Pesantren sebagai Komponen Pertahanan Bangsa dalam Menghadapi
Ancaman Perang di Masa Depan
Oleh: Saleha Mufida
Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, berbagai aspek kehidupan masyarakat di
dunia mengalami perubahan, baik ke arah yang positif maupun sebaliknya, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Salah satu dari sekian banyak aspek adalah moralitas dan akhlak anak usia remaja. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari proses globalisasi yang menyebabkan pertukaran informasi, produk, pemikiran, dan budaya dapat bergerak tanpa batas, terlebih didukung oleh kemajuan teknologi menyebabkan anak-anak remaja dapat dengan mudah menerima dan menelan informasi secara mentah. Padahal ancaman perang di masa depan sangat erat kaitannya dengan perang informasi yang bertujuan mengubah pola pikir suatu masyarakat dan mengendalikan perilakunya. Sebuah contoh dampak dari perang informasi, sebagian masyarakat ter-mindset bahwa budaya bangsa tertentu lebih unggul, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menirunya, meski menabrak nilai dan moral yang berlaku. Hari ini, perangkat teknologi informasi seperti handphone, laptop, TV ataupun komputer yang terhubung dengan internet semakin sulit dipisahkan dari kehidupan anak remaja, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan/online). Tentu tidak semua siswa dapat berkonsentrasi belajar ketika perangkat yang digunakannya bisa dipakai untuk main game atau hanya sekedar untuk membuka media sosial. Berdasarkan studi dari seorang mahasiswa UIN Raden Intan Lampung pada kalangan remaja di Pekon Kota Agung tahun 2018, diperoleh data bahwa penggunaan handphone memiliki dampak negatif yakni penurunan moralitas dan perubahan perilaku remaja, seperti mengabaikan perintah orang tua, melakukan tindakan asusila, meniru budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai moral bangsa, serta memiliki perilaku konsumtif. Jika dipahami secara sederhana, penurunan moralitas akibat penggunaan teknologi terkesan tidak berdampak besar bagi bangsa dan negara. Namun, jika dipahami lebih luas, hal ini dapat menghancurkan eksistensi serta pertahanan bangsa dari dalam. Penurunan moralitas yang dimaksud ialah berupa peningkatan tindak pidana korupsi dari para pejabat yang menghabiskan uang rakyat meski telah dipercaya, kejahatan asusila yang dilakukan kepada anak keturunan sendiri, penipuan bahkan pencurian yang dimotivasi oleh perilaku konsumtif, pembunuhan yang dilakukan kepada orang tua maupun pasangan karena tidak mampu mengendalikan emosi, hingga suap dari para pengusaha terhadap para penguasa untuk melanjutkan bisnisnya, meski harus merusak lingkungan tanah air Indonesia. Hal tersebut merupakan ancaman nyata bagi bangsa yang harus disadari oleh seluruh warga negara Indonesia, sebab kehancuran sebuah negara tidak mesti disebabkan oleh serangan musuh dari luar, tapi bisa jadi karena kerusakan dari dalam. Mengambil pelajaran dari keruntuhan Uni Soviet. Untuk menghadapi ancaman tersebut dan mempertahankan eksistensi negara Indonesia, pesantren hadir di tengah-tengah masyarakat dan tak lekang oleh tuntutan zaman, mempersiapkan pribadi putra-putri bangsa yang bukan hanya memiliki ilmu pengetahuan mendalam, tetapi juga memiliki moral yang tinggi. Kondisi dunia yang semakin tidak menentu atau belakangan sering disebut dengan istilah VUCA (vulnerability, uncertainty, complexity, ambiguity), khususnya akibat pandemi Covid-19 telah mencegah para pembelajar untuk berkumpul dalam majlis ilmu, bertatap muka dengan guru, dan memperkuat ukhuwah dengan teman sejawat melalui diskusi terbuka yang bebas, namun visioner. Beruntungnya, itu tidak untuk berlaku untuk pesantren, lembaga pendidikan ini mampu melanjutkan proses pembelajaran dengan normal dan optimal, di kala sekolah-sekolah lain harus tutup dan memindahkan kegiatan pembelajarannya dari rumah. Pesantren memberikan pendidikan kepada seluruh santri selama 24 jam full time, bukan hanya menjalankan proses pengajaran semata. Pesantren melahirkan pemuda pemudi yang berbudi luhur, bukan hanya berwawasan luas. Pesantren membebaskan santri berkreasi, membolehkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, meski tetap dengan prinsip mengawasi dan membatasi. Pesantren adalah pertahanan bangsa dari ancaman degradasi moral akibat globalisasi.