lain, seperti sektor penerbangan untuk dapat
menjembatani perkembangan dan peningkatan yang terjadi, serta untuk
40

mengharmonisasikan pedoman komunikasi dan fraseologi. Untuk itu


dibutuhkan prosedur komunikasi VTS yang berdiri sendiri untuk
memfasilitasi transfer informasi yang jelas dan pasti, peran VTS dalam
memberikan layanan bernavigasi ialah untuk meningkatkan
keselamatan berbagai kegiatan di laut termasuk kegiatan pelayaran,
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan hayati serta pelestarian
lingkungan hidup.
b. Komunikasi Sesuai Standard Marine Commmunication Phrases
(SMCP) VTS.
Untuk menjadi seorang pelaut internasional yang bekerja di kapal-
kapal berbendera Eropa, Amerika atau Australia, maka seorang pelaut
harus memahami Standard Marine Commmunication Phrases
(Kalimat-Kalimat Baku Komunikasi Laut) atau yang lebih dikenal
dengan SMCP. Berdasarkan Konvensi Internasional STCW 1978
(revisi 1995) SMCP menjadi syarat bagi para perwira meskipun hanya
beroperasi di kapal nasional yang bertugas melaksanakan pengawasan
navigasi kapal di atas 500GT.
Pembuatan draught awal SMCP sebenarnya sudah dimulai sejak 10
Juni 1997. Dan sebelum adanya SMCP, maka para pelaut internasional
menggunakan Standard Marine Navigational Vocabulary (Kosakata
Baku Navigasi Laut) atau yang dikenal sebagai SMNV. SMNV terakhir
disetujui oleh IMO pada 1985. SMCP adalah wujud pengembangan dari
SMNV sehingga terdapat tambahan dan penyempurnaan terhadap
SMNV. Baik SMNV dan SMCP memiliki 2 tujuan yang sama yaitu
membantu secara penuh keselamatan navigasi dan arah kapal dan
menjadi bahasa baku yang digunakan dalam komunikasi navigasi
dilaut, pelabuhan, perairan dan kapal dengan kru multibahasa.

Sama halnya dengan pelaut, dalam berkomunikasi operator VTS


harus memahami dan fasih dalam berkomunikasi dengan kapal-kapal
yang berada dalam cakupan area VTS, Oleh karena itu operator VTS
41

harus berkomunikasi dengan SMCP yang ada. operator VTS harus


benar-benar menguasai cara berkomunikasi sebab apabila terjadi
kekeliruan saja maka akan berakibat fatal pada kapal kapal yang
berlayar.
Operator VTS dituntut dapat Melaksanakan komunikasi dengan
kapal-kapal sesuai petunjuk untuk pelayanan informasi, pelayanan
bantuan navigasi, pelayanan organisasi lalu lintas yang disediakan
masing-masing VTS sesuai dengan yang dituangkan dalam SOP.
Melaksanakan pelayanan informasi, sesuai permintaan kapal ketika
dipandang perlu, sebagai contoh adanya perubahan yang mendadak
pada kondisi cuaca. Melaporkanan kegiatan yang sedang berkembang
kepada yang berkompeten guna penanganan yang lebih cepat sesuai
dengan yang dituangkan dalam SOP, dan memastikan data-data yang
dibutuhkan guna penarikan PNBP VTS.
Adapun contoh komunikasi VTS kepada kapal lain sesuai SMCP di area
Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok Sebagai berikut:
VTS : Nama kapal/Call Sign (2x)
This is Tanjung Priok VTS (2x) ,on channel 16
Over
Kapal : Tanjung Priok VTS
This is Nama kapal/Call Sign
Over
VTS : Nama kapal
This is Tanjung Priok VTS
Change to Channel 68
Over
Kapal : Tanjung Priok VTS
This is Nama kapal Agree to change channel 68
Over
VTS : Nama kapal
This is Tanjung Priok VTS
42

What is your last port? (Dimana pelabuhan terakhir yang anda


singgahi?).
What is your destination? (Kemana tujuan kapal anda?)
What is your next port? (Dimana pelabuhan tujuan anda?)
What is your speed? (Berapa kecepatan kapal anda?)
What is your ETA? (Jam berapa kapal anda tiba di pelabuhan?)
What is your ETD? (Jam berapa perkiraan kapal anda berangkat?)
What is your flage state? (Apa bendera kapal anda?)
What is your position? (Dimana posisi anda sekarang?)
What is your Cargo? (Apa isi cargo/tanker kapal anda?)
Over.
VTS : Nama kapal
This is Tanjung Priok VTS thank you for information stand by
channel 16
Over

Dalam memberikan informasi atau berkomunikasi operator VTS


ataupun kapal harus berkomunikasi dengan kalimat yang jelas dan tidak
cepat agar mudah di mengerti satu sama lain,apabila ada kata ataupun
kalimat yang tidak jelas pada saat berkomunikasi kita bisa meminta
kapal atau pun operator VTS untuk mengulang kata yang kita berikan.

3. Konstribusi Vessel Traffic Service (VTS) Bagi Negara


Indonesia saat ini memiliki 21 VTS yang tersebar di seluruh
wilayah Distrik Navigasi di Indonesia guna meningkatkan pelayanan
keselamatan dan keamanan dalam berlayar di perairan indonesia.
Pembangunan VTS ini dimaksudkan untuk menyediakan bantuan kepada
industri pelayaran di alur pelayaran padat dan sibuk serta mempunyai
tingkat resiko yang tinggi. Bukan tanpa maksud, Indonesia membangun
VTS juga berguna untuk negara karena menerima PNBP dari setiap
kapal-kapal yang menggunakan jasa VTS dalam berlayar. PNBP adalah
43

seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan


perpajakan. PNBP diantaranya adalah sumber daya alam, bagian
pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak
lainnya.
Setiap anggaran kementerian negara atau lembaga pada dasarnya
mempunyai PNBP, yang bersifat umum tidak berasal dari pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya, antara lain seperti penerimaan hasil
penjualan barang inventaris kantor yang tidak digunakan lagi,
penerimaan hasil penyewaan barang milik negara, hasil penyimpanan
uang negara pada bank pemerintah atas jasa giro, penerimaan kembali
uang persekot gaji atau tunjangan, selain penerimaan umum tersebut
masih ada lagi PNBP yang bersifat fungsional yaitu penerimaan yang
berasal dari hasil hasil pungutan kementerian negara atau lembaga atas
jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya
dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan
funsional tersebut terdapat pada sebagian besar kementerian negara atau
lembaga, namun macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian
negara atau lembaga dengan kementerian negara atau lembaga lainnya,
tergantung kepada jasa pelayanan yang diberikan oleh masing-masing
kementerian negara atau lembaga.
PNBP dipungut atau ditagih oleh Instansi Pemerintah dengan
perintah UU atau PP atau penunjukan dari Menteri Keuangan,
berdasarkan Rencana PNBP yang dibuat oleh Pejabat Instansi
Pemerintah tersebut. PNBP yang telah dipungut atau ditagih tersebut
kemudian disetorkan ke kas negara dan wajib dilaporkan secara tertulis
oleh Pejabat Instansi Pemerintah kepada Menteri Keuangan dalam
bentuk Laporan Realisasi PNBP Triwulan yang disampaikan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan tersebut berakhir. Untuk satker
yang berstatus Badan Layanan Umum, tidak seluruh PNBP harus disetor
ke kas negara, namun boleh dikelola sendiri oleh satuan kerja yang
bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup diaudit.
44

Dasar hukum pungutan PNBP VTS, yakni Undang Undang No. 17


Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010
Tentang Kenavigasian, Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2015 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak di lingkungan Kementerian
Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 69 Tahun 2015
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang
Berlaku Pada Ditjen Perhubungan Laut.
Tarif PNBP VTS berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun
2015 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dilingkungan
Kementerian Perhubungan yaitu:
a. Angkutan laut luar negeri :
1) Untuk kapal hingga 5000 GT per kapal 20 dolar AS
2) Untuk kapal di atas 5000 GT – 10.000 GT per kapal 25 dolar AS
3) Untuk kapal di atas 10.000 GT per kapal 30 dolar AS
b. Angkutan laut dalam negeri :
1) Untuk kapal hingga 300 GT per kapal R 75.000
2) Untuk kapal di atas 300 GT – 1000 GT per kapal Rp 100.000
3) Untuk kapal di atas 1000 GT – 3000 GT per kapal Rp 125.000
4) Untuk kapal di atas 3000 GT – 5000 GT per kapal Rp 150.000
5) Untuk kapal di atas 5000 GT – 10.000 GT perkapal Rp 175.000
6) Untuk kapal di atas 10.000 GT per kapal Rp 200.000.

Untuk besaran tarif dari masing-masing jenis PNBP, sesuai dengan


yang ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. PP 15 Tahun
2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang berlaku di
Kemenhub.
Hal lain yang diatur dalam peraturan tersebut yaitu, disebutkan bahwa tarif
PNBP hanya dikenakan pada kegiatan kepelabuhanan yang bersifat
komersil. Sedangkan untuk kegiatan kepelabuhanan yang non komersil,
dapat dikenakan tarif PNBP sampai 0 (nol) Rupiah, seperti misalnya,
kegiatan kenegaraan, tugas pemerintahan tertentu, pencarian dan
45

pertolongan bencana alam dan bantuan kemanusiaan, kepentingan umum


dan sosial, bersifat nasional dan internasional, atau usaha mikro, kecil dan
menengah.
Setelah diberlakukannya PP tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP
yang berlaku di Kemenhub, penerimaan PNBP Ditjen Perhubungan Laut
meningkat dengan signifikan. Dari data PNBP, Ditjen Perhubungan Laut,
pada Tahun 2015, dari target Rp. 620 miliar, realisasinya melebihi target
yaitu mencapai Rp 1,6 triliun. Diharapkan dengan perbaikan jenis dan
besaran tarif PNBP sebagaimana yang diatur dalam PM 77 tahun 2016 ini,
diharapkan pemasukan negara dari PNBP semakin meningkat dan lebih
besar lagi. Tentunya pemasukan tersebut nantinya digunakan kembali
untuk peningkatan-peningkatan, baik dari aspek keselamatan, kapasitas,
maupun pelayanan di sektor perhubungan laut sesuai fokus kerja
Kemenhub.
PNBP Sangat bermanfaat sekali untuk pembangunan negri ini untuk
pembangunan indonesia yang lebih baik. Semua pendapatan negara
digunakan sebagai sumber penerimaan dalam APBN yang nantinya akan
digunakan untuk membiayai belanja pemerintah. Pendapatan negara terdiri
dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta hibah.
PNBP yang dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan negara adalah
semua penerimaan negara yang tidak bersumber dari perpajakan.

4.3 Hasil
1. Dengan menggunakan sarana VTS memungkinkan untuk identifikasi dan
pemantauan kapal, perencanaan strategis pergerakan kapal dan
penyediaan informasi serta bantuan navigasi. Hal ini juga dapat
membantu dalam pencegahan polusi dan koordinasi penanggulangan
keadaan darurat tumpahan minyak di laut atau area pelabuhan. Efisiensi
dari VTS akan tergantung pada keandalan dan kontinuitas komunikasi
serta kemampuan untuk memberikan informasi yang akurat dan jelas.
Kualitas dari pencegahan kecelakaan di area pelayaran atau pelabuhan
46

tergantung pada kemampuan sistem untuk mendeteksi situasi bahaya


yang berkembang dan kemampuan untuk memberikan peringatan tepat
waktu akan munculnya bahaya tersebut.
2. Pemanfaatan pemakaian VTS bagi pelayaran di pelabuhan Tanjung
Priok, membantu memberikan informasi dan pesan untuk kapal-kapal
membantu memberikan pesan peringatan mengenai bahaya navigasi dan
meteorologi, dan membantu mengatur lalu lintas kapal yang luas dalam
suatu pelabuhan atau perairan tertentu. Fasilitas sarana sistem VTS di
Pelabuhan Tanjung Priok terdiri dari radar, kamera pengawas CCTV),
perangkat radio komunikasi VHF dan sistem pengenalan otomatis AIS
untuk memantau pergerakan kapal dan menyediakan informasi
keselamatan berlayar dalam suatu area pelayaran yang terbatas, dan
Instalasi Kapal Negara, serta serta Armada Kapal Negara Kenavigasian.
3. Dengan adanya pergerakan kapal yang menggunakan jasa VTS Tanjung
Tanjung Priok juga memberikan sumbangsih cukup besar terhadap
perekonomian negara dalam bentuk PNBP, VTS merupakan sarana vital
yang mempunyai peran sangat penting dalam kegiatan lalu lintas laut
bagi kapal-kapal. Dengan adanya VTS maka bahaya navigasi yang ada di
laut dapat terdeteksi dan dengan cepat dapat diinformasikan secara jelas
ke kapal kapal yang ada.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dengan memperhatikan permasalahan yang telah diuraikan
terlebih dahulu, maka penulis dapat menyimpulkan fungsi dan peranan
Vessel Traffic Service (VTS) sebagai sarana bantu pelayaran guna
meningkatkan keselamatan berlayar di wilayah Teluk Jakarta adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengurangi tingkat kecelakan kapal di laut bahwa VTS, berperan
cukup penting dalam meningkatkan sistem keamanan, keselamatan,
efisiensi bernavigasi, perlindungan lingkungan, penjejakan kapal di di
wilayah cakupan VTS, dan efektifitas operasi armada pelayaran dengan
sistem pengawasan setiap saat (24 jam).
2. Kesamaan bahasa antara operator VTS dan awak kapal sangatlah penting
guna mengindari kesalahpahaman antara keduanya maka dari itu
komunikasi yang dilakukan harus sesuai dengan Standard Marine
Comunication Phrases (SMCP) yang telah di terapkan.
3. Kontribusi VTS, untuk negara yaitu ikut berpartisipasi dalam pembangun
Indonesia melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sangat
bermanfaat, karena digunakan sebagai sumber penerimaan dalam
Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nantinya akan
digunakan untuk membiayai belanja pemerintah.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis ambil dari permasalahan
terebut. Maka penulis memberikan beberapa saran yang mungkin dapat
dipertimbangkan untuk kebaikan bersama. Berikut beberapa saran penuli :
1. Dalam upaya meningkatkan Keselamatan dan Keamanan di laut
hendaknya VTS dalam memberikan pelayanan kepada kapal-kapal di

47
48

area wilayahnya harus selalu siap terhadap situasi dan keadaan yang
terjadi saat itu.
2. Meningkatkan peralatan navigasi dan komunikasi yang belum
ada,sehingga dapat meningkatkan kinerja VTS dalam melayani kapal-
kapal dalam negeri maupun luar negeri. yang memasuki wilayah
cakupan VTS Tanjung Priok.
3. Mensosialisasikan terkait anggaran yang harus dibayar oleh kapal-kapal
yang menggunakan jasa VTS, dan transparansi dalam mengelola
anggaran yang telah diterima dari hasil PNBP agar perusahaan atau
instansi yang menggunakan jasa VTS merasakan kegunaan atas biaya
yang telah mereka keluarkan.
49

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Cepi, Safruddin AJ. 2018. Evaluasi Program Pendidikan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Kamus Besar Bahasa Idonesia, Tahun 2007 tentang Peranan, bagian dari tugas
utama yang harus dilaksanakan.

Menurut IMO Publication tentang Safety of Life At Sea (SOLAS) Regulation


Tahun 1974/1978. tentang sebuah konvensi internasional untuk
keselamatan penumpang di laut.

Peraturan Pemerintah Indonesia 2001. Peraturan Pemerintah Nomor KM 33


Tahun 2001 tentang Penyelengaraan dan Pengusahaan Angkutan
Laut. Jakarta: Kemenhub.

___________________________. 2006. Peraturan Pemerintah Nomor KM 30


Tahun 2006. tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi. Jakarta:
Kemenhub.

__________________________. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun


2008 tentang Pelayaran. Jakarta: Kemenhub.
__________________________. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun
2009 tentang Kepelabuhan. Jakarta: Kemenhub.

__________________________. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun


2009 tentang Standar Kapal Non. Konvensi (Non Convention Vessel
Standard). Berbendera Indonesia. Jakarta: Kemenhub

__________________________. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun


2010 tentang Angkutan di Perairan.

__________________________. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun


2010 tentang Kenavigasian. Jakarta: Kemenhub.

Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan Nomor:


SK.225/DL.002/II/Diklat. Tahun 2010 tentang Standar Pelatihan Dasar
Keselamatan (Basic Safety Training/BST) Khusus Awak Kapal dan
Pekerja pada Kapal Layar Motor (KLM) dan Kapal Penangkap Ikan
Dalam Negeri.

Peraturan Pemerintah Indonesia 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun


2011 tentang SBNP, Jakarta: Kemenhub
50

_________________. 2011. Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2011 tentang


Telekomunikasi. Jakarta: Kemenhub.

_________________. 2015. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015. tentang


Standar Keselamatan Pelayaran Meliputi Sumber Daya Manusia (SDM),
sarana dan prasarana, Standar Operasional Prosedur (SOP), lingkungan
serta sanksi. Jakarta: Kemenhub.

Menurut IMO Publication tentang Safety of Life At Sea (SOLAS) Regulation


Tahun 1974/1978. tentang sebuah konvensi internasional untuk
keselamatan penumpang di laut.

Pieter Baitti. 2000. Peralatan keselamatan yang sesuai dengan aturan yang
berlaku.

Sugiyono. 2012. Observasi.

V. Wiratna Sujarweni. 2015. Metode wawancara.

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran


Nasional.

IALA Vessel Traffic Services Manual 2008.

IMO. (2010). ISM code, international safety management code and guidelines on
implementation of the ISM code. IMO Publishing.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: PY.66/1/2-02 tentang


Persyaratan Keselamatan Kapal Layar Motor (KLM) berukuran Tonase
Kotor sampai dengan GT 50
51

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Gambar 1. Anjungan KN EDAM


52

LAMPIRAN 2

Gambar 2. Ruangan Pengecekan Alur


53

LAMPIRAN 3

Gambar 3. Surat Keterangan Sign Off Prada

Anda mungkin juga menyukai