Daftar Isi.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang......................................................................................................2
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................5
1.5 Orisinalitas............................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
2.1 Antibiotik..................................................................................................................7
2.1.1. Difinisi dan Klasifikasi.......................................................................................7
2.1.2 Resistensi Antibiotik........................................................................................11
2.2 Antibiotik Karbapenem..........................................................................................16
2.2.1 Antibiotik Golongan Karbapenem...................................................................16
2.2.2 Mekanisme Resisten Karbapenem..................................................................18
2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Karbapenem........................................................19
2.3 Meropenem...........................................................................................................20
2.3.1 Struktur Kimia..................................................................................................20
2.3.2 Farmakodinamik..............................................................................................20
2.3.3 Farmakokinetik................................................................................................20
2.3.4 Farmakoterapi.................................................................................................21
2.3.5 Cara Pemberian...............................................................................................21
2.3.6 Pertimbangan Penggunaan Karbapenem........................................................22
METODOLOGI...............................................................................................................23
3.1. Desain Penelitian...............................................................................................23
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................................23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian..........................................................................23
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...............................................................................23
3.5. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel..................................................................23
3.6. Besar Sampel.....................................................................................................24
3.7. Variabel Penelitian............................................................................................24
3.8 Defenisi Operasional..........................................................................................24
3.7 Prosedur Pengolahan Data.................................................................................25
Hasil dan Pembahasan Penelitian....................................................................................26
4. Hasil Penelitian.........................................................................................................26
4.1 Pola Sensitifitas dan Resistensi bakteri terhadap Antibiotik...............................26
4.2 Kategori Antibiotik berdasarkan Gyssen.............................................................29
Saran................................................................................................................................33
Daftar Pustaka..................................................................................................................34
PENDAHULUAN
1.5 Orisinalitas
Tim peneliti melakukan pencarian literature yang relevan dengan menggunakan fasilitas
mesin pencari yang diakses dari NCBI/ PubMed. Tim peneliti memasukkan kata kunci:
Gyssens, antibiotic beta-lactam, policy, resistant. Tim peneliti mendapatkan ..... jurnal
yang relevan lalu kemudian diseleksi ...............
a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya
bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar
hambat minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin,
linezoid, dan eritromisin.
b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan
menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi atau
dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalam
waktu lama. Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon,
dan ketolid.
Kemampuan mikroorganisme untuk menjadi resisten terhadap pengobatan
utama dalam medis telah lama diakui dan menjadi semakin jelas.8,9Taraf resistensi
di berbagai isolat meningkat dengan berbagi variasi, sebagai contoh proporsi
isolat Staphylcoccus aureus resisten terhadap metisillin meningkat dari mendekati
nol 10-15 tahun yang lalu menjadi sekitar 70% di Jepang dan Republik Korea ,
40% di Belgia , 30% di Inggris , dan 28% di Amerika Serikat pada tahun 1998. 8
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa tingkat ketahanan terhadap
Streptococcus pneumoniae kurang dari 2% di Belgia , Italia , dan Finlandia , tetapi
7% di Jerman , 9,5% di Islandia , 25% di Rumania , 44 % di Spanyol dan 58% di
Hungaria3 .
Resistensi alami merupakan sifat dari antibiotik yang kurang aktif atau
tidak aktif terhadap suatu bakteri dan bersifat diturunkan.Contohnya
Pseudomonas aeruginosa yang tidak pernah sensitif terhadap klorampenikol, juga
25% Streptococcus pneumoniae secara alami resisten terhadap antibiotik
golongan makrolid (eritromisin, klaritomisin, azithromisin). Masalah resistensi ini
dapat diprediksi, sehingga dalam pemberian antibiotik dapat dipilih dengan cara
kerja yang berbeda.10
13
Resistensi oleh karena β-laktam dapat ditanggulangi dengan β-laktam
inhibitor, tetapi tidak dapat diatasi pada resistensi karena perubahan pada
Penicillin-Binding-Protein (PBP). Contohnya mekanisme resistensi pada tipe ini
adalah gen mcA pengkode resistensi terhadap methicillin yang ditemukan pada
Staphylococcus aureus. Gen resiste ini mengkode Penicillin-Binding-Protein 2’
(PBP 2’), yang tidak mengikat metisillin sebagimana pada β-laktam binding
protein yang normal.12
14
Ertapenem adalah antibiotik pertama karbapenem, yang secara
signifikan berbeda dari agen sebelumnya. Aktivitas karbapenem, mirip dengan
amp-C β-laktam, ESBL (extended spektrum beta-lactamase) yaitu terhadap
patogen dan anaerob. Meskipun demikian, ertapenem hanya memiliki aktivitas
minimal terhadap basil gram negatif non-fermentatif. Ertapenem lebih tepat
digunakan untuk penanganan infeksi yang sumber infeksinya berasal dari luar
rumah sakit dan infeksi nosokomial yang tidak suspek Pseuomonas sp dan atau
Acinetobacter sp.
Penggunaan ertapenem yang tepat bisa membantu mengurangi
perkembangan resistensi pada patogen selanjutnya. Perbedaan karakterisik lain
ertapenem adalah dosis intravena atau intramuscular satu kali sehari,
dibandingkan dengan dosis multiple yang diharuskan oleh agen sebelumnya.
Imipenem/silastatin dan meropenem memiliki spektrum aktivitas yang
luas terhadap sejumlah bakteri, termasuk bakteri Gram negatif non-fermentatif
seperti Pseuomonas sp dan Acinetobacter sp. Karakteristik ini menjadikan
imipenem dan meropem sebagai pengobatan ideal untuk infeksi nosokomial.15
15
2.2.2 Mekanisme Resisten Karbapenem
Sumber:
16
pergantian yang lambat, yang dapat menghidrolisis obat secara mencukupi
sehingga konsentrasi efektif tidak tercapai.16
Jika target (PBP, penicillin binding-protein) mempunyai afinitas yang
rendah untuk obat atau diganggu, konsentrasi minimum untuk penghambatan
meningkat, yang selanjutnya menimbulkan resistensi. Akhirnya, antibiotik β-
laktam (dan antibiotik polar lainnya) yang memasuki sel dan menghindari
perusakan oleh β-laktam dapatdiambil oleh suatu sistem efluks transporter
(contoh: Mex A, Mex B, dan Opr F) dan dipompa meliniasimembran luar
sehingga mengurangi konsentrasi intraseluler obat aktif.1,17
2.2.3.1 Ertapenem
Ertapenem paling tepat digunakan untuk infeksi yang bersifat
community-acquire. Namun, ertapenem sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi
empiris lini pertama kecuali pada kondisi tertentu. Ertapenem juga dapat
digunakan pada beberapa infeksi nosokomial dimana infeksi tidak melibatkan
Pseudomonas sp, misalnya infeksi nosokomial dini yang sumber infeksinya dari
unit pelayanan darurat. Ertapenem ideal digunakan untuk terapi yang berdasarkan
tes mikrobiologis, khususnya pada infeksi aktivitas ESBL.
Indikasi spesifik ertapenem adalah pneumonia, infeksi pembedahan
termasuk bedah intra abdominal dan kulit serta infeksi saluran kemih.13,18
17
2.3 Meropenem
2.3.2 Farmakodinamik
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel.
Spektrum aktivitas :
2.3.3 Farmakokinetik
Setelah pemberian injeksi intravena meropenem 0,5 dan 1 g setelah 5
menit, dicapai masing-masing konsentrasi plasma puncak sekitar 50 dan 112
mikrograms/ml. Pemberian melalui infuse dengan dosis yang sama setelah
18
30 menit menghasilkan konsentrasi plasma puncak masing-masing 23 dan 49
mikrogram/mL. Meropenem mempunyai waktu paruh sekitar 1 jam dan ini dapat
diperpanjang pada pasien dengan gangguan ginjal dan juga sedikit menjadi lebih
panjang pada anak-anak.
2.3.4 Farmakoterapi
1. Indikasi infeksi gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob.
2. Dosis dan dara pemberian dosis injeksi intravena dewasa : 500 mg tiap
8 jam. Dapat ditingkatkan dua kali lipat pada infeksi nosokomial
(pneumonia, peritonitis, septikemia dan infeksi pada pasien dengan
enteropenia). Anak 3 bulan sampai 12 tahun 10-20 mg/kg BB tiap 8 jam.
Berat badan lebih dari 50 kg diberikan dosis dewasa.3,9,10,15
1. Efek samping mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan fungsi hati,
trombositopenia, sakit kepala.
2. Interaksi obat probenecid : probenecid menghambat eksresi meropenem
sehingga meningkatkan konsentrasi plasma yang dan memperpanjang
eliminasi paruhnya.
3. Kontraindikasi hipersensitif terhadap meropenem.
4. Perhatian dan peringatan hipersensitivitas terhadap penisilin, sefalsoforin
dan antibiotik beta- laktam lainnya. Gangguan fungsi hati, fungsi ginjal,
wanita hamil atau menyusui.3,9
19
2.3.6 Pertimbangan Penggunaan Karbapenem
Monoterapi dengan antibiotik golongan karbapenem sesuai digunakan
pada kebanyakan infeksi, akan tetapi jika dicurigai atau terbukti infeksi
Pseudomonas sp, khususnya infeksi bakterial, terapi kombinasi dengan
aminoglikosi atau florokuinolon yang tepat (misalnya: ciprofloxacin) bisa
dipertimbangkan.
Penggunaan metronidazole atau agen anti-anaerob lainnya bersamaan
dengan karbapenem tidak diperlukan kecuali pada kasus infeksi Clostriium
difficile.19
Dosis terapeutik yang tepat sangat penting karena dosis terapeutik yang
sedikit berbanding KHM (Kadar Hambat Minimal) yang tinggi dapat mengurangi
efektivitas obat dan meningkatkan resistensi. Pada situasi ini hasil analisis
mikrobiologi klinis akan sangat membantu.9
Cara 1
Cara 2
Cara Gyssens
20
2. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis
(gejala klinis dan hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanan
dan harga.
3. Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens.
4. Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut:2
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = Ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC = Ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD = Ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
21
Gambar 2.1 Alur Gyssens
Dimana?
Oleh siapa?
23
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain cross
sectional.20 yang menggunakan medical record pasien di bangsal ICU dan NICU
RSU dr Pirngadi.
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah rekam medis pasien yang berusia 0-18
tahun yang dirawat inap di ICU dan NICU Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan
pada Januari 2014-Agustus 2015 yaitu sebanyak 158.
3.3.2 Sampel
Sampel dipilih dari populasi dengan mempertimbangkan kriteria
inklusi dan eksklusi sehingga di dapatkan besar sampel sebanyak 63 rekam medik
pasien. Perhitungan besar sampal tersaji pada bagian berikut ini.
23
24
(rujuk)
N
n= 2
(N ×d )+1
N diketahui sebesar 158 pasien yang berada di ICU dan NICU RSUD Pirngadi
Medan dengan kisaran umur 0-18 tahun
d = 10%
158
n= =61,2
(158 ×0,12 )+1
Karena jumlah populasi adalah 158 sampel medical record, maka sampel
ditentukan menggunakan systematic random sampling. Keseluruhan daftar
populasi yaitu sebanyak 158 disusun menurut urutan bulan dan tahun tercatat di
RM, lalu kemudian tim peneliti mengambil 63 sampel RM melalui perhitungan:
158/63 = 3 jarak. Untuk menentukan sampel urutan pertama, tim peneliti
menentukan urutan no. 3 dari daftar, kemudian dilanjutkan no. 5, no. 8 demikian
seterusnya sampai terpenuhi jumlah sampel sebanyak 63 sampel RM.
24
25
25
26
4. Hasil Penelitian
4.1 Pola Sensitifitas dan Resistensi bakteri terhadap Antibiotik
Antibiotik Citrobacter Citrobacter Yesernia E. coli Enterobacter
freundi pestis
S I R S I R S I R S I R S I R
Amikasin V V V V V
Ampsilin V V V V V
Sefotaksim V V V V V
Kloramfenikol V V V V V
Gentamisin V V V V V
Meropenem V V V V V
26
27
oksigen dan rendah efeknya terhadap mikroorganisme yang bersifat anaerob atau
fakultatif.22
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpukan, seharusnya amikasin
bersifat sensitif untuk mikroorganisme yang bersifat gram negatif dan aerob
seperti Citrobacter dan tidak dapat digunakan untuk bakteri seperti E. coli yang
bersifat bakteri gram negatif yang bersifat fakultatif.23
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik ampisilin sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Yesernia pestis, E. coli,
Enterobacter, Shigella, dan Proteus vulgaris, memiliki efek intermediate yaitu
kuman Citrobacter freundi, Citrobacter sp dan yang masih sensitif terhadap
kuman Salmonella.
Ampisilin merupakan antibiotik rekomendasi yang tertera di tabel
AM, yang biasanya bersifat sensitif terhadap kuman E. coli pada infeksi saluran
pencernaan, kolesistis akut, peritonitis karena perforasi usus, dll.22
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik sefotaksim sudah
mengalami resistensi terhadap kuman E. coli, Enterobacter, Shigella, dan Proteus
vulgaris, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Citrobacter, Citrobacter
freundi, Yesernia pestis dan Citrobacter sp. dan yang masih bersifat sensitif
terjadi pada kuman Salmonella.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Wong dkk mendapatkan bahwa
sefotaksim masih 34% menuju resisten dari uji kepekaan yang dilakukan terhadap
Proteus sp yang berasal dari ayam di China.24 Hal ini berbeda dari penelitian ini
dikarenakan dari hasil uji kepekaan didapatkan sefotaksim sudah mengalami
resisten terhadap kuman Proteus vulgaris.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik kloramfenikol sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Citrobacter freundi, E.coli,
Enterobacter dan Citrobacter sp, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman
Yesernia pestis dan Shigella dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman
Salmonella dan Proteus vulgaris
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wong dkk mendapatkan bahwa
kloramfenikol memiliki daya resistensi sebesar 66% terhadap kuman Proteus sp,
27
28
hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini.24 Pada penelitian ini didapatkan bahwa
kloramfenikol masih bersifat sensitif terhadap kuman Proteus vulgaris.
Pada penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa
kloramfenikol sudah termasuk ke dalam semi resisten terhadap isolat Proteus sp
yang berasal dari daging sapi.25 Hal ini juga tidak sejalan dengan penelitian ini,
dikarenakan pada penelitian ini kloramfenikol masih bersifat sensitif terhadap
kuman Proteus vulgaris.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik gentamisin sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Citrobacter, Citrobacter freundi dan E.coli,
yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Enterobacter, Citrobacter sp,
Proteus vulgaris dan Shigella, dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman
Salmonella dan Yesernia pestis
Pada penelitian yang dilakukan oleh Daniel dkk, menyatakan pola
kepekaan bakteri E. coli terhadap gentamisin masih dapat dikatakan resisten
sebesar 62,5 %.26 Hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan
bahwa gentamisin sudah mengalami resistensi pada bakteri E. coli.
Dari hasil penelitian ini didapatkan antibiotik meropenem sudah
mengalami resistensi terhadap kuman Yesernia pestis, E.coli, Shigella dan
Proteus vulgaris, yang bersifat intermediate terjadi pada kuman Citrobacter dan
Enterobacter, dan yang masih bersifat sensitif terjadi pada kuman Citrobacter
freundi, Salmonella dan Citrobacter sp
Peneitian yang dilakukan oleh Hera menyatakan bahwa Hera
menyarankan untuk pengobatan infeksi oleh E. coli yang bersifat inaktif adalah
meropenem, hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa
meropenem sudah mengalami resistensi terhadap kuman E. coli.27 Hal ini
mungkin dikarenakan di RSUD Pirngadi Medan meropenem digunakan secara
leluasa tanpa indikasi yang jelas.
28
29
29
30
30
31
Seftriakson +
meropenem 20,38
Meropenem +
metronidazol 22 ,45,47,
Sefotaksim 48
42
Seftriaksim 25,47
Seftazidim 30
Meropenem +
sefotaksim +
gentamisin 34,41,43
Sefotaksim +
ampisilin 37
Seftazidim + amikasin 42
Meropenem +
sefotaksim 43
IVD Seftazidim + ampisilin 44 8 8,99
Ada Meropenem +
antibiotik gentamisin
yang lebih 1
spesifik 6,9,10,29
Gentamisin
Ampisilin + 18
sefotaksim
Sefotaksim + 20
gentamisin
Sefotaksim + 38
V metronidazol 9 10,11
Tidak ada Meropenem +
indikasi gentamisin +
penggunaan metronidazol 7,21,47
antibiotik 8,46,60
Meropenem 36
Seftriakson
Seftriakson + 39
gentamisin
Meropenem + 61
amikasin
Gentamisin +
ampisilin
Total 89 100
Tabel 4.2 Kategori Gyssen
Dari hasil penelitian didapatkan antibiotik dengan kategori 0 sebanyak
16,85%, yaitu penggunaan antibiotik sudah sesuai dengan kondisi pasien dengan
harga yang lebih murah dan lebih efektif. Dari 11 data penggunaan antibiotik 1
31
32
32
33
memiliki spektrum kerja yang luas, sehingga banyak dokter yang memberikannya
sebagai antibiotik profilaksis ataupun sebagai antibiotik yang bersifat empiris,
sedangkan beberapa penelitian menyatakan meropenem merupakan antibiotik
dengan lini pertahanan utama dan terakhir dalam terapi berbagai infeksi serius.31
Pada kategori V penggunaan antiobiotik sama sekali tidak tepat
indikasi, tidak efektif, tidak aman dan belum tentu murah. Hal tersebut
disimpulkan karena sudah adanya hasil laboratorium yang menyatakan resistensi
terhadap antibiotik, sebagai contoh meropenem tetapi dokter pada rumah sakit
masih menggunakannya dalam waktu yang lama.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan tidak bijak merupakan
perilaku yang akan menimbulkan resistensi antibiotik.32 Keputusan Menteri
Kesehatan menyatakan penggunaan antibiotik harus dilakukan secara optimal dan
memerlukan pengawasan serta evaluasi terutama penggunaan antibiotik di rumah
sakit.13
Hal ini sejalan dengan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik yang
tertera pada tabel 4.1, menyatakan meropenem sudah mengalami resistensi
terhadap bakteri Yesernia pestis, E. coli, Shigella, dan Proteus vulgaris
33
Saran
1. Untuk RSUD Pirngadi Medan, penulis menyarankan agar pihak rumah
sakit memantau ketat penggunaan antibiotik khususnya β-laktam yang
diresepkan oleh dokter harus sesuai dengan kategori gyssen dan hasil
kultur darah.
2. Untuk dokter RSUD Pirngadi Medan, penulis menyarankan agar setiap
pemakaian antibiok β-laktam dikategorikan terlebih dahulu memakai
gyssen dan memakai antibiotik sesuai indikasi seperti hasil kultur darah.
Daftar Pustaka
37