PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran. Kemauan
dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal maksudnya tingkat kondisi dan situasi serta
kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan harus selalu
diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Berbagai upaya perlu dilakukan
dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
diantaranya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat secara luas dan terdistribusi merata.
Kesehatan adalah kondisi sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap
manusia berusaha menjaga agar hidupnya tetap sehat. Upaya peningkatan kualitas
dari tenaga kesehatan sangat dibutuhkan agar tercapainya peningkatan
pembangunan nasional khususnya dibidang kesehatan, serta meningkatkan mutu
sumber daya manusia yang dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan
tercapai masyarakat yang sehat pula.
Banyak instansi dan yayasan yang menyediakan tenaga kesehatan dalam
berbagai bidang. Dalam upaya peningkatan kualitas tenaga teknis kefarmasian
yang siap pakai, maka diperlukan penunjang kegiatan belajar mengajar di luar
kampus. Salah satunya seperti Praktek Industri (PI). Yang mana saat praktik
industri merupakan wadah bagi mahasiswa-mahasiswi untuk menimba ilmu dan
sebagai pengalaman.
Dengan adanya praktek industri mahasiswa-mahasiswi mampu berkomunikasi di
dunia pekerjaannya sehingga mengetahui permasalahan di lapangan dan cara
mengatasinya. Disamping itu, praktik industri merupakan sarana informasi
pendidikan kesehatan bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat
1
menyumbangkan keterampilan dibidang farmasi dan mampu bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya.
Praktek Industri (PI) adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan
keahlian yang memadukan secara sistemik dan sinkron program penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui profesional tertentu. Dimana mahasiswa yang
bersangkutan ditempatkan disuatu institusi dalam jangka waktu tertentu, sehingga
mahasiswa lebih jelas dan mengetahui fungsi dan kedudukannya dalam dunia
industri sebagai tenaga siap pakai yang terjun langsung ke masyarakat tanpa
menghadapi hambatan.
Praktek Industri (PI), mengandung makna bahwa kegiatan ini menjadi
tanggung jawab bersama antar pihak kampus dan masyarakat atau dunia kerja. Di
lingkungan kampus dan lingkungan dunia kerja, semua sistem pendidikan/ pelatihan
yang berlangsung di dunia kerja dievaluasi oleh dunia kerja.
2
1.2 TUJUAN PRAKTEK PERAPOTEKAN
Tujuan Khusus
1. Mengembangkan dan menerapkan disiplin ilmu pengetahuan
mahasiswa dan mahasiswi yang telah diperoleh selama kuliah
pada unit-unit pelyanan farmasi pada masyarakat sesuai dengan
profesinya.
2. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk
menerapkan ilmu yang telah diperoleh ke dalam semua kegiatan
yang terdapat pada apotek secara nyata.
3. Melatih dan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon tenaga
teknis kefarmasian (TTK) yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, inisiatif dan memiliki etos kerja yang tinggi serta
bertanggung jawab.
4. Agar mahasiswa dan mahasiswi memperoleh pengetahuan yang
belum pernah didapatkan selama proses perkuliahan.
Tujuan Umum
1. Mempelajari semua struktur dalam suatu Apotek, mulai dari
pembangunan.
2. Melatih mahasiswa dan mahasiswi agar dapat berkomunikasi,
bersosialisasi dan mengembangkan mental dengan baik dalam
lingkungan kerja.
3. Mengajarkan kepada mahasiswa dan mahasiswi tentang
pentingnya kerjasama dalam dunia kerja.
4. Mempelajari secara langsung kegiatan yang dilakukan di Apotek.
3
1.3 MANFAAT
a. Menghasilkan tenaga teknis kefarmasian yang profesional.
b. Meningkatkan citra dan kemandirian profesi tenaga teknis kefarmasian.
c. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Menambah wawasan mengenai dunia kefarmasian.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN APOTEK
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain
itu juga sebagai tempat pengabdian dan peraktek profesi apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian.
Menurut peraturan pemerintah (PP) No. 26 tahun 1965 apotek adalah suatu
tempat dimana dilakukan usaha - usaha dalam bidang kefarmasian. Kemudian di
rubah dengan keluarga PP No.25 tahun 1980 tentang perubahan PP No.26 tahun
1965 tentang apotek menjadi suatu tempat tertentu di lakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI)
No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan MenKes RI
No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
5
2.3 KETENTUAN UMUM PERUNDANG-UNDANGAN APOTEK
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional di bidang kesehatan perlu
dikembangkan peraturan yang baik mengenai pengelolaan apotek, sehingga
pemerintah dapat mengatur dan mengawasi persediaan, pembuatan, penyim-
panan, peredaran, pemakaian obat dan perbekalan farmasi.
6
yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola
Apotek dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan.
Pada peraturan ini ada beberapa kali mengalami perubahan, yang pertama kali
berlaku adalah perundang-undangan pada zaman Belanda (DVG Regleme) pasal
58 dan seterusnya. Pada tahun 1963 Pemerintah Indonesia menerbitkan UU No.7
Tahun 1965 mengenai pengelolaan dan perizinan Apotek dan kemudian
peraturan ini disempurnakan oleh PP No. 25 tahun 1980 beserta petunjuk
pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 278 tahun 1981 tentang
persyaratan Apotek No. 279 tahun 1981 tentang ketentuan dan tatacara
pengelolaan Apotek, SK Menkes RI No. 1332/ Menkes/ SK/ 2002, kemudian
peraturan yang dipakai sampai saat ini adalah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 pada Tahun 2009.
Berikut peraturan perundang-undangan mengenai Apotik dan Tenaga Teknis
Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 :
1. Pasal 33
Tenaga kefarmasian terdiri atas :
a.Apoteker,kefarmasiaan dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
2. Pasal 34
1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan pekerjaan Kefarmasian pada :
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa Industri Farmasi Obat, Industri
Bahan Baku Obat, Industri Obat Tradisional, Pabrik Kosmetika dan Pabrik
lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan
fungsi produksi serta pengawasan mutu.
7
b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan
melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi sediaan
farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau
c. Fasilitas pelayanan kefarmasian melalui praktek di Apotek, instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan Praktek Bersama.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
3. Pasal 35
1) Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus
memiliki keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian.
2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.
3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan Standar Prosedur
Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan.
4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pasal 38
1) Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang pendidikan.
2) Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki
Ijazah dari Institusi Pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
8
rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang
bersangkutan bekerja.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51, Pasal 5 tahun
2009, tentang Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi :
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi.
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi.
9
a. Obat Bebas
Obat yang dapat dibeli dengan bebas dan tidak membahayakan bagi si
pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan dan diberi tanda lingkaran bulat
berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
Ex : Panadol, Paracetamol, Mylanta dll.
b. Obat Bebas Terbatas
Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus
aslinya dari produsen / pabriknya dan diberi tanda bulat berwarna biru dengan
garis tepi hitam serta diberi peringatan (P no. 1 s/d P no.6)
Misalnya : mixagrif, orphen, miconazole, combantrin, bodrex dll.
c. Obat Keras
Obat keras adalah semua obat yang meliputi :
- Mempunyai takaran atau dosis maksimum ( DM ) / yang tercantum dalam
daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah.
- Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam
dan huruf “ K “ yang menyentuh garis tepinya.
- semua sediaan parentral/ injeksi/ infuse intravena.
- Semua obat baru kecuali dinyatakan oleh pemerintah ( DEPKES RI ) tidak
membahayakan.
Misalnya : yusimox, amoxicillin, sanprima, aciclovir, ambroxol dll.
d. Obat Psikotropika
Obat yang mempengaruhi proses mental, merangsang, atau
menenangkan, mengubah pikiran, perasaan, atau kelakuan orang.
Misalnya golongnan ekstasi, diazepam, barbital atau luminal.
e. Obat Narkotika
Obat yang diperlukan dalam bagian pengobatan dan IPTEK yang
dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat
merugikan masyarakat dan individu jika digunakan tanpa pembatasan dan
pengawasan dokter.
10
Misalnya : Candu/opium, morfin,petidin,metadon,codein, dll
f. OWA
Obat wajib apotek (OWA) adalah obat yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter oleh apoteker di apotek.
g. Obat Generik
Obat yang penamaannya didasarkan pada zat aktif yang terdapat pada
obat tersebut dan mempergunakan merek dagang.
h. Obat Generik Berlogo
Obat esensial yang tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang
mutunya terjamin karena diproduksi sesuai dengan persyaratan cara
pembuatan obat yang baik (CPOB) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksa Obat
dan Makanan Departemen Kesehatan.
Misalnya :dexanta, soldextam, kalmethason, microginon, imunos dll.
i. Obat Paten
Obat paten adalah obat yang menggunakan merek atau nama dagang
tertentu
Misalnya : mycoral, mefinal, ketokonazole, captopril,cefadroxil dll.
j. Jamu
Bahan atau ramuan bahan yang merupakan bahn tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun - temurun telah digunakan untuk pengobatan
secara pengalaman.
k. Fitofarmaka
Adalah klim khasiat telah dibuktikan berdasarkan uji klinis dan telah
di lakukan standarisasi terhadap bahan baku yang yang digunakan dalam
produk jadi.
11
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK PERAPOTEKAN DI APOTEK
12
BAB IV
HASIL KEGIATAN PRAKTEK PERAPOTEKAN DI APOTEK
13
Alat Kesehatan
Obat Generik, Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan sirop
Lemari Obat Narkotik dan Psikotropik
Kasir
Ruang Meracik Obat
Rak Kosmetik
Rak Vaksin dan suppositoria serta infus
Ruang Tunggu
Ruang Dokter
Tempat pendaftaran Pasien (Dokter Umum / Klinik)
Ruang tunggu Pasien (Klinik)
Mushola
Laboratorium
Toilet
Tempat parker
PBF
4.3 PERLENGKAPAN
Perlengkapan yang harus dimiliki oleh apotek:
1. Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat seperti: timbangan,
mortir, gelas piala dan sebagainya.
2. Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus.
3. Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi
seperti lemari obat dan lemari pendingin.
4. Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, salinan resep, kartu
stok obat, faktur, nota penjualan, alat tulis dan sebagainya.
14
5. Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana.
6. Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan
perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang
berhubungan dengan apotek.
APA
(Apoteker Penanggungjawab
Apotek)
APING APING
AA KASIR BAGIAN
15
4.5 KEGIATAN SISWA
4.5.1 Kegiatan Manajerial
4.5.1.1 Perencanaan & Pengadaan Obat
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manejer untuk
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dalam
perencanaan pengadaan sedian farmasi seperti obat-obatan
dan alat kesehatan yang dilakukan adalah pengumpulan data
obat-obatan yang akan di tulis dalam buku defacta. Sebelum
perencanaan di tetapkan, umumnya di dahulukan oleh
prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan datang.
Sesuai dengan peraturan Menkes No.1027 tahun 2004,
dalam membuat perencanaan pengadaan sedian farmasi perlu
memperhatikan :
Pola peresepan
Tingkat perekonomian masyarakat
Ketersedian barang / perbekalan farmasi
b. Pengadaan
Pengadaan biasanya di lakukan berdasarkan
perencanaan yang telah di buat dan di sesuaikan dengan
anggaran keuangan yang ada. Pengadan barang meliputi:
pemesanan, cara pemesanan, mengatasi kekosongan dan
pembayaran.
1) Pemesanan barang atau order dilakukan oleh asisten
apoteker berdasarkan catatan yang ada dalam buku habis
16
berisi catatan barang-barang yang hampir habis atau yang
sudah habis di apotek. Sebelum dilakukan order, obat
yang tertulis dalam buku habis dicocokkan dengan buku
defacta.
2) Cara pemesanan barang dilakukan dengan menuliskan
surat pesanan (SP). Selain narkotika dan psikotropika
meliputi tanggal, nomor pesanan, kode suplai, nama
barang, satuan barang, dan jumlah barang. SP akan diambil
selesman dari masing-masing PBF, apabila selesman PBF
tidak datang order bisa dilakukan melalui telpon (untuk
obat selain narkotika dan psikotropika)
3) Mengatasi pemesanan obat akibat waktu antara pemesanan
dan kedatangan barang yang lama.
4) Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD (Cost on
delivery) atau kredit.
Proses pengadaan merupakan proses lanjutan dari
proses perencanaan. Dimana obat habis yang telah dicatat di
buku defecta diorder kepada PBF guna memenuhi kebutuhan
apotek. Untuk pemesanan obat non narkotik dan psikotropik
dilakukan dengan memasukkan daftar obat yang akan dipesan
dalam bentuk BPBA (Bon Penerimaan Barang Apotek). Dan
selanjutnya BPBA akan dikirim kepada gudang, kemudian
gudang akan mengelola BPBA ,serta membuatkan SP (Surat
Pesanan) dan untuk obat Narkotik/Psikotropik di pesan secara
khusus yang menggunakan SP rangkap 3. Dan untuk
pemesanan Narkotika satu SP hanya berlaku untuk satu item
obat. Sedangkan untuk SP psikotropika dapat digunakan
untuk memesan beberapa item obat.
17
4.5.1.2 Penerimaan Obat
Penerimaan barang harus dilakukan dengan mengecek
kesesuaian barang yang datang dengan faktur dan surat
pesanan. Kesesuain meliputi : nama barang, jumlah barang,
satuan, harga, diskon, dan nama PBF serta mengecek masa
kadaluarsanya. Faktur di periksa tanggal pesan dan tanggal
jatuh temponya, lalu di tanda tangani dan di cap oleh
Apoteker pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker
(AA), yang mempunnyai SIK. Kemudian faktur yang sudah di
tanda tangani tersebut di masukkan kedalam format
pembelian.
18
4.5.1.4 Penataan & Penyimpanan Obat
Obat dan bahan obat harus di simpan dalam wadah
yang cocok dan harus memenuhi ketentuan pengemasan dan
penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penyimpanan obat di golongkan berdasarkan bentuk bahan
baku seperti : bahan padat di pisahkan dari bahan cair atau
bahan yang setengah padat di pisahkan dari bahan cair. Hal
ini bertujuan untuk menghindarkan zat-zat yang bersifat
higroskopis demikian pula halnya terhadap barang-barang
yang mudah terbakar dan obat-obat yang mudah rusak dan
meleleh pada suhu kamar. Penyimpanan dilakukan dengan
cara/ berdasarkan nama penyakit, khasiat obat, dan nama
generik dan paten untuk memudahkan pengambilan obat saat
diperlukan.
19
2) Obat jadi disusun menurut abjad, menurut pabrik atau
menurut persediaannya.
3) Sera, vaksin dan obat-obatan uang mudah rusak atau
mudah meleleh disimpan di kamar atau disimpan di
lemari es.
4) Obat-obat narkotika disimpan di lemari khusus sesuai
dengan persyaratan
5) Obat-obat psikotropika (OKT) sebaiknya disimpan
tersendiri.
20
4.5.2 Kegiatan Pelayanan Kefarmasiaan
4.5.2.1 Pelayanan Non Resep
Penjualan meliputi obat bebas / obat bebas terbatas,
kosmetik, alat kesehatan, serta barang lain yang dapat dijual
tanpa resep dokter. Misalnya : jamu dan fitofarmaka
Kriteria obat yang dapat diberikan tanpa resep dokter sesuai
permenkes No. 919 / Menkes / per / X / 1993 /adalah sebagai
berikut :
a) Tidak dikoordinasikan pada wanita hamil atau anak-anak
dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
b) Penggunaanya tidak menggunakan cara dan alat khusus
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
c) Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksudkan tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
d) Penggunaannya dapat dilakukan dengan mudah untuk
pasien.
e) Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang
dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
f) Penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di indonesia.
21
diserahkan serta mencatat nama dan alamat pasien sebagai
dokumen penjualan atau untuk keperluan lain.
22
Untuk obat yang kurang atau diambil sebagian maka TTK
membuatkan salinan resep dan / atau kwintansi
pembayaran.
23
4.5.2.3 Pelayanan KIE ( Komunikasi Informasi Edukasi )
Dimana kita sebagai ahli farmasi mampu memberikan
konseling mengenai obat dengan benar dan tepat yang
diberikan kepada pasien atau pembeli, adapun konseling yang
diberikan :
v Kegunaan atau indikasi suatu obat
v Cara penggunaan atau aturan pakai
v Efek samping obat
v Kontra indikasi obat
v Interaksi obat sesuai kebutuhan pasien
v Pola hidup
v Kepatuhan pasien
Setelah konseling dilakukan, maka obat dapat diserahkan
kepada pasien atau pelanggan yang membeli obat di apotek.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Fungsi apotek adalah menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dari fungsi yang
pertama ini seorang farmasis harus hadir dengan wajah yang sangat sosial penuh
etika dan moral.
Tugas dan fungsi apotek
a. Tempat pengabdian tenaga farmasi
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan,pengubahn bentuk,pencampuran
dan penyerahan obat dan bahan obat.
c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
SARAN
1) Untuk POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA khususnya program studi
D3 FARMASI agar pelaksanaan PKL dilaksanakan pada waktu yang lebih
lama agar mahasiswa-mahasiswi lebih dapat memahami perannya di bidang
kefarmasian sebagai seorang asisten apoteker.
2) Diharapkan kegiatan seperti ini dapat berlangsung seterusnya guna dapat
memberikan bekal tambahan bagi mahasiswa-mahasiswi D3 FARMASI
POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA agar mampu bersaing dalam
dunia kerja dan mampu mencetak mahasiswa-mahasiswi yang profesional di
bidang kefarmasian sehingga membawa nama baik kampus.
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1978.Peraturan menteri kesehatan RI No. 28 / Menkes / Per /
1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Depertemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Anonim, 1980. Peraturan Pemerintah RI No 25tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1992. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan dan Narkotika. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim, 1993. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922 / Menkes / Per /
X 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian izin Apotek,
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim, 1997. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika., Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim, 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 / Menkes / SK /
X / 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922 / Menkes / Per / X /1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek,Departemen Kesehatan RI.Jakarta
Umar, M., 2012, Manajemen Apotek Praktis, Cetakan ke-4 Edisi Revisi,
Wira Putra Kencana, Jakarta.
World Health Organization, 1997, The Role of The Pharmacist In The
Health Care System. Preparing
The Future Pharmacist: Curricular Development, World Health
Organization, Geneva.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
26
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen kesehatan RI, 2006 : petunjuk teknis pelayanan kefarmasian,
Jakarta
Rira, Novi Arianti , S.Farm, Apt, 2007, Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Jakarta.
Handayani, S.Pd Pudi. 2004. Ilmu Kesehatan Masyarakat .Jakarta: K3S
SMF
Pedoman Pengelolaan Narkotik dan Psikotropik di Apotek; edisi pertama
Purwanto S.H Peru. 2004. Undang-Undang Kesehatan .Jakarta: K3S SMF
27