Anda di halaman 1dari 268

SUPLEMEN MATERI KULIAH FI-1102

FISIKA DASAR II

RINGKASAN MATERI KULIAH


PEMBAHASAN SOAL UJIAN TPB SEM. II

oleh
MIKRAJUDDIN ABDULLAH
PROGRAM STUDI FISIKA

2007
Kata Pengantar

Diktat ini berisi ringkasan materi Fisika dasar II dan pembahasan ujian Fisika
Dasar II beberapa tahun sebelumnya. Banyak mahasiswa mengalami kesulitan
menjawab soal ujian Fisika Dasar walaupun sebenarnya soal-soal tersebut tidak terlalu
sulit. Hal tersebut mungkin disebabkan perubahan cara menjawab soal antara ujian di
sekolah menegah atas dan di ITB. Ujian-ujuan di sekolah menengah atas lebih
didominasi oleh soal-soal pilihan ganda. Dengan tipe soal seperti itu siswa hanya
dituntut medapatkan hasil akhir, tanpa terlalu risau dengan proses mendapatkan hasil
tersebut. Hal sebaliknya terjadi di TPB. Tiap langkah dalam mencapai jawaban akhir
akan mendapat penilaian. Sekalipun hasil akhir benar, namun jika langkah yang
ditempuh mencapai hasil tersebut salah maka jawabab dianggap salah.
Cara menjawab soal yang disampaikan dalam diktat ini mungkin tampak
panjang. Hal ini sengaja dilakukan agar mahasiswa mengetahui alasan mengapa
langkah-langkah yang dilakukan seperti itu. Dalam menjawab soal ujian sebenarnya,
para mahasiswa dapat meringkasnya lagi tetapi tetap mempertahankan aliran
logika/alasan yang benar.
Penulis sangat menyarankan agar para mahasiswa tidak hanya mengandalkan
diktat ini dalam mengikuti kuliah Fisika Dasar. Isi diktat ini tidak terlalu banyak dan
hanya sebagai pelengkap referensi-referensi standar lainnya. Bacalah buku
sebanyak-banyaknya karena ilmu yang kalian miliki sebanding dengan jumlah halaman
buku yang kalian baca. Selamat belajar dan semoga sukses.

Bandung, Oktober 2007

Mikrajuddin Abdullah
Daftar Isi

Bab 1 Hukum Coulomb dan Hukum Gauss 1


Bab 2 Potensial Listrik dan Kapasitor 17
Bab 3 Listrik Arus Searah 30
Bab 4 Kemagnetan 36
Bab 5 Hukum Biot Savart 42
Bab 6 Hukum Ampere 51
Bab 7 GGL Induksi dan Induktansi 57
Bab 8 Arus Bolak-Balik 66
Bab 9 Besaran Gelombang 83
Bab 10 Gejala Gelombang dan Gelombang Bunyi 92
Bab 11 Interferensi Gelombang Elektromagnetik 98
Bab 12 Model Atom dan Molekul 107
Bab 13 Pembahasan Ujian I Semester II 1998/1999 113
Bab 14 Pembahasan Ujian I Semester II 2000/2001 126
Bab 15 Pembahasan Ujian I Semester II 2003/2004 138
Bab 16 Pembahasan Ujian I Semester II 2006/2007 150
Bab 17 Pembahasan Ujian II Semester II 1998/1999 162
Bab 18 Pembahasan Ujian II Semester II 1999/2000 174
Bab 19 Pembahasan Ujian II Semester II 2000/2001 183
Bab 20 Pembahasan Ujian II Semester II 2001/2002 195
Bab 21 Pembahasan Ujian II Semester II 2002/2003 203
Bab 22 Pembahasan Ujian II Semester II 2003/2004 212
Bab 23 Pembahasan Ujian II Semester Pendek 2003/2004 220
Bab 24 Pembahasan Ujian II Semester II 2006/2007 230
Bab 25 Pembahasan Ujian III Semester II 2002/2003 239
Bab 26 Pembahasan Ujian III Semester II 2003/2004 248
Bab 27 Pembahasan Ujian III Semester II 2003/2004 257
Bab 1
Hukum Coulomb dan Hukum Gauss

1.1 Gaya antara dua muatan listrik


i) Dua muatan sejenis melakukan gaya tolak-menolak.
ii) Dua muatan tidak sejenis melakukan gaya tarik-menarik.

1.2 Gaya Coulomb antara dua muatan titik


r
Misalkan ada dua muatan q1 dan q2 yang masing-masing berada pada posisi r1 dan
r
r2 . Vektor posisi muatan q2 relatif terhadap q1 adalah

r
q1 r21 q2

r r
r1 r2

Gambar 1.1 Posisi muatan q1 dan q2 dalam system koordinat

r21 = r2 − r1
r r r
(1.1)

Jarak antara dua muatan = besar posisi relatif dua muatan r21 = r21 = r2 − r1 . Vektor satuan
r r r

r
yang searah dengan vektor r21 adalah

r21 r2 − r1
r r r
rˆ21 = = r r
r21 r2 − r1
(1.2)

Besar gaya Coulomb pada muatan q2 oleh muatan q1

F21 = =
4πε o r21 4πε o r2 − rr1
1 q1 q 2 1 q1 q 2
2 r 2
(1.3)

Arah gaya F21 searah dengan vektor satuan r̂21 sehingga dalam notasi vektor

1
F21 =
r
4πε o r2 − rr1 2
1 q1 q 2
r rˆ21 (1.4)

Dengan mensubstitusi r̂21 ke dalam persamaan (1.4) dapat juga ditulis

q1 q 2 (r2 − r1 )
r r
F21 = r = (r2 − r1 )
r q1 q 2 r r
4πε o r2 − r1 r2 − r1 4πε o r2 − rr1 3
1 1
r r 2 r r (1.5)

Dengan hukum aksi-reaksi Newton, gaya coulomb pada muatan q1 oleh muatan q2 adalah

F12 = − F21
r r

1.3 Gaya Coulomb oleh sejumlah muatan


Misalkan terdapat muatan q1, q2, q3, dan q4. Berapa gaya pada muatan q4?

q3
r r
y q1 r43 F42
r
r41 q4 r
F41

r r
r r3 r
r1 r4 F43
r
r42

r q2
r2
x

r
F41 + F42
F42 r r

F41 + F42 + F43


r r r r
F41
r
F43

Ganbar 1.2 Posisi koordinat sejumlah muatan dan gaya total yang bekerja pada satu muatan

2
Gaya oleh q1 pada q4: F41 =
r q1 q 4 r
4πε o rr41 3
1
r41

Gaya oleh q2 pada q4: F42 =


r q2 q4 r
4πε o rr42 3
1
r42

Gaya oleh q3 pada q4: F43 =


r q3 q 4 r
4πε o rr43 3
1
r43

Gaya total pada muatan q4: F4 = F41 + F42 + F43


r r r r

Secara umum, gaya pada qo oleh sejumlah muatan q1, q2, q3, …, qN:

Fao = ∑ F0i = ∑
r N r N
1 q0 qi r
i =1 4πε o r0 i
r 3 r0i (1.6)
i =1

1.4 Medan listrik


r
Medan listrik yang dihasilkan muatan q1 pada posisi muatan q2, E21 , didefinisikan

sebagai berikut

F21 = q2 E21
r r
(1.7)

Dengan membandingkan (1.7) dan (1.5) maka

E 21 =
r q1 r
4πε o r21 3
1
r r21 (1.8)

Dinyatakan dalam skalar, besar medan listrik yang dihasilkan muatan sembarang pada jarak r
dari muatan tersebut:

E=
4πε o r 2
1 q
(1.9)

Arah medan listrik didefinisikan sebagai berikut:


i) Keluar dari muatan positif.
ii) Masuk ke muatan negatif.

3
E E
Gambar 1.3 Arah medan listrik: (a) keluar dari muatan positif dan (b) masuk ke muatan
negatif.

1.5 Medan listrik yang dihasilkan distribusi muatan


a) Medan listrik oleh muatan cincin
Cincin berjari-jari a dan bermutan q yang tersebar secara merata.

∆Ev ∆E

∆Eh

θ
r
h

Gambar 1.4 Medan listrik di sumbu cincin

( )
E=
4πε o h 2 + a 2
1 qh
3/ 2
(1.10)

b) Medan listrik oleh muatan batang


Kita akan bahas medan listrik yang dihasilkan oleh batang dengan panjang L di

4
posisi yang sejajar dengan sumbu batang. Batang memiliki kerapatan muatan homogen
dengan muatan total Q. Titik pengamatan adalah pada jarak a dari ujung batang terdekat.

a+L dL

Gambar 1.5 Medan listrik yang dihasilkan oleh batang

E=
4πε o a (a + L)
1 Q
(1.11)

c) Medan listrik oleh dipol


Dipol adalah muatan yang sama besar tetapi berbeda tanda yang dipisahkan oleh
jarak yang cukup kecil. Dilihat dari jauh, dipol tampak netral karena kedua muatan sangat
berdekatan. Tetapi dilihat dari dekat, yaitu pada orde yang sama dengan jarak pisah dua
muatan, dipol tampak sebagai dua muatan terpisah. Besar medan listrik sepanjang garis yang
memotong tegak lurus sumbu dipol di tengah-tengah pada jarak h dari pusat dipol adalah

[ ]
E=
4πε o h + (d / 2) 2
1 qd
3/ 2
(1.12)
2

Kita mendefinisikan momen dipol

p = qd (1.13)

Dengan demikian, diperoleh

[ ]
E=
4πε o h 2 + (d / 2) 2
1 p
3/ 2
(1.14)

5
E2

β
β
E

E1 θ

r h r

-q +q

d/2 d/2

Gambar 1.6 Menentukan medan listrik oleh dipol

Jika jarak titik pengamatan sangat besar dibandingkan dengan jarak antara dua
muatan, atau d << h , maka kita dapat mengaproksimasi h 2 + (d / 2) 2 ≈ h 2 sehingga

[ ]
E≈ =
4πε o h 4πε o h 3
1 p 1 p
(1.15)
2 3/ 2

1.6 Perhitungan medan dengan metode integral


Misalkan kita memiliki benda sembarang seperti pada Gambar 1.7.

rP − r
r r
r
rP

r
r

Gambar 1.7 Kuat medan listrik yang dihasilkan benda kontinu sembarang

6
r
Kuat medan listrik pada titik sembarang P dengan vektor posisi r

EP = ∫ rr r 3 (r2 − r )
r r r
4πε o
1 dq
P −r
(1.16)

Persamaan (1.16) merupakan bentuk umum dari persamaan untuk mencri kuat medan listrik
yang dihasilkan oleh muatan yang terdistribusi kontinu. Berdasarkan jenis distribusi muatan,
kita menemui tiga macam yaitu distribusi muatan, yaitu satu dimensi, dua dimensi, dan tiga

i) Untuk distribusi muatan satu dimensi, misalnya muatan pada kawat, maka dq = λdx
dimensi.

dengan λ adalah rapat muatan per satuan panjang dan dx adalah elemen panjang kawat.
ii) Untuk distribusi muatan dua dimensi, misalnya muatan pada pelat, maka dq = σdS
dengan σ adalah rapat muatan per satuan luas permukaan dan dS adalah elemen luas

iii) Untuk distribusi muatan tiga dimensi maka dq = ρdV dengan ρ adalah rapat muatan per
permukaan.

satuan volum dan dV adalah elemen volum benda.

1.5 Garis gaya listrik


Garis gaya listrik adalah garis khayal yang keluar dari muatan positif dan masuk ke
muatan negatif. Setelah menggambarkan garis gaya listrik maka kita dapat mendefinisikan
medan listrik sebagai berikut
i) Besarnya medan listrik sebanding dengan kerapatan garis gaya per satuan luas permukaan
ii Arah medan listrik di suatu titik sama sejajar dengan garis singgung garis gaya pada titik
tersebut.

A
B

Gambar 1.8 Garis gaya listrik

1.6 Fluks listrik


Fluks listrik didefinisikan sebagai perkalian skalar antara vektor kuat medan listrik
7
dengan vektor luar permukaan yang ditembus oleh medan tersebut.

r
E

r
θ
A

Gambar 1.9 Definisi fluks listrik

r r
Pada Gambar 1.9 medan listrik E menembus permukaan dengan vektor luas permukaan A .
Fluks listrik yang melewati permukaan memenuhi

φ = E • A = EA cos θ
r r
(1.17)

Jika permukaan yang ditembus medan terdiri dari sejumlah segmen, maka fluks total sama
dengan jumlah fluks pasa masing-masing segmen. Contohnya, untuk Gbr 1.10, fluks total
dapat ditulis sebegai

r
E2
r
E4
θ2 2 r
r
r A

θ 4 A4
E1 E3 r

θ1
A3 θ 3
r r
A1

Gambar 1.10 Medan listrik menembus sejumlah segmen permukaan

φ = φ1 + φ 2 + φ3 + φ 4

= E1 • A1 + E 2 • A2 + E3 • A3 + E 4 • A4
r r r r r r r r

8
= E1 A1 cos θ1 + E 2 A2 cos θ 2 + E3 A3 cos θ 3 + E 4 A4 cos θ 4 (1.18)

Secara umum

φ = ∑ Ei • Ai
n r r
i =1

= ∑ Ei Ai cos θ i
n
(1.19)
i =1

Untuk kasus umum di mana permukaan yang dikenai medan listrik adalah
permukaan sembarang dan kuat serta arah medan listrik juga sembarang maka fluks yang
melewati permukaan ditentukan dengan integral sebagai berikut

φ = ∫ E cos θ dA (1.20)

1.7 Hukum Gauss


Hukum Gauss merupakan metode yang sangat efektif untuk mencari kuat medan
listrik di sekitar muatan kantinu pada benda yang memiliki simetri. Hukum tersebut
dirumuskan sebagai berikut

∑q
∑ Ei • Ai =
permukaan −tertutup
r r
permukaan −tertutup εo

∑q
atau

∑ E A cosθ =
permukaan −tertutup

εo
(1.21)
permukaan −tertutup
i i i

Untuk permukaan yang sembarang, hukum Gauss dapat diungkapkan dalam bentuk integral,
yaitu

∑q
∫ E cosθ dA = εo

atau

9
∑q
∫ • dA =
r r
εo
E (1.22)

Simbol ∫ menyatakan bahwa integral dilakukan pada permukaan tertutup.

1.8 Memilih permukaan Gauss


Langkah pertama yang harus ditempuh ketika akan menggunakan hukum Gauss
adalah memiliih permukaan Gauss yang tepat. Berikut adalah bentuk permukaan Gauss yang
digunakan dalam menentukan kuat medan listrik

a) Kawat lurus panjang


Permukaan Gauss yang kita gunakan berupa silinder dengan jari-jari r dengan
kawat adalah sumbu. Panjang silinder bisa bebas, misalkan L.

Gambar 1.11 Permukaan Gauss untuk menentukan kuat medan listrik di sekitar kawat lurus
panjang

Penjumlahan ∑ E A cos θ
i i i dapat dinyatakan sebagai penjumlahan tiga bagian, yaitu

∑ E A cos θ = {E A cos θ }
i i i 1 1 1 alas + {E2 A2 cos θ 2 }tutup + {E3 A3 cos θ 3 }se lub ung (1.23)

θ = 90o. E1 A1 cos θ1 = E1 A1 cos 90 o = E1 A1 × 0 = 0


Alas:

θ = 90o. E 2 A2 cos θ 2 = E 2 A2 cos 90 o = E 2 A2 × 0 = 0


Tutup:

Selubung
θ = 0o. Dengan demikian

10
E3 A3 cos θ 3 = E3 A3 cos 0 o = E3 A3 × 1 = E3 A3

Dengan A3 = luas selubung = 2πr × L

A3

A1 A2 E3

θ1 θ2

E1 E2
alas tutup selubung

Gambar 1.12 Arah medan listrik di alas, tutup, dan selubung silinder

∑ q = λL . Dengan menggunakan hukum Gauss, maka


Muatan yang dilingkupi permukaan gauss hanya ada berada pada bagian kawat sepanjang L,

yaitu

λL
0 + 0 + 2πrLE 3 =
εo
λ
E3 =
2πε o r
(1.24)

Muatan titik
Misalkan kita memiliki muatan titik Q dan kita ingin menentukan kuat medan listrik
pada jarak r dari muatan tersebut. Pilih permukaan Gauss berupa permukaan bola dengan
jari-jari r dan berpusat di muatan. Karena hanya ada satu permukaan maka

∑ E A cosθ
i i i = EA cos θ

Arah medan di permukaan bola adalah radial. Arah vektor permukaan juga radial sehingga θ
= 0 atau cos θ = 1. Dengan demikian

∑ E A cosθ
i i i = EA = E × (luas permukaan bola) = E × (4πr 2 ) .

11
∑ q = Q . Diperoleh
Jumlah total muatan yang dilingkupi permukaan Gaus adalah muatan titik itu sendiri

E × (4πr 2 ) =
εo
Q

atau

E=
4πε o r 2
1 Q

Hasil ini persis sama dengan apa yang diperoleh dengan menggunakan hukum Coulomb.

Pelat tak berhingga


Misal muatan per satuan luas yang dimiliki pelat kita anggap σ. Kita buat permukaan
Gauss yang berbentuk silinder seperti pada Gbr. 1.13. Misalkan luas alas atau tutup silinder
adalah A.

E E

A1 A A2

A3

Gambar 1.13 Permukaan Gauss di sekitar pelat tak berhingga

∑ E A cos θ = {E A cos θ }
i i i 1 1 1 alas + {E2 A2 cos θ 2 }tutup + {E3 A3 cos θ 3 }se lub ung

Alas silinder:
E1 = E
A1 = A
θ1 = 0
E1 A1 cos θ1 = EA cos 0 o = EA

12
Tutup silinder:
E2 = E
A2 = A
θ2 = 0
E 2 A2 cos θ 2 = EA cos 0 o = EA

Selubung silinder:
E3 = E

θ 3 = 90 o

E3 A3 cos θ 3 = E3 A3 cos 90 o = 0

∑ E A cosθ
Diperoleh

i i i = EA + EA + 0 = 2 EA

∑ q = σA .
Muatan yang dikandung permukaan Gauss hanya berlokasi pada bagian pelat yang beririsan

dengan silinder, yaitu bagian pelat seluas A. Jumlah muatan adalah

∑q
∑ E A cosθ
i i i =
εo

σ
atau

E=
2ε o
(1.25)

Medan listrik oleh dua pelat sejajar


Prinsip yang kita gunakan adalah prinsip superposisi medan listrik. Medan total di
suatu titik merupakan penjumlahan kuat medan yang dihasilkan oleh masing-masing pelat.
Misalkan kita memiliki pelat yang memiliki kerapatan muatan σ1 dan σ2. Masing-masing
pelat menghasilkan medan listrik yang konstan ke segala arah yang besarnya

σ1
E1 =
2ε o
σ
E2 = 2
2ε o

Kuat medan listrik di mana-mana memenuhi

13
E = E1 + E 2 (1.26)

Pada penjumlahan tersebut kita harus memperhatikan arah.

Bola isolator homogen


Misalkan muatan total bola adalah Q dan jari-jari bola R. Volume bola V = 4πR 3 / 3 .
Kerapatan muatan bola adalah

ρ= = 4 3
V 3 πR
Q Q
(1.27)

Permukaan Gauss untuk mencari medan listrik di dalam bola adalah permukaan bola deengan
jari-jari kurang dari jari-jari bola isolator.

Permukaan bola

Permukaan Gauss
r

Gambar 1.14 Permukaan Gauss untuk mencari medan lsitrik di dalam bola

∑ E A cos θ
i i i = EA cos θ (1.28)

Dengan θ = 0 dan cos θ = 1 dan A = 4πr 2 .


Muatan yang dilingkupi permukaan Gauss hanya berada dalam bola berjari-jari r. Volume
bola Gauss adalah V ' = 4πr 3 / 3 .

∑ q = ρV ' = 4 πR 3 × 3 πr = Q R 3
Q 4 3 r3
(1.29)
3

Dengan hukum Gauss

14
E (4πr 2 ) = ×Q
r3
εo
1
R3

E=
4πε o R 3
1 Q
r (1.30)

Untuk mencari medan di luar bola kita buat permukaan Gauss dengan jari-jari r > R. Dengan
alas an serupa kita dapatkan

∑ E A cos θ
i i i ( )
= EA cos 0 o = E 4πr 2 × 1 = 4πr 2 E

Permukaan bola

Permukaan Gauss
R

Gambar 1.15 Permukaan Gauss di luar bola

∑ q = Q . Dengan hukum
Jumlah muatan yang dilingkupi permukaan Gauss adalah seluruh muatan bola, karena seluruh

bagian bola ada di dalam permukaan Gauss. Dengan demikian,

Gauss

4πr 2 E =
εo
Q

E=
4πε o r 2
1 Q
(1.31)

Bola konduktor
Konduktor adalah bahan yang sangat mudah mengantarkan arus listrik. Dalam keadaan
stasioner:
(a) medan listrik dalam konduktor selalu nol,
(b) muatan yang dimiliki konduktor selalu menempati permukaan,

15
(c) medan listrik di permukaan konduktor selalu tegak lurus permukaan

Dengan sifat-sifat ini maka kita dapat dengan mudah menghitung medan listrik yang
dihasilkan oleh bola konduktor yang diberi muatan Q. Misalkan jari-jari bola adalah R. Di
dalam bola, yaitu pada r < R, medan listrik nol karena daerah tersebut merupakan konduktor.
Kita hanya perlu menerapkan hukum Gauss saat menghitung medan di luar bola. Dan
perhitungannya sama dengan saat menghitung medan listrik yang dihasilkan bola isolator.
Kita akan dapatkan, medan listrik di luar bola adalah

E=
4πε o r 2
1 Q

16
Bab 2
Potensial Listrik dan Kapasitor

2.1 Energi potensial listrik


r
Jika muatan q berada dalam ruang yang mengandung medan listrik E , maka energi
potensial yang dimiliki muatan tersebut adalah

U (r ) = U (ro ) − ∫ qE • dr
r
r r
r r r
(2.1)
r
ro

r r r
dengan U (ro ) adalah energi potensial pada posisi acuan ro . Posisi ro bisa
bermacam-macam, misalnya tak berhingga, pusat koordinat, di permukaan benda, dan
sebagainya, bergantung pada di mana nilai energi potensial sudah diketahui.

2.2 Potensial listrik


Potensial listrik didefinisikan sebagai energi potensial per satuan muatan listrik.
Dengan menggunakan persamaan (2.1) maka definisi potensial listrik adalah

∫ • dr
r
r r r
r r qE
V (r ) = = −
r U (r ) U (ro ) rro
q q q

= V (ro ) − ∫ E • dr
r
r r
r r
(2.2)
r
ro

2.3 Potensial listrik oleh sebuah partikel


r r
Untuk kasus ini kita dapat mengambil arah medan listrik E dan dr sejajar,

sehingga E • dr = E dr cos 0 o = E dr . Dengan demikian,


r r

V (r ) = V (ro ) − ∫ E • dr = V (ro ) − ∫ E dr
r r
r r

ro ro

= V (ro ) − ∫ dr = V (ro ) − ∫r
r r

4πε o r 4πε o
1 Q Q dr
2 2
ro ro

Q ⎡ 1⎤
= V (ro ) − −
4πε o ⎢⎣ r ⎥⎦ ro
r

17
Q ⎛ 1 1⎞
= V (ro ) − ⎜ − ⎟
4πε o ⎜⎝ ro r ⎟⎠

Dengan menetapkan bahwa pada jarak tak berhingga besar potensial sama dengan nol maka,

Q ⎛ 1 1⎞ Q ⎛ 1⎞
V ( r ) = V (∞ ) − ⎜ − ⎟ =0− ⎜0 − ⎟
4πε o ⎝ ∞ r ⎠ 4πε o ⎝ r⎠

=
4πε o r
1 Q
(2.3)

2.4 Potensial listrik yang dihasilkan banyak partikel


Cara menentukan potensial listrik yang dihasilkan banyak partikel cukup mudah,
yaitu hanya dengan melakukan penjumlahan aljabar (penjumlahan biasa) potensial listrik
yang dihasilkan masing-masing partikel.
Lihat skema pada Gambar 2.3.

q1 q2 P
r
r2
r
r r
r1

x
r
r3 q3

Gambar 2.1 Menentukan potensial listrik yang dihasilkan oleh sejumlah titik muatan.

i) Potensial yang dihasilkan muatan q1: V1 =


4πε o r − r1
1 q1
r r

ii) Potensial yang dihasilkan muatan q2: V2 =


4πε o r − r2
1 q2
r r

iii) Potensial yang dihasilkan muatan q3: V3 =


4πε o r − r3
1 q3
r r

Potensial total di titik pengamatan adalah

18
V = V1 + V2 + V3

= r r + r r +
4πε o r − r1 4πε o r − r2 4πε o r − r3
1 q1 1 q2 1 q3
r r

2.5 Potensial Momen Dipol


Kita akan hitung potensial pada jarak r dari pusat dipol (titik tengah antara dua
muatan) yang membentuk sudut θ dengan sumbu dipol (sumbu vertikal). Tampak:
i) Jarak titik pengamatan ke muatan –q adalah r1
ii) Jarak titik pengamatan ke muatan +q adalah r2

r1
r r2

∆r1 ∆r2
θ2
θ1 θ
-q d/2 d/2 +q

Gambar 2.2 Hubungan antara r1, r2, dan r pada sebuah dipol

r1 = r + ∆r1 , r2 = r − ∆r2 , ∆r1 = d cos θ1 / 2 , ∆r2 = d cos θ 2 / 2

θ1 ≈ θ 2 ≈ θ sehingga ∆r1 = d cos θ / 2 dan ∆r2 = d cos θ / 2 . Potensial di titik P yang


Jika jarak titik pengamatan sangat besar dibandigkan dengan d maka dapat didekati

dihasilkan oleh muatan –q:

V1 = −
4πε o r1
1q

Potensial di titik P yang dihasilkan oleh muatan +q:

V2 =
4πε o r2
1 q

Potensial total di titik P


19
V = V1 + V2 = − +
4πε o r1 4πε o r2
1 q 1 q

q ⎛1 1⎞ ⎛ r1 r ⎞
= ⎜⎜ − ⎟⎟ = ⎜⎜ − 2 ⎟⎟
4πε o ⎝ r2 r1 ⎠ 4πε o
q
⎝ r1r2 r1r2 ⎠

q ⎛ r1 − r2 ⎞ ⎛ [r + ∆r1 ] − [r − ∆r2 ] ⎞ ⎛ ∆r1 + ∆r2 ⎞


= ⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎟⎟ = ⎜⎜ ⎟⎟
4πε o ⎝ r1r2 ⎠ 4πε o ⎠ 4πε o
q q
⎝ r1r2 ⎝ r1r2 ⎠

⎛d ⎞
⎜ cos θ + cos θ ⎟ ⎛ d cos θ ⎞
d
= ⎜2 ⎟= ⎜⎜ ⎟⎟
4πε o ⎜ ⎟ 4πε o
q 2 q

⎜ ⎟ ⎝ 12 ⎠
⎝ ⎠
r1r2 r r

Untuk jarak r yang sangat besar dibandingkan dengan d, r1 × r2 ≈ r × r = r 2 sehingga

q ⎛ d cos θ ⎞ 1 (qd ) cos θ


V≅ ⎜ ⎟=
4πε o ⎝ r 2
⎠ 4πε o r2
1 µ
= cos θ
4πε o r 2
(2.4)

2.6 Potensial listrik pelat sejajar


Kapasitor pelat sejajar memiliki pelat yang terpisah sejauh d. Rapat muatan pada
pelat adalah σ.

x
x=0 x=d

Gambar 2.3 Posisi pelat sejajar dalam koordinat

Beda potensial antara dua pelat adalah

20
∫ dx = − ε [x]
σ σ σ σd
∆V = V − Vo = − ∫ E dx = − ∫ dx = − =−
d d d

ε εo εo
d
0 (2.5)
x =0 x =0 o x =0 o

2.7 Potensial listrik akibat kehadiran bahan dielektrik


Kehadiran bahan dielektrik menyebabkan kuat medan yang dihasilkan muatan
berubah. Akibatnya, potensial listrik di sekitar suatu muatan juga berubah. Untuk menentukan

tanpa bahan dielektrik dengan mengganti ε o dengan κε o , dengan κ adalah konstanta


potensial listrik akibat kehadiran bahan dielektrik, kita dapat menggunakan rumus potensial

dielektrik bahan. Sebagai contoh, jika antara dua pelat sejajar dipasang bahan dielektrik, maka
beda potensial antara dua pelat menjadi

σd
∆V = −
κε o
(2.6)

Potensial listrik di sekitar muatan titik yang ditempatkan dalam medium dengan kosntanta
dielektrik κ adalah

V =
4πκε o r
1 Q
(2.7)

2.8 Bidang equipotensial


Jika kita tempatkan sebuah muatan listrik dalam ruang, maka titik-titik di sekitar
muatan memiliki potensial listrik tertentu. Besarnya potensial listrik bergantung pada jarak
titik pengamatan ke muatan. Jika muatan yang kita tempatkan berbentuk titik maka potensial
pada jarak r dari muatan memenuhi

V=
4πε o r
1 q

Titik-titik yang berjarak sama dari muatan memiliki potensial yang sama. Permukaan atau
bidang yang memiliki potensial listrik yang sama dinamakan bidang ekipotensial.
Beberapa bentuk bidang ekipotensial dari benda yang bentuknya khusus sebagai
berikut:
i) Untuk muatan titik, bidang ekipotensial berupa kulit bola
ii) Untuk muatan bola yang tersebar homogen, bidang ekipotensial juga berupa kulit bola
iii) Untuk muatan yang tersebar homogen pada kawat atau silinder, bidang ekipotensial
berupa kulit silinder
iv) Untuk muatan yang tersebar pada pelat, bidang ekipotensial berupa bidang datar sejajar
21
pelat

Ada satu yang menarik dari bidang ekipotensial yaitu selalu tegak lurus garis gaya listrik.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.4 Bidang ekipotensial yang dihasilkan oleh (a) muatan titik, (b) muatan bola, dan
(c) pelat sejajar

2.10. Kapasitor
Kapasitor adalah piranti elektronik yang dapat menyimpan muatan listrik.
Kemampuan kapasitor menyimpan muatan listrik diungkapkan oleh besaran yang namanya
kapasitansi. Jika sebuah kapasitor dapat menyimpan muatan Q ketika dihubungkan dengan
beda potensial V, maka kapasitansi kapasitor tersebut didefinisikan sebagaian

C=
Q
(2.8)
V

Satuan kapasitansi kapasitor adalah C/V. Satuan ini memiliki nama khusus, yaitu Farad yang
disingkat F. Jadi 1 F = 1 C/V

2.11 Kapasitor pelat sejajar


Kapasitor ini terdiri dari dua pelat konduktor yang sejajar dan dipisahkan oleh sebuah

22
lapisan isolator.

Luas A Luas A

Gambar 2.5 Skema kapasitor pelat sejajar

Luas masing-masing pelat adalah A. Jarak antar pelat adalah d. Kerapatan muatan
listrik yang diberikan pada masing-masing pelat adalah +σ dan -σ. Besar muatan yang
dikandung masing-masing pelat adalah Q = σ A. Kapasitansi kapasitor pelat sejajar adalah

C= = εo
Q A
(2.9)
V d

2.12 Kapasitor satu bola konduktor

+Q

Gambar 2.6 Bola konduktor yang diberi potensial

Bola kobduktor yang berjari-jari R memiliki potensial V relatif terhadap tanah. Potensial di
permukaan bola konduktor adalah

23
V =
4πε o R
1Q

Kapasitansi bola konduktor menjadi

C= = 4πε o R
Q
(2.10)
V

2.13 Kapasitansi dua bola konduktor konsentris


Ke dua bola dihubungkan dengan beda potensial V. Misalkan muatan masing-masing
bola adalah +Q dan –Q. Kuat medan listrik antara dua bola hanya ditentukan oleh muatan
bola R1, yaitu

E=
4πε o r 2
1Q

-Q +Q

R1

R2 V

Gambar 2.7 Dua bola konsentris dipasang pada suatu beda potensial

Beda potensial antara dua bola memenuhi

⎛ 1 1 ⎞
V = ∫ E dr = ∫
⎡ 1⎤
= −
⎢⎣ r ⎥⎦ = 4πε ⎜⎜ − ⎟⎟
R2 R2 R

4πε o R1 r 4πε o
2
Q dr Q Q
⎝ R1 R2 ⎠
2
(2.11)
R1 R1 o

4πε o
Kapasitansi adalah

C= =
V (1 / R1 − 1 / R2 )
Q
(2.12)

24
2.14 Kapasitor dua silinder konsentris

R2

R1

Gambar 2.8 Dua silinder konsentris dipasang pada suatu beda potensial

Silinder dalam memiliki jari-jari R1 dan silinder luar memiliki jari-jari R2. Kuat medan listrik

1 λ
antar dua silinder hanya ditentukan oleh muatan silinder dalam, yaitu

E=
2πε o r
(2.12)

dengan λ adalah rapat muatan per satuan panjang silinder. Beda potensial antara dua silnder
adalah

λ λ
[ln r ]RR12 = λ ln⎜⎜ R2 ⎟⎟
⎛ ⎞
V = ∫ E dr = ∫ =
R2 R2

2πε o 2πε o 2πε o ⎝ R1 ⎠


dr
(2.13)
R 1 R1
r

Rapat muatan silinder memenuhi λ = Q / L . Kita dapat menulis

Q / L ⎛ R2 ⎞
V = ln⎜ ⎟⎟
2πε o ⎜⎝ R1 ⎠
(2.14)

Kapasitansi adalah

2πε o L
C= =
V ln (R2 / R1 )
Q
(2.15)

2.15 Rangkaian kapasitor


Secara umum rangkaian kapasitor dapat dikelompokkan atas dua bagian besar, yaitu
rangkaian seri dan parallel. Rangkaian-rangkaian kapasitor yang lain dapat dipandang sebagai

25
kombinasi rangkaian seri dan parallel.

a) Rangkaian seri
Dua kapasitor C1 dan C2 dirangkaian secara seri seperti pada gambar di bawah. Besar
kapasitansi pengganti dua kapasitor di atas adalah C yang memenuhi

= +
1 1 1
(2.16)
C C1 C 2

Jika terdapat N kapasitor yang disusun secara seri seri maka kapasitansi total, C, memenuhi

= + + + ... +
1 1 1 1 1
C C1 C 2 C 3 CN

=∑
atau
N
1 1
(2.17)
C i =1 C i

C1 C2

(a)

(b)

C = …?

Gambar 2.9 (a) Rangkaian seri kapasitor C1 dan C2 dan (b) adalah kapasitor pengganti
(ekivalen)

b) Susunan paralel

26
Susunan lain yang dapat diterapkan pada kapasitor adalah susunan parallel. Gambar
berikut adalah susunan parallel dua kapasitor C1 dan C2

C1

C2

C = …?

Gambar 2.10 Susunan parallel dua kapasitor

Kapasitansi pengganti memenuhi

C = C1 + C 2 (2.18)

Jika terdapat N buah kapasitor yang disusun secara parallel maka kapsitansi pengganti
memenuhi

C = C1 + C 2 + C 3 + ... + C N (2.19)

C = ∑ Ci
atau
N
(2.20)
i =1

2.16 Energi yang tersimpan dalam kapasitor


Kapasitor yang bermuatan menyimpan sejumlah energi yang besarnya

U=
1 Q2
(2.21)
2 C

Karena Q = CV maka dapat pula ditulis

U= = CV 2
1 (CV ) 2 1
(2.22)
2 C 2

Untuk kapasitor pelat sejajar, berlaku hubungan V = Ed dan C = κε o A / d sehingga

27
⎜ κε o ⎟(Ed ) = κε o E ( Ad ) = κε o E Vol
1⎛ A⎞
U=
1 1
2⎝ d⎠
2 2 2

2 2

dengan Vol adalah volum ruang antar dua pelat (volum kapasitor).
Kita definisikan rapat energi yang tersimpan dalam kapasitor (= energi per satuan
volum), yaitu

u= = κε o E 2
U 1
(2.23)
Vol 2

2.17 Pengosongan kapasitor


Misalkan sebuah kapasitor yang berisi muatan dihubungkan secara seri dengan
sebuah hambatan R maka muatan kapasitor akan mengalir melalui hambatan R sehingga
lama-kelamaan muatan kapasitor makin kecil dan akhirnya habis. Peristiwa ini disebut
pengosongan kapasitor (discharge). Perubahan muatan kapasitor terhadap waktu pada proses
pengosongan memenuhi

⎡ t ⎤
Q = Qo exp ⎢−
⎣ RC ⎥⎦
(2.24)

dengan Qo muatan saat t = 0. Dengan menggunakan hubungan Q = VC, kita dapat


menentukan kebergantungan tegangan antara dua ujung kapasitor terhadap waktu

⎡ t ⎤
VC = Vo C exp ⎢−
⎣ RC ⎥⎦
atau
⎡ t ⎤
V = Vo exp ⎢−
⎣ RC ⎥⎦
(2.25)

Gambar 2.11 Sebuah kapasitor dihubung seri dengan sebuah tahanan

28
2.18 Pengisian kapasitor
Sebaliknya kita akan mengkaji proses pengisian kapasitor. Mula-mula kapasitor
kosong dan saklar dalam keadaan tegangan. Tegangan antara dua kaki kapasitor nol. Pada saat
t = 0 saklar ditutup sehingga arus listrik mengalir dan kapasitor mulai terisi. Dengan demikian
tegangan antara dua ujung kapasitor makin meningkat.

+
C
S
- R

Gambar 2.12 Skema rangkaian pengisian kapasitor

Besar arus yang mengalir sebagai fungsi waktu memenuhi

I = I o e −t / RC (2.26)

Tegangan antara dua ujung kapasitor memenuhi

(
Vkap = Vo 1 − e − t / RC ) (2.27)

29
Bab 3
Listrik Arus Searah

3.1 Arus listrik


Arus listrik adalah aliran muatan listrik. Jika dalam selang waktu ∆t jumlah muatan
listrik yang mengalir adalah ∆Q , maka besarnya arus listrik didefinisikan sebagai

∆Q
I=
∆t
(3.1)

Muatan listrik dapat mengalir dari satu tempat ke tempat lain karena adanya beda potensial.
Hubungan antara arus listrik dan beda potensial, V, adalah

I=
1
V (3.2)
R

dengan R hambatan listrik. Simbol untuk hambatan listrik adalah

atau

Gambar 3.1 Simbol hambatan listrik

3.2 Arus pada percabangan

Jumlah arus masuk percabangan = jumlah arus keluar percabangan

Ungkapan ini dikenal dengan hukum kekekalan muatan listrik, dan dikenal pula dengan hukum
Kirchoff I.

I1 I2

I3
I5
I4

Gambar 3.2 Arus yang masuk dan keluar dari percabangan

30
I1 + I 2 + I 4 = I 3 + I 5 (3.3)

3.3 Hambatan listrik


Semua material memiliki hambatan listrik. Hambatan listrik mengukur sulitnya benda
dilewati arus listrik. Benda yang tidak dapat dialiri arus listrik dinamakan isolator. Material yang
mudah dialiri arus listrik dinamakan konduktor.
Hambatan listrik yang dimiliki bahan memiliki sifat-sifat:
i) Makin besar jika bahan makin panjang
ii) Makin kecil jika ukuran penampang bahan makin besar.

Hubungan antara hambatan listrik yang dimiliki bahan dengan ukuran bahan memenuhi

R=ρ
L
(3.4)
A

dengan R hambatan yang dimiliki bahan, L panjang bahan, A luas penampang bahan, dan ρ
disebut hambatan jenis bahan.

3.4 Kebergantungan hambatan pada suhu


Hambatan suatu material berubah dengan terjadinya perubahan suhu. Umumnya, makin
tinggi suhu maka makin besar hambatan benda. Secara matematik, kebergantungan hambatan
pada suhu diberikan oleh

R = Ro [1 + α (T − To )] (3.5)

dengan T suhu, To suhu acuan, R hambatan pada suhu T, Ro hambatan pada suhu acuan To, dan α
koefisien suhu dari hambatan.

3.5 Potensiometer
Potensiometer adalah hambatan listrik yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah.
Pengubahan hambatan dilakukan dengan memutar atau menggeser knob.

atau

Gambar 3.3 Simbol potensiometer

31
3.6 Konduktivitas listrik
Gambar 3.4 adalah ilsutrasi sebuah kabel konduktor. Dalam kabel tedapat
elektron-elektron yang dapat bergerak. Jika tidak ada beda potensial antara dua ujung kabel maka
peluang elektron bergerak ke kiri dan ke kanan sama sehingga arus total yang mengalir dalam
kabel nol. Jika diberikan beda potensial antara dua ujung kabel maka muncul medan listrik
dalam kabel. Medan listrik menarik elektron-elektron bergerak dalam arah yang berlawanan
dengan arah medan. Akibatnya elektron memiliki percepatan dalam arah yang berlawanan
dengan arah medan

Gambar 3.4 Ilustrasi kabel konduktor yang dialiri arus listrik

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa kecepatan terminal elektron dalam konduktor
memenuhi

v = µE (3.6)

dengan µ adalah sebuah konstanta yang dikenal dengan mobilitas elektron.


Kerapatan arus dalam kawat (arus per satuan luas penampang) adalah

J = σE (3.7)

σ = neµ
dengan
(3.8)

dikenal dengan konduktivitas listrik. Konduktivitas listrik mengukur kemampuan bahan


mengantarkan listrik. Hubungan antara konduktivitas dan resistivitas adalah

σ=
ρ
1
(3.9)

32
3.7 Rangkaian hambatan listrik
a) Hambatan seri

R1 R2 R3
a b c d

Gambar 3.5 Hambatan disusun secara seri.

Tiga hambatan R1, R2, dan R3 disusun secara seri. Susunan ke tiga hambatan tersebut
menghasilkan hambatan total R yang memenuhi

R = R1 + R2 + R3 (3.10)

b) Hambatan paralel

R1

I1
R2
a b

I I2 R3

I3

Gambar 3.6 Hambatan disusun secara parallel.

Tiga hambatan R1, R2, dan R3 disusun secara parallel. Susunan ke tiga hambatan tersebut
menghasilkan hambatan total R yang memenuhi

= + +
1 1 1 1
(3.11)
R R1 R2 R3

3.8 Rangkaian yang mengandung hambatan dan sumber tegangan


Dalam rangkaian listrik, kadang kita jumpai sejumlah hambatan dan sejumlah sumber

33
tegangan. Bagaimana menentukan arus yang mengalir

R1 ε R2
a b

Gambar 3.7 Contoh rangkaian yang mengandung hambatan dan sumber tegangan

Rumus yang menghubungan besar arus yang mengalir dan besarnya hambatan serta tegangan
adalah

Vab = ∑ I R − ∑ ε (3.12)

di mana Vab adalah beda potensial antara titik a dan titik b, ∑I R adalah jumlah perkalian

arus dan hambatan sepanjang jalur antara titik a dan b, dan ∑ε adalah jumlah tegangan yang

dipasang sepanjang rangkaian antara titik a dan b.


Persamaan (3.12) diterapkan dengan perjanjian:
i) I diberi harga positif jika mengalir dari a ke b
ii) ε diberi harga positif jika kutub negatif sumber tegangan menghadap titik a dan kutub positif
menghadap titik b.

3.9 Loop
Jika titik a dan b dihubungkan kita mendapatkan Vab = 0 dan rangkaian menjadi tertutup.
Rangkaian yang tertutup tersebut disebut loop. Karena Vab = 0 maka persamaan (3.12) menjadi

∑ I R − ∑ε = 0 (3.13)

Jumlah loop dalam rangkaian tidak hanya satu, tetapi bisa banyak sekali. Sekarang kita
bahas rangkaian yang terdiri dari dua loop. Prinsip yang digunakan sama dengan saat
memecahkan persoalan satu loop. Hanya di sini akan muncul dua persamaan, karena ada dua
arus yang harus dicari, yaitu arus yang mengalir pada masing-masing loop.

34
3.10 Daya listrik
Jika arus listrik mengalir pada sebuah hambatan maka hambatan tersebut akan menjadi
panas. Ini menunjukkan bahwa pada hambatan tersebut terjadi proses perubahan energi dari
energi listrik menjadi energi panas. Daya yang dibuang pada hambatan adalah

∆Q
P=
∆t
= IV (3.14)

di mana ∆Q adalah kalor yang dihasilkan selama ∆t. Dengan menggunakan hukum Ohm V = IR
maka kita juga dapat menulis

P = I 2R (3.15)

35
Bab 4
Kemagnetan

4.1 Garis gaya magnetik


i) Garis gaya magnet dilukiskan keluar dari kutub utara dan masuk di kutub selatan.
ii) Kerapatan garis gaya per satuan luas di suatu titik menggambarkan kekuatan medan magnet di
titik tersebut.
iii) Kerapatan garis gaya terbesar diamati di kutub magnet. Ini berarti medan magnet paling kuat
di daerah kutub.
iv) Makin jauh dari kutub maka makin kecil kerapatan garis gaya. Ini berarti makin jauh dari
kutub maka makin lemah medan magnet.

Gambar 4.1 Lukisan garis gaya magnet

4.2 Medan magnet


Di sekitar suatu magnet dihasilkan medan magnet dengan sifat sebagai berikut:
i) Arah medan magnet sama dengan arah garis gaya magnet
ii) Besar medan magnet sebanding dengan kerapatan garis gaya magnet

r
Kita simbolkan medan magnet dengan B , yang merupakan sebuah besaran vektor. Satuan
medan magnet adalah Tesla yang disingkat T.

Gambar 4.2 Lukisan medan maget.

36
4.3 Gaya Lorentz
Jika kawat yang dialiri arus listrik ditempatkan dalam medan magnet, maka kawat
tersebut mendapat gaya dari magnet. Besar dan arah gaya yang dialami kawat yang dialiri arus
listrik dalam medan magnet diberikan oleh hukum Lorentz

F = I L×B
r r r
(4.1)
r r
dengan F gaya yang dilami kawat berarus listrik, I besar arus listrik, dan L vektor panjang
r
kawat yang dikenai medan magnet. Besar vektor L sama dengan bagian panjang kawat yang
dikenai medan magnet saja sedangkan arahnya sama dengan arah arus dalam kawat. Besarnya
gaya Lorentz yang dialami kawat berarus listrik dapat ditulis

F = ILB sin θ (4.2)

dengan θ adalah sudut antara vektor L dan vektor B .


r r

Untuk menentukan arah gaya Lorentz, kita gunakan aturan sekrup putar kanan:
i) Tempatkan vektor panjang kawat dan vektor medan magnet sehingga titik pangkalnya
berimpit.
ii) Putar sekrup putar kanan dari arah vektor panjang kawat ke arah vektor medan magnet.
iii) Arah maju sekrup sama dengan arah gaya Lorentz pada kawat.

r
B
B

I r
L

r
F

Gambar 4.3 Menentukan arah gaya Lorentz

4.4 Gaya Lorentz pada muatan yang bergerak


Muatan yang bergerak menghasilkan arus listrik bukan? Dengan demikian, muatan yang
bergerak dalam medan magnet juga mengalami gaya Lorentz. Kita dapat menurunkan persamaan
gaya Lorentz untuk muatan yang bergerak dari persamaan gaya Lorentz untuk arus pada kawat.

37
Arus sama dengan muatan yang mengalir per satuan waktu, atau I = q / ∆t dengan q
jumlah muatan yang mengalir selama ∆t. Selanjutnya kita dapat menulis gaya Lorentz pada
kawat berarus listrik sebagai berikut

r ⎛ q ⎞r r ⎛L⎞ r
r
F = ⎜ ⎟ L × B = q⎜⎜ ⎟⎟ × B
⎝ ∆t ⎠ ⎝ ∆t ⎠
(4.3)

L / ∆t adalah panjang per satuan waktu yang tidak lain daripada kecepatan muatan v .Akhirnya
r r

diperoleh gaya Lorentz pada muatan yang bergerak memenuhi

F = qv × B
r r r
(4.4)

Besarnya gaya Lorentz menjadi F = qvB sin θ .

4.3 Pembelokkan lintasan muatan dalam medan magnet


r
Seperti yang dibahas di atas, arah gaya Lorentz selalu tegak lurus B dan tegak lurus
r
v . Arah gaya yang selalu tegak lurus arah gerak pada partikel bermuatan yang bergerak dalam
medan magnet persis sama dengan gaya pada benda yang sedang bergerak melingkar beraturan.
Dengan demikian, kita bisa mamastikan bahwa lintasan muatan yang masuk dalam medan
magnet dalam arah tegak lurus membentuk lingkaran. Karena lintasan berbentuk lingkaran maka
pada muatan ada gaya sentripetal sebesar

Fs = m
v2
(4.5)
r

Sumber gaya sentripetal adalah gala Lorentz yang dihasilkan oleh medan magnet yang
besarnya FL = qvB . Dengan menyamakan nilai ke dua gaya tersebut kita peroleh

qvB = m
v2
r
atau

m=
qBr
(4.6)
v

4.4 Spektrometer massa


Spektrometer massa adalah alat yang dapat menentukan massa atom dengan teliti. Alat
ini memanfaatkan prinsip gaya Lorentz. Atom yang akan diukur massanya mula-mula diionisasi
sehingga bermuatan positif. Ion tersebut ditembakkan dalam medan magnet yang diketahui
38
besarnya. Jika laju ion dapat ditentukan maka masa atom dapat dihitung berdasarkan pengukuran
jari-jari lintasannya.

a) Selektron kecepatan
Agar massa atom dapat dihitung maka laju ion harus diketahui terlebih dahulu. Cara
yang mudah untuk menentukan laju ion adalah menggunakan selektor kecepatan. Selektor
kecepatan memanfaatkan gaya listrik dan gaya magnet. Medan magnet dan medan listrik
dibangkitkan dalam suatu ruang dalam arah yang saling tegak lurus.
Partikel bermuatan ditembakkan masuk ke dalam ruangan yang mengandung dua medan
tersebut. Baik medan listrik maupun medan magnet masing-masing melakukan gaya pada
partikel.
Gaya yang dilakukan medan listrik = q E
Gaya yang dilakukan medan magnet = q v B
Besar medan listrik dan medan magnet diatur sedemikian rupa sehingga ke dua gaya tersebut
persis sama besar dan berlawanan arah. Dalam keadaan demikian, partikel tidak mengalami
pembelokkan

Gambar 4.4 Dalam selektor kecepatan, medan listrik dan medan magnet menarik partikel dalam
arah berlawanan. Hanya partikel yang ditarik dalam arah berlawanan dengan gaya yang sama
besar yang bergerak dalam garis lurus.

Jadi, agar lintasan partikel lurus maka harus terpenuhi

qE = qvB
atau

v=
E
(4.7)
B

39
Hanya partikel dengan laju v = E / B yang memiliki lintasan yang lurus. Partikel dengan laju
lebih besar atau lebih kecil dari v = E / B mengalami pembelokkan. Jika di depan dan di
belakang selektron kecepatan dipasan dua lubang dalam posisi lurus, dan partikel masuk di celah
pertama maka hanya partikel dengan laju v = E / B yang dapat losos pada celah kedua. Partikel
dengan laju lebih besar atau lebih kecil tertahan oleh dinding dan tidak didapatkan di sebelah
luar celah kedua. Dengan demikian, kita mendapatkan ion dengan kecepatan yang sudah tertentu
yang keluar dari celah kedua.

b) Spektrometer massa lengkap


Spektrometer massa yang lengkap mengandung selektron kecepatan (yang mengandung
medan listrik dan medan magnet yang berarah tegak lurus) dan ruang pembelokan yang
mengandung medan magnet saja. Selektron kecepatan memilih partikel dengan laju tertentu saja
yang memasuki ruang pembelokan. Di ruang pembelokan, jari-jari lintasan partikel diukur
sehingga berdasarkan informsi laju yang dihasilkan oleh selektron kecepatan dan dengan
mengukur jari-jari lintasan, maka massa atom dapat ditentukan dengan mudah.

r
+

Gambar 4.5 Skema spektrometer massa lengkap yang terdiri dari slektor kecepatan dan daerah
pembelokan.

Berdasarkan Gambar 4.14, laju partikel yang lolos selektor kecepatan memenuhi

v=
E
(4.8)
B1

40
Atom membelok dalam ruang pembelokan sehingga massanya memenuhi

m= =
qB2 r qB2 r
v E / B1

=
qB1 B2
r (4.9)
E

41
Bab 5
Hukum Biot Savart

5.1 Hukum Biot Savart

r
dL

r
r
I P

Gambar 5.1 Menentukan kuat medan magnet yang dihasilkan oleh elemen kawat

r
Kuat medan magnet di titik P yang dihasilkan oleh elemen dL saja diberikan oleh
hukum Biot-Savart
r µ o dL × rr
r
dB =

I (5.1)
r3

dengan µo disebut permeabilitas magnetik vakum = 4π × 10-7 T m/A. Medan total di titik P yang
dihasilkan oleh seluruh bagian kawat
r µo
4π ∫ r 3
dL × r
r r
B= I (5.2)

5.2 Medan magnet oleh kawat lurus tak berhingga


Mencari medan magnet yang dihasilkan kawat lurus tak berhingga dimudahkan oleh
r
arah vektor dL yang selalu tetap, yaitu mengikuti arah kawat.

r P
r

I
r
dL

Gambar 5.2 Menentukan kuat medan magnet yang dihasilkan oleh elemen kawat lurus panjang

Sebelum melakukan integral, kita harus menyederhanakan dulu ruas kanan persamaan (5.2).
Misalkan titik P berjarak a dari kawat (arah tegak lurus). Dengan aturan perkalian silang maka

42
dL × r = dL r sin θ
r r
(5.3)

dengan θ adalah sudut antara vektor dL dan r . Besar medan magnet yang dihasilkan vektor
r r
r
dL saja adalah

µ o dL × r µ o dL r sin θ µ o dL sin θ
r r
dB = = =
4π 4π 4π
I I I (5.4)
r3 r3 r2

Pada ruas kanan persamaan (5.4), baik dL, r, maupun sin θ merupakan variabel. Agar integral
dapat dikerjakan maka ruas kanan hanya boleh mengandung satu variabel. Kita harus
mengungkapkan dua variabel lain ke dalam salah satu variabel saja.


P

θ
r a
I
dL L

Gambar 5.3 Variabel-variebal integral pada persamaan (5.4)

= sin θ ⇒ = 2 sin 2 θ
a 1 1
2
(5.5)
r r a
cos θ
= tan θ ⇒ L= =a
tan θ sin θ
a a
(5.6)
L
⎡ d (cos θ ) d (sin θ ) ⎤
dL = a ⎢ − cos θ
⎣ sin θ sin 2 θ ⎥⎦

⎡ − sin θ dθ cos θ dθ ⎤ ⎡ cos 2 θ ⎤ sin 2 θ + cos 2 θ


= a⎢ − cos θ = − ⎢ + ⎥ θ = − dθ
⎣ sin θ sin 2 θ ⎥⎦ ⎣ sin θ ⎦ sin 2 θ
a 1 2
d a


=− a
sin 2 θ
(5.7)

µ o ⎛ a dθ ⎞⎛ sin 2 θ ⎞ µ I
dB = I⎜− ⎟⎜⎜ 2 ⎟⎟ sin θ = − o sin θ dθ
4π ⎝ sin θ ⎠⎝ a ⎠ 4π a
2
(5.8)

Selanjutnya kita menentukan batas-batas integral. Karena kawat panjang tak berhingga,
maka batas bawah adalah L → -∞ dan batas atas adalah L → +∞. Karena tan θ = a / L , maka
untuk L → -∞ diperoleh tan θ → −0 atau θ = 180o dan untuk L → +∞ diperoleh tan θ → +0

43
atau θ = 0o.

µo I 0 µo I µo I
[ ] [−1 + (−1)]
4π a 180∫
B=− θ θ = − − θ = −
o

4π a 4π a
o
0
sin d cos 180 o

µo I
=
2π a
(5.9)

Arah medan magnet dapat ditentukan dengan aturan tangan kanan. Jika kalian genggam
empat jari tangan kanan dan ibu jari dibiarkan lurus maka
i) Arah ibu jari bersesuaian dengan arah arus
ii) Arah jari-jari yang digenggam bersesuaian dengan arah medan magnet di sekitar arus tersebut
Cara lain adalah berdasarkan arah masuk sekrup putar kanan. Arah masuk sekrup sesuai
dengan arah arus sedangkan arah putar sekrup sesuai dengan arah medan magnet.

5.3 Medan magnet oleh kawat lurus berhingga


Medan magnetik di titik yang sejajar ujung batang dapat ditentukan sebagai berikut.

θ
r
a

L Lo-L = a/tanθ
dL

Gambar 5.4 Variabel-variabel untuk menentukan kuat medan magnet di posisi yang sejajar
ujung kawat

µo I
dB = sin θ dθ
4π a
(5.10)

Ketika elemen dL berada di ujung kiri kawat, maka sudut yang dibentuk adalah θm yang
memenuhi

tan θ m =
a
(5.11)
Lo

Dan ketika elemen dL berada di ujung kanan kawat maka sudut yang dibentuk adalah 90o. Jadi,
batas integral adalah 90o sampai θm. Maka kita dapatkan medan magnet di titik P adalah

44
µ o I 90
4π a θ∫
B= sin θ dθ
o

[ ]
m

µo
= [− cos θ ]θ90m = µ o I − cos 90 o + cos θ m
4π 4π a
I o

a
µ
= o cos θ m

I
(5.12)
a

Dengan menggunakan persamaan (5.11) kita mendapatkan cos θ m = Lo / a 2 + L2o . Dengan

demikian, kuat medan magnet di titik P adalah

µo I
B=
4π a a + L2o
Lo
(5.13)
2

Selanjutnya kita bahas kasus yang lebih umum lagi di mana titik pengamatan berada di
antara dua ujung kawat. Misalkan titik tersebut berjarak a dari kawat dan berjarak b dari salah
satu ujung kawat. Kita dapat memandang bahwa medan tersebut dihasilkan oleh dua potong
kawat yang panjangnya b dan panjangnya Lo – b, seperti pada Gbr. 5.5, di mana titik pengamatan
berada di ujung masing-masing potongan kawat tersebut.

b Lo-b
P
a
I

Lo

Gambar 5.5 Menentukan kuat medan magnet pada posisi sembarang di sekitar kawat

Kuat medan yang dihasilkan oleh potongan kawat kiri dan kanan masing-masing

µo I
B1 =
4π a a + b 2
b
(5.14)
2

µo I Lo − b
B2 =
4π a a 2 + ( Lo − b) 2
(5.15)

45
Kuat medan total di titik pengamatan adalah

B = B1 + B2

µ o I ⎜⎛ Lo − b ⎞

= +
4π a ⎜ a 2 + b 2 ⎟
b
⎝ a 2 + ( Lo − b) 2 ⎠
(5.16)

Selanjutnya kita mencari kuat medan listrik pada titik yang berada di luar areal kawat,
misalnya pada jarak b di sebelah kiri kawat seperti pada gambar 5.6

b
P
a Lo
I

Gambar 5.6 Menentukan kuat medan magnet pada jarak sembarang di luar kawat.

Masalah ini dapat dipandang sebagai dua potong kawat berimpit. Satu potong kawat panjangnya
Lo + b dan dialiri arus ke kanan dan potong kawat lain panjangnya b dan dialiri arus ke kiri,
seperti diilustrasi pada Gbr 5.7. Besar arus yang mengalir pada dua kawat sama. Ujung kiri dua
potongan kawat diimpitkan.
Kuat medan magnet yang dihasilkan potongan kawat panjang adalah

µo I Lo + b
B1 =
4π a a + ( Lo + b) 2
(5.17)
2

b
P
a Lo
I

Gambar 5.7 Kawat pengganti skema pada Gbr 5.6

46
Kuat medan magnet yang dihasilkan potongan kawat pendek adalah

µo I
B2 = −
4π a a 2 + b 2
b
(5.18)

Medan total di titik P adalah

B = B1 + B2

µ o I ⎛⎜ Lo + b ⎞

= −
4π a ⎜ a + ( Lo + b) ⎟
b
⎝ a + b2 ⎠
(5.19)
2 2 2

5.4 Medan magnet oleh cincin


Kita ingin menentukan kuat medan magnet sepanjang sumbu cincin pada jarak b dari
pusat cincin. Berdasarkan Gbr 5.8, besarnya medan magnet di titik P yang dihasilkan oleh
elemen cincing sepanjang dL adalah

µ o dL sin θ
dB =

I
r2

dB//
dB α
P

α
dB⊥
b
r

a
θ I

Gambar 5.8 Medan magnet di sumbu cincin yang dihasilkan oleh elemen pada cincin

dL selalu tegak lurus r sehingga θ = 90o atau sin θ = 1.

µ o dL
dB =
4π r 2
I (5.20)

47
dB dapat diuraikan atas dua komponen yang saling tegak lurus

dB⊥ = dB cos α dan dB// = dB sin α (5.21)

Tiap elemen kawat memiliki pasangan di seberangnya (lokasi diametrik) di mana komponen
tegak lurus sumbu memiliki besar sama tetapi arah tepat berlawanan. Dengan demikian ke dua
komponen tersebut saling meniadakan. Untuk menentukan kuat medan total kita cukup
melakukan integral pada komponen yang sejajar sumbu saja.

B = ∫ dB// = ∫ dB sin α

µ o dL
=∫ sin α
4π r 2
I (5.22)

Semua parameter dalam integral konstan kecuali dL. Dengan demikian kita peroleh
µo I µ I
B= sin α ∫ dL = o 2 sin α (2πa )
4π r 2
4π r

µo I ⎛ a ⎞
= ⎜ ⎟ sin α
2

2 a⎝r⎠
(5.23)

Karena a / r = sin α maka


µo I
B= sin 3 α (5.24)
2 a

Untuk kasus khusus titik di pusat lingkaran, kita dapatkan α = 90o sehingga
µo I
B= (5.28)
2 a

5.5 Solenoid
Solenoid adalah lilitan kawat yang berbentuk pegas. Panjang solenoid dianggap tak
berhingga. Pertama kita akan mencari kuat medan magnet di pusat solenoid tersebut.
Solenoid dapat dipandang sebagai susunan cincin sejenis yang jumlahnya sangat banyak.
Tiap cincin membawa arus I. Medan di dalam solenoid merupakan jumlah dari medan yang
dihasilkan oleh cincin-cincin tersebut. Misalkan jumlah lilitan per satuan panjang adalah n. Kita
lihat elemen solenoid sepanjang dx. Jumlah lilitan dalam elemen ini adalah

dN = ndx (5.29)

Elemen tersebut dapat dipandang sebagai sebuah cincin dengan besar arus
48
dI = IdN = Indx (5.30)

× × × × × × × × × × × × × × × ×
α
r a
P

• • • • • • • • • • • • • • • •
x dx

Gambar 5.9 Penampang solenoid jika dibelah dua.

Karena elemen tersebut dapat dipandang sebagai sebuah cincin, maka medan magnet yang
dihasilkan di titip P memenuhi persamaan (5.24), dengan mengganti I dengan dI pada persamaan
(5.30).
µ o dI
dB = sin 3 α
2 a
µ o Indx
= sin 3 α (5.31)
2 a

Tampak dari Gbr 5.9,


a dα
= tan α ⇒ x= ⇒ dx = −
tan α sin 2 α
a a
(5.32)
x

µ o In ⎛ a dα ⎞ 3 µ
dB = ⎜− ⎟ sin α = − o In sin α dα
2 a ⎝ sin α ⎠
2
(5.33)
2

Batas bawah adalah x → -∞ dan batas atas adalah x → +∞. Karena tan α = a / x , maka untuk x
→ -∞ diperoleh tan α → -0 atau α = 180o, dan maka untuk x → +∞ diperoleh tan α → +0 atau α
= 0o. Medan magnet total yang dihasilkan di pusat solenoid adalah

µo µo
B=− ∫ In sin α dα = − ∫ sin α dα
0o 0o
In
180 o
2 2 180 o

µo µo
=− In[− cos α ]1800 = − In[− 1 + (−1)]
0o

= µ o nI
2 2
(5.34)
49
5.6 Medan magnet dalam toroid
Jika solenoid yang panjangnya berhingga kita gabungkan ujungnya, maka kita
mendapatkan sebuah bentuk seperti kue donat. Bentuk ini dinamakan toroid.

Gambar 5.10 Skema toroid. Bentuknya seperti donat berongga.

Jika kita bergerak sepanjang rongga solenoid ideal (panjang tak berhingga) maka kita
tidak pernah menemukan ujung solenoid tersebut. Dengan cara yang sama, apabila kita bergerak
sepanjang rongga toroid, kita pun tidak pernah menemukan ujung toroid tersebut. Sehingga,
toroid akan serupa dengan solenoid ideal. Oleh karena itu, menjadi sangat logis apabila kita
berkesimpulan bahwa kuat medan magnet dalam toroid sama dengan kuat medan magnet dalam
solenoid ideal,

B = µ o nI (5.35)

dengan n jumlah kumparan per satuan panjang dan I arus yang mengalir pada kawat toroid.

50
Bab 6
Hukum Ampere

6.1 Hukum Ampere


r
Misalkan di suatu ruang terdapat medan magnet B . Di dalam ruang tersebut kita buat
sebuah lintasan tertutup S yang sembarang seperti Gbr 6.1

r
dl
r
B

Gambar 6.1 Lintasan tertutup sembarang dalam ruang yang mengandung medan magnet

r
Kita perhatikan elemen lintasan dl . Anggap kuat medan magnet pada elemen tersebut adalah
r r r
B . Integral perkalian titik B dan dl dalam lintasan tertutup S memenuhi

∫ B • dl = µo ∑ I
r r
(6.1)

∑I ∫
S

dengan adalah jumlah total arus yang dilingkupi S. Tanda menyatakan bahwa integral

harus dikerjakan pada lintasan tertutup. Persamaan (6.1) dikenal dengan hukum Ampere dalam
bentuk integral.
Dalam menerapkan hukum ini, beberapa langkah standar yang harus dilakukan adalah:
i) Pilih lintasan tertutup sedemikian rupa sehingga
- Kuat medan magnet pada berbagai titik di lintasan konstan
- Vektor medan magnet dan vektor elemen lintasan selalu memebtnuk sudut yang konstant untuk

∑ I , yaitu jumlah total arus yang dilingkupi lintasan ampere.


semua elemen lintasan.

ii) Cari

6.2 Aplikasi hukum Ampere pada kawat lurus panjang


Untuk kawat lurus panjang, lintasan Ampere adalah sebuah lingkaran yang sumbunya
berimpit dengan kawat tersebut.

51
r
dl
a I

r
B

Gambar 6.2 Lintasan ampere di sekitar kawat lurus panjang adalah lindkaran dengan sumbu
berimpit dengan kawat.

Sepanjang lintasan, vektor B dan dl selalu sejajar sehingga sudut θ antara B dan dl nol
r r r r

sehingga B • dl = B dl cos θ = B dl cos 0 o = B dl dan


r r

∫ B • dl = ∫ B dl
r r
(6.3)
S S

Pada tiap titik di lintasan, besar medan magnet konstan sehingga B dapat ditarik keluar dari
integral dan didapatkan

∫ B dl = B ∫ dl = B × (keliling lingkaran) = B × (2πa)


S S
(6.4)

∑ I = I . Akhirnya diperoleh
Karena yang dilingkupi lintasan Ampere hanya satu kawat, dan kawat tersebut diliri arus I, maka

B × (2πa) = µ o I
µo I
B=
2π a
(6.5)

b) Penerapan hukum Ampere pada solenoid


Solenoid yang akan kita bahas juga solenoid ideal dengan jumlah lilinan per satuan
panjang adalah n. Kawat solenoid dialiri arus I.
Jika solenoid dibelah dua maka penampang solenoid tampak pada Gambar 6.3

52
l

B=0
× × × × × × × × × × × × × × × ×
iv ii B
iii
• • • • • • • • • • • • • • • •

Gambar 6.3 Lintasan ampere pada solenoid

Lintasan Ampere berupa segiempat. Integral pada lintasan tertutup dapat dipecah menjadi jumlah
inegral pada tiap-tiap sisi segiempat, yaitu

∫ • = ∫ • + ∫ • + ∫ • + ∫ • dl
r r r r r r r r r r
B dl B dl B dl B dl B (6.6)
S i ii iii iv

Mari kita lihat tiap-tiap suku integral.


Lintasan i:
Pada lintasan ini kuat medan magnet nol karena berada di luar solenoid sehingga

∫ • = ∫ • =0
r r r
B dl 0 dl
i i

Lintasan ii:
Pada lintasan ini, potongan yang berada di luar solenoid memiliki medan magnet nol sedangkan
potongan yang ada di dalam solenoid luar memiliki medan magnet yang tegak lurus lintasan.
Jadi

∫ • dl = ∫ • dl + ∫ • dl = ∫ • + ∫ B dl cos 90 =0+0 =0
r r r r r r r o
B B B 0 dl
ii pot . luar pot . dalam pot . luar pot . dalam

Lintasan iii:
Pada lintasan ini, vektor B dan dl selalu sejajar sehingga sudut θ antara B dan dl nol.
r r r r

Jadi, B • dl = B dl cos θ = B dl cos 0 o = B dl . Dengan demikian diperoleh


r r

53
∫ • dl = ∫ B dl = B ∫ dl = B × ( panjang lin. iii) = Bl
,
r r
B
iii iii iii

Lintasan iv:
Inetgral pada lintasan iv persis sama dengan integral pada lintasan ii sehingga hasilnya juga nol,
atau

∫ B • dl = ∫ B • dl + ∫ B • dl = ∫ 0 • dl + ∫ B dl cos 90 =0+0 =0
r r r r r r r o

iv pot . luar pot . dalam pot . luar pot . dalam

Dengan dengan demikian, integral pada lintasan tertutup adalah

∫ • dl = 0 + 0 + Bl + 0 = Bl
r r
B (6.8)
S

∑ I = nlI . Akhirnya diperoleh


Arus yang dilingkupi lintasan Ampere adalah arus yang mengalir dalam ruas solenoid sepanjang

l, yaitu

Bl = µ o (nlI )
B = µ o nI (6.9)

c) Penerapan hukum Ampere untuk toroid


Buat lintasan Ampere berbentuk lingkaran yang melalui rongga toroid.

R r r
dl B

Gambar 6.4 Lintasan ampere pada toroid berbentuk lingkaran yang melewati rongga toroid

Keliling toroid adalah K = 2πR . Jumlah lilitan toroid adalah N = 2πRn . Sepanjang lintasan

54
Ampere, vektor B dan dl selalu sejajar sehingga sudut θ antara B dan dl nol. Jadi,
r r r r

B • dl = B dl cos θ = B dl cos 0 o = B dl . Jadi,


r r

∫ • dl = ∫ B dl = B ∫ dl = B × (keliling lingkaran) = B × (2πR)


r r
B (6.10)
S S S

∑ I = NI = 2πRnI . Akhirnya diperoleh


Karena jumlah lilitan yang dilingkupi lintasan Ampere adalah N maka jumlah arus yang

dilingkupi lintasan ini adalah

B × (2πR) = µ o (2πRnI )
B = µ o nI (6.11)

d) Penerapan hukum Ampere untuk pelat tak berhingga


Misalkan kerapatan arus per satuan lebar pelat adalaj J (ampere/meter). Kita akan
menentukan kuat medan magnet pada jarak a tegak lurus pelat. Kita buat lintasan Ampere berupa
persegi panjang sebagai berikut.

ii
i

iv iii

Gambar 6.5 Lintasan ampere di dekitar pelat tak berhingga.

Pemilihan lintasan Ampere di atas menyebabkan:


a) Pada elemen lintasan i arah medan magnet sejajar dengan arah elemen lintasan.
b) Pada elemen lintasan ii arah medan magnet tegak lurus dengan arah elemen lintasan.
c) Pada elemen lintasan iii arah medan magnet sejajar dengan arah elemen lintasan.
d) Pada elemen lintasan iv arah medan magnet tegak lurus dengan arah elemen lintasan.

Integral Ampere untuk lintasan tertutup dapat ditulis sebagai

∫ • = ∫ • + ∫ • + ∫ • + ∫ • dl
r r r r r r r r r r
B dl B dl B dl B dl B
S i ii iii iv

55
Mari kita hitung tiap-tiap suku integral
a) Pada elemen lintasan i, vektor B dan dl sejajar sehingga sudut θ antara B dan
r r r r
dl nol.

Jadi, B • dl = B dl cos θ = B dl cos 0 o = B dl


r r

b) Pada elemen lintasan ii, vektor B dan dl tegak lurus sehingga sudut θ antara B
r r r r
dan dl

90o. Jadi, B • dl = B dl cos θ = B dl cos 90 o = 0


r r

c) Pada elemen lintasan iii, vektor B dan dl sejajar sehingga sudut θ antara B dan
r r r r
dl nol.

Jadi, B • dl = B dl cos θ = B dl cos 0 o = B dl


r r

d) Pada elemen lintasan iv, vektor B dan dl tegak lurus sehingga sudut θ antara B
r r r r
dan dl

90o. Jadi, B • dl = B dl cos θ = B dl cos 90 o = 0


r r

Dengan demikian

∫ • dl = ∫ B dl + ∫ B dl
r r
B
S i iii

Besarnya B pada elemen lintasan i dan iii konstan sehingga dapat dikeluarkan dari integral.
Akhirnya diperoleh

∫ • dl = B ∫ dl + B ∫ dl = BL + BL = 2 BL
r r
B (6.12)
S i iii

Rapat arus per satuan panjang pelat dalam arah tegak lurus adalah J. Karena panjang

∑ I = JL . Dengan demikian diperoleh


lintasan Ampere dalam arah tegak lurus adalah L maka arus yang dilingkupi lintasan Ampere

adalah

2 BL = µ o ( JL)
µo J
B= (6.13)
2

56
Bab 7
GGL Induksi dan Induktansi

7.1 Fluks magnetik


Kita bahas definisi fluks magnetik sebagai berikut.

r
dA
r
B

Gambar 7.1 Fluks magnetik menyatakan jumlah garis gaya yang menembus permukaan dalam
arah tegak lurus

φ = ∫ B • dA
r r

= ∫ B dA cos θ (7.1)

dengan θ adalah sudut antara vektor B dan dA .


r r

7.2 Hukum Faraday


Hukum ini menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan fluks dalam suatu loop maka
dihasilkan gaya gerak listrik (tegangan listrik) induksi yang berbanding lurus dengan laju
perubahan fluks. Secara matematik, hukum tersebut dapat ditulis


Σ = −N (7.2)
dt

dengan Σ : gaya gerak liristik (ggl) induksi dan N : jumlah lilitan kumparan. Tampak dari
persamaan (7.2), besarnya ggl yang dihasilkan bergantung pada berapa cepat perubahan fluks
berlangsung, bukan bergantung pada berapa nilai fluks saat itu. Juga makin banyak lilitan pada
kumparan makin besar ggl indukasi yang dihasilkan.

7.3 Hukum Lentz


Hukum Faraday hanya mengungkapkan besarnya ggl induksi yang dihasilkan ketika
terjadi perubahan fluks magnetik dalam suatu loop tetapi tidak mengungkapkan secara detail ke
57
mana arah arus induksi dalam loop tersebut. Arah arus induksi yang dihasilkan diungkapkan oleh
hukum Lentz

Arah arus induksi dalam suatu kumparan adalah sedemikian rupa sehingga medan magnet yang
dihasilkan arus tersebut melawan perubahan fluks penyebabnya.

Apa makna pernyataan hukum ini?


i) Jika fluks yang menyebabkan ggl makin lama makin besar maka arah arus induksi harus
sedemikian rupa sehingga medan magnet yang dihasilkannya memperkecil fluks tersebut. Ini
hanya mungkin jika arah medan magnet yang dihasilkan arus induksi berlawanan dengan arah
medan yang diterapkan pada loop.
ii) Jika fluks yang menyebabkan ggl makin lama makin kecil maka arah arus induksi harus
sedemikian rupa sehingga medan magnet yang dihasilkannya memperbesar fluks tersebut. Ini
hanya mungkin jika arah medan magnet yang dihasilkan arus induksi searah dengan arah medan
yang diterapkan pada loop.

7.4 Induktansi
Jika solenoid dialiri arus searah maka beda potensial antara dua ujung solenoid hampir
nol karena beda tegangan sama dengan perkalian arus dan hambatan solenoid. Solenoid hanya
berupa kawat konduktor sehingga hambatan listrik antara dua ujung solenoid hampir nol. Tetapi
jika solenoid dilairi arus yang berubah-ubah terhadap waktu, maka sifat solenoid akan berubah.
Karena arus berubah-ubah terhadap waktu maka kuat medan magnet dalam solenoid
berubah-ubah sehingga fluks magnetik yang dikandung solenoid berubah terhadap waktu.
Berdasarkan hukum Faraday maka solenoid menghsilkan ggl induksi. Dengan demikian, ketika
dialiri arus bolak-balik maka muncul tegangan antara dua ujung solenoid. Berapa besar ggl
induksi antara dua ujung solenoid tersebut?

Σ=0 Σ≠0
Idc Iac

Gambar 7.2 (kiri) jika solenoid dialiri arus dc, tidak muncul tegangan antara dua ujung
solenoid. (kanan) jika solenoid dialiri arus ac maka muncul tegangan antara dua ujung
solenoid.

58
Kuat medan magnet dalam rongga solenoid adalah B = µ o nI . Jika luas penampang
solenoid A maka fluks magnetik dalam solenoid adalah

φ = BA = µ o nIA (7.3)

Ggl induksi yang dihasilkan solenoid adalah

dφ d ( µ o nIA)
Σ = −N = −N = − Nµ o nA
dI
(7.4)
dt dt dt

Tampak bahwa ggl induksi yang dihasilkan berbanding lurus dengan laju perubahan
arus. Untuk arus yang konstant (arus dc) maka dI/dt = 0 sehingga ggl induksi yang dihasilkannya
nol. Ggl induksi hanya ada jika arus yang mengalir berubah-ubah terhadap waktu sehingga dI/dt
tidak nol.

a. Induktansi diri
Kita mendefinisikan besaran yang bernama induktansi diri, L, yang memenuhi
hubungan

Σ = −L
dI
(7.5)
dt

Dengan membandingkan persamaan (7.4) dan (7.5) kita peroleh ungkapan induktasi

L = Nµ o nA (7.6)

Jika l adalah panjang solenoid maka kita dapat menulis n = N / l sehingga diperoleh bentuk
lain ungkapan induktasi diri

N 2 µo A
L= (7.7)
l

Satuan induktansi adalah Henry dan disingkat H.

b. Induktansi bersama
Induktansi bersama memerlukan kehadiran dua solenoid atau lebih. Induktansi bersama
memperhitungkan efek satu solenoid terhadap solenoid lainnya.
Misalkan kita memiliki dua solenoid yang didekatkan.

59
I1 Σ2

Gambar 7.3 Dua buah kumparan yang berada pada jarak cukup dekat

Misalkan medan magnet yang dihasilkan solenoid pertama adalah B1. Maka medan magnet yang
menembus solenoid kedua berbanding lurus dengan B1,

B2 = ξB1 (7.8)

Dengan ξ adalah konstanta yang nilainya kurang dari satu. Jika luas penampang solenoid kedua
adalah A2 maka fluks magnetik pada solenoid kedua adalah

φ 2 = B2 A2 = ξB1 A2 (7.9)

solenoid pertama memenuhi B1 = µ o n1 I 1 sehingga


Dengan menganggap bahwa solenoid bersifat ideal, maka medan magnet yang dihasilkan

φ 2 = ξµ o n1 A2 I 1 (7.10)

Ggl induksi yang dihasilkan oleh solenoid kedua menjadi


dφ 2
Σ2 = −N2
dt

= −ξµ o N 2 n1 A2
dI 2
(7.11)
dt

Kita mendefinisikan besaran yang bernama induktansi bersama sebagai berikut

Σ 2 = L21
dI 1
(7.12)
dt

Dengan membandingkan persaman (7.11) dan (7.12) kita peroleh bentuk induktansi bersama

60
L21 = ξµ o N 2 n1 A2 (7.13)

Jika l 1 adalah panjang solenoid pertama maka n1 = N 1 / l 1 . Akhirnya kita dapatkan bentuk
lain induktansi bersama sebagai berikut

ξµ o N 1 N 2 A2
L21 = (7.14)
l1

Nilai parameter ξ bergantung pada jarak antara dua solenoid, dan orientasi satu solenoid
terhadap solenoid lainnya. Maki n jauh jarak antara dua solenoid maka makin kecil harga ξ. Jika
jarak antar dua solenoid sangat besar (mendekati tak berhingga) maka ξ = 0. Ini baerarti tidak
ada medan magnet yang dihasilkan solenoid pertama yang masuk ke solenoid kedua. Sebaliknya,
jika dua solenoid berimpitan dan konsentris maka ξ = 1. Ini terjadi karena rongga solenoid
pertama juga merupakan rongga solenoid kedua.

7.5 Memperbesar induktansi


Jika hanya ruang kosong dalam rongga solenoid maka induktansi yang dimiliki solenoid
tersebut sangat kecil. Untuk memperbesar induktansi suatu solenoid, kita masukkan bahan
magnetik ke dalam rongga solenoid tersebut. Medan magnet yang mula-mula B saat solenoid
kosong berubah menjadi

B' = µB (7.15)

ketika di dalam rongga solenoid dimasukkan bahan magnetik dengan permeabilitas µ. Dengan
demikian, fluks magnetik dalam solenoid ketika solenoid tersebut dilewati arus adalah

φ = µµ o nIA (7.16)

Ggl induksi yang dihasilkan arus adalah


Σ = −N = − Nµµ o nA
dI
dt dt

Maka induktansi diri solenoid tersebut adalah

⎛N⎞
L = Nµµ o nA = Nµµ o ⎜ ⎟ A
⎝l⎠

61
= N 2 µµ o
A
(7.17)
l

Tampak bahwa induktansi menjadi µ kali lebih besar dibandingkan dengan induktansi saat
solenoid kosong.

7.6 Energi medan magnet


Misalkan sebuah solenoid dialiri arus I. Maka pada dua ujung solenoid muncul ggl
induksi sebesar

Σ = −L
dI
dt

Jika muatan sebesar dq mengalir melewati solenoid tersebut maka energi yang diperlukan untuk
melawan beda potensial solenoid adalah

dW = −Σdq = L
dI
dq
dt

= LdI
dq
(7.18)
dt

Tetapi dq / dt = I sehingga dapat ditulis dW = LI dI . Kerja total yang dilakukan untuk


melewatkan arus pada solenoid dari nol hingga arus I adalah

W = ∫ dW = ∫ LIdI = L ∫ IdI = L ⎢ I 2 ⎥ = LI 2
⎡1 ⎤
I I I I
1
⎣2 ⎦0 2
(7.19)
0 0 0

Kerja yang diberikan tersimpan sebagai energi dalam solenoid. Jadi, energi yang
tersimpan dalam solenoid yang dialiri arus I adalah

U=
1 2
LI (7.20)
2

Kuat medan magnet dalam rongga solenoid (dengan anggapan solenoid ideal) adalah

B = µ o nI = µ o
N
I
l
atau

I=
Bl
µo N
(7.21)

Kita dapatkan
62
1 ⎛ N 2 µ o A ⎞⎛ Bl ⎞
U = ⎜⎜ ⎟⎜ ⎟
2

2 ⎝ l ⎟⎠⎜⎝ µ o N ⎟⎠

1 ⎛ N 2 µ o A ⎞⎛ B 2 l 2 ⎞
= ⎜ ⎟⎜ ⎟=
2 ⎜⎝ l ⎟⎠⎜⎝ µ o2 N 2 ⎟ 2 µ B ( Al)
1

2
(7.22)
o

Bagian dalam tanda kurung tidak lain daripada volum rongga solenoid. Kita definisikan rapat
energi medan magnetik per satuan volum sebagai

u=
U
( Al)

=
2µ o
1
B2 (7.23)

Persamaan (7.40) menyatakan bahwa jika di suatu tempat terdapat medan magnet B maka di
tempat tersebut terdapat energi medan magnet dengan kerapatan per satuan volum diungkapkan
oleh persamaan (7.23)

7.7 Transformator
Transformator yang sering disingkat trafo adalah alat listrik yang digunakan untuk
mengubah tegangan listrik menjadi lebih besar atau lebih kecil dari tegangan semula. Tengan
yang dapat diubah oleh trafo hanya tegangan yang berubah-ubah terhadap waktu, misalknya
tegangan bolak-balik.
Secara umum trafo memiliki dua kumparan.
i) Kumparan primer berada di bagian input, tempat tegangan listrik masuk ke dalam trafo.
ii) Kumparan sekunder berada di bagian output trafo, tempat tegangan listrik hasil pengubahan
keluar dari trafo.
Jika arus masuk ke dalam kumparan primer maka dihasilkan medan magnet. Medan
magnet yang dihasilkan kumparan primer diarahkan ke kumparan sekunder. Agar pengarahan
tersebutberlangsung efektif maka di dalam rongga trafo umumnya diisi teras besi atau bahan lain
yang dapat bersifat magnetik. Dengan penggunaan bahan tersebut maka seolah-olah medan
magnet yang dihasilkan kumparan primer mengalir ke dalam bahan tersebut dan seluruhnya
mencapai kumparan sekunder. Jadi diperoleh

Bs = B p (7.24)

dengan Bs : medan magnet yang ada di kumparan sekunder dan Bp : medan magnet yang ada
63
dalam kumparan primer
Dengan asumsi bahwa kumparan primer berperilaku sebagai solenoid ideal maka

B p = µµ o n p I p . Fluks magnetik pada kumparan primer adalah φ p = B p A p = µµ o n p I p A p . Fluks

magnetik pada kumparan sekunder adalah φ s = Bs As = B p As = µµ o n p I p As . Ggl indukasi

yang dihasilkan pada kumparan primer adalah

dφ p
Σ p = −N p = − N p µµ o n p A p
dI p
(7.25)
dt dt

Ggl indukasi yang dihasilkan pada kumparan sekunder adalah

dφ s
Σs = −N s = − N s µµ o n p As
dI p
(7.26)
dt dt

Dengan demikian
Σs
= s s
N A
Σ p N p Ap

Jika dianggap bahwa luas penampang kumparan primer dan sekunder sama maka diperoleh

Σs
= s
N
Σp Np
(7.27)

7.8 Daya trafo


Pada transformator arus dimasukkan pada kumparan primer. Hasilnya pada kumparan
sekunder diperoleh arus. Karena adanya arus listrik menandakan adanya energi, maka energi
yang dimasukkan ke kumparan primer dapat dideteksi pada kumparan sekunder. Dengan
demikian, trafo juga berperan sebagai pemindah energi dari kumparan primer ke kumparan
sekunder. Dari sifat pemindahan energi ini kita dapat menentukan hubungan antara arus pada
kumparan primer dan pada kumparan sekunder. Hubungan ini dapat ditentukan sebagai berikut.
Daya pada kumparan primer dan sekunder masing-masing

Pp = I p Σ p (7.28)

Ps = I s Σ s (7.29)

64
Tidak semua daya pada kumparan primer dapat dipindahkan ke kumparan sekunder. Hanya trafo
idel yang sanggup memindahkan seluruh daya dari kumparan primer ke kumparan sekunder. Jika
η adalah efisiensi trafo maka dipenuhi

Σp
Ps = ηPp ⇒ I s Σ s = ηI p Σ p ⇒ Is =η
Σs
Ip (7.30)

Dengan memasukkan persamaan (7.27) ke dalam persamaan (7.30) diperoleh

⎛ Np ⎞
I s = η ⎜⎜ ⎟⎟ I p ⇒ =η
Is Np
⎝ Ns ⎠
(7.31)
Ip Ns

65
Bab 8
Arus Bolak-Balik

Arus bolak-balik adalah arus yang arahnya berubah-ubah secara bergantian. Pada suatu
saat arah arus ke kanan, kemudian berubah menjadi ke kiri, kemudian ke kanan, ke kiri, dan
seterusnya. Contoh kurva arus bolak-balik tampak pada Gbr 8.1
arus

arus
waktu waktu
arus

arus

waktu waktu

Gambar 8.1 Contoh grafik arus bolak-balik

Pada grafik (a) kita dapatkan arus bolak-balik yang berubah secara sinusoidal. Setengah periode
arus bergerak dalam satu arah dan setengah periode lainnya arus bergerak dalam arah sebaliknya.
Pada grafik (b) kita amati arus bolak-balik yang berubah secara persegi. Dalam setengah periode
arus bergerak dalam satu arah dan setengah periode lainnya arus bergerak dalam arah sebaliknya.
Pada grafik (c) kita amati arus bolak-balik yang berubah dengan pola segitiga.
Pada grafik (d) kita amati arus bolak-balik yang berubah secara transien.

8.1 Arus bolak-balik sinusoidal


Bentuk arus bolak-balik yang paling sederhana adalah arus sinusoidal. Kebergantungan
arus terhadap waktu dapat dinyatakan oleh fungsi kosinus berikut ini

66
I

Im

-Im T

Vm

-Vm T

Gambar 8.2 Contoh kurva tegangan dan arus bolak-balik

⎛ 2π ⎞
I = I m cos⎜ t + ϑo ⎟
⎝ T ⎠
(8.1)

dengan I m arus maksimum (amplitudo arus), T periode arus, t waktu, dan ϕo fase mula-mula

(saat t = 0). Jika arus tersebut melewati sebuah hambatan, maka tegangan antara dua ujung
hambatan

⎛ ⎛ 2π ⎞⎞
V = RI = R × ⎜⎜ I m cos⎜ t + ϑo ⎟ ⎟⎟
⎝ ⎝ T ⎠⎠
⎛ 2π ⎞
= Vm cos⎜ t + ϑo ⎟
⎝ T ⎠
(8.2)

dengan Vm = RI m adalah amplitudo tegangan.

8.2 Tegangan rata-rata


Tegangan rata-rata didefinisikan sebagai berikut

67
∫ Vdt
τ
V =
lim
τ →∞ τ
1
(8.3)
0

Untuk fungsi sinusoidal, perata-rataan di atas menghasilkan nilai yang sama dengan
perata-rataan selama satu periode saja. Jadi, tegangan rata-rata dapat ditulis dalam bentuk

V = ∫ Vdt
T
1
(8.4)
T 0

Dengan menggunakan V pada persamaan (8.2) maka didapat

⎛ 2π ⎛ 2π
V = ∫ Vm cos⎜ ∫
⎞ ⎞
t + ϑo ⎟ dt = cos⎜ t + ϑo ⎟ dt
T
1 Vm T
⎝ T ⎠ ⎝ T ⎠
(8.5)
T 0 T 0

Untuk memudahkan penyelesaian integral di atas kita misalkan

2π 2π
t + ϑo = x ⇒ dt = dx ⇒ dt =

T
dx (8.6)
T T

Substitusi (8.6) ke dalam persamaan (8.5) diperolel

V = ∫ cos x ×

dx = m ∫ cos x dx = m sin x
2π 2π
Vm T V V
T

⎛ 2π ⎞⎤ ⎡ ⎛ 2π ⎞ ⎛ 2π ⎞⎤
= sin ⎜ t + ϑo ⎟ ⎥ = m ⎢sin ⎜ T T + ϑo ⎟ − sin ⎜ T 0 + ϑo ⎟⎥
T

2π ⎠⎦ 0 2π
Vm V
⎝ T ⎣ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎦

= [sin (2π + ϑo ) − sin (0 + ϑo )] = Vm [sin (ϑo ) − sin (ϑo )] = 0


2π 2π
Vm

Jadi, nilai rata-rata tegangan bolak balik sinusoidal adalah nol. Dengan menggunakan I = V / R
maka nilai rata-rata arus bolak balik adalah

I = = =0
V 0
R R

8.3 Tegangan root mean square (rms)


Nilai rata-rata tidak memberikan informasi yang lengkap tentang besaran arus atau
68
tegangan. Berapapun amplitudo arus atau tegangan, nilai rata-rata selalu nol. Besaran rms (root
mean square) memberikan informasi yang lebih lengkap tentang arus bolak-balik. Tegangan dan
arus rms didefinisikan sebagai

Vrms = V2 (8.7)

I rms = I2 (8.8)

Untuk tegangan bolak-balik sinusoidal,

V2 =
Vm2
2

I2 =
I m2
2

Akhirnya, tegangan dan arus rms menjadi

Vrms = V2 =
Vm2
2

=
Vm
2

I rms =
Im
(8.9)
2

8.4 Daya rata-rata


Misalkan sebuah hambatan R dialiri arus bolak-balik. Disipasi daya rata-rata yang
terbuang pada resistor adalah

P = =
V2 V2
R R

=
2
Vrms
(8.10)
R

8.5 Tegangan bolak balik pada dua ujung hambatan


Misalkan arus bolak-balik yang mengalir pada hambatan adalah

I = I m cos(ωt + ϑo ) (8.15)

69
VR

R I = Im cos (ωt+ϕo)
Gambar 8.3 Arus bolak-balik melewati sebuah hambatan

Tegangan antara dua ujung hambatan dapat dicari dengan menggunakan hokum Ohm

V R = IR = I m R cos(ωt + ϑo ) (8.16)

Tampak bahwa arus dan tegangan berubah secara bersamaan. Dengan kata lain arus dan
tegangan antara dua ujung hambatan memiliki fase yang sama.

8.6 Tegangan antara dua ujung kapasitor


Misalkan arus yang mengalir pada kapasitor juga memenuhi persamaan (8.15).

VC

C I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.4 Arus bolak-balik melewati sebuah kapasitor

Tegangan antara dua ujung kapasitor adalah

VC = I m X C sin (ωt + ϑo ) (8.17)

dengan

XC =
ωC
1
(8.18)

Besaran XC dinamakan reaktansi kapasitif.


Dengan aturan trigonometri kita mendapatkan hubungan

sin (ωt + ϑo ) = cos(ωt + ϑo − π / 2)

70
Dengan demikian, tegangan antara dua ujung kapasitor dapat ditulis sebagai

VC = I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2) (8.19)

Ini berarti tegangan antara dua ujung kapasitor muncul lebih lambat daripada arus. Atau
tegangan pada kapasitor mengikuti arus dengan keterlambatan fasa π/2.

8.7 Tegangan antara dua ujung inductor


Misalkan induktor juga dialiri arus yang memenuhi persamaan (8.15).

VL

L I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.5 Arus bolak-balik melewati sebuah induktor

Tegangan antara dua ujung induktor adalah

V L = − I m X L sin (ωt + ϑo ) (8.20)

X L = ωL
dengan
(8.21)

Besaran XL disebut reaktansi induktif.


Dengan aturan trigonometri kita dapat menulis

− sin (ωt + ϑo ) = cos(ωt + ϑo + π / 2)

V L = I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2)
tegangan antara dua ujung inductor dapat juga ditulis sebagai
(8.22)

Ini menandakan bahwa tegangan antara dua ujung inductor mendahului arus dengan fasa sebesar
π/2 atau 90o.

8.8 Disipasi daya pada kapasitor dan induktor


a) Disipasi daya pada kapasitor
Disipasi daya pada kapasitor memenuhi

71
PC = VC I

PC = 0

Kapasitor yang dilewati arus bolak-balik tidak mengalami pemanasan seperti yang dialami
resisostor, walaupun pada rangkaian bolak-balik kapasitor berperan seperti sebuah hambatan.

b) Disipasi daya pada induktor


Disipasi daya pada induktor adalah

PL = VL I
Disipasi daya rata-rata adalah

PL = − [
I m2 X L
2T
]
sin 2 (ϑo ) − sin 2 (ϑo ) = 0

8.9 Diagram fasor


Untuk mempermudah pembahasan tentang arus bolak-balik, pada bagian ini kita akan
mempelajari diagram fasor. Diagram fasor sangat memudahkan kita dalam melakukan operasi
aljabar pada fungsi-fungsi trigonometri. Dalam diagram fasor, sebuah fungsi trigonometri
digambarkan sebagai sebuah vektor dalam koordinat dua dimensi. Panjang vektor tersebut sama

fase fungsi tersebut. Contohnya fungsi V = A cos(ωt ) memiliki diagram fasor sebagai berikut.
dengan amplitudo fungsi dan sudut yang dibentuk vektor dengan arah sumbu datar sama dengan

ωt

Gambar 8.6 Contoh diagram fasor untuk fungsi V = A cos(ωt )

Cara lain menggambar diagram fasor adalah kita dapat memberikan sudut berapa saja
pada arah yang sejajar sumbu datar. Dengan pemberian sudut ini maka sudut antara vektor

dalam arah datar tersebut. Sebagai contoh, untuk fungsi V = A cos(ωt + ϑo ) kita dapat
dengan sumbu datar sama dengan selisih sudut fase mula-mula dengan sudut yang diberikan

memberikan sudut ϑo untuk arah datar. Akibatnya, sudut yang dibentuk vektor terhadap arah

72
datar menjadi ωt saja. Diagram fasornya adalah

ωt
ϑo

Gambar 8.7 Diagram fasor untuk fungsi V = A cos(ωt + ϑo ) dengan mengambil sumbu datar
memiliki sudut fasa ϑo

Lebih ekstrim lagi, kita dapat juga memberikan sudut ωt + ϑo untuk arah datar. Pemilihan ini
menyebabkan bentuk diagram fasor sebagai berikut

ωt + ϑ o
A

Gambar 8.8 Diagram fasor untuk fungsi V = A cos(ωt + ϑo ) dengan mengambil sumbu datar
memiliki sudut fasa ωt + ϑo

8.10 Operasi trigonometri dengan diagram fasor


Contonya, kita akan menjumlahkan dua buah fungsi trigonometri

V1 = A1 cos(ωt )
V2 = A2 cos(ωt + ϑo )

Kita akan mencari fungsi V = V1 + V2 . Langkah pertama adalah menggambarkan V1 dan V2


dalam diagram fasor. Karena ke dua fungsi di atas memiliki ωt yang sama maka akan mudah
apabila sumbu datar dipilih memiliki fase ωt. Dengan pemilihan tersebut V1 searah sumbu datar
dan V2 membentuk sudut ϑo terhadap sumbu datar.

73
ϑo
A2
φ
A

ωt
A1

Gambar 8.9 Diagram fasor fungsi V1 dan V2 serta fungsi hasil penjumlahan

Selanjutnya kita cari panjang vektor V dan sudut antara vektor V dengan sumbu datar, yaitu φ.
Untuk menentukan φ, lihat gambar (8.10) berikut ini

ϑo
A2
φ A2 sin ϑo
A

ωt

A2 cos ϑo
A1

A1 + A2 cos ϑo

Gambar 8.10 Menentukan sudut fasa fungsi hasil penjumlahan V1 dan V2

Vektor A memiliki komponen arah horizontal dan arah vertical serta panjang sebagai berikut

Ah = A1 + A2 cos ϑo (8.23)
Av = A2 sin ϑo (8.24)

A= Ah2 + Av2 (8.25)

Sudut antara vektor A dengan sumbu datar

74
A2 sin ϑo
tan φ = =
Ah A1 + A2 cos ϑo
Av
(8.26)

Fungsi hasil penjumlahan adalah

V = A cos(ωt + φ ) (8.27)

8.11 Rangkaian arus bolak-balik


a) Rangkaian RL Seri
Rangkaian ini hanya mengandung resistor dan inductor yang disusun secara seri

a b c

R L

I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.11 Contoh rangakain RL seri

Diberikan I = I m cos(ωt + ϑo ) . Tegangan antara dua ujung hambatan memiliki fasa yang sama
dengan arus,

Vab = I m R cos(ωt + ϑo )

Tegangan antara dua ujung inductor memiliki fasa yang mendahului arus sebesar π/2,

Vbc = I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2 )

Tegangan antara ujung kiri resistor dengan ujung kanan inductor menjadi

Vac = Vab + Vbc


= I m R cos(ωt + ϑo ) + I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2) (8.28)

Kita menemui penjumlahan trigonometri yang tidak sefasa. Maka kita dapat menggunakan
diagram fasor untuk menyelesaikannya. Gbr 8.12 adalah diagram fasor yang kita gunakan

75
Vm

Im X L

θ
ωt + ϑo
Im R

Gambar 8.12 Diagram faror untuk penjumlahan persamaan (8.28)

Agar memudahkan penyelesaian kita pilih sumbu datar memiliki sudut fasa (ωt + ϑo ) . Dengan
dalil Phitagoras maka

Vm = ( I m R )2 + ( I m X L )2 (
= I m2 R 2 + X L2 )
= I m R 2 + X L2 (8.29)

dan

tan θ = =
Im X L X L
(8.30)
ImR R

Bentuk umum tegangan antara titik a dan c;

Vac = Vm cos(ωt + ϑo + θ ) (8.31)

Persamaan (8.31) dapat juga ditulis sebagai

Vac = I m Z cos(ωt + ϑo + θ ) (8.32)


dengan

Z = R 2 + X L2 (8.33)

disebut impedansi rangkaian seri RL.

76
b) Rangkaian RC seri
Rangkaian ini hanya mengandung resistor dan kapasitor yang disusun secara seri

a b c

R C

I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.13 Contoh rangkaian seri RC

Diberikan I = I m cos(ωt + ϑo ) . Tegangan antara dua ujung hambatan (memiliki fasa yang sama
Kita ingin mencari tegangan antara titik a dan b, antara titik b dan c dan antara titik a dan c.

dengan arus)

Vab = I m R cos(ωt + ϑo )

Tegangan antara dua ujung kapasitor memiliki (fasa yang mengikuti arus dengan keterlambatan
sebesar π/2)

Vbc = I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2)

Tegangan antara ujung kiri resistor dengan ujung kanan kapasitor menjadi

Vac = Vab + Vbc


= I m R cos(ωt + ϑo ) + I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2) (8.34)

yang kita gunakan. Sumbu datar dipilih memiliki sudut fasa (ωt + ϑo ) agar memudahkan
Kita menggunakan diagram fasor untuk menyelesaikan (8.34). Gbr 8.14 adalah diagram fasor

penyelesaian. Dengan rumus Phitagoras maka

Vm = ( I m R ) 2 + ( I m X C )2 (
= I m2 R 2 + X C2 )
= I m R 2 + X C2 (8.35)

dan

77
tan θ = =
Im XC XC
(8.36)
ImR R

ωt + ϑo
Im R

θ
Im XC

Vm

Gambar 8.14 Diagram fasor untuk penjumlahan persamaan (8.48)

Perhatikan, sudut θ ada di bawah sumbu datar. Fase yang dimiliki tegangan total sama dengan
fase sumbu datar dikurangi sudut θ. Dengan demikian kita dapatkan bentuk umum tegangan
antara titik a dan c sebagai berikut

Vac = Vm cos(ωt + ϑo − θ ) (8.37)

Persamaan (8.37) dapat juga ditulis sebagai

Vac = I m Z cos(ωt + ϑo − θ ) (8.38)


dengan

Z = R 2 + X C2 (8.39)

disebut impedansi rangkaian seri RC.

c) Rangkaian LC seri

seperti pada Gbr. 8.15. Misalkan I = I m cos(ωt + ϑo ) . Tegangan antara dua ujung induktor
Rangkaian ini hanya mengandung induktor dan kapasitor yang disusun secara seri

mendahului arus dengan fasa sebesar π/2

Vab = I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2)

Tegangan antara dua ujung kapasitor memiliki fasa yang mengikuti arus dengan keterlambatan
78
sebesar π/2

Vbc = I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2)

a b c

L C

I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.15 Contoh rangkaian seri LC

Tegangan antara ujung kiri induktor dengan ujung kanan kapasitor menjadi

Vac = Vab + Vbc


= I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2 ) + I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2 )

Im XL

ωt + ϑo
Vm

Im XC

Gambar 8.16 Diagram fasor untuk rangkaian seri LC

Diagram fasor untuk menyelesaikan penjumlahan di atas tampak pada Gbr. 8.16. Ada
dua kasus yang akan kita dapatkan, yaitu:
i) Jika X L > X C fase taganghan total sama dengan fase tagangan pada inductor sehingga

79
Vac = I m X L − X C cos(ωt + ϑo + π / 2 )

ii) Jika X L < X C fase taganghan total sama dengan fase tagangan pada kapasitor sehingga

Vac = I m X L − X C cos(ωt + ϑo − π / 2 )

Kasus menarik terjadi jika X L = X C sehingga Vab = 0 . Kondisi ini terpenuhi jika ωL = 1 / ωC
atau

ω=
1
(8.40)
LC

Kondisi ini diebut kondisi resonansi dan frekuensi ω = 1 / LC disebut frekuensi resonansi.

c) Rangkaian RLC seri


Sekarang kita meningkat lebih lanjut ke rangkaian RLC yang disusun secara seri

a b c d

R L C

I = Im cos (ωt+ϕo)

Gambar 8.17 Contoh rangkaian seri RLC

Pada rangkaian tersebut mengalir arus I = I m cos(ωt + ϑo ) . Kita akan menghitung Vab, Vbc, Vcd,
Vac, Vbd, dan Vad

Vab = I m R cos(ωt + ϑo )
Vbc = I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2)
Vcd = I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2)

Antara titik a dan c terdapat resistor dan induktor yang disusun secara seri sehingga

Vac = I m R 2 + X L2 cos(ωt + ϑo + θ1 )

80
dengan tan θ1 = X L / R

Antara titik b dan d terdapat induktor dan kapasitor yang disusun secara seri sehingga

Vbd = I m ( X L − X C ) cos(ωt + ϑo + π / 2)

Antara titik a dan d terdapat tiga komponen yang disusun secara seri sehingga tegangan total
memenuhi

Vad = Vab + Vbc + Vcd


= I m R cos(ωt + ϑo ) + I m X L cos(ωt + ϑo + π / 2) + I m X C cos(ωt + ϑo − π / 2) (8.41)

Penjumlahan tiga suku trigonometri di atas dapat diungkapkan dalam diagram fasor seperti pada
Gbr 8.18

Im XL
Vm
θ
ωt + ϑo
Im R
Im XC

Gambar 8.18 Diagram fasor untuk penjumlahan pada persamaan (8.41)

Vm = ( I m R )2 + ( I m X L − I m X C )2

= I m R 2 + (X L − X C )
2

= ImZ (8.42)
dengan

Z = R 2 + (X L − X C )
2
(8.43)

adalah impedansi rangkaian seri RLC. Dari gambar juga terlihat bahwa

81
Im X L − Im X C X L − X C
tan θ = = (8.44)
ImR R

Bentuk umum tegangan antara titik a dan d sebagai fungsi waktu adalah

Vad = I m Z cos(ωt + ϑo + θ ) (8.45)

8.13 Faktor daya

secara seri. Misalkan rangkaian tersebut dialiri arus I = I m cos(ωt ) . Tegangan antara ujung kiri
Selanjutnya kita akan menghitung disipasi daya pada rangkaian RLC yang disusun

komponen paling kiri dengan ujung kanan komponen paling kanan adalah V = I m Z cos(ωt + θ )
dengan tan θ = ( X L − X C ) / R . Disipasi daya rata-rata dalam rangkaian

P = cos θ
I m2 Z
(8.46)
2

Mengingat I m Z = Vm kita juga dapat menulis

P = cos θ = m m cos θ
I mVm I V

= I rmsVrms cos θ
2 2 2
(8.47)

82
Bab 9
Besaran Gelombang

9.1 Definisi gelombang


Apabila kita amati gelombang seperti penyebaran pola riak air ketika di permukaannya
dijatuhkan batu, maka akan ada dua fenomena yang diamati
i) Ada osilasi atau getaran, seperti titik di permukaan air yang bergerak naik dan turun
ii) Adanya perambatan pola

Jadi gelombang adalah osilasi yang merambat pada suatu medium tanpa diikuti perambatan
bagian-bagian medium itu sendiri. Gelombang dengan arah osilasi tegak lurus arah rambat
dinamakan gelombang transversal. Gelombang dengan arah osilasi sama dengan arah rambat
gelombang dinamakan gelombang longitudinal.

9.2 Besaran-besaran gelombang


a) Simpangan
Simpangan adalah jarak perpindahan titik pada medium diukur dari posisi
keseimbangan. Selama gelombang merambat, simpangan suatu titik pada medium selalu
berubah-ubah, mulai dari nilai minimum hingga nilai maksimum.

b) Amplitudo
Amplitudo adalah simpangan maksimum titik dalam medium yang dilewati gelombang.

c) Periode
Periode adalah waktu yang diperlukan oleh satu titik pada medium kembali ke keadaan
osilasi semula.

d) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah osilasi yang dilakukan titik-titik pada medium selama satu
detik.

e) Panjang gelombang
Panjang gelombang jarak antara dua titik yang lokasinya paling dekat yang memiliki
keadaan gerak yang sama.

f) Kecepatan osilasi
Kecepatan osilasi mengukur berapa cepat perubahan simpangan titik-titik pada medium.
Untuk gelombang transversal, kecepatan osilasi mengukur berapa cepat gerakan naik dan turun
simpangan (dalam arah tegak lurus arah gerak gelombang). Untuk gelombang longitudinal,
83
kecepatan osilasi mengukur berapa cepat getaran maju mundur titik-titik dalam medium.

g) Kecepatan rambat gelombang


Kecepatan rambat gelombang mengukur berapa cepat pola osilasi berpindah dari satu
tempat ke tempat lain.

9.3 Persamaan gelombang


Untuk gelombang yang memiliki pola sinusoidal, artinya, pola gelombang merupakan
fungsi sinus atau cosinus, bentuk umum simpangan gelombang memenuhi

⎛ ⎞
y ( x, t ) = A cos ⎜ 2π − 2π + ϕ o ⎟
λ
t x
⎝ T ⎠
(9.1)

dengan y ( x, t ) adalah simpangan titik pada medium yang berada pada posisi x dan pada waktu
t, A amplitudo simpangan, T periode gelombang, λ panjang gelombang, dan ϕo fase awal
gelombang. Semua bagian yang berada dalam tanda kurung cosinus dinamakan fase gelombang.

Dengan mendefinisikan

Frekuensi sudut: ω= (9.2)
T

k=
λ
Bilangan gelombang (9.3)

Kita dapat juga menulis

y ( x, t ) = A cos (ω t − kx + ϕ o ) (9.4)

Kecepatan rambat gelombang adalah

λ
v= (9.5)
T
atau
ω
v= (9.6)
k

Kecepatan osilasi gelombang adalah


∂y
u=
∂t
= −ωA sin (ω t − kx + ϕ o ) (9.7)

84
Kalian dapat membuktikan dengan mudah bahwa fungsi gelombang (9.4) memenuhi
persamaan diferensial berikut ini

∂2 y 1 ∂2 y
− =0
∂x 2 v 2 ∂t 2
(9.8)

Persamaan (9.8) merupakan bentuk umum persamaan gelombang satu dimensi. Setiap
gelombang satu dimensi memenuhi fungsi di atas.

9.4 Hubungan antara kecepatan gelombang dan sifat medium


a) Gelombang tali
Kecepatan rambat gelombang pada tali bergantung pada tegangan tali dan massa jenis
tali

v=
µ
FT
(9.9)

dengan FT adalah gaya tegangan tali dan µ adalah massa tali per satuan panjang.

b) Gelombang longitudinal dalam zat padat


Laju perambatan gelombang longitudinal dalam zat padat memenuhi hubungan

v=
ρ
Y
(9.10)

dengan Y adalah modulus elastisitas zat padat, dan ρ adalah massa jenis zat padat.

c) Gelombang longitudinal dalam fluida


Untuk gelombang longitudinal yang merambat dalam fluida (zat cair atau gas), laju
perambatan gelombang memenuhi

v=
ρ
B
(9.11)

dengan B adalah modulus volum (bulk) fluida dan ρ adalah massa jenis fluida.

9.5 Energi yang dibawa gelombang


Gelombang memindahkan pola simpangan dari sumber ke lokasi lain di medium.
85
Bagian medium yang semula diam, akhirnya bergetar dengan adanya gelombang yang menjalar.
Karena getaran memiliki energi, maka bagian medium yang semula tidak memiliki energi (diam)
menjadi memiliki energi (bergetar) dengan adanya gelombang yang menjalar. Ini hanya mungkin
terjadi jika gelombang berperan memindahkan energi dari sumber ke tempat yang dilaluinya.
Daya yang dibawa gelombangang adalah

P= ρvω 2 SA 2
1
(9.12)
2

dengan S luas penampampang medium yang dilwati gelombang. Intensitas gelombang adalah
daya per satuan luas, yaitu

I=
P
S

= ρvω 2 A 2
1
(9.13)
2

9.6 Kebergantungan intensitas pada jarak


Pada peorses perambatan gelombang, energi yang dipindahkan berasal dari sumber.
Karena energi kekal, maka ketika melewati suatu permukaan yang berbeda-beda maka daya total
yang dibawa gelombang selalu tetap. Karena daya selalu tetap sedangkan luas permukaan bisa
berubah-ubah maka intensitas bisa berubah-ubah selama gelombang menjalar. Dari persamaan
(9.12) tampak bahwa

A2 =
ρvω 2 S
2P 1

Mangingat P, ρ, v, dan ω semuanya konstan maka A 2 ∝ 1 / S . Berdasarkan persamaan (9.13)


kita juga peroleh hubungan I ∝ A 2 yang berakibat

I∝
1
(9.14)
S

9.7 Muka gelombang

simpangan yang sama. Ingat, fase simpangan memenuhi ϕ = ωt − kx + ϕ o . Jadi muka


Muka gelombang dibentuk oleh kumpulan titik-titik pada medium yang memiliki fase

gelombang adalah kumpulan titik-titik yang memiliki ϕ yang sama. Satu sifat yang menarik
adalah, arah perambatan gelombang selalu tegak lurus muka gelombang.
86
Salah satu prinsip yang penting pada pembahasan tentang gelombang adalah prinsip
Huygens. Setiap titik pada muka gelombang berperan sebagai sumber gelombang titik yang
baru.

9.8 Pemantulan gelombang


Pemantulan adalah pembelokan arah rambat gelombang karena mengenai bidang batas
medium yang berbeda. Gelombang pantul adalah gelombang yang berada pada medium yang
sama dengan gelombang datang.

Arah normal
Arah gelombang Arah gelombang
datang pantul

θd θp

Bidang pantul

θd: sudut datang


θp: sudut pantul

Gambar 9.1 Arah gelombang datar dan gelombang pantul

Berdasarkan Gbr. 9.1:

(b) Sudut datang ( θ d ) adalah sudut yang dibentuk oleh arah sinar datang dan arah normal
(a) Arah normal, yaitu adalah arah yang tegak lurus bidang pantul.

(c) Sudut pantul ( θ p ) adalah sudut yang dibentuk oleh arah sinar pantul dan arah normal

Hukum pemantulan menyatakan bahwa sudut datang persis sama dengan sudut pantul, atau

θd = θ p (9.15)

9.9 Pembiasan gelombang


Pembiasan terjadi karena gelombang memasuki medium yang berbeda dan kecepatan
gelombang pada medium awal dan medium yang dimasuki berbeda. Jika arah datang gelombang
87
tidak sejajar dengan garis normal maka pembiasan menyebabkan pembelokan arah rambat
gelombang.
Misalkan kecepatan gelombang pada medium pertama adalah v1 dan kecepatan
gelombang pada medium kedua adalah v2. Misalkan gelombang datang dari medium pertama ke
medium kedua, maka hubungan antara sudut datang dan sudut bias memenuhi

sin θ d sin θ b
= (9.16)
v1 v2

dengan θ d : sudut dating dan θ b : sudut bias

Medium 1
Kecepatan v1
B
θd
θd
θb
θb
A C
Medium 2
D
Kecepatan v2

Gambar 9.2 Pembiasan gelombang

Khusus untuk gelombang cahaya, kecepatan rambat gelombang dalam medium dengan
indekas bias n adalah v = c / n . Dengan demikian, hokum pembiasan untuk gelombang cahaya
dapat ditulis

sin θ d sin θ b
=
c / n1 c / n2

n1 sin θ d = n2 sin θ b
atau
(9.17)

yang merupakan ungkapan hukum Snell.

9.10 Superposisi
Apa yang terjadi jika ada dua gelombang yang merambat bersamaan dalam medium
tersebut? Simpangan total titik-titik dalam medium ketika dua gelombang merambat bersamaan
88
merupakan jumlah dari simpangan yang dihasilkan oleh masing-masing gelombang. Fenomena
ini dikenal dengan superposisi gelombang.
Secara formal, superposisi gelombang dapat dirumuskan secara materika berikut ini.
Jika ada dua gelombang dengan simpangan y1 ( x, t ) dan y 2 ( x, t ) merambat bersamaan dalam
medium yang sama maka simpangan total titik-titik dalam medium memenuhi

y ( x, t ) = y1 ( x, t ) + y 2 ( x, t ) (9.18)

Jika ada N gelombang yang merambat bersamaan dalam medium yang sama maka simpangan
total titik dalam medium memenuhi

y ( x, t ) = y1 ( x, t ) + y 2 ( x, t ) + ... + y N ( x, t )

= ∑ y i ( x, t )
N
(9.19)
i =1

Superposisi gelombang sinusoidal


Kita batasi pada superposisi dua gelombang. Simpangan masing-masing gelombang

y1 ( x, t ) = A1 cos(ω1t − k1 x + ϕ o1 )
adalah

y 2 ( x, t ) = A2 cos(ω 2 t − k 2 x + ϕ o 2 )
(9.20)
(9.21)
Superposisi dua gelombang tersebut adalah

y ( x, t ) = y1 ( x, t ) + y 2 ( x, t )
= A1 cos(ω1t − k1 x + ϕ o1 ) + A2 cos(ω 2 t − k 2 x + ϕ o 2 ) (9.22)

Untuk kasus sederhana di mana A1 = A2 = A, k1 = k2 = k, dan ω1 = ω2 = kita ω dapatkan

y ( x, t ) = A{cos(ωt − kx + ϕ o1 ) + cos(ωt − kx + ϕ o 2 )}

⎛ ϕ − ϕo2 ⎞ ⎛ ⎡ϕ + ϕ o 2 ⎤ ⎞
= 2 A cos⎜ o1 ⎟ cos⎜⎜ ωt − kx + ⎢ o1 ⎥ ⎟⎟
⎝ 2 ⎠ ⎝ ⎣ 2 ⎦⎠

⎛ ⎡ϕ + ϕ o 2 ⎤ ⎞
= A' cos⎜⎜ ωt − kx + ⎢ o1 ⎥ ⎟⎟
⎝ ⎣ ⎦⎠
(9.23)
2

⎛ ϕ − ϕ o2 ⎞
dengan amplitudo gelombang hasil superposisi

A' = 2 A cos⎜ o1 ⎟
⎝ ⎠
(9.24)
2

89
Beberapa kasus khusus:

ϕ o1 − ϕ o 2
i) Jika = 0 atau ϕ o1 = ϕ 02 maka A' = 2 A cos(0 ) = 2 A . Amplitudo gelombang
2
superposisi menjadi dua kali amplitudo gelombang semula. Jika kondisi ini dicapai maka dua
gelombang dikatakan sefasa dan superposisi yang terjadi disebut superposisi konstruktif.

ϕ o1 − ϕ o 2 π ⎛π ⎞
atau ϕ o1 = ϕ 02 + π maka A' = 2 A cos⎜ ⎟ = 0 . Amplitudo gelombang
=
⎝2⎠
ii) Jika
2 2
superposisi nol. Pada konsisi ini kedua gelombang dikatakan berlawanan fasa dan superposisi
yang terjadi disebut superposisi destruktif.

9.11 Pelayangan
Kasus menarik terjadi jika dua gelombang memiliki perbedaan frekuensi yang sangat
kecil. Misalkan

f1 = f 2 + ∆f (9.25)

Misalkan kita lakukan pengamatan pada x = 0. Gelombang superposisi menjadi

y (0, t ) = A cos(ω1t − k1 × 0 + ϕ o1 ) + A cos(ω 2 t − k 2 × 0 + ϕ o 2 )


= A{cos(2πf1t + ϕ o1 ) + cos(2πf 2 t + ϕ o 2 )}

= 2 A cos(2π∆ft / 2 + ∆ϕ o / 2 ) cos[2π (( f1 + f ) / 2 )t + ((ϕ o1 + ϕ o 2 ) / 2 )]

= A' cos[2π (( f1 + f ) / 2 )t + ((ϕ o1 + ϕ o 2 ) / 2 )] (9.26)

A' = 2 A cos(2π∆ft / 2 + ∆ϕ o / 2 )
dengan

(9.27)

∆ϕ o = ϕ o1 − ϕ o 2 (9.28)

bervariasi dari nol sampai 2A. Amplitudo maksimum terjadi ketika cos(2π∆ft / 2 + ∆ϕ o / 2) = ± 1
Gelombang hasil superposisi memiliki amplitudo yang bergantung pada waktu. Amplitudo

atau 2π∆ft / 2 + ∆ϕ o / 2 = 0, - π, atau +π. Misalkan amplitudo maksimum terjadi saat t1 yang

memenuhi 2π∆ft1 / 2 + ∆ϕ o / 2 = 0 . Amplitudo maksimum berikutnya terjadi saat t1 + τ yang


memenuhi 2π∆f (t1 + τ ) / 2 + ∆ϕ o / 2 = π . Dengan demikian [2π∆f (t1 + τ ) / 2 + ∆ϕ o / 2]
− [2π∆ft1 / 2 + ∆ϕ o / 2] = π atau π∆fτ = π , atau

90
τ=
1
∆f
(9.29)

Jadi, amplitudo maksimum terjadi berulang-ulang dengan periode τ = 1 / ∆f .


Untuk gelombang bunyi, saat amplitudo maksimum kita akan mendengar bunyi yang
keras, dan saat amplitudo nol kita tidak mendengar bunyi. Karena amplitudo maksimum muncul

τ = 1 / ∆f . Peristiwa ini disebut pelayangan, dan τ disebut periode pelayangan.


secara periodeik maka kita mendengar bunyi keras yang muncul secara periodic dengan periode

9.12 Gelombang berdiri


Kasus menarik lain terjadi jika gelombang yang bersuperposisi merambat dalam arah
berlawanan. Misalkan gelombang pertama merambat ke arah kanan,

y1 ( x, t ) = A cos(ωt − kx + ϕ o1 )

dan gelombang kedua merambat ke arah kiri,

y 2 ( x, t ) = A cos(ωt + kx + ϕ o 2 )

Superposisi kedua gelombang tersebut menjadi

y ( x, t ) = A{cos(ωt − kx + ϕ o1 ) + cos(ωt + kx + ϕ o 2 )}
= 2 A cos(− kx − (ϕ o 2 − ϕ o1 ) / 2) cos(ωt + (ϕ o1 + ϕ o 2 ) / 2 ) (9.30)

Dengan menggunakan sifat cos (−α ) = cos α maka

y ( x, t ) = 2 A cos(kx + (ϕ o 2 − ϕ o1 ) / 2) cos(ωt + (ϕ o1 + ϕ o 2 ) / 2) (9.31)

Yang kita dapatkan pada persamaan (9.31) bukan lagi gelombang merambat, tetapi hanya
menyimpangan titik-titik pada medium. Tiap titik berosilasi harmonik dengan amplitudo yang
bergantung pada posisi. Gelombang semacam ini disebut gelombang berdiri.

91
Bab 10
Gejala Gelombang dan Gelombang Bunyi

10.1 Interferensi
Interferensi adalah penguatan atau pelemahan simpangan gelombang karena muncul
gelombang yang lain pada tempat yang sama. Simpangan gelombang yang dihasilkan merupakan
superposisi gelombang asal dan gelombang lain. Simpangan total yang dihasilkan bergantung
pada fase masing-masing gelombang. Jika di satu titik gelombang-gelombang tersebut memiliki
fase yang sama maka terjadi penguatan simpangan di titik tersebut. Sebaliknya jika dua
gelombang memiliki fase berlawanan pada suatu tiik maka simpangan gelombang tersebut saling
melemahkan.

(L,h)
x1
(0,d)

Tempat pengamatan
S1
x2

S2
(0,-d)

Gambar 10.1 Interferensi gelombang yang dihasilkan oleh dua sumber.

Kita amati interferensi pada koordinat (L,h) di layar.

Jarak titik pengamatan ke sumber S1 adalah x1 = L2 + (h − d ) 2 dan jarak titik pengamatan ke

sumber S2 adalah x 2 = L2 + (h + d ) 2 . Simpangan gelombang dari sumber S1, simpangan

gelombang dari sumber S2 serta simpangan total di titik pengamatan adalah

y1 ( x1 , t ) = A cos(ωt − kx1 )
y 2 ( x 2 , t ) = A cos(ωt − kx 2 )
(10.1)
(10.2)

y = y1 ( x1 , t ) + y 2 ( x 2 , t )
= A cos(ωt − kx1 ) + A cos(ωt − kx 2 )
= 2 A cos(ωt − k ( x1 + x 2 ) / 2 ) cos(− k ( x1 + x 2 ) / 2 )

92
= A' cos(ωt − k ( x1 + x 2 ) / 2 ) (10.3)

A' = 2 A cos(− k ( x1 − x 2 ) / 2 ) = 2 A cos(k ( x1 − x 2 ) / 2 )


dengan
(10.4)

nilai panling besar jika cos(k ( x1 − x 2 ) / 2 ) = ±1 , yang dipenuhi oleh


merupakan amplitudo gelombang hasil interferensi. Amplitudo pada titik pengamatan memiliki

k ( x1 − x 2 )
= 0, π , 2π , ...
2

x1 − x 2 = 0, λ , 2λ , ...
atau
(10.5)

Sebaliknya, amplitudo minimum terjadi jika cos(k ( x1 − x 2 ) / 2 ) = 0 yang dipenuhi oleh


k ( x1 − x 2 ) π 3π 5π
= , , , ...
2 2 2 2
atau

x1 − x 2 = λ , λ , λ , ...
1 3 5
(10.6)
2 2 2

Tampak bahwa amplitudo terbesar terjadi jika selisih jarak antara dua sumber ke titik
pengamatan merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang. Pada kondisi ini interferensi
dikatakan konstruktif. Amplitudo minimum terjadi jika selisih jarak dua sumber ke titik
pengamatan merupakan kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang. Pada kondisi ini
interfersi dikatakan destruktif.

Intensitas gelombang yang dideteksi sebanding dengan kuadrat amplitudo, I ∝ A'


2

atau
⎛ k ( x1 − x 2 ) ⎞
I = I o cos 2 ⎜ ⎟
⎝ ⎠
(10.7)
2

10.2 Polarisasi
Ketika gelombang merambat maka titik-titik pada medium mengalami penyimpangan.
Untuk gelombang transversal, arah penyimpangan titik-titik tersebut tegak lurus arah rambat
gelombang. Jika selama gelombang merambat arah penyimpangan selalu sama, misalnya selalu
berarah dari atas ke bawah, maka kita katakana gelombang tersebut mengalami polarisasi linier.
Sebaliknya, jika selama gelombang merambat, arah penyimpangan titik-titik pada medium selalu
berubah-ubah secara acak maka kita katakana gelombang tersebut tidak terpolarisasi.

93
Waktu Tidak terpolarisasi Polarisasi linier Polarisasi lingkaran Polarisasi ellips

t=0

t = ∆t

t = 2∆t

t = 3∆t

t = 4∆t

t = 5∆t

t = 6∆t

Gambar 10.2 Amplitudo gelombang pada berbagai waktu dilihat dari depan (gelombang
bergerak menuju mata kalian) untuk (a) gelombang tidak terpolarisasi, (b) gelombang
terpolarisasi linier, (c) gelombang terpolarisasi lingkaran, dan (d) gelombang terpolarisasi
ellips.

10.3 Dispersi
Jika cahaya putih jatuh pada bidang batas dua medium dengan sudut tertentu, maka
gelombang yang masuk ke medium kedua mengalami pembiasan. Besarnya sudut bias

persamaan sin θ d / v1 = sin θ b / v 2 . Karena gelombang dengan frekuensi berbeda memiliki


bergantung pada kecepatan rambat gelombang dalam medium-medium tersebut berdasarkan

94
kecepatan rambat berbeda, maka gelombang dengan gfrekuensi berbeda memiliki sudut bias
yang berbeda. Akibatnya, dalam medium kedua, berkas dengan frekuensi berbeda, bergerak
dalam arah yang sedikit berbeda. Peristiwa ini kita amati sebagai penguraian cahaya putih atas
spectrum-spektrum yang memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Peristiwa ini dinamakan
dispersi. Contoh peristiwa dispersi yang nyata adalah pembentukan pelangi.

10.4 Efek Doppler


Ketika pesawat tempur sedang latihan dan kebetulan kalian menontonya, kalian akan
mengalami fenomena berikut ini.
i) Suara pesawat menggemuruh kencang ketika pesawat bergerak dari jauh mendekati ke arah
kalian. Bunyi gelegas luar biasa kalian dengar bukan?
ii) Tetapi ketika pesawat telah melintas di atas kepala kalian dan terbang menjauh, suara pesawat
terdengar pelan walalupun lokasinya belum terlalu jauh dari kalian.
Fenomena ini disebut efek Doppler.
Akibat adanya gerak sumber dan gerak pengamat maka secara umum frekuensi yang
dideteksi pengamatan memenuhi

v±u
f '= f (10.8)
vmw

dengan f frekuensi yang dikeluarkan sumber bunyi, f ' frekuensi yang dideteksi pengamat,
v kecepatan bunyi, u kecepatan pengamat, dan w kecepatan sumber bunyi.
Yang perlu kalian ingat, (i) suku di pembilang untuk pengamat, (ii) suku di penyebut
untuk sumber gelombang, (iii) urutan tanda sebagai berikut

cermin

Gambar 10.3 Urutan tanda pada persamaan frejuensi gelombang adalah pencerminan (plus,
minus, minus, plus)
95
Pada Gambar 10.3, tanda sebelah atas untuk saling mendekati dan tanda sebelah bawah untuk
saling menjauhi.
Jika medium perambatan gelombang juga bergerak, misalnya adanya angin, dengan
kecepatan o maka frekuensi yang dideteksi pengamatan memenuhi

v±u±o
f '= f (10.9)
vmw

10.5 Efek Doppler untuk gelombang elektromagnetik


Efek Doppler pada gelombang elektromagnetik semata-mata hanya dipengaruhi oleh
gerak sumber dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh gerak pengamat. Dengan demikian,
frekuensi gelombang elektromagnetik yang dideteksi akan memenuhi

f '=
c
f (10.10)
cmw

dengan c laju perambatan gelombang elektromagnetik, w laju sumber, dan f adalah frekuensi
yang dipancarkan sumber. Tanda minus dipakai untuk sumber yang mendekati pengamat dan
tanda plus dipakai untuk sumber yang menjauhi pengamat. Jika laju sumber sangat kecil
dibandingkan dengan laju cahaya, maka kita dapat melakukan pendekatan sebagai berikut

⎛ w⎞
−1

= = ⎜1 m ⎟ ≈ 1±
c 1 w
cmw w ⎝ c⎠ c
1m
c
Dengan demikian, diperoleh

⎛ w⎞
f ' ≈ ⎜1 ± ⎟ f
⎝ c⎠
(10.11)

Di mana tanda positif dipakai jika sumber mendekati pengamatat (kebalikan dari persamaan
(10.10)). Dari persamaan ini maka diperoleh pergeseran frekuensi gelombang adalah

∆f = f '− f ≈ ±
w
f (10.12)
c

10.6 Intensitas bunyi


Kekuatan bunyi mengungkapkan energi yang dibawa gelombang bunyi. Untuk
memudahkan dilakukan pengukuran kekuatan bunyi maka didefinisikan besaran yang namanya
96
intensitas bunyi. Definisi intensitas secara umum adalah

Intensitas = enenrgi yang dibawa gelombang per satuan waktu per satuan luas

Karena enenrgi per satuan waktu adalah daya maka kita juga dapat mendefinisikan

Intensitas = daya gelombang per satuan luas

atau

I=
P
(10.13)
A

dengan I intensitas gelombang, P daya yang dibawa gelombang, A Luas permukaan yang dikenai
energi gelombang.

10.7 Level intensitas


Telinga manusia umumnya dapat mendeteksi intensitas gelombang bunyi paling rendah
10-12 W/m2 dan paling tinggi 1 W/m2. Intensitas 10-12 W/m2 disebut juga ambang pendengaran.
Untuk menghindari penggunaan variasi angka yang sanat besar, maka didefinisikan suatu
besaran yang namanya level intensitas. Level intensitas β dirumuskan sebagai

⎛ I ⎞
β = 10 log⎜⎜ ⎟⎟
⎝ Io ⎠
(10.14)

dengan Io ambang pendengaran (10-12 W/m2), dan I intensitas bumyi dalam satuan. Satuan β
adalah decibel yang disingkat dB.

97
Bab 11
Interferensi Gelombang Elektromagnetik

11.1 Indeks bias


Laju perambatan gelombang elektromagnetik terbesar tercapai ketika merambat dalam
ruang hampa. Jika gelombang EM masuk ke dalam material, maka laju dan panjang
gelombangnya berkurang, tetapi frekuensinya tidak berubah. Umumnya, laju cahaya berbeda jika
memasuki material yang berbeda. Kita definisikan indeks bias material, n, yang memenuhi
hubungan

n=
c
(11.1)
cm

dengan c laju cahaya dalam ruang hampa, dan cm laju cahaya dalam material.

11.2 Pembiasan Cahaya


Perbedaan laju cahaya dalam material yang berbeda menyebabkan pembelokan arah
rambatan cahaya ketika berpindah dari satu materil ke material lain. Gejala ini disebut
pembiasan cahaya.

θi ni

θr nr

Gambar 11.1 Pembiasan cahaya

Dari uraian di atas dapat diringkas di sini bahwa syarat terjadinya pembiasan adalah
i) Laju cahaya pada kedua medium berbeda
ii) Arah datang cahaya tidak tegak lurus terhadap bidang pembatas kedua medium.
Hubungan antara sudut cahaya datang dan cahay bias diungkapkan oleh hukum Snell

ni sin θ i = nr sin θ r (11.2)

98
ni = indeks bias medium tempat cahaya datang
nr = indeks bias medium yang dituju cahaya
θi = sudut datang cahaya diukur dari arah tegak lurus bidang pembatas dua medium
θr = sudut bias cahaya diukur dari arah tegak lurus bidang pembatas dua medium

11.3 Sudut kritis untuk pembiasan


Bisakan terjadi pembiasan dengan sudut 90o? Dapat. Jika θr = 90o atau sin θr = 1 maka

sin θ i =
nr
(11.3)
ni

Jika cahaya datang dari material dengan indeks bias besar ke material dengan indeks bias kecil
dengan sudut θI yang memenuhi sin θI = nr/ni maka cahaya dibiaskan dengan sudut 90o. Sudut θI
yang memenuhi kondisi ini disebut sudut kritis.

11.4 Cahaya melalui lapisan medium


Jika cahaya melewati material berbentuk lapisan dengan ketebalan tertentu maka terjadi
pembiasan pada bidang batas pertama dan kedua medium tersebut. Cahaya yang keluar pada
bidang batas kedua merambat dalam arah persis sama dengan cahaya datang pada bidang batas
pertama. Tetapi, garis rambat cahaya telah mengalami pergeseran. Berapa bersarnya pergeseran
tersebut?

n1 i

d
r
l
t
n2 i-r
r

n1 i

n1 < n2

Gambar 11.2 Pergeseran arah rambat cahaya setelah melewati material dengan ketebalan
tertentu.
Pergeseran garis rambatan cahaya adalah

99
d= sin (i − r )
t
(11.4)
cos r

11.5 Interferensi cahaya


a) Interferensi celah ganda
Interferensi konstruktif terjadi jika selisih jarak tempuh gelombang dari dua sumber
merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang. Sedangkan interferensi deskturktif terjadi
jika selisih jarak tempuh gelombang dari dua sumber merupakan kelipatan ganjil dari setengah
panjang gelombang.

θ x1

S1 θ
x2
S d

S2 ∆x

Gambar 11.3 (a) Skema eksperimen iunterferensi celah ganda oleh Young dan (b) contoh pola
gelap terang yang terbentuk pada layar

Syarat interferensi konstruktif adalah

d sin θ = 0, λ, 2λ, 3λ, … (11.5)

dan syarat interferensi desktruktif adalah

d sin θ = 1
2 λ, 3
2 λ, 5
2 λ,… (11.6)

Jarak antara dua garis berdekatan


Garis terang pertama (yaitu garis terang pusat) berada pada sudut yang memenuhi
d sin θ = 0 atau θ = 0. Garis terang berikutnya berada pada sudut yang memenuhi d sin θ = λ
atau sin θ = λ / d .

100
Terang

θ ∆y
Terang

Terang pusat
Terang
Terang
L

Gambar 11.4

Tampak dari Gbr 11.4 bahwa ∆y = L tan θ . Pada percobaan interferensi dua celah, umumnya
nilai θ sangat kecil sehingga tan θ ≅ sin θ . Dengan demikian, kita dapat menulis

λ
∆y ≅ L sin θ = L (11.7)
d

11.6 Interferensi oleh celah banyak (kisi)


Garis terang-gelap yang terbentuk makin sempit jika dua celah diganti dengan kisi yang
mengandung sejumlah celah. Makin banyak jumlah celah maka makin sempit garis gelap terang
yang terbentuk. Disamping garis-garis terang-gelap yang makin sempit, intensitas garis terang
yang dihasilkan kisi lebih tajam. Jika jumlah celah N maka lebar garis terang ∝ 1 / N , sedangkan
intensitas ∝ N 2 .

θ θ
d

∆x
d
∆x
d

∆x

Gambar 11.5 Skema inteferensi dari kisi

101
Kebergantungan intensitas terhadap sudut diberikan oleh rumus

⎡ sin Nδ ⎤
I∝⎢
⎣ sin δ ⎥⎦
2

(11.8)

dengan

πd sin θ
δ=
λ
(11.9)

Interfensi konsruktif terjadi δ = 0, π, 2π, 3π, …. mπ. Intensitas nol (interferensi destruktif)
terjadi jika terpenuhi sin Nδ = 0 tetapi sin δ ≠ 0 .
Secara umum intensitas maksimum interferensi kisi N celah terjadi ketika δ = 0, π, 2π,
3π, …. atau sin θ = 0, λ / d , 2λ / d , … Di antara dua maksimum utama terdapat N-1 buah
π 2π 3π λ 3λ 5λ
minimum yang terjadi pada δ = , , , …, atau sin θ = , , , … Di antara
N N N 2d 2d 2d
dua minimum, terdapat sejumlah maksimum sekunder yang sangat lemah.

11.7 Difraksi
Difraksi umumnya dikaitkan dengan celah yang cukup lebar. Satu celah dipandang
sebagai sumber sejumlah gelombang titik. Interfensi sumber gelombang titik pada satu celah
tersebut menghasilkan pola gelap-terang di belakang layar. Kebergantungan intensitas difraksi
terhadap sudut arah berkas di belakang celah memenuhi

⎛ sin Φ ⎞
I ∝⎜ ⎟
2

⎝ Φ ⎠
(11.10)

dengan
πw sin θ
Φ=
λ
(11.11)

w lebar celah, θ sudut arah berkas di belakang celah, dan λ panjang gelombang cahaya.
Kondisi terjadinya minimum adalah

sin Φ = 0

Sinus nol terjadi pada

Φ = 0, π, 2π, 3π, ….
102
Dengan menggunakan persamaan (11.11) maka sin Φ = 0 terjadi ketika

πw sin θ
= 0, π, 2π, 3π, ….
λ
atau
λ 2λ 3λ
sin θ = 0, , , , ….
w w w

Tetapi karena sin θ = 0 adalah kondisi terjadinya maksimum utama, maka minimum-minimum
hanya terjadi pada saat kondisi

λ 2λ 3λ
sin θ = , , , …. (11.12)
w w w

Lebar maksimum utama sama dengan jarak antar dua minimum pertama. Minimum
pertama terjadi pada sudut θ yang memenuhi

λ
sin θ =
w
Jika θ sangat kecil maka kita dapat melakukan pendekatan sin θ ≈ θ , sehingga sudut tempat
terjadinya minimum utama memenuhi

λ
θ≈
w
Lebar maksumum utama (dalam sudut) adalah


2θ ≈
w

Jika jarak dari celah ke layar adalah L maka lebar maksimum utama dalam satuan panjang adalah

∆y = L × (2θ )
2λL
≈ (11.13)
w

11.8 Interferensi Lapisan Tipis


Cahaya yang jatuh pada lapisan tipis juga dapat menimbulkan fenomena interferensi.
Berkas cahaya yang dipantulkan pada permukaan atas selaput dan permukaan bawah selaput
103
dapat berinterferensi.

i ∆x1
n1
i

s s
d n2
r

Gambar 11.6 Cahaya yang dipantulkan oleh dua permulaan lapisan tipis dapat mengalami
interferensi.

Perbedaan fase cahaya yang dipantulkan di sisi atas dan bawah film sama, yaitu

∆ϕ = (2π / λ )(2n 2 s − n1 ∆x1 ) ± π

Interferensi konstruktif terjadi jika beda fase memenuhi

∆ϕ = 0, 2π, 4π, 6π, ….

Sebaliknya, interferensi destruktif terjadi jika beda fase merupakan setengah ganjil, atau

∆ϕ = π, 3π, 5π, ….

Berdasarkan Gbr 11.6

s=
d
(11.14)
cos r
h = 2d tan r (11.15)

∆x1 = 2d
sin r sin i
(11.16)
cos r
104
Dengan demikian
2π ⎛ sin r sin i ⎞
∆ϕ = ⎜ 2n2 − n1 2d ⎟±π
λ ⎝
d
cos r cos r ⎠

4πd
= (n2 − n1 sin r sin i ) ± π
λ cos r
(11.17)

Pembiasan memenuhi hokum Snell, maka n1 sin i = n2 sin r atau sin r =


n1
sin i . Dengan
n2
demikian,

4πd ⎛ ⎞
∆ϕ = ⎜⎜ n 2 − n1 1 sin i ⎟⎟ ± π
λ cos r ⎝
n sin i
n2 ⎠

=
4πd
n 2 λ cos r
(
n22 − n12 sin 2 i ± π) (11.18)

Gelombang datang sejajar normal. Kita tinjau kasus khusus di mana gelombang datang tegak
lurus permukaan selaput. Kita dapatkan i = 0 dan r = 0 . Dengan demikian sin i = 0 dan
cos r = 1 . Beda lintasan optik memenuhi

∆ϕ =
4πd 2
n2 λ
(
n2 − 0 ± π =
λ
)
4πn 2 d
±π

Interferensi konstruktif terjadi jika

4πn 2 d
± π =0, 2π, 4π, 6π, …
λ

λ 3λ 5λ
d = , , , …. (11.19)
4n2 4n 2 4n 2

Interferensi destruktif terjadi jika

4πn 2 d
± π =π, 3π, 5π, 7π,…
λ

λ 2λ 3λ
d = , , , …. (11.20)
2n2 2n 2 2 n 2

105
11.9 Polarisasi cahaya
Jika arah osilasi medan selalu tetap selama gelombang merambat maka gelombang
tersebut dikatakan memiliki polarisasi bidang. Umumnya, gelombang yang dihasilkan suatu
sumber memiliki arah osilasi yang berubah-ubah secara acak. Gelombang dengan arah osilasi
demikian dikatakan gelombang yang tidak terpolarisasi. Namun, gelombang yang tidak
terpolarisasi dapat diubah menjadi gelombang yang terpolarisasi jika dilewatkan pada suatu film
yang dinamakan film polaroid.
Jika cahaya yang jatuh ke polarisator tidak terpolarisasi, maka intensitas cahaya setelah
melewati polarisator selalu setengah dari intensitas cahaya datang.

Intensitas: Io Intensitas: I = (1/2)Io

Cahaya tidak Cahaya


terpolarisasi Polarisator terpolarisasi

Gambar 11.7 Intensitas cahaya ang leawat polarisator dari cahaya tidak terpolarisasi yang
jatuh sama dengan setengah intensitas semula.

Jika cahaya yang jatuh pada polarisator sudah terpolarisasi maka intensitas cahaya yang lolos
bergantung pada sudut antara arah osilasi cahaya datang dengan sumbu mudah polarisator.
Intensitas cahaya yang dilewatkan memenuhi

I = I o cos 2 θ (11.21)

dengan Io intensitas cahaya datang, I intensitas cahaya terlewatkan, dan θ sudut antara arah
osilasi cahaya datang dengan sumbu mudah polarisator.

106
Bab 12
Model Atom dan Molekul

12.1 Model atom Thompson


Pada model Thompson, atom dianggap sebagai sebuah bola bermuatan positif yang
dipermukaannya ditempeli oleh electron-elektron. Bentuk atom ini serupa dengan onde-onde
dengan muatan negatif adalah wijen dan muatan positif adalah bulatan ketan. Dengan demikian,
material dibentuk oleh susunan atom-atom yang menyerupai onde-onde tersebut.

Muatam positif

Elektron

Gambar 12.1 Model atom Thompson

Konsekuensi dari model ini adalah, apabila material yang sangat tipis ditempakkan dengan
partikel yang memiliki energi sangat tinggi, seperti partikel alfa yang dihasilkan dari peluruhan
radioaktif, maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu:

Gambar 12.2 Semua partikel dipantulkan oleh atom

1) Semua partikel dipantulkan oleh material (jika dianggap atom-atom merupakan bola yang
sangat keras).

107
Gambar 12.3 Semua partikel menembus atom

2) Semua partikel menembus material (jika dianggap semua atom berupa bola lunak).

12.2 Percobaan Rutherford


Untuk mengecek model atom Thompson, Rutherford menembakkan lapisan tipis emas dengan
partikel alfa. Partikel alfa merupakan partikel berenergi tinggi yang dipancarkan dari unsur
radioaktif. Kemudian sinar alfa yang dipantulkan atau diteruskan oleh lapisan emas tersebut
dideteksi. Skema percobaan Rutherford tampak pada Gbr 12.8.

Gambar 12.3 Skema percobaan Rutherford

Hasil dari percobaan Rutherford adalah


i) Sebagian besar partikel alfa menembus material
ii) Sebagian kecil partikel partikel tersebut dibelokkan arahnya
iii) Lebih sedikit lagi partikel dibelokkan dalam arah hampir berlawanan dengan arah datang
semula.

Adanya bermacam-macam sudut pantulan ini tidak dapat dijelaskan dengan model atom
Thompson. Dengan demikian model atom Thompson tidak terbukti.

108
12.3 Model atom Rutherford
Hasil percobaan Rutherford dapat dijelaskan sebagai berikut
i) Sebagian besar volume material merupakan ruang kosong. Ini sesuai dengan pengamatan
bahwa sebagian besar paetikel alfa menembus material.
ii) Massa atom terkonsentrasi pada volume yang sangat kecil (menyerupai titik). Konsentrasi
massa inilah yang memantulkan partikel alfa. Karena volume tersebut sangat kecil maka jumlah
partikel alfa yang dipantulkan sangat kecil.
iii) Pembelokkan partikel alfa hanya dapat dijelaskan jika konsentrasi massa memiliki muatan
yang sama dengan partikel alfa sehingga gaya listrik yang dihasilkan tolak-menolak. Jadi
konsentrasi massa atom harus bermuatan listrik positif. Konsentrasi massa yang bermutan positif
ini selanjutnya dinamai inti atom.
iv) Karena atom juga mengandung electron yang bermuatan negatif, maka electron haruslah
berada di sekitar inti.
v) Karena electron dan inti saling tarik-menarik melalui gaya Coulomb, maka agar electron tidak
bergabung dengan inti, electron haruslah berputar mengitari inti dengan kecepatan tertentu..

elektron

inti

Gambar 12.4 (atas) Penjelasan tentang hasil percobaan Rutherford dan (b) model atom
Rutheford

12.7 Energi atom Rutherford


Dengan model seperti sistem tata surya maka kita dapat menghitung energi yang
109
dimiliki electron yang mengitari inti atom. Energi tersebut terdiri dari energi kinetik dan energi
potensial. Energi total electron adalah

E=− k
1 Ze 2
(12.1)
2 r

12.8 Model atom Bohr


Untuk mengatasi masalah yang dihadapi model atom Rutherford, Bohr mengusulkan
model kuantum untuk atom. Bohr pada dasarnya mendukung model atom Rutherford, tetapi
elektrodinamika klasik dibatasi keberlakuannya pada skala atom. Bangunan atom sebagai inti
yang dikelilingi electron seperti yang dikemukakan Rutherford benar. Hanya Bohr mengusulkan
keberadaan sejumlah lintasan yang dimiliki electron sehingga teori elektrodinamika klasik tidak
berlaku. Jika electron berada pada lintasan-lintasan tersebut maka electron tidak memancarkan
gelombang sehingga energi electron tetap dan lintasannya tidak berubah. Lintasan-lintasan
tersebut disebut lintasan stasioner atau orbit.
Pancaran gelombang elektromagnetik tersebut diamati sebagai spectrum atom. Jadi
spektrum atom diamati ketika terjadi perpindahan electron dari lintasan stasioner yang memiliki
energi tinggi ke lintasan electron yang memiliki energi rendah.

sudut electron sebagai kelipatan bulat dari h / 2π . Jadi pada lintasan stasioner berlaku
Lintasan stasioner yang dimiliki electron adalah lintasan yang menghasilkan momentum

L =n

h
(12.2)

dengan L : momentum sudut elektron, h tetapan Planck, dan n adalah bilangan bulat 1,2,3 ….
Parameter n sering disebut bilangan kuantum utama.
Jari-jari lintasan stationer electron memenuhi

⎛ ⎞
r = n 2 ⎜⎜ 2 ⎟
2 ⎟
h2
⎝ 4π kZme ⎠
(12.3)

Untuk atom hidrogen kita memiliki Z = 1 sehingga jari-jari orbit electron dalam atom dapat
ditulis

⎛ ⎞
r = n 2 ⎜⎜ 2 ⎟ = n 2 aHB
2 ⎟
h2
⎝ 4π kme ⎠
(12.4)

110
dengan

aHB =
h2
4π 2 kme2
(12.4)

dikenal dengan jari-jari Bohr untuk atom hydrogen.


Energi total elekton pada linsatan stasioner

En = −
(2π 2
k 2 mZ 2 e 4 / h 2 )
(12.5)
n2

Atom memancarkan energi radiasi elektromagnetik jika electron berpindah dari lintasan
berenergi tinggi ke lintasan bernergi rendah. Sebaliknya, jika electron berpindah dari lintasan
dengan energi rendah ke lintasan dengan energi tinggi, atau menyerap energi dari luar.
Jika electron meloncat dari lintasan dengan n1 ke lintasan dengan n2 maka perubahan
energinya adalah

2π 2 k 2 mZ 2 e 4 ⎛ 1 ⎞
∆E n1n2 = ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
1
⎝ n 2 n1 ⎠
(12.6)
h2

Jika n1 > n2 maka loncatan tersebut memancarkan gelombang dengan panjang λ , atau energi

hc / λ yang persis sama dengan ∆En1n2 . Jadi

2π 2 k 2 mZ 2 e 4 ⎛ 1 1 ⎞
= ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1
⎝ n 2 n1 ⎠
(12.7)
h 3c

Untuk atom hydrogen, Z =1, sehingga persamaan (12.7) dapat ditulis menjadi

⎛ 1 1⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1
⎝ n2 n1 ⎠
(12.8)

dengan

RH =
ke 2
(12.9)
2hcaHB

disebut konstanta Rydberg.


111
12.9 Deret spektrum atom hidrogen
Hasil ekprimen yang sangat menantang untuk dijelaskan adalah adanya deret-deret
spectrum garis yang dilimili atom hydrogen. Deret-deret yang dikenal adalah

i) Deret Lyman memenuhi

⎛1 ⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1 1
⎝1 ⎠
(12.10)
n1

ii) Deret Balmer yang memenuhi

⎛ 1 ⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1 1
⎝2 ⎠
(12.11)
n1

ii) Deret Paschen yang memenuhi

⎛ 1 ⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1 1
⎝3 ⎠
(12.12)
n1

iii) Deret Brackett yang memenuhi

⎛ 1 ⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1 1
⎝4 ⎠
(12.13)
n1

iv) Deret Pfund yang memenuhi

⎛ 1 ⎞
= RH ⎜⎜ 2 − 2 ⎟⎟
λ
1 1
⎝5 ⎠
(12.14)
n1

112
Bab 13
Pembahasan Ujian I Semester II 1998/1999

1. Tiga buah muatan berada di A, B, dan C seperti pada gambar. QA = +2,4 × 10-4 C, QB
= +2,5 × 10-4 C, dan QC = + 5 × 10-4 C. Tentukan

y (m)
8 C

A B
x (m)
-6 6

a) Besar dan arah (atau dalam pernyataan vektor) gaya coulomb yang dialami QC
b) Besar dan arah (atau dalam pernyataan vektor) medan listrik di C dan O

Jawab
a)
r
FC

r r
FCB FCA

8 C
r
r rCB
rCA

A B
x (m)
-6 6

113
rCA = rC − rA = 8 ˆj − (−6iˆ) = 6iˆ + 8 ˆj m ⇒ rCA = 6 2 + 8 2 = 10 m
r r r r

rCB = rC − rB = 8 ˆj − 6iˆ m ⇒ rCB = (−6) 2 + 8 2 = 10 m


r r r r

FC = FCA + FCB
r r r

= rCA +
Q A QC r 1 QB QC r
4πε o rCA 4πε o rrCB 3
1
r 3
rCB

(2,5 × 10 −4 )(5 × 10 −4 ) ˆ ˆj ) + (9 × 10 9 ) (2,5 × 10 )(5 × 10 ) (−6iˆ + 8 ˆj )


−4 −4
= (9 × 10 9 ) ( 6i + 8
10 3 10 3

= 18 ĵ N

b ) Kuat medan di titik C

r
EC = = = 3,6 × 10 4 ˆj N/C
r FC 18 ˆj
QC 5 × 10 − 4

Kuat medan listrik di O yang dihasilkan oleh QA dan QB saling meniadakan. Kuat
medan listrk di O hanya dihasilkan oleh QC

9 5 × 10
−4
EO = = × (−8 ˆj )
r QC r
4πε o rrOC 3
1
rOC (9 10 )
83

= −7 × 10 4 ĵ N/C

2) Bola konduktor pejal berongga memiliki jari-jari dalam R1 dan jari-jari luar R2 diberi
muatan listrik –2Q. Jika di pusat bola diletakkan muatan titik sebesar +Q seperti pada
gambar, tentukan
a) Medan listrik di posisi r < R1, R1 < r < R2, r > R2 dengan menggunakan hukum Gauss
b) Muatan total di permukaan bola di r = R1 dan r = R2

114
-2Q

+Q
R1

R2

Jawab
a)
i) Medan listrik pada r < R1

+Q
r

∑q
∫ E • dA =
r r
εo

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑q = muatan total yang dilingkupi permukaan Gauss = muatan yang diletakkan di

pusat = +Q. Jadi

E (4πr 2 ) =
εo
Q

atau

E=
4πε o r 2
1 Q

ii) Pada R1 < r < R2

115
Karena daerah ini berada di dalam konduktor maka medan E = 0. Dalam keadaan
stasioner kuat medan listrik di dalam konduktor selalu nol.

iii) Pada r > R2 (di luar bola)


Buat permukaan Gauss di luar bola

+Q

-2Q
r

∑q
∫ • dA =
r r
εo
E

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑q = muatan total yang dilingkupi permukaan Gauss = muatan yang diletakkan di

pusat + muatan yang dikandung bola = Q – 2Q = -Q. Jadi

−Q
E (4πr 2 ) =
εo
atau

E=−
4πε o r 2
1 Q

b) Dalam keadaan stasiner muatan bola konduktor tersebar di permukaan dalam dan
permukaan luar saja. Tidak ada muatan di dalam konduktor. Misalkan muatan di
permukaan dalam adalah Q’. Buat permukaan Gauss yang melewati konduktor, yaitu R1
< r < R2. Pada permukaan Gauss ini kuat medan nol

116
+Q
r Q’

Q’’

∑q
∫ • dA =
r r
εo
E

0=
∑q
εo

yang memberikan ∑ q = 0 . Tetapi ∑ q = muatan total yang dilingkupi permukaan

Gauss = muatan yang diletakkan di pusat + muatan di permukaan dalam bola = Q – Q’ =


0. Jadi kita dapatkan Q' = −Q .

Misalkan muatan di permukaan luar bola Q’’. Karena muatan total bola adalah –2Q
maka

Q'+Q' ' = −2Q


atau
Q' ' = −2Q − Q' = −2Q − (−Q) = −Q

3) (Untuk 3 SKS)
Dua pelat sejajar berjarak d diberi muatan tidak sejenis dengan perbandingan 1 : 2.
Distribusi medan yang dihasilkan tampak pada gambar. Tentukan
a) Rapat muatan masing-masing pelat
b) Potensial sebagai fungsi posisi jika diasumsikan V (d ) = 0

117
E

3/4εo

1/4εo
x
-1/4εo d

a) Misalkan σ 1 > 0 dan σ 2 < 0 . Besar medan yang dihasilkan masing-masing pelat
Jawab

σ1
adalah

E1 =
2ε o

σ2
E2 =
2ε o

Lukisan medan yang dihasilkan masing-masing pelat sebagai berikut

σ1 σ2

E1 E1 E1

x
d
E2 E2 E2

Kita dapatkan:

Pada x > d: E1 − E 2 =
4ε o
1
(*)

Pada 0< x < d: E1 + E 2 =


4ε o
3
(**)

Jumlahkan persamaan (*) dan (**)

118
2 E1 = atau E1 = yang memberi kesimpulan σ 1 = 1 . Dari persamaan (*) kita
εo 2ε o
1 1

daptkan

E 2 = E1 − = − = σ 2 = 1 / 2 . Karena
4ε o 2ε o 4ε o 4ε o
1 1 1 1
yang meberi kesimpulan

σ 2 < 0 maka kita dapatkan σ 2 = −1 / 2 .

b) Jika posisi x = d dijadikan sebagai referensi maka potensial sebagai fungsi x secara
umum memenuhi

V ( x) = V (d ) − ∫ E dx
x

= − ∫ E dx
x

Pada x > d

V ( x) = − ∫ dx = − ∫ dx = − 4ε (x − d )
x x

4ε o 4ε o
1 1 1
d d o

Pada 0 < x < d

V ( x) = − ∫ dx = − ∫ dx = − 4ε (x − d )
x x

4ε o 4ε o
3 3 3
d d o

Pada x < 0.
Integral dari x sampai d akan melewati dua daerah dengan medan listrik yang berbeda,
yaitu daerah dengan x < 0 daerah dengan x antara 0 sampai d. Oleh karena itu integral
dilakukan secara terpisah sebagai berikut

⎛ 1 ⎞
V ( x) = − ∫ E dx = − ∫ dx − ∫ ⎜⎜ − ⎟⎟ dx
x 0 x

4ε o 4ε o
3
d d 0⎝ ⎠

119
=− ∫ dx + ∫ dx = − 4ε (0 − d ) + ( x − 0)
0 x

4ε o 4ε o 4ε o
3 1 3 1
d 0 o

= d+
4ε o 4ε o
3 1
x

3. (Untuk 4 SKS)
Muatan listrik Q = 5 nC didistribusikan secara uniform sepanjang batang tipis a = 0,1 m.
Jika potensial nol diambil pada posisi tak berhingga, hitung
a) Potensial di titik P dan Q
b) Kerja untuk membawa muatan q = 2 nC dari P ke Q

Q P Q

a a a

a) Rapat muatan batang: λ = Q / L = 5 × 10 −9 / 0,1 = 5 × 10 −8 C/m.


Jawab

y-x
y
dy P Q

adalah dq = λdy .
Lihat elemen dy pada batang yang jaraknya y dari ujung kiri. Muatan elemen tersebut

Perhatikan titik sembarang Z yang berjaran x dari ujung kiri batang. Kuat medan listrik
di titik Z yang dihasilkan oleh elemen dy adalah

λdy
dE = =
4πε o ( x − y ) 4πε o ( x − y ) 2
1 dq 1
2

Kuat medan total di titik Z oleh seluruh bagian batang adalah

λdy λ a dy λ
E=∫ ∫
⎡ 1 ⎤
= = ⎢x − y⎥
a a

4πε o ( x − y ) 4πε o 0 ( x − y ) 4πε o


1
⎣ ⎦0
2 2
0

120
λ ⎛ 1 1⎞
= ⎜ − ⎟
4πε o ⎝ x − a x ⎠
Dengan menganggap jarak tak berhingga memeiliki potensial nol maka potensial pada
jarak x dari ujung kiri batang adalah

V ( x) = − ∫ E dx
x

=−
λ x⎛ 1
∫ ⎜
1⎞
− ⎟ dx = −
λ
[ln( x − a) − ln x]∞x
4πε o ∞ ⎝ x − a x ⎠ 4πε o

λ ⎡ ⎛ x − a ⎞⎤ λ ⎡ ⎛x−a⎞ ⎛ ∞ − a ⎞⎤
=− ⎢ln⎜ x ⎟⎥ = − 4πε ⎢ln⎜ x ⎟ − ln⎜ ∞ ⎟⎥
x

4πε o ⎣ ⎝ ⎠⎦ ∞ o ⎣ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎦

λ ⎡ ⎛x−a⎞ ⎤ λ ⎛x−a⎞
=− ⎢ln⎜ x ⎟ − ln 1⎥ = − 4πε ln⎜ x ⎟
4πε o ⎣ ⎝ ⎠ ⎦ o ⎝ ⎠

Kita telah menggunakan ln[(∞ − a) / ∞] = ln[∞ / ∞] = ln 1 = 0 .


Potensial pada titik P yang berjarak x = 2a dari ujung kiri batang adalah

λ ⎛ 2a − a ⎞ λ λ
V ( P) = − ln⎜ ⎟=− ln =
4πε o ⎝ 2a ⎠ 4πε o 2 4πε o
1
ln 2

Potensial di titik Q yang berjaran x = 3a dari ujung kiri batang adalah

λ ⎛ 3a − a ⎞ λ λ
V (Q) = − ln⎜ ⎟=− ln =
4πε o ⎝ 3a ⎠ 4πε o 3 4πε o 2
2 3
ln


b) Energi potensial muatan q di titik P adalah

U ( P ) = qV ( P) =
4πε o
ln 2


Energi potensial muatan q di titik Q adalah

U (Q) = qV (Q) =
4πε o
ln(3 / 2)

Kerja yang dilakukan untuk membawa muatan dari titip P ke titik Q sama dengan
perubahan energi potensial, yaitu

121
qλ qλ
W = U (Q) − U ( P) = ln(3 / 2) −
4πε o 4πε o
ln 2


= ln(3 / 4) = (9 × 10 9 )(2 × 10 −9 )(5 × 10 −8 ) ln(3 / 4)
4πε o

= 9 × 10 −7 ln
3
J
2

4) Kapasitor pelat sejajar (A = 30 cm2 dan d = 6 mm) dihubungkan dengan sumber


tegangan 200 V.
a) Tentukan besar kapasitansi C, muatan Q, kuat medan listrik E dan kerapatan energi U
b) Setelah kaopasitor penuh berisi muatan, sumber tegangan dilepas, dan jarak antar
pelat dipersempit menjadi setengahnya. Tentukan kapasitansi C, muatan Q, kuat medan
listrik E, dan beda potensial V

Jawab
a)
30 × 10 −4
Kapasitansi C = ε o = (8,85 × 10 −12 ) = 4,4 × 10 −12 F
A
d 6 × 10 −3
Muatan kapasitor: Q = CV = (4,4 × 10 −12 ) × 200 = 8,8 × 10 −10 C

Kuat medan listrik: E = = = 3,3 × 10 4 V/m


V 200
d 6 × 10 −3

Kerapatan energi: U = ε o E 2 = × (8,85 × 10 −12 ) × (3,3 × 10 4 ) 2 = 4,8 × 10 −3 J/m3


1 1
2 2
b)

C C’

V=200 volt

Yang tidak berubah setelah tegangan diputus adalah muatan pada pelat.
30 × 10 −4
Kapasitansi C ' = ε o = (8,85 × 10 )
−12
= 8,8 × 10 −12 F
A
d /2 6 × 10 / 2
−3

122
Muatan kapasitor tidak berubah, yaitu Q = 8,8 × 10 −10 C
Q 8,8 × 10 −10
Beda potensial: V ' = = = 100 volt
C ' 8,8 × 10 −12

Medan listrik : E ' = = = 3,3 × 10 4 V/m


V' 100
d / 2 6 × 10 / 2
−3

5) Dari gambar rangkaian di bawah tentukan


a. Muatan yang tersimpan di dalam kapasitor C setelah tercapai keadaan tunak
b. Jika kapasitor dihubungsingkatkan sehingga arus yang melalui R3, berapa besar arus
tersebut.

R1 = 3Ω A R2 = 1Ω

ε1 = 12 V ε2 = 14 V
C
B
R3 = 1Ω
C

Jawab
a)
Untuk menentukan muatan kapasitor kita tentukan dahulu tegangan antara B dan C. Jika
kapasitor penuh maka tidak arus yang mengalir pada jalur ABC. Rangkaian dapat
disederhanakan sebagai berikut

R1 = 3Ω A R2 = 1Ω

ε1 = 12 V ε2 = 14 V

C I

Arus yang mengalir

ε 2 − ε1 14 − 12
I= = = 0,5 A
R1 + R2 3 +1

123
V AC = ∑ IR − ∑ ε
Lihat setengah rangkaian kanan
C C

= IR1 − (−ε 1 ) = 0,5 × 2 − (−12) = 13 V


A A

Karena tidak ada arus yang mengalir pada jalur tengah maka tidak ada beda regangan
antar dua ujung hambatan R3. Akibatnya tegangan antara dua ujung kapasitor sama
dengan V AC . Muatan yang tersimpan dalam kapasitor

Q = CV AC = 10 −6 × 13 = 1,3 × 10 −5 F

b) Jika kapasitor dihubungsingat maka rangkaian menjadi sebagai berikut

R1 = 3Ω A R2 = 1Ω

ε1 = 12 V I2-I1 ε2 = 14 V

R3 = 1Ω
C
I1 I2

∑ IR − ∑ ε = 0
Lihat loop kiri

I 1 R1 − ( I 2 − I 1 ) R3 − (−ε 1 ) = 0
3I 1 − 1( I 2 − I 1 ) + 12 = 0
4 I 1 − I 2 + 12 = 0 (*)

Loop kanan

∑ IR − ∑ ε = 0
I 2 R1 + ( I 2 − I 1 ) R3 − ε 2 = 0
I 2 + 1( I 2 − I 1 ) − 14 = 0
− I 1 + 2 I 2 − 14 = 0 (**)

124
(*) × 2
8I 1 − 2 I 2 + 24 = 0 (***)
(**) + (***)
7 I 1 + 10 = 0
atau

I1 = −
10
A
7
Dari persamaan (*)
⎛ 10 ⎞
I 2 = 4 I 1 + 12 = 4 × ⎜ − ⎟ + 12 =
44
⎝ 7⎠
A
7

44 ⎛ 10 ⎞ 54
Arus pada R3 = I 2 − I 1 = − ⎜− ⎟ =
7 ⎝ 7⎠ 7
A

125
Bab 14
Pembahasan Ujian I Semester II 2000/2001

1. Tiga buah muatan titik masing-masing qA = - 1 µC, qB = +4 µC, dan qC = +2 µC


terletak pada posisi seperti pada gambar berikut ini.

y (m)
C(1,2)

x (m)
A(0,0) D(1,0) B(2,0)

a) Jika suatu muatan titik lain sebedar qD = 2 µC ditempatkan pada titik D (1,0), hitung
vektor gaya Coulomb pada muatan qD yang disebabkan oleh muatan qA, qB, dan qC.
b) Hitung potensial titik D akibat muatan qA, qB, dan qC
c) Hitung usaha yang dilakukan untuk memindahkan muatan qD dari tempat tak hingga
(jauh sekali) ke titik D tersebut

Jawab
a)

FD = FDA + FDB + FDC


r r r r

= r + r +
q AqD r 1 qB qD r 1 qC q D r
4πε o rDA 4πε o rDB 4πε o rrDC 3
1
r 3 DA r 3 DB
rDC

di mana

rDA = 1iˆ m ⇒ rDA = 1 m


r r

rDB = −1iˆ m ⇒ rDB = 1 m


r r

126
rDC = −1 ˆj m ⇒ rDC = 1 m
r r

Maka
(−1 × 10 −6 )(2 × 10 −6 ) ˆ 9 ( 4 × 10 )( 2 × 10 )
−6 −6
FD = (9 × 10 9 ) + × (−1iˆ)
r
(1 i ) (9 10 )
13 13
(2 × 10 −6 )(2 × 10 −6 )
+ (9 × 10 9 ) (−1 ˆj )
13

= −18 × 10 −3 iˆ − 72 × 10 −3 iˆ − 36 × 10 −3 ˆj

= −(9 iˆ + 3,6 ˆj ) × 10 −2 N

b)

V D = VDA + VDB + VDC

= r + r +
4πε o rDA 4πε o rDB 4πε o rDC
1 qA 1 qB 1 qC
r

(−1 × 10 −6 ) (4 × 10 −6 ) (2 × 10 −6 )
= (9 × 10 9 ) + (9 × 10 9 ) + (9 × 10 9 )
1 1 1
= 4,5 × 10 volt
4

c)
Potensial di titik tak berhingga V (∞) = 0
Energi potensial di titik D
U ( D) = q DVD = (2 × 10 −6 ) × (4,5 × 10 4 ) = 9 × 10 −2 J

Energi potensial di titik tak berhingga


U ( ∞ ) = q DV ( ∞ ) = 0 J

W∞→ D = U ( D) − U (∞) = 9 × 10 −2 J

2) Sebuah bola isolator pejal dengan jari-jari R1 dikelilingi oleh bola konduktor netral

kerapatan muatan (muatan/volum) sebesar ρ (r ) = br (C/m3) di mana b adalah tetapan


berongga dengan jari-jari dalam R2 dan jari-jari luar R3 (lihat gambar). Isolator memiliki

dan r adalah jarak dari pusat bola isolator.

127
R3
R1
R2

a) Hitung medan listrik di


I. r < R1
II. R1 < r < R2
III. R2 < r < R3
IV. r > R3
b) Hitung rapat muatan imbas di dinding bagian dalam bola konduktor

Jawab
a)
I. Mencari medan listrik pada r < R1
Buat permukaan Gauss dengan jari-jari r < R1

R1

∑q
∫ E • dA =
r r
εo

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑ q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss

128
= ∫ ρ dV = ∫ (br )(4πr dr ) = 4πb ∫ r dr = 4πb ⎢ r 4 ⎥ = πbr 4
⎡1 ⎤
r r r r

⎣4 ⎦0
2 3

0 0 0

Jadi
πbr 4
E (4πr ) =
εo
2

E=
4ε o
1
br 2

II. Medan listrik pada R1 < r < R2


Buat permukan Gauss dengan jarik-jari R1 < r < R2

R2 R3

∑q
∫ E • dA =
r r
εo

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑ q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss = muatan bola isolator

∫ ρ dV = ∫ (br )(4πr dr ) = 4πb ∫ r dr = 4πb⎢⎣ 4 r ⎥⎦


⎡1 ⎤
= πbR14
R1 R1 R1 R1
2 3 4
=
0 0 0 0

πbR14
Jadi

E(4πr 2 ) =
εo

E=
1 bR14
4ε o r 2

129
III. Pada R2 < r < R3. Karena berada dalam konduktor maka E = 0

IV. Medan pada r > R3


Buat permukaan Gauss dengan jari-jari r > R3

R1 R3
R2

∑q
∫ • dA =
r r
εo
E

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

Karena konduktor netral maka muatan yang dilingkupi permukaan Gauss hanya muatan

∑ q = muatan bola isolator =


total bola isolator. Jadi di sini pun

πbR14

πbR14
Jadi

E (4πr 2 ) =
εo

E=
1 bR14
4ε o r 2

b) Misalkan muatan induksi di sisi dalam bola konduktor Q’. Buat permukaan Gauss
dengan jari-jari r antara R2 dan R3 (di dalam konduktor)

130
r
R3
R1
R2

∑q
∫ E • dA =
r r
εo

∫ • dA = 0
r r
Karena medan di permukaan Gauss (di dalam konduktor) nol maka E

sehingga ∑q = 0 . Tetapi ∑q = jumlah muatan bola isolator dan muatan di

permukaan dalam bola konduktor. Jadi

πbR14 + Q' = 0

Q' = −πbR14
atau

Luas permukaan dalam bola konduktor = 4πR22 . Dengan demikian kerapatan muatan
(muatan/luas) di permukaan dalam bola konduktor

πbR14
σ '= = − = −
bR14
4πR22 4πR22
Q'
4 R22

3. Tinjaulah kapasitor pelat sejajar dengan luas masing-masing pelat adalah A = 4 cm2
dan jarak antar pelat 100 µm. Kapasitor tersebut dihubungkan dengan baterei dengan
beda potensial ε = 12 volt.
a) Jika ruang antar pelat adalah udara, hitung muatan yang akan tersimpan dalam
kapasitor
b) Jika hubungan dengan baterei diputus dan suatu bahan dielektrik dengan permitivitas
relatif κ = 20 disipkan hingga memenuhi ruang antar pelat, hitung energi yang

131
tersimpan dalam kapoasitor sekarang.

Jawab
a)
4 × 10 −4
C = εo = (8,85 × 10 −12 ) = 3,54 × 10 −11 F
A
d 100 × 10 −6
Muatan yang tersimpan
Q = CV = (3,54 × 10 −11 ) × 12 = 4,25 × 10 −10 C

C '= κC = 20 × (3,54 × 10 −11 ) = 7,08 × 10 −10 F


b) Kapasitansi kapasitor sekarang

Ketika hubungan dengan baterei dilepas maka yang tidak berubah pada kapasitor adalah
muatan di dalamnya. Muatan kapasitor tetap Q = 4,25 × 10 −10 C. Energi yang
tersimpan dalam kapasitor

U= Q = × (4,25 × 10 −10 ) 2 = 1,3 × 10 −10 J


1 2 1
2C ' 2 × (7,08 × 10 )
−10

4. Diketahui
R1 = 1 Ω, R2 = 1 Ω, R3 = 2 Ω, R4 = 4 Ω, R5 = 4 Ω, R6 = 5 Ω, ε1 = 6 V, ε2 = 9 V, dan ε3 =
2 V. (anggap hambatan baterei nol).

ε2
I1 I2 I3

ε1
R1 R2 R3

ε3
R4 R5

R5

132
a) Hitung hambatan ekivalen B-C
b) Hitung I1, I2, dan I3
c) Hitung tegangan antara A-C

Jawab
a) Paralel R4 dan R5 menghasilkan R’

= + = + =
1 1 1 1 1 1
R' R4 R5 4 4 2
atau R’ = 2 Ω.
RB-C adaral seri R2, R’, dan R6, yaitu

R B −C = R2 + R'+ R6 = 1 + 2 + 5 = 8 Ω

b) Rangkaian di atas dapat disederhanakan sebagai berikut

ε2
I1 I2 I3

B
R1 R3

ε3
RB-C

∑ IR − ∑ ε = 0
Loop kiri

I 1 R1 + I 2 RB −C − (ε 1 + ε 2 ) = 0
I 1 × 1 + I 2 × 8 − ( 6 + 9) = 0

133
I 1 + 8 I 2 − 15 = 0 (*)

∑ IR − ∑ ε = 0
Loop kanan

− I 3 R3 − I 2 RB −C − (−ε 2 − ε 3 ) = 0
− I 3 × 2 − I 2 × 8 − (−9 − 2) = 0
− 2 I 3 − 8I 2 + 11 = 0 (**)

Pada percabangan A

I 3 = I1 − I 2 (***)

Substitusi (***) ke dalam (**)

− 2( I 1 − I 2 ) − 8 I 2 + 11 = 0
− 2 I 1 − 6 I 2 + 11 = 0 (****)

2 × (*) + (****)

2 I 1 + 16 I 2 − 30 = 0 (*****)
− 2 I 1 − 6 I 2 + 11 = 0 (****)
------------------------+
10 I 2 − 19 = 0
I 2 = 1,9 A (******)
Substitusi (******) ke dalam (*)
I 1 + 8 × (1,9) − 15 = 0
I 1 + 15,2 − 15 = 0
I 1 = −0,2 A (*******)

Substitusi (******) dan (*******) ke dalam (***) diperoleh


I 3 = I1 − I 2
= 1,9 – (-0,2) = 2,1 A

c)

134
A

ε2

RB-C

I2

V AC = ∑ IR − ∑ ε
C C

= I 2 RBC − ε 2 = 1,9 × 8 − 9 = 6,2 volt


A A

5. Dalam rangkaian kawat berarus dalam medan magnet B seperti pada gambar di
bawah ini diketahui B = 0,2 T dan I = 2,0 A.

a
B

5 cm
4 cm

I
c b
3 cm

a) Hitung vektor gaya yang bekerja pada kawat ab, bc, dan ca
b) Hitung vektor momen gaya pada kawat abc

Jawab
a) Gaya pada elemen kawat ab

135
a

θ
B

θ=
I
53o

Besar gaya

Fab = I ab B sin θ

= 2 × (5 × 10 − 2 ) × 0,2 × = 1,6 × 10 − 2 N
4
5
(arah tegak lurus kertas ke atas)

Gaya pada elemen bc nol karena kawat sejajar medan magnet


Gaya pada elemen ca

I θ = 90o
B

Fca = I ca B sin θ

= 2 × (4 × 10 −2 ) × 0,2 × 1 = 1,6 × 10 −2 N
(arah tegak lurus kertas ke bawah)

b) Besar momen magnet pada loop


ac × cb (4 × 10 −2 )(3 × 10 −2 )
µ = IA = I × = 2× = 1,2 × 10 −3 Am2
2 2

136
Arah momen magnet tegak lurus bidang permukaan = tegak lurus bidang kertas. Berati

τ = mB sin φ = (1,2 × 10 −3 ) × 0,2 × sin 90 o = 2,4 × 10 −3 Nm


arah momen magnet tegak lurus arah medan magnet. Dengan demikian torka pada loop

137
Bab 15
Pembahasan Ujian I Semester II 2003/2004

1. Dua buah muatan titik Q1 = 20 µC berada di titik (0,6) m sedangkan muatan Q2 = - 10


µC berada di titik (-8,0) m. Hitung
a) Gaya yang dialami muatan Q1
b) Medan listrik di titik (0,0)
c) Potensial listrik di titik (0,-6) m

Jawab
a)

Q1 = 30 µC
r
r12 r
r1

Q2 = 10 µC
r
r2

Posisi muatan Q1: r1 = 6 ˆj m


r

Posisi muatan Q2: r2 = −8iˆ m


r

Posisi muatan Q1 terhadap muatan Q2 adalah r12 = r1 − r2 = 6 ˆj + 8iˆ m


r r r

Jarak muatan Q1 dan Q2: r12 = 6 2 + 8 2 = 10 m


r

Gaya pada Q1 oleh Q2:

9 (3 × 10 )( −10 )
( )
−5 −5
FQ1 = = × 6 ˆj + 8iˆ = −0,0162 ˆj − 0,0216iˆ N
r Q1Q2 r
4πε o rr12 3
1
r12 9 10
10 3

b) Posisi titik O adalah ro = 0


r

Posisi titik O relatif terhadap muatan Q1: ro1 = ro − r1 = −6 ˆj m


r r r

Posisi titik O relatif terhadap muatan Q2: ro 2 = ro − r2 = 8iˆ m


r r r

138
Kuat medan di titik O adalah

Q1 = 30 µC
r
Q2 = 10 µC
r1

r
r2 r
rP1
r r
rP 2 rP

Eo = r +
r Q1 r 1 Q2 r
4πε o ro1 4πε o rro 2 3
1
r 3 o1
ro 2

3 × 10 −5 (−10 −5 )
= (−6 ˆj ) +
4πε o − 6 ˆj 3 4πε o
1 1
3
(8 iˆ)
8 iˆ

3 × 10 −5 ˆ 1 10 −5 ˆ
=− j−
4πε o 36 4πε o 64
1
i

⎛ 1 ˆj ⎞⎟
=− × 10 −5 ⎜ iˆ +
4πε o
1 1
⎝ 64 12 ⎠

c)

Posisi titik P relatif terhadap muatan Q1: rP1 = rP − r1 = −6 ˆj − 6 ˆj = −12 ˆj m


r r r

Posisi titik P relatif terhadap muatan Q2: rP 2 = rP − r2 = −6 ˆj − (−8iˆ) = 8iˆ − 6 ˆj m


r r r

Potensial di titik P

VP = r +
4πε o rP1 4πε o rP 2
1 Q1 1 Q2
r

139
3 × 10 −5 1 (−10 −5 ) 1 3 × 10 −5 1 10 −5
= + = −
4πε o − 12 ˆj 4πε o 8 iˆ − 6 ˆj 4πε o 12 4πε o 10
1

=
4πε o
0,15

2. Sebuah kapaitor keeping mempunyai luas penampang 4 cm2 dan jarak kepingnya 0,1
mm. Kapasitor tersebut kemudian dihubungkan dengan sumber tegangan 200 V.
a) Tentukan besarnya kapasitansi, muatan, dan besarnya medan listrik pada kapasitor
tersebut.
b) Tanpa mlepas sumber tegangan, kapasitor tersebut kemudian disisipi dielektrik yang
memiliki permitivitas relatif (kostanta dielektrik) 30. Tentukan besarnya kapasitansi,
muatan, dan besarnya medan listrik pada keadan ini
c) Jika selanjutnya sumber tegangan diputus dan dielektriknya dicabut, tentukan besar
medan listriknya

Jawab
a) Kapasitansi
(4 ×10 −4 )
C = εo = (8,856 × 10 −12 ) = 3,54 ×10 −11 F
A
d 10 − 4
Muatan
Q = CV = (3,54 × 10 −11 ) × 200 = 7,08 × 10 −9 C
Kuat medan listrik

E= = − 4 = 2 × 10 6 N/C
V 200
d 10

C ' = κC = 30 × (3,54 × 10 −11 ) = 1,06 × 10 −9 F


b) Kapasitansi

Muatan
Q' = C 'V = (1,06 × 10 −9 ) × 200 = 2,12 × 10 −7 C
Kuat medan listrik
2 × 10 6
E' = = = 6,7 × 10 4 N/C
κ
E
30
c)
Jika tegangan diputur maka yang tetap adalah muatan pada kapasitor, yaitu Q’. Jika
kemudian dielektrik dicabut maka kapasitansi kembali menjadi C = 3,54 × 10 −11 F.

140
Akibatnya, beda potensial antara dua ujung kapasitor menjadi
Q' 2,12 × 10 −7
V '= = = 6000 V
C 3,54 × 10 −11
Besar medan listrik menjadi

E" = = − 4 = 6 × 10 7 N/C
V ' 6000
d 10

3. Bola isolator dengan muatan +Q yang terdistribusi secara merata pada seluruh
volumnya terletak sepusat dengan sebuah kulit bola konduktor yang bermuatan -2Q
seperti gambar. Tentukan
a) Medan listrik E pada posisi-posisi: r < R, R< r< 3R, dan r > 3R dan sketra grafik E
terhadap r.
b) Potensial listrik V pada posisi r = R, dengan mengansumsi V = 0 pata tempat tak
berhingga.

isolator

konduktor

R 3R

Jawab
Pertama kita hitung kerapatan muatan bola isolator
+Q
ρ= =
4πR 3 / 3
Q
V

i) Medan listrik pada r < R. Buat permukaan Gauss berupa bola dengaj jari-jari r yang
lebih kecil dari R.

141
Permukaan Gauss
dengan jari-jari r
r

R 3R

∑q
Terapkan hukum Gauss pada permukan tersebut

∫ • dA =
r r
εo
E

E× A=
∑q
εo

Di mana A = luas permukaan Gauss = 4πr 2 . ∑q = jumlah muatan yang dilingkupi

4πr 3
permukan Gauss = (rapat muatan) × (volum bola Gauss) = × =Q 3 .
r3
4πR 3 / 3
Q
3 R
Dengan demikian

E × (4πr ) = ×Q 3
r3
εo
2 1
R

E=
4πε o R 3
1 Q
r

ii) Pada daerah; R < r < 3R


Buat permukan Gauss yang jari-jarinya r antara R dan 3R.

Permukaan Gauss
dengan jari-jari r
r
R

3R

142
∑q
Terapkan hukum Gauss pada permukan tersebut

∫ • dA =
r r
εo
E

E× A=
∑q
εo

Di mana A = luas permukaan Gauss = 4πr 2 . ∑q = jumlah muatan yang dilingkupi

∑ q = Q . Kita dapatkan
permukan Gauss. Muatan tersebut sama dengan muatan total bola isolator. Jadi

E × (4πr 2 ) =
εo
Q

E=
4πε o r 2
1 Q

iii) Pada r > 3R

Buat permukan Gauss yang jari-jarinya r yang lebih besar dari 3R.

Permukaan Gauss
dengan jari-jari r
r
R
3R

∑q
Terapkan hukum Gauss pada permukan tersebut

∫ • dA =
r r
εo
E

143
E×A=
∑q
εo

Di mana A = luas permukaan Gauss = 4πr 2 . ∑q = jumlah muatan yang dilingkupi

∑ q = Q − 2Q = −Q . Kita dapatkan
permukan Gauss. Muatan tersebut sama dengan jumlah muatan bola isolator dan

muatan konduktor berongga. Jadi

−Q
E × (4πr 2 ) =
εo

E=−
4πε o r 2
1 Q

Sketsa kuat medan listrik sebagai fungsi jarak tampak pada gambar berikut

E(r)

1/(4πεo) (Q/R2)

1/(4πεo) (Q/9R2)
3R
r
-1/(4πεo) (Q/9R2) R 2R

Potensial pada jarak R memenuhi

V ( R) − V (rref ) = − ∫ E • dr
R r
r
rref

Dengan mengambil rref = ∞ , dan V (∞) = 0 maka

V ( R) = − ∫ E • dr
R r r

144
Integral dari ∞ sampai R melewati dua daerah dengan medan listirk berbeda. Daerah
tersebut adalah daerah dengan r > 3R dan daerah dengan R < r < 3R. Karena itu integral
tidak bisa dilakukan sekaligus tetapi harus dipecah dua sebagai berikut

V ( R) = − ∫ E • dr − ∫ E • dr
3R r R r
r r
∞ 3R

⎛ 1 Q⎞ ⎛ 1 Q⎞
= − ∫ ⎜⎜ − ⎟dr − ∫ ⎜⎜ +
2 ⎟
⎟dr
4πε o r 2 ⎟⎠
3R R

∞⎝
4πε o r ⎠ 3 R⎝

= ∫ − ∫r
3R R

4πε o ∞ r 4πε o
Q dr Q dr
2 2
3R

Q ⎡ 1⎤ ⎡ 1⎤
= ⎢ − ⎥ − ⎢− r ⎥
3R R

4πε o ⎣ r ⎦ ∞ 4πε o
Q
⎣ ⎦ 3R

Q ⎡ 1 1⎤ Q ⎡ 1 1 ⎤
= − + ⎥− − +

4πε o ⎣ 3R ∞ ⎦ 4πε o ⎣ R 3R ⎥⎦

=− + =
4πε o 3R 4πε o 3R 4πε o 3R
1 Q 1 2Q 1 Q

4. Medan magnet seragam sebesar 0,1 T berarah tegak lurus memasuki bidang tulis. Jika
sebuah proton dalam medan magnet tersebut mempunyai kecepatan 105 m/s ke arah
kanan
a) Tentukan besar dan arah gaya pada proton (abaikan gravitasi)
b) Gambar sketsa lintasan proton dalam medan tersbut. Jelaskan mengapa demikian
c) Jika selain medan magnet ditambahkan medan listrik sebesar 104 N/C ke bawak tegak
lurus medan magnetik, berapa gaya total yang dialami proton dan gambarkan sketsa
lintasanya.

Jawab
a) Kita gunakan sumbu koordinat dengan arah seperti pada gambar di bawah ini.
Dengan pemilihan sumbu tersebut maka

v = 10 5 ĵ m/s
r

B = −0,1iˆ T
r

145
× × × × ×
× × × r× ×
z

× × × × ×
v y

× × × × ×
x

Gaya pada proton (gaya magnetik)

FL = + ev × B
r r r

( )
= (1,6 × 10 −19 ) 10 5 ˆj × (−0,1iˆ) = − 1,6 × 10 −15 ( ˆj × iˆ) = −1,6 × 10 −15 (− kˆ)

= 1,6 × 10 −15 k̂ N

Tampak bahwa gaya mengarah sejajar sumbu z. Jadi arahnya tegak lurus kecepatan
(brarah sumbu y) maupun medan magnt (berarah sumbu x)

b)

× × × × ×
r
× × × × ×
× × × × ×
F
r

× × × × r×
B

× × × × ×
r
v
v

Lintasan proton berupa lingkaran karena arah gaya selalu tegak lurus arah kecepatan.

c) Vektor medan listrik yang diberikan adalah

E = −10 4 ˆj N/C
r

146
Gaya listrik yang dialami propon adalah

FC = + eE = (1,6 × 10 −19 ) × (−10 4 ˆj ) = −1,6 × 10 −15 ˆj N


r r

Gaya total yang dialami proton

F = FL + FC = 1,6 × 10 −15 ˆj − 1,6 × 10 −15 ˆj = 0


r r r

Karena gaya total yang bekerja nol maka proton bergerak dalam lintasan lurus.

× × Fr × × ×
× × × v × ×
L

× × × × ×
r

× × × × ×
r
F C

5. dari gambar di bawah, apabila diketahui V1 = 9 V dan kapasitor dalam keadaan tunak
(kapasitor dalam keadaan trisi penuh), tentukan
a) Nilai arus yng melewati masing-masing hambatan
b) Va – Vb dan muatan di dalam kapasitor
c) Disipasi daya pada hambatan 1 Ω

a b

3Ω 15 V 5 µF
3V

1Ω

3Ω
V1

Jawab

147
a) Jika kapasitor penuh maka jalur yang mengandung kapasitor tidak dilewati arus
(seolah terputus). Arus yang mangalir pada hambatan 3 Ω atas nol.
Dua ujung hambatan 3 Ω berimpitan dengan dua ujung baterei V1. Dengan demikian,
tegangan antara dua ujung hambatan 3 Ω adalah V1. Arus yang mengalir pada hambatan
3 Ω adalah

I1 = =
V1 9
3Ω 3
=3A

1Ω 3V

I2
I1
V1

3Ω

Arus I1 sesuai dengan arah pada gambar

Untuk menentukan arus yang mengalir pada hambatan 1 Ω, perhatikan loop kiri.

∑ IR − ∑ ε = 0
I 2 × 1 − (− 3 + V1 ) = 0
I 2 − (− 3 + 9 ) = 0
atau
I2 = 6 A

b) Untuk menentukan Va-Vb, lihat loop atas saja seperti pada gambar di bawah ini

Va − Vb = ∑ IR − ∑ ε

= 0 × 3Ω + 6 A × 1Ω − (15 − 3)
= 6 – 12
= - 6 V.

148
3Ω 15 V 5 µF
a b

1Ω 3V

6A

Tanda negatif menandakan bahwa Vb > Va. Va – Vb tidak lain merupakan beda potensial
antara dua kaki kapasitor.

Muatan pada kapasitor

Q = C Vab = (5 × 10 −6 ) × 6 = 3 × 10 −5 F

c) Disipasi daya pada hambatan 1 Ω

P = I 12 × R = 6 2 × 1 = 36 W

149
Bab 16
Pembahasan Ujian I Semester II 2006/2007

1. Mula-mula tiga buah muatan disusun seperti pada gambar di bawah ini. Besar muatan Q1
adalah 2 µC yang jenisnya (tandanya) belum diketahui. Muatan Q2 tidak diketahui besar dan
jenisnya. Sedangkan jenis muatan Q3 adalah positif dan besarnya 4 µC. Resultan gaya F
r

yang bekerja pada muatan Q3 ke arah sumbu x negatif.

Q3 = 4 µC
r
F

Q1 = ⏐2 µC⏐
3 cm
Q2
A

d/2 = 4 cm
d = 8 cm

a) Tentukan Q1 dan Q2 (besar dan tanda/jenis)


r
b) Tentukan gaya F
c) tentukan potensial di titik A
d) Jika Q1 dan Q2 tetap seperti pada gambar dan Q3 bebas bergerak, apakah gaya total yang
bekerja pada muatan Q3 selalu tetap terhadap waktu? Jelaskan dengan ringkas dan singkat.

Jawab
r
a) Arah gaya F yang sejajar dengan sumbu x negatif hanya munmgkin dihasilkan oleh
resultan gaya yang dihasilkan Q1 dan Q2 sebagai berikut

F32
Q3
r
F

F31

Q1 Q2
A

Gaya antara Q1 dan Q3 tarik menarik. Karena Q3 positif maka muatan Q1 negatif. Jadi Q1 = - 2

150
µC.

Gaya antara Q2 dan Q3 tolak menolak. Karena Q3 positif maka muatan Q2 juga positif.
Komponen vertical gaya oleh Q1 pada Q2 sama dengan komponen vertical gaya oleh Q2 pada
Q3 sehingga saling menghilangkan dan menghasilkan gaya resultan hanya arah horizontal. Ini
hanya mungkin jika besar muatan Q1 dan Q2 sama. Jadi muatan Q2 = +2 µC.

b) Gaya pada Q3

F= r +
r Q1Q3 r 1 Q2 Q3 r
4πε o r31 4πε o rr32 3
1
r 3 31
r32

dengan

r31 = 4iˆ + 3 ˆj cm = 0,04iˆ + 0,03 ˆj m ⇒ r31 = (0,04) 2 + (0,03) 2 = 0,05 m


r r

r32 = −4iˆ + 3 ˆj cm = −0,04iˆ + 0,03 ˆj m ⇒ r32 = (−0,04) 2 + (0,03) 2 = 0,05 m


r r

Jadi
(−2 × 10 −6 )(4 × 10 −6 )
F = (9 × 10 9 ) (0,04iˆ + 0,03 ˆj )
r
(0,05) 3
(2 × 10 −6 )(4 × 10 −6 )
+ (9 × 10 9 ) (−0,04iˆ + 0,03 ˆj )
(0,05) 3

= − 46,08 iˆ N

c) Potensial di titik A

V A = V A1 + V A 2 + V A3

= r + r +
4πε o rA1 4πε o rA 2 4πε o rA3
1 Q1 1 Q2 1 Q3
r

(−2 × 10 −6 ) (2 × 10 −6 ) (4 × 10 −6 )
= (9 × 10 9 ) + (9 × 10 9 ) + (9 × 10 9 )
(0,04) (0,04) (0,03)
= 1,2 × 10 6 volt

d) Tidak tetap. Gaya yang bekerja pada Q3 bergantung pada posisi muatan tersebut. Makin
jauh jarak Q3 dari muatan Q1 dan Q2, gaya resultan yang bekerja makin kecil. Sebagai contoh
ketika Q3 berada pada jarak tak berhingga, gaya resultan pada Q3 nol. Jika jika posisi Q3 tidak

151
pada garis simetri antara Q1 dan Q2 maka gaya resultan tidak lagi sejajar sumbu x tetapi juga
mempunyai komponen sejajar sumbu y.

2. Tinjau sebuah bola isolator berjari-jari R dan mempunyai muatan Q yang tersebar secara
merata
a) Dengan menggunakan hukum gauss, tentukan medan listrik sebagai fungsi jarak dari pusat
bola isolator di dalam dan di luar bola.
b) Tentukan potensial listrik sebagai fungsi jarak dari pusat biola isolator di dalam dan di luar
bola.

c) Jika bola isolator ini ditempatkan dalam daerah dengan kuat medan listrik E = 5 iˆ N/C,
r

hitung fluks total yang meleati seluruh permukaan bola isolator tersebut

Jawab

Rapat muatan bola ρ =


4πR 3 / 3
Q

a) Untuk mencari medan listrik di dalam bola, buat permukaan Gauss berupa bola dengan
jar-jari r < R.

Permukaan Gauss
dengan jari-jari r

r
R

∑q
∫ • dA =
r r
εo
E

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss = ρ × (volum bola Gauss)

152
⎛4 3⎞
= × ⎜ πr ⎟ = Q 3
r3
4πR 3 / 3 ⎝ 3
Q
⎠ R
Dengan demikian

E (4πr ) = Q 3
r3
εo R
2 1

atau

E=
4πε o R 3
1 Q
r

Untuk mencari medan listrik di luar bola, buat permukaan Gauss berupa bola dengan jar-jari r
> R.

Permukaan Gauss
dengan jari-jari r

r
R

∑q
∫ • dA =
r r
εo
E

E (4πr 2 ) =
∑q
εo

∑q = muatan yang dilingkupi permukaan Gauss = seluruh muatan bola = Q.

Dengan demikian

E (4πr 2 ) =
εo
Q

atau

153
E=
4πε o r 2
1 Q

b) Potensial listrik adalah

V (r ) = V (ro ) − ∫ E • dr
rr r
ro

Untuk bola bermuatan kita ambil ro = ∞ dan V (ro ) = 0 sehingga

V (r ) = − ∫ E • dr
r r
r

Potensial di luar bola (r > R)

⎛ 1 Q⎞
V (r ) = − ∫ E • dr = − ∫ E dr = − ∫ ⎜⎜ ⎟ dr
r r
4πε o r 2 ⎟⎠
r r r

∞ ∞ ∞⎝

Q∫ 2 = −
⎡ 1⎤
=− Q ⎢− ⎥ =
r r

4πε o ∞ r 4πε o ⎣ r ⎦ ∞ 4πε o r


1 dr 1 1 Q

Potensial di dalam bola (r > R)

r ∞
E2 E1
R

V (r ) = − ∫ E dr = − ∫ E1 dr − ∫ E 2 dr
r R r

∞ ∞ R

154
⎛ 1 Q⎞ ⎛ 1 Q ⎞
= − ∫ ⎜⎜ ⎟ dr − ∫ ⎜⎜
2 ⎟
r ⎟ dr
4πε o R 3 ⎟⎠
R r

∞⎝
4πε o r ⎠ R⎝

Q∫ 2 − 3 ∫
⎡ 1⎤ 1 Q ⎡1 2 ⎤
=− r dr = − Q ⎢− ⎥ −
4πε o ⎣ r ⎦ ∞ 4πε o R 3 ⎢⎣ 2 ⎥⎦ R
R r R r

4πε o ∞ r 4πε o R R
1 dr 1 Q 1
r

= −
4πε o R 4πε o 2 R
1 Q 1 Q 2
3
(
r − R2 )

c) Fluks total yang menembus permukaan bola

φ = ∫ E • dA
r r

Berdasarkan hukum Gauss kita dpatkan

φ=
∑q = Q
εo εo

Fluks total yang melewati permukaan bola tidak bergantung pada kuat medan luar yang
diterapkan tetapi semata-mata bergantung pada jumlah muatan yang dikandung bola

3) Diberikan rangkaian listrik seperti pada gambar, C = 2000 µC. Jika t = 0 kapasitor dalam
keadaan kosong.
a) Hitung arus sesaat setelah saklar s ditutup
b) Tentukan Vab pada saat kapasitor dalam keadaan tunak (terisi penuh muatan)
c) Tentukan energi yang tersimpan dalam kapasitor saat tunak

155
i

6 kΩ 3 kΩ
s
C
9V 9 kΩ

3 kΩ 6 kΩ

Jawab
a) Sesaat setelah saklar ditutup kapasitor masih kosong. Dalam keadaan ini kapasitor
seolah-olah terhubung singkat. Rangkaian menjadi sebagai berikut

6 kΩ 3 kΩ

9V 9 kΩ

3 kΩ 6 kΩ

Seri dua hambatan kiri menghasilkan Rkiri = 6 + 3 = 9 kΩ

Seri dua hambatan kanan menghasilkan Rkanan = 3 + 6 = 9 kΩ

Hambatan total, RT , memenuhi

= + +
1 1 1 1
RT Rkiri Rtengah Rkanan

= + + =
1 1 1 3
9 9 9 9

atau RT = = 3 kΩ
9
3

Arus yang mengalir

156
i= = = 3× 10 −3 A = 3 mA
9 9
RT 3× 10 3

b) Dalam keadaan tunak, jalur yang mengandung kapasitor terputus. Rangkaian menjadi

6 kΩ 3 kΩ

9V

3 kΩ 6 kΩ

Hambatan total, RT , memenuhi

= +
1 1 1
RT Rkiri Rkanan

= + =
1 1 2
9 9 9

RT = = 4,5 kΩ
9
atau
2
Arus yang mengalir

i= = = 2 × 10 −3 A = 2 mA
9 9
RT 4,5 × 10 3

Karena Rkiri = Rkanan maka arus terbagi dua sama besar pada dua lintasan. Arus

masing-masing lintasan adalah ikiri = ikanan = i / 2 = 10 −3 A

a b

3 kΩ 6 kΩ
ikiri ikanan

157
Vab = ∑ IR − ∑ ε
Beda potensial untuk lintasan terbuka ditentukan dengan rumus berikut ini

= (ikiri × 3 kΩ - ikanan × 6 kΩ) - 0


= 10-3 × (3 × 10-3) – 10-3 × (3 × 10-3) = 3 – 6 = - 3 volt

c) Dalam keadaan tunak tidak ada arus yang mengalir pada jalur tengah sehingga tidak ada
beda potensial antara dua ujung hambatan 9 kΩ. Tegangan antara dua ujung kapasitor sama
dengan tegangan baterei, yaitu 9 volt.
Energi yang tersimpan dalam kapasitor

U= CV 2 = (2000 × 10 −6 ) × 9 2 = 8,1 × 10 − 2 J
1 1
2 2

4. Sebuah kawat bujur sangkar terletak dalam bidang xy seperti pada gambar, sengan sumbu z
positif keluar bidang kertas (abaikan pengarus gravitasi dan medan gambet yang ditimbulkan
kawat berarus i).
r
a) Tentukan gaya Lorentz yang bekerja pada kawat apabila medan magnet B searah sumbu z
positif

b) Jika medan magnetnya diganti menjadi B = αy ˆj dengan α konstanta positif, hitung gaya
r

Lorentz pada kawat tersebut


c) Bagaimana gerak kawat untuk soal b). Jelaskan dengan ringkas

(-L/2,L/2) (L/2,L/2)

x
i
i
i

(-L/2,-L/2) (L/2,-L/2)

158
Jawab

F
i

x
F i F
i

i
F

r
Jika B searah sumbu z positif maka gaya Lorentz pada masing-masing ruas kawat saling
menjauhi. Gaya magnet total menjadi nol

b) Jika B = αy ˆj
r

Sisi kiri dan kanan tidak mengalami gaya Lorentz karena kawat sejajar medan.
Pada sisi atas

B = α ˆj
r L
2
F = i × ( panjang kawat ) × (besar B)

= i × L × (αL / 2) = αL2
1
2
Arah gaya tegak lurus kertas ke belakang

Pada sisi bawah

B = −α ˆj
r L
2
F = i × ( panjang kawat ) × (besar B)

= i × L × (αL / 2) = αL2
1
2
Arah gaya tegak lurus kertas ke depan

159
Gaya Lorentz total = 0

c) Gaya Lorentz yang dihasilkan di b) sama besar tetapi berlawanan arah. Karena itu tidak ada
gerak translasi kawat. Tetapi yang dihasilkan adalah torak terhadap sumbu x yang
menyebabkan kawat berotasi terhadap sumbu x. bagian atas kawat bergerak ke belakang dan
bagian bawahnya begrak ke depan.

5) Diberikan system spectrometer massa seperti pada gambar di bawah ini

B = 5 mT

e-
L

0,1 cm
M

1 kV

Kita abaikan gravitasi karena nilainya sangat kecil dibandingkan dengan gaya magnet dan
gaya listrik.
a) Saat di titik K

FE
e- v
FM

Di titik K bekerja dua gaya sekaligus, yaitu gaya listrik dan gaya magnet.
Besar gaya listrik

FE = eE = e
V
d
Karena arah medan listrik dari atas ke bawah dan muatan electron negatif maka gaya listrik
berarah ke atas

Besar gaya magnet

160
FM = evB

Karena arah medan magnet ke belakang, arah kecepatan ke kanan, dan muatan electron
negatif maka arah gaya magnet ke bawah.

b) Elektron yang mencapai titik L adalah electron yang memenuhi

FE = FM

= evB
V
e
d
atau

v= = = 2 × 10 8 m/s
V 10 3
Bd (5 × 10 −3 )(0,1 × 10 − 2 )

c) Saat memasuki daerah M elektron hanya mengalami gaya magnetic FM = evB . Gaya
tersebut bearah ke pusat lintasan lingkaran electron sehingga merupakan gaya sentripetal.
Dengan demikian

evB = m
v2
R
atau
mv (9,1 × 10 −31 )(2 × 10 8 )
R= = = 0,225 m
eB (1,6 × 10 −19 )(5 × 10 −3 )
Detektor ditempatkan di bawah titik L pada jarak 2 R = 0,45 m

2R
M

161
Bab 17
Pembahasan Ujian II Semester II 1998/1999

1. Diberikan rangkaian listrik seperti pada gambar di bawah. Nilai-nilai komponen


adalah R1 = 2 Ω, R2 = 4 Ω, ε1 = 18 V, ε2 = 4 V, dan ε3 = 12 V. Tentukan arus yang
mengalir pada masing-masing baterei dan beda potensial Vab untuk masing-masing
keadaan berikut

ε2
R1
ε1 ε3
S
R2
b

a) Saklar S dalam keadaan terbuka


b) Saklar S dalam keadaan tertutup

Jawab
a) Jika saklar S dibuka maka jalur tengah tidak dipakai. Rangkaian menjadi sebagai
berikut

R1 I

ε1 ε3

R2

ε − ε 3 18 − 12
Arus yang mengalir

I= 1 = =1 A
R1 + R2 2+4

162
Arah arus sesuai dengan gambar
Untuk menentukan Vab, lihat potongan rangkaian sebelah kanan: a - ε3 – R2 – b.

Vab = ∑ IR − ∑ ε

= IR2 − (−ε 3 ) = 1× 4 + 12 = 16 volt

b) Saklar S ditutup. Rangkaian menjadi sebagai berikut

I1 a I2

ε2
R1
ε1 ε3
I1+I2
R2
b

∑ IR − ∑ ε = 0
Loop kiri

I 1 R1 − (ε 1 − ε 2 ) = 0
I 1 × 2 − (18 − 4) = 0

I1 = =7 A
14
2

∑ IR − ∑ ε = 0
Loop kanan

− I 2 R2 − (ε 2 − ε 3 ) = 0
− I 1 × 4 − (4 − 12) = 0

I2 = =2 A
8
4
Antara a dan b terpasang sebuag batarei ε2 = 4 V. Jadi Vab = 4 V.

2. a) Sebuah partikel bermassa m dan muatan q ditembakkan ke dalam selector

163
kecepatan yang mempunyai medan magnetik 2 T dan medan listrik 400 V/m sedemikian
sehingga partikel bergerak lurus.
i) Tentukan laju partikel tersebut
ii) Seandainya tidak ada medan laistrik, patikel tersebut akan bergerak melingkar
dengan jari-jari R = 1 m. Tentukan perbandingan m/q untuk partikel tersebut

b) Sebuah kawat berbentuk segitiga terletak pada bidang xy seperti pada gambar. Arus
yang mengalir pada kawat adalah 3 A dan di dalam ruang tersebut terdapat medan
magnet B = 2 T berarah sejajar sumbu x ke kanan.

C
30 cm

x
B 40 cm A

i) Tentukan gaya Lorentz yang bekerja pada segmen kawat AC


ii) Hitung momen dipol magnetic loop segitiga
iii) Hitung juga torka (momen gaya) yang dialami loop kawat

Jawab
a.
i) Gaya yang dialami partikel adalah gaya coulomb dan gaya lorentz masing-masing
FC = qE
FL = qvB
Partikel bergerak lurus berarti ke dua gaya tersebut sama besar,

qE = qvB
atau

v= = = 200 m/s
E 400
B 2

ii) Jika tidak ada medan listrik

164
FL v

Gaya yang bekerja hanya FL = qvB ke arah pusat lintasan. Jadi gaya tersebut
merupakan gaya sentripetal yang memenuhi hubungan

FL = m
v2
R
Dengan demikian

qvB = m
v2
R
atau

m BR 2 × 1
= = = 0,01 kg/C
q v 200

b.
i)

θ = 180o-37o = 143o
C I

37o
x
A

Panjang segmen AC : AC = 40 2 + 30 2 = 50 cm = 0,5 m

Gaya lorentz pada segmen AC

165
FAC = I AC B sin θ

= 3 × 0,5 × 2 × sin 143o = 3 × 0,5 × 2 × = 1,4 N (arah tegak lurus kertas ke belakang)
4
5
ii) Luas loop

A= × 0,3 × 0,4 = 0,06 m2


1
2
Besar momen dipol magnet

µ = IA = 3 × 0,06 = 0,18 A m2

iii) Arah momen dipol tegak lurus bidang loop, bearti tegak lurus juga dengan medan
magnet B. Besar torka yang dimiliki loop

τ = µB sin 90 o = 0,18 × 2 × 1 = 0,36 N m

3. a) Sebuah kawat lurus panjang dialiri arus i. Dengan menggunakan hukum ampere
perlihatkan bahwa medan magnetic pada jarak r dari kawat diberikan oleh

µoi
B=
2πr

b) Bila ada dua kawat sejajar berjarak 2 cm dan masing-masing dialiri arus 1 A dan 3 A
dalam arah yang berlawanan, carilah sebuah titik (selain di tak hingga) di mana resultan
medan magnetnya sama dengan nol

1A 3A

c) Untuk situasi pada gambar di bawah ini, tentukan medan magnet di pusat lengkungan
seperempat lingkaran (titik P) oleh masing-masing segmen kawat dinyatakan dalam µo.
Besar arus yang mengalir adalah I = 2 A dan besar R = 0,5 m

166
C

2R
D

P A B

Jawab
a)

Lintasan ampere

r
r
dl
r
B

Hukum ampere

∫ • dl = µ o ∑ I
r r
B
r r
Buat lintasan ampere berupa lingkaran dengan jari-jari r. Arah B dan dl pada

lintasan tersebut selalu sama sehingga B • dl = B dl . Pada lintasan tersebut besar


r r

medan juga konstan. Akibatnya kita dapat menulis ruas kiri menjadi

∫ • dl = ∫ B dl = B ∫ dl = B × (panjang lintasan ampere)


r r
B

= B × (keliling lingkaran) = B × (2πr )

∑I adalah jumlah arus yang dilingkupi lintasan ampere, dan karena hanya ada satu

167
kawat yang dialiri arus i maka ∑ I = i . Akhirnya kita dapatkan
B × (2πr ) = µ o i
atau
µoi
B=
2πr

b)

r+d

P r

i1 = 1 A i2 = 3 A

Lihat titik P yang berjarak r dari kawat yang dialiri arus i1 = 1 A dan berjarak r + d dari
kawat yang dialiri arus i2 = 3 A. Arah medan magnet yang dihasilkan dua kawat tersebut
berlawanan. Medan total di titik P adalah

µ o i1 µ o i2
BP = −
2πr 2π (r + d )
Medan di P nol jika terpenuhi

= 2
i1 i
r r+d
i1 (r + d ) = i2 r
i2 − i1 3 −1
r= d= × 2 = 4 cm
i1 1

c) Kuat medan magnet di pusat lingkaran penuh berjari-jari a dan dialiri arus I adalah

µo I
B=
2πa

168
Medan magnet di pusat seperempat lingkaran berjari-jari R adalah

1 µo I µo I
B1 = × =
4 2R 8R
arah tegak lurus bidang kertas ke belakang

Medan magnet di pusat seperempat lingkaran berjari-jari 2R adalah

1 µo I µ I
B2 = × = o
4 2(2 R) 16 R
arah tegak lurus bidang kertas ke depan

Kuat medan total di titik P

µo I µo I µo I
B P = B1 − B2 = − =

µo × 2
8R 16 R 16 R

= = µo
1
16 × 0,5 4

4. a) Sebuah inductor yang mempunyai induktansi L = 30 mH dialiri arus yang berubah


terhadap waktu menurut I (t ) = (5 − t 2 ) A.
i) Tentukan besar ggl insuksi yang timbul pada inductor ketika t = 2 s
ii) Jelaskan apakah pada saat itu arus induksi mengalir searah atau berlawanan arah
dengan arus I(t) yang diberikan?
iii) Tentukan juga energi magnetik yang tersimpan dalam induktor pada saat tersebut

b) Medan magnet B = 2 T mengisi setengah ruang daerah (x > 0) dalam arah rtegak
lurus masuk bidang kertas. Pada saat t = 0 sebuah loop kawat berukuran 50 cm × 20 cm
mulai memasuki daerah medan magnet dengan kecepatan 10 cm/s dalam arah sumbu x
positif.
i) Hitung fluks magnetic yang menerobos kawat ketika loop telah memasuki daerah
magnetic sejauh x (x < 20 cm)
ii) Tentukan ggl imbas yang timbul pada kawat untuk t = 1 s
iii) Tentukan ggl imbas yang timbul pada kawat untuk t = 3 s

169
× × × ×
y

× × × ×
× × × ×
v = 10 m/s

a = 50 cm
× × × ×
x

× × × ×
× × × ×
b = 20 cm

Jawab
a. i) Besar ggl induksi yang timbul saat t = 2 s

d (5 − t 2 )
ε =L =L = L − 2t = 2 Lt
dI
dt dt

= 2 × (30 × 10 −3 ) × 2 = 0,12 volt

ii) Arus makin kecil dengan membesarnya t sehingga kuat medan magnet dalam
inductor berkuran dengan bertambahnya t. Akibtanya fluks magnetic dalam induyktor
juga berkurang dengan bertambahnya t. Arus induksi melawan perubahan tersebut
dengan memperbesar fluks. Caranya adalah menghasilkan medan magnet dalam arah
yang sama. Ini dapat terjadin jika arah arus induyksi sama dengan arah arus I(t) yang
diberikan.

iii) Energi magnetic yang tersimpan dalam induktor

U=
1 2
LI
2
Pada saat t = 2 s, I = 5 − 2 2 = 1 A sehingga

U= × (30 × 10 −3 ) × 12 = 1,5 × 10 − 2 J
1
2

170
b. i)

× × × ×
y

× × × ×
× × × ×
a = 50 cm

× × × ×
v = 10 m/s

× × × ×
× × × ×
x

Luas bidang loop yang mengandung medan magnet adalah


A = ax

φ = BA = Bax
Fluks magnetic yang dikandung loop

Ggl induksi yang dihasilkan



ε =− = − Ba = − Bav
dx
dt dt
= −2 × 0,5 × 0,1 = −0,1 volt

ii) Pada saat t = 1 s, loop telah bergerak sejauh


x = vt = 10 × 1 = 10 cm
Karena x < 20 cm maka ggl induksi yang dihasilkan adalah – 0,1 volt

iii) Pada saat t = 3 s loop telah bergerak sejauh

x = vt = 10 × 3 = 30 cm
Ini berarti seluruh bagian loop telah masuk ke dalam medan magnet. Fluks yang
dikandung loop menjadi

171
× × × × ×
× × × × ×
× × × × ×
× × × × ×
v = 10 m/s

a
× × × × ×
× × × × ×
b

φ = Bab = konstan
Ggl induksi yang dihasilkan menjadi


ε =− =0
dt

5. Sebuah rangkaian arus bolak-balik memuat generato tegangan bolak-balik, resistor R


= 40 Ω dan inductor dengan reaktansi X L = 30 Ω yang dihubungkan secara seri. Arus
yang mengalir pada rangkaian adalah

i (t ) = 2 sin (ωt + π / 3) A

a) Dambarkan diagram fasor untuk tegangan pada resistor, induktor, dan generator
b) Tentukan impedansi rangkaian
c) Tuliskan tegangan generator sebagai fungsi waktu

Jawab
a) Tegangan maksimum pada resistor

V R ,m = I m R = 2 × 40 = 80 volt

Tegangan maksimum pada induktor

V L ,m = I m X L = 2 × 30 = 60 volt

Diagram fasor

172
Vm

VL,m

VR,m

b) Impedansi rangkaian

Z = R 2 + X L2 = 40 2 + 30 2 = 50 Ω

c) Besar tegangan maksimum sumber

Vm = I m Z = 2 × 50 = 100 volt

Beda fasa antara arus dan tegangan sumber

θ = tan −1 = tan −1 = 0,21π rad


XL 30
R 40
Untuk rangkaian RL, tegangan mendahului arus dengan perbedaan fase θ. Dengan
demikian tegangan sumber sebagai fungsi waktu adalah

Vs (t ) = Vm sin (ωt + π / 3 + θ ) = 100 sin (ωt + π / 3 + 0,21π )


= 100 sin (ωt + 0,54π ) volt

173
Bab 18
Pembahasan Ujian II Semester II 1999/2000

1. Sebuah kawat berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 m dialiri arus listrik sebesar 2 A.
Titik P berada di pusat bujur sangkar. Tentukan
a) Besar dan arah medan magnet di titik P yang disebabkan oleh kawat CD
b) Besar dan arah medan magnet di titik P oleh seluruh bagian kawat

B A

P 1m

C D
1m

Jawab
a. Kita tentukan kuat medan magnet yang dihasilkan kawat lurus berhingga dengan
menggunakn hukum Biot Savart (attention: hukum Gauss tidak dapat dipakai di sini.
Hukum Gauss hanya untuk kawat yang panjangnya tak hingga)


P

θ
-a +a

Besar medan magnet di titik P oleh elemen kawat dx

µ o I dx sin θ
dB =
4π r2
Pada gambar tampak bahwa

174
r=
sin θ
b

x= sehingga dx = − 2 dθ
tan θ sin θ
b b

Dengan demikian

µ o I (− bdθ / sin 2 θ )sin θ µ I


dB = = − o sin θdθ
4π (b / sin θ ) 2
4π b

µ o I kanan µ I
B=− ∫ sin θdθ = o [cos θ ]kiri
4π b kiri 4π b
kanan

µo I ⎡ x ⎤ µ I⎡ ⎤
= = o ⎢ ⎥
a

⎢ ⎥
a

4π b ⎣ r ⎦ − a 4π b ⎣ x 2 + b 2 ⎦ −a
x

µo I ⎡ −a ⎤ µ I
= ⎢ − ⎥= o
4π b ⎢ a 2 + b 2 ⎥⎦ 2π b a 2 + b 2
a a
⎣ (−a) 2 + b 2

= (2 × 10 −7 ) = × 10 −7 T
2 0,5 8
0,5 0,5 + 0,5
2 2
2

Arah medan tegak lurus bidang kertas ke bawah

b) Medan yang dihasilkan tiap sisi kawat sama besar dan sama arah. Dengan demikian
medan total di titik P adalah

BP = 4 × × 10 −7 = × 10 −7 T
8 32
2 2

2. Tiga buah kawat dengan panjang tak hingga masing-masing dialiri arus 10 A dengan
arah yang sama. Jarak kawat (1) dan kawat (2) adalah 1 m dan jarak kawat (2) dan
kawat (3) 2 m.

175
10 A
(1)
1m
10 A (2)
1m
P
1m
10 A (3)

Tentukan
a) Besar dan arah medan magnet total di titik P
b) Besar gaya per satuan panjang pada kawat (2)

Jawab
a) Arus pada kawat (1) dan kawat (2) menghasilkan medan di P dalam arah tegak lurus
kertas ke belakang. Arus pada kawat (3) menghasilkan medan di P tegak lurus kertas ke
arah depan. Medan total di P menjadi

B P = BP1 + B P 2 − BP 3

µo I µ I µ I µ I⎛ 1 1 ⎞
= + o − o = o ⎜⎜ + − ⎟
2π rP1 2π rP 2 2π rP 3 2π ⎝ rP1 rP 2 rP 3 ⎟⎠
1

⎛ 1 1 ⎞
= (2 × 10 −7 ) × 10 × ⎜ + − ⎟ = 1,3 × 10 −6 T
1
⎝ 1,5 0,5 0,5 ⎠
Arah medan di P tegak lurus kertas ke belakang

b) Medan total di kawat (2)


B2 = B21 − B23

µo I µo I µ I⎛ 1 1 ⎞
= − = o ⎜⎜ − ⎟⎟
2π r21 2π r23 2π ⎝ r21 r23 ⎠

⎛1 1 ⎞
= (2 × 10 −7 ) × 10 × ⎜ − ⎟ = 1,0 × 10 −6 T
⎝1 2 ⎠
Gaya per satuan panjang pada kawat (2)

= IB2 = 10 × (1,0 × 10 −6 ) = 1,0 × 10 −5 N/m


F2
L2

176
3. Sebuah loop kawat berjari-jari 2 cm berada dalam bidang xy. Loop tersebut berada

dalam medan magnet B = (2tˆj + 3t 2 kˆ) T.


r

Tentukan
a) Fluks pada loop kawat sebagai fungsi waktu
b) besar ggl imbas pada saat t = 2 s
c) Besar ggl imbas rata-rata dalam selang 2 ≤ t ≤ 4 s

Jawab

A = πr 2 = π × (2 × 10 −2 ) 2 = 4π × 10 −4 m2
a) Luas loop adalah

Arah vector luas tegak lurus bidang loop. Jadi dalam notasi vector, luas adalah

A = 4π × 10 −4 kˆ m2
r

Fluks pada loop

( )
φ = B • A = 2tˆj + 3t 2 k • (4π × 10 −4 kˆ) = (3t 2 ) × (4π × 10 −4 ) = 12π × 10 −4 t 2 T m2
r r r

b) Besar ggl pada saat t



ε= = 24π × 10 − 4 t
dt

ε = 24π × 10 −4 × 2 = 0,015 volt


Pada saat t = 2 s maka

177
c) Ggl imbas rata-rata antara t = 2 s sampai t = 4 s

φ (4) − φ (2) (12π × 10 −4 × 4 2 ) − (12π × 10 −4 × 2 2 )


ε = =
4−2 2
= 0,023 volt

4. Pada rangkaian seri RLC diketahui R = 60 Ω, XC = 160 Ω, dan XL = 80 Ω. Misalkan


tegangan listrik dari sumber tegangan Vs (t ) = 200 cos(100t + π / 4) volt.
a) Dengan menggunakan diagram fasor tentukan impedansi rangkaian tersebut.
Tentukan pula arus sebagai fungsi waktu
b) Tentukan tegangan cd sebagai fungsi waktu
c) Tentukan tegangan bd sebagai fungsi waktu
Jawab
a)

XL

R
θ

XC-XL
Z

XC

Impedansi rangkaian

Z = R 2 + ( X C − X L ) 2 = 60 2 + (160 − 80) 2 = 100 Ω

Beda fase arus dan tegangan adalah

XL − XC 80 − 160
θ = tan −1 = tan −1 = 0,3π rad
= tan −1
4

Karena XC > XL maka rangkaian bersifat kapasitif. Fase arus lebih cepat θ daripada fase
R 60 3

tegangan. Dengan demikian fase arus adalah 100t + π / 4 + 0,3π = 100t + 0,55π . Besar

178
arus maksimum adalah

Im = = = 2 A. Dengan demikian arus sebagai fungsi waktu adalah


Vm 200

I (t ) = 2 cos(100t + 0,55π )
Z 100

b) Tegangan maksimum antara c-d adalah

Vcd ,m = I m X L = 2 × 80 = 160 volt

Fase tegangan cd mendahului fase arus sebesar π / 2 . Jadi

Vcd (t ) = Vcd ,m cos(100t + 0,55π + π / 2)

= 160 cos(100t + 1,05π ) volt

c) Impedansi antara b-d adalah

Z bd = X L − X C = 80 − 160 = 80 Ω

Tegangan maksimum antara b-d

Vbd ,m = I m Z bd = 2 × 80 = 160 volt

sehingga fase tegangan lebih lambat π / 2 daripada fase arus. Jadi


Antara bd hanya ada L dan C di mana XC > XL. Jadi rangkaian bersifat kapasitif murni

Vbd (t ) = Vbd ,m cos(100t + 0,55π − π / 2)

= 160 cos(100t + 0,05π ) volt

5. Sel surya sering dilapisi dengan lapisan tipis transparan seperti SiO (n = 1,45) untuk
meminimumkan kehilangan cahaya akibat pemantulan. Bila sel surya yang digunakan
adalah silokon (n = 3,5) tentukan tebal minimum lapisan SiO yang menghasilkan
interferensi minimum untuk λ = 5500 anstrom.
b) Sebuah layar berjarak 1 meter dari sebuah celah disinari dengan cahaya yang panjang
gelombangnya 6000 angstrom. Bila jarak minimum pertama dan ketika pola difraksi
adalah 3 mm, berapakah lebar celah?

Jawab

179
(1) (2)

n1 = 1

d n2 = 1,45

n3 = 3,5

Panjang lintasan ioptik sinar (2) selama di dalam SiO adalah

∆x = 2n 2 d
Perubahan fase sinar (1) akibat pemantulan pada permukaan SiO (medium kurang rapat
ke medium lebih rapat) adalah

∆ϕ1 = π
Perubahan fase sinar (2) akibat pemantulan pada batas SiO dan silicon (medium
kurang rapat ke medium rapat) dan akibat pertambahan lintasan oprik adalah

∆ϕ 2 = π + k∆x

=π + × 2n 2 d
λ
Beda fase sinar (2) dan sinar (1)

⎛ 2π ⎞ 2π 4πn2 d
∆ϕ = ϕ 2 − ϕ1 = ⎜ π + × 2n 2 d ⎟ − π = × 2n 2 d =
⎝ λ ⎠ λ λ
Interferensi minimum terjadi jika ∆ϕ = π, 3π, 5π, 7π, … Ketebalan minimum film
tercapai jika ∆ϕ = π atau

4πn2 d

λ

λ
atau

d= = = 948 angstrom
5500
4n 2 4 × 1,45

180
b)

y3
y2

θ
y1

Minimum difraksi terjadi jika

πw sin θ
= π, 2π, 3π, 4π, …
λ

Untuk sudut θ yang kecil, sin θ ≈ tan θ = y / L . Dengan demikian syarat minimum
adalah

πw( y / L)
= π, 2π, 3π, 4π, …
λ
atau

λL 2λL 3λL
y = , , ,…
w w w
Lokasi minimum pertama

λL
y1 =
w
Lokasi minimum ketiga

3λL
y3 =
w
Beda lokasi minimum ketiga dan pertama

181
3λL λL 2λL
∆y = y 3 − y1 = − =
w w w
atau

2λL 2 × (6000 × 10 −10 ) × 1


w= = = 4 × 10 − 4 m
∆y 3 × 10 −3

182
Bab 19
Pembahasan Ujian II Semester II 2000/2001

1. Tiga buah kawat panjang dialiri arus sepeti pada gambar menembus tegak lurus
kertas. Jarak kawat yang dialiri arus I1 dan I3 adalah 3 cm sedangkan jarak antara kawat
yang dialiri arus I1 dan I2 adalah 4 cm. Jika I1 = 1 A, I2 = 2 A, dan I3 = 3 A tentukan

I1 I2
3 cm

A
x
I3
4 cm

a) besar dan arah terhadap sumbu x positif untuk kuat medan magnet di titik A
b) besar dan arah terhadap sumbu x positif untuk gaya per satuan panjang yang dialami
oleh kawat yang dialiri arus I1

Jawab

a) Jarak titik A ke kawat I1: rA1 = 3 2 + 4 2 = 5 cm = 0,05 m

Jarak titik A ke kawat I2: rA 2 = 3 cm = 0,03 m


Jarak titik A ke kawat I3: rA3 = 4 cm = 0,04 m

µ I
Besar medan di A oleh kawat I1

B A1 = o 1 = (2 × 10 −7 ) × = 4 × 10 −6 T
2π rA1
1
0,05

µ I
Besar medan di A oleh kawat I2

B A 2 = o 2 = (2 × 10 −7 ) × = 13,5 × 10 −6 T
2π rA2
2
0,03

µ I
Besar medan di A oleh kawat I3

B A3 = o 3 = (2 × 10 −7 ) × = 15 × 10 −6 T
2π rA3
3
0,04

183
Arah medan-medan tersebut sebagai berikut

4 cm
I1 I2
3 cm

θ A
ϕ
BA2

θ
I3

BA1
BA3 B

Tampak dari gambar di atas θ = tan −1 (3 / 4) = 37 o . Komponen-komponen medan total


B x = B A2 − B A1 sin θ

= 13,5 × 10 −6 − (4 × 10 −6 ) × = 11,1 × 10 −6 T
3
5

B y = − B A3 − B A1 cos θ

= −15 × 10 −6 − (4 × 10 −6 ) × = −18,2 × 10 −6 T
4
5
Besar medan total

B = B x2 + B y2 = (11,1 × 10 −6 ) 2 + (−18,2 × 10 −6 ) 2 = 21,3 × 10 −6 T

Arah yang dibentuk medan total dengan sumbu x positif

− 18,2 × 10 −6
ϕ = tan −1
= tan −1
= tan −1 (−1,64) = −59 o
By
Bx 11,1 × 10 −6

b) Gaya

184
y

I1 I2

θ
B13

B1 B12

A
x
I3

Kuat medan pada posisi kawat (1) oleh kawat (2)

µo I 2
B12 = = (2 × 10 −7 ) × = 1 × 10 −5 T (arah sejajar –y)
2π r12
2
0,04

Kuat medan pada posisi kawat (1) oleh kawat (3)

µo I 3
B13 = = (2 × 10 −7 ) × = 2 × 10 −5 T (arah sejajar –x)
2π r13
3
0,03
Kuat medan total pada kawat (1)

B1 = B122 + B132 = (1 × 10 −5 ) 2 + (2 × 10 − ) 2 = 2,24 × 10 −5 T

Sudut yang dibentuk B1 terhadap sumbu x negatif adalah

10 −5
ϕ ' = tan −1 = tan −1 = tan −1 = 26,6 o
B12 1
B13 2 × 10 −5
2
Tampak dari gambar B1 membentuk sudut 26,6o di bawah sumbu x negatif. Sudut yang
dibentuk B1 dengan sumbu x positif adalah 180o + 26,6o =206,6o

Gaya Lorentz per satuan panjang yang dialami kawat (1)

= I 1 B1 = 1 × (2,24 × 10 −5 ) = 2,24 × 10 −5 N/s


F
L
Tampak pada gambar, arah gaya pada kawat (a) membentuk sudut 90o + ϕ’ = 90o +
26,6o = 116,6o terhadap sumbu x positif.

185
θ
F

θ I1
B1

2. Kawat lurus yang sangat panjang dialiri arus I(t) yang mengalir dari kiri ke kanan. Di
bawah kawat tersebut terdapat loop kawat persegi panjang seperti pada gambar.

I(t)

0,2 cm

0,5 cm P

0,8 cm

Jika titik P tepat berada di pusat loop


a) Tentukan besar dan arah medan magnet di titik P dan fluks yang menembus loop saat
t = 0, jika pada saat t = 0 besar arus yang mengalir adalah 2 A
b) Tentukan besar ggl imbas yang dihasilkan apabila I(t) memiliki grafik seperti pada
gambar di bawah ini

I (A)

2
t (detik)
0 2

Jawab

186
a) Besar medan pada jarak x dari kawat dapat ditentukan dengan hokum ampere

I(t)

∫ • dl = µ o ∑ I
r r
B

B (2πx) = µ o I
µo I
B=
2πx

Jarak titik P ke kawat: x = 0,2 + = 0,45 cm = 0,0045 m


0,5
2
Kuat medan di titik P saat t = 0

B = (2 × 10 −7 ) = 8,9 × 10 −5 T
2
0,0045
Arah medan tegak lurus bidang kertas ke belakang.
Untuk menentukan fluks pada loop, perhatikan gambar berikut

I(t)

a = 0,2 cm x
dx
b = 0,5 cm P

L = 0,8 cm

Lihat elemen loop setebal dx . Luas elemen tersebut dA = Ldx . Besar fluks pada
elemen tersebut
µo I µ
dφ = Bdx = Ldx = o IL
2πx 2π
dx
x
Fluks total pada loop

187
µ o a +b dx µ o µ
IL ∫ IL[ln x ]a = o IL ln⎜
⎛a+b⎞
φ= =
a +b

2π a
x 2π 2π ⎝ a ⎠

Fluks pada saat t = 0 s di mana I = 2 A adalah


⎛ 0,2 + 0,5 ⎞
φ = (2 × 10 −7 ) × 2 × (0,8 × 10 − 2 ) ln⎜ ⎟
⎝ 0,2 ⎠
= 3,2 × 10 −9 ln(7 / 2) T m2

µo
b) Fluks pada loop sebagai fungsi waktu adalah
⎛a+b⎞ ⎛ 0,2 + 0,5 ⎞
φ (t ) = I (t ) L ln⎜ ⎟ = (2 × 10 ) × I (t ) × (0,8 × 10 ) ln⎜
−7 −2

2π ⎝ a ⎠ ⎝ 0,2 ⎠
= 1,6 × 10 −9 ln(7 / 2) I (t )
ggl yang dihasilkan

ε =− = −1,6 × 10 −9 ln(7 / 2)
dI
dt dt
Ingat, dI / dt adalah kemiringan kurva I terhadap t. Dari gambar tampak bahwa

dI 8 − 2
= = 3 A/s
dt 2 − 0

ε = −1,6 × 10 −9 ln(7 / 2) × 3 = −4,8 × 10 −9 ln(7 / 2) volt


Jadi

3. Jika L = 10 mH, C = 2000 µF, R1 = 1 Ω, R2 = 2 Ω dan Vs = 10 sin (100t + π / 3) volt, t

dalam detik, tentukan

R1 L C R2
a b c d e

Vs

a) Impedansi total dan impedansi antara titik a dan c


b) I(t) pada rangkaian

188
c) Amplitudo tegangan antara titik a-b, b-c, dan a-c
d) Daya disipasi rata-rata di R1

Jawab
a) Hambatan total R = R1 + R2 = 3 Ω
Berdasarkan persamaan sumber tegangan kita dapatkan ω = 100 rad/s
Reaktansi induktif: X L = ωL = 100 × (10 × 10 −3 ) = 1 Ω

Reaktansi kapasitif: X C = = =5 Ω
ωC 100 × (2000 × 10 −6 )
1 1

Impedansi total: Z = R 2 + ( X L − X C ) 2 = 3 2 + (1 − 5) 2 = 5 Ω

b) Arus maksimum dalam rangkaian

Im = = =2 A
Vm 10
Z 5
Karena XC > XL maka rangkaian bersifat kapasitif. Fase tegangan lebih lambat daripada
fase arus, atau fase arus lebih cepat daripada fase tegangan sebesar

XL − XC 1− 5
θ = tan −1 = tan −1 = tan −1 = 53o = 0,3π
4
R 3 3
Persaman arus menjadi

I = I m sin (100t + π / 3 + θ ) = 2 sin (100t + π / 3 + 0,3π )


= 2 sin (100t + π / 3 + 0,63π ) A

c) Amplitudo tegangan antara titik a dan b

Vab ,m = I m R1 = 2 × 1 = 2 volt

Amplitudo tegangan antara titik b dan c

Vbc ,m = I m X L = 2 × 1 = 2 volt

Amplitudo tegangan antara titik a dan c. Terlebih dahulu kita tentukan impedansi antara
titik a dan c yang mengandung hambatan dan induktor

189
Z ac = R12 + X L2 = 12 + 12 = 2 Ω

Vac ,m = I m Z ac = 2 × 2 = 2 2 volt

d) Daya disipasi rata-rata di R1

⎛I ⎞ ⎛ 2 ⎞
P=I R1 = ⎜ m ⎟ R1 = ⎜ ⎟ × 1 = 2 watt
2 2

⎝ 2⎠ ⎝ 2⎠
2
rms

4. a) Tiga celah dengan jarak s1 − s 2 = d dan jarak s 2 − s3 = 3d seperti pada gambar


disinari dengan gelombang λ = 650 nm dan memiliki amplitudo yang sama A . Apabila
d = 0,026 mm, x = 0,5 cm, L = 80 cm dan diasumsikan θ kecil, buatlah konstruksi
diagram fasor untuk mendapatkan amplitudo gelombang hasil superposisi di titik P dan
hitung panjang amplitudo dinyatakan dalam A .

S1
d θ
S2

3d

S3

y1 = A cos(kx − ωt + ϕ1 ) ,
y 2 = A cos(kx − ωt + ϕ 2 ) , dan y 3 = A cos(kx − ωt + ϕ 3 ) . Jika ϕ1 − ϕ 2 = δ dan
b) Tiga buah gelombang memiliki fungsi

ϕ 2 − ϕ 3 = δ tentukan δ yang mungkin agar terjadi interferensi minimum.


Jawab
a)

190
S1
x
∆y1 = d sin θ
d
S2

3d

S3 ∆y 2 = 3d sin θ Layar

Beda fase gelombang S1 dan S2: δ 1 = k∆y1 = kd sin θ


Beda fase gelombang S2 dan S3: δ 2 = k∆y 2 = 3kd sin θ
Untuk θ yang kecil, sin θ ≅ tan θ = x / L = 0,5 / 80 = 6,25 × 10 −3 . Dengan demikian
2π 2π
δ1 = d sin θ = × (0,026 × 10 −3 ) × (6,25 × 10 −3 ) = 0,5π
λ 650 × 10 −9

2π 2π
δ2 = 3× d sin θ = 3 × × (0,026 × 10 −3 ) × (6,25 × 10 −3 ) = 1,5π
λ 650 × 10 −9

Gambar diagram fasor

S2 A S3
1,5π
AT

A 0,5π

A S1

Tampak pada gambar bahwa

AT = (2 A) 2 + A 2 = A 5

b) Dari kondisi ϕ1 − ϕ 2 = δ dan ϕ 2 − ϕ 3 = δ kita dapat menulis

191
y1 = A cos(kx − ωt + ϕ1 )
y 2 = A cos(kx − ωt + ϕ1 + δ )
y 3 = A cos(kx − ωt + ϕ1 + 2δ ) .

Diagram fasor yang menghasilkan amplitudo nol sebagai berikut

δ = 240o
δ = 120o

δ = 120o δ = 240o

Jadi interferensi minimum dipenuhi oleh δ = 120o dan δ = 240o.

5. Gambar di bawah ini menunjukkan dua buah kurva simpangan gelombang transversal
yang merambat pada tali. Jika pada posisi x = 0 m, fungsi gelombang bebentuk

y(m)

0,01

t(s)
0,1 0,3 0,5 0,7

-0,01

Dan pada saat t = 0 detik berbentuk

192
y(m)

0,01

t(s)
0,1 0,3 0,5 0,7

-0,01

tentukan
a) Amplitudo, panjang gelombang, dan periode gelombag
b) Laju rambat gelombang
c) Fungsi gelombang dalam bentuk sinus, jika gelombang sedang merambat ke arah x
positif.

Jawab
a) Berdasarkan dua gambar jelas A = 0,01 m
Panjang gelombang sama dengan pengulangan simpangan pada sumbu datar ruang
(sumbu x). Ini diberikan oleh gambar kedua. Jadi

λ = 0,025 − 0,005 = 0,02 m


Periode gelombang sama dengan pengulangan simpangan pada sumbu datar waktu
(sumbu t). Ini diberikan oleh gambar pertama. Jadi

T = 0,5 − 0,1 = 0,4 s

λ 0,02
b) Laju perambatan gelombang

v= = = 0,05 m/s
T 0,4
c) Fungsi gelombang umum yang merambat ke arah x positif

y = A sin( kx − ωt + ϕ o )

2π 2π
di mana

k= = = 100π m-1
λ 0,02

193
2π 2π
ω= = = 5π rad/s
T 0,4
Untuk menentukan ϕo, kita perhatikan gambar kedua. Saat t = 0 dan x = 0, simpangan
gelombang maksimum, yaitu y = A. Jadi

A = A sin(0 − 0 + ϕ o )
sin(ϕ o ) = 1

ϕo = π / 2
atau

y = 0,01sin(100πx − 5πt + π / 2) meter


Jadi fungsi gelombang adalah

194
Bab 20
Pembahasan Ujian II Semester II 2001/2002

1. Dua kawat yang cukup panjang diletakkan sejajar satu tepat di atas yang lainnya
dengan jarak d = 0,4 m. Kawat (1) yang berada di atas dialiri arus i1 = 2 A. Ke dua
kawat berada dalam medan gravitasi bumi. Rapat massa ke dua kawat adalah 3 × 10-7
kg/m dan percepatan gravitasi 10 m/s2.
a) Tentukan medan magnet di kawat kedua sebagai akibat arus yang mengalir di kawat
(1)
b) Besar dan arah arus di kawat (2) agar kawat (2) berada pada jarak yang tetap dari
kawat (1)

(2)

(1)

Jawab
a) Untuk mencari medan magnet di kawat (2) yang dihasilkan oleh kawat (1) kita
gunakan hokum ampere.

(2)
i1
(1)
d

∫ B • dl = µo ∑ I
r r

B(2πd ) = µ o i1
atau
µ o i1
B=
2π d
b) Pada kawat (2) bekerja gaya gravitasi ke bawah. Agar jarak kawat (2) tetap terhadap
kawat (1) maka pada kawat (2) harus bekerja gaya magnetic ke atas.

195
FL = i2 B L2
(2)
W = mg
(1)

Agar gaya magnetic pada kawat (2) berarah ke atas maka arah arus pada kawat (2) harus
berlawanan dengan arah arus pada kawat (1), yaitu ke kiri.

Gaya magnetik = gaya gravitasi


i2 BL2 = mg
µ o i1
L2 = λ L 2 g
2π d
i2

2π λgd (3 × 10 −7 ) × 10 × 0,4
i2 = = =3 A
µ o i1
1
2 × 10 −7 2

2. Sebuah konduktor berbentuk U dengan panjang sisi cd = 20 cm (lihat gambar).


Konduktor terseb ut ditempatkan dalam medan magnet yang serba sama dengan arah ke
dalam bidang gambar.

b c
e

f
a d

a) Sepotong kawat ab diikatkan pada jarak 20 cm di sebelah kiri cd (lihat gambar).


Tentukan besar ggl induksi yang timbul jika medan magnet berubah terhadap waktu
sebesar –0,045 T/s
b) Jika medan magnet yang diberikan konstan sebesar 0,2 T dan sisi ab digerakkan
dengan kecepatan v = 2 cm/s menjauhi sisi cd (dengan tetap menyentuk konduktor
panjang ce dan df), tentukan besar dan arah arus induksi jika hambatan tetap sebesar 2
Ω.

196
Jawab
a) Luas loop adalah

A = bc × cd = 0,2 × 0,2 = 0,04 m2

φ = BA = 0,04 B
Fluks yang dikandung loop

Ggl induksi yang dihasilkan



ε =− = − (0,04 B) = −0,04 = −0,04 × (−0,045) = 0,0018 volt
d dB
dt dt dt

b) Lihat suatu saat ketika para ab ke cd adalah x.

b c

a d
x

Luas loop adalah

A = cd × x = 0,2 x

φ = BA = 0,2 × 0,2 x = 0,04 x


Fluks magnet yang dikansung loop

Ggl induksi yang dihasilkan



ε =− = − (0,04 x) = −0,04 = −0,04v = −0,04 × (2 × 10 −2 )
d dx
dt dt dt
= - 0,0008 volt

Ketika batang ab bergerak ke kiri, luas loop makin besar sehingga fluks yang dikandung
loop makin besar. Berdasarkan hokum Lentz arus induksi harus memperkecuil fluks
tersebut dengan cara menghasilkan medan magnet dalam arah berlawanan. Ini terjasi
jika arus induksi dalam loop bergerak dalam arah berlawanan putaran jarum jam.

197
Besar arus yang mengalir
ε
i= = = 0,0004 A
0,0008
R 2

3. Sebuah sumber arus bolak-balik i s (t ) = 5 cos(100t − π / 4) dengan is dalam ampere


dan t dalam detik dihubungkan dengan sebuah resistor R = 3 Ω dan sebuah inductor L =
40 mH.
a) gambarkan rangkaian tersebut dan hitunglah impedansi rangkaian
b) Tentukan VR dan VL
c) Tentukan arus dan tegangan di inductor saat t = π/200 s.

Jawab
a) Gambar rangkaian

is(t) R

Dari persamaan arus kita simpulkan ω = 100 rad/s. Reaktansi induktif

X L = ωL = 100 × (40 × 10 −3 ) = 4 Ω

Impedansi angkaian

Z = R 2 + X L2 = 3 2 + 4 2 = 5 Ω

b) Tegangan maksimum pada resistor

V R ,m = im R = 5 × 3 = 15 volt

Fse tagangan pada resisor sama dengan fase arus. Jadi tegangan resistor sebagai fungsi
waktu sebagai berikut

V R (t ) = VR ,m cos(100t − π / 4) = 15 cos(100t − π / 4) volt

198
Tegangan maksimum pada induktor

V L ,m = im X L = 5 × 4 = 20 volt

Fase tagangan pada inductor mendahului fase arus sebesar π / 2 . Jadi tegangan
inductor sebagai fungsi waktu sebagai berikut

V L (t ) = VL ,m cos(100t − π / 4 + π / 2) = 20 cos(100t + π / 4) volt

c) Saat t = π/200 s
Arus yang mengalir

π
− π / 4 ⎟ = 5 cos(π / 2 − π / 4) = 5 cos(π / 4)
⎛ ⎞
i s (π / 200) = 5 cos⎜100 ×
⎝ 200 ⎠

=
5
A
2
Tegangan pada induktor
π
+ π / 4 ⎟ = 20 cos(π / 2 + π / 4) = 20 cos(3π / 4)
⎛ ⎞
V L (π / 200) = 20 cos⎜100 ×
⎝ 200 ⎠

=−
20
volt
2

( )
gelombang y = 10 −5 sin 250πx − 8 × 10 4 πt + π / 4 , di mana x dan y dalam meter dan t
4. Seekor kelelawar memancarkan gelombang ultrasonic yang memiliki fungsi

dalam detik. Saat itu kelelawar bergerak dengan laju 1/0 laju gelombang ke arah
dinding.
a) Tentukan amplitudo, fasa awal, panjang gelombang, dan laju rambat gelombang yang
dipancarkan kelelawar
b) Hitung frekuensi gelombang pantul yang didengar oleh kelelawar

Jawab

y = A sin (kx − ωt + ϕ o )
a) bentuk umum fungsi gelombang sinus

Dengan membandingkan fungsi umum ini dengan fungsi gelombang kelelawar kita
dapatkan

A = 10 −5 m

199
k = 250π m-1
ω = 8 × 10 4 π rad/s
ϕo = π / 4
Laju gelombang
ω 8 × 10 4 π
vb = = = 320 m/s
k 250π
Panjang gelombang
2π 2π
λ= = = 0,008 m
k 250π
Frekuensi gelombang yang dihasilkan kelelawar
ω 8 × 10 4 π
fo = = = 40 000 Hz
2π 2π

b) Laju kelelawar = laju sumber = v s = vb / 10 = 32 m/s


Ketika kelelawar menuju dinding, sumber bunyi bergerak menuju dinding (penerima)
yang diam. Frekuensi gelombang yang mengenai dinding adalah

f '= fo = × 40 000 = 44 444 Hz


vb 320
vb − v s 320 − 32
Frekuensi yang dipantulkan kembali oleh dinding juga f ' = 44 444 Hz.
Ketika kelelawar menangkap kembali gelombang yang dipantulkan dinding,
peristiwanya adalah penerima mendekati sumber bunyi yang diam. Maka frekuensi
yang ditangkap kelelawar adalah
v + vs 320 + 32
f ''= b f '= × 44 444 = 48 888 Hz
vb 320

5. Sebuah pelat kaca (indeks bias 1,5) salah satu permukaannya hendak dilapisi dengan
suatu lapisan tipis dengan indeks bias 1,25.
a) gambarkan sinar pantl dan sinar bias yang terjadi akibat lapisan tipis tersebut, dan
tentukan loncatan fasa (dalam radian) sinar yang dipantulkan lapisan tipis dan kaca

200
udara
lapisan tipis

kaca

b) Untuk sinar kuning (λ = 500 nm) yang tiba tegak lurus dari udara terhadap lapisan
tipis, tentukan tebal minimum (tidak sama dengan nol) yang diijinkan agar dapat
berfungsi sebadai selaput anti refleksi dinar kuning (intensitas sinar kuning yang
durefleksi = 0).

Jawab
a)

(1) (2)

n1 = 1

n2 = 1,25
d

n3 = 1,5

Pemantulan pada permukaan lapisan:


Cahaya datang dari medium kurang rapat (udara) menuju medium rapat (lapisan tipis)
sehingga terjadi loncatan fasa sebesar π.
Pemantulan pada permukaan kaca
Cahaya datang dari medium kurang rapat (lapisan tipis) menuju medium rapat (kaca)
sehingga terjadi loncatan fasa sebesar π.

b) Sinar datang tegak lurus


Sinar yang dipantulkan kaca mengalami tambahan lintasan optik

∆x = 2n 2 d

201
∆ϕ = k∆x = 2kn2 d
Tambahan lintasan optik tesebut melahirkan tambahan fase

Perbedaan fase dua sinar setelah dipantulkan adalah

δ = (∆ϕ + loncatan fase di kaca) – (loncatan fase di film)


= (∆ϕ + π ) − π = ∆ϕ = 2kn2 d

Interferensi minim um terjadi jika


δ = π, 3π, 5π, 7π, ….
Ketebalan minimum yang dijinkan agar dihasilkan interfeensi minimum adalah saat δ =
π atau

π = 2kn2 d

π = 2× × n2 d
λ
yang menghasilkan

λ
d= = = 100 nm
500
4n 2 4 × 1,25

202
Bab 21
Pembahasan Ujian II Semester II 2002/2003

1. Dua buah kawat panjang dan lurus terletak sejajar dengan sumbu z. Kawat pertama
terletak pada posisi x = 0 dan y = 0 dan dialiri arus 2 A ke arah sumbu z positif. Kawat
kdua terletak pada posisi x = 0 dan y = 3 m dan sialiri arus 3 A ke arah sumbu z negatif.
a) Tentukan besar dan arah medan magnet yang terjadi di titik (4,0,0)
b) Tentukan gaya per satuan panjang yang dialami kawat pertama

Jawab

I2 = 3 A B1
r2

B
I1 = 2 A r1
53o
B2

Tampak pada gambar


r1 = 4 m

r2 = 3 2 + 4 2 = 5 m

µ I µ 2 µ
Kuat medan magnet yang dihasilkan arus I1

B1 = o 1 = o = o
2π r1 2π 4 4π

µ I µ 3 3µ
Kuat medan magnet yang dihasilkan arus I2

B2 = o 2 = o = o
2π r2 2π 5 10π
Arah B1 sama dengan arah sumbu y positif
Arah B2 membentuk sudut 53o di bawah arah sumbu x negatif.
Jadi
B1x = 0
µo
B1y =

203
3µ o 4 12 µ o
B2 x = − B2 cos 53 o = − × =−
10π 5 50π
3µ o 3 9µ
B2 y = − B2 sin 53o = − × =− o
10π 5 50π
Komponen medan total di titik pengamatan
12 µ o 12 µ o
B x = B1x + B2 x = 0 − =−
50π 50π
µ o 9µ o 7µ o
B y = B1 y + B2 y = − =
4π 50π 100π

( )
Medan total di titik pengamatan dinyatakan dalam bentuk vektor
12 µ o ˆ 7 µ o ˆ µ
B = B x iˆ + B y ˆj = − i+ j = o − 24iˆ + 7 ˆj T
r
50π 100π 100π

Kuat medan magnet yang dihasilkan kawat kedua pada posisi kawat pertama

µo I 2
B12 =
2π a

b) Gaya Lorentz pada kawat pertama


µo I 2
F1 = I 1 L1 B12 =
2π a
I 1 L1

F1 µ o I 2 µ 2 µ
Gaya per satuan panjang yang dialami kawat pertama

= I1 = o × 3 = o N
L1 2π a 2π 3 π

2. Suatu gelombang merambat pada sebuah tali yang memiliki massa per satuan panjang
µ = 0,1 kg/m dan tegangan tali F = 2,5 N. Osilasi gelombang tersebut tiap saat diamati
pada titik x = 0 dan memenuhi persamaan y (t ) = 5 cos(10πt + π / 4 ) di mana y
dinyatakan dalam meter dan t dalam detik.
a) Tentukan laju rambat gelombang tersebut
b) Tuliskan fungsi gelombang jika gelombang tersebut merambat ke sumbu x positif
c) Tentukan kecepatan getar tali pada saat t = 0,2 detik di x = 0,125 m

Jawab
Laju perambatan gelombang tali

204
v= = = 5 m/s
µ
F 2,5
0,1

y = A cos(ωt + ϕ o )
b) Persamaan osilasi dapat ditulus dalam bentuk umum

Kita simpulkan bahwa


A=5m
ω = 10π rad/s
ϕo = π/4 rad

Bilangan gelombang adalah

ω 10π
k= = = 2π m-1
v 5
Fungsi gelombang umum yang merambat ke arah x positif adalah

y ( x, t ) = A cos(ωt − kx + ϕ o )
= 5 cos(10πt − 2πx + π / 4 ) m

c) Kecepatan getaran (osilasi) adalah

= −50π sin (10πt − 2πx + π / 4) m/s


∂y
u=
∂t

u = −50π sin (10π × 0,2 − 2π × 0,125 + π / 4 )


Pada t = 0,2 s dan x = 0,125 m kecepatan osilasi adalah

= −50π sin (2π − 0,25π + π / 4 ) = −50π sin (2π ) = 0

3. Tiga celah indentik dengan jarak antar celah d = 0,03 mm disinari tegak lurus dengan
cahaya yang panjang gelombangnya 6000 A dan pola interferensinya diamati pada layar
yang jaraknya 5 m dari celah.
a) Turunkan beda fasa δ yang menghasilkan intensitas maksimum dan minimum dengan
cara fasor
b) Gambarkan distribusi intensitas I terhadap δ pola interferensi tersebut
c) Gambarkan distribusi intensitas I terhadap δ jika celah mempunyai lebar w = 0,01
mm

205
Jawab

θ
d

d
∆x =d sin θ

Beda fase gelombang dari dua celah berdekatan adalah


δ = k∆x = d sin θ
λ
Interferensi maksimum utama terjadi jika arah vektor sama.
Interferensi minimum terjadi jika arah vektor sebagai berikut

δ = 2π/3
AT = 0

δ = 4π/3

AT = 0

Distribusi intensitas pola interferensi

206
I

δ
0 2π/3 2π
4π/3 8π/3

Pola minimum difraksi terjadi saat terpenuhi

kw sin θ = nπ
atau

kd sin θ × = nπ
w
d

δ× = nπ
w
d
atau

δ= nπ = nπ = 3nπ
d 0,03
w 0,01
Gabungan interferensi dan difraksi menghasilkan pola intensitas sebagai berikut

δ
0 2π/3 2π
4π/3 8π/3

4. Perhatikan rangkaian RLC yang ditunjukkan gambar betikut ini. Tegangan sumber
yang terukur pada voltmeter adalah 60 V dan diketahui frekuensi sumber adalah 50 Hz
serta fasa awalnya ϕo = π/6. Apabila diketahui R = 30 Ω, L = (100/π) mH dan C =
(200/π) µ F
a) Tuliskan tegangan sumber Vad(t) dalam fungsi kosinus
b) Tentukanlah persamaan arus total, i(t) pada rangkaian tersebut dalam fungsi kosinus

207
c) Carilah Vac(t) dalam fungsi kosinus

R L C
a b c d

Jawab

Vad (t ) = Vm cos(ωt + ϕ o ) volt


a) Tegangan sumber

dengan

Vm = (tegangan terukur ) × 2 = 60 2 volt

ω = 2πf = 2π × 50 = 100π rad/s


ϕo = π / 6
Jadi

Vad (t ) = 60 2 cos(100πt + π / 6 )

b) Reaktansi induktif
⎛ 100 ⎞
X L = ωL = 100π × ⎜ × 10 −3 ⎟ = 10 Ω
⎝ π ⎠
Reaktansi kapasitif

XC = = = 50 Ω
ωC
1 1
⎛ 200 −6 ⎞
100π × ⎜ × 10 ⎟
⎝ π ⎠
Impedansi total

Z = R 2 + ( X L − X C ) 2 = 30 2 + (10 − 50) 2 = 50 Ω

b) Arus maksimum yang mengalir

Im = = = 1,2 2 A
Vm 60 2
Z 50

208
Karena X C > X L maka tegangan mengikuti arus dengan selisih fase θ yang memenuhi

XL − XC 10 − 50
tan θ = = =
4

atau θ = 53 = 0,3 π rad


R 30 3
o

Karena tegangan mengikuti arus mnaka fase arus lebih besar dari fase tegangan dengan
kelebihan θ. Dengan demikian, fungsi arus menjadi

I (t ) = I m cos(100πt + π / 6 + θ )

= 1,2 2 cos(100πt + π / 6 + 0,3π )

= 1,2 2 cos(100πt + 0,47π ) A

c) Impedansi antara titik a dan c

Z ac = R 2 + X L2 = 30 2 + 10 2 = 1000 = 31,6 Ω.

Tegangan maksimum antara titik a dan c

Vac ,m = I m Z ac = 1,2 2 × 31,6 = 53,6 V

Antara titik a dan c rangkaian bersifat induktif. Tegangan mendahului arus dengan
perbedaan sudut θ’ yang memenuhi

tan θ ' = = =
X L 10 1
R 30 3
atau θ’ = 0,1 π.

Dengan demikian, persamaan tegangan antara titik a dan c adalah

Vac (t ) = Vac ,m cos(100πt + 0,47π + θ ')

= 53,6 cos(100πt + 0,47π + 0,1π ) = 53,6 cos(100πt + 0,57π ) volt

209
5. Dua buah solenoid ideal yang sama panjangnya (l) disusun sepusat. Solenoid tersebut
masing-masing mempunyai penampang yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari R1
dan R2 (R1 > R2). Solenoid yang berjari-jari R1 dialiri arus listrik I(t) dam mempunyai
jumlah lilitan N1. Sementara solenoid yang berjerai R2 memiliki jumlah lilitan N2 dan
dihubungkan dengan sebuah hambatan r.
a) Tentukan fluks magnetik pada solenoid besar
b) Tentukan induktansi bersama sistem ini
c) Jika arus pada solenoid besar dinyatakan dengan I (t ) = (3t + 2) ampere, tentukan
besar dan arah arus induksi pada hambatan r

R1
I(t) R2

A r B

Jawab
a) Dengan menganggap solenoid ideal maka kuat medan magnet yang dihasilkan
solenoid besar (yang dialiri arus listrik) di dalam rongga solenoid adalah

B1 = µ o n1 I = µ o
N1
I
l
Fluks magnetic pada solenoid besar

φ1 = B1 A1 = µ o I (πR12 )
N1
l

Fluks magnetik yang masuk rongga solenoid kecil

φ 2 = B1 A2 = µ o I (πR22 )
N1
l

b) Ggl induksi yang dihasilkkan solenoid kecil

210
dφ 2
ε 2 = −N 2 = − µ o 1 2 πR22
N N dI
dt l dt
Jika L adalah induktansi bersama maka kita selalu dapat menulis

ε 2 = −L
dI
dt
Dengan membandingkan dua persamaan di atas kita simpulkan

L = µo πR22
N1 N 2
l

c) Besar ggl pada hambaran r = ggl induksi pada solenoid kecil, yaitu

ε 2 = −µ o πR22 = − µ o 1 2 πR22 × 3
N1 N 2 dI N N
l dt l

= −3πR22 µ o
N1 N 2
l
Arus yang mengalir pada hambatan

ε2
i= = −3πR22 µ o
N1 N 2
r lr

Berdasarkan gambar
Medan magnet yang dihasilkan solenoid besar berarah ke kiri
Medan magnet di dalam rongga solenoid kecil yangh menghasilkan fluks berarah ke kiri
Karena I = 3t + 2 maka arus makin besar sehingga fluks dalam solenoid kecil makin
besar
Arus induksi harus mengurangi fluks dengan cara mebghasilkan medan magnet ke arah
kanan
Agar medan induksi berarah ke kanan maka arah arus induksi pada hambatan r adalah
dari A ke B.

211
Bab 22
Pembahasan Ujian II Semester II 2003/2004

1. Dua buah kawat lurus panjang tak berhingga dialiri arus listrik I dengan arah
berlawanan, seperti pada gambar di bawah ini.

i
Kawat 1

d P

Kawat 2
O i
d

a) Tentukan besar dan arah medan magnet di titik O (0,0)


b) Tentukan besar dan arah medan magnet di titik P (d/2,d/2)

Jawab

i
Kawat 1

B
d
B2
Kawat 2
O i
B1

µ i
Medan magnet di titik O yang dihasilkan oleh kawat atas adalah
B1 = o
2π d
Arah medan tersebut ke kanan
Medan magnet di titik O yang dihasilkan oleh kawat kanan adalah

212
µo i
B2 =
2π d
Arah medan tersebut ke atas
Kuat medan total di titik O
⎛µ i ⎞ ⎛µ i ⎞ 2µ o i
B = B + B = ⎜ o ⎟ +⎜ o ⎟ =
2 2

⎝ 2π d ⎠ ⎝ 2π d ⎠ 2π d
2 2
1 2

Arah medan total membentuk sudut θ terhadap arah horisontal yang memenuhi
tan θ = B2 / B1 = 1 . Yang memberikan θ = 45o.

i B
B2
d/ 2
B1
P
d/ 2

O i

b) Jarak titik P ke kawat atas = jarak titik P ke kawat bawah:


a = (d / 2) 2 + (d / 2) 2 = d / 2 .

µ 2µ o i
Medan magnet di titik P yang dihasilkan oleh kawat atas adalah

B1 = o =
2π (d / 2 ) 2π d
i

Arah medan tersebut membentuk sudut 45o dengan arah kanan.

µ 2µ o i
Medan magnet di titik P yang dihasilkan oleh kawat kanan adalah

B2 = o =
2π (d / 2 ) 2π d
i

Arah medan tersebut sama dengan arah medan B1 , yaitu membentuk sudut 45o dengan
arah kanan

2µ o i 2µ o i 2µ o i
Kuat medan total di titik P

B = B1 + B2 = + =
2π d 2π d π d
Arah medan total membentuk sudut 45o dengan arah kanan

2. Pada gambar di bawah dapat dilihat sebuah kerangka kawat berbentuk U terbalik pada
bidang vertikal di dalam medan gravitasi dan medan magnet homogen. Besar medan
magnetik tersebut 2 T yang arahnya ditunjukkan pada gambar. Batang konduktor ab

213
memiliki hambatan R sebesar 1 Ω, panjangnya 50 cm, dan masanya 10 gram yang
meluncur tanpa gesekan pada kawat berbentuk U terbalik.

a b

a) Gambarkan gaya-gaya yang bekerja pada batang ab


b) Pada saat batang ab bergerak dengan laju tetap, tentukan besar dan arah arus induksi
yang mengalir pada batang ab (ke kiri atau ke kanan)
c) Tentukan besar ggl imbas pada batang ab
d) Tentukan laju tetap dari batang ab tersebut

Jawab
a)

FL

a b

mg

Gaya yang bekerja pada batang ab hanya gaya gravitasi (ke bawah) dan gaya magnetik
(Lorentz) ke atas.

b) Jika arus yang mengalir pada batang ab adalah I maka gaya Lorentz pada batang

FL = ILB
adalah

Jika laju batang konstant maka gaya total yang bekerja pada batang nol. Besar gaya
magnetik sama dengan gaya gravitasi

214
ILB = mg

mg (10 × 10 −3 ) × 10
Atau
I= = = 0,1 A
LB 0,5 × 2

Arah arus ditentukan berdasarkan hukum Lentz.


Ketika batang turun maka luas loop membesar sehingga fluks membesar. Arus induksi
harus melawa perubahan fluks, dengan cara memperkecil fluks. Fluks akan diperkecil
jika arah medan magnetik yang dihasilkan arus induksi berlawanan engan arah medan
magnet yang dipasang (medan total diperkecil). Jadi medan yang dihasilkan arus induksi
harus menembus kertas ke arah pembaca. Dengan aturan tangan kanan, maka arus
induksi harus mengalir dalam arah berlawanan putaran jarum jam. Atau pada batang ab
arus mengalir dari kiri ke kanan.

a b

c) Anggap kawat U tidak memiliki hambatan listrik. Hambatan hanya dimiliki batang ab.
Ggl yang dihasilkan pada batang ab adalah

ε = IR = 0,1 × 1 = 0,1 V

a b

d) Luas loop adalah A = Lx .


Flux dalam loop; φ = BA = BLx

215

Besar ggl yang dihasilkan
ε = = BL = BLv
dx
dt dt

ε
Jadi, laju turun batang adalah

v= = = 0,1 m/s
0,1
BL 2 × 0,5

3. Sebuah transformator diperlukan oleh sebuah peruahaan untuk mengubah sumber


tegangan bolak-balik 20 kV menjadi 200 V dengan kuat arus sekunder 50 A.
a) Tentukan jumlah lilitan pada kumparan primer jika jumlah lilitan pada kumparan
sekunder adalah 100
b) Tentukan kuat arus primer maksimum
c) Jika digunakan sumber tegangan searah, tentukan tegangan dan kuat arus pada
sekundernya

Jawab

εp Np
a)
=
ε s Ns
εp
Np = Ns = × 100 = 10 000 lilitan
εs
20 000
200

b) Untuk transformator dengan efisiensi daya 100% maka berlaku

=
Ip Ns
Is Np

Ip = Is = × 50 = 0,5 A
Ns 100
Np 10 000

Jika arus 50 A pada sekunder dianggap sebagau arus efektif (arus rms) maka arus 0,5 A
pada primer juga merupakan arus efektif. Dengan demikian, arus maksimum (puncak)
pada primer adalah
I pmaks = I p 2 = 0,707 A

c) Arus searah tidak dapat berpindah dari kumparan primer ke kumparan sekunder
transformator. Dengan mengaplikasi tegangan searah pada primer maka tegangan
maupun arus yang muncul di sekunder nol.

4. Sumber tegangan bolak-balik dengan frekuensi 50 Hz dihubungkan pada lampu tabung


(TL = tube lamp) yang diansumsikan sebagai hambatan murni seperti pada gambar di

hambatan dalam r = 166,3 Ω, kuat arus efektif yang mengalir adalkah 0,6 A dan tegangan
bawah. Jika tegangan efektif sumber yang digunakan 228,5 V dan sumber memiliki

efektif pada lampu adalah 84 V

216
a) Hitung induktansi L
b) Tentukan beda fasa antara tegangan dan kuat arus

d) Jika pada rangkaian dipasang kapasitor secara seri sebesar 4,7 µF, berapakah kuat arus
c) Hitung daya rata-rata pada lampu tabung

listrik efektif yang mengalir?

V lampu

Informasi yang diberikan soal, f = 50 Hz sehingga ω = 2πf = 100π rad/s.


Jawab

a) Impedansi total rangkaian


Z= = = 380,8 Ω
Veff , sbr 228,5
I eff 0,6
Hambatan listrik lampu
rlp = = = 140 Ω
Veff ,lp 84
I eff 0,6

R = r + rlp = 166,3 + 140 = 306,3 Ω


Hambatan total dalam rangkaian

Z 2 = R 2 + X L2
Untuk rangkaian R-L seri, impedansi total memenuhi

X L2 = Z 2 − R 2 = (380,8) 2 − (306,3) 2 = 51189


Atau

X L = 226 Ω
Atau

Induktansi adalah
L= L = = 0,72 H
ω 100π
X 226

b) Untuk rangkaian R-L seri, tegangan mendahului arus dengan fase θ yang memenuhi
tan θ = L = = 0,738 ,
X 226
R 306,3

217
Atau θ = 36o.

P = I eff Veff ,lp cos θ = 0,6 × 84 × cos 0 o = 50,4 watt (sudut 0o adalah beda sudut antara
c) Daya rata-rata lampu

fase arus dan fase tegangan pada lampu)

d) Jika dipasang kapasitor maka muncul reaktansi kapasitif


XC = = = 677,6 Ω
ωC (100π ) × (4,7 × 10 −6 )
1 1

Impedansi total menjadi

Z = R 2 + ( X L − X C ) = (306,3) 2 + (226 − 677,6 ) = 546 Ω


2 2

Arus efektif yang mengalir


I eff = = = 0,42 A
Veff 228,5
Z 546

persaman y = y m cos ωt , dengan y m = 0,1 m, ω = 20π rad/s. Bagian lain dari tali yang
5. Gelombang sinusoidal merambat dalam tali. Ujung tali (x = 0) berosilasi menurut

y = y m cos(ωt − π / 4) . Waktu dinyatakan dalam detik.


berjarak 0,05 meter dari ujung tali tersebut berosilasi menurut persaman

a) Hitung besar frekuensi gelombang


b) Jika gelombang merambat ke arah sumbu-x positif, berapa panjang gelombang dan
laju rambatnya
c) Tentukan fungsi gelombangnya

Jawab

ω 20π
a) Frekuensi gelombang
f = = = 10 Hz
2π 2π

b) Informasi yang diberikan soal, dua titik yang berjarak 0,05 m memiliki beda fase π/4.
Tetapi, dua titik yang berjarak λ memiliki beda fase 2π. Karena π/4 adalah 1/8 dari 2π
maka haruslah 0,05 m merupakan 1/8 dari panjang gelombang. Jadi

0,05 = λ / 8
λ = 0,4 m

v = λf = 0,4 × 10 = 4 m/s
Laju perambatan gelombang

c) Fungsi umum gelombang yang merambat ke arah x positif adalah

y = y m cos(ωt − kx + ϕ )

218
2π 2π
Dengan
k= = = 5π m-1.
λ 0,4
Diberikan ω = 20π rad/s

y = y m cos(20πt − 5πx + ϕ )
Jadi, fungsi umum gelombang adalah

y = y m cos(20πt + ϕ ) .
Pada x = 0 maka

Di soal diberikan, pada x = 0 fungsi osilasi adalah y = y m cos(20πt ) . Dengan demikian


kita simpulkan ϕ = 0 dan fungsi geklombang yang dicari adalah

y = y m cos(20πt − 5πx)

219
Bab 23
Pembahasan Ujian II Semester Pendek 2003/2004

1. Dua buah kawat panjang yang dialiri arus diletakkan sejajar dengan sumbu z. Kawat
pertama melaui titik (0,4,0) dan dialiri arus sebsar 2 A dengan arah sumbu z positif.
Sedangkan kawat kedua melalui titik (3,4,0) dan dialiri arus 5 A kea rah sumbu z negatif.
a) Tentukan besar dan arah medan magnet di titik (3,0,0)
b) Tentukan besar dan arah gaya per satuan panjang yang dialami kawat pertama
Jawab

I1 = 2 A I2 = 5 A
4

θ a1 a2

B1
θ
B2 P

O
3

a) Jarak kawat pertama ke titik P: a1 = 3 2 + 4 2 = 5 m


Jarak kawat kedua ke titik P: a 2 = 4 m
µ o I1 µ o 2 µ o
Kuat medan di titik P oleh kawat pertama: B1 = = × =
2π a1 2π 5 5π
(arah sesuai dengan gambar)
µ o I 1 µ o 5 5µ o
Kuat medan di titik P oleh kawat kedua: B2 = = × =
2π a1 2π 4 8π
(arah ke kiri)
Misalkan B1 membentuk sudut θ dengan arah horisontal maka tan θ = 3 / 4 atau θ = 37o.

Kita dapat menulis B1 dalam komponen-komponennya, yaitu


µ o 4 4µ o
B1x = B1 cos 37 o = × =
5π 5 25π

220
µ o 3 3µ o
B1 y = B1 sin 37 o = × =
5π 5 25π
Total medan magnet arah x menjadi
4 µ o 5µ o
B x = B1x − B2 = − = −0,15µ o
25π 8π
Total medan magnet dalam arah y
3µ o
B y = B1x = = 0,038µ o
25π
Kuat medan magnet total

B = B x2 + B y2 = (−0,15µ o ) 2 + (0,038µ o ) 2 = 0,155µ o

b) Jarak dua kawat, a = 3 m


Kuat medan magnet pada kawat pertama oleh kawat kedua

µo I 2
B=
2π a
Gaya magnetik pada kawat pertama oleh kawat kedua
F1 = I 1 L1 B
Gaya per satuan panjang yang bekerja pada kawat pertama

µ II µ 2×5
= I1 B = o 1 2 = o = 0,53µ o
2π a 2π 3
F1
L1
Karena dua kawat dialiri arus berlawanan maka gaya bersifat tolak-menolak

2. Sebuah kawat panjang dialiri arus I (t ) = 2t + 5 dengan arah seperti ditunjukkan


gambar. Pada jarak a dari kawat tersebut terdapat sebuah loop kawat ABCD berbentuk
bujur sangkar bersisi b dengan hambatan total sebesar R. Semua besaran-besaran tersebut
memiliki satuan dalam sistem SI.

221
D C

I(t) b

A B

a b

a) Tentukan fluks magnet pada loop bujur sangkar tersebut


b) Tentukan besar ggl induksi yang timbul pada loop bujur sangkat tersebut
c) Tentukan besar dan arah arus induksin dalam loop bujur sangkar tersebut
d) Tentukan induktansi sistem ini

Jawab
a) Parhatikan penampang kecil loop yang berjarak r dari kawat dengan ketebalan dr .

dr
D C

b
I(t) r

A B

Luas penampang tersebut adalah


dA = bdr
Kuat medan magnet pada penampang tipis tersebut adalah
µo I
B=
2π r
Maka fluks magnetik pada penampang tersebut adalah
µ o I dr
dφ = BdA =
2π r
Fluks total pada loop

222
µ o I dr µ o I dr µ o I ⎛ a + b ⎞
∫ dφ = ∫ ∫
a +b a +b a +b
φ= = = ln⎜ ⎟
a a
2π r 2π a
r 2π ⎝ a ⎠

b) Karena loop hanya mengandung satu lilitan maka besar ggl yang dihasilkan jika terjadi
perubahan arus adalah

dφ µ o ⎛ a + b ⎞ dI
ε = = ln⎜ ⎟
dt 2π ⎝ a ⎠ dt
µo ⎛ a + b ⎞ d
= ln⎜ ⎟ (2t + 5)
2π ⎝ a ⎠ dt
µo ⎛ a + b ⎞ µ ⎛a+b⎞
= ln⎜ ⎟ × 2 = o ln⎜ ⎟
2π ⎝ a ⎠ π ⎝ a ⎠

c) Arus induksi yang dihasilkan


ε µo ⎛ a + b ⎞
I= = ln⎜ ⎟
R πR ⎝ a ⎠
Dari persaman I = 2t + 5 , arus makin besar dengan bertambahnya waktu. Jadi fluks
dalam loop makin lama makin besar. Dengan hukum Lenzt, arus induksi harus melawan
perubahan fluks, berarti mengecilkan fluks. Pengecilan fluks dilakukan dengan
menghasilkan medan magnet yang berlawanan dengan arah medan yang dihasilkan kawat
lurus panjang. Medan dalam lop yang dihasilkan kawat lurus panjang arahnya tegak lurus
kertas ke bawah. Maka medan yang dihasilkan arus induksi harus tegak lurus kertas ke
atas. Agar ini terjadi maka arah aliran loop harus berlawanan dengan putaran jarum jam.

d) Induktansi diri memenuhi persamaan

ε =L
dI
dt

=L
d
(2t + 5) = 2 L
dt
Jadi

223
ε µo ⎛ a + b ⎞
L= = ln⎜ ⎟
2 2π ⎝ a ⎠

3. Suatu rangkaian yang terdiri dari hambatan dan induktor dihubungkan dengan sumber
tegangan bolak-balik sepeti ditunjukkan pada gambar. Diketahui R = 75Ω, L = 10 mH,
dan reaktansi induktif X L = 100 Ω serta amplitudo tegangan 50 V. Tentukan

Vs(t) R

a) Faktor daya
b) Daya disipasi pada rangkaian
c) Fungsi tegangan sumber Vs (t ) dinyatakan dalam bentuk fungsi cosinus

Jawab
a) Beda sudut fasa antara tegangan dan arus, θ, memenuhi

tan θ = = =
X L 100 4
R 75 3
atau θ = 53o.

Faktor daya adalah: cos θ = cos 53o = 0,6

b) Impedansi rangkaian: Z = R 2 + X L2 = (75) 2 + (100) 2 = 125 Ω

Tegangan efektif Vef = = = 35,35 V


Vmaks 50
2 2
Disipasi daya pada rangkaian

224
P= cos θ = × 0,6 = 6 W
Vef2 (35,35) 2
Z 125

c) Bentuk umum fungsi tegangan (misalkan fasa awal nol) adalah V = Vm cos ωt .

Frekuensi sudut adalah ω = X L / L = 100 /(10 × 10 −3 ) = 10 4 rad/s. Tegangan maksimum


Vm diberikan di soal, yaitu 50 V. Jadi bentuk umum tegangan adalah

(
V = 50 cos 10 4 t V )

y = 2 sin (π ( x − 2t ) ) dengan y dan x dalam meter dan t dalam detik. Tentukan


4. Suatu persamaan simpangan gelombang yang merambat dinyatakan dengan

a) Amplitudo, frekuensi sudut, dan cepat rambat gelombang tersebut


b) Fungsi gelombang identik yang merambat dalam arah berlawanan
c) Besar tegangan tali jika gelombang tersebut merambat pada tali yang rapat massanya
0,4 kg/m
d) Fungsi gelombang bedirinya

Jawab

y = y m sin (kx − ωt )
a) Fungsi umum gelombang yang merambat ke arah x positif adalah

Diberikan di soal fungsi gelombang y = 2 sin (πx − 2πt ) . Dengan membandingkan dua
persaman tersebut kita simpulkan
y m = 2 m, k = π m-1, dan ω = 2π rad/s.
Cepat rambah gelombang
ω 2π
v= = = 2 m/s
k π

b) Jika gelombang merambat dalam arah berlawanan maka tanda negatif dalam faktor
sinus diganti dengan tanda positif. Fungsi gelombang tersebut adalah

225
y = 2 sin (πx + 2πt )

c) Laju perambatan gelombang tali memenuhi

v=
µ
T

Jadi tegangan tali adalah


T = v 2 µ = 2 2 × 0,4 = 1,6 N

d) Gelombang berdiri merupakan superposisi dua gelombang yang bergerak dalam arah

y = 2 sin (πx − 2πt ) + 2 sin (πx + 2πt )


berlawanan

Gunakan hubungan trigonometri


A+ B A− B
sin A + sin B = 2 sin cos
2 2

(πx − 2πt ) + (πx + 2πt ) cos (πx − 2πt ) − (πx + 2πt )


Jadi

y = 4 sin
2 2
= 4 sin(πx) cos(−2πt )

5. Cahaya monokromatik dengan panjang gelombang 6500 anstrom dilewatkan secara


tegak lurus pada empat celah sempit. Jarak antar celah adalah 2 mm. Pola interferensi
diamati pada layar yang berjarak 1 m dari celah tersebut.
a) Gambarkan kurva pola intensitas terhadap δ (beda fasa antara dua gelombang
berututan)
b) Tentukan jarak antar maksimum sekunder yang berurutan.

Jawab

226
d

d sin θ

celah layar

a) Interferensi maksimum terjadi jika δ = kd sin θ memenuhi

δ = 0, 2π, 4π, 6π, ...

Interferensi minimum terjadi jika


i) Sinar dari dua celah berdekatan berinterferensi desktruktif. Ini terpenuhi jika

δ = π, 3π, 5π, 7π, ...

ii) Sinar dari celah pertama dan ketiga serta sinar dari celah kedua dan keempat
berinterferensi destruktif. Ini dipenuhi oleh

2δ = π, 3π, 5π, 7π, ...

atau

δ = π/2, 3π/2, 5π/2, 7π/2, ...

Pola interferensi yang terbentuk menjadi


i) garis maksimum terjadi ketika δ = 0, 2π, 4π, 6π, ...
ii) garis minimum terjadi ketika δ = π/2, π, 3π/2, 5π/2, 3π, 7π/2, ...

227
iii) selain maksimum utama pada keadaan δ = 0, 2π, 4π, 6π, ..., antara dua minimum
terdapat maksimum sekunder.

Gambar intensitas sebagai fungsi δ tampak pada gambar berikut ini

5λ/8 5λ/8

0 λ/4 7λ/4 d sin θ


λ/2 λ
3λ/4 5λ/4
3λ/2

b) Maksimum sekunder pertama terjasi pada lokasi yang memenuhi

π /2+π
δ1 = = π = kd sin θ1
3
2 4
atau
3π 3π 3λ
sin θ1 = = =
4kd 4(2π / λ )d 8d

Maksimum sekunder kedua terjasi pada lokasi yang memenuhi

π + 3π / 2
δ2 = = π = kd sin θ 2
5
2 4
atau
5π 5π 5λ
sin θ 2 = = =
4kd 4(2π / λ )d 8d
Untuk sudut yang kecil maka sin θ1 ≅ tan θ1 dan sin θ 2 ≅ tan θ 2 . Jadi

tan θ1 ≅
8d

228

tan θ 2 ≅
8d

θ1 θ2
y2
y1

Berdasarkan gambar di atas, tan θ1 = y1 / L dan tan θ 2 = y 2 / L . Dengan demikian

y1 3λ 3λ
≅ atau y1 ≅ L
L 8d 8d
y 2 5λ 5λ
≅ atau y 2 ≅ L
L 8d 8d

Jarak antara dua maksimum sekunder adalah

5λ 3λ 2λ
∆y = y 2 − y1 = L− L= L
8d 8d 8d
2 × (6500 × 10 −10 )
= × 1 = 8,125 × 10 −5 m
8 × (2 × 10 )
−3

229
Bab 24
Pembahasan Ujian II Semester II 2006/2007

1.
a) Sebutkan kelemahan model atom Thompson (model roti kismis)
b) Sebutkan perbedaan model atom Rutherford dan model atom Bohr
c) Dengan deret Balmer pada model atom Bohr, hitunglah bilangan kuantum (tingkat
energi) awal dari spectrum cahaya tampak atom hydrogen dengan λ = 486 nm.
Diketahui konstanta Rydberg, R = 1,097 × 10-7 m-1.

Jawab
a) Kelemahan model ato Thompson
Tidak dapat menjelaskan pengamatan pada percobaan hamburan partikel alfa oleh
lembaran timpis emas mengapa:
Sebagian sinar alfa dibelokkan dengan sudut yang sangat besar
Sebagian kecil sinar alfa dibelookan hampir dalam arah berlawanan sinar
datang

Model atom Thompson meramalkan bahwa semua sinar alfa dapat menembus lembaran
tipis emas tanpa pembelokan yang berarti

b) Model atom Rutherford


Orbit elekntron mengelilingin inti tidak merupakan orbit stasioner
Spektrom energi atom brsifat kontinu
Model atom Bohr
Elektron mengelilingi inti dalam aorbit-orbit stasioner
Spektrum energi atom bersifat disktit

c) Panjang elombang deret Balmer memenuhi

⎛ 1 1 ⎞
= R⎜ 2 − 2 ⎟
λ
1
⎝2 n ⎠
⎛1 1 ⎞
= (1,097 × 10 −7 ) × ⎜ − 2 ⎟
1
486 × 10 −9
⎝4 n ⎠
⎛1 1 ⎞
0,187567 = ⎜ − 2 ⎟
⎝4 n ⎠

230
= 0,062433
1
n2
atau n = 4

2. Suatu rangkaian RLC seri memiliki R = 10 Ω, L = (200/π) mH, dan C = (1000/π) µF.
Rangkaian tersebut dialiri arus I(t) yang memiliki frekuensi f = 50 Hz, fasa awal arus

ϕoi = π/2 rad, dan arus irms = 2 A.

a) Tentukan persamaan arus I(t)


b) Tentukan X L , X C , dan impedansi total
c) Tentukan fungsi tegangan Vab(t), Vbc(t), danVcd(t)
d) Tentukan beda fasa antara arus dan tegangan sumber

R L C
a b c d

Jawab

i (t ) = imaks cos(ωt + ϕ oi )
a) Persamaan umum arus

dengan

imaks = irms 2 = 2 2 A

ω = 2πf = 2π × 50 = 100π rad/s


ϕ oi = π / 2 rad
Dengan demikian

i (t ) = 2 2 cos(100πt + π / 2)

b) X L = ωL = 100π × (200 / π × 10 −3 ) = 20 Ω

XC = = = 10 Ω
ωC 100π × (1000 / π × 10 −6 )
1 1

Impedansi total

231
Z = R 2 + ( X L − X C ) 2 = 10 2 + (20 − 10) 2 = 10 2 Ω

c) Vab ,maks = imaks R = 2 2 × 10 = 20 2 volt

Arus dan tegangan pada resistor memiliki fase yang sama. Maka

Vab (t ) = Vab.maks cos(100πt + π / 2 ) = 20 2 cos(100πt + π / 2 )

Vbc ,maks = imaks X L = 2 2 × 20 = 40 2 volt

Tegangan pada inductor mendahului arus dengan fase π/2. Jadi

Vbc (t ) = Vbc.maks cos(100πt + π / 2 + π / 2 ) = 40 2 cos(100πt + π )

Vcd ,maks = imaks X C = 2 2 × 10 = 20 2 volt

Tegangan pada kapasitor mengikuti arus dengan keterlambatan fase π/2. Jadi

Vcd (t ) = Vcd .maks cos(100πt + π / 2 − π / 2 ) = 20 2 cos(100πt )

d) Karena X L > X C maka rangkaian bersifat induktif. Tegangan sumber mendahului


arus dengan fase θ yang memenuhi

X L − X C 20 − 10
tan θ = = = 1 , atau θ = π/4
R 10

3. Seutas tali diberi gangguan yang merambat dengan fungsi sebagai berikut

⎧ ⎛ 1 ⎞⎫
y ( x, t ) = cos⎨π ⎜ 2 x − t + ⎟⎬
⎩ ⎝ 2 ⎠⎭
(x, y dalam centimeter dan t dalam detik)
a) Tentukan amplitudo, panjang gelomnag, dan frekuensi gelombang
b) Tentukan simpangan pada x = 1 cm dan t = 5 detik
c) Tentukan jarak antara dua titik terdekat dalam arah rambat yang mempunyai beda
fasa π pada saat tertentu

232
d) Tentukan nilai maksimum laju getar partikel tali

Jawab
a) Persamaan di atas dapat ditulis
⎛ π⎞
y ( x, t ) = 1cos⎜ 2πx − πt + ⎟
⎝ 2⎠

y ( x, t ) = A cos(kx − ωt + ϕ o )
Persamaan umum getaran gelombang adalah

Dengan membandingkan dua persamaan di atas kita simpulkan

k = 2π cm-1
A = 1 cm

ω = π rad/s
ϕ o = π / 2 rad
2π 2π
λ= = = 1 cm
k 2π
ω π
f = = =
2π 2π 2
1
Hz

b) Saat x = 1 cm dan t = 5 detik

⎛ π⎞
y ( x = 1, t = 5) = 1cos⎜ 2π × 1 − π × 5 + ⎟ = cos(−2,5π ) = cos(−0,5π ) = 0
⎝ 2⎠
c) Misalkan titik pertama berada pada x1 dan titik kedua berada pada x2. Maka pada saat

ϕ1 = 2πx1 − πt + π / 2
t yang sama fase masing-masing titik adalah

ϕ 2 = 2πx 2 − πt + π / 2

∆ϕ = ϕ 2 − ϕ1 = 2π ( x 2 − x1 )
Beda fase

atau
∆ϕ π
x 2 − x1 = = =
2π 2π 2
1
cm

d) Laju getar partikel tali

233
= π sin (2πx − πt + π / 2)
∂y
u=
∂t
Laju getar maksimum = π cm/s

4. Dua buah celah sempot berjaran 3 × 10-3 mm disinari cahaya yang panjang
gelombangnya 600 nm. Pola interferensi diamati pada layar yang berjarak 2,5 m dari
celah. (Gunakan pendekatan sudut kecil).
a) Tentukan beda fasa dari hasil interferensi dua gelombang pada titik di layar yang
berjarak 2,50 cm dari pusat pola interferensi

yang terjadi dalam fungsi sin θ .


b) Jika rasio jarak antar celah dengan lebar celah adalah 3, gambarkan pola intensitas

Jawab

y
θ

d
∆x =d sin θ
L

a) Beda fasa gelombang dari dua celah



δ = k∆x = d sin θ
λ
Untuk θ yang kecil sin θ ≈ tan θ = y / L . Jadi
2π 2π − 6 2,5 × 10
−2
δ≈ = × × = 0,1π rad
λ
y
L 600 × 10 −9
d (3 10 )
2,5

b) Maksimum interferensi terjadi jika


δ= d sin θ = 0, ±2π, ±4π, ±6π, …
λ
atau

234
λ 2λ 3λ
sin θ = 0, ± , ± , ± ,…
d d d
Minimum interferensi terjadi jika


δ= d sin θ = ±π/2, ±3π/2, ±5π/2, …
λ
atau
λ 3λ 5λ
sin θ = ± , ± , ± ,…
2d 2d 2d

Gambar pola interferensi sebagai berikut

0 λ/2d 3λ/2d 5λ/2d 7λ/2d sin θ


λ/d 2λ/d 3λ/d

Pola gelap difraksi terjadi jika

kw sin θ
= ±π, ±3π, ±5π,
2

(2π / λ ) w sin θ
= ±π, ±3π, ±5π,
2
atau

λ 3λ 5λ
sin θ = ± , ± , ± ,…
w w w
λd 3λ d 5λ d
= ± , ± , ± ,…
d w d w d w

= 3 sehingga
d
tetapi
w

235
3λ 9λ 15λ
sin θ = ± , ± , ± ,…
d d d

Gambar pola difraksi sebagai berikut

0 λ/2d 3λ/2d 5λ/2d 7λ/2d sin θ


λ/d 2λ/d 3λ/d
Gabungan pola interferensi dan difraksi menjadi

0 λ/2d 3λ/2d 5λ/2d 7λ/2d sin θ


λ/d 2λ/d 3λ/d

5. Kawat lurus panjang dial;iri arus yang berubah terhadap waktu I (t ) = (2t + 5) × 10 −3
A, dii mana t dalam detik. Di samping kawat tersebut diletakkan kawat berbentuk loop
segi empat yang memiliki hambatan R = 2 Ω. Diketahui L = 20 cm, b = 10 cm, dan a =
5 cm.
a) Tentukan besar dan arah medan magnet pada titik yang berjarak r dari kawat lurus
panjang
b) Berapa fluks magnetic total yang melewati loop kawat
c) Tentukan besar ggl induksi dalam loop kawat
d) Ke mana arah arus induyksi dalam loop kawat? Berikan alasannya

236
dr

L
i(t) r

a
b

Jawab
a)

i(t)

Lintasan ampere

Kita gunakan hukum ampere untuk menentukan kuat medan magnet pada jarak r dari
kawat

∫ • dl = µ o ∑ I
r r
B

∫ Bdl = µ o I (t )

B (2πr ) = µ o I (t )
atau
µ o I (t ) µ o (2t + 5) × 10 −3
B= =
2π r 2π
T
r

Dengan aturan tangan kanan maka arah medan magnet di sebelah kanan kawat tegak
lurus kertas ke arah belakang

b) Lihat elemen loop setebal dr yang berjarak r dari kawat. Luas elemen tersebut

237
µ o I (t )
dA = Ldr . Kuat medan magnet pada lokasi elemen B =
2π r
. Fluks magnetic pada

elemen
µ o I (t )
dφ = BdA =
2π r
Ldr

Fluks total dalam loop

µ o I (t ) µo dr µ o
∫ LI (t ) ∫
⎛a+b⎞
a +b a +b
φ= Ldr = = LI (t ) ln⎜ ⎟
a
2π r 2π a
r 2π ⎝ a ⎠

c) Karena loop hanya satu lilitan maka ggl yang dihasilkan

dφ µ dI (t ) ⎛ a + b ⎞ µ ⎛ 10 + 5 ⎞
ε =− =− o L ln⎜ ⎟ = − o × (0,2) × (2 × 10 ) × ln⎜
−3

dt 2π dt ⎝ a ⎠ 2π ⎝ 5 ⎠

= − 7 × 10 −5 µ o

d) Arus pada kawat lurus panjang makin besar sehingga fluks dalam loop makin besar.
Arus induksi harus melawan perubahan fluks dengan menghasilkan medan magnet
dalam arah berlawanan (tegak lurus kertas ke depan). Jadi arah arus induksi dalam loop
berlawnan dengan arah putaran jarum jam.

238
Bab 25
Pembahasan Ujian III Semester II 2002/2003

y1 = 0,3 cos(kx − ωt + π / 2 )
1. Tiga buah gelombang masing-masing mempunyai fungsi gelombang sebagai berikut

y 2 = 0,4 cos(kx − ωt + π )
y 3 = 0,3 cos(kx − ωt + 3π / 2)

(x dan y dalam meter dan t dalam detik)


a) Dengan cara fasor, gambarkanlah diagram fasor superposisi tiga buah gelombang di
atas

c) Jika ada gelombang lain, y 4 = 0,3 cos(kx − ωt + ϕ o ) disuperposisikan dengan


b) Tentukan amplitudo resultan dan fungsi gelombang resultan hasil superposisi tersebut

gelombang y1 = 0,3 cos(kx − ωt + π / 2 ) , tentukan ϕo agar resultan superposisinya


minimum.

Jawab

kx − ωt + π / 2 . Fungsi gelombang y1, y2, dan y3, sebagai berikut


a) Buat sistem koordinat dengan mengambil arah datar bersesuaian dengan fasa

y3 0,6
y2
y
θ
φ
0,4

kx-ωt+π/2
0,3 y1
0,3

b) Tampak bahwa amplitudo superposisi adalah

AT = (0,4) 2 + (0,3) 2 = 0,5 m

Perbedaan fase gelombang hasil superposisi dengan gelombang y1 adalah φ = π / 2 + θ


dengan tan θ = 3 / 4 atau θ = 37o = 0,2 π. Dengan demikian φ = π / 2 + 0,2π = 0,7π .

239
Jadi fungsi gelombang superposisi adalah

y = AT cos[kx − ωt + π / 2 + φ ]
= 0,5 cos[kx − ωt + π / 2 + 0,7π ]
= 0,5 cos[kx − ωt + 1,2π ] m

c) Gambar gelombang dalam diagram fasor.

y4 0,3 0,3 y1

Resultan superposisi minimum jika ke dua vektor berlawanan arah. Ini terjadi jika fasa
y4 dan fasa y1 berbeda π. Jadi

y 4 = 0,3 cos[kx − ωt + π / 2 + π ]
= 0,3 cos[kx − ωt + 2π / 2]
Dengan demikian φ = 3π / 2

2. Kawat AB dianggap memiliki panjang tak berhingga. Kawat tesebut dialiri arus I(t)
dengan arah ke atas. Di samping kawat AB ada loop kawat berbentuk bujur sangkar
di
dengan sisi L seperti pada gambar. Jika a = 0,1 m, b = 0,3 m, L = 0,2 m, dan = 1,2
dt
A/s, tentukan

B
dx

i(t) x L

A b

a) Besar dan arah medan magnet B pada jarak x dari kawat AB pada saat t
b) Fluks total yang menembus kawat

240
c) Besar dan arah ggl induksi dalam loop

Jawab
a) Besar medan magnet pada jarak x dari kawat adalah

µ o i (t )
B (t ) =
2π x

Dengan aturan tangan kanan, arah medan magnet tegak lurus kertas ke arah belakang.

i(t) L

A b

b) Lihat elemen loop setebal dx. Luas elemen tersebut adalah dA = Ldx . Flus magnet
pada elemen tersebut

µo
dφ = BdA =

dx
i (t ) L
x

Fluks total dalam loop

µo dx µ o dx µ o µ
φ=∫ = i (t ) L ∫ = i (t ) L[ln x ]a = o i (t ) L[ln b − ln a ]
b b

2π x 2π x 2π 2π
b
i (t ) L
a a

µo
=

b
i (t ) L ln
a

c) Ggl induksi dalam loop (hanya ada satu kumparan)

241

ε =−
dt
µo
=−

b di (t )
L ln

µ
a dt

= − o × 0,2 × ln × 1,2

0,3
0,1
0,12 µ o
=−
π
ln 3 volt

3. Dalam sebuah integrated circuit (IC) terdapat kapasitor pelat sejajar dengan lapisan
dielektrik (tebal 10 nm) yang memiliki konstanta dielektrik 200. Luas permukaan
kapasitor adalag 5 × 10-6 m2.
a) Tentukan kapasitansi kapasitor
b) Jika di antara ke dua permukaan kapasitor diberi baterei dengan beda potensial
sebesat 3 V, tentukan muatan dan energi yang tersimpan di dalamnya
c) Jika baterei dilepas dan diganti dengan sebuah resistor (R = 1 Ω), gambarkanlah
kurva muatan yang tersimpan dalam kapasitor sebagai fungsi waktu
d) Dengan terpasangnya resistor (R = 1 Ω) tersebut, tentukan waktu yang dibutuhkan
hingga muatan di dalam kapasitor tinggal setengah dari muatan penuhnya.

Jawab
a) Kapasitansi kapasitor pelat sejajar yang memiliki dielektrik di antara pelat

5 × 10 −6
C =κ = 200 × (8,856 × 10 −12 ) ×
A
d 10 −8
= 8,856 × 10 −7 F

b) Q = CV = (8,856 × 10 −7 ) × 3 = 2,7 × 10 −6 C
Energi yang tersimpan

U= CV 2 = × (8,856 × 10 −7 ) × 3 2 = 4 × 10 −6 J
1 1
2 2

c) Muatan yang tersimpan dalam kapasitor meluruh secara eksponensial sebagai berikut

Q = Qo e −t / RC = (2,7 × 10 −6 )e − t / RC

242
Q

Qo

d) Waktu agar muatan menjadi setengah muatan semula memenuhi

e −t / RC = 1 / 2
e t / RC = 2
t / RC = ln 2
t = RC ln 2 = 1 × (2,7 × 10 −6 ) ln 2 = 1,9 × 10 −6 s

4. Sebuah sumber gelombang bunyi dalam posisi diam memancarkan gelombang


ultrasonic dengan frekuensi 100 kHz ke arah sebuah mobil yang sedang bergerak
mendekati sumber tersebut. Diketahui laju rambat gelombang bunyi di udara adalah 330
m/s.
a) Tentukan panjang gelombang dan frekuensi gelombang bunyi yang diterima oleh
pengemudi mobil, jika mobil tersebut bergerak dengan laju 36 km/jam
b) Jika kemudian laju mobil berubah dan frekuensi yang dipantulkan oleh mobil dicatat
oleh seorang pengamat yang diam di samping sumber gelombang adalah 120 kHz,
hitung laju mobil tersebut

Jawab

Laju mobil = v m = 36 km/jam = 36 000 m/3 600 s = 10 m/s


a) Di sini situasinya adalah: sumber bunyi diam diamati oleh pengamatan yang
bergerak mendekati sumber bunyi. Frekuensi yang diterima pengamatan adalah

vb + v m 330 + 10
f = fo = × 100 = 103 Hz
vb 330

243
vb = 330 m/s

vb = 36 km/jam

fo = 100 kHz

b) Frekuensi yang diterima mobil juha 103 Hz. Karena mobil berperan sebagai sumber
gelombang pemantul dan sedang bergerak menuju pengamatan yang diam dengan
sumber bunyi awal maka frekuensi yang diterima pengamat ini adalah

vb = 330 m/s

vb = 36 km/jam

fo = 100 kHz

⎛ v + v m ⎞ vb + v m
f '= f = × ⎜⎜ b f o ⎟⎟ =
vb vb
vb − v m v b − v m ⎝ vb ⎠ vb − v m
fo

330 + v m
120 = × 100
330 − v m

× (330 − v m ) = 330 + v m
120
100

396 − 1,2v m = 330 + v m

244
66 = 2,2v m

v m = 66 / 2,2 = 30 m/s = 108 km/jam

5. Tiga buah muatan berturut-turut QA = 1 µC, QB = 1 µC, dan QC = -1 µC terletak di


titik-titik berturut A(-2,0), B(2,0), dan C(0,2) (dalam satuan meter dan sumbu koordinat
xy).
a) Gambarkan medan listrik di titik O(0,0) dan tentukan besar dan arah kuat medan
listrik resultan di titik tersebut
b) Tentukan besar dan arah vektor gaya resultan pada muatan di titik C
c) Tentukan besar potensial listrik di titik O(0,0)

Jawab
a)

QC

EC ER = EC

EB EA

QA QB

Tampak dari gambar

rA = −2iˆ m, rB = 2iˆ m, rC = 2 ˆj m
r r r

Posisi relatif titik O terhadap masing-masing muatan

rOA = 0 − (−2iˆ) = 2iˆ m, rOB = 0 − (2iˆ) = −2iˆ m, rOC = 0 − (2 ˆj ) = −2 ˆj m


r r r

Kuat medan di titik O

EO = EOA + EOB + EOC


r r r r

= r + r +
QA r 1 QB r 1 QC r
4πε o rOA 4πε o rOB 4πε o rrOC 3
1
r 3 OA r 3 OB
rOC

245
10 −6 ˆ) + (9 × 10 9 ) × 10 × (−2iˆ) + (9 × 10 9 ) × − 10 × (−2 ˆj )
−6 −6
= (9 × 10 9 ) × ×
− 2iˆ − 2 ˆj
3
( 2i 3 3
2iˆ

= 2,25 × 10 3 ĵ N/C

b)

QC
FCA FCB
FA FB

FAC FC FBC
FAB FBA
QA QB

Posisi relatif C terhadap A: rCA = rC − rA = 2 ˆj − (−2iˆ) = 2iˆ + 2 ˆj m


r r r

Posisi relatif C terhadap B: rCB = rC − rB = 2 ˆj − 2iˆ m


r r r

Panjang vector-vektor tersebut: rCA = 2 2 + 2 2 = 2 2 m


r

rCB = 2 2 + (−2) 2 = 2 2 m
r

Gaya total pada muatan C

FC = FCA + FCB
r r r

= rCA +
Q A QC r 1 QB QC r
4πε o rCA 4πε o rrCB 3
1
r 3
rCB

= (9 × 10 9 ) ×
(10 )(− 10 ) × (2iˆ + 2 ˆj ) + (9 × 10
−6 −6
9

(10 )(− 10 ) × (−2iˆ + 2 ˆj )
−6 −6

3 3
2 2 2 2

10 −12
= −(9 × 10 ) ×
9
3
× (2iˆ + 2 ˆj − 2iˆ + 2 ˆj )
2 2

246
10 −12
= −(9 × 10 9 ) × 3
× (4 ˆj ) = 1,6 × 10 −3 N
2 2

c) Potensial di titik (0,0)

VO = VOA + VOB + VOC

= r + r +
4πε o rOA 4πε o rOB 4πε o rOC
1 QA 1 QB 1 QC
r

10 −6 10 −6 − 10 −6
= (9 × 10 9 ) × + (9 × 10 9 ) × + (9 × 10 9 ) × = 4500 V
2iˆ − 2iˆ − 2 ˆj

247
Bab 26
Pembahasan Ujian III Semester II 2003/2004

1. Dua muatan sebesar q = +4,0 µC di tempatkan dalam ruang pada jarak d = 2,0 m satu
sama lain seperi pada gambar di bawah.

d/2
q q

d/2 d/2

a) Hitung potensial di titik P


b) Jika seseorang membawa muatan sebesar Q = +2,0 µC secara perlahan dari titik tak
terhingga ke titik P, tentukan besarnya usaha yang dilakukan orang tersebut.
c) Hitung energi potensial dari konfigurasi yang terbentuk setelah muatan ke-3 (Q)
ditempatkan di titik P

Jawab
a)

r
rP
q q
r r
r2 r1

Vektor posisi muatan kanan, kiri, dan titik P adalah

r1 = iˆ = 1,0 iˆ m, r2 = − iˆ = −1,0 iˆ m, rP = ˆj = 1,0 ˆj m


r d r d r d
2 2 2
Posisi relatif P terhadap muatan-muatan

rP1 = rP − r1 = 1,0 ˆj − 1,0 iˆ m, rP 2 = rP − r2 = 1,0 ˆj + 1,0 iˆ m


r r r r r r

248
rP1 = 12 + (−1) 2 = 2 m, rP 2 = 12 + 12 = 2 m
r r

Potensial di titik P

VP = r +
4πε o rP1 4πε o rP 2
1 q 1 q
r

4 × 10 −6 4 × 10 −6
= (9 × 10 9 ) + (9 × 10 9 ) = 5,1 × 10 4 V
2 2

b) (Anggap tidak ada perubahan energi kinetik selama membawa muatan dari tak
berhingga ke titik P). Kerja yang dilakukan sama dengan perubahan energi potensial
yaitu

W = UP −U∞
= QVP − 0 = (2,0 × 10 −6 ) × (5,1 × 10 4 ) = 0,102 J

c)
Q

d/ 2 d/ 2

q q

Energi potensial konfigurasi

U = U kiri ,Q + U kanan,Q + U kiri ,kanan

= + +
4πε o d / 2 4πε o d / 2 4πε o d
1 qQ 1 qQ 1 qq

=
4πε o d
1 q
(
Q 2 +Q 2 +q =
4πε o d
1 q
2Q 2 + q) ( )
⎛ 4 × 10 −6
= (9 × 10 9 )⎜⎜

(
⎟⎟ 2 × 2 × 10 −6 × 2 + 4 × 10 −6 )
⎝ 2 ⎠
= 0,17 J

249
2. Tinjau rangkaian berikut. Diketahui R1 = 100 Ω, R2 = 80 Ω, C = 1 µF, dan ε = 6 V.
Dalam keadaan kapasitor terisi muatan maksimum, I3 = 30 mA.

R2
a

ε
C
I1 I3 I2
R1 R3

a) Hitung nilai R3
b) Tentukan besarnya tegangan pada kapasitor C
c) Tentukan muatan maksimum dalam kapasitor

Jawab
a) Jika kapasitor penuh maka jalur rangkaian yang mengandung kapasitor tidak dilewati
arus (seolah terputus). Rangkaian akan menjadi sedehana sebagai berikut

ε
I1 I3
R1 R3

b
Dari gambar jelas bahwa I1 = I3.
Dengan hokum Kirchoff untuk rangkaian tertutup maka

∑ IR − ∑ ε = 0
I 1 R1 + I 3 R3 − ε = 0
ε − I 1 R1 6 − (30 × 10 −3 ) × 100
R3 = = = 100 Ω
I3 30 × 10 −3

250
b) Lihat loop rangkaian berikut ini

R2 I2 = 0
a c

ε
C
I3
R3

b d

∑ IR − ∑ ε
Tegangan antara dua ujung kapasitor adalah Vcd.
Vcd =
c − a −b − d c − a −b − d

= (I 2 R2 + I 3 R3 ) − (ε ) = 0 + (30 × 10 −3 ) × 100 − 6 = −3 V

Jadi, beda potensial antara dua ujung kapasitor adalah 3 V. Nilai negatif menyatakan
bahwa teangan di titik c lebih kecil daripada di titik d.

c) Muatan maksimum kapasitor

Q = C Vcd = (1 × 10 −6 ) × 3 = 3 × 10 −6 C

3. Sebuah kawat berarus yang bebentuk seperti pada gambar di bawah ini dialiri arus I
yang arahnya ditunjukan oleh anak panah. Tentukan besar dan arah medan magnet B di
titik O
a) Oleh kawat setengah lingkaran CD dan EA
b) Oleh kawat lurus AC dan DE
c) Oleh seluruh kawat (total)

251
I

R
A E
C O D
2R

Jawab
a) Medan magnet oleh lekukan CD

C D

Karena berupa setengah lingkaran maka

BCD = × (medan oleh satu lingkaran)


1
2
1 ⎛ µo I ⎞ µo I
= ×⎜ ⎟=
2 ⎝ 2 R⎠ 4 R
Dengan aturan tangan kanan, arah BCD tegak lurus kertas menembus ke belakang.

Medan magnet oleh lekukan EA

B EA = × (medan oleh satu lingkaran)


1
2
1 ⎛ µo I ⎞ µo I
= ×⎜ ⎟=
2 ⎝ 2 2R ⎠ 8 R

Dengan aturan tangan kanan, arah BEA tegak lurus kertas menembus ke belakang.

252
A E

2R

b) Medan listrik oleh bagian lurus AC dan DE masing-masing nol karena titik
pengamatan berada pada sumbu kawat.

c) Medan total di titik O


B = BCD + BEA + B AC + B DE
µo I µo I 3µ o I
= + +0+0 =
4 R 8 R 8 R

arah medan total tegak lurus kertas menembus ke belakang

4. Tinjau sebuah kumparan dengan 300 lilitan dan luas penampang 5 × 10-3 m2. Pada t =
0 detik medan magnet dihidupkan, dan besarnya medan magnet meningkat menjadi 0,40
T pada waktu t = 0,8 detik. Medan tersebut diarahkan sehingga membentuk sudut θ =
60o terhadap sumbu kumparan.

a) Tentukan besar ggl induksi rata-rata dalam kumparan


b) Jika kumparan tersebut mempunyai resistansi 6,0 Ω, tentukan arus induksi
rata-ratanya

253
Jawab

φ = BA cos θ
a) Fluks magnetik dalam kumparan

∆φ = ∆( BA cos θ ) = ∆B A cos θ
Perubahan fluks magnetic

GGl induksi yang dihasuilkan


∆φ ∆B
ε = −N = − NA cos θ
∆t ∆t

= −300 × (5 × 10 −3 ) × cos 60 o × = −0,375 V


0,4
0,8
Jadi besar ggl yang dihasilkan adalah 0,375 V

b) Besar arus yang mengalir


ε
I= = = 0,0625 A
0,375
R 6

5. Susunan celah ganda yang terpisah sejauh 0,1 mm disinari dengan cahaya sehingga
spectrum gelap-terang dapat diamati pada suatu layar yang berada pada jarak 1,0 m dari
celah. Spektrum gelap ke-3 diamati pada jarak h = 13,5 mm dari spektrum pusat.
a) Tentukan panjang gelombang yang digunakan
b) Tentukan jarak linier antara dua spectrum terang yang terdekat
c) Gambarkan pola interferensi sebagai fungsi jarak/lintasan cahaya

Jawab
a)
Gelap 3
Gelap 2

θ
h

θ
Gelap 1
d Pusat layar

d sin θ
L=1m

254
Spektrum gelap diamati jika beda lintasan ∆x = d sin θ memenuhi

d sin θ = λ/2, 3λ/2, 5λ/2, 7λ/2, …


Dengan demikian, garis gelap ketiga memuhi


d sin θ =
2
Biasanya pada peristiwa interferensi nilai θ sangat kecil sehingga dapat dilakukan
pendekatan sin θ ≈ tan θ . Dengan demikian


d tan θ ≈
2
Dari gambar tampak bahwa tan θ = h / L . Dengan demikian

h 5λ
d ≈
L 2
atau
2 hd 2 (13,5 × 10 −3 )(0,1 × 10 −3 )
λ≈ = = 5,4 × 10 −7 m
5 L 5 1,0

b) Misalkan lokasi gelap terang di layar seperti pada gambar berikut ini

∆y/2
Gelap 3
Terang 2
∆y Gelap 2
h
Terang 1
∆y Gelap 1

Terang pusat

Layar
Celah

Misalkan jarak linier dua garis terang berdekatan adalah ∆y . Berdasarkan gambar di

255
atas

h = ∆y + ∆y + ∆y / 2 = 5∆y / 2
Jadi

∆y = h = × 13,5 = 5,4 mm
2 2
5 5

c) Untuk interferensi dua celah


Beda lintasan yang menghasilkan garis gelap adalah
d sin θ = ±λ/2, ±3λ/2, ±5λ/2, ±7λ/2, …
Beda lintasan yang memberikan garis terang adalah
d sin θ = 0, ±λ, ±2λ, ±3λ, ±4λ, …

Gambar pola interferensi sebagai fungsi beda lintasan sebagai berikut

-5λ/2 -2λ -3λ/2 -λ -λ/2 0 λ/2 λ 3λ/2 2λ 5λ/2


d sin θ

256
Bab 27
Pembahasan Ujian III Semester II 2003/2004
1. Sebuah batang dengan panjang L bermutana listrik total –Q yang terdistribusi
serbasama.
a) Tentukan rapat muatan batang tersebut
b) Tentukan besar dan arah medan listrik di titik P yang berjarak a dari ujung batang

Muatan batang -Q
P

L a

Jawab
a) Kerapatan muatan batang λ = −
Q
L

b)

x L+a-x
dx P

L a

Tinjau elemen batang dengan ketebalan dx dan berjarak x dari ujung batang. Muatan

dq = λdx
elemen tersebut adalah

y = L+a−x
Jarak elemen ke titik pengamatan

Kuat medan listrik di titik pengamatan oleh elemen dq


dE =
4πε o y 2
1 dq

λdx
=
4πε o ( L + a − x) 2
1

λdx λ L
Kuat medan total di titik pengamatan

E= ∫ = ∫
L

4πε o 0 ( L + a − x) 4πε o 0 ( L + a − x) 2
1 dx
2

257
Untuk menyelesaikan integral di atas kita misalkan y = L + a − x . Dengan permisalan
tersebut maka dy = − dx . Lihat suku integral

∫ ( L + a − x) 2 = ∫ y 2 = y = ( L + a − x)
dx − dy 1 1

Jadi
λ ⎡ ⎤ λ ⎡ ⎤
E= = −
4πε o ⎣ ( L + a − x) ⎦ 0 4πε o ⎣ ( L + a − L) ( L + a − 0) ⎥⎦
⎢ ⎥ ⎢
L
1 1 1

λ ⎡1 1 ⎤ λ
= ⎢ − ⎥ =
4πε o ⎣ a L + a ⎦ 4πε o a ( L + a )
L

Gunakan kembali hubungan λ = −


Q
sehingga kita dpat menulis
L
E=−
4πε o a( L + a )
1 Q

Karena muatan batang negatif maka arah medan di titik P menuju ke batang, yaitu ke
arah kiri.

2. Sebuah partikel bermuatan bergerak dengan laju vo memasuki daerah medan magnetik
seragam B (arah B keluar bidang kertas), dan kemudian partikel meninggalkan daerah
tersebut dengan arah berlawanan (lihat gambar).

• • • • • •
• • • • • •
vo

• • • • • •
• • • • • •
• • • • • •
vo

• • • • • •
B

a) Apakah jenis muatan partikel tersebut? Jelaskan


b) Gambarkan dan sebutkan bentuk lintasan partikel di dalam daerah bermedan magnetik
B tersebut
c) Tentukan laju partikel tersebut ketika meninggalkan medan magnetik

Jawab

258
• • • •
a)

• • • •
• • • •
vo

• • • •
F

• • • • vo

• • • •
B

Gaya yang bekerja pada partikel

F = qv × B
r r r

Berati arah gaya searah dengan perkalian v × B jika q positif dan berlawanan dengan
r

v × B jika q negatif. Arah perkalian v × B sama dengan arah maju sekrup ketika diputar
r r
r r
dari arah vektor v ke arah vektor B .
r r
Ketika partikel memasuki medan magnet arah v ke kiri dan B tembus kertas ke
depan sehingga arah v × B ke atas. Untuk membelokkan partikel arah F harus ke bawah,
r r

yaitu berlawanan dengan arah v × B . Kita simpulkan partikel bermuatan negatif.


r

b) Bentuk lintasa partikel dalam medan magnetik adalah setengah lingkaran.


Penyebabnya adalah karena arah gaya selalu tegak lurus arah keceptan.

c) Gaya magnetik selalu tegak lurus kecepatan sehingga tidak menghasilkan tambahan
laju. Gaya magnetik hanya mengubah arah kecepatan. Jadi, saat meninggalkan medan
magnetik laju partikel tetap vo.

3. a) Manakah dari dua lampu identik (60 W/220 V) di antara dua rangkaian berikut yang

Hz, L = 0,1 mH, dan C = 20 µF? Jelaskan


menyala paling terang jika dipasang pada sumber tegangan yang sama pada frekuensi 50

L C

Rangkaian I Rangkaian II

259
W/220 V) menyala paling terang jika L = 0,2 mH dan C = 10 µF.
b) Tentukan frekuensi sumber yang diperlukan pada rangkaian di bawah agar lampu (60

L C

Jawab
a) Hambatan yang dimiliki masing-masing lampu
R= = = 807 Ω
V 2 220 2
P 60

X L = ωL = 2πfL = 2 × 3,14 × 50 × (0,1 × 10 −3 ) = 0,0314 Ω


Reaktansi induktif untuk rangkaian I

Reaktansi kapasitif untuk rangkaian II


XC = = = = 159 Ω
ωC 2πfC 2 × 3,14 × 50 × (20 × 10 −6 )
1 1 1

Impedansi rangkaian I
Z I = R 2 + X L2 = (807) 2 + (0,0314) 2 = 807 Ω

Impedansi rangkaian II
Z II = R 2 + X C2 = (807) 2 + (159) 2 = 823 Ω

Arus efektif pada rangkian I


I 1ef = = = 0,273 A
V 220
Z I 807

Arus efektif pada rangkian II


I 2 ef = = = 0,267 A
V 220
Z II 823

P1 = VI 1ef cos θ
Daya yang dihasilkan lampu I

Karena sudut antara tegangan dan arus nol maka θ = 0 dan cos θ = 1. Dengan demikian

260
P1 = VI 1ef = 220 × 0,273 = 60 W

P2 = VI 2ef = 220 × 0,267 = 58,74 W


Dengan cara yang sama kita dapatkan daya pada lampu II

Kita simpulkan lampu pada rangkaian I menyala lebih terang

b) Reaktansi kapasitif X C = 1 / ωC
Reaktansi induktif X L = ωL
Impedansi rangkaian RLC adalah Z = R 2 + ( X L − X C ) 2 . Lampu menyala paling terang
jika arus paling besar, dan arus paling besar jika impedansi paling kecil. Impedansi paling

XL = XC
kecil terjadi saat

ωL = 1 / ωC

atau
ω= = = 2,24 × 10 4 rad/s
1 1
LC (0,2 × 10 −3 )(10 × 10 −6 )

tetap sebesar θ. Jika amplitudo (6 cm), frekuensi (100 Hz), dan panjang gelombang (20
4. Dua buah gelombang harmonik bergerak pada sumbu x positif, dengan beda fase selalu

a) Aplitudo gelombang resultan jika θ = π/2


cm) kedua gelombang tersebut sama, tentukan

b) Nilai-nilai θ yang menyebabkan amplitudo gelombang resultan maksimum

Jawab
a) Untuk gelombang yang merambat ke arah x positif

y1 = A cos(kx − ωt )
y 2 = A cos(kx − ωt + θ )

y = y1 + y 2 = A cos(kx − ωt ) + A cos(kx − ωt + θ )
Superposisi kedua gelombang

= 2 A cos
(kx − ωt + θ ) + (kx − ωt ) cos (kx − ωt + θ ) − (kx − ωt )
= 2 A cos(kx − ωt + θ / 2 ) cos(θ / 2 )
2 2

= AR cos(kx − ωt + θ / 2 )

Dengan AR = 2 A cos(θ / 2 ) adalah amplitudo gelombang superposisi. Jika θ = π/2 maka


AR = 2 × 6 × cos(π / 4 ) = 8,5 cm.

b) Amplitudo maksimum terjadi jika cos θ / 2 = ±1 . Ini dipenuhi oleh θ/2 = 0 atau θ/2 = π.

261
5. Sebuah batang konduktor dengan panjang L = 0,04 m bergerak memasuki medan
magnetik B yang besarnya 0,5 T dengan arah masuk bidang gambar. Batang tersebut
bergerak dengan laju tetap v = 6 cm/s ke bawah seperti yang ditunjukkan pada gambar di
bawah.

L
konduktor
P Q
v

a) Berapa besar ggl induksi pada batang selama bergerak dalam medan B
b) Ujung mana pada batang yang potensialnya lebih tinggi, P atau Q? Jelaskan

Jawab
a) Untuk memudahkan dalam menentukan ggl serta arus induksi yang dihasilkan, kita
buat loop virtual sebagai berikut

P Q
v x
B

Luas loop virtual adalah

A = Lx

Fluks magnet dalam loop virtual

φ = BA = BLx

GGl yang dihasilkan

262

ε =− = − ( BLx) = − BL = − BLv
d dx

= −0,5 × 0,04 × (6 × 10 −2 ) = −0,0012 V


dt dt dt

b) Ketika batang bergerak turun maka luas loop makin kecil sehingga fluks makin kecil.
Berdasakan hokum Lentz, aus induksi yang dihasilkan melawan perubahan fluks dengan
cara memperbesar fluks. Untuk ini maka medan yang dihasilkan arus induksi searah
dengan medan yang telah ada. Agar ini terjadi maka dengan aturan tangan kanan, aliran
arus dalam loop harus searah putaran jarum jam

P Q

Saat batang bergerak turun dalam medan magnet maka batang berperan sebagai sebuah
baterei. Agar arus dalam loop virtual bergeral searah putaran jarum jam maka kutub
positiuf baterei harus titik Q dan kutub negatif titip P. Jadi titik Q memiliki potensial
lebih tinggi dari titik P.

Penjelasan lain
Batang konduktor memiliki elektron yang dapat bergerak bebas. Ketika batang bergerak
ke bawah maka electron dalam batang juga ikut bergerak ke bawah. Kerana gerakan
el;ektron berlangsung dalam medan magnet maka electron mengalami gaya Lorentz.
Dengan aturan tangan kanan maka arah gaya pada elekteron adalah ke arah kiri batang.
Akibatnya electron menyimpang ke ujung kiri batang dan menyisakan muatan piositif di
ujung kanan batang. Dengan demikian potensial di ujung kiri batang lebih rendah
daripada potensial di ujung kanan.

6. Pola interferensi dihasilkan oleh gelombang koheren yang keluar dari empat buah
celah sempit dengan jarak antara celah seragam
a) Dengan menggunakan diagram fasor, tentukan beda fase gelombang yang keluar dari
dua buah celah berurutan agar dihasilkan
i) interferensi maksimum
ii) interferensi minimum
b) Buatlah sketsa pola interferensi terhadap beda fase

Jawab

263
a)

d sin θ

celah layar

Beda fase gelombang dari dua celah berdekatan adalah δ = kd sin θ . Amplitudo
gelombang superposisi dapat ditentukan dengan diagram fasor dengan cara

berurutan adalah δ.
menjumlahkan empat vektorn yang panjangnya sama dan sudut antara dua vektor

i) Inteferensi maksimum utama terjadi ketika penjumlahan empat vector sebagai berikut

δ=0 AT = 4A

Pada penjumlahan ini, δ = 0, 2π, 4π, … dan AT = 4 A

ii) Interferensi minimum terjadi ketika

penjumlahan empat vector sebagai berikut

δ δ = π/2 AT = 0

Pada penjumlahan ini, δ = π/2 dan AT = 0

penjumlahan empat vector sebagai berikut

264
δ=π AT = 0

Pada penjumlahan ini, δ = π dan AT = 0

penjumlahan empat vector sebagai berikut

δ = 3π/2 AT = 0

Pada penjumlahan ini, δ = 3π/2 dan AT = 0

b) Pola intensitas sebagai fungsi beda fase sebagai berikut

δ
0 π/2
π
3π/2

265

Anda mungkin juga menyukai