Anda di halaman 1dari 79

Marga (Asma Marga).

Marga adalah nama belakang/depan leluhur yang kemudian


ditetapkan dalam nama-nama keturunannya. Daftar marga adalah:

Pengindonesiaan Nama Marga Jawa:

‌Adimulyana
‌Anggawarsita
‌Ardiwila
‌Aryawangsa
‌Atmayadarma
‌Atmadibrata
‌Bahuwirya
‌Brahmawijaya
‌Brajawisesa
‌Bratadikara
‌Cakrabirawa
‌Cakrawijaksa
‌Danawikara
‌Danipuspa/Darapuspa
Danureja
‌Danusubrata
‌Daratista
‌Darmadilaga
‌Darmaraksa
‌Darmeswara
‌Darpita
‌Darwanta/Darwanti
‌Dewantara/Dewintari
Dinarga
‌Dwipanegara
‌Ganawirya
‌Ganendra
‌Gilangharja
‌Girinata
‌Hanjaya
‌Harisdharma
‌Hariwangsa
‌Haryayudanta/Haryayudanti
‌Hutama/Hutami
‌Indrawara/Indrawari, Indriwari
‌Jatinusa/Jatiningsih
‌Jayadharma
‌Jayagiri
‌Jayawisnuwardhana/Jayawisnuwardhani
‌Kartadikrama
‌Kartasasmita
‌Kartasudira
‌Kartawijaya
‌Kartawiharja
‌Kartawiwaha
‌Kasawilaga
‌Kasawirya
Kawilarang
‌Kramawijaya
‌Kumala/Kumalasari
‌Limawan/Limantika
‌Linandar
‌Mahasatya/Satyarini
‌Mahawirya
‌Mangunkusuma
‌Martanagara
‌Martawijaya
‌Mawardhana/Mawardhani
‌Murtapa
‌Nagarawardhana/Nagarawardhani
‌Nilakendra
‌Nurmantya
Parawangsa
‌Pramana/Pramanita
‌Pramataraharja
‌Pramatya
‌Prahastha/Prahasthi
‌Prakarsa
‌Pramujita/Pujita
‌Prana
‌Prajapustaka
‌Pramayogawardana
Primadewa/Primadewi
Prasetya
‌Prayudata/Prayudati
‌Puramarta
‌Purwaka
‌Puradireja
‌Puspawardaya
‌Puspawisesa/Puspa Astuti
‌Ranggawarsita
‌Reksapraja
‌Reksasamudra
‌Sasradiharja
‌Sastraamijaya
‌Sastraguna
‌Sastrasentana
‌Sastrawardaya
‌Sentana/Sengani
Soedira
‌Sudwikatmana
‌Sukartayasa
‌Sumadireja
‌Suragharana/Suragharani
‌Sureswara/Sureswari
‌Sutawijaya
‌Sutisna/ Adriansa Sutisna
‌Suthyana
Soewitomo
‌Swardhana
‌Tanubaya
‌Tanudisastra
‌Tanusaputra
‌Tanusibya
‌Tanusudibya
‌Tanutama
‌Tanuwijaya
‌Tanwirasatya/Sulisthya
‌Tribhuana
‌Tumenggung
‌Tunggadewa/Tunggadewi
‌Wardhani
‌Wibisana
Wijaksana
‌Wisnushantika
‌Werasnawira
‌Yasudharsa
‌Yudhayana
Nama Marga Baru:
Besari
Banoetedja
Bratadikara
Boeniadjie
Cagur
Damardjatisa
Darmaadjie
Hadjoe
Halilintar
Hanarta, Harta/Harti
Harjakrama
Harjasoewigija
Marta
Marten
Moeloek
Soekarnoputra/Soekarnoputri
Sumarga

Sebagian kasta baru bercirikan dengan marga yang memakai ejaan


Van Opuijsen, karena baru muncul disaat abad 19.

Pengindonesiaan Nama Marga Melayu:


Tambayong/ Intan Payung.
Pengindonesiaan Nama Marga Minangkabau:

Kasta Raja:
 Ajo (Bahasa Sanskerta: Radhya): Raja Marapi, Raja Diraja.
Marga ditaruh di belakang nama. Pengindonesiaan: Girya,
Maharaja, Raja, Maraja, Narapati, Prabu, Gusti.
 Sutan (Bahasa Arab: Sultan): Sultan Kesultanan Pagaruyung,
Kata Sutan dulunya tidak dipakai, dan orang dulu lebih suka
memakai Tuah. Marga ditaruh di depan nama. Pengindonesiaan:
Sultan/Sutan, Syah, Imam, Malik.
 Datuk (Bahasa Melayu: Dato’): Pemimpin atau Ketua suatu
desa. Marga ditaruh di depan nama. Pengindonesiaan:
Adiwanua, Datuk, Rakai, Rakyan, Keyan, Adipati, Penghulu.

Kasta Bangsawan:
 Piliang (Bahasa Sanskerta: Pilihyang): Bangsawan kaya raya
beradat. Marga ditaruh di belakang. Pengindonesiaan: Wangsa,
Manungga, Winidi.
 Pujanggo (Bahasa Sanskerta: Bhujamga): Penulis, Penyair
terpandang, Pandai sastra. Marga ditaruh dibelakang.
Pengindonesiaan: Sastra, Bhujangga, Sardhyana, Sarjana.

Kasta Brahmana:
 Bodi (Bahasa Sanskerta: Bodhi): Orang-orang biksu atau
pendeta agama Buddha. Marga ditaruh di belakang.
Pengindonesiaan: Bodhi, Buddhi, Mandira, Agraudha, Wandira.
 Pandito (Bahasa Sanskerta: Pandhita): Para pendeta agama
Hindu. Marga ditaruh di belakang. Pengindonesiaan: Pandhita.
 Tuanku/Puanku (Bahasa Melayu: Tuan Aku, Puan Aku): untuk
pemimpin agama, yang digunakan untuk ulama-ulama Minang,
dahulu bernama Sidi sedangkan perempuan diberi gelar Siti.
Marga ditaruh di depan. Pengindonesiaan: Tuanku/Puanku,
Laras, Kar’i, Sidi/Sidya, Gus. Penyingkatan: Tnk.
 Buya (Bahasa Arab: Abun Ya): Para Alim Ulama. Marga
ditaruh didepan. Pengindonesiaan: Buya, Pita, Rama.

Kasta Ksatria:
 Koto (Bahasa Sanskerta: Karta): Artinya adalah para satria,
tentara. Marga ditaruh di belakang. Pengindonesiaan: Satria,
Tantra, Wira, Bala, Yodha, Sena.
 Huto (Bahasa Sanskerta: Karta): Artinya penertib peraturan dan
penjaga warga di suatu kampung, polisi. Pengindonesiaan:
Karta, Pura, Nagara, Kuta.

Kasta Waisya:
 Caniago (Bahasa Sanskerta: Saniyaga): Artinya para pedagang
yang tinggal dan berdagang di daratan. Marga ditaruh di
belakang. Pengindonesiaan: Saniaga, Wiasa, Wata.
 Tanjuang (Bahasa Melayu: Tanjung): Merupakan pedagang
yang berdagang dipantai semenanjung. Marga ditaruh di
belakang nama. Pengindonesiaan: Melaka, Malaka, Prayadwipa,
Tanjung.

Kasta Sudra:
 Mara (Bahasa Melayu: Merah): Pekerja kasar yaitu tukang
pembangunan, petani, peternak. Marga ditaruh di belakang.
Pengindonesiaan: Caraka, Thani, Srama, Pramu, Sudra.
 Malayu (Bahasa Melayu: Melayu): Pekerja kasar yang bekerja
di pesisir pantai, terutama nelayan, nakhoda, dan penghasil
garam. Marga ditaruh di belakang nama. Pengindonesiaan:
Dasa, Matsya, Bandyaga, Senawa.
Nama-nama marga tadi lazim jika dikombinasikan dengan Asma-,
Tanu-, Purwa-
-atmaja/i/barya, -wangsa, -nagara, -atma,
-putra/i, -wisesa, -rajasa, -jaya, -dijaya, -wijaya
-nata, -dinata, winata, -laga, dilaga, wilaga.

Atau bisa dikombinasikan dengan urutan-urutan anak misal eka, dwi,


tri, catur, panca. Atau bisa juga dengan Pambayun, Madya,
Pamuragil.
Contohnya: Sastradinata, Sastrapanca atau Sastrapambayun.

Pengindonesiaan Marga Lain:


Dathukansina (Sulawesi)
Holscher (Jerman)
‌Judge (Pakistaan)
‌Kalla (Sulawesi)
‌Mahardika/Maharlika (Filipina)
‌Maisa/Mesa (India)
‌Manapa (Sulawesi)
‌Nakamura/Nakagawa (Jepang)
‌Nariratna (Thailand)

Pengindonesiaan Nama Marga Arab:


‌Amin
‌Assegaf
‌Bachmied
‌Bakrie
‌Djaedy
‌Djaim
‌Habibie
Hadid
‌Lil
‌Pasha
‌Saudi
‌Shihab

Pengindonesiaan Nama Marga Belanda:


Alatas
‌Baswedan
‌Dekker
‌Gumelaar
‌Isaakh
‌Jacobs
‌Jonathans
‌Joseph
‌Laurens
‌Leandar
‌Loens
‌Melemma
‌Novel
‌Ritjiesch
‌Samoewell
‌Tholense
‌Zadokh

Marga Belanda bersifat Patrilineal, hanya lelaki yang


menurunkannya, kacuali dalam marga Ritjiesch, kesemua gender
boleh memakainya. Marga Belanda dipakai biasanya oleh suku-suku
Betawi campuran Belanda (Indo) yang melokalisasi nama marga
Belanda. Misalnya Ritjiesch menjadi Ricis.

Pengindonesiaan Nama Marga Batak


‌Bratanata
‌Darmanikaya
‌Daulay
‌Dibrataraja
‌Doloksaribu
‌Dyadibrata
‌Ginting
‌Gurukinayan
‌Gurupatih
‌Gurusingha
‌Harahap
‌Lubis
‌Nasatyana
‌Pasaribu
‌Silalahi, Sinulaki
‌Srimangunsangha
‌Srimanulangga
‌Siregar
‌Sungkar
‌Taulani

Dalam Marga Batak biasanya lelaki dipanggil Marga dan perempuan


dipanggil Boru, karena yang menurunkan nama marga hanyalah laki-
laki, perempuan hanya memakai nama belakang atau marga ayahnya
kemudian nama belakang suaminya atau marga suaminya.

Pengindonesiaan Nama Marga Bali:


‌Airlangga
Astapaka
Darmawan/Darmawati
Jayapangus
Karang
Mahendradatta
Mangkupastika
Nirartha
‌Parthayana/Parthayani
Puspayoga
Sudyana
Sekawan/Sukawati
Suropati
Swardikah
Udayana
Ugrasena
Widnyana
Widiana
‌Wirasanjaya
Wiryatama
Namun Marga Bali, berasal dari 4 titik kasta, jenis kelamin dan urutan
kelahiran. Kebiasaan ini diikuti hanya dalam masyarakat Bali, Hindu
dan
Penamaan Sesuai Kasta:
Keturunan dari kasta brahmana biasanya diawali dengan gelar Ida
Bagus untuk laki-laki, dan Ida Ayu (disingkat Dayu) untuk
perempuan. Pada masa lalu, kasta brahmana adalah golongan
rohaniwan atau pemuka agama, yaitu pendeta, pedanda, beserta
keluarganya. Mereka tinggal di suatu kompleks hunian yang disebut
griya, diwariskan berdasarkan garis keturunan leluhur mereka pada
masa lalu. Sekarang, tidak semua keturunan brahmana berprofesi
sebagai pemuka agama. Mereka sudah masuk ke dalam berbagai
lapangan pekerjaan dan tidak semua keturunannya masih menetap di
griya.
Keturunan dari kasta ksatria biasanya diawali dengan gelar Anak
Agung (disingkat Gung), Cokorda (disingkat Cok), Desak atau Gusti.
Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di puri atau sekitar puri,
yaitu kediaman leluhur mereka (bangsawan Bali) yang memerintah
atau mengabdi pada masa lalu. Bagaimanapun, ada sebagian golongan
ksatria yang tinggal di luar puri. Dalam kasta ini juga ada yang
menggunakan gelar Dewa, atau Dewa Ayu untuk perempuan.
Umumnya mereka adalah keturunan pejabat puri pada masa lalu. Pada
mulanya, kasta kesatria merupakan orang-orang dengan profesi di
bidang pemerintahan, baik sebagai raja, menteri, pejabat militer,
bupati, maupun abdi keraton. Saat ini, keturunan kasta kesatria
bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan.
Keturunan kasta Waisya biasanya diawali dengan gelar Ngakan,
Kompyang, Sang, atau Si. Pada masa lalu, orang dari kasta ini bekerja
di bidang niaga dan industri. Kini, sebagian keturunan waisya tidak
lagi menggunakan nama depannya, terkait banyaknya asimilasi
kelompok ini dengan kaum sudra pada masa lalu. Di samping itu,
sekarang keturunan waisya tidak lagi mendominasi bidang niaga dan
industri, sebagaimana profesi leluhur mereka pada masa lalu. Mereka
kini bekerja di berbagai bidang.
Keturunan kasta sudra dicirikan dengan nama tanpa gelar
kebangsawanan sebagaimana tersebut di atas, melainkan langsung
mengacu pada urutan kelahiran sesuai tradisi Bali, seperti: Wayan,
Putu, Gede, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, dan Ketut.
Pada masa lampau, golongan sudra terdiri dari buruh dan petani. Kini,
golongan sudra sudah bekerja di berbagai profesi, mulai dari pejabat
negara hingga buruh kasar.
Kemudian menurut kelamin:
Orang Bali mengenal tradisi pemberian imbuhan nama untuk
mencirikan jenis kelamin, yaitu awalan “I” untuk nama anak laki-laki,
dan awalan “Ni” untuk nama anak perempuan. Contoh: I Gede…, Ni
Made…, I Dewa…, Ni Nyoman…, dsb. Bentuk honorifik dari “I”
adalah “Ida” (dibaca [id̪ə]), digunakan untuk keturunan bangsawan,
misalnya: Ida Cokorda. Pada beberapa nama untuk orang berkasta
sudra (rakyat jelata), ada yang cocok ditambahkan “Luh” untuk
mengindikasikan perempuan (luh berarti “perempuan” dalam bahasa
Bali), contoh: Luh Gede…, Luh Made…, Luh Nyoman…, dsb.
Untuk kasta selain sudra, mereka menggunakan kata “Ayu” (ayu
berarti “jelita” dalam bahasa Bali) daripada “Luh”, contoh: I Gusti
Ayu…, Dewa Ayu…, Sang Ayu…, dsb. Bagaimanapun, kata “Ayu”
juga dapat diterapkan untuk kasta sudra, misalnya: Made Ayu…, Putu
Ayu…, Komang Ayu…, dsb. Untuk kasta selain sudra, biasanya
mereka juga sering menambahkan kata “Istri” sebagai padanan kata
“Ayu” (istri berarti “wanita” dalam bahasa Bali), contoh: Cokorda
Istri…, Anak Agung Istri…, dsb.
Sulung diberi nama depan Wayan, berasal dari kata wayahan yg
artinya “lebih tua”. Selain Wayan, nama depan untuk sulung juga
sering digunakan adalah Putu & Gede. Kata putu artinya “cucu”,
sedangkan gede artinya “besar”. Nama Gede cenderung digunakan
kepada anak lelaki saja, sementara untuk anak perempuan jarang
digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata Luh pada nama
“Gede”. Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak
menggunakan kata Wayan maupun Gede. Mereka lebih memilih
menggunakan nama Putu.
Anak kedua diberi nama depan Made (madé), berasal dari kata madya
yang berarti “tengah”. Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga
dapat diberi nama depan Nengah yang juga diambil dari kata
“tengah”. Ada pula nama Kade atau Kadek, bentuk variasi dari Made.
Ada hipotesis bahwa Kade atau Kadek berasal dari kata adi yang
bermakna “adik”. Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali
cenderung tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka
lebih memilih menggunakan kata Made atau Kade.
Anak ketiga diberi nama depan Nyoman atau Komang. Nama
Nyoman ditenggarai berasal dari kata anom yang berarti “muda” atau
“kecil”; bentuk variasinya adalah nama Komang. Ada hipotesis
bahwa nama Nyoman diambil dari kata nyeman (artinya “lebih tawar”
dalam bahasa Bali), mengacu kepada perumpamaan tentang lapisan
terakhir pohon pisang—sebelum kulit terluar—yang rasanya cukup
tawar. Ada pula dugaan bahwa nama Nyoman dan Komang secara
etimologi berasal dari kata uman yang berarti “sisa” atau “akhir”
dalam bahasa Bali.
Anak keempat diberi nama depan Ketut, berasal dari kata ketuwut
yang bermakna “mengikuti” atau “membuntuti”. Ada juga yang
mengkaitkan dengan kata kuno kitut yang berarti sebuah pisang kecil
di ujung terluar dari sesisir pisang.
Sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak hanya mengenal
4 urutan kelahiran saja. Keluarga yang memiliki anak lebih dari empat
orang dapat menggunakan kembali nama2 depan sebelumnya, dimulai
dari nama Wayan untuk anak kelima, Made untuk anak keenam, dan
seterusnya. Ada juga yang sengaja menambahkan kata “Balik” setelah
nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir
setelah anak yang keempat.[2] Selain itu, ada juga yang menggunakan
nama “Alit” atau “Cenik”, yang artinya “kecil”. Ada pula yang sejak
awal telah merancang 4 nama anak-anak pertama mereka dengan
tambahan kombinasi awalan urutan. Contoh: I Putu Gede…, I Made
Putu…, I Ketut Gede…, dsb.

Pada masa lalu, penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak


cenderung digunakan oleh orang Bali dari golongan kasta-kasta atas
(selain sudra), sedangkan orang Bali dari kasta sudra tidak banyak
yang menggunakan pola penamaan tersebut. Mereka langsung
menamakan anaknya dengan awalan I untuk anak laki-laki atau Ni
untuk anak perempuan. Misalnya I Swasta, I Kaler, Ni Polok, Ni
Ronji, dan sebagainya. Model ini masih terlihat sampai periode akhir
masa penjajahan Belanda akhir abad ke-20. Pada masa selanjutnya,
pola penamaan berdasarkan urutan kelahiran akhirnya digunakan
secara umum oleh sebagian besar orang Bali. Kini, tradisi penamaan
tersebut telah menjadi ciri khas kebudayaan orang Bali.

Pengindonesiaan Nama Marga Sunda:

‌Adinata
‌Aditya/Adisty.
‌Anggakusuma
‌Astungkara
‌Atmaja
‌Diasnata/Diasnita
‌Dinata
‌Handayana/Handayani
‌Hariadikusuma
‌Haryakusuma
‌Herjuna (Herjunot)
‌Haryanja
‌Jatikusuma
‌Jatmika
‌Jayahadikusuma
‌Junanda
‌Kartalegawa
‌Kartawinata
‌Krisdayanta/Krisdayanti
‌Kosasih
‌Kusuma
‌Kusumadinata
‌Kusumawardhana
‌Lesmana/Lismitha
‌Legawa
‌Mantana
‌Martadinata
‌Natalegawa
‌Natamiharja
‌Natanagara
‌Natasastra
‌Natairnawa
‌Natamiharja
‌Padmasusasthra
‌Paramudya
‌Pradanata/ Pradawati
‌Prawiranegara
‌Prawirawiharja
‌Purwadinata
Puspitasari
‌Sasana
‌Sasmita
‌Sartika
‌Sind (Sindangkasih)
‌Sugyapranata
‌Sujatmaka/Sujiatmi
‌Suryakencana
‌Suryalegawa
‌Suranata
‌Tan
‌Tansil/Intan
‌Triatmaja
‌Tubagus
‌Winata
‌Wiradana
‌Wirapatra
‌Wirapustaka
‌Wiradiputra
‌Wiraatmaja/Wiraanggun
‌Wirahadikusuma
‌Wirajuda
‌Wiranagara
‌Wiranatakusuma
‌Wiratama
‌Wikayaatmaja
‌Wijayakumara
‌Wisnulegawa
‌Wisnutama
‌Wiwahadinata
‌Wulansari
‌Yudharthapita/Pitaloka

Tradisi Sunda tidak mengenal marga, meskipun menggunakan “nama


keluarga”, berawalan: Adi-, Ardi-, Atma-, Asma-, Denda-,
Karta/Kerta-, Kusuma, Tirta-, Marta-, Nata-, Jaya- Kurnia-, Sastra-,
Saria-, Haria/Harja- (baca: Harya), Suria-, Suma-, Sukma-, Padma-,
Purwa-, Pandu-, Prawira-, Wira-, Tanu-, Wijaya-, dst.
Umumnya dikombinasikan dengan berbagai nama akhiran, seperti: -
atmaja, -dinata, -dibrata, -direja, -dilaga, -diputra, -diningrat, -nagara,
-praja, -rajasa, -legawa, -sasmita, -kusuma/kusumah,
-sumantri/somantri, -subrata, -miharja, -wijaya, -winata, -wilaga, -
wigenda, -wikarta, -wangsa, -yuda, dst.

Sehingga menghasilkan berbagai variabel, antara lain: Adiwijaya,


Adiwikarta, Ardikusumah, Ardiwilaga, Atmadibrata, Asmasubrata,
Anggadireja, Dendanagara, Dendakusumah, Kartadinata,
Kartanagara, Kartasasmita, Kartamiharja, Kartalegawa, Kartaprawira,
Kusumadinata, Kusumasumantri, Kusumahdilaga, Kusumahyuda,
Martadinata, Martasasmita, Natalegawa, Suriaatmaja, Sariaatmaja,
Hariaatmaja, Suriadilaga, Suriadiwangsa, Suriadiputra, Sastramiharja,
Setiadinata, Sutaatmaja, Sumapraja, Sukmadinata, Padmadinata,
Purwadinata, Panduwinata, Prawiradireja, Jayadiningrat,
Wangsadinata, Wiraatmaja, Wiranatakusumah, Wijayakusumah, dst.
Namun nama-nama di atas bukan satu-satunya rumusan baku, sebab
ada pula “marga” lain seperti Supriatna, Suhendi, Sugilar, Gumbira,
Jatnika, Koswara, Kosasih, Kusnadi, dst.

Pengindonesiaan Nama Marga Tionghoa:

‌ 阳/歐陽 (Oūyáng) /O yang/: Dalam bahasa Hokkian adalah



Awjong. Pengindonesiaan: Odjong, Dikra, Oelong.
‌ (Ān) /An/: Dalam bahasa Hokkian adalah An. Pengindonesiaan:

Anindra, Anita, Ananta, Anadra.
‌ , 柏 (Bái) /Pai/: Dalam Bahasa Hokkian adalah Pek,

Pengindonesiaan: Perkasa, Pekerti, Perisai. Pengindonesiaan secara
Makna: Gauryandi, Gauryanta/ Gauryanti, Nirmala, Nirkrishna,
Karisma, Bramar, Sinopa, Devaki.
‌ (Cài) /Chai/: Dalam Bahasa Hokkian adalah Tjoa, Tjhuah.

Pengindonesiaan: Cahyo, Cahyadi, Tjohara, Tjuatja, Cuaca, Tjuandi.
‌ (Cao) /Chao/: Bahasa Hokkian adalah: Tjo, Tjaw.

Pengindonesiaan: Cokro.
禪 (Chan) /Jhan/: Bahasa Hokkian adalah: Tian, Can.
Pengindonesiaan: Dhyana, Chandra, Dijono (Dyono, Diana).
‌ , 成 (Chéng) /Jheng/: Bahasa Hokkian adalah: Seng.

Pengindonesiaan: Sengani.
‌ /陈 (Chen) /Jhen/: Bahasa Hokkian adalah: Tan, Tjien.

Pengindonesiaan: Tanto, Tanoto, Tandiono, Tanzil/Tansil, Tanasal,
Tanadi, Tanaga, Tanaja/Tanaya, Tanamal, Tandy, Tantra, Tanizal,
Tantomo, Tandjung/Tanjung, Tanu- (Tanutama, Tanusaputra,
Tanudisastro, Tanuwijaya, Tanusudibyo, Tanubrata).
‌ /邓 (Deng) /Teng/: Bahasa Hokkian adalah: Tteng.

Pengindonesiaan: Tenggara, Tengger, Ateng, Tranggono, Trengganu.
‌ /冯 (Feng) /Beng/; Bahasa Hokkian adalah: Peng. Pengindonesiaan:

Effendi, Priyatna, Priyo, Priyono.
‌ (Guo) /Kwo/: Bahasa Hokkian adalah: Kwee, Kwik, Kwiek.

Pengindonesiaan: Kartawiharja, Kusuma/Kusumo, Kumala,Karjawan.
‌ (Han) /Han/: Bahasa Hokkian adalah: Han. Pengindonesiaan:

Handjojo/Handaya/Handoyo/Handojo, Hantoro, Handoko.
‌ (Hé) /He/: Bahasa Hokkian adalah: Hok. Pengindonesiaan:

Honoris, Hendrawan, Hengky.
‌ (Hong) /Ung/: Bahasa Hokkian adalah: Ang. Pengindonesiaan:

Anggawarsito, Anggakusuma, Anggito, Anggoro, Anggodo, Angkasa,
Angsana, Anggraini/Anggraeni, Anggriawan.
‌ (Huang) /Hweng/: Bahasa Hokkien adalah: Oei, Oey, Eng.

Pengindonesiaan: Wibowo, Wijaya, Winata, Widagdo, Winoto,
Willys, Wirya, Wiraatmadja, Winarto, Witoelar, Widodo,
Wijonarko/Wi(d)janarko.
‌ (Jiang) /Cyang/: Bahasa Hokkian adalah: Kang, Kwoo, Kwong,

Kong. Pengindonesiaan: Indrawan, Kangean.
‌ (Li) /Lhiey/: Bahasa Hokkian adalah: Lie, Lee. Pengindonesiaan:

Lijanto/Lianto, Liman, Liedarto, Lievai, Lienata.
‌ (Liang) /Lhyang/: Bahasa Hokkian adalah: Nyok.

Pengindonesiaan: Liangani, Liando, Liandow/Liandouw.
‌ (Lin) /Lhin/: Bahasa Hokkian adalah: Liem. Pengindonesiaan:

Halim/Alim, Salim, Liman- (Limanto, Limantoro, Liemantika, dll.)
Lim- (Limputra, Limianto/Limijanto, Limawan, Liemena, Liemiani),
Mulialim, Linus, Linnus, Wana, Wanandi, Wananta/Wananti.
‌ /刘 (Liu) /Lhyoo/: Bahasa Hokkian adalah: Laow, Lauw.

Mulawarman, Lawang, Lauwita, Lawanto, Lauwis.
‌ /卢 (Lu) /Lhoo/: Bahasa Hokkian adalah: Liok, Liuk.

Pengindonesiaan: Loekito/Lukito, Loekman/Lukman, Loekali,
Nugroho.
‌ (Lü) /Leou/: Bahasa Hokkian adalah: Loe. Pengindonesiaan:

Loekito/Lukito/Lukita, Luna, Lukas, Loeksono.
‌ /罗 (Luo) /Lhwo/: Bahasa Hokkian adalah: Ro, Loe, Lou, Loo,

Luo. Pengindonesiaan: Lolang, Louris, Lowong, Rowi, Rosiana,
Rowanto, Rohani, Rohana, Samalo, Susilo.
‌ (Shi) /Shee/: Bahasa Hokkian adalah: Sjie, Sie, Tjie, Stjie.

Pengindonesiaan: Sidjaja, Sidharta, Sieputra
‌ (Su) /Shoo/: Bahasa Hokkian adalah: Sow, Soe, Soh. Soekotjo,

Soehadi, Sosro, Solihin, Soeganda, Suker, Suryo/Surya/Soerjo,
Susilo/Soesilo, Suyadi.
‌ (Wang) /Whang/ Bahasa Hokkian adalah: Aong, Hwuong, Hwang,

Oehwuong, Ong, Uwang, Wuang, Wang. Pengindonesiaan: Ongko-
(Ongkowijaya/Ongkowijoyo/Ongkowidjojo, Ongkowiguna), Wangsa-
(Adiwangsa, Wangsadinata, Wangsapoetra, Wongsojoyo), Wahyu,
Wahyudi, Waskito, Baskoro, Sasongko.
‌ (Wen) /Whén/: Bahasa Hokkian adalah: Oen, Boen, Woen.

Pengindonesiaan: Bunjamin, Budiman, Basiroen, Wendi, Unang,
Wiguna, Boennawan, Oelong.
‌ (Wei) /Whéiyee/: Bahasa Hokkian adalah: Gwie, Goei, Ngoei.

Wijaya, Widjaja, Gunawan.
‌ /吴, 武, 伍, 仵, 烏, 鄔 (Wu) /Whoo/: Bahasa Hokkian adalah: Go,

Gouw, Goh, Ng. Pengindonesiaan: Gono, Gondo, Sugondo,
Gossidhy, Gunawan, Gosari, Gozali, Govino, Gotama, Utama,
Widargo, Wurianto, Sumargo, Prayogo.
‌ /许 (Xu) /Khsioow/: Bahasa Hokkian adalah: Kho, Khow, Khoe,

Kioew. Pengindonesiaan: Kosasih, Komar, Kurnia, Kusnadi,
Kusnandar, Kholil, Kusumo, Komara, Koeswandi, Kodinata.
‌ (Xú) /Khyuoo/: Bahasa Hokkian adalah: Djie, Tjhie, Chi, Hee,

Swee, Shui, Tsui. Pengindonesiaan: Dharmadjie, Christiadjie.
‌ /谢 (Xie) /Shie/: Bahasa Hokkian adalah: Tjia, Tdjija.

Pengindonesiaan: Tjiawijaya, Tjahyadi/Cahyadi, Sudarmadi,
Tjiawi/Ciawi, Tjiandra.
‌ /杨 (Yang) /Yhang/: Bahasa Hokkian adalah: Njoo, Nyoo, Njio,

Injo, Inyo, Jo, Yo, Yong. Pengindonesiaan: Yongki, Joso/Yoso,
Johan/Yohan, Yuwana, Yudha, Jojok/Yoyok.
‌ (Ye) /Yhe/: Bahasa Hokkian adalah: Jap. Pengindonesiaan: Japhar,

Djapri/Japri, Joepa
‌ (Zeng) /Ceng/: Bahasa Hokkian adalah: Tjan, Tsang.

Pengindonesiaan: Tjandra/Candra-, (Tjandrakusuma/Candrakusuma).
‌ /张 (Zhang) /Chang/: Bahasa Hokkian adalah: Thio, Tio, Chang,

Theo, Teo, Tjong. Pengindonesiaan: Setyo/Setio, Sulistio, Sutiono,
Santyoso.
‌ /郑 (Zheng) /Cheng/: Bahasa Hokkian adalah: Thee, Tee.

Pengindonesiaan: Teddy, Tedyono, Suteja, Tedja/Teja-
(Tedjokumoro, Tejakusmana, Tejarukmana, Tejawati, dll.).
‌ (Zhou) /Chou/: Bahasa Hokkian adalah: Tjio, Tjioe, Tjioh, Tjioew.

Pengindonesiaan: Tjokro/Cokro- (Tjokrowinoto, Cokroraharjo,
Cokrowijokso).
‌ (Zhū) /Chu/: Bahasa Hokkian adalah: Tswoe, Tso, Tjok.

Pengindonesiaan: Wadjoemasa, Pandjoerawiesma, Jadjoeroewita,
Pamaroedjoe.

Kebiasaan Nama sesuai bulan.


Kebiasaan menamakan anak sesuai bulan ia dilahirkan, biasanya
terbagi menjadi beberapa nama yang berbeda tergantung kalender
yang dipakai.
1. Kalender Saka:
a. Citra
b. Wesakha.
c. Desta
d. Asadha.
e. Srawana.
f. Bhadrawada.
g. Asuji.
h. Kartika.
i. Margasira.
j. Pasa.
k. Mogha.
l. Phalguna.
2. Kalender Jawa Islam:
a. Warana.
b. Widana.
c. Wijangga.
d. Wiyana.
e. Widada.
f. Widarpa.
g. Wilapa.
h. Wahana.
i. Wanana.
j. Wurana.
k. Wujana.
l. Wusala.
3. Kalender Masehi:
a. Januar, Januariza, Yanwar, Rio, Jenar, Jawira, Jeni.
b. Febi, Febian, Febri, Febrian, Febrianta/o/i/y/ndi/di/tana.
c. Maryanta/o/i/y/ndi/di/tana, Martin, Martino/a/i/y.
d. Aprian, Aprianta/o/i/y/ndi/di/tana, Aprilia/nto/i.
e. Manik, Manikmaya, Maitri, Maitridana, Meylan, Maydita,
Mahisa, Mayrisa, Semai.
f. Yuniardi, Yunianto/a/i/y/ndi/tana. Yuniarka, Yuni, Yanik,
Yuniki, Yuniar.
g. Yulyadi, Yuli, Yulianto/a/i/y/ndi/tana/wan/wati. Yulindar,
Yulita, Julita, Yulinar.
h. Agus, Agustadi, Agustin, Agustina, Tusilawati.
i. Septianto/a/i/y/ndi/tana, Septa, Septialika, Sofyan, Sepyan,
Septy, Saptaloka, Atmasapta, Saptaaji.
j. Okta, Oktaria, Oktarian, Oktavia, Oktavian, Oktaviani,
Oktani, Oktanto/a/i/y/ndi/tana.
k. Novo, Novy, Nova, Nove, Novarina, Novarini, Novian,
Noviana, Novianto/a/i/y/ndi/tana. Nopiyan,
Nopiyanto/i/ndi/tana.
l. Dasa, Desvita, Deswita, Deshi, Desinta, Deshana, Desta,
Destian, Destian, Destianto/a/i/y/ndi/tana, Desakembang,
Destanto/a/i/y, Destawan/wati.
4. Kalender Hijriyah:
a. Muharram, Rijal, Sura, Kasa.
b. Safar, Sapar, Wiwit, Karwa.
c. Rabi’ Awwal, Maulid, Kanda, Kateluh.
d. Rabi’ Thani, Katur.
e. Jumad Awwal, Wiwara, Kalima.
f. Jumad Thani, Rahsa, Kasad.
g. Rajab, Purwa, Kapitu.
h. Sya’ban, Ruwah, Kaluh.
i. Ramadhani, Pasa, Pawasa, Siyam, Ramelan, Madya,
Kasanga.
j. Syawal, Sawal, Wujud, Kadasa.
k. Dzulka’dah, Sela, Busana, Dhesta.
l. Dzulhijjah, Asadha, Sada.

Kebiasaan Nama sesuai Urutan Anak:


Biasanya dengan menggunakan nama-nama Pandawa beserta
julukannya.
1. Eka- (Ekasuta, Ekaatma, Ekaatmaja, Ekaputra/putri, Ekajalma),
Pratama, Yudhistira, Yamajanma, Dharmasuta, Purwa.
2. Dwi- (Dwisuta, Dwiatma, Dwiatmaja, Dwiputra, Dwiputri,
Dwijanma), Bima, Bayujanma, Bayusuta, Anuja.
3. Tri- (Trisuta, Triatma, Triatmaja, Triputra, Triputri, Trijalma),
Arjuna, Indrajanma, Dhananjaya, Madya.
4. Catur- (Catursuta, Caturatma, Caturatmaja, Caturputra,
Caturputri, Caturjalma), Nakula, Aswinjanma, Anta.
5. Panca- (Pancasuta, Pancaatma, Uman. Pancaatmaja, Pancaputra,
Pancaputri, Pancajalma), Sadewa, Aswinjanma, Wasana.
*Jika urutan anak lebih dari 5 maka tinggal memakai urutan angka
secara pemakaian angka dalam bahasa Sanskerta atau kata-kata
bilangan (yang dimana kata tersebut dapat mewakili angka).

Waktu kelahiran anak:


1. Rina: Siang.
2. Ratri: Malam.

Gelar Dinasti (Asma Radya).


Gelar Dinasti adalah sebuah gelar yang didapat sejak usia dewasa/usia
layak penobatan, gelar ini didapatkan secara turun temurun dari Raja-
raja atau Klan. Biasanya yang mendapatkan Gelar Dinasti hanyalah
keturunan Raja-raja atau Klan kuno. Menurut Tradisi, bila Ayah ingin
menurunkan gelar pada Anaknya, maka yang harus menjadi penerus
gelar ialah anak sulungnya, jika anak sulungnya adalah perempuan
maka anak bungsu yang laki-laki, jika anak tunggalnya perempuan,
maka diteruskan pada pamannya dan pada Pamannya kemudian
barulah diteruskan pada keturunan murni yakni cucu Ayahnya yang
laki-laki, atau putra pamannya yang laki-laki. Gelar ini biasanya akan
ditaruh urutan penerus dari masa kemasa misal Ayahnya merupakan
Brawijaya Ⅹ maka anaknya Brawijaya Ⅺ, berikut Gelar yang ada di
Indonesia:

Bhre Kertabumi
Bhre Pakuan
Brawijaya
Dewa Agung/Dewa Ayu
Dewamanggis
Dyah
Hamengkubuwana
Hamengkurat
Hanglurah
Hanyakrakusuma
Hanyakrawati
I Gusti Agung/I Gusti Ayu
Isyana
Kryan
Mangkunegara
Paku Alam
Pakubuwana
Prabu
Rajasanagara
Rakai
Rakeyan
Sanjaya
Sri
Sri Maharaja/Sri Maharani
Sultan Imam/Sultana Imama
Sunan Imam/Sunan Imama
Syailendra
Tuanku/Puanku
Warmadewa/Warmadewi
Warman
Wisesa

Nama Gelar (Asma Glora):


1. Untuk Kasta Maharaja yang memimpin negara: Adikuasa,
Adiningrat, Adiraja.
2. Untuk Kasta Mahaddhona yang kaya raya: Adiwangsa, Adidanna.
3. Untuk Kasta Brahmana yang terkenal dan pembawa agama:
Adipandita, Adibrahmana.
4. Untuk Kasta Ksatriya yang memiliki pangkat tertinggi dalam
melindungi negara: Aditantra, Adisatria.
5. Untuk Kasta Vaishā yang sukses berdagang dan berbisnis:
Adinagara, Adiwaisa.
6. Untuk Kasta Sudra yang menghasilkan banyak pabrik-pabrik yang
menyebarkan produk-produk: Adiswadaya, Adisudra.

Nama-nama Gelar tadi, juga ada dalam suku-suku lain.

Gelar dalam Suku Jawa:


Gelar Kebangsawanan Jawa Adalah princedom atau principality dan
pangeran adalah prince. Karena Mangkunagara dan Pakualam adalah
nama orang, maka bentukan kata sifat daripadanya adalah dengan
menambah akhiran -an sehingga menjadi Mangkunagaran dan
Pakualaman.

Wilayah empat negara pecahan Kerajaan Mataram Islam itu disebut


vorstenlanden, dari Bahasa Belanda yang berarti tanah pangeran.
Sedangkan wilayah Pulau Jawa di luar vorstenlanden disebut
gouvernement, dari Bahasa Belanda yang berarti pemerintah.

Pada dasarnya ada dua jenis bangsawan dalam tradisi Jawa, yaitu
bangsawan keluarga raja dan bangsawan pejabat pemerintah. Konsep
bahwa bangsawan adalah keluarga raja tercermin dari istilah dalam
Bahasa Jawa untuk menyebut bangsawan yaitu priyayi yang berasal
dari kata ‘para yayi’ yang berarti ‘para adik’ dimana adik yang
dimaksud adalah adik raja, sehingga kata priyayi berarti para adik
raja. Konsep ini meliputi pula kata Kyai yang berasal dari kata ‘kaki
yayi’ yang berarti ‘adik laki-laki’ yaitu adik laki-laki raja dan kata
Nyai yang berasal dari kata ‘nini yayi’ yang berarti ‘adik perempuan’
yaitu adik perempuan raja. Sementara itu para pejabat pemerintah
yang bekerja untuk kepentingan raja dan kerajaan juga diberi status
sama dengan keluarga raja, dengan konsep bahwa melayani raja
sebuah kerajaan adalah melayani kepala keluarga sebuah keluarga
besar. Di kemudian hari ada juga orang yang bukan keluarga raja dan
bukan pejabat pemerintah tetapi karena dianggap berjasa besar kepada
raja atau negara atau masyarakat, maka diberi status bangsawan yang
juga disamakan dengan keluarga raja.

Maka secara umum ada tiga jenis gelar kebangsawanan Jawa


berdasarkan latar belakang diperolehnya :
 Gelar keturunan, gelar ini diwariskan dari orangtua kepada
anaknya secara automatic karena hak kelahiran.
 Gelar jabatan, gelar ini diberikan oleh Raja Surakarta atau Raja
Yogyakarta atau Adipati Mangkunagara atau Adipati Pakualam
atau pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada satu orang
karena jabatan yang dipangku dalam pemerintahan.
 Gelar kehormatan, gelar ini diberikan oleh Raja Surakarta atau
Raja Yogyakarta atau Adipati Mangkunagara atau Adipati
Pakualam atau pemerintah kolonial Hindia Belanda kepada satu
orang karena jasa kepada negara atau masyarakat.
Walaupun demikian banyak terdapat gelar yang merupakan irisan
antara jenis gelar yang satu dengan jenis gelar yang lain. Contoh :
Kanjeng Gusti Pangeran Harya (K.G.P.H.) merupakan irisan antara
gelar keturunan, gelar jabatan, dan gelar kehormatan. Sebagai gelar
keturunan, gelar tersebut hanya bisa diberikan kepada seorang putra
raja; sebagai gelar jabatan, gelar tersebut adalah gelar jabatan untuk
lurah pangeran yaitu kepala para pangeran; dan sebagai gelar
kehormatan, gelar tersebut hanya diberikan setelah penerima gelar
mencapai usia yang dianggap dewasa.

Istilah yang digunakan:


Para penguasa Kerajaan Mataram Islam beberapa kali berganti gelar
sebelum terjadi perpecahan kerajaan. Raja pertama (Senapati)
memakai gelar panembahan, raja kedua (Hanyakrawati) memakai
gelar susuhunan, raja keempat (Hanyakrakusuma) awalnya memakai
gelar susuhunan tetapi kemudian berganti menjadi sultan, raja kelima
(Amangkurat I) sampai perpecahan terjadi (Pakubuwana III) memakai
gelar susuhunan. Pembagian Kerajaan Mataram Islam menjadi
Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta mewariskan pula
pembagian gelar raja-rajanya. Raja Surakarta memakai gelar
susuhunan atau disingkat menjadi sunan sedangkan Raja Yogyakarta
memakai gelar sultan. Oleh karena itu maka Kerajaan Surakarta
disebut juga Kasunanan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta disebut
juga Kasultanan Yogyakarta. Kata ganti orang ketiga tunggal untuk
menyebut Sunan Surakarta adalah “Sahandap Dalem” yang dalam
Bahasa Melayu berarti “ke bawah duli”, sedangkan kata ganti orang
ketiga tunggal untuk menyebut Sultan Yogyakarta adalah “Ngarsa
Dalem” yang dalam Bahasa Melayu berarti “ke hadapan duli”.

Penguasa Mangkunagaran dan penguasa Pakualaman adalah pangeran


adipati yang secara teknis dua tingkat di bawah raja atau satu tingkat
di bawah putra mahkota kerajaan. Karena para dua penguasa tersebut
adalah pangeran adipati, maka secara singkat masing-masing bisa
disebut dengan gelar pangeran atau adipati. Kata ganti orang ketiga
tunggal untuk menyebut Adipati Mangkunagaran atau Adipati
Pakualaman adalah “Sri Paduka”.

Gelar dan nama lengkap para penguasa tersebut tanpa menyebut


urutan adalah :

Kerajaan Surakarta:

Selain Sunan Pakubuwana X : Sahandap Dalem Sampeyan Dalem


ingkang Sinuwun Kangjeng Sunan Paku Buwana Senapati ing
Ngalaga Ngabdurrakhman Sayiddin Panatagama Khalifatullah.
Sunan Pakubuwana X : Sahandap Dalem Sampeyan Dalem ingkang
Minulya saha ingkang Wicaksana Kangjeng Sunan Paku Buwana
Senapati ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayiddin Panatagama
Khalifatullah.

Kerajaan Yogyakarta:

Tahun 1755 – 2015 : Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang


Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati ing Ngalaga
Ngabdurrakhman Sayiddin Panatagama Khalifatullah.
Sejak tahun 2015 : Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun
Sri Sultan Hamengku Bawana Suryaning Mataram Senapati ing
Ngalaga Langgeng ing Bawana Langgeng Langgeng ing Tata
Panatagama.

Kadipaten Mangkunagaran:

Sebelum berusia 40 tahun menurut Kalender Jawa : Kangjeng Gusti


Pangeran Adipati Harya Prabu Prangwadana.
Sesudah berusia 40 tahun menurut Kalender Jawa : Kangjeng Gusti
Pangeran Adipati Harya Mangku Nagara Senapati ing Hayuda.

Kadipaten Pakualaman:

Sebelum berusia 40 tahun menurut Kalender Jawa : Kangjeng Gusti


Pangeran Adipati Harya Prabu Suryadilaga.
Sesudah berusia 40 tahun menurut Kalender Jawa : Kangjeng Gusti
Pangeran Adipati Harya Paku Alam.

Istri Penguasa:
Raja perempuan atau rani terakhir di Pulau Jawa adalah Suhita,
Maharani Majapahit (1429 – 1447) yang mewarisi takhta Majapahit
dari ayahnya yaitu Wikramawarddhana dan dia pun memerintah
bersama dengan suaminya yaitu Bhra Hyang Parameswara
Ratnapangkaja. Sejak kematian Suhita tidak ada lagi perempuan di
Pulau Jawa yang mewarisi takhta kerajaan dari orangtuanya.

Tradisi Jawa mengakui legalitas poligini dimana satu laki-laki bisa


memiliki lebih dari satu istri pada waktu yang bersamaan dengan
jumlah istri tidak dibatasi berapa orang. Pada zaman dahulu praktik
poligini ini umum dilakukan oleh para penguasa regional (raja atau
pangeran), penguasa lokal (bupati atau wadana), ataupun
keturunannya. Di antara banyak istri para penguasa tersebut, ada satu
sampai empat orang yang mendapat kedudukan istimewa sebagai istri
utama yang berhak untuk mendampingi suami pada upacara
kenegaraan dan anak laki-laki yang lahir daripadanya berhak menjadi
pewaris jabatan suami. Istri atau istri-istri utama ini disebut garwa
prameswari atau garwa padmi, atau dalam Bahasa Indonesia disebut
istri permaisuri. Seorang istri permaisuri umumnya harus berasal dari
keluarga bangsawan tinggi atau keturunan penguasa pada masa-masa
sebelumnya, walaupun bisa juga berasal dari keluarga bangsawan
rendah atau bahkan keturunan rakyat biasa. Sedangkan istri atau istri-
istri lain lebih bertanggungjawab dalam hal internal kehidupan pribadi
suami. Istri atau istri-istri lain ini disebut garwa ampeyan atau garwa
ampil, atau dalam Bahasa Indonesia disebut istri selir. Seorang istri
selir umumnya berasal dari keluarga bangsawan rendah atau
keturunan rakyat biasa. Karena kebiasaan poligini semakin hilang di
antara keluarga raja, keluarga adipati, dan masyarakat Jawa secara
umum maka di masa depan gelar-gelar yang berhubungan dengan istri
selir atau keturunannya akan punah.

Keturunan:
Tradisi Jawa mengenal istilah-istilah untuk menyebut keturunan
hingga beberapa generasi ke bawah. Dalam praktiknya istilah ini juga
diterapkan untuk menyebut nenek moyang hingga beberapa generasi
ke atas dengan hitungan yang sama. Dalam dokumen resmi maupun
tidak resmi, kata “grad” yang adalah serapan dari Bahasa Belanda
juga digunakan dalam Bahasa Jawa untuk menyebut keturunan.
Konsep keturunan ini perlu dipahami dalam kaitan dengan gelar
keturunan.

Istilah untuk keturunan dalam tradisi Jawa yaitu :


Keturunan pertama disebut anak (bahasa Jawa Krama : putra), dalam
bahasa Indonesia disebut anak.
Keturunan kedua disebut putu (bahasa Jawa Krama : wayah), dalam
bahasa Indonesia disebut cucu.
Keturunan ketiga disebut buyut, dalam bahasa Indonesia disebut cicit.
Keturunan keempat disebut canggah, dalam bahasa Indonesia disebut
piut.
Keturunan kelima disebut warèng, dalam bahasa Indonesia disebut
anggas.
Keturunan keenam disebut udeg-udeg.
Keturunan ketujuh disebut gantung siwur.
Keturunan kedelapan disebut gropak sénthé.
Keturunan kesembilan disebut debog bosok.
Keturunan kesepuluh disebut galih asem.
Catatan : Kata putra dalam Bahasa Jawa Krama bisa bermakna ganda
tergantung konteks kalimat, arti pertama adalah anak dan arti kedua
adalah anak laki-laki. Jika kata putra digunakan dalam arti anak, maka
anak laki-laki disebut putra kakung dan anak perempuan disebut putra
pawestri. Jika kata putra digunakan dalam arti anak laki-laki maka
anak perempuan disebut putri. Makna kedua ini yang kemudian
diserap ke dalam Bahasa Indonesia.

Gelar Lama:
Gelar lama untuk raja: Prabu.
Gelar lama untuk laki-laki: Bagus, Harya, Jaka, Kenthol, Panji, dan
Raden.
Gelar lama untuk perempuan: Dewi, Rara, dan Ratna.

Gelar Baru:
Gelar baru untuk raja: Panembahan, Sultan, dan Sunan.
Gelar baru untuk laki-laki: Ki, Kyai, Mas, dan Pangeran.
Gelar baru untuk perempuan: Ajeng, Ayu, Bok, Nyi, Nyai, Nganten,
Putri, dan Ratu.

Gelar Lain:
Gelar untuk bangsawan tinggi: Bendara, Gusti, dan Kangjeng.
Gelar untuk pejabat: Adipati, Demang, Ngabehi, Riya, Rongga,
Tumenggung, dan Wadana.

Persamaan Gelar:
Susuhanan sinonim Sunan.

Ejaan Gelar:
Perbedaan cara menulis dan cara membaca antara Bahasa Jawa dalam
Aksara Jawa dengan Bahasa Jawa dalam Aksara Latin mengakibatkan
variasi cara menulis gelar atau jabatan :
Ajeng ditulis sebagai Hajeng.
Ayu ditulis sebagai Hayu.
Bok dibaca sebagai mBok.
Bandara dibaca sebagai Bendara atau Bendoro.
Harya dibaca sebagai Haryo atau Arya atau Aryo.
Kaliwon dibaca sebagai Keliwon atau Kliwon.
Kangjeng dibaca sebagai Kanjeng.
Kyai ditulis sebagai Kyahi.
Nyai ditulis sebagai Nyahi.
Rara dibaca sebagai Roro.
Riya dibaca sebagai Riyo.
Rongga dibaca sebagai Rangga atau Ronggo.
Wadana dibaca sebagai Wedana atau Wedono.

Singkatan Gelar:
Akibat semakin panjangnya gelar maka dalam Aksara Jawa dan
Aksara Latin muncul singkatan untuk setiap kata gelar, tetapi tidak
semua gelar mempunyai singkatan. Karena pendeknya maka kata
gelar Ki dan Nyi tidak pernah disingkat. Artikel ini menggunakan
singkatan gelar yang umum digunakan (e.g. B. Singkatan dari kata
Bandara) kecuali jika menimbulkan lebih dari satu makna (e.g. P.
Singkatan dari kata Panji atau Pangeran atau Panembahan atau Putri).
Penulisan singkatan dalam artikel ini mengikuti tradisi Ejaan van
Ophuijsen dan Ejaan Soewandi yang memperlakukan gelar sama
dengan nama dimana singkatan adalah huruf besar huruf pertama
diikuti tanda baca titik atau huruf besar huruf pertama diikuti huruf
kecil sebagai pembeda diikuti tanda baca titik.
Kata gelar dan singkatannya yaitu :

Adipati disingkat Ad.


Ajeng disingkat A.
Ayu disingkat Ay.
Bandara disingkat B.
Bok disingkat Bk.
Demang disingkat D.
Gusti disingkat G.
Harya disingkat H.
Kangjeng disingkat K.
Kyai disingkat Ky.
Mas disingkat M.
Ngabehi disingkat Ng.
Nganten disingkat Ngt.
Nyai disingkat Ny.
Panji disingkat Pj.
Pangeran disingkat P.
Panembahan disingkat Pn.
Putri disingkat Pt.
Raden disingkat R.
Rara disingkat Rr.
Ratu disingkat Rt.
Riya disingkat Ry.
Rongga disingkat Rg.
Tumenggung disingkat T.
Wadana disingkat W.

Tradisi Jawa biasa menyebut nama seseorang dengan didahului


awalan atau sebutan yang disesuaikan dengan status sosial (e.g. pada
zaman dahulu Kyai Anu, Nyai Anu, Ki Anu, Nyi Anu) atau hubungan
kekerabatan dalam keluarga (e.g. pada zaman sekarang Pakdhe Anu,
Budhe Anu, Mas Anu, Bak Anu). Bersamaan dengan kebiasaan ini
berkembang pula gelar kebangsawanan yang selalu diletakkan di
depan nama, dari yang sederhana hanya satu kata (e.g. Harya /
Haryo / Arya / Aryo) hingga akhirnya menjadi rumit mencapai
maksimal enam kata (i.e. Kangjeng Raden Mas Riya Harya Panji).
Karena kebiasaan ini pula, maka ada juga padanan gelar bagi rakyat
biasa (e.g. Mas adalah sebutan dasar untuk keturunan rakyat biasa,
sedangkan Raden adalah gelar dasar untuk keturunan bangsawan).

Setelah dianggap sudah mencapai usia dewasa yaitu setelah disunat


atau sekira usia 15 tahun atau sesaat sebelum menikah biasanya para
putra raja dilantik menjadi pangeran untuk memegang jabatan tertentu
di kerajaan. Namun di kemudian hari bukan hanya putra raja saja
yang dilantik menjadi pangeran. Atas kehendak pribadi raja, maka
keturunan dekat raja, keturunan jauh raja, bahkan rakyat biasa dapat
diberi gelar pangeran.

Ada empat jenis pangeran berdasarkan variasi dekat jauhnya


hubungan keluarga dengan raja, yaitu :
Pangeran putra, yaitu status pangeran untuk para putra raja.
Pangeran wayah, yaitu status pangeran untuk para cucu raja.
Pangeran santana, yaitu status pangeran untuk para cicit raja, piut raja,
anggas raja, dan menantu raja.
Pangeran sengkan, yaitu status pangeran untuk para keturunan jauh
raja atau rakyat biasa.
Perpecahan dalam Kerajaan Mataram Islam menghasilkan dua jenis
status untuk pangeran berdaulat, yaitu :

Pangeran miji, yaitu status pangeran berdaulat yang dalam banyak hal
penting masih tunduk kepada kerajaan induknya (e.g. tidak bisa
menjatuhkan hukuman mati dan tidak bisa melantik pangeran
berdaulat tanpa sepengetahuan kerajaan induk). Pangeran Adipati
Mangkunagara adalah pangeran miji dalam Kerajaan Surakarta sejak
disepakatinya perdamaian antara Nicolaas Hartingh sebagai Gubernur
Pantai Timur Laut Jawa, K.R.Ad. Danureja I sebagai perdana menteri
Kerajaan Yogyakarta, dan Mangkunagara I sebagai pemimpin
pemberontakan pada tanggal 17 Maret 1757 sampai
ditandatanganinya kontrak politik antara Mangkunagara VI sebagai
Adipati Mangkunagaran dan Louis Thomas Hora Siccama sebagai
Residen Surakarta pada tanggal 4 November 1896.
Pangeran mardika, yaitu status pangeran berdaulat yang dalam banyak
hal penting sudah bebas dari kerajaan induknya (e.g. bisa
menjatuhkan hukuman mati dan bisa melantik pangeran berdaulat
tanpa sepengetahuan kerajaan induk). Pangeran Adipati
Mangkunagara adalah pangeran mardika dari Kerajaan Surakarta
sejak ditandatanganinya kontrak politik antara Mangkunagara VI
sebagai Adipati Mangkunagaran dan Louis Thomas Hora Siccama
sebagai Residen Surakarta pada tanggal 4 November 1896 yang
kemudian diteguhkan oleh Carel Herman Aart van der Wijck sebagai
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 13 November 1896.

Sejak tanggal 4 November 1896 itulah Pangeran Adipati


Mangkunagara menjadi pangeran mardika dari Kerajaan Surakarta
sekaligus menjadi pangeran miji dalam pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Berbeda dengan Pangeran Adipati Pakualam yang sejak
berdaulat pada tanggal 17 Maret 1813 menjadi pangeran mardika dari
Kerajaan Yogyakarta sekaligus menjadi pangeran miji dalam
pemerintah kolonial Hindia Inggris yang kemudian menjadi
pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Perubahan gelar akibat usia atau status pernikahan juga berlaku untuk
keturunan jauh raja. Gelar Raden Bagus (R.Bg.) seorang laki-laki
akan berubah menjadi Raden (R.) jika dia dianggap sudah mencapai
usia dewasa yaitu sekira usia 15 tahun atau sudah menikah. Gelar
Raden Rara (R.Rr.) seorang perempuan akan berubah menjadi Raden
Nganten (R.Ngt.) jika dia sudah menikah. Di beberapa daerah gelar
Raden Nganten (R.Ngt.) hanya diperuntukkan bagi seorang Raden
Rara (R.Rr.) yang baru menikah, sedangkan jika pernikahannya sudah
lama berlalu atau sudah melahirkan anak maka gelarnya berubah
menjadi Raden (R.). Tetapi hal seperti ini hanya pengecualian lokal
karena secara umum tradisi Jawa membedakan gelar atau sebutan
antara laki-laki dengan perempuan.

Umumnya nama diri seorang perempuan dipakai hanya selama


perempuan tersebut belum menikah. Jika seorang perempuan sudah
menikah maka nama yang dipakai adalah nama suaminya dengan
gelar perempuan sebagai pembeda. Contoh : Seorang perempuan
bernama Tina menikah dengan seorang laki-laki bernama Budi, maka
Tina disebut Ibu Budi atau Bu Budi sedangkan Budi disebut Bapak
Budi atau Pak Budi. Tradisi ini berlaku juga dalam konteks gelar
kebangsawanan Jawa. Seorang perempuan yang sudah menikah
bukan hanya memakai nama suaminya tetapi juga gelar suaminya,
dengan catatan bahwa perempuan tersebut berstatus sebagai istri
permaisuri yang dipandang setara atau pantas untuk memakai nama
suaminya dan gelar jabatan suaminya atau gelar kehormatan
suaminya. Gelar jabatan atau gelar kehormatan pihak suami boleh
dipakai pihak istri hanya jika nama suami juga dipakai. Contoh :
Raden Ajeng Kartini (R.A. Kartini) menikah dengan Raden Mas
Adipati Harya Singgih Jayaadiningrat (R.M.Ad.H. Singgih
Jayaadiningrat), maka gelarnya dan atau namanya berubah menjadi
Raden Ayu Jayaadiningrat atau Raden Ayu Adipati Harya
Jayaadiningrat atau Raden Ayu Kartini atau Raden Ayu Kartini
Jayaadiningrat atau Raden Ayu Adipati Harya Kartini Jayaadiningrat.

Usaha standarisasi gelar pertama kali dilakukan oleh Panembahan


Senapati yang menentukan bahwa gelar Raden (R.) hanya
diperuntukkan bagi keturunan raja. Sunan Amangkurat IV
sebagimana dikutip dalam Angger Awisan dari Sunan Pakubuwana
IV menentukan bahwa piut raja yang bisa memakai gelar Raden Mas
(R.M.) atau Raden Ajeng (R.A.) hanya piut raja yang adalah cucu
atau cicit pangeran, sedangkan piut raja yang bukan cucu atau cicit
pangeran hanya memakai gelar Raden Bagus (R.Bg.) atau Raden Rara
(R.Rr.). Peraturan ini diubah pada tahun 1852 oleh Sunan
Pakubuwana VII sehingga semua piut raja dan semua cicit Adipati
Mangkunagara bisa memakai gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden
Ajeng (R.A.).

Kerajaan Yogyakarta mengeluarkan peraturan yang dimuat dalam


Lembaran Kerajaan nomor 18 tahun 1927 yang menentukan bahwa
semua piut raja bisa memakai gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden
Ajeng (R.A.). Peraturan ini sempat dibahas dalam surat kabar
Kajawen tanggal 27 September 1930 yang membandingkan bahwa
gelar Raden (R.) di Kerajaan Surakarta berhenti sampai di anggas raja
sesuai peraturan tradisional dalam Serat Raja Kapa-kapa sedangkan
gelar Raden (R.) di Kerajaan Yogyakarta bisa diwariskan tanpa henti
asalkan masih keturunan raja.
Kadipaten Mangkunagaran mengeluarkan peraturan nomor 5 tanggal
15 Oktober 1935 yang menentukan bahwa semua piut adipati bisa
memakai gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden Ajeng (R.A.).
Peraturan ini diperkuat oleh Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda
nomor 31 tanggal 30 September 1936 dalam Lembaran Negara nomor
13711 yang menentukan bahwa gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden
Ajeng (R.A.) dibatasi sampai piut Raja Surakarta, Raja Yogyakarta,
Adipati Mangkunagara, dan Adipati Pakualam. Dekrit ini
membatalkan Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor
1840/AI tanggal 9 Agustus 1929 yang dimuat dalam Lembaran
Negara nomor 12082 mengenai pewarisan gelar Raden (R.) di Pulau
Jawa dan Pulau Madura, dan Surat Sekretaris Negara Hindia Belanda
nomor 1856/AI tanggal 18 Agustus 1930 yang dimuat dalam
Lembaran Negara nomor 12375 mengenai gelar Harya (H.) dan Panji
(Pj.) untuk bangsawan Madura.

Di kemudian hari peraturan yang berbeda-beda dari instansi yang


berbeda-beda pula ini menimbulkan perdebatan bahkan pertikaian
karena Kerajaan Surakarta berpandangan bahwa Raja Surakarta satu
tingkat lebih tinggi daripada Adipati Mangkunagara dan Adipati
Pakualam. Oleh karena itu jika piut Adipati Mangkunagara dan
Adipati Pakualam bisa memakai gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden
Ajeng (R.A.) maka sudah seharusnya anggas Raja Surakarta bisa
memakai gelar yang sama. Maka pada tanggal 25 Januari 1938 Sunan
Pakubuwana X melalui Patih Jayanagara dalam peraturan nomor
1C/4/I yang dimuat dalam Lembaran Kerajaan nomor 3 tanggal 1
Februari 1938 menetapkan bahwa semua anggas raja bisa memakai
gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden Ajeng (R.A.).

Secara teknis perubahan gelar ini terjadi dengan sendirinya pada saat
peraturan terbaru ditetapkan. Tetapi secara administrasi perubahan
gelar harus dimohonkan kepada pejabat yang berwenang. Maka
kepatihan Kerajaan Surakarta menetapkan peraturan nomor 3 C/3/II
tanggal 19 Februari 1938 yang menentukan bahwa proses
permohonan gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden Ajeng (R.A.)
mengikuti peraturan nomor 35C/1/I tanggal 12 Agustus 1931 yang
dimuat dalam Lembaran Kerajaan nomor 16 tanggal 15 Agustus 1931
yang berlaku untuk proses permohonan gelar Raden (R.) atau Raden
Rara (R.Rr.).

Sebelum sekitar tahun 1940 seorang bangsawan Kerajaan Surakarta


wajib melepas sebagian gelar keturunan jika ditunjuk untuk menjabat
sebagai petugas kerajaan dengan gelar jabatan. Contoh : gelar seorang
Raden Mas Harya (R.M.H.) yang diberi jabatan panewu berubah
menjadi Raden Ngabehi (R.Ng.) dan gelar seorang Raden Mas Harya
(R.M.H.) yang diberi jabatan bupati anom berubah menjadi Raden
Tumenggung (R.T.). Peraturan ini diubah sekitar tahun 1940 oleh
Sunan Pakubuwono XI yang membolehkan bangsawan Surakarta
merangkap sebagian besar atau seluruh gelar keturunan dengan gelar
jabatan. Contoh : gelar seorang Raden Mas Harya (R.M.H.) yang
diberi jabatan panewu berubah menjadi Raden Mas Ngabehi
(R.M.Ng.) dan gelar seorang Raden Mas Harya (R.M.H.) yang diberi
jabatan bupati anom berubah menjadi Raden Mas Tumenggung Harya
(R.M.T.H.).

Secara umum pangkat bangsawan ditentukan dari kata kunci gelar,


bukan berdasarkan panjang atau pendeknya gelar. Kata kunci urutan
keturunan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah
Gusti (G.), Bandara (B.), Raden (R.), dan Mas (M.). Selain
berdasarkan urutan keturunan, pangkat dalam jabatan pemerintah juga
menentukan pangkat bangsawan. Contoh : pangkat seorang Harya
Tumenggung (H.T.) lebih tinggi daripada seorang Tumenggung (T.)
dan pangkat seorang Tumenggung (T.) lebih tinggi daripada seorang
Ngabehi (Ng.).
Peraturan mengenai gelar keturunan mengalami beberapa kali
perubahan sejak sebelum pecahnya Kerajaan Mataram Islam sampai
awal abad keduapuluh. Setelah perpecahan pun masing-masing
kerajaan dan kadipaten menetapkan peraturan yang berbeda perincian
mengenai gelar keturunan, sehingga untuk menilai status seseorang
berdasarkan gelar keturunannya perlu dilihat latar belakang orang
tersebut apakah dari keluarga Raja Surakarta atau Raja Yogyakarta
atau Adipati Mangkunagaran atau Adipati Pakualaman atau daerah
luar vorstenlanden. Peraturan mengenai gelar keturunan Kerajaan
Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta berlaku surut, sehingga berlaku
juga untuk keturunan Raja Mataram Islam di Kota Gede, Plered, dan
Kartasura, keturunan Raja Pajang, keturunan Raja Demak, dan
keturunan Raja Majapahit.

Gelar Lama Keturunan di Kerajaan Kesultanan Surakarta:


Sunan Amangkurat IV sebagimana dikutip dalam Angger Awisan dari
Sunan Pakubuwana IV menentukan peraturan mengenai gelar bagi
keturunan raja, perdana menteri, bupati, kaliwon, panewu, dan mantri.
Gelar keturunan raja dipengaruhi oleh jarak keturunan dari raja dan
jarak keturunan dari pangeran. Sedangkan gelar keturunan perdana
menteri, bupati, kaliwon, panewu, dan mantri yang berasal dari
keturunan rakyat biasa dipengaruhi oleh status kebangsawanan ibunya
yaitu istri para pejabat tersebut.

Gelar Lama Keturunan Raja untuk Laki-laki di Kesultanan Surakarta:


Raden Mas Gusti (R.M.G.) adalah gelar untuk putra raja dari istri
permaisuri.
Bandara Raden Mas (B.R.M.) adalah gelar untuk putra raja dari istri
selir dan putra pangeran putra dari istri permaisuri.
Bandara Raden Mas Panji (B.R.M.Pj.) adalah gelar untuk putra bukan
sulung pangeran putra dari istri permaisuri setelah dewasa dan putra
bukan sulung pangeran wayah dari istri permaisuri setelah dewasa.
Bandara Raden Mas Harya (B.R.M.H.) adalah gelar untuk putra
sulung pangeran wayah dari istri permaisuri setelah dewasa.
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk putra pangeran putra dari istri
selir, cicit raja, dan piut raja yang adalah cucu pangeran.
Raden Mas Harya (R.M.H.) adalah gelar untuk putra sulung pangeran
putra dari istri selir setelah dewasa.
Raden Mas Panji (R.M.Pj.) adalah gelar untuk putra bukan sulung
pangeran putra dari istri selir setelah dewasa, putra pangeran wayah
dari istri selir setelah dewasa, dan cicit raja yang bukan putra
pangeran setelah dewasa.
Raden Panji (R.Pj.) adalah gelar untuk piut raja yang adalah cucu
pangeran setelah dewasa.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk piut raja yang bukan cucu
pangeran dan anggas raja yang adalah piut pangeran.
Raden (R.) adalah gelar untuk piut raja yang bukan cucu pangeran
setelah dewasa, anggas raja setelah dewasa, dan gelar naik untuk
udeg-udeg raja.
Mas Bagus (M.Bg.) adalah gelar untuk anggas raja yang bukan piut
pangeran.
Mas (M.) adalah gelar untuk udeg-udeg dan gantung siwur raja
setelah dewasa.
Bagus (Bg.) adalah gelar untuk gantung siwur dan gropak senthe raja.
Si adalah sebutan untuk debog bosok raja dan keturunan seterusnya.
Ki adalah sebutan untuk debog bosok raja dan keturunan seterusnya
setelah dewasa.
Kyai (Ky.) adalah varian sebutan untuk debog bosok raja dan
keturunan seterusnya setelah dewasa.
Ki Mas adalah sebutan naik untuk Ki.
Kyai Mas (Ky.M.) adalah sebutan naik untuk Kyai (Ky.).
Gelar Lama keturunan Raja untuk perempuan di kerajaan Kesultanan
Surakarta:
Gusti Raden Ayu (G.R.Ay.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
permaisuri yang belum menikah dan putri bukan sulung raja dari istri
selir yang sudah menikah.
Bandara Raden Ajeng (B.R.A.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
selir yang belum menikah dan putri pangeran putra dari istri
permaisuri yang belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri pangeran
putra dari istri permaisuri yang sudah menikah dan putri pangeran
putra dari istri selir yang menikah dengan pangeran.
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk putri pangeran putra dari istri
selir yang belum menikah, cicit raja yang belum menikah, dan piut
raja yang adalah cucu pangeran yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk putri pangeran putra dari istri
selir yang sudah menikah, cicit raja yang sudah menikah, dan piut raja
yang adalah cucu pangeran yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk piut raja yang bukan cucu
pangeran yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk piut raja yang bukan cucu
pangeran yang sudah menikah, anggas raja yang sudah menikah, dan
gelar naik untuk udeg-udeg raja.
Mas Rara (M.Rr.) adalah gelar untuk anggas raja yang bukan piut
pangeran yang belum menikah dan udeg-udeg raja yang belum
menikah.
Mas Nganten (M.Ngt.) adalah gelar untuk udeg-udeg dan gropak
senthe raja yang sudah menikah.
Bok Rara (Bk.Rr.) adalah gelar untuk gantung siwur dan gropak
senthe raja yang belum menikah.
Bok Mas (Bk.M.) adalah gelar untuk gantung siwur raja yang sudah
menikah dan gelar naik untuk Mas Nganten (M.Ngt.) gropak senthe
raja.
Mas Ajeng (M.A.) adalah gelar naik untuk Bok Rara (Bk.Rr.).
Mas Ayu (M.Ay.) adalah gelar naik untuk Bok Mas (Bk.M.).
Si adalah sebutan untuk debog bosok raja dan keturunan seterusnya
yang belum menikah.
Nyi adalah sebutan untuk debog bosok raja dan keturunan seterusnya
yang sudah menikah.
Nyai (Ny.) adalah varian sebutan untuk debog bosok raja dan
keturunan seterusnya yang sudah menikah.
Nyi Ajeng adalah sebutan naik untuk Nyi.
Nyai Mas (Ny.M.) adalah sebutan naik untuk Nyai (Ny.).

Gelar Lama Keturunan Perdana Menteri untuk Laki-laki di Kerajaan


Surakarta:
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk putra perdana menteri dari istri
yang adalah putri, cucu, atau cicit raja; dan cucu perdana menteri dari
menantu yang adalah istri permaisuri.
Bandara Raden Mas Harya (B.R.M.H.) adalah gelar untuk putra
perdana menteri dari istri yang adalah putri raja setelah dewasa.
Raden Mas Panji (R.M.Pj.) adalah gelar untuk putra perdana menteri
dari istri yang adalah cucu atau cicit raja setelah dewasa.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk putra perdana menteri dari
istri keturunan rakyat biasa dan cucu perdana menteri dari menantu
yang adalah istri selir.
Raden (R.) adalah gelar untuk putra perdana menteri dari istri
keturunan rakyat biasa setelah dewasa dan cucu perdana menteri dari
menantu yang adalah istri selir setelah dewasa.
Raden Panji (R.Pj.) adalah gelar untuk cucu perdana menteri dari
menantu yang adalah istri permaisuri setelah dewasa.

Gelar Lama Keturunan Perdana Menteri untuk Perempuan di


Kerajaan Surakarta:
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk putri perdana menteri dari istri
yang adalah putri, cucu, atau cicit raja yang belum menikah; dan cucu
perdana menteri dari menantu yang adalah istri permaisuri yang
belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri perdana
menteri dari istri yang adalah putri raja yang sudah menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk putri perdana menteri dari istri
yang adalah cucu atau cicit raja yang sudah menikah, putri perdana
menteri dari istri keturunan rakyat biasa yang menikah dengan
pangeran atau bupati, dan cucu perdana menteri dari menantu yang
adalah istri permaisuri yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk putri perdana menteri dari istri
keturunan rakyat biasa yang belum menikah dan cucu perdana
menteri dari menantu yang adalah istri selir yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk putri perdana menteri dari
istri keturunan rakyat biasa yang sudah menikah dan cucu perdana
menteri dari menantu yang adalah istri selir yang sudah menikah.

Gelar Lama Keturunan Bupati untuk Laki-laki di Kerajaan Surakarta:


Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk putra bupati dari istri yang
adalah putri, cucu, cicit, atau piut raja.
Raden Mas Panji (R.M.Pj.) adalah gelar untuk putra bupati cicit atau
piut raja dari istri yang adalah putri raja setelah dewasa.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk putra bupati dari istri
keturunan rakyat biasa.
Raden (R.) adalah gelar untuk putra bupati dari istri keturunan rakyat
biasa setelah dewasa.

Gelar Lama Keturunan Bupati untuk Perempuan di Kerajaan


Surakarta:
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk putri bupati dari istri yang
adalah putri, cucu, cicit, atau piut raja yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk putri bupati dari istri yang
adalah putri, cucu, cicit, atau piut raja yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk putri bupati dari istri keturunan
rakyat biasa yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk putri bupati dari istri
keturunan rakyat biasa yang sudah menikah.

Gelar Lama Keturunan Kaliwon untuk Laki-laki di Kerajaan


Surakarta:
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk putra kaliwon cucu atau cicit
raja dari istri yang juga cucu atau cicit raja dan putra kaliwon rakyat
biasa dari istri yang adalah putri pangeran.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk putra kaliwon dari istri
keturunan rakyat biasa.
Raden (R.) adalah gelar untuk putra kaliwon dari istri keturunan
rakyat biasa setelah dewasa.

Gelar Lama Keturunan Kaliwon untuk Perempuan di Kerajaan


Surakarta:
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk putri kaliwon cucu atau cicit
raja dari istri yang juga cucu atau cicit raja yang belum menikah dan
putri kaliwon rakyat biasa dari istri yang adalah putri pangeran yang
belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk putri kaliwon cucu atau cicit
raja dari istri yang juga cucu atau cicit raja yang sudah menikah, putri
kaliwon rakyat biasa dari istri yang adalah putri pangeran yang sudah
menikah, dan gelar naik untuk putri kaliwon rakyat biasa dari istri
yang adalah putri riya atau panji yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk putri kaliwon dari istri
keturunan rakyat biasa yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk putri kaliwon dari istri
keturunan rakyat biasa yang sudah menikah.

Gelar Lama Keturunan Panewu dan Mantri untuk Laki-laki di


Kerajaan Surakarta:
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk putra panewu dan mantri dari
istri yang adalah putri pangeran.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk putra panewu dan mantri
dari istri yang adalah putri riya atau panji.
Raden (R.) adalah gelar untuk putra panewu dan mantri dari dari istri
yang adalah putri pangeran atau riya atau panji setelah dewasa.
Mas Bagus (M.Bg.) adalah gelar untuk putra panewu dan mantri
keturunan rakyat biasa dari istri yang juga keturunan rakyat biasa.
Mas (M.) adalah gelar untuk putra panewu dan mantri keturunan
rakyat biasa dari istri yang juga keturunan rakyat biasa setelah
dewasa.

Gelar Lama Keturunan Panewu dan Mantri untuk Perempuan di


Kerajaan Surakarta:
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri dari
istri yang adalah putri pangeran yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri dari
istri yang adalah putri pangeran yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri dari
istri yang adalah putri riya atau panji yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri
dari istri yang adalah putri riya atau panji yang sudah menikah.
Mas Rara (M.Rr.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri
keturunan rakyat biasa dari istri yang juga keturunan rakyat biasa
yang belum menikah.
Mas Nganten (M.Ngt.) adalah gelar untuk putri panewu dan mantri
keturunan rakyat biasa dari istri yang juga keturunan rakyat biasa
yang sudah menikah.

Gelar Lama Keturunan Terkait Jabatan di Kerajaan Surakarta:


Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk cucu raja yang menjabat
sebagai wadana, kaliwon, panewu, mantri, atau lurah; dan cicit raja
yang menjabat sebagai wadana atau kaliwon.
Raden (R.) adalah gelar untuk cicit, piut, dan anggas raja yang
menjabat sebagai panewu atau mantri; cicit dan piut raja atau putra,
cucu, dan cicit perdana menteri atau putra bupati yang menjabat
sebagai lurah; dan cicit dan piut raja yang menjabat sebagai jajar.
Ki Raden adalah gelar untuk anggas raja yang menjabat sebagai lurah
atau jajar.
Mas (M.) adalah gelar untuk rakyat biasa yang menjabat sebagai
panewu atau mantri; dan udeg-udeg raja, piut perdana menteri, cucu
bupati, dan putra kaliwon yang menjabat sebagai lurah.
Ki Mas adalah gelar untuk anggas perdana menteri, cicit bupati, cucu
kaliwon, dan putra panewu atau mantri yang menjabat sebagai lurah;
dan putra panewu atau mantri yang menjabat sebagai jajar.
Ki adalah gelar untuk rakyat biasa yang menjabat sebagai lurah; dan
putra lurah, putra bekel, dan putra jajar yang menjabat sebagai jajar.

Gelar Baru Keturunan di Kerajaan Surakarta:


Ketetapan Kerajaan nomor 1C/4/I tanggal 25 Januari 1938 yang
dimuat dalam Lembaran Kerajaan nomor 3 tanggal 1 Februari 1938
menentukan bahwa gelar Raden Bagus (R.Bg.) atau Raden (R.) dan
Raden Rara (R.Rr) atau Raden Nganten (R.Ngt.) dimulai dari udeg-
udeg raja sampai keturunan seterusnya tanpa batas melalui garis
keturunan laki-laki atau garis keturunan perempuan.

Gelar Baru Keturunan Raja untuk Laki-laki di Kerajaan Surakarta:


Gusti Raden Mas (G.R.M.) adalah gelar untuk putra raja dari istri
permaisuri.
Bandara Raden Mas (B.R.M.) adalah gelar untuk putra raja dari istri
selir dan cucu raja dari putra mahkota.
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk cucu, cicit, piut, dan anggas
raja.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk udeg-udeg raja dan
keturunan seterusnya yang belum menikah.
Raden (R.) adalah gelar untuk udeg-udeg raja dan keturunan
seterusnya yang sudah menikah.

Gelar Baru Keturunan Raja untuk Perempuan di Kerajaan Surakarta:


Gusti Raden Ajeng (G.R.A.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
permaisuri yang belum menikah.
Gusti Raden Ayu (G.R.Ay.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
permaisuri yang sudah menikah.
Bandara Raden Ajeng (B.R.A.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
selir yang belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
selir yang sudah menikah.
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk cucu, cicit, piut, dan anggas
raja yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk cucu, cicit, piut, dan anggas
raja yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk udeg-udeg raja dan keturunan
seterusnya yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk udeg-udeg raja dan
keturunan seterusnya yang sudah menikah.

Gelar Keturunan di Kerajaan Yogyakarta:


Ketetapan Kerajaan yang dimuat dalam Lembaran Kerajaan nomor 18
tahun 1927, nomor 8 tahun 1932, dan nomor 16 tahun 1940
menentukan bahwa gelar Raden Bagus (R.Bg.) atau Raden (R.) dan
Raden Rara (R.Rr.) atau Raden Nganten (R.Ngt.) dimulai dari anggas
raja sampai keturunan seterusnya tanpa batas melalui garis keturunan
laki-laki atau garis keturunan perempuan.

Gelar Keturunan untuk Laki-laki di Kerajaan Yogyakarta:


Gusti Raden Mas (G.R.M.) adalah gelar untuk putra raja dari istri
permaisuri.
Gusti Bandara Raden Mas (G.B.R.M.) adalah gelar untuk putra
sulung raja dari istri selir.
Bandara Raden Mas (B.R.M.) adalah gelar untuk putra bukan sulung
raja dari istri selir.
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk cucu, cicit, dan piut raja.
Raden Bagus (R.Bg.) adalah gelar untuk anggas raja dan keturunan
seterusnya yang belum menikah.
Raden (R.) adalah gelar untuk anggas raja dan keturunan seterusnya
yang sudah menikah.

Gelar Keturunan untuk Perempuan di Kerajaan Yogyakarta:


Gusti Raden Ajeng (G.R.A.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
permaisuri yang belum menikah.
Gusti Raden Ayu (G.R.Ay.) adalah gelar untuk putri raja dari istri
permaisuri yang sudah menikah.
Gusti Bandara Raden Ajeng (G.B.R.A.) adalah gelar untuk putri
sulung raja dari istri selir yang belum menikah.
Gusti Bandara Raden Ayu (G.B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri
sulung raja dari istri selir yang sudah menikah.
Bandara Raden Ajeng (B.R.A.) adalah gelar untuk putri bukan sulung
raja dari istri selir yang belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri bukan sulung
raja dari istri selir yang sudah menikah.
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk cucu, cicit, dan piut raja yang
belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk cucu, cicit, dan piut raja yang
sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk anggas raja dan keturunan
seterusnya yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk anggas raja dan keturunan
seterusnya yang sudah menikah.
Gelar Keturunan di Kadipaten Mangkunagaran:
Ketetapan Kadipaten nomor 5 tahun 1935 tanggal 15 Oktober 1935
dan nomor 28 tahun 1936 tanggal 23 Oktober 1936 menentukan
bahwa gelar Raden (R.) dan Raden Rara (R.Rr.) atau Raden Nganten
(R.Ngt.) dimulai dari anggas adipati sampai keturunan seterusnya
tanpa batas hanya melalui garis keturunan laki-laki; gelar Raden (R.)
dan Raden Rara (R.Rr.) atau Raden Nganten (R.Ngt.) dimulai dari
anggas adipati dan berhenti sampai udeg-udeg adipati jika melalui
garis keturunan perempuan.

Gelar Keturunan untuk Laki-laki di Kadipaten Mangkunagaran:


Gusti Raden Mas (G.R.M.) adalah gelar untuk putra adipati dari istri
permaisuri.
Bandara Raden Mas (B.R.M.) adalah gelar untuk putra adipati dari
istri selir dan cucu adipati dari istri permaisuri.
Bandara Raden Mas Harya (B.R.M.H.) adalah gelar untuk putra
adipati dari istri selir yang sudah dewasa.
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk cucu adipati dari istri selir,
cicit, dan piut adipati.
Raden (R.) adalah gelar untuk anggas adipati dan keturunan
seterusnya.

Gelar Keturunan untuk Perempuan di Kadipaten Mangkunagaran:


Gusti Raden Ajeng (G.R.A.) adalah gelar untuk putri adipati dari istri
permaisuri yang belum menikah.
Gusti Raden Ayu (G.R.Ay.) adalah gelar untuk putri adipati dari istri
permaisuri yang sudah menikah.
Bandara Raden Ajeng (B.R.A.) adalah gelar untuk putri adipati dari
istri selir dan cucu adipati dari istri permaisuri yang belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri adipati dari
istri selir dan cucu adipati dari istri permaisuri yang sudah menikah.
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk cucu adipati dari istri selir,
cicit, dan piut adipati yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk cucu adipati dari istri selir,
cicit, dan piut adipati yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk anggas adipati dan keturunan
seterusnya yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk anggas adipati dan
keturunan seterusnya yang sudah menikah.

Gelar Keturunan di Kadipaten Pakualaman:


Gelar Keturunan untuk Laki-laki di Kadipaten Pakualaman:
Gusti Raden Mas (G.R.M.) adalah gelar untuk putra adipati dari istri
permaisuri.
Gusti Raden Mas Harya (G.R.M.H.) adalah gelar untuk putra adipati
dari istri permaisuri yang sudah dewasa.
Bandara Raden Mas (B.R.M.) adalah gelar untuk putra adipati dari
istri selir.
Bandara Raden Mas Harya (B.R.M.H.) adalah gelar untuk putra
adipati dari istri selir yang sudah dewasa.
Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk cucu, cicit, dan piut adipati.
Raden (R.) adalah gelar untuk anggas adipati dan keturunan
seterusnya.
Gelar Keturunan untuk Perempuan di Kadipaten Pakualaman:
Gusti Raden Ajeng (G.R.A.) adalah gelar untuk putri adipati dari istri
permaisuri yang belum menikah.
Gusti Raden Ayu (G.R.Ay.) adalah gelar untuk putri adipati dari istri
permaisuri yang sudah menikah.
Bandara Raden Ajeng (B.R.A.) adalah gelar untuk putri adipati dari
istri selir dan cucu adipati dari istri permaisuri yang belum menikah.
Bandara Raden Ayu (B.R.Ay.) adalah gelar untuk putri adipati dari
istri selir dan cucu adipati dari istri permaisuri yang sudah menikah.
Raden Ajeng (R.A.) adalah gelar untuk cucu adipati dari istri selir,
cicit, dan piut adipati yang belum menikah.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk cucu adipati dari istri selir,
cicit, dan piut adipati yang sudah menikah.
Raden Rara (R.Rr.) adalah gelar untuk anggas adipati dan keturunan
seterusnya yang belum menikah.
Raden Nganten (R.Ngt.) adalah gelar untuk anggas adipati dan
keturunan seterusnya yang sudah menikah.

Gelar Keturunan di Luar Vorstenlanden:


Dekrit Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor 31 tanggal 30
September 1936 yang dimuat dalam Lembaran Negara nomor 13711
menentukan peraturan gelar Raden Mas (R.M.) dan Raden (R.) untuk
keturunan para penguasa di Pulau Jawa dan Madura dan gelar Raden
Harya (R.H.) dan Raden Panji (R.Pj.) untuk keturunan para penguasa
di Pulau Madura.

Gelar Keturunan untuk Laki-laki di Luar Vorstenlanden:


Raden Mas (R.M.) adalah gelar untuk anak, cucu, cicit, dan piut Raja
Surakarta atau Raja Yogyakarta atau Adipati Mangkunagaran atau
Adipati Pakualaman melalui garis keturunan laki-laki atau
perempuan.

Raden (R.) adalah gelar untuk anggas dan udeg-udeg Raja Surakarta
atau Raja Yogyakarta atau Adipati Mangkunagaran atau Adipati
Pakualaman melalui garis keturunan laki-laki atau perempuan; atau
debog bosok dan keturunan selanjutnya dari Raja Surakarta atau Raja
Yogyakarta atau Adipati Mangkunagaran atau Adipati Pakualaman
hanya melalui garis keturunan laki-laki; atau keturunan para raja di
Pulau Jawa dan Pulau Madura selain dari Surakarta atau Yogyakarta
atau Mangkunagaran atau Pakualaman, keturunan para Raja Banten,
keturunan para wali yang disebut sunan, keturunan para bupati di luar
vorstenlanden, dan keturunan orang yang karena jasanya diberi gelar
Raden (R.) oleh pemerintah, hanya melalui garis keturunan laki-laki;
atau anak dan cucu para bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur di
luar vorstenlanden melalui garis keturunan laki-laki atau melalui garis
keturunan perempuan jika tradisi setempat membolehkan pewarisan
gelar melalui garis keturunan perempuan; atau cicit dan keturunan
selanjutnya dari para bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur di luar
vorstenlanden hanya melalui garis keturunan laki-laki; atau keturunan
Kyai Tumenggung Puspanagara dari Gresik atau Kyai Kramajaya dari
Kanoman di Surabaya yang menurut tradisi sebelumnya sudah
memakai gelar Ngabehi (Ng.) atau Kyai Ngabehi (Ky.Ng.) atau Mas
Ngabehi (M.Ng.) hanya melalui garis keturunan laki-laki.

Raden Harya (R.H.) adalah gelar untuk anak, cucu, dan cicit penguasa
di Pulau Madura yang bergelar sultan hanya melalui garis keturunan
laki-laki; atau anak dan cucu penguasa di Pulau Madura yang bergelar
panembahan atau pangeran adipati hanya melalui garis keturunan
laki-laki; atau anak bupati di Pulau Madura.
Raden Panji (R.Pj.) adalah gelar untuk piut dan anggas penguasa di
Pulau Madura yang bergelar sultan hanya melalui garis keturunan
laki-laki; atau cicit dan piut penguasa di Pulau Madura yang bergelar
panembahan atau pangeran adipati hanya melalui garis keturunan
laki-laki; atau cucu dan cicit bupati di Pulau Madura hanya melalui
garis keturunan laki-laki; atau keturunan Kyai Tumenggung
Candranagara dari Kasepuhan di Surabaya yang menjabat sebagai
bupati dan anak bupati tersebut hanya melalui garis keturunan laki-
laki.

Gelar Jabatan:
Secara umum hierarki pegawai istana atau pejabat negara di Kerajaan
Mataram Islam berurutan dari yang terendah sampai yang tertinggi
yaitu : jajar, bekel, lurah, mantri, panewu, kaliwon, wadana, bupati,
bupati nayaka, dan perdana menteri atau patih kerajaan. Jabatan jajar,
bekel, lurah, dan demang tidak mempunyai gelar khusus sehingga
seorang yang menjabat pada posisi tersebut disapa dengan gelar
keturunan diikuti nama jabatan (e.g. Mas Jajar, Raden Jajar, Mas
Bekel, Raden Bekel, Mas Lurah, Raden Lurah, Mas Demang, Raden
Demang). Sedangkan jabatan yang lebih tinggi seperti mantri,
panewu, kaliwon, atau wadana mempunyai gelar khusus sehingga
seorang yang menjabat pada posisi tersebut disapa dengan gelar
keturunan diikuti gelar jabatan (e.g. Mas Ngabehi, Raden Ngabehi).
Sebagaimana gelar keturunan, istilah jabatan dan posisi jabatan juga
mengalami beberapa kali perubahan. Contoh : Sunan Pakubuwana X
mengganti istilah kaliwon menjadi bupati anom dengan gelar yang
dinaikkan dari Ngabehi (Ng.) menjadi Tumenggung (T.). Pada
Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta posisi perdana menteri
atau patih kerajaan membawahi semua jenis bupati, karena itu dia
bergelar Adipati (Ad.). Sedangkan pada Kadipaten Mangkunagaran
dan Kadipaten Pakualaman penguasanya adalah seorang adipati dan
karena itu hanya penguasa seorang yang bisa bergelar Adipati (Ad.),
maka posisi perdana menteri atau patih kadipaten hanya bergelar
Tumenggung (T.) dan disebut sebagai bupati patih. Gelar patih pada
Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta adalah Kangjeng Raden
Adipati (K.R.Ad.) tanpa memandang apakah dia masih cucu, cicit,
piut, dan anggas raja yang berhak memakai gelar Raden Mas (R.M.)
atau keturunan rakyat biasa yang hanya berhak memakai gelar Mas
(M.).

Gelar Jabatan di Kerajaan Surakarta:

Gelar Jabatan Lama untuk Laki-laki di Kerajaan Surakarta:


Mas Rongga (Rg.) adalah gelar mantri anom untuk keturunan rakyat
biasa.
Raden Rongga (R.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk anggas raja
dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Rongga (R.M.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk cucu,
cicit, dan piut raja.
Mas Ngabehi (M.Ng.) adalah gelar kaliwon, panewu, dan mantri
untuk keturunan rakyat biasa.
Raden Ngabehi (R.Ng.) adalah gelar kaliwon, panewu, dan mantri
untuk anggas raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) adalah gelar kaliwon, panewu, dan
mantri untuk cucu, cicit, dan piut raja.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar wadana untuk cicit
raja.
Raden Mas Harya (R.M.H.) adalah gelar wadana untuk cucu raja.
Kangjeng Raden Adipati (K.R.Ad.) adalah gelar untuk perdana
menteri alias patih kerajaan.

Gelar Jabatan Baru untuk Laki-laki di Kerajaan Surakarta:


Mas Rongga (M.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Rongga (R.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk udeg-udeg
raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Rongga (R.M.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk cucu,
cicit, piut, dan anggas raja.
Mas Ngabehi (M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
keturunan rakyat biasa.
Raden Ngabehi (R.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk udeg-
udeg raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Mas Tumenggung (M.T.) adalah gelar bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Tumenggung (R.T.) adalah gelar bupati anom untuk udeg-udeg
raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar bupati anom untuk
cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Raden Tumenggung Panji (R.T.Pj.) adalah gelar bupati anom tentara
untuk udeg-udeg raja dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) adalah gelar bupati sepuh
untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan
seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung (K.R.M.T.) adalah gelar bupati
sepuh untuk cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Tumenggung Panji (K.R.T.Pj.) adalah gelar bupati
sepuh tentara untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan
keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Harya Tumenggung (K.R.H.T.) adalah gelar bupati
sepuh riya hinggil untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja
dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Harya Tumenggung (K.R.M.H.T.) adalah gelar
bupati sepuh riya hinggil untuk cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Adipati (K.R.Ad.) adalah gelar untuk perdana
menteri alias patih kerajaan.

Gelar Jabatan Baru untuk Perempuan di Kerajaan Surakarta:


Nyai Mas Tumenggung (Ny.M.T.) gelar bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan seterusnya.
Mas Ayu Tumenggung (M.Ay.T.) adalah gelar bupati anom untuk
keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Mas Ayu Tumenggung (K.M.Ay.T.) adalah gelar bupati
sepuh untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan
keturunan seterusnya.
Raden Ayu Tumenggung (R.Ay.T.) adalah gelar bupati anom untuk
cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Ayu Tumenggung (K.R.Ay.T.) adalah gelar bupati
sepuh untuk cucu, cicit, piut, dan anggas raja.

Gelar Jabatan di Kerajaan Yogyakarta:

Gelar Jabatan untuk Laki-laki di Kerajaan Yogyakarta:


Mas Ngabehi (M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
keturunan rakyat biasa.
Raden Ngabehi (R.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk anggas
raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
cucu, cicit, dan piut raja.
Mas Wadana (M.W.) adalah gelar wadana untuk keturunan rakyat
biasa.
Raden Wadana (R.W.) adalah gelar wadana untuk anggas raja dan
keturunan seterusnya.
Raden Mas Wadana (R.M.W.) adalah gelar wadana untuk cucu, cicit,
dan piut raja.
Mas Riya (M.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Riya (R.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk anggas raja
dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Riya (R.M.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk cucu,
cicit, dan piut raja.
Mas Tumenggung (M.T.) adalah gelar bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Tumenggung (R.T.) adalah gelar bupati anom untuk anggas
raja dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar bupati anom untuk
cucu, cicit, dan piut raja.
Kangjeng Mas Tumenggung (K.M.T.) adalah gelar bupati sepuh,
bupati kaliwon, dan bupati nayaka untuk keturunan rakyat biasa.
Kangjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) adalah gelar bupati sepuh,
bupati kaliwon, dan bupati nayaka untuk anggas raja dan keturunan
seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung (K.R.M.T.) adalah gelar bupati
sepuh, bupati kaliwon, dan bupati nayaka untuk cucu, cicit, dan piut
raja.
Kangjeng Raden Adipati (K.R.Ad.) adalah gelar untuk perdana
menteri alias patih kerajaan.

Gelar Jabatan untuk Perempuan di Kerajaan Yogyakarta:


Nyai Mas Ngabehi (Ny.M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
keturunan rakyat biasa.
Nyai Mas Wadana (Ny.M.W.) adalah gelar wadana untuk keturunan
rakyat biasa.
Nyai Mas Riya (Ny.M.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk
keturunan rakyat biasa.
Nyai Mas Tumenggung (Ny.M.T.) adalah gelar bupati anom untuk
keturunan rakyat biasa.
Nyai Kanjeng Raden Tumenggung (Ny.K.R.T.) adalah gelar bupati
sepuh untuk keturunan rakyat biasa.

Gelar Jabatan di Kadipaten Mangkunagaran:


Gelar Jabatan untuk Laki-laki di Kadipaten Mangkunagaran:
Mas Rongga (M.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Rongga (R.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk anggas adipati
dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Rongga (R.M.Rg.) adalah gelar mantri anom untuk cucu,
cicit, dan piut adipati.
Mas Ngabehi (M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
keturunan rakyat biasa.
Raden Ngabehi (R.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk anggas
adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
cucu, cicit, dan piut adipati.
Mas Tumenggung (M.T.) adalah gelar bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Tumenggung (R.T.) adalah gelar bupati anom untuk anggas
adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar bupati anom untuk
cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) adalah gelar bupati sepuh dan
bupati patih untuk anggas adipati dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung (K.R.M.T.) adalah gelar bupati
sepuh dan bupati patih untuk cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Tumenggung Harya (K.R.T.H.) adalah gelar bupati
sepuh riya hinggil dan bupati patih riya hinggil untuk anggas adipati
dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung Harya (K.R.M.T.H.) adalah gelar
bupati sepuh riya hinggil dan bupati patih riya hinggil untuk cucu,
cicit, dan piut adipati.

Gelar Jabatan di Kadipaten Pakualaman:


Gelar Jabatan untuk Laki-laki di Kadipaten Pakualaman:
Mas Ngabehi (M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
keturunan rakyat biasa.
Raden Ngabehi (R.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk anggas
adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Ngabehi (R.M.Ng.) adalah gelar panewu dan mantri untuk
cucu, cicit, dan piut adipati.
Mas Wadana (M.W.) adalah gelar wadana untuk keturunan rakyat
biasa.
Raden Wadana (R.W.) adalah gelar wadana untuk anggas adipati dan
keturunan seterusnya.
Raden Mas Wadana (R.M.W.) adalah gelar wadana untuk cucu, cicit,
dan piut adipati.
Mas Riya (M.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Riya (R.Ry.) adalah gelar riya bupati anom untuk anggas
adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Riya (R.M.Ry.) adalah gelar riya anom bupati untuk cucu,
cicit, dan piut adipati.
Mas Tumenggung (M.T.) adalah gelar bupati anom untuk keturunan
rakyat biasa.
Raden Tumenggung (R.T.) adalah gelar bupati anom untuk anggas
adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar bupati anom untuk
cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) adalah gelar bupati sepuh dan
bupati patih untuk anggas adipati dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung (K.R.M.T.) adalah gelar bupati
sepuh dan bupati patih untuk cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Tumenggung Harya (K.R.T.H.) adalah gelar bupati
sepuh riya hinggil dan bupati patih riya hinggil untuk anggas adipati
dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Mas Tumenggung Harya (K.R.M.T.H.) adalah gelar
bupati sepuh riya hinggil dan bupati patih riya hinggil untuk cucu,
cicit, dan piut adipati.

Gelar Jabatan di Luar Vorstenlanden:


Mas Tumenggung (M.T.) adalah gelar bupati untuk keturunan rakyat
biasa.
Raden Tumenggung (R.T.) adalah gelar bupati untuk anggas raja atau
anggas adipati dan keturunan seterusnya.
Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) adalah gelar bupati untuk cucu,
cicit, dan piut raja atau cucu, cicit, dan piut adipati.

Gelar Pangeran dan Ratu:


Gelar Pangeran (P.) yang hanya untuk laki-laki tidak bisa dirangkap
dengan gelar Raden Mas (R.M.) atau Raden (R.) atau Mas (M.)
karena gelar Pangeran (P.) menggantikan gelar keturunan. Contoh :
gelar seorang Kangjeng Raden Mas Harya (K.R.M.H.) yang diberi
gelar Pangeran (P.) berubah menjadi Kangjeng Pangeran Harya
(K.P.H.). Contoh lain : gelar seorang Bandara Raden Mas (B.R.M.)
yang diberi gelar Pangeran (P.) berubah menjadi Bandara Pangeran
Harya (B.P.H.). Pemberian gelar Pangeran (P.) kepada putra raja
biasanya dilakukan pada saat putra raja tersebut dianggap sudah
mencapai usia dewasa yaitu setelah disunat atau sekira usia 15 tahun
atau sesaat sebelum menikah.

Gelar Ratu (Rt.) yang hanya untuk perempuan tidak bisa dirangkap
dengan gelar Raden Ajeng (R.A.) atau Raden Ayu (R.Ay.) atau Raden
Rara (R.Rr.) atau Raden Nganten (R.Ngt.) atau Mas Ajeng (M.A.)
atau Mas Ayu (M.Ay.) atau Mas Rara (M.Rr.) atau Mas Nganten
(M.Ngt.) karena gelar Ratu (Rt.) menggantikan gelar keturunan.
Contoh : gelar seorang Kangjeng Raden Ayu (K.R.Ay.) yang diberi
gelar Ratu (Rt.) berubah menjadi Kangjeng Ratu (K.Rt.) atau Gusti
Kangjeng Ratu (G.K.Rt.). Pemberian gelar Ratu (Rt.) kepada putri
raja biasanya dilakukan pada saat dia akan menikah dengan seorang
raja atau pangeran. Walaupun demikian, jika raja berkenan maka
seorang perempuan dari keturunan jauh raja atau keturunan rakyat
biasa bisa diberi gelar Ratu (Rt.) asalkan dia menikah dengan raja atau
pangeran. Karena hanya Raja Surakarta dan Raja Yogyakarta yang
berwenang memberi gelar Ratu (Rt.), maka Adipati Mangkunagaran
membuat gelar Putri (Pt.) sebagai varian gelar Ratu (Rt.) untuk istri
permaisuri adipati.

Gelar Pangeran dan Ratu di Kerajaan Surakarta:


Gelar Pangeran di Kerajaan Surakarta:
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (K.G.P.Ad.An.) adalah gelar
pangeran untuk putra mahkota.
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati (K.G.P.Ad.) adalah gelar pangeran
untuk putra raja yang berkuasa atas suatu daerah.
Kangjeng Gusti Pangeran Harya (K.G.P.H.) adalah gelar pangeran
untuk putra raja yang menjabat sebagai lurah pangeran yaitu kepala
para pangeran.
Kangjeng Gusti Pangeran (K.G.P.) adalah gelar pangeran untuk putra
raja dari istri permaisuri.
Gusti Pangeran Harya (G.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra raja
dari istri permaisuri.
Gusti Pangeran Panji (G.P.Pj.) adalah gelar pangeran untuk putra raja
dari istri permaisuri
Gusti Pangeran (G.P.) adalah gelar pangeran untuk putra sulung raja
dari istri selir.
Gusti Bandara Kangjeng Pangeran Harya (G.B.K.P.H.) adalah gelar
naik untuk putra raja dari istri selir yang bergelar Bandara Kangjeng
Pangeran Harya (B.K.P.H.).
Bandara Kangjeng Pangeran Harya (B.K.P.H.) adalah gelar pangeran
untuk putra raja dari istri selir atau gelar naik untuk cucu raja yang
bergelar Kangjeng Pangeran Harya (K.P.H.).
Bandara Pangeran Harya (B.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
bukan sulung raja dari istri selir.
Kangjeng Pangeran Adipati (K.P.Ad.) adalah gelar pangeran untuk
orang yang dipandang berjasa sangat besar.
Kangjeng Pangeran Harya (K.P.H.) adalah gelar pangeran untuk cucu
raja atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran Harya Adipati (K.P.H.Ad.) adalah gelar pangeran
untuk cicit raja atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran Panji (K.P.Pj.) adalah gelar pangeran untuk cicit
raja atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran Tumenggung (K.P.T.) adalah gelar pangeran
untuk menantu raja, ipar raja, atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran Rongga (K.P.Rg.) adalah gelar pangeran untuk
menantu raja, ipar raja, atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran Demang (K.P.D.) adalah gelar pangeran untuk
menantu raja, ipar raja, atau orang yang dipandang berjasa.
Kangjeng Pangeran (K.P.) adalah gelar pangeran untuk menantu raja,
ipar raja, atau orang yang dipandang berjasa.

Gelar Ratu di Kerajaan Surakarta:


Gusti Kangjeng Ratu (G.K.Rt.) adalah gelar ratu untuk istri
permaisuri raja dan putri raja dari istri permaisuri.
Gusti Kangjeng Ratu Alit (G.K.Rt. Alit) adalah gelar ratu untuk putri
sulung raja dari istri selir.

Gelar Pangeran dan Ratu di Kerajaan Yogyakarta:


Gelar Pangeran di Kerajaan Yogyakarta:
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (K.G.P.Ad.An.) adalah gelar
untuk putra mahkota.
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati (K.G.P.Ad.) adalah gelar pangeran
untuk putra raja yang berkuasa atas suatu daerah.
Kangjeng Gusti Pangeran Harya (K.G.P.H.) adalah gelar pangeran
untuk putra raja yang menjabat sebagai lurah pangeran yaitu kepala
para pangeran.
Gusti Bandara Pangeran Harya (G.B.P.H.) adalah gelar naik untuk
Bandara Pangeran Harya (B.P.H.).
Gusti Pangeran Harya (G.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra raja
dari istri permaisuri.
Gusti Pangeran (G.P.) adalah gelar pangeran untuk putra sulung raja
dari istri selir.
Bandara Pangeran Harya (B.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
bukan sulung raja dari istri selir.
Kangjeng Pangeran Adipati (K.P.Ad.) adalah gelar pangeran untuk
orang yang dipandang berjasa sangat besar.
Kangjeng Pangeran Harya (K.P.H.) adalah gelar pangeran untuk
menantu raja atau orang yang dipandang berjasa.

Gelar Ratu di Kerajaan Yogyakarta:


Gusti Kangjeng Ratu (G.K.Rt.) adalah gelar ratu untuk ibu suri, istri
permaisuri raja, dan putri raja dari istri permaisuri.
Gusti Kangjeng Ratu Anom (G.K.Rt. Anom) adalah gelar ratu untuk
putri sulung raja dari istri selir.

Gelar Pangeran dan Garwa Padmi di Kadipaten Mangkunagaran:


Gelar Pangeran di Kadipaten Mangkunagaran:
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Harya (K.G.P.Ad.H.) adalah gelar
penguasa kadipaten.
Kangjeng Pangeran Harya (K.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
adipati atau orang yang dipandang berjasa.
Gusti Pangeran Harya (G.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
adipati dari istri permaisuri.

Gelar Ratu di Kadipaten Mangkunagaran:


Gusti Kangjeng Ratu (G.K.Rt.) adalah gelar ratu untuk istri
permaisuri adipati yang adalah putri raja dengan prameswari.

Gelar Pangeran dan Ratu di Kadipaten Pakualaman:


Gelar Pangeran di Kadipaten Pakualaman:
Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Harya (K.G.P.Ad.H.) adalah gelar
penguasa kadipaten.
Kangjeng Gusti Pangeran Harya (K.G.P.H.) adalah gelar pangeran
untuk putra adipati yang menjabat sebagai lurah pangeran yaitu
kepala para pangeran.
Kangjeng Bandara Pangeran Harya (K.B.P.H.) adalah gelar pangeran
untuk putra mahkota.
Kangjeng Pangeran Harya (K.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
adipati atau orang yang dipandang berjasa.
Gusti Pangeran Harya (G.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
adipati dari istri permaisuri.
Bandara Pangeran Harya (B.P.H.) adalah gelar pangeran untuk putra
adipati dari istri selir.
Gelar Ratu di Kadipaten Pakualaman:
Gusti Kangjeng Ratu (G.K.Rt.) adalah gelar ratu untuk istri
permaisuri adipati yang adalah putri atau cucu raja.

Gelar Pangeran dan Ratu di Luar Vorstenlanden:

Gelar Pangeran di Luar Vorstenlanden:


Pangeran Harya (P.H.) adalah gelar pangeran sekalius gelar pengganti
untuk seorang bupati bergelar Raden Mas Adipati Harya (R.M.Ad.H.)
atau Raden Adipati Harya (R.Ad.H.) yang dipandang berjasa.

Gelar Kehormatan:
Sebagaimana diuraikan dalam pendahuluan, gelar kehormatan bisa
jadi beririsan dengan gelar keturunan dan gelar jabatan. Karena itu
maka ada gelar kehormatan yang bisa diberikan raja atau adipati
kepada orang yang dipandang berjasa tanpa memperhatikan latar
belakang orang itu dari keturunan bangsawan atau keturunan rakyat
biasa dan ada pula gelar kehormatan yang hanya bisa diberikan raja
atau adipati kepada orang yang berjasa dengan memperhatikan latar
belakang orang itu dari keturunan bangsawan atau keturunan rakyat
biasa.

Gelar Kehormatan di Kerajaan Surakarta:

Gelar Kehormatan untuk Laki-laki di Kerajaan Surakarta:


Kangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung
(K.G.P.H.Pn.Ag.) adalah gelar untuk putra raja yang dipandang
berjasa luar biasa sangat besar dan menjabat sebagai patih kerajaan.
Kangjeng Gusti Panembahan (K.G.Pn.) adalah gelar untuk putra raja
yang dipandang berjasa luar biasa sangat besar.
Kangjeng Panembahan (K.Pn.) adalah gelar untuk orang yang
dipandang berjasa luar biasa sangat besar.
Kangjeng Raden Mas Harya (K.R.M.H.) adalah gelar riya hinggil
untuk menantu raja atau cucu, cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Mas Riya Harya Panji (K.R.M.Ry.H.Pj.) adalah
gelar riya handap untuk cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Mas Panji (K.R.M.Pj.) adalah satu gelar untuk cicit,
piut, dan anggas raja.
Raden Mas Riya Panji (R.M.Ry.Pj.) adalah satu gelar untuk cicit,
piut, dan anggas raja.
Raden Mas Panji (R.M.Pj.) adalah satu gelar untuk cicit, piut, dan
anggas raja.
Raden Mas Riya (R.M.Ry.) adalah gelar riya handap untuk cucu,
cicit, piut, dan anggas raja.
Kangjeng Raden Harya (K.R.H.) adalah gelar riya hinggil untuk
keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Riya Harya Panji (K.R.Ry.H.P.) adalah gelar riya
handap untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan
keturunan seterusnya.
Kangjeng Raden Harya Panji (K.R.H.P.) adalah gelar riya handap
untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan
seterusnya.
Kangjeng Raden Panji (K.R.P.) adalah satu gelar untuk keturunan
rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan seterusnya.
Raden Riya (R.Ry.) adalah gelar riya handap untuk udeg-udeg raja
dan keturunan seterusnya.
Kyai (Ky.) adalah gelar untuk petugas kerajaan dalam bidang
keagamaan.
Ki adalah gelar untuk petugas kerajaan di luar bidang keagamaan.

Gelar Kehormatan untuk Perempuan di Kerajaan Surakarta:


Kangjeng Bandara Raden Ayu Adipati (K.B.R.Ay.Ad.) adalah gelar
untuk istri selir raja yang menjabat sebagai kepala para istri selir raja
sekaligus kepala rumah tangga pribadi raja.
Kangjeng Bandara Raden Ayu (K.B.R.Ay.) adalah gelar untuk istri
selir raja keturunan bangsawan yang menjabat sebagai kepala para
istri selir raja.
Kangjeng Bandara Mas Ayu (K.B.M.Ay.) adalah gelar untuk istri
selir raja keturunan rakyat biasa yang menjabat sebagai kepala para
istri selir raja.
Kangjeng Raden Ayu Adipati (K.R.Ay.Ad.) adalah gelar untuk kepala
rumah tangga pribadi raja.
Kangjeng Raden Ayu (K.R.Ay.) adalah gelar untuk istri permaisuri
putra mahkota atau orang yang dipandang berjasa.
Raden Ayu Panji (R.Ay.Pj.) adalah satu gelar untuk cucu, cicit, piut,
dan anggas raja.
Kangjeng Mas Ayu (K.M.Ay.) adalah gelar untuk santana riya hinggil
untuk keturunan rakyat biasa atau udeg-udeg raja dan keturunan
seterusnya.
Mas Ajeng (M.A.) adalah gelar untuk istri selir raja atau pangeran
dari keturunan rakyat biasa.
Mas Ayu (M.Ay.) adalah gelar untuk istri selir raja atau pangeran dari
keturunan rakyat biasa.
Nyai Mas (Ny.M.) adalah gelar petugas kerajaan untuk keturunan
rakyat biasa.
Nyai (Ny.) adalah gelar petugas kerajaan untuk keturunan rakyat
biasa.
Nyi adalah varian gelar Nyai (Ny.).

Gelar Kehormatan di Kerajaan Yogyakarta:

Gelar Kehormatan untuk Laki-laki di Kerajaan Yogyakarta:


Kangjeng Gusti Panembahan (K.G.Pn.) adalah gelar untuk putra raja
yang dipandang berjasa luar biasa sangat besar.
Raden Mas Harya (R.M.H.) adalah gelar untuk cucu, cicit, atau piut
raja yang dipandang berjasa.
Raden Harya (R.H.) adalah gelar untuk anggas raja dan keturunan
seterusnya yang dipandang berjasa.
Kyai (Ky.) adalah gelar untuk petugas kerajaan dalam bidang
keagamaan.
Ki adalah gelar untuk petugas kerajaan di luar bidang keagamaan.

Gelar Kehormatan untuk Perempuan di Kerajaan Yogyakarta:


Kangjeng Bandara Raden Ayu (K.B.R.Ay.) adalah gelar untuk istri
selir raja keturunan bangsawan yang menjabat sebagai kepala para
istri selir raja.
Kangjeng Bandara Mas Ayu (K.B.M.Ay.) adalah gelar untuk istri
selir raja keturunan rakyat biasa yang menjabat sebagai kepala para
istri selir raja.
Kangjeng Raden Ayu (K.R.Ay.) adalah gelar untuk istri selir raja atau
istri permaisuri putra mahkota atau istri permaisuri pangeran adipati.
Bandara Raden (B.R.) adalah gelar untuk istri selir raja dari keturunan
rakyat biasa.
Bandara Mas Ajeng (B.M.A.) adalah gelar untuk istri selir raja atau
putra mahkota dari keturunan rakyat biasa.
Bandara Mas Ayu (B.M.Ay.) adalah gelar untuk istri selir raja atau
putra mahkota dari keturunan rakyat biasa.
Mas Ajeng (M.A.) adalah gelar untuk istri selir pangeran dari
keturunan rakyat biasa.
Mas Ayu (M.Ay.) adalah gelar untuk istri selir pangeran dari
keturunan rakyat biasa.
Nyai Mas (Ny.M.) adalah gelar petugas kerajaan untuk keturunan
rakyat biasa.
Nyai (Ny.) adalah gelar petugas kerajaan untuk keturunan rakyat
biasa.
Nyi adalah varian gelar Nyai (Ny.).

Gelar Kehormatan di Kadipaten Mangkunagaran:

Gelar Kehormatan untuk Laki-laki di Kadipaten Mangkunagaran:

Kangjeng Raden Mas Harya (K.R.M.H.) adalah gelar riya hinggil


untuk cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Harya (K.R.H.) adalah gelar riya hinggil atas untuk
anggas adipati dan keturunan seterusnya.

Gelar Kehormatan untuk Perempuan di Kadipaten Mangkunagaran:


Gusti Kangjeng Putri (G.K.Pt.) adalah gelar naik untuk istri
permaisuri adipati.
Kangjeng Bandara Raden Ayu (K.B.R.Ay.) adalah gelar dasar untuk
istri permaisuri adipati.
Kangjeng Raden Ayu (K.R.Ay.) adalah gelar untuk petugas istana.
Bandara Raden (B.R.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari
keturunan rakyat biasa.
Raden Ayu (R.Ay.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari
keturunan rakyat biasa.
Mas Ajeng (M.A.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari keturunan
rakyat biasa.
Mas Ayu (M.Ay.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari keturunan
rakyat biasa.
Bok Ajeng (Bk.A.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari keturunan
rakyat biasa.
Bok Ayu (Bk.Ay.) adalah gelar untuk istri selir adipati dari keturunan
rakyat biasa.

Gelar Kehormatan di Kadipaten Pakualaman:

Gelar Kehormatan untuk Laki-laki di Kadipaten Pakualaman:

Kangjeng Raden Mas Harya (K.R.M.H.) adalah gelar riya hinggil


untuk cucu, cicit, dan piut adipati.
Kangjeng Raden Harya (K.R.H.) adalah gelar riya hinggil atas untuk
anggas adipati dan keturunan seterusnya.

Gelar Kehormatan untuk Perempuan di Kadipaten Pakualaman:

Gusti Kangjeng Bandara Raden Ayu (G.K.B.R.Ay.) adalah gelar naik


untuk istri permaisuri adipati.
Gusti Kangjeng Raden Ayu (G.K.R.Ay.) adalah gelar naik untuk istri
permaisuri adipati
Kangjeng Bandara Raden Ayu (K.B.R.Ay.) adalah gelar dasar untuk
istri permaisuri adipati.
Kangjeng Raden Ayu (K.R.Ay.) adalah gelar untuk istri selir adipati.

Gelar Kehormatan di Luar Vorstenlanden:

Gelar Kehormatan untuk Laki-laki di Luar Vorstenlanden:


Adipati (Ad.) adalah gelar pengganti untuk Tumenggung (T.) yang
dipandang berjasa.
Harya (H.) adalah gelar tambahan untuk Adipati (Ad.) yang
dipandang berjasa.

Lain-lain:
Kerajaan Surakarta, Kerajaan Yogyakarta, Kadipaten
Mangkunagaran, dan Kadipaten Pakualaman masing-masing
berwenang dan memiliki instansi khusus untuk menerbitkan surat
keterangan mengenai silsilah seseorang dari raja atau adipati dan
karena itu juga meneguhkan gelar keturunan yang sesuai. Instansi
tersebut di Kerajaan Surakarta disebut Kusumawandawa, di Kerajaan
Yogyakarta disebut Tepas Dharah Dalem, di Kadipaten
Mangkunagaran disebut Kawadanan Satriya, dan di Kadipaten
Pakualaman disebut Kawadanan Hageng Kasantanan. Sedangkan
surat keterangannya di Kerajaan Surakarta disebut Layang Pikukuh
Dharah Dalem, di Kerajaan Yogyakarta disebut Layang Kakancingan
Dharah Dalem, di Kadipaten Mangkunagaran disebut Piyagam
Santana, dan di Kadipaten Pakualaman disebut Nawala Kakancingan.
Gelar Kebangsawanan Suku Sunda:
Sementara dalam Suku Sunda, gelar kebangsawanan adalah Raden,
dengan Nama Keluarga pada akhir namanya.

Gelar Kebangsawanan Suku Bali:


Yang sudah dibahas pada Nama Marga Bali.

Anda mungkin juga menyukai