Kimia Pangan
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Pangan
Oleh :
Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang
utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia
Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa
protein adalah zat yang paling penting dalam setiaporganisme. (Almatsier,
2004)
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein,
separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan,
sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan
tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat
gizi lain yaitu membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
(Almatsier, 2004)
Asam Amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus
karboksil (-COOH), satu gugus asam amino (-NH2), satu atom hidrogen (-H)
dan satu gugus radika (-R) atau rantai cabang. (Almatsier, 2004)
Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat
empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen
(H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau disebut juga gugus atau rantai
samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.
III. Peptida
IV. Protein
a. Klasifikasi
i. Primer
Susunan Linier asam amino dalam protein merupakan struktur
primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam
amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara
umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. (Winarno,
2008)
Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus
hidrofobik, kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan
protein banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil.
(Winarno, 2008)
ii. Sekunder
Bila hanya struktur primer yang ada dalam protein, maka molekul
protein tersebut akan merupakan bentuk yang sangat panjang dan tipis.
Struktur tersebut memungkinkan terjadinya banyak sekali reaksi dengan
senyawa lain, yang kenyataannya hal tersebut tidak terjadi di alam.
(Winarno, 2008)
Dalam kenyataannya struktur protein biasanya polipeptida yang
terlipat-lipat, merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang
rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Struktur yang demikian
disebut struktur sekunder. (Winarno, 2008)
Contoh bahan yang memiliki struktur ini adalah bentuk α-heliks
pada wol, bentuk lipatan-lipatan (wiru) pada molekul-molekul sutera,
serta bentuk heliks pada kolagen. Dalam bentuk lipatan-lipatan, kerangka
peptida protein mempunyai pola zig-zag dengan gugus R mencuat ke atas
dan ke bawah. Struktur sekunder terdiri dari satu rantai polipeptida.
(Winarno, 2008)
iii. Tersier
Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut
struktur tersier, artinya adalah susunan dari struktur sekunder yang satu
dengan sekunder bentuk lain. Contoh : beberapa protein yang
mempunyai bentuk α-heliks dan bagian yang tidak berbentuk α-heliks.
(Winarno, 2008)
Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan
hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfida. Ikatan
merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur protein.
(Winarno, 2008)
Ikatan hidrofobik terjadi antara ikatan-ikatan nonpolar molekul-
molekul, sedang ikatan-ikatan garam ternyata tidak begitu penting
peranannya terhadap struktur tersier molekul. Ikatan garam mempunyai
kecenderungan bereaksi dengan ion-ion lain disekitar molekul. (Winarno,
2008)
iv. Kuartener
Struktur primer, sekunder dan tersier umumnya hanya melibatkan
satu rantai polipeptida. Tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa
polipeptida dalam membentuk suatu protein,maka disebut struktur
kuartener. (Winarno, 2008)
Pada umumnya ikatan-ikatan yang terjadi sampai terbentuknya
protein sama dengan ikatan-ikatan yang terjadi pada struktur tersier.
(Winarno, 2008)
c. Denaturasi
Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein
berubah, maka dikatakan protein ini terdenaturasi, sebagian besar protein
globuler mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk
konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang-
kadang perubahan ini memang dikehendaki dalam pengolahan makanan,
tetapi sering pula dianggap merugikan sehingga perlu dipecah. (Winarno,
2008)
Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan
pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai
pengembangan molekul. Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung
pada keadaan molekul. Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida,
sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung
dalam ikatan sekunder. Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses
denaturasi ini adalah :
a. Ikatan hidrogen;
b. Ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang
saling berlekatan membentuk suatu miscelle dan tidak larut dalam air;
c. Ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif;
d. Ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam
sistin;
(Winarno, 2008)
Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula
diartikan suatu proses terpecahnya hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam
dan terbukanya lipatan atau wiru molekul. (Winarno, 2008)
d. Sifat-sifat
a. Kualitatif
Uji kualitatif dapat dilakukan berdasarkan uji warna atau pengendapan.
Berikut adalah uji protein, seperti :
Uji Ninhidrin :uji paling umum untuk menentukan adanya protein dari
suatu baha . Se ua asa a i o da peptida yag e ga du g gugus α-
amino bebeas memberikan reaksi ninhidrin positif dengan menunjukkan
reaksi terbentuknya warna biru sampai ungu.
Uji Biuret : Uji ini didasarkan pada reaksi pembentukan kompleks Cu2+
dengan gugus -CO dan -NH dari rantai peptida dalam suasana basa.Hasil
positifnya akan membentuk warna ungu. Uji Biuret adalah uji umum
untuk protein(ikatan peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan asam
amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi larutan NaOH,
kemudian ditetesi larutan tembaga(II)sulfat yang encer. Jika terbentuk
warna ungu berarti zat itu mengandung protein.
b. Kuantitatif
Kjedahl
2.Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya
selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau
timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink
(Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya
kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3.Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam
khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1
N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi
merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
1. Sereal 5,7
2. Roti 5,7
3. Sirup 6,25
4. Biji-bijian 6,25
5. Buah 6,25
6. Beras 5,95
7. Susu 6,38
8. Kelapa 5,20
9. Kacang Tanah 5,46