Anda di halaman 1dari 37

Daftar Isi

Daftar Isi.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang......................................................................................................2
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................5
1.5 Orisinalitas............................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
2.1 Antibiotik..................................................................................................................7
2.1.1. Difinisi dan Klasifikasi.......................................................................................7
2.1.2 Resistensi Antibiotik........................................................................................11
2.2 Antibiotik Karbapenem..........................................................................................16
2.2.1 Antibiotik Golongan Karbapenem...................................................................16
2.2.2 Mekanisme Resisten Karbapenem..................................................................18
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Karbapenem........................................................19
2.3 Meropenem...........................................................................................................20
2.3.1 Struktur Kimia..................................................................................................20
2.3.2 Farmakodinamik..............................................................................................20
2.3.3 Farmakokinetik................................................................................................20
2.3.4 Farmakoterapi.................................................................................................21
2.3.5 Cara Pemberian...............................................................................................21
2.3.6 Pertimbangan Penggunaan Karbapenem........................................................22
METODOLOGI...............................................................................................................23
3.1. Desain Penelitian...............................................................................................23
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian..........................................................................23
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...............................................................................23
3.5. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel..................................................................23
3.6. Besar Sampel.....................................................................................................24
3.7. Variabel Penelitian............................................................................................24
3.8 Defenisi Operasional..........................................................................................24
3.7 Prosedur Pengolahan Data.................................................................................25
Hasil dan Pembahasan Penelitian....................................................................................26
4. Hasil Penelitian.........................................................................................................26
4.1 Pola Sensitifitas dan Resistensi bakteri terhadap Antibiotik...............................26
4.2 Kategori Antibiotik berdasarkan Gyssen.............................................................29
Saran................................................................................................................................33
Daftar Pustaka..................................................................................................................34
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat antibiotik adalah salah satu obat yang paling umum digunakan
dan penggunaannya sering disalahgunakan. Obat antimikroba dapat dibagi
berdasarkan mekanisme kerja masing-masing. Salah satu contoh antibiotik yang
senyawanya dapat menghambat sintetis dinding sel bakteri adalah golongan
antibiotika β-laktam. 1,2
Golongan obat ini juga yang sering menjadi resisten
karena pemakaiannya digunakan secara tidak rasional.1,3
Meropenem adalah golongan antibiotika dari karbapenem yang
merupakan antibiotik β-laktam yang mempunyai spektrum aktivitas yang lebih
luas dari kebanyakan antibiotik β-laktam lainnya. Golongan ini sangat sensitif
terhadap mikroba dengan gram negatif termasuk P. aeruginosa, mikroba gram
positif, dan mikroba anaerob. Golongan obat ini sangat sering digunakan pada
perawatan yang intensif dan unit neonatal.3
Pada laporan kasus WHO, golongan karbapenem sudah terbukti
resisten terhadap K. pneumoniae, yang merupakan mikroba gram negatif yang
menginfeksi melalui pembuluh darah. Mikroba ini sering menyerang sistem
urinari, respiratori, dan neonates melalui infeksi nosokomial.
Pada penelitian yang dilakukan di Tehran, Iran, dikemukakan bahwa
golongan karbapenem masih belum mengalami resistensi dalam hal penanganan
P. aeruginosa. Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan di New Delhi, India
menyatakan bahwa golongan ini terjadi resistensi terhadap penatalaksanaan E.
coli, K. pneumoniae, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.6
Penanganan yang dilakukan pada ruangan ICU dan NICU seharusnya
dilakukan sesuai dengan baku emas yaitu kultur darah, selain untuk mendapatkan
bakteri yang spesifik kultur darah juga berfungsi untuk mengetahui sensitifitas
antibiotik terhadap bakteri.
Menurut penelitian yang dilakukan di RSUP DR. M. Djamil
didapatkan hasil kultur terbanyak yaitu Klebsiella sp, S. aureus, P. Aeruginosa
dan Escheria coli, tetapi pada RSUD Pirngadi Medan didapatkan Enterobacter
sp, Proteus sp, Klebsiella sp dan Proteus vulgaris. Sebagian besar dari mkroba
tersebut sudah resisten terhadap beberapa antibiotik golongan β-laktam seperti
ampisilin 83,1 %, amikasin 40,7 %, gentamisin 54,2 %, klorampenikol 20,3 %
dan sefotaksim 72,9 %. Sedangkan data dari RSUP H. Adam Malik Medan hasil
kultur mikroba tersering didapatkan adalah Staphylococcus sp, Pseudomonas sp
dan Enterobacter sp, dimana bakteri tersebut masih sensitif terhadap vankomisin,
amikasin, dan meropenem.
Salah satu alasan penyebabkan terjadinya resistensi oleh pihak medis
termasuk dokter adalah terapi antimikroba berdasarkan empiris.2,5 Terapi ini
adalah terapi yang berdasarkan pada pengalaman klinis khusus, dengan harapan
bahwa intervensi awal akan memperbaiki hasil. Hal tersebut menyebabkan
antibiotik sering sekali digunakan sebelum patogen yang menjadi penyebab
diketahui.1

Fakta bahwa karena rasionalitas d atas  resistensi

Pemakaian antibiotik yang rasional atau tidak, dapat dilihat dari


beberapa aspek antara lain pemilihan antibiotik yang tepat, dosis yang tepat
sehingga menimbulkan efek, dan lama pemakaian suatu antibiotik.4 Salah satu
cara yang efektif untuk menilai ini adalah dengan mengukurnya menggunakan
metode Gyssens. Metode Gyssens ini _______ (informasikan penggunaannya,
latar belakangnya atau rekomendasi terhadap metode tsb).

RSU Pirngadi Medan adalah salah satu RS rujukan utama di Prov


Sumut, Setiap tahunnya terdapat ........... pasien rawat inap dan ...... pasein rawat
jalan. RSU dr Pirngadi Medan memiliki ICU dan NICU yang harus memenuhi
prosedur yang baik termasuk penggunaan antibiotik.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Pirngadi
Medan di dapat jumlah pasien yang berada di ruangan ICU dan NICU pada
Januari 2014 sampai Agustus 2015 tercatat sebanyak 820 pasien, dengan jumlah
pasien pada kelompok umur 0 sampai 18 tahun adalah sebanyak 158 pasien.
Penelitian pada RSUD Pirngadi adalah penelitian yang akan sangat
menggambarkan persoalan yang sama di RS lain di Sumatera Utara. Karena
itukah maka penelitian ini sangat penting dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah


Belum diketahuinya rasionalitas penggunaan antibiotik golongan β-
laktam di RSU dr. Pirngadi Medan

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik golongan β-
laktam di RSU dr. Pirngadi Medan

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui jenis-jenis antibiotik golongan β-laktam yang digunakan di
ICU dan NICU RSUD Dr. Pirngadi Medan
b. Mengetahui pola resistensi antibiotik golongan β-laktam di ICU dan NICU
RSUD Dr. Pirngadi Medan
c. Mengetahui tipe terapi antibiotik golongan β-laktam di ICU dan NICU
RSUD Dr. Pirngadi Medan
d. Menganalisis pemakaian antibiotik golongan β-laktam di ICU dan NICU
RSUD Dr. Pirngadi Medan menggunakan metode Gyssen.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Melalui membaca karya tulis ini diharapkan pola resistensi dan
rasionalitas penggunaan antibiotik golongan β-laktam dapat dilakukan secara
cepat dan tepat.
1.4.2 Manfaat Bagi Rumah Sakit
Melalui membaca karya tulis ilmiah ini diharapkan Rumah Sakit dapat
menggunakan antibiotik khususnya golongan β-laktam secara rasional agar tidak
menimbulkan resistensi di kemudian hari.
RS Gyssens  rs lain  di rungan yang follow up nya ketat.

1.5 Orisinalitas
Tim peneliti melakukan pencarian literature yang relevan dengan menggunakan fasilitas
mesin pencari yang diakses dari NCBI/ PubMed. Tim peneliti memasukkan kata kunci:
Gyssens, antibiotic beta-lactam, policy, resistant. Tim peneliti mendapatkan ..... jurnal
yang relevan lalu kemudian diseleksi ...............

No Tahun Penulis Judul Metpen


Hasil
1 2011 Tia Febiana Kajian Metode
Terdapat
Rasionalitas deskriptif
antibiotik yang
Penggunaan retrospekti
tidak sesuai
Antibiotik di f dengan kategori
Bangsal Anak Gyssens
RSUP Dr. Kariadi sehingga
Semarang Periode menimbulkan
Agustus-Desember ketidak efektifan
2011 antibiotik
2 2012 J. Tham. Dkk Prevalence of Sampel : Dari 39 sampel
extended-spektrum swab agar antibiotik
beta-lactamase- sample golongan β-
producing bacteria sebanyak laktam yang
in food.
419 masih selektif
Accepted in terhadap infeksi
Infection and E.coli adalah
Drug Resistance sefalosporin
Penelitian ini menggunakan dasar pemikiran dari kedua penelitian
diatas namun perbedaannya antibiotik yang digunakan adalah golongan β-laktam
dengan melihat tingkat efektifan pada penyakit-penyakit yang diberikan
pengobatan antibiotik tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik

2.1.1. Difinisi dan Klasifikasi

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan


dalam pelayanan kesehatan. Antibiotik dikenal sebagai agen antimikrobial yang
bekerja secara bakteriostatik dan bakteriosidal terhadap bakteri. Antibiotik secara
umum dibagi menjadi 2 yaitu antibiotik dengan golongan luas dan golongan
sempit.

Penggolongan antibiotik secara umum diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik7 :

a. Golongan β-laktam antara lain sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefotaksim,


sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan golongan penisilin
(penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang
dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.

b. Antibiotik golongan aminoglikosida. Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-


jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan
semisintesisnya mengandung dua atau tiga gula amino di dalam
molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas
dan meliputi terutama banyak basil gram-negatif. Obat ini juga aktif
terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah
bakterisidal, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin,
gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.

c. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya melalui


injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisidal lemah.
Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman.
Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak kokus gram positif dan
gram negatif serta kebanyakan basilus. Tidak efektif terhadap Pseudomonas
dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus Chlamydia trachomatis
(penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin), dan beberapa
protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan
monosiklin.

d. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri


gram-positif dan spektrum kerjanya mirip Penisilin-G. Mekanisme kerjanya
melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa
proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau sering dapat
menyebabkan resistensi. Absorbsi yang tidak teratur sering menimbulkan
efek samping lambung-usus, dan waktu paruh singkat, maka perlu
ditakarkan sampai 4x sehari.

e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh Srteptomyces lincolnensis (AS


1960). Antibiotik golongan merupakan antibiotik bakteriostatis dengan
spektrum kerja lebih sempit daripada makrolida, terutama terhadap kuman
gram positif dan anaerob. Karena efek sampingnya kini hanya digunakan
bila terdapat resistensi terhadap antibiotik lain contohnya linkomisin.

f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon mempunyai efek


bakterisidal pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap
enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan.
Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK) tanpa
komplikasi.6

g. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai spektrum luas.


Antibiotik yang mempunyai efek bakteriostatis terhadap hampir semua
kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman contohnya
kloramfenikol.

2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik


dan ada yang bersifat bakterisidal3. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan
bakteri. Sedangkan agen bakterisidal membunuh bakteri, perbedaan ini biasanya
tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam
eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien
immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisidal.5
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat
minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu
aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM.8
3. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan
sebagai berikut:4, 9

a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan


cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis
dinding sel. Contoh antibiotik dengan mekanisme kerja ini adalah
golongan β-laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem,
monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vankomisin,
basitrasin, fosfomisin, dan daptomisin.
b. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu
sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat
yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti
aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin,
oksazolidinon, kloramfenikol.
c. Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh
karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat-
obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B,
gramisidin, nistatin, kolistin.
d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat
seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi
asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para amino
benzoat), dan glutamat.Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan
vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu
target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.
e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat
seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat
asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis
DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang
menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA
sehingga menghambat replikasi DNA.

4. Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :8

a. Antibiotika spektrum luas (broad spektrum) contohnya seperti tetrasiklin


dan sefalosporin efektif terhadap organisma baik gram positif maupun
gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk
mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan
pembiakan dan sensitifitas.
b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spektrum) golongan ini terutama
efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contoh spektrum sempit
adalah penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram positif. Oleh karena antibiotik berspektrum
sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan
organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.

5. Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap


kuman yaitu:9

a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya
bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar
hambat minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin,
linezoid, dan eritromisin.
b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan
menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau
dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam
waktu lama. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon,
dan ketolid.
Kemampuan mikroorganisme untuk menjadi resisten terhadap pengobatan
utama dalam medis telah lama diakui dan menjadi semakin jelas.8,9Taraf resistensi
di berbagai isolat meningkat dengan berbagi variasi, sebagai contoh proporsi
isolat Staphylcoccus aureus resisten terhadap metisillin meningkat dari mendekati
nol 10-15 tahun yang lalu menjadi sekitar 70% di Jepang dan Republik Korea ,
40% di Belgia , 30% di Inggris , dan 28% di Amerika Serikat pada tahun 1998. 8
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa tingkat ketahanan terhadap
Streptococcus pneumoniae kurang dari 2% di Belgia , Italia , dan Finlandia , tetapi
7% di Jerman , 9,5% di Islandia , 25% di Rumania , 44 % di Spanyol dan 58% di
Hungaria3 .

Hubungan antara penggunaan obat-obat antibiotika dan timbulnya


resistensi tampak jelas. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat
menyebabkan berkembangnya resisitensi bakteri. Perkembangan resistensi bakteri
merupakan masalah yang bersifat multifactor. Penggunaan antibiotik membentuk
suatu hubungan yang kompleks antara penggunaan antibiotika, bakteri, dan
individu yang menggunakannya. Lingkungan sekitar juga berperan penting dalam
hubungan yang kompleks ini.11

Resistensi antibotik dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu


resistensi alami dan resistensi yang didapat.

Resistensi alami merupakan sifat dari antibiotik yang kurang aktif atau
tidak aktif terhadap suatu bakteri dan bersifat diturunkan.Contohnya
Pseudomonas aeruginosa yang tidak pernah sensitif terhadap klorampenikol, juga
25% Streptococcus pneumoniae secara alami resisten terhadap antibiotik
golongan makrolid (eritromisin, klaritomisin, azithromisin). Masalah resistensi ini
dapat diprediksi, sehingga dalam pemberian antibiotik dapat dipilih dengan cara
kerja yang berbeda.10

Resistensi yang didapat adalah apabila bakteri tersebut sebelumnya


sensistif terhadap suatu antibiotika kemudian berubah menjadi resisten.Terdapat 2
mekanisme kemungkinan terjadinya resisitensi, yaitu karena adanya mutasi pada
kromosom DNA bakteri, atau terdapat materi genetik baru yang spesifik dapat
menghambat mekanisme kerja antibiotik. Contoh resistensi antibiotika adalah
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap seftazidin, Haemophillus influenzae
resisten terhadap imipenem, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap
siprofloksasin, Haemopillus influenzae resisten terhadap ampisilin, dan
Escherichia coli resisten terhadap ampisilin. Resisten antibiotik yang di dapat
bersifat relatif atau mutlak.10

2.1.2.1 Resistensi Antibiotik β-laktam


Resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam terutama pada bakteri
gram-negatif adalah dengan diproduksinya enzim β-laktam. Enzim ini dapat
memecah cincin β-laktam, sehingga antibiotika tersebut menjadi tidak aktif.Beta-
laktam disekresi ke rongga periplasma oleh bakteri gram-negatif dan ke cairan
ekstraseluler oleh bakteri gram-positif. Terjadinya perubahan pada target
antibiotika sehingga antibiotika tersebut tidak dapat berikatan dengan bakteri.
Ikatan yang spesifik dari Penicillin-Binding-Protein (PBP) telah diubah pada
strain resisten. Mekanisme resistnsi ini pada umumnya terjadi pada bakteri gram-
positif yang saat ini banyak menyebabkan banyak masalah di klinik.

Terdapat berbagai faktor penyebab terjadinya resistensi bakteri yaitu


faktor primer adalah penggunaan agen antibiotika, muncul strain bakteri yang
resisten terhadap antibiotik, dan penyebaran strain tersebut ke bakteri lain. Faktor
yang lain adalah faktor pejamu, seperti lokasi infeksi, kemampuan antibiotik
mencapai organ target infeksi sesuai dengan konsentrasi terapi, flora normal
pasien, dan ekologi lingkungan merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan.
Penggunaan antibiotik secara berlebihan, memiliki andil besar dalam
menyebabkan resistensi terhadap antibiotik, terutama di rumah sakit. Peresepan
antibiotika yang kurang perlu dan banyak terjadi di negara industri yang juga
banyak ditemukan pada negara berkembang. Faktor yang juga berpengaruh adalah
penyalahgunaan antibiotik oleh praktisi kesehatan yang tidak ahli, karena
kekurangan perhatian pada efek merusak dari penggunaan antibiotik yang tidak
tepat.6

13
Resistensi oleh karena β-laktam dapat ditanggulangi dengan β-laktam
inhibitor, tetapi tidak dapat diatasi pada resistensi karena perubahan pada
Penicillin-Binding-Protein (PBP). Contohnya mekanisme resistensi pada tipe ini
adalah gen mcA pengkode resistensi terhadap methicillin yang ditemukan pada
Staphylococcus aureus. Gen resiste ini mengkode Penicillin-Binding-Protein 2’
(PBP 2’), yang tidak mengikat metisillin sebagimana pada β-laktam binding
protein yang normal.12

2.2 Antibiotik Karbapenem


Karbapenem adalah agen antimikroba golongan β-laktam dengan aktivitas
spektrum yang sangat luas. Karbapenem digunakan sebagai solusi terakhir dalam
mengatasi berbagai multi reistensi antibiotik, bakteri gram negatif, dan kasus
infeksi yang disebabkan oleh enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase)
dan enzim Amp C.14

2.2.1 Antibiotik Golongan Karbapenem

Klasifikasi karbapenem menurut Shahdan Isaacs11:

 Kelompok 1 Karbapenem spektrum luas dengan aktivitas terbatas


terhadap basil gram negatif non-fermentatif, yang secara khusus efektif
untuk infeksi community-acquire (contohnya: ertapenem).
 Kelompok 2 Karbapenem spektrum dengan aktivitas terhadap basil Gram
negatif non-frementatifyang efektif untuk infeksi nosokomial (contohnya:
imipenem dan meropenem)
 Kelompok 3 Karbapenem dengan aktivitas klinis pada Staphylococcus
aureus dengan resistensi metisilin (saat ini belum ada antibiotik yang
terdaftar).

14
Ertapenem adalah antibiotik pertama karbapenem, yang secara
signifikan berbeda dari agen sebelumnya. Aktivitas karbapenem, mirip dengan
amp-C β-laktam, ESBL (extended spektrum beta-lactamase) yaitu terhadap
patogen dan anaerob. Meskipun demikian, ertapenem hanya memiliki aktivitas
minimal terhadap basil gram negatif non-fermentatif. Ertapenem lebih tepat
digunakan untuk penanganan infeksi yang sumber infeksinya berasal dari luar
rumah sakit dan infeksi nosokomial yang tidak suspek Pseuomonas sp dan atau
Acinetobacter sp.
Penggunaan ertapenem yang tepat bisa membantu mengurangi
perkembangan resistensi pada patogen selanjutnya. Perbedaan karakterisik lain
ertapenem adalah dosis intravena atau intramuscular satu kali sehari,
dibandingkan dengan dosis multiple yang diharuskan oleh agen sebelumnya.
Imipenem/silastatin dan meropenem memiliki spektrum aktivitas yang
luas terhadap sejumlah bakteri, termasuk bakteri Gram negatif non-fermentatif
seperti Pseuomonas sp dan Acinetobacter sp. Karakteristik ini menjadikan
imipenem dan meropem sebagai pengobatan ideal untuk infeksi nosokomial.15

15
2.2.2 Mekanisme Resisten Karbapenem

Sumber:

Bakteri juga mempunyai pompa refluks yang dapat mentransfer obat


keluar dari sel termasuk karbapenem. Kebanyakan antibiotik β-laktam adalah
hidrofilik dan harus melintasi sawar membran luar sel melalui saluran (Omp)
protein membran luar, atau porin. Saluran ini mempunyai ukuran dan selektivitas
muatan sehingga beberapa omp memperlambat atau menghalangi transfer obat.
Jika suatu omp membiarkan obat yang masuk dipengaruhi oleh mutasi, hilang
atau dihilangkan, maka obat yang masuk diperlambat atau dicegah, β -Laktam
terdapat antara membran dalam dan membran luar pada ruang periplasma yang
berisi sawar enzimatik yang bekerja sama dengan sawar permeabilitas porin. Jika
antibiotik adalah substrat yang baik untuk flaktam, obat ini akan dirusak dengan
cepat bahkan jika membran luar relatif permeabel permeabel obat. Jika laju
masuknya obat lambat, terdapat β-laktam yang relatif, tidak efisien dengan laju

16
pergantian yang lambat, yang dapat menghidrolisis obat secara mencukupi
sehingga konsentrasi efektif tidak tercapai.16
Jika target (PBP, penicillin binding-protein) mempunyai afinitas yang
rendah untuk obat atau diganggu, konsentrasi minimum untuk penghambatan
meningkat, yang selanjutnya menimbulkan resistensi. Akhirnya, antibiotik β-
laktam (dan antibiotik polar lainnya) yang memasuki sel dan menghindari
perusakan oleh β-laktam dapatdiambil oleh suatu sistem efluks transporter
(contoh: Mex A, Mex B, dan Opr F) dan dipompa meliniasimembran luar
sehingga mengurangi konsentrasi intraseluler obat aktif.1,17

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Karbapenem

2.2.3.1 Ertapenem
Ertapenem paling tepat digunakan untuk infeksi yang bersifat
community-acquire. Namun, ertapenem sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi
empiris lini pertama kecuali pada kondisi tertentu. Ertapenem juga dapat
digunakan pada beberapa infeksi nosokomial dimana infeksi tidak melibatkan
Pseudomonas sp, misalnya infeksi nosokomial dini yang sumber infeksinya dari
unit pelayanan darurat. Ertapenem ideal digunakan untuk terapi yang berdasarkan
tes mikrobiologis, khususnya pada infeksi aktivitas ESBL.
Indikasi spesifik ertapenem adalah pneumonia, infeksi pembedahan
termasuk bedah intra abdominal dan kulit serta infeksi saluran kemih.13,18

17
2.3 Meropenem

2.3.1 Struktur Kimia

2.3.2 Farmakodinamik
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel.

Tipe efek : Bakterisidal

Spektrum aktivitas :

Meropenem sedikit lebih aktif dari pada imipenem terhadap


Enterobacteriaceae dan sedikit kurang aktif terhadap organisme gram positif.
Menghambat sebagian besar Gram positif, Gram negatif dan anaerob.
Ketiganya sangat tahan terhadap β-laktam.

2.3.3 Farmakokinetik
Setelah pemberian injeksi intravena meropenem 0,5 dan 1 g setelah 5
menit, dicapai masing-masing konsentrasi plasma puncak sekitar 50 dan 112
mikrograms/ml. Pemberian melalui infuse dengan dosis yang sama setelah

18
30 menit menghasilkan konsentrasi plasma puncak masing-masing 23 dan 49
mikrogram/mL. Meropenem mempunyai waktu paruh sekitar 1 jam dan ini dapat
diperpanjang pada pasien dengan gangguan ginjal dan juga sedikit menjadi lebih
panjang pada anak-anak.

Meropenem secara luas didistribusikan ke jaringan tubuh dan cairan


termasuk CSF dan empedu. Meropenem terikat dalam protein plasma sekitar 2%.
Sekitar 70% dari dosis ditemukan tidak berubah dalam urin selama 12 jam dan
konsentrasi dalam urin di atas 10 mikrogram/mL setelah 5 jam pemberian dosis
500 mg.

2.3.4 Farmakoterapi
1. Indikasi infeksi gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob.

2. Dosis dan dara pemberian dosis injeksi intravena dewasa : 500 mg tiap
8 jam. Dapat ditingkatkan dua kali lipat pada infeksi nosokomial
(pneumonia, peritonitis, septikemia dan infeksi pada pasien dengan
enteropenia). Anak 3 bulan sampai 12 tahun 10-20 mg/kg BB tiap 8 jam.
Berat badan lebih dari 50 kg diberikan dosis dewasa.3,9,10,15

2.3.5 Cara Pemberian :


Meropenem diberikan melalui intravena.

1. Efek samping mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, sakit kepala.
2. Interaksi obat probenecid : probenecid menghambat eksresi meropenem
sehingga meningkatkan konsentrasi plasma yang dan memperpanjang
eliminasi paruhnya.
3. Kontraindikasi hipersensitif terhadap meropenem.
4. Perhatian dan peringatan hipersensitivitas terhadap penisilin, sefalsoforin
dan antibiotik beta- laktam lainnya. Gangguan fungsi hati, fungsi ginjal,
wanita hamil atau menyusui.3,9

19
2.3.6 Pertimbangan Penggunaan Karbapenem
Monoterapi dengan antibiotik golongan karbapenem sesuai digunakan
pada kebanyakan infeksi, akan tetapi jika dicurigai atau terbukti infeksi
Pseudomonas sp, khususnya infeksi bakterial, terapi kombinasi dengan
aminoglikosi atau florokuinolon yang tepat (misalnya: ciprofloxacin) bisa
dipertimbangkan.
Penggunaan metronidazole atau agen anti-anaerob lainnya bersamaan
dengan karbapenem tidak diperlukan kecuali pada kasus infeksi Clostriium
difficile.19
Dosis terapeutik yang tepat sangat penting karena dosis terapeutik yang
sedikit berbanding KHM (Kadar Hambat Minimal) yang tinggi dapat mengurangi
efektivitas obat dan meningkatkan resistensi. Pada situasi ini hasil analisis
mikrobiologi klinis akan sangat membantu.9

Penilaian Kualitatif Rasionalitas Antibiotik

Cara 1

Cara 2

Cara Gyssens

2.1.2 Resistensi Antibiotik


Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi.
Secara khusus untuk menilai rasionalitas dapat menggunakan klasifikasi Gyssens.
Penilaian kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit dengan memperhatikan:10
1. Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam
pemberian antibiotik dan rekam medik pasien.

20
2. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis
(gejala klinis dan hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanan
dan harga.
3. Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens.
4. Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut:2
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = Ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC = Ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD = Ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

21
Gambar 2.1 Alur Gyssens

Dimana?

Oleh siapa?
23

METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain cross
sectional.20 yang menggunakan medical record pasien di bangsal ICU dan NICU
RSU dr Pirngadi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2015
di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan pada bangsal ICU dan NICU. Ruang
NICU RSU dr Pirngadi Medan.......... (terangkan).

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah rekam medis pasien yang berusia 0-18
tahun yang dirawat inap di ICU dan NICU Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan
pada Januari 2014-Agustus 2015 yaitu sebanyak 158.

3.3.2 Sampel
Sampel dipilih dari populasi dengan mempertimbangkan kriteria
inklusi dan eksklusi sehingga di dapatkan besar sampel sebanyak 63 rekam medik
pasien. Perhitungan besar sampal tersaji pada bagian berikut ini.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi


1. Cacatan rekam medis yang memiliki informasi lengkap tentang
penggunaan antibiotik serta memiliki permintaan hasil uji sensitifitas pada
2. Catatan rekam medis yang jelas terbaca.

3.4.2 Kriteria Eksklusi


Catatan RM yang pasiennya pulang sebelum pengobatan selesai atau
pasien dipindahkan dari bangsal ICU dan NICU sebelum program
pengobatan antibiotik selesai.

23
24

3.6. Rumus Besar Sampel


Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

(rujuk)

N
n= 2
(N ×d )+1
N diketahui sebesar 158 pasien yang berada di ICU dan NICU RSUD Pirngadi
Medan dengan kisaran umur 0-18 tahun
d = 10%
158
n= =61,2
(158 ×0,12 )+1

Maka besar sampel dibulatkan menjadi 63 pasien.

Karena jumlah populasi adalah 158 sampel medical record, maka sampel
ditentukan menggunakan systematic random sampling. Keseluruhan daftar
populasi yaitu sebanyak 158 disusun menurut urutan bulan dan tahun tercatat di
RM, lalu kemudian tim peneliti mengambil 63 sampel RM melalui perhitungan:
158/63 = 3 jarak. Untuk menentukan sampel urutan pertama, tim peneliti
menentukan urutan no. 3 dari daftar, kemudian dilanjutkan no. 5, no. 8 demikian
seterusnya sampai terpenuhi jumlah sampel sebanyak 63 sampel RM.

3.7. Variabel dan definisi operasional Penelitian


a. Pasien: pasien yang dirawat inap di ruang ICU dan NICU
b. Usia pasien: diukur dalam tahun, yaitu lamanya pasien hidup sebagaimana ......
usia dapat dilihat dari catatan RM.
Antibiotik beta laktam :
c. Metode Gyssen:
d. Resistensi: adalah ........, dilihat dari hasil kultur.

3.8 Defenisi Operasional


Keterangan Hasil Pengukuran
Antibiotik Merupakan antimikroba Tergantung golongan
yang berfungsi untuk obat, yang diteliti dalam
membunuh bakteri penelitian ini berpusat
Terdiri dari dua jenis : untuk antibiotik broad

24
25

broad spektrum dan spektrum


narrow spektrum
Rasionalitas penggunaan Merupakan acuan 1. Ya
antibiotik penggunaan antibiotik 2. Tidak
agar tidak menimbulkan
resistensi disuatu saat.
Metode yang digunakan
pada penelitian ini untuk
rasionalitas
menggunakan medote
klasifikasi Gyssen.
Uji sensitifitas Terdiri dari 2 uji yaitu 1. Resisten
dilusi dan difusi, dilusi 2. Intermediate
merupakan uji 3. Sensitif
sensitifitas yang
menggunakan
pengenceran dalam tes
sedangkan cara difusi
merupakan cara yang
melihat zona hambatan
cakram antibiotik dalam
pembenihan

3.7 Prosedur Pengolahan Data


Data sampel disusun sesuai dengan data yang dicatat: umur pasien,
pemberian AB, permintaan kultur, diagnosis dan hasil faal ginjal dan faal hati.
Data tersebut juga dilengkapi dengan status hasil akhir pasien.
Masing-masing informasi tersebut disusun menggunakan Excel. Lalu
keseluruhan data dimasukkan dalam algoritma Gyssen untuk ditentukan
kategorinya masing-masing.

25
26

Setelah itu, data masing-masing variabel ditampilkan dalam tabel-


tabel distribusi frekuensi.

Hasil dan Pembahasan Penelitian

4. Hasil Penelitian
4.1 Pola Sensitifitas dan Resistensi bakteri terhadap Antibiotik
Antibiotik Citrobacter Citrobacter Yesernia E. coli Enterobacter
freundi pestis
S I R S I R S I R S I R S I R
Amikasin V V V V V
Ampsilin V V V V V
Sefotaksim V V V V V
Kloramfenikol V V V V V
Gentamisin V V V V V
Meropenem V V V V V

Antibiotik Shigella Proteus Citrobacte Salmonella


vulgaris r sp
S I R S I R S I R S I R
Amikasin V V V V
Ampsilin V V V V
Sefotaksim V V V V
Kloramfeniko V V V V
l
Gentamisin V V V V
Meropenem V V V V
Tabel 4.1 Hasil uji kepekaan antibiotik terhadap bakteri
Dari hasil penelitian didapatkan antibiotik amikasin yang sudah
mengalami resistensi terjadi pada kuman Citrobacter, E. coli, yang masih
memiliki efek intermediate terjadi pada kuman Citrobacter freundi, dan yang
masih sensitif terjadi pada kuman Salmonella, Yesernia pestis, Enterobacter,
Shigella, Proteus vulgaris, Citrobacter sp.
Antibiotik amikasin sangat efektif terhadap mikroorganisme yang
bersifat basil gram negatif yang aerobik, hal tersebut dikarenakan amikasin
memiliki mekanisme kerja aminoglikosid yang transpornya harus membutuhkan

26
27

oksigen dan rendah efeknya terhadap mikroorganisme yang bersifat anaerob atau
fakultatif.22
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpukan, seharusnya amikasin
bersifat sensitif untuk mikroorganisme yang bersifat gram negatif dan aerob
seperti Citrobacter dan tidak dapat digunakan untuk bakteri seperti E. coli yang
bersifat bakteri gram negatif yang bersifat fakultatif.23
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik ampisilin sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Yesernia pestis, E. coli,
Enterobacter, Shigella, dan Proteus vulgaris, memiliki efek intermediate yaitu
kuman Citrobacter freundi, Citrobacter sp dan yang masih sensitif terhadap
kuman Salmonella.
Ampisilin merupakan antibiotik rekomendasi yang tertera di tabel
AM, yang biasanya bersifat sensitif terhadap kuman E. coli pada infeksi saluran
pencernaan, kolesistis akut, peritonitis karena perforasi usus, dll.22
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik sefotaksim sudah
mengalami resistensi terhadap kuman E. coli, Enterobacter, Shigella, dan Proteus
vulgaris, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Citrobacter, Citrobacter
freundi, Yesernia pestis dan Citrobacter sp. dan yang masih bersifat sensitif
terjadi pada kuman Salmonella.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Wong dkk mendapatkan bahwa
sefotaksim masih 34% menuju resisten dari uji kepekaan yang dilakukan terhadap
Proteus sp yang berasal dari ayam di China.24 Hal ini berbeda dari penelitian ini
dikarenakan dari hasil uji kepekaan didapatkan sefotaksim sudah mengalami
resisten terhadap kuman Proteus vulgaris.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik kloramfenikol sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Citrobacter freundi, E.coli,
Enterobacter dan Citrobacter sp, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman
Yesernia pestis dan Shigella dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman
Salmonella dan Proteus vulgaris
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wong dkk mendapatkan bahwa
kloramfenikol memiliki daya resistensi sebesar 66% terhadap kuman Proteus sp,

27
28

hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini.24 Pada penelitian ini didapatkan bahwa
kloramfenikol masih bersifat sensitif terhadap kuman Proteus vulgaris.
Pada penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa
kloramfenikol sudah termasuk ke dalam semi resisten terhadap isolat Proteus sp
yang berasal dari daging sapi.25 Hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian ini,
dikarenakan pada penelitian ini kloramfenikol masih bersifat sensitif terhadap
kuman Proteus vulgaris.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik gentamisin sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Citrobacter freundi dan E.coli,
yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Enterobacter, Citrobacter sp,
Proteus vulgaris dan Shigella, dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman
Salmonella dan Yesernia pestis
Pada penelitian yang dilakukan oleh Daniel dkk, menyatakan pola
kepekaan bakteri E. coli terhadap gentamisin masih dapat dikatakan resisten
sebesar 62,5 %.26 Hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan
bahwa gentamisin sudah mengalami resistensi pada bakteri E. coli.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik meropenem sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Yesernia pestis, E.coli, Shigella dan
Proteus vulgaris, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Citrobacter dan
Enterobacter, dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman Citrobacter
freundi, Salmonella dan Citrobacter sp
Peneitian yang dilakukan oleh Hera menyatakan bahwa Hera
menyarankan untuk pengobatan infeksi oleh E. coli yang bersifat inaktif adalah
meropenem, hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa
meropenem sudah mengalami resistensi terhadap kuman E. coli.27 Hal ini
mungkin dikarenakan di RSUD Pirngadi Medan meropenem digunakan secara
leluasa tanpa indikasi yang jelas.

28
29

4.2 Kategori Antibiotik berdasarkan Gyssen.


Kategori Keterangan Nama obat No. Pasien Frekuensi Persentase
%

29
30

0 Antibiotik Amikasin 4,62 15 16,85


rasional Sefotaksim + 11,14,19,2
gentamisin 3,33,56
Gentamisin + 15
metronidazole +
vancomysin
Kloramfenikol + 17
ampisilin
Ampisilin + 20
metronidazol
Ampisilin + 31
gentamisin
Metronidazol + 32,55
seftriakson
52 14,61
Sefotaksim
IVA Ada 13
antibiotik 2
Meropenem
yang lebih 3,50
Seftriakson +
efektif metronidazol 4,35,43
sefiksim 4,49
Meropenem 12,49
Sefotaksim +
kloramfenikol 53,54,59 10,11
IVB Sefotaksim 9
Ada
antibiotik 5
Seftriakson +
yang kurang gentamisin +
toksik metronidazol 14,27,28,3
Seftriakson 2,39,45,24
,57
IVC 35 39,33
Ada
antibiotik 1,9,20,24,
Meropenem 26,39,40,4
yang lebih
murah 2,51,56,58
,63
Gentamisin + 1
meropenem
4
Metronidazol +
seftazidim 4
Seftazidim +
kloramfenikol +
amikasin 4
Seftazidim + amikasin 15
Meropenem +
metronidazol +
gentamisin 16

30
31

Seftriakson +
meropenem 20,38
Meropenem +
metronidazol 22 ,45,47,
Sefotaksim 48
42
Seftriaksim 25,47
Seftazidim 30
Meropenem +
sefotaksim +
gentamisin 34,41,43
Sefotaksim +
ampisilin 37
Seftazidim + amikasin 42
Meropenem +
sefotaksim 43
IVD Seftazidim + ampisilin 44 8 8,99
Ada Meropenem +
antibiotik gentamisin
yang lebih 1
spesifik 6,9,10,29
Gentamisin
Ampisilin + 18
sefotaksim
Sefotaksim + 20
gentamisin
Sefotaksim + 38
V metronidazol 9 10,11
Tidak ada Meropenem +
indikasi gentamisin +
penggunaan metronidazol 7,21,47
antibiotik 8,46,60
Meropenem 36
Seftriakson
Seftriakson + 39
gentamisin
Meropenem + 61
amikasin
Gentamisin +
ampisilin
Total 89 100
Tabel 4.2 Kategori Gyssen
Dari hasil penelitian didapatkan antibiotik dengan kategori 0 sebanyak
16,85%, yaitu penggunaan antibiotik sudah sesuai dengan kondisi pasien dengan
harga yang lebih murah dan lebih efektif. Dari 11 data penggunaan antibiotik 1

31
32

dari 11 pasien menggunakan antibiotik sesuai dengan hasil uji sensitifitas,


sendangkan 10 orang memakai antibiotik golongan ke 3 yang masih dapat
dikatakan jarang mengalami resistensi22.
Pada kategori IV A pemberian antibiotik sudah tepat indikasi tetapi
ada antibiotik yang lebih efektif. Hal ini dikategorikan menurut hasil uji
sensitifitas terdapat antibiotik yang sudah resisten masih dipakai dalam
pengobatan.
Seperti pada kasus pasien no. 12 dokter memberikan penatalaksanaan
sefotaksim ditambah dengan kloramfenikol yang mempunyai efek lebih luas
dibandingkan dengan ampisilin ditambah gentamisin atau antibiotik
aminoglikosid lain.28
Pada kategori IV B pemberian antibiotik sudah sesuai dan efektif
tetapi ada antibiotik lain yang lebih tidak toksik atau aman untuk pasien. Hal ini
dikarenakan dapat mengganggu fungsi ginjal dan hati yang dapat dilihat dari hasil
SGOT dan SGPT, ureum dan kreatinin.
Pasien pada no. 27 mengalami diagnosa marasmus dengan segala
kondisi yang memburuk, sedankan pasien diresepkan seftriakson yang dapat
mengganggu fungsi ginjal 29
Kemenkes tahun 2011 menyatakan bahwa, penggunaan antibiotik
golongan sefalosporin generasi III yaitu seftriakson baik melalui i.m atau i.v tidak
diperlukan penyesuaian terhadap dosis pada ureum dan kreatinin yang mengalami
penurunan ataupun pada pasien dengan gagal ginjal.13
Pada kategori IV C penggunaan antibiotik sudah tepat indikasi, efektif
dan aman tetapi ada antibiotik lain yang lebih murah. Sebagai contoh penggunaan
antibiotik meropenem secara tunggal masih lebih mahal dibandingkan
penggunaan kombinasi dari ampisilin ditambah dengan gentamisin dalam
pengobatan empiris ataupun profilaksis untuk operasi yang melibatkan mukosa
usus.30
Pada kategori IV D penggunaan antibiotik sudah tepat indikasi,
efektif, aman dan paling murah untuk pasien tetapi spektrum antibiotik yang
diberikan ada yang lebih sempit. Meropenem adalah golongan antibiotik yang

32
33

memiliki spektrum kerja yang luas, sehingga banyak dokter yang memberikannya
sebagai antibiotik profilaksis ataupun sebagai antibiotik yang bersifat empiris,
sedangkan beberapa penelitian menyatakan meropenem merupakan antibiotik
dengan lini pertahanan utama dan terakhir dalam terapi berbagai infeksi serius.31
Pada kategori V penggunaan antiobiotik sama sekali tidak tepat
indikasi, tidak efektif, tidak aman dan belum tentu murah. Hal tersebut
disimpulkan karena sudah adanya hasil laboratorium yang menyatakan resistensi
terhadap antibiotik, sebagai contoh meropenem tetapi dokter pada rumah sakit
masih menggunakannya dalam waktu yang lama.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan tidak bijak merupakan
perilaku yang akan menimbulkan resistensi antibiotik.32 Keputusan Menteri
Kesehatan menyatakan penggunaan antibiotik harus dilakukan secara optimal dan
memerlukan pengawasan serta evaluasi terutama penggunaan antibiotik di rumah
sakit.13
Hal ini sejalan dengan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang
tertera pada tabel 4.1, menyatakan meropenem sudah mengalami resistensi
terhadap bakteri Yesernia pestis, E. coli, Shigella, dan Proteus vulgaris

33
Saran
1. Untuk RSUD Pirngadi Medan, penulis menyarankan agar pihak rumah
sakit memantau ketat penggunaan antibiotik khususnya β-laktam yang
diresepkan oleh dokter harus sesuai dengan kategori gyssen dan hasil
kultur darah.
2. Untuk dokter RSUD Pirngadi Medan, penulis menyarankan agar setiap
pemakaian antibiok β-laktam dikategorikan terlebih dahulu memakai
gyssen dan memakai antibiotik sesuai indikasi seperti hasil kultur darah.
Daftar Pustaka

1. Goodman and Gillman’s.2 Manual Farmakologi dan Terapi. Alih Bahasa :


Yuliana Sukandar. Jakarta : EGC. 2010: 671-680
2. Mitrea, LS. Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books. 2008. h. 53.
3. Katzung, G. dan Bertram, M. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 8. Alih
Bahasa : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
2004: 180-198
4. Worth Health Organization. How to Improve The Use of Medicines for
Consumers. Switzerland: WHO; 2007
5. Utami ER. Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi. Saintis 2012: 1
(1):124-38.
6. Alcántar-curiel MD,dkk. Risk factors for extended-spektrum b -lactamases-
producing Escherichia coli urinary tract infections in a tertiary hospital.
2015;57(5):412–8.
7. Yagiela JA, Dowd FJ, Johnson BS, dkk. Pharmacology and theraupetic
fordentistry. 6th ed. Missouri: Elsevier, 2011: 604-33.
8. Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit :
Erlangga. 2006: 81
9. Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008: 585-586.
10. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media
Komputindo: 65-90
11. Leong TW,dkk. Knowledge , attitude and practice of antibiotics prescribing
among medical officers of public health care facilities in the state of Kedah ,
Malaysia. 2015;70(5):307–11.
12. Standing Medical Advisory Committee Sub-Group on Antimicrobial
Resistance. The path of least resistance. London: Department of Health;
1998. URL: http://www.doh.gov.uk/smac/htm
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
406/Menkes/Per/Xii/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik
14. Brink, A.J, dkk. Appropriate Use of the Karbapenems October 2004, Vol.
94, No. 10, SAMJ
15. Jeon J, Lee J, Lee J, Park K, Karim A, Lee C-R, dkk. Structural Basis for
Carbapenem-Hydrolyzing Mechanisms of Carbapenemases Conferring
Antibiotics Resistance. Int J Mol Sci [Internet]. 2015;16(5):9654–92.
Available from: http://www.mdpi.com/1422-0067/16/5/9654/
16. Kooti S, Motamedifar M, Sarvari J. Antibiotic Resistance Profile and
Distribution of Oxacillinase Genes Among Clinical Isolates of
Acinetobacter baumannii in Shiraz Teaching. 2015;8(8):1–6.
17. Filgona J, Banerjee T, Anupurba S. Role of efflux pumps inhibitor in
decreasing antibiotic resistance of Klebsiella pneumoniae in a tertiary
hospital in North India. J Infect Dev Ctries [Internet]. 2015;9(08). Available
from: http://www.jidc.org/index.php/journal/article/view/6216.
18. Nix DE, Majumdar a K, DiNubile MJ. Pharmacokinetics and
pharmacodynamics of ertapenem: an overview for clinicians. J Antimicrob
Chemother [Internet]. 2004;53 Suppl 2:ii23–8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15150180
19. Londhe V. Carbapenem Resistant Organisms: An Unusual Aetiology for
Puerperal Sepsis. J Clin Diagnostic Res [Internet]. 2015;8–9. Available
from: http://jcdr.net/article_fulltext.asp?issn=0973-
709x&year=2015&volume=9&issue=7&page=QD01&issn=0973-
709x&id=6148
20. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Cetakan Pertama. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995
21. Dahlan S. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 6. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia; 2014
37

22. Istiantoro Y, Gan VH. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam


Lainnya. Farmakologi dan Terapi. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2001. p. 622–650
23. Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. (H. Hartanto,
C. Rachman, A. Dimanti, A. Diani). Jakarta : EGC.
24. Wong MH, Wan HY, Chen S. 2013. Characterization of multidrug-resistant
Proteus mirabilis isolated from chicken carcasses. PubMed 2013
Feb;10(2):177-181.
25. Gupta RK, Ali S, Shoket H, Mishra VK. 2014. PCR-RFLP Differentiation
of Multidrug Resistant Proteus sp. Strains from Raw Beef. Current Research
in Microbiology and Biotechnology Vol. 2, No. 4 (2014): 426-430
26. Barus D, Gelgel KT, Suarjana IGK. Uji Kepekaan Bakteri Esherichia coli
Asal Ayam Pedaging terhadap Antibiotik Doksisiklin, Gentamisin,
Tiamfenikol. 2013;2(5):538–45.
27. Noviana H. Pola kepekaan antibiotika Escherichia coli yang diisolasi dari
berbagai spesimen klinis. J Kedokter Trisakti. 2004;23(4):122–6.
28. Katarnida SS, Karyanti MR, dkk. Pola Sensitifitas Bakteri dan Penggunaan
Antibiotik. 2013;15(2).
29. BNF, 2005, BNF 49th ed, British National Folmulary, Royal Pharmaceutical,
Society of Great Britain
30. Eagle KA. Algoritma Pengambil Keputusan Klinis. Edisi pertama.
Wulansari P, editor. Jakarta: EGC; 2006.
31. Ayalew, K., Sumati, N., Yuliya, Y. and Barbara, AJ. 2003, Carbapenems in
Pediatrics, J Ther Drug Monit, 25(5) : 593-599.
32. Fauziyah, S., Radji, M. dan Nurgani A. 2011, Hubungan penggunaan
antibiotik pada terapi empiris dengan kepekaan bakteri di ICU RSUP
Fatmawati Jakarta, Jurnal Farmasi Indonesia, 5(3) : 150-158.

37

Anda mungkin juga menyukai