A. Suhu
1. Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda, semakin tinggi suhu benda, semakin
panas benda tersebut. Suhu dapat diukur menggunakan termometer (thermo =
panas, meter = mengukur). Suhu juga disebut temperatur yang dinyatakan dengan
derajat Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin.
Selain itu, pola suhu tahunan dipengaruhi oleh daratan dan lautan. Pada daerah
yang sangat dipengaruhi oleh daratan (kontinen) fluktuasi suhu lebih tinggi,
terlihat pada musim panas dan dingin yang tajam. Sebaliknya, fluktuasi yang
terjadi di daerah lautan (marine), fluktuasi lebih rendah.
ℎ
𝑃ℎ = (𝑃𝑢 − ) 𝑐𝑚𝐻𝑔
100
𝑃ℎ = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛 ℎ
𝑃𝑢 = 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡
ℎ = 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛
4. Distribusi Tekanan Udara Horizontal
Perbedaan tekanan udara antar wilayah ditentukan oleh ketinggian tempat,
namun bukan berarti ketinggian tempat sama, tekanan udara juga sama, karena
terdapat faktor lain, yaitu lintang dan suhu. Perbedaan suhu disebabkan oleh
kondisi lokal wilayah dan kondisi wilayah ini disebabkan oleh wilayah natural
atau lingkungan fisik akibat kegiatan manusia.
Distribusi tekanan udara horizontal dapat dilihat pada peta tekanan udara
(pressure maps) yang berisi tentang isobar (garis khayal yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai tekanan udara sama). Perubahan tekanan udara secara
horizontal diukur dari tekanan tinggi ke tekanan rendah tegak lurus dengan isobar
terdekat dan merupakan jarak terpendek di antara isobar tersebut, sehingga
gradien tekanan ini merupakan perubahan tekanan terbesar.
3. Gaya Sentrigufal
Gaya Sentrifugal merupakan perwujudan hukum gerak Newton III dan
berlawanan arah dengan gaya sentripetal. Gaya sentrifugal bergerak ke arah luar,
meninggalkan titik pusat gerakan, sedangkan gaya sentripetal bergerak ke arah
dalam. Keseimbangan gaya sentripetal dan sentrifugal akan menyebabkan
gerakan melingkar. Gaya sentrifugal merupakan salah satu penyebab terjadinya
sirkulasi udara yang bergerak melingkar (siklonik) pada daerah bertekanan
rendah dan tinggi.
4. Gaya Gesekan
Gaya gesekan, jika benda bergerak di atas permukaan benda lain, maka
menimbulkan efek gesekan, dan berakibat pada perubahan kecepatan, yaitu
semakin melambat. Demikian juga udara yang bergerak di atas permukaan
daratan yang tidak daesekan
Gaya gesekan, jika benda bergerak di atas permukaan benda lain, maka
menimbulkan efek gesekan, dan berakibat pada perubahan kecepatan, yaitu
semakin melambat. Demikian juga udara yang bergerak di atas permukaan
daratan yang tidak rata, maka akan menimbulkan efek gesekan. Efek gesekan
dapat menyebabkan kecepatan angin pada permukaan bumi tidak sama dengan
kecepatan yang diperkirakan dari gradien tekanan, dapat pula menyebabkan
angin tidak sejajar dengan isobar, dan mengurangi kecepatan angin dan gaya
Coriolis sehingga gaya gradien tekanan lebih besar daya gaya Coriolis, akibatnya
angin memotong isobar, semakin besar efek gesekan semakin besar pula sudut
potong angin terhadap isobar.
5. Sinergi Gaya-Gaya Pengatur Angin
Angin Geostropik, adalah angin yang bergerak sejajar dengan isobar yang
lurus. Angin inimenunjukkan bahwa tidak hanya gaya gradien tekanan yang
bekerja, karena arahnya tegak lurus isobar. Gerakan udara ini dipengaruhi oleh
gaya coriolis yang cenderung membelokkan gerakan udara ke kanan.
Angin Gradien, adalah angin yang bergerak sejajar dengan isobar yang
melengkung. Gaya gradien tekanan, gaya coriolis bekerja pada isobar yang
melengkung, dan pada kondisi ini gaya sentrifugal dapat dimasukkan sebagai
gaya ketiga untuk mencapai keadaan seimbang, dan gaya sentrifugal selalu
bereaksi ke arah luar dari pusat jalur lengkung.
Pada sistem tekanan tinggi, gaya gradien tekanan dan gaya sentrifugal
keduanya mengarah ke luar, oleh karena itu gaya coriolis mengarah ke dalam
untuk mencapai keseimbangan. Keseimbangan inilah yang menentukan gerakan
searah jarum jam yang sejajar dengan isobar yang melengkung, sebagai angin
siklon di BBU. Jika keadaan ini seimbang seperti yang terjadi di belahan bumi
selatan, arah anginnya berlawanan dengan jarum jam. Tetapi pada angin gradien
yang pusatnya bertekanan tinggi atau angin anti siklon, gerakan berlawanan
dengan jarum jam di BBU, sedangkan di BBS arah gerakannya searah dengan
jarum jam. Hal ini terjadi karena gaya coriolis di BBU berbelok ke kanan, dan di
BBS berbelok ke kiri.
8. Angin Muson
Istilah muson (monsun) adalah aliran udara permukaan yang bersifat musiman
yang berbalik arahnya antara musim dingin dan musim panas. Kondisi ini terjadi
karena adanya benua yang berdekatan dengan lautan. Dalam musim panas, benua
bertekanan rendah dan lautan bertekanan tinggi, akibatnya terjadi angin yang
berhembus dari lautan ke benua. Sebaliknya pada musim dingin, berhembus
angin dari benua ke lautan.
Angin muson di Asia. Massa daratan yang luas di benua Asia menyebabkan
semakin kuatnya selisih antara pendinginan dan pemanasan antara benua dan
lautan. Pada musim panas, tekanan rendah berkembang di bagian barat laut India.
Tekanan rendah ini lebih rendah daripada di equator, sehingga terjadi gradien
tekanan yang tidak terputus-putus dari tekanan tinggi di daerah subtropis belahan
bumi selatan melewati equator sampai bagian barat laut India. Angin bergerak
dari daerah subtropis selatan (Benua Australia) ke arah barat laut India, angin ini
sebagai Angin Passat Tenggara, karena berasal dari Tenggara (Primer). Angin
Passat Tenggara melewati Jawa dan Nusa Tenggara menjadi Angin Timur atau
angin Muson Timur (Sekunder). Setelah melewati equator dibelokkan sebagai
Angin Barat Daya di Asia Tenggara. Sifat angin ini tidak banyak membawa uap
air, sebab kawasan lautan yang dilewati sempit dan akibatnya sedikit
mendatangkan hujan. Pada wilayah Indonesia secara umum terjadi musim
kemarau, tetapi hujan tetap terjadi pada ITCZ.
Pada musim dingin berlaku sebaliknya, sistem tekanan tinggi di Asia Timur
Laut yang sangat kuat sekali sehingga terjadi angin yang berhembus dari Asia
Timur Laut yang dingin. Angin ini melewati kawasan lautan luas yaitu Lautan
Pasifik sehingga banyak membawa uap air. Setelah melewati equator, termasuk
wilayah Indonesia berubah menjadi Angin Barat Laut karena gaya coriolis. Pada
musim dingin di belahan bumi utara ini posisi matahari berada di garis balik
selatan, sehingga pemanasan intensif di atas daratan sub tropis (Benua Australia)
yang melahirkan kawasan tekanan rendah. Angin yang berasal dari Asia Timur
Laut sebenarnya merupakan Angin Passat Timur Laut (Primer) yang berubah
menjadi Angin Muson Barat (Sekunder) di wilayah Indonesia yang
menyebabkan wilayah Indonesia terjadi musim hujan, karena angin melewati
Lautan Pasifik sehingga membawa udara lembab yang kemudian terkondensasi
dan menjadi awan yang mendatangkan hujan. Di wilayah Indonesia sebelah utara
equator angin berasal dari Timur Laut, tetapi di wilayah Indonesia sebelah selatan
equator angin dibelokkan ke kiri sehingga menjadi Angin Barat, karena gaya
coriolis.
9. Angin Lokal
Angin lokal termasuk sirkulasi tersier, yaitu sirkulasi dengan skala ruang dan
waktu yang lebih kecil daripada sirkulasi sekunder. Angin lokal dapat berupa
angin darat, angin laut, angin gunung, dan angin lembah.
Syarat terjadinya angin fohn ini adalah adanya angin regional atau sirkulasi
sekunder, misalnya monsun, yang bertiup menaiki pegunungan dan tinggi
gunung lebih dari tingkatan kondensasi. Karena itu, angin fohn terjadi selama
periode waktu tertentu. Angin fohn ini terkenal di pegunungan Alpen Utara, dan
untuk angin sejenis disebut angin fohn. Jenis angin fohn diantaranya: Angin
Chinook (Peg. Rocky), Angin Samun (Persia), Angin Bohorok (Deli), Angin
Kumbang (Cirebon), Angin Brubu (Ujung Padang), Angin Wambraw (Biak), dan
Angin Gending (Probolinggo)
11. Gelombang Lee
Barisan pegunungan selain menghadirkan angin fohn juga memberikan efek
lain kepada angin yang menaiki dan melewati puncak pegunungan. Jika udara
yang melewatinya stabil, maka udara dibelakang tadi akan bergerak mengikuti
bentuk gelombang. Bentuk gelombang ini stasioner atau diam terhadap barisan
gunung, meskipun udara di dalamnya bergerak terus mengikuti bentuk tadi.
Bentuk gelombang seperti ini yang terbentuk di belakang gunung dinamakan
gelombang berdiri atau gelombang bawah angin, atau gelombang lee.
Terbentuknya gelombang lee disebabkan oleh udara stabil yang akan berusaha
kembali ke ketinggian semula setelah pengangkatan dan melewati puncak atau
punggung pegunungan. Sifat kelembaman menyebabkan udara akan bergerak
turun dan naik berganti-ganti sambil bergerak dengan arah horizontal semula,
maka terbentuklah gelombang lee.
12. Angin Siklonik
Putting beliung merupakan angin yang berputar dengan kecepatan tinggi
secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Proses terjadinya
angin putting beliaung biasnaya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari,
suhu udara panas, pengap, dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi matahari
di siang hari tumbuh awan secara vertikal (konvektif) yang pusatnya bertekanan
rendah, selanjutnya dalam akan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan
turun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan
kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba and
berjalan secara acak.
Siklon tropis, merupakan angin siklonik berkecepatan tinggi dan mempunyai
proses pembentukannya sampai saat kepunahannya (tahap pembentukan, tahap
belum matang, tahap matang, tahap pelemahan). Waktu yang dibutuhkan sebuah
siklon tropis dari mulai tumbuh hingga punah adalah sekitar tujuh hari, namun
variasinya bisa mencapai 1-30 hari.
a. Dampak siklon tropis
Dampak siklon tropis dapat berupa angin kencang, hujan deras berjam-jam,
bahkan berhari-hari yang dapat mengakibatkan banjir, gelombang tinggi dan
gelombang badai. Angin siklon di lautan dapat menyebabkan gelombang
tinggi, hujan deras dan angin kencang, mengganggu pelayaran internasional,
dan berpotensi menenggelamkan kapal.
1) Dampak Langsung
Dampak langsung siklon tropis adalah dampak yang ditimbulkan oleh
siklon tropis pada daerah-daerah yang dilaluinya, berupa gelombang tinggi,
gelombang badai, hujan deras serta angin kencang.
2) Dampak Tidak Langsung
Indonesia bukan merupakan daerah lintasan siklon tropiss, namun
siklon tropis terrbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudera Hindia
Tenggara, dan sekitar Australia, akan mempengaruhi pembentukan pola
curah hujan di Indonesia. Dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh
siklon tropis yaitu daerah pumpunan angin (terbentuknya awan konvektif
di daerah Jawa atau Laut Jawa, NTB, NTT, Laut Banda, Laut Timor,
sampai Laut Arafuru), daerah belokan angin (awan konvektif di daerah
sekitar Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat), dan daerah defisit
kelembapan (Kalimantan dan Ssulawessi bagian utara udaranya kering dan
cuacanya cenderung cerah).
13. Siklon Tropis, Badai Tropis, Hurricane & Typhoon
Badai tropis merupakan kata lain siklon tropis. Hurricane merupakan sebutan
bagi siklon tropis di Samudra Paifik Selatan, Samudera Pasifik Timur Laut dan
Samudra Atlantik Utara, sedangkan typhoon atau topan adalah hurricane yang
terjadi di Samudra Pasifik Barat Laut.
14. Alat Pengukur Angin
Pencatatan angin meliputi arah dan kecepatannya yang disebut anemometer.
15. Mawar Angin
Pengolahan data angin (arah dan kecepatannya) dapat ditunagkan dalam
gambar yang disebut mawar angin, karena bentuknya seperti mawar. Mawar
angin menunjukkan arah dan kecepatan angin yang terjadi pada wilayah tertentu.
Arah angindan kecepatannya tidak selalu tetap, tetapi dapat megnarah ke segala
arah dengan kecepatan yang bervariasi. Tetapi, pada wilayah tertentu dapat
terjadi arah angin didominasi ke salah satu arah, misalnya ke timur, atau ke barat.
D. Kelembapan
1. Kelembapan
Kelembapan udara menyatakan kandungan uap air dlaam udara ytang berasal
dari evapotransspirasi atau penguapan. Penguapan membutuhkan panas untuk
mengubah wujud cair menjadi gas, sehingga pada daerah bersuhu tinggi akan
lebih banyak menguapkan air daripada daerah yang mempunyai suhu rendah.
Daerah pada letak lintang berbeda mempunyai suhu yang berbeda pula. Variasi
kelembapan pada berbagai wilayah tidak hanya karena letak lintangnya saja,
tetapi dipengaruhi juga oleh komponen keruangan lainnya, seperti elevasi, variasi
penggunaan lahan, dan adanya dinamika atmosfer antar wilayah.
2. Pernyataan Kelembapan
Jumlah uap air yang dikandung oleh udara bergantung suhu. Pada suhu
tertentu, jumlah maksimum uap air yang dapat dikandung oleh udara disebut
kapasitas udara. Semakin tinggi suhu udara, semakin tinggi kapasitas udara dan
berlaku sebaliknya. Jika kandungan uap air pada udara tersebut melebihi
kapasitas disebut sebagai kejenuhan, dan selisih antara kapasitas dengan
kelmbapan aktual disebut defisit kejenuhan. Besarnya suhu udara menyebabkan
udara jenih disebut titik embun, pendinginan selanjutnya akan mengakibtakan
kondensasi.
a. Kelembapan Mutlak
Kelembapan mutlak (absolute humidity) adalah kandungan uap air yang
dinyatakan dengan massa uap air per satuan volume dalam satuan gram uap
air / m3 udara. Kelembapan mutlak menyatakan kelembapan yang sebenarnya
pada ruang tertentu. Contoh, jika 10 gram uap air terdapat pada 1 m3 udara,
maka kelembapan absolut adalah 10 gr/m3. Jika udara tersebut mengembang
menjadi 2 m3, maka kelembapan absolute nya menjadi 5 gr/m3.
b. Kelembapan Relatif
Kelembapan relatif (relative humidity atau RH) membandingkan antara
kandungan uap air dengan kapasitas udara menampung uap air, atau tekanan
uap air dengan keadaan jenuhnya. Kelembapan relatif dinyatakan dalam
persen (%). Jika RH 100%, maka tekanan uap aktual sama dengan tekanan
uap jenuh.
Kelembapan relatif dapat diukur dengan menentukan selisih suhu bola
kering (memberikan kondisi tekanan uap aktualnya) dengan suhu bola basah
(kondisi pada nilai tekanan uap jenuhnya). Kelembapan juga dapat diukut
menggunakan higrometer atau higrograf yang menunjukkan kelembapan
relatif secara langsung. Dapat juga menggunakan psikrometer yang berisi
termometer bola kering dan bola basah.
c. Kelembapan Spesifik
Kelembapan spesifik adalah massa uap air tiap satuan massa udara basah,
biasanya dinyatakan dengan gram uap air/kg udara, dinyatakan dengan rumus
massa uap air dibagi dengan massa udara basah
d. Mixing Ratio
Mixing ratio merupakan cara konservatif yang telah digunakan secara
meluas, adalah massa uap air per unit massa udara kering, dan ditunjukkan
seperti kelembapan spesifik, yaitu gram per kg udara kering.
e. Defisit Tekanan Uap
Defisit tekanan uap adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan
uap aktual. Defisit ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilainya, udara
semakin kering.
d. Presipitasi orografik. Hujan yang terjadi karena udara lembab dipaksa menaiki
pegunungan. Akibatnya pada udara yang bergerak vertikal akan terjadi proses
penurunan suhu, sehingga udara lembab yang menaiki pegunungan akan
meningkat kelembapannya sampai ke atas kondensasi dan terjadi hujan. Bila
udara yang dipaksa naik adalah udara stabil maka akan menghasilkan awan
tipe stratop dengan curah hujan yang ringan dan jatuh dalam waktu yang lama.
Tapi jika udara yang naik adalah udara yang tidak stabil maka akan
menghasilkan tipe cumulus dengan hujan yang deras.
Intenstias Hujan
No Jenis Hujan
1 Jam 24 am
1. Hujan Sangat Ringan <1 <5
2. Hujan Ringan 1–5 5 – 20
3. Hujan Normal/Sedang 5 – 10 20 – 50
4. Hujan Lebat 10 – 20 50 – 100
5. Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
7. Pola Hujan
Pola hujan di wilayah indonesia bervariasi, karena berada di wilayah tropis,
diantara dua samudera dan di BBU dan BBS yang dilalui garis khatulistiwa, dan
merupakan negara kepulauan. Intensitas radiasi matahari yang tinggi, sumber uap
air yang luas, dan pola dinamika atmosfer (global, regional, dan lokal)
menjadikan wilayah indonesia mempunyai pola curah hujan yang bervariatif.
a. Pola moonson dicirikan oleh bentuk curah hujan yang bersifar unimocal (satu
puncak musim hujan yaitu sekitar desember), jika dibuat grafik, maka
berbentuk V. selama 6 bulan cerah hujan relatif tinggi dan 6 bulan berikutnya
rendah
b. Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimopdal, yaitu dua
puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan maret dan oktober. Pola ini
terjadi berkaitan dengan pergerakan marahati yang melintas gari equator
sebanyak dua kali dalam setahun.
c. Pola lokal dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodial, yaitu dua puncak
hujan tetapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan tipe moonson. Apabila
di daerah dengan pola monsun mengalami musim hujan maka daerah dengan
pola lokal mengalami musim kemarau, atau sebaliknya. Pola ini dipengaruhi
oleh sifar lokal seperti kondisi geografi dan topografi setempat.
Pola umum curah hujan di indonesia dipengaruhi oleh letak geografis, yaitu:
a. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih
banyak daripada pantai sebelah timur.
b. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian
timur
c. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat
d. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jaruh pada musim
pancaroba
e. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT
f. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur
g. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah,
musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain
sedang mengalami musim kering.
h. Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama namun
cukup banyak, rata-rata 2000 mm – 3000 mm per tahun.
8. Hujan Asam
Perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia menimbulkan
konsekuensi semakin meningkat zat-zat polutan dan berpengaruh terhadap
proses fisik dan kimia yang terjadi di udara, seperti terjadinya hujan asam.
Hujan asam umumnya terjadi di daerah perkotaan, karena pencemaran udara.
Namun dapat pula terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang
membawa udara mengandung asam. Deposisi kering biasanya terjadi di tempat
dekat sumber pencemaran, sedangkan deposisi basah terjadi dalam bentuk hujan
(rain-out). Deposisi basah dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara
yang mengandung asam, sehingga asam itu larut ke bumi (wash-out).
9. Analisis Curah Hujan Wilayah
a. Metode Aritmatik
Metode aritmatik menggunakan cara aljabar untuk menentukan curah
hujan rata-rata wilayah di seluruh DAS. Data curah hujan berasa;l dari sstasiun
hujan pada setiap wilayah yang berada di dalam DAS, tetapi stasiun hujan di
luar DAS yang berdekatan dapat diperhitungkan.
b. Metode Thiessen
Metode Thiessen digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata
wilayah dalam DAS, telah memeprhatikan luasanm wilayah stasiun hujan,
sehingga ada bobot masing-masing stasiun mewakili luasan di sekitarnya.
c. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan curah hujan
yang sama, namun tidak ada curah hujan yang sama pada setiap stasiun.
Caranya yaitu dengan menarik garis pada stasiun-stasiun terdekat sehingga
seperti garis kontur, maka curah hujan dapat ditentukan secara logis melalui
interpolasi di antara dua stasiun hujan.