Anda di halaman 1dari 29

Rangkuman Materi Pertemuan 4

Unsur-unsur cuaca/iklim dan dinamikanya secara spasiotemporal, meliputi suhu,


kelembapan, tekanan, angin, awan, hujan

A. Suhu
1. Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda, semakin tinggi suhu benda, semakin
panas benda tersebut. Suhu dapat diukur menggunakan termometer (thermo =
panas, meter = mengukur). Suhu juga disebut temperatur yang dinyatakan dengan
derajat Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin.

Celcius Reamur Fahrenheit Kelvin


Titik Didih 100 80 212 373
Titik Beku 0 0 32 273
Selisih 100 80 180 100
Perbandingan 5 4 9 5

Suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata gerakan molekul-molekul,


sehingga hubungan antara energi kinetik dengan suhu menunjukkan hubungan
linier. Namun tidak semua bentuk energi diwakili oleh suhu, seperti pada
atmosfer, peningkatan panas laten akibat penguapan tidak menyebabkan
kenaikan suhu udara, tetapi menurunkan suhu udara karena proporsi panas
menjadi berkurang. Suhu dipengaruhi oleh jumlah panas yang dikandung suatu
benda dan tergantung pada kapasitas panas (massa dan panas jenis) yang dapat
dikandung. Perpindahan panas terjadi dari tempat atau benda yang mempunyai
tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah (suhu tinggi ke
suhu rendah) melalui 3 proses, yaitu konduksi (perambatan panas melalui
medium), konveksi (terjadi pada cairan dan gas, panas dipindahkan bersama-
sama dengan fluida yang bergerak, lebih efektif dibandingkan dengan proses
lainnya dalam pembahasan cuaca dan iklim), dan radiasi (perpindahan panas
dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang tidak membutuhkan medium).
Abssorpssi atmosfer yang efektif
dilakjuykan oleh uap air (dan butir dalam
awan), CO2, serta partikel debu mikroskopik.
Adanya awan dalam atmossfer pada malam hari
dapat menahan jumlah radiasi bumi yang
dipancarkan ke angkasa, sehingga akan
mengurangi penurunan suhu udara yang
ekstrem. Sebaliknya, paada siang hari dapat
menimbulkan fenomena “pengaruh rumah
kaca”. Pagi hari sampai sore hari, bumi
menerima banyak energi matahari, sedangkan
pada sore hari saat suhu maksimum pancaran
radiasi gelombang panjang tertawan oleh awan, sehingga jika kandungan uap air
dalam awan tinggi, maka suhunya lebih tinggi.
2. Pola Suhu Harian
Suhu udara selalu mengalami perubahan setiap waktu, suhu maksimum terjadi
setelah kulminasi atas dan suhu minimum terjadi sesaat sebelum matahari terbit.
Pola suhu harian merupakan pola umum, jika langit cerah. Namun jika berawan,
pola suhu harian menjadi berubah karena intensitas insolasi berkurang sehingga
suhu harian menjadi rendah.
3. Pola Suhu Tahunan
Pola suhu tahunan dipengaruhi oleh revolusi bumi. Lintang tempat suatu
wilayah dalam menerima radiasi matahari mengalami perubahan sudut datang
dan jarak, sehingga intensitas insolasi mengalami perubahan. Rata-rata suhu
tahunan maksimum di belahan bumi utara (23.5° LU) terjadi pada bulan Juni-Juli
dan suhu tahunan minimum terjadi pada bulan Desember-Januari, begitupun
sebaliknya pada belahan bumi selatan.

Selain itu, pola suhu tahunan dipengaruhi oleh daratan dan lautan. Pada daerah
yang sangat dipengaruhi oleh daratan (kontinen) fluktuasi suhu lebih tinggi,
terlihat pada musim panas dan dingin yang tajam. Sebaliknya, fluktuasi yang
terjadi di daerah lautan (marine), fluktuasi lebih rendah.

4. Variasi Suhu Horizontal


Variasi suhu secara horizontal diakibatkan oleh perbedaan intenssitass
insolasi pada setiap garis lintang dan kondisi cuaca lokal suatu tempat (terrestrial
control, yaitu daratan dan lautan, arus laut, angin, presipitassi, masssa udara,
perawanan, dan topografi). Suhu tinggi di daerah lintang rendah (ekuator) dan
semakin rendah ke daerah lintang tinggi (kutub). Variasi suhu horizontal dapat
dilihat pada peta isoterm (menggambarkan distribusi ssuhu secara horizontal
dalam bentuk garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki
suhu sama).
5. Variasi Suhu Vertikal
Semakin tinggi tempat (elevassi) sushu akan semakin turun karena ssumber
utama panas adalah bumi, sehingga bertambahnya jarak dari bumi akan semakin
turun suhunya, densitas uap air yang berkurang pada ssetiap kenaikan elevassi
sehingga sedikit sekali panass yang diabsorpsi, berukrangnya suhu udara karena
mengembang dan naiknya udara dari permukaan bumi. Perubahan suhu secara
vertikal dissebut gradien suhu vertikal atau lapse rate yang besarnya 0.6°-
1.0°/100 meter melalui prosess adiabatik kering atau adiabatik basah.
6. Efek Gerakan Udara Vertikal pada Suhu
Udara yang bergerak naik ataupun turun dapat disebabkan karena
a. Pemasanan dan pendinginan, bila permukaan bumi panas, maka udara di
atasnya pun menjadi panass, karena kondukssi dan radiassi bumi. Udara panas
akan mengembang dan naik, sehingga suhunya menjadi turun. Sedangkan
pada udara yang mengalami pendinginan akan bergerak turun, akibatnya suhu
menjadi naik.
b. Topografi, udara yang bergerak melewati pegunungan dipaksas naik sehingga
mengalami penurunan suhu, tetapi setelah melewati puncak gunung, udara
bergerak turun dan terjadi peningkatan suhu yang dikenal sebagai angin jatuh
panas (fohn)
c. Efek fohn, bila terjadi pertemuan antara massa udara panas dengan massa
udara dingin, maka fohn merupakan batas permukaan. Massa udara dingin
mengalir di bawah massa udara panas dan kemudian mendorong massa udara
panas naik, sehingga terjadi penurunan suhu.
d. Gerakan udara konvergen dan devergen, akibat udara yang bergerak akan
terjadi tumbukan udara (konvergen) ataupun saling meninggalkan tempat ke
arah yang berlawanan (devergen). Gerakan udara konvergen dan menukik ke
bawah menyebabkan kenaikan suhu, tetapi gerakan konvergen naik
menyebabkan penurunan suhu. Gerakan udara devergen akan menyebabkan
penurunan suhu, karena terjadi perenggangan udara.
7. Adiabatik
Proses perubahan suhu udara tanpa ada pertukaran panas antara sistem dan
lingkungannya disebut adiabatik. Proses adiabatik secara sederhaa dapat
dijelaskan bahwa pada udara yang bergerak vertikal, paket udara yang bergerak
dianggap kering. Apabila paket udara yang bergerak mengandung uap air, maka
proses adiabatik menyebabkan suhunya turun. Jika paket udara terus bergerak,
maka suhu akan terus menurun, kelembapan relatif bertambah, sehingga jenuh
dan terjadi kondensasi. Jika belum terjadi kondensasi, penurunan suhu paket
berlangsung dengan laju penurunan adiabatik kering, yaitu sebesar 1°C/100
meter. Pada saat terjadi kondensasi, dilepasskanlah panas laten kondensassi.
Panas laten kondensasi ini tidak keluar dari sistem atau paket, tetapi digunakan
untuk memanaskan paket udara tersebut
Gambar a berikut menunjukkan perubahan suhu secara adiabatik kering
(100°C/1000 m) dimulai dari suhu permukaan 30°C ketika udara naik sampai
pada ketinggian 3000 m suhu turun menjadi 0°C. Gambar b menunjukkan
terjadinya adiabatik kering yang membawa udara lembab dan mengalami
kondensasi pada ketinggian 1000 m. setelah terjadi kondensasi udara tetap
bergerak vertikal dan terjadi penurunan suhu secara adiabatik basah (5°C/1000
m), sehingga pada ketinggian 3000 m suhu menjadi 10°C.
8. Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca adalah kemampuan atmposfer untuk mempertahankan suhu
udara panas yang nyaman dalam perubahan yang kecil. Kontribusi beberapa gas
diantaranya H2O, CO2, O2, N2O, CH4, CFM, NH3, NO2, SO2, O2, dan N2. Jadi
uap air H2O memegang peranan penting dalam peningkatan suhu udara di
permukaan bumi karena kontribusinya dalam mengaborpsi radiasi matahari.

9. Alat Pengukur Suhu Udara


Alat pengukur suhu udara dikenal dengan nama termometer. Termometer
yang digunakan dalam stasiun meteorologi terdiri dari beberapa macam, yaitu
termometer bola kering, termometer bola bassah, termometer maksimum, dan
termometer minimum.
B. Tekanan Udara
1. Tekanan Udara
Semakin tinggi tempat semakin berkurang tekanannya, karena semakin tipis
kolom udara yang menekan ke permukaan. Udara merupakan gas, maka tekanan
yang ditimbulkan dapat juga dihubungkan dengan jumlah dan kecepatan
molekul-molekul yang menerpa permukaan. Tekanan dapat dihubungkan dengan
suhu maupun dengan perubahan kerapatan. Kerapatan udara rendah yang
disebabkan oleh jumlah molekul yang sedikit per satuan volume, berakibat pada
tekanan tekanan udara yang rendah. Kecepatan gerak molekul udara dipengaruhi
oleh suhu, apabila suhu meningkat energi kinetiknya semakin tinggi, sehingga
semakin cepat juga molekul bergerak.
Tekanan udara diatas permukaan bumi mengalami perubahan karena fungsi
ketinggian tempat dan setiap lapisan di atmosfer, yang disebut variasi tekanan
udara vertikal. Sedangkan variasi tekanan udara horizontal adalah karena
perbedaan wilayah astronomis sseperti lintang dan bujur. Variassi tekanan udara
horizontal dissebabkan adanya variassi insolasi yang berakibat pada variasi suhu.
Hubungan antara suhu, tekanan, pergerakan panas dan angin dapat dilihat pada
gambar berikut

2. Distribusi Tekanan Udara Vertikal


Udara bersifat compressible, yaitu dapat dimampatkan dan direnggangkan
dengan perubahan suhu maupun ketinggian. Udara pada lapisan bawah paling
padat, sehingga tekanannya tinggi. Semakin naik ketinggiaannya udara semakin
renggang, sehingga tekanannya semakin rendah.

3. Rumus Tekanan Udara


𝑃ℎ = (𝑃𝑢 − ) 𝑐𝑚𝐻𝑔
100
𝑃ℎ = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 ℎ
𝑃𝑢 = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡
ℎ = 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛
4. Distribusi Tekanan Udara Horizontal
Perbedaan tekanan udara antar wilayah ditentukan oleh ketinggian tempat,
namun bukan berarti ketinggian tempat sama, tekanan udara juga sama, karena
terdapat faktor lain, yaitu lintang dan suhu. Perbedaan suhu disebabkan oleh
kondisi lokal wilayah dan kondisi wilayah ini disebabkan oleh wilayah natural
atau lingkungan fisik akibat kegiatan manusia.
Distribusi tekanan udara horizontal dapat dilihat pada peta tekanan udara
(pressure maps) yang berisi tentang isobar (garis khayal yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai tekanan udara sama). Perubahan tekanan udara secara
horizontal diukur dari tekanan tinggi ke tekanan rendah tegak lurus dengan isobar
terdekat dan merupakan jarak terpendek di antara isobar tersebut, sehingga
gradien tekanan ini merupakan perubahan tekanan terbesar.

5. Alat Pengukur Tekanan Udara


Alat pengukur tekanan udara disebut Barometer. Barometer digolongkan
menjadi tiga, yaitu Barometer Air Raksa, Barometer Aneroid, dan Barograf.
6. Stabilitas Atmosfer
Sifat tmosfer yang dinamis sebagai akibat dari variasi suhu dan tekanan. Udara
dapat bergerak vertikal ke atas ataupun ke bawah, dan juga dapat bergerak secara
horizontal. Udara bergerak di antara udara diam, hal ini berarti bahwa tidak
semua udara bergerak secara bersamaan apalagi dengan arah yang sama. Jadi
udara dapat bergerak di antara udara lainnya sampai menemukan keseimbangan.
Udara yang bergerak diumpamakan sebagai paket udara.
Keseimbangan dapat terjadi jika suatu paket udara mempunyai tekanan dan
suhu yang sama dengan udara di lingkungannya. Tetapi, jika kemudian
mengalami gangguan vertikal ke atas atau ke bawah oleh angin yang mendadak
dan singkat, maka akan terjadi dua kemungkinan, yaitu:
a. Paket udara terus bergerak oleh dirinya sendiri meskipun ada gaya gesekan
dari udara disekitarnya, keadaan ini disebut tidak stabil
b. Paket udara tidak terus bergerak oleh dirinya sendiri, tetapi mlawan
perubahan yang cenderung mencapai suatu keseimbangan dengan gerakan
vertikal tidak akan ada, keadaan ini disebut stabil.
7. Perubahan Stabilitas
Perubahan stabilitas suatu lapisan udara dapat disebabkan oleh berbagai hal,
yaitu dengan pemanasan atau pendinginan puncak atau dasar lapisan, atau
dengan pemindahan lapisan udara secara keseluruhan ke atas atau ke bawah.
Pemanasan dasar lapisan atau pendinginan puncak lapisan akan mengurangi
stabilitas lapisan, karena kurva lingkungan menjadi lebih condong, sedangkan
pendinginan dasar lapisan atau pemanasan puncak lapisan menambah stabilitas
lapisan, karena kurva lingkunga menjadi lebih tegak.
C. Angin
1. Angin
Angin merupakan udara yang bergerak horizontal dan gerakan udara tersebut
merupakan gerak udara relatif terhadap permukaan bumi. Walaupun gerakan
udara vertikal sangat penting dalam pembentukan awan dan hujan, kecepatan
pergerakan horizontal jauh lebih besar dan mempengaruhi proses cuaca. Gerakan
udara vertikal dapat terjadi apabila terdapat konvergensi, melintasi topografi
yang kasar, ataupun karena gerakan udara siklonik. Gerakan udara horizontal
terjadi karena perbedaan tekanan udara atau gradien tekanan pada ketinggian
yang relatif sama sehingga terjadi sirkulasi udara secara konvektif. Gerakan
udara dapat terjadi karena adanya gaya, sesuai dengan arah gaya itu. Tetapi dalam
udara yang bergerak itu telah bekerja beberapa gaya, sehingga arahnya dapat
berubah atau berbelok, karena gaya yang bekerja saling berlawanan arah.
Gaya utama yang menyebabkan angin adalah gaya gradien tekanan karena
adanya perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan suhu. Perbedaan
intensitas insolasi menyebabkan perbedaan pemanasan, dan dapat diidentifikasi
pada perbedaan suhu udara yang berlanjut pada perbedaan tekanan. Udara yang
dipanasi, akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi
lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan ini menghasilkan gradien tekanan yang
memicu terjadinya angin. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
dan semakin tinggi tekanan, akan semakin cepat udara bergerak.
2. Gaya Coriolis
Gaya Coriolis sebagai gaya sekunder bekerja pada angin yaitu setelah udara
bergerak, gaya ini mempengaruhi perubahan arah dan kecepatan angin. Gaya
Coriolis terjadi karena rotasi bumi sehingga disebut gaya semu.gaya Coriolis
adalah gaya fiktif yang dimunculkan pada sistem koordinat yang tidak inersial.
Pada sistem koordinat inersial, berlaku hukum Newton I.
Kecepatan putar rotasi bumi di kutub bernilai 0 karena tidak ada jarak yang
ditempuh. Walaupun gaya Coriolis disebut gaya semu, namun pengaruhnya
sangat nyata, khususnya pada lintang tinggi. Gaya Coriolis ini mengakibatkan
pembelokan angin, yaitu pada belahan bumi utara akan berbelok ke kanan,
sedangkan pada belahan bumi selatan akan berbelok ke kiri.

3. Gaya Sentrigufal
Gaya Sentrifugal merupakan perwujudan hukum gerak Newton III dan
berlawanan arah dengan gaya sentripetal. Gaya sentrifugal bergerak ke arah luar,
meninggalkan titik pusat gerakan, sedangkan gaya sentripetal bergerak ke arah
dalam. Keseimbangan gaya sentripetal dan sentrifugal akan menyebabkan
gerakan melingkar. Gaya sentrifugal merupakan salah satu penyebab terjadinya
sirkulasi udara yang bergerak melingkar (siklonik) pada daerah bertekanan
rendah dan tinggi.
4. Gaya Gesekan
Gaya gesekan, jika benda bergerak di atas permukaan benda lain, maka
menimbulkan efek gesekan, dan berakibat pada perubahan kecepatan, yaitu
semakin melambat. Demikian juga udara yang bergerak di atas permukaan
daratan yang tidak daesekan
Gaya gesekan, jika benda bergerak di atas permukaan benda lain, maka
menimbulkan efek gesekan, dan berakibat pada perubahan kecepatan, yaitu
semakin melambat. Demikian juga udara yang bergerak di atas permukaan
daratan yang tidak rata, maka akan menimbulkan efek gesekan. Efek gesekan
dapat menyebabkan kecepatan angin pada permukaan bumi tidak sama dengan
kecepatan yang diperkirakan dari gradien tekanan, dapat pula menyebabkan
angin tidak sejajar dengan isobar, dan mengurangi kecepatan angin dan gaya
Coriolis sehingga gaya gradien tekanan lebih besar daya gaya Coriolis, akibatnya
angin memotong isobar, semakin besar efek gesekan semakin besar pula sudut
potong angin terhadap isobar.
5. Sinergi Gaya-Gaya Pengatur Angin
Angin Geostropik, adalah angin yang bergerak sejajar dengan isobar yang
lurus. Angin inimenunjukkan bahwa tidak hanya gaya gradien tekanan yang
bekerja, karena arahnya tegak lurus isobar. Gerakan udara ini dipengaruhi oleh
gaya coriolis yang cenderung membelokkan gerakan udara ke kanan.
Angin Gradien, adalah angin yang bergerak sejajar dengan isobar yang
melengkung. Gaya gradien tekanan, gaya coriolis bekerja pada isobar yang
melengkung, dan pada kondisi ini gaya sentrifugal dapat dimasukkan sebagai
gaya ketiga untuk mencapai keadaan seimbang, dan gaya sentrifugal selalu
bereaksi ke arah luar dari pusat jalur lengkung.
Pada sistem tekanan tinggi, gaya gradien tekanan dan gaya sentrifugal
keduanya mengarah ke luar, oleh karena itu gaya coriolis mengarah ke dalam
untuk mencapai keseimbangan. Keseimbangan inilah yang menentukan gerakan
searah jarum jam yang sejajar dengan isobar yang melengkung, sebagai angin
siklon di BBU. Jika keadaan ini seimbang seperti yang terjadi di belahan bumi
selatan, arah anginnya berlawanan dengan jarum jam. Tetapi pada angin gradien
yang pusatnya bertekanan tinggi atau angin anti siklon, gerakan berlawanan
dengan jarum jam di BBU, sedangkan di BBS arah gerakannya searah dengan
jarum jam. Hal ini terjadi karena gaya coriolis di BBU berbelok ke kanan, dan di
BBS berbelok ke kiri.

6. Aliran Angin pada Isobar Lurus di Bawah Ambang Gesekan


Tanpa gesekan, kesetimbangan terjadi apabila gaya gradien sama dengan gaya
coriolis. Penambahan gaya gesekan menyebabkan kecepatan angin melemah,
yang kemudian juga menurunkan gaya coriolis. Pengurangan ini menyebabkan
gaya gradien tekanan mampu mengangkat udara melewati isobar walaupun
ketiga gaya berada dalam kesetimbangan.
7. Penggolongan Sirkulasi Atmosfer
Secara spasiotemporal, sirkulasi atmosfer terdiri dari sirkulasi primer,
sekunder, dan tersier. Sirkulasi primer adalah sirkulasi umum, yaitu skala besar
atau global. Angin bersifat tetap sepanjang tahun atau berulang secara musiman,
seperti angin passat (passat tenggara dan passat timur laut) dan mencakup
wilayah yang luas, antar benua dan samudera. Sirkulasi sekunder dan tersier
bergabung didalamnya. Sirkulasi sekunder spasiotemporalnya lebih sempit dan
singkat, seperti depresi atau siklon dan antisiklon di lintang tengah. Sirkulasi
tersier sifatnya lokal dan disebabkan oleh faktor lokal, spasiotemporalnya lebih
kecil daripada sirkulasi sekunder, contohnya angin darat, angin laut, dan angin
lokal lainnya.

8. Angin Muson
Istilah muson (monsun) adalah aliran udara permukaan yang bersifat musiman
yang berbalik arahnya antara musim dingin dan musim panas. Kondisi ini terjadi
karena adanya benua yang berdekatan dengan lautan. Dalam musim panas, benua
bertekanan rendah dan lautan bertekanan tinggi, akibatnya terjadi angin yang
berhembus dari lautan ke benua. Sebaliknya pada musim dingin, berhembus
angin dari benua ke lautan.
Angin muson di Asia. Massa daratan yang luas di benua Asia menyebabkan
semakin kuatnya selisih antara pendinginan dan pemanasan antara benua dan
lautan. Pada musim panas, tekanan rendah berkembang di bagian barat laut India.
Tekanan rendah ini lebih rendah daripada di equator, sehingga terjadi gradien
tekanan yang tidak terputus-putus dari tekanan tinggi di daerah subtropis belahan
bumi selatan melewati equator sampai bagian barat laut India. Angin bergerak
dari daerah subtropis selatan (Benua Australia) ke arah barat laut India, angin ini
sebagai Angin Passat Tenggara, karena berasal dari Tenggara (Primer). Angin
Passat Tenggara melewati Jawa dan Nusa Tenggara menjadi Angin Timur atau
angin Muson Timur (Sekunder). Setelah melewati equator dibelokkan sebagai
Angin Barat Daya di Asia Tenggara. Sifat angin ini tidak banyak membawa uap
air, sebab kawasan lautan yang dilewati sempit dan akibatnya sedikit
mendatangkan hujan. Pada wilayah Indonesia secara umum terjadi musim
kemarau, tetapi hujan tetap terjadi pada ITCZ.
Pada musim dingin berlaku sebaliknya, sistem tekanan tinggi di Asia Timur
Laut yang sangat kuat sekali sehingga terjadi angin yang berhembus dari Asia
Timur Laut yang dingin. Angin ini melewati kawasan lautan luas yaitu Lautan
Pasifik sehingga banyak membawa uap air. Setelah melewati equator, termasuk
wilayah Indonesia berubah menjadi Angin Barat Laut karena gaya coriolis. Pada
musim dingin di belahan bumi utara ini posisi matahari berada di garis balik
selatan, sehingga pemanasan intensif di atas daratan sub tropis (Benua Australia)
yang melahirkan kawasan tekanan rendah. Angin yang berasal dari Asia Timur
Laut sebenarnya merupakan Angin Passat Timur Laut (Primer) yang berubah
menjadi Angin Muson Barat (Sekunder) di wilayah Indonesia yang
menyebabkan wilayah Indonesia terjadi musim hujan, karena angin melewati
Lautan Pasifik sehingga membawa udara lembab yang kemudian terkondensasi
dan menjadi awan yang mendatangkan hujan. Di wilayah Indonesia sebelah utara
equator angin berasal dari Timur Laut, tetapi di wilayah Indonesia sebelah selatan
equator angin dibelokkan ke kiri sehingga menjadi Angin Barat, karena gaya
coriolis.
9. Angin Lokal
Angin lokal termasuk sirkulasi tersier, yaitu sirkulasi dengan skala ruang dan
waktu yang lebih kecil daripada sirkulasi sekunder. Angin lokal dapat berupa
angin darat, angin laut, angin gunung, dan angin lembah.

10. Angin Fohn


Angin Fohn disebabkan oleh udara yang dipaksa secara mekanik menaiki
puncak dan kemudian menuruni lereng bagian belakang gunung. Udara yang
turun ini mengalami pemanasan adiabatik dan mencapai daerah yang lebih
rendah sebagai angin panas, kering, kencang, dan ribut.

Syarat terjadinya angin fohn ini adalah adanya angin regional atau sirkulasi
sekunder, misalnya monsun, yang bertiup menaiki pegunungan dan tinggi
gunung lebih dari tingkatan kondensasi. Karena itu, angin fohn terjadi selama
periode waktu tertentu. Angin fohn ini terkenal di pegunungan Alpen Utara, dan
untuk angin sejenis disebut angin fohn. Jenis angin fohn diantaranya: Angin
Chinook (Peg. Rocky), Angin Samun (Persia), Angin Bohorok (Deli), Angin
Kumbang (Cirebon), Angin Brubu (Ujung Padang), Angin Wambraw (Biak), dan
Angin Gending (Probolinggo)
11. Gelombang Lee
Barisan pegunungan selain menghadirkan angin fohn juga memberikan efek
lain kepada angin yang menaiki dan melewati puncak pegunungan. Jika udara
yang melewatinya stabil, maka udara dibelakang tadi akan bergerak mengikuti
bentuk gelombang. Bentuk gelombang ini stasioner atau diam terhadap barisan
gunung, meskipun udara di dalamnya bergerak terus mengikuti bentuk tadi.
Bentuk gelombang seperti ini yang terbentuk di belakang gunung dinamakan
gelombang berdiri atau gelombang bawah angin, atau gelombang lee.
Terbentuknya gelombang lee disebabkan oleh udara stabil yang akan berusaha
kembali ke ketinggian semula setelah pengangkatan dan melewati puncak atau
punggung pegunungan. Sifat kelembaman menyebabkan udara akan bergerak
turun dan naik berganti-ganti sambil bergerak dengan arah horizontal semula,
maka terbentuklah gelombang lee.
12. Angin Siklonik
Putting beliung merupakan angin yang berputar dengan kecepatan tinggi
secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Proses terjadinya
angin putting beliaung biasnaya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari,
suhu udara panas, pengap, dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi matahari
di siang hari tumbuh awan secara vertikal (konvektif) yang pusatnya bertekanan
rendah, selanjutnya dalam akan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan
turun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan
kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba and
berjalan secara acak.
Siklon tropis, merupakan angin siklonik berkecepatan tinggi dan mempunyai
proses pembentukannya sampai saat kepunahannya (tahap pembentukan, tahap
belum matang, tahap matang, tahap pelemahan). Waktu yang dibutuhkan sebuah
siklon tropis dari mulai tumbuh hingga punah adalah sekitar tujuh hari, namun
variasinya bisa mencapai 1-30 hari.
a. Dampak siklon tropis
Dampak siklon tropis dapat berupa angin kencang, hujan deras berjam-jam,
bahkan berhari-hari yang dapat mengakibatkan banjir, gelombang tinggi dan
gelombang badai. Angin siklon di lautan dapat menyebabkan gelombang
tinggi, hujan deras dan angin kencang, mengganggu pelayaran internasional,
dan berpotensi menenggelamkan kapal.
1) Dampak Langsung
Dampak langsung siklon tropis adalah dampak yang ditimbulkan oleh
siklon tropis pada daerah-daerah yang dilaluinya, berupa gelombang tinggi,
gelombang badai, hujan deras serta angin kencang.
2) Dampak Tidak Langsung
Indonesia bukan merupakan daerah lintasan siklon tropiss, namun
siklon tropis terrbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudera Hindia
Tenggara, dan sekitar Australia, akan mempengaruhi pembentukan pola
curah hujan di Indonesia. Dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh
siklon tropis yaitu daerah pumpunan angin (terbentuknya awan konvektif
di daerah Jawa atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda, Laut Timor,
sampai Laut Arafuru), daerah belokan angin (awan konvektif di daerah
sekitar Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat), dan daerah defisit
kelembapan (Kalimantan dan Ssulawessi bagian utara udaranya kering dan
cuacanya cenderung cerah).
13. Siklon Tropis, Badai Tropis, Hurricane & Typhoon
Badai tropis merupakan kata lain siklon tropis. Hurricane merupakan sebutan
bagi siklon tropis di Samudra Paifik Selatan, Samudera Pasifik Timur Laut dan
Samudra Atlantik Utara, sedangkan typhoon atau topan adalah hurricane yang
terjadi di Samudra Pasifik Barat Laut.
14. Alat Pengukur Angin
Pencatatan angin meliputi arah dan kecepatannya yang disebut anemometer.
15. Mawar Angin
Pengolahan data angin (arah dan kecepatannya) dapat ditunagkan dalam
gambar yang disebut mawar angin, karena bentuknya seperti mawar. Mawar
angin menunjukkan arah dan kecepatan angin yang terjadi pada wilayah tertentu.
Arah angindan kecepatannya tidak selalu tetap, tetapi dapat megnarah ke segala
arah dengan kecepatan yang bervariasi. Tetapi, pada wilayah tertentu dapat
terjadi arah angin didominasi ke salah satu arah, misalnya ke timur, atau ke barat.

D. Kelembapan
1. Kelembapan
Kelembapan udara menyatakan kandungan uap air dlaam udara ytang berasal
dari evapotransspirasi atau penguapan. Penguapan membutuhkan panas untuk
mengubah wujud cair menjadi gas, sehingga pada daerah bersuhu tinggi akan
lebih banyak menguapkan air daripada daerah yang mempunyai suhu rendah.
Daerah pada letak lintang berbeda mempunyai suhu yang berbeda pula. Variasi
kelembapan pada berbagai wilayah tidak hanya karena letak lintangnya saja,
tetapi dipengaruhi juga oleh komponen keruangan lainnya, seperti elevasi, variasi
penggunaan lahan, dan adanya dinamika atmosfer antar wilayah.
2. Pernyataan Kelembapan
Jumlah uap air yang dikandung oleh udara bergantung suhu. Pada suhu
tertentu, jumlah maksimum uap air yang dapat dikandung oleh udara disebut
kapasitas udara. Semakin tinggi suhu udara, semakin tinggi kapasitas udara dan
berlaku sebaliknya. Jika kandungan uap air pada udara tersebut melebihi
kapasitas disebut sebagai kejenuhan, dan selisih antara kapasitas dengan
kelmbapan aktual disebut defisit kejenuhan. Besarnya suhu udara menyebabkan
udara jenih disebut titik embun, pendinginan selanjutnya akan mengakibtakan
kondensasi.
a. Kelembapan Mutlak
Kelembapan mutlak (absolute humidity) adalah kandungan uap air yang
dinyatakan dengan massa uap air per satuan volume dalam satuan gram uap
air / m3 udara. Kelembapan mutlak menyatakan kelembapan yang sebenarnya
pada ruang tertentu. Contoh, jika 10 gram uap air terdapat pada 1 m3 udara,
maka kelembapan absolut adalah 10 gr/m3. Jika udara tersebut mengembang
menjadi 2 m3, maka kelembapan absolute nya menjadi 5 gr/m3.
b. Kelembapan Relatif
Kelembapan relatif (relative humidity atau RH) membandingkan antara
kandungan uap air dengan kapasitas udara menampung uap air, atau tekanan
uap air dengan keadaan jenuhnya. Kelembapan relatif dinyatakan dalam
persen (%). Jika RH 100%, maka tekanan uap aktual sama dengan tekanan
uap jenuh.
Kelembapan relatif dapat diukur dengan menentukan selisih suhu bola
kering (memberikan kondisi tekanan uap aktualnya) dengan suhu bola basah
(kondisi pada nilai tekanan uap jenuhnya). Kelembapan juga dapat diukut
menggunakan higrometer atau higrograf yang menunjukkan kelembapan
relatif secara langsung. Dapat juga menggunakan psikrometer yang berisi
termometer bola kering dan bola basah.
c. Kelembapan Spesifik
Kelembapan spesifik adalah massa uap air tiap satuan massa udara basah,
biasanya dinyatakan dengan gram uap air/kg udara, dinyatakan dengan rumus
massa uap air dibagi dengan massa udara basah
d. Mixing Ratio
Mixing ratio merupakan cara konservatif yang telah digunakan secara
meluas, adalah massa uap air per unit massa udara kering, dan ditunjukkan
seperti kelembapan spesifik, yaitu gram per kg udara kering.
e. Defisit Tekanan Uap
Defisit tekanan uap adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan
uap aktual. Defisit ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilainya, udara
semakin kering.

3. Evapotasi dan Kondensasi


Pada suhu tertentu, molekul air terus bergerak dan saling bertumbukan
sehingga sebagian molekul memperoleh kecepatan yang tinggi. Molekul yang
dekat dengan permukaan air akan dapat menembus permukaan air yang relatif
kokoh dan kemudian bebas ke udara menjadi partikel uap air. Namun, atmosfer
tidaklah cukup menampung semua air yang tersimpan dalam perairan. Atmosfer
akan menjadi jenuh bahkan terlalu jenuh dengan uap air sehingga dikembalikan
ke permukaan bumi dalam bentuk presipitasi setelah melewati proses kondensasi.
Kondensasi terjadi karena pendinginan suhu udara di bawah titik embun.
Udara yang jenuh mulai mengubah uap air menjadi air. Apabila suhu dibawah
titik beku uap air akan langsung menjadi es, proses ini disebut sublimasi.
4. Embun
Embun adalah udara lembab yang dikondensasikan di atas permukaan objek.
Pada malam hari, keadaan langit bersih, cerah tanpa angin, bumi menjadi dingin
lebih cepat melakukan radiasinya dan menjadi lebih dingin daripada permukaan
udara di atasnya. Akibatnya, udara yang bersinggungan dengan permukaan bumi,
udara tersebut akan menjadi dingin karena konduksi. Jika proses ini terus
berlanjut, maka udara akan semakin dingin sampai titik embun. Pendinginan
seterusnya sampai di bawah titik embun, menyebabkan berlangsungnya proses
kondensasi.
5. Frost
Frost bukanlah embun yang membeku. Pembentukan embun dan frost pada
hakekatnya adalah sama, kecuali embun terbentuk apabila kondensasi terjadi
pada objek yang dingin di atas titik beku, sedangkan frost terbentuk di bawah
titik beku. Contohnya adalah bagian freezer kulkas yang terdapat bunga es.
6. Kabut
Jika proses kondensasi terjadi tidak menempel pada objek, tetapi melayang-
layang di dekat permukaan bumi maka disebut sebagai kabut. Menurut
prosesnya, kabut dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu kabut radiasi (radiation
fog), kabut adveksi (advection fog), steam fog, up slop fog, dan kabut frontal
(frontal fog).
7. Awan
Awan merupakan salah satu bentuk hasil kondensasi, karena udara yang naik
sampai di bawah titik embun. Awan tersebut mengantung titik-titik air yang
melayang-layang tinggi di udara. Udara yang mengalami kenaikan akan
mengembang secara adiabatik terjadi penurunan suhu, sehingga terjadi
peningkatan kelembapan relatif. Aerosol menjadi inti kondensasi untuk
membentuk titik-titik air. Kumpulan titik-titik air hasil kondensasi uap air inilah
yang disebut awan.
Secara umum, awan mempunyai 3 bentuk dasar, yaitu cirroform (awan bulu),
stratiform (awan berlapis), dan cumuliform (awan bergumpal).
8. Virga
Virga adalah fenomena yang terjadi saat kristal es di awal jatuh dan menguap
sebelum menyentuh tenah akibat tekanan udara yang meningkat di permukaan
tanah. Hal ini sangat umum terjadi di padang pasir dan di daerah beriklim sedang.
9. Panas Latent Uap Air
Mengingat bahwa suhu adalah energi rata-rata pergerakan molekul maka
apabila air terevaporasi hanya partikel dengan kecepatan di atas rata-rata yang
sanggup menembus permukaan. Hal ini akan mengurangi pergerakan molekul
atau suhu cairan yang tertinggal, dengan kata lain, uap air yang bebas di udara
membawa dan menyimpan panas di dalamnya. Energi panas yang tersimpan
dalam partikel uap air adlaah merupakan panas latent uap air. Apabila uap air
terkondensasi maka panas latent uap air akan dilepaskan ke atmosfer.
10. Faktor yang Mempengaruhi Evaporasi
Faktor yang mempengaruhi evaporasi diantaranya suhu, derajad kekenyangan
atau kejenuhan, kecepatan angin, komposisi air, luas permukaan kawasan
evaporasi, dan persedian air.
11. Distribusi Uap Air
Distribusi uap air di atmosfer berkaitan langsung dengan distribusi suhu. Uap
di atmosfer berkurang dengan cara yang tidak teratur dari khatulisstiwa menuju
kutub pada kedua hemisfer. Gradien uap air ini dapat ditunjukkan pada tingkat
presipitasi.
Distribusi kelembapan horizontal juga bervariasi menurut keadaan permukaan
bumi. secara vertikal, penurunan suhu karena kenaikan elevasi akan
mempengaruhi distribusi uap air, pada suhu yang rendah maka kemampuan udara
untuk memegang uap air rendah pula.
12. Alat Pengukur Kelambapan
Kelembapan udara dapat diukur dengan menggunakan Higrometer, Higrograf,
Sling Psikrometer, selisih bola kering bola bassah yang ada dalam Stevenson
Sreen
E. Presipitasi
1. Presipitasi
Presipitasi atau hujan adalah proses kondensasi udara yang lembab yang jatuh
ke permukaan bumi. Ssumber utama uap air berassal dari lautan, daratan, dan
vegetasi yang menyumbangkan uap ke atmosfer, sehingga udara menjadi
lembab. Udara lembab yang terkondensasi membentuk awan, dan hujan hanya
terjadi apabila tetesan air (ess jika terdeposisi) dalam awan cukup besar
mengatasi pengapungan atau semakin besarnya gaya gravitasi. Apabila terdapat
ukuran titik-titik air yang tidak menghasislkan hujan jelaskan di dalam awan
terjadi proses khusus sebelum terjadi hujan.

Daerah tropik yang sebagian besar permukaannya adlaah lautan terdapat


banyak partikel garam di udara sehingga memperbanyak inti kondensasi dalam
ukuran kecil. Hal ini kemungkinan dapat tumbuh membesar melalui peleburan.
Pada daerah lintang tengah dan tinggi, awan cukup tinggi untuk mendapatkan
suhu dibawah titik beku. Awan seperti itu dari tetesan air dan kristal es.
Akibatnya tekanan uap air akan cenderung di evaporasi bila berdekatan dengan
kristal es, dengan demikian akan mencapai ukuran butiran yang relatif besar
(teori Bergeron).
2. Jenis Presipitasi
Jenis presipitasi diantaranya hujan, salju, sleet, hail, glaze, dan rime.
3. Tipe-Tipe Presipitasi
Tipe presipitasi diantaranya presipitasi konvektif, presipitasi konvergen,
presipitasi frontal, dan presipitasi orografik.
a. Presipitasi konvektif. Presipitasi ini terjadi karena naik dan berkembangnya
udara panas dan lembab akibat radiasi matahari yang sangat kuat (seperti di
wilayah tropis). Ketika udara naik terjadi penurunan suhu secara adiabatik,
sampai pada tingkatan kondensasi dan kemudian membentuk awan cumulus.
Bila udara lembab, maka akan terjadi awan cumulunimbus yang lebih tinggi
dan kemungkinan besar akan menyebabkan hujan lebar disertai petir dan kilat.

b. Presipitasi konvergen. Terjadi pada daerah konvergen, seperti DKAT (Daerah


Konvergen Antar Tropis). Massa udara yang saling bertemu berakibat pada
gerakan udara vertikal, sehingga terjadi penurunan suhu, terkondensasi, dan
hujan. Presipitasi ini tidak seberapa lebar tetapi meliputi daerah konvergen
yang luas sehingga sangat lama. Kenaikan udara konvergen terjadi pada udara
yang lebih stabil, daripada kenaikan udara konveksi, sehingga tidak terlalu
tinggi, tetapi melebar, dan tidak secepat kenaikan udara konveksi.
c. Presipitasi frontal. Presipitasi ini terjadi karena pertemuan massa udara panas
dan massa udara dingin. Banyak terjadi di daerah lintang tengah atau sedang.
Kenaikan udara frontal membentuk lereng yang landai, udara panas di atas
udara dingin. Hal ini terjadi karena massa udara dingin lebih rapat atau
denstiasnya lebih besar dan lebih berat.

d. Presipitasi orografik. Hujan yang terjadi karena udara lembab dipaksa menaiki
pegunungan. Akibatnya pada udara yang bergerak vertikal akan terjadi proses
penurunan suhu, sehingga udara lembab yang menaiki pegunungan akan
meningkat kelembapannya sampai ke atas kondensasi dan terjadi hujan. Bila
udara yang dipaksa naik adalah udara stabil maka akan menghasilkan awan
tipe stratop dengan curah hujan yang ringan dan jatuh dalam waktu yang lama.
Tapi jika udara yang naik adalah udara yang tidak stabil maka akan
menghasilkan tipe cumulus dengan hujan yang deras.

4. Alat penakar curah hujan


Curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi dalam jumlah dan durasi yang
dapat diketahui melalui alat penakar curah hujan. Alat penakar curah hujan
terdapat dua macam, yaitu penakar hujan manual dan penakar hujan otomatis.
a. Penakar Hujan Manual Tipe Observatorium
b. Penakar Hujan Otomatis Jenis Hellman
5. Sifat hujan
Sifat hujan dapat diindikasikan dengan normalitas hujan, yaitu jumlah curah
hujan bulanan yang diperbandingkan dengan curah hujan rata-rata selama 30
tahun pada tempat yang sama. Klasifikasi normalitas hujan diantaranya:
a. Diatas normal, nilai perbandingannya > 115%
b. Normal, nilai perbandingannya antara 85-115%
c. Di bawah normal, nilai perbandingannya < 85%
6. Intensitas hujan
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu
tertentu. Intensitas hujan akan berpengaruh terhadap lingkungan, seperti banjir,
longsor, dan efek negatif lainnya.

Intenstias Hujan
No Jenis Hujan
1 Jam 24 am
1. Hujan Sangat Ringan <1 <5
2. Hujan Ringan 1–5 5 – 20
3. Hujan Normal/Sedang 5 – 10 20 – 50
4. Hujan Lebat 10 – 20 50 – 100
5. Hujan Sangat Lebat > 20 > 100

Tingkat Rawan Curah Hujan Bulanan Curah Hujan Harian


1. Tinggi > 500 mm > 100 mm
2. Menengah/Sedang 300 – 500 mm 20 – 100 mm
3. Rendah < 300 mm < 20 mm

7. Pola Hujan
Pola hujan di wilayah indonesia bervariasi, karena berada di wilayah tropis,
diantara dua samudera dan di BBU dan BBS yang dilalui garis khatulistiwa, dan
merupakan negara kepulauan. Intensitas radiasi matahari yang tinggi, sumber uap
air yang luas, dan pola dinamika atmosfer (global, regional, dan lokal)
menjadikan wilayah indonesia mempunyai pola curah hujan yang bervariatif.
a. Pola moonson dicirikan oleh bentuk curah hujan yang bersifar unimocal (satu
puncak musim hujan yaitu sekitar desember), jika dibuat grafik, maka
berbentuk V. selama 6 bulan cerah hujan relatif tinggi dan 6 bulan berikutnya
rendah
b. Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimopdal, yaitu dua
puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan maret dan oktober. Pola ini
terjadi berkaitan dengan pergerakan marahati yang melintas gari equator
sebanyak dua kali dalam setahun.
c. Pola lokal dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodial, yaitu dua puncak
hujan tetapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan tipe moonson. Apabila
di daerah dengan pola monsun mengalami musim hujan maka daerah dengan
pola lokal mengalami musim kemarau, atau sebaliknya. Pola ini dipengaruhi
oleh sifar lokal seperti kondisi geografi dan topografi setempat.
Pola umum curah hujan di indonesia dipengaruhi oleh letak geografis, yaitu:
a. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih
banyak daripada pantai sebelah timur.
b. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian
timur
c. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat
d. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jaruh pada musim
pancaroba
e. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT
f. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur
g. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah,
musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain
sedang mengalami musim kering.
h. Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama namun
cukup banyak, rata-rata 2000 mm – 3000 mm per tahun.
8. Hujan Asam
Perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia menimbulkan
konsekuensi semakin meningkat zat-zat polutan dan berpengaruh terhadap
proses fisik dan kimia yang terjadi di udara, seperti terjadinya hujan asam.
Hujan asam umumnya terjadi di daerah perkotaan, karena pencemaran udara.
Namun dapat pula terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang
membawa udara mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat
dekat sumber pencemaran, sedangkan deposisi basah terjadi dalam bentuk hujan
(rain-out). Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara
yang mengandung asam, sehingga asam itu larut ke bumi (wash-out).
9. Analisis Curah Hujan Wilayah
a. Metode Aritmatik
Metode aritmatik menggunakan cara aljabar untuk menentukan curah
hujan rata-rata wilayah di seluruh DAS. Data curah hujan berasa;l dari sstasiun
hujan pada setiap wilayah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun hujan di
luar DAS yang berdekatan dapat diperhitungkan.
b. Metode Thiessen
Metode Thiessen digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata
wilayah dalam DAS, telah memeprhatikan luasanm wilayah stasiun hujan,
sehingga ada bobot masing-masing stasiun mewakili luasan di sekitarnya.
c. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan curah hujan
yang sama, namun tidak ada curah hujan yang sama pada setiap stasiun.
Caranya yaitu dengan menarik garis pada stasiun-stasiun terdekat sehingga
seperti garis kontur, maka curah hujan dapat ditentukan secara logis melalui
interpolasi di antara dua stasiun hujan.

Anda mungkin juga menyukai