Anda di halaman 1dari 92

Kuliah

HIDROLOGI
HIDROLOGI UNTUK JALAN REL
Penerapan hidrologi dalam rekayasa

5. EVAPORASI DAN EVAPOTRANSPIRASI


 Pengertian evaporasi
 Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi
 Fisika evaporasi
 Perkiraan evaporasi
 Evaporation pan
 Neraca air di waduk
 Metode transfer massa
 Metode neraca energi
 Pengertian evapotranspirasi
 Alat pengukur evapotranspirasi
 Persamaan empiris Thornthwaite
 Metode Blaney-Criddle
 Metode Penman
5.1. PENGERTIAN EVAPORASI
 Penguapan adalah proses berubahnya bentuk zat cair (air) menjadi
gas (uap air) dan masuk ke atmosfer.
 Evaporasi (Eo) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan air
(laut, danau, sungai, dll), permukaan tanah (genangan, permukaan
air tanah yang dekat dengan permukaan tanah), dan permukaan
tanaman (intersepsi).
 Intersepsi adalah penguapan yang berasal dari air hujan yang
berada pada permukaan daun, ranting dan batang tanaman.
Sebagian air hujan yang jatuh akan tertahan oleh tanaman dan
menempel pada daun dan cabang, yang kemudian akan menguap
 Penguapan di pengaruhi oleh kondisi klimatologi yang meliputi:
kelembapan udara, radiasi matahari, temperature udara,, kecepatan
angin.
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
1. Radiasi Matahari
Pada setiap perubahan bentuk zat dari es menjadi air (pencairan), dari
es langsung menjadi uap air (penyubliman) di perlukan panas laten
(latent heat), yang berasal dari radiasi matahari dan tanah.
Radiasi matahari disuatu lokasi bervariasi sepanjang tahun, yang
tergantung pada letak lokasi (garis lintang) dan deklinasi matahari
Pada bulan Desember kedudukan matahari berada jauh di selatan,
sementara bulan Juni kedudukan matahari paling jauh di utara.
Daerah yang berada di belahan bumi selatan menerima radiasi
maksimum matahari pada bulan Desember, sementara radiasi terkecil
pada bulan Juni.
Radiasi matahari yang sampai yang sampai ke permukaan bumi juga
dipengaruhi oleh penutupan awan.
Penutupan oleh awan dinyatakan dalam persentase dari lama
penyinaran matahari nyata terhadap lama penyinaran matahari yang
mungkin terjadi
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
Tabel 3.1 adalah contoh data klimatologi di DAS Cimanuk Jawa
Barat, yang meliputi data prosentase penyinaran matahari,
temperature udara, kelebapan relative, dan kecepatan angin

Dari table tersebut menunjukan bahwa prosentase penyinaran


matahari rerata bulanan antara 42,5% perhari pada bulan Januari
(musim hujan) dan 77% perhari di bulan Agustus (musim kemarau)
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
2. Temperatur
Temperatur udara pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap
evaporasi.
Semakin tinggi temperature semakin besar kemampuan udara untuk
menyerap uap air.
Semakin tinggi temperature, energi kinetic molekul air meningkat sehingga
molekul air makin banyak yang berpindah ke lapisan udara di atasnya dalam
bentuk uap air.
Oleh karena itu daerah tropis jumlah evaporasi lebih tinggi di banding
daerah kutub (daerah beriklim dingin)
Variasi harian dan bulanan temperature udara di Indonesia relative kecil
seperti table 3.1, temperatur rerata bulanan hamper konstan sepanjang
tahun yang bervariasi antara 25,9 oC dan 28,1 oC .
Suhu benda dalam derajad Kelvin; oK = oC +273
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
3. Kelembaban Udara
Pada saat terjadi penguapan, tekanan udara pada lapisan udara tepat diatas
permukaan air lebih rendah di bandingkan tekanan pada permukaan air,
perbedaan tekanan tersebut yang menyebabkan penguapan, dimana uap air
bergabung dengan udara diatas permukaan air, sehingga udara
mengandung uap air.
Udara lembab merupakan campuran udara kering dengan uap air, apabila
jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga
semakin tinggi, akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang
menyebabkan berkurangnya laju penguapan.
Apabila udara diatas permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah
mencapai tekanan uap jenuh, dimana pada saat itu penguapan terhenti.
Kelembapan udara dinyatakan dengan kelembaban relative.
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
3. Kelembaban Udara
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan perairan laut yang cukup
luas, mempunyai kelembapan udara tinggi, pada musim hujan nilainya
tinggi, dan berkurang pada musim kemarau.
Daerah pesisir kelembapan udara lebih tinggi daripada daerah pedalaman
Kelembapan musim hujan 80-90%, sedangkan musim kemarau
kelembapannya turun menjadi sekitar 70%
Dalam table 3.1. untuk daerah Cimanuk kelembapan bervareasi antara
78,4% sampai 89,1%
.
5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EVAPORASI
4. Kecepatan Angin
Penguapan yang terjadi , menyebabkan udara diatas permukaan
evaporasi menjadi lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi
jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi terhenti.
Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang
telah jenuh tersebut harus diganti dengan udara kering,
penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin.
Di daerah terbuka dan banyak angin penguapan akan lebih besar
dari pada di daerah yang terlindung dan udara diam.
Di Indonesia kecepatan angin relative rendah, pada musim hujan
angin dominan berasal dari barat laut yang membawa banyak uap
air, sementara pada musim kemarau angin berasal dari tenggara
yang kering.
Tabel 3.1. di DAS Cimanuk kecepatan angin rerata bulanan
bervareasi antara 132 km/hari dan 228,5 km/hari
5.3. FISIKA EVAPORASI
Penguapan dipengaruhi oleh suplai energi yang memberikan panas
laten untuk terjadinya penguapan dan kemampuan pemindahan uap
air dari permukaan evapirasi.
Radiasi matahari merupakan sumber utama dari energi panas.
Kemampuan pengangkutan uap air meninggalkan permukaan
evaporasi tergantung pada kecepatan angin dan gradien
kelembapan udara di atas permukaan air.
Beberapa parameter fisika yang berpengaruh pada peristiwa
penguapan adalah: panas laten, proses penguapan, kelembapan
udara, radiasi, keseimbangan radiasi di permukaan bumi
5.3. FISIKA EVAPORASI
1. Panas Laten
Ketika suatu zat berubah bentuk, zat tersebut melepaskan atau menyerap
panas laten (panas tersembunyi, latent heat).
Ada 3 bentuk panas laten:
1. Peleburan dari es menjadi cair
2. Penguapan dari air menjadi uap air
3. Penyubliman dari es menjadi uap air.
Perubahan bentuk dapat terjadi pada temperature selain dari temperature
normal, seperti 0 oC untuk pembekuan dan 100 oC untuk mendidih, sebagai
contoh penguapan dapat terjadi pada temperature dibawah titik didih,
apabila tekanan udara lebih kecil daripada tekanan atmosfer
Selama terjadi penguapan, air menyerap energi yang disebut dengan panas
penguapan laten. Energi tersebut diperlukan untuk melawan gaya Tarik
menarik antara molekul air, sehingga molekul tersebut lepas dan berubah
menjadi uap air
5.3. FISIKA EVAPORASI

Panas penguapan laten tersebut diperlukan untuk penguapan, yang


merupakan fungsi dari temperature dan mempunyai bentuk sebagai berikut:
5.3. FISIKA EVAPORASI
2. Proses Penguapan
Penguapan merupakan perbedaan antara laju penguapan yang ditentukan
oleh temperature dan laju kondensasi yang dipengaruhi oleh tekanan uap.
Penguapan terjadi karena adanya pertukaran molekul air antara permukaan
air dan udara. Penyerapan panas laten oleh air menyebabkan peningkatan
energi panas, sehingga energi kinetik molekul air naik. Semakin tinggi energi
panas yang di terima, energi kinetik molekul air semakin tinggi sehingga
beberapa molekul air akan meninggalkan permukaan air dan berubah dalam
bentuk uap yang bergabung dengan udara di atasnya.
Selama tekanan uap masih rendah, penguapan terus berlanjut. Semakin
banyak molekul air bergabung dengan udara diatasnya, tekanan uap tepat
diatas permukaan air akan meningkat.
Pada suatu temperature udara tertentu, terdapat kandungan uap air
maksimum yang bisa dibuat oleh udara dan pada saat tersebut udara sudah
jenuh dengan uap air, dan tekanan uap yang terjadi disebut tekanan uap
jenuh es.
Pada tekanan uap tersebut laju penguapan dan kondensasi sama, sehingga
penguapan terhenti
5.3. FISIKA EVAPORASI
3. Kelembapan Udara
Selama terjadi penguapan, uap air bergabung dengan udara diatas
permukaan air, sehingga udara mengandung uap air.
Banyaknya uap air yang yang terkandung dalam udara dapat dinyatakan
dalam beberapa cara yaitu kelembaban mutlak, kelembaban spesifik,
dan kelembaban relative.
Kelembapan mutlak adalah berat uap air di dalam 1 m3 udara lembab,
dinyatakan dengan gram/m3.
Kelembapan spesifik adalah berat uap air yang terdapat dalam 1 kg udara
lembab, yang dinyatakan gram/kg.
Kelembapan relatif adalah perbandingan antara tekanan uap air dan
tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama, dan dinyatakan dalam persen.
Dari ketiga cara tersebut, kelembapan relative yang paling banyak
digunakan
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA
EVAPORASI

 Tabel 3.2, memberikan


tekanan uap jenuh untuk
berbagai temperature
udara yang dinyatakan
dalam: mm Hg, mm Bar,
dan Pa
5.3. FISIKA EVAPORASI
4. Radiasi
Radiasi adalah suatu bentuk energi yang dipancarkan oleh setiap benda
yang mempunyai suhu di atas nol mutlak, semua benda memancarkan
radiasi dengan berbagai panjang gelombang.
Pancaran radiasi dari suatu benda mengikuti hukum Stefan-Boltzmann, yang
mempunyai bentuk berikut:
5.3. FISIKA EVAPORASI
4. Radiasi
Untuk benda dengan pemancaran sempurna (benda hitam), emisivitas e=1
Tabel 3.3 memberikan koefisien emisivitas untuk beberapa jenis permukaan.
5.3. FISIKA EVAPORASI
4. Radiasi
Panjang gelombang dari radiasi yang dipancarkan benda berbanding
terbalik dengan temperature permukaan benda, yang diberikan oleh hukum
Wien

Dengan T dalam derajad Kelvin dan λ dalam meter


5.3. FISIKA EVAPORASI
4. Radiasi
Radiasi yang mengenai suatu permukaan akan di pantulkan atau diserap
(lihat gambar 3.1)
Bagian yang dipantulkan disebut albedo α (0 < α < 1 )
5.3. FISIKA EVAPORASI
4. Radiasi
Tabel 3.4 memberikan koefisien koefisien refleksi (albedo) untuk berbagai
jenis permukaan.
5.3. FISIKA EVAPORASI
5. Keseimbangan Radiasi di Permukaan Bumi
Jumlah energi radiasi yang ditangkip permukaan bumi merupakan faktor
utama terjadinya penguapan. Permukaan bumi menerima radiasi matahari
yang merupakan radiasi gelombang pendek.
Radiasi matahari dalam penjalarannya melewati atmosfer menuju
permukaan bumi mengalami penyerapan, pemantulan, hamburan dan
pemancaran kembali. Sementara itu bumi dan atmosfer yang mempunyai
temperature juga memancarkan radiasi dengan panjang gelombang yang
lebih besar.
Dengan demikian permukaan bumi memancarkan radiasi, dan pada saat
yang sama menerima radiasi dari atmosfer (termasuk awan), yang keduanya
merupakan radiasi gelombang panjang.
5.3. FISIKA EVAPORASI
5. Keseimbangan Radiasi di Permukaan Bumi

Gambar 3.2. memberikan gambaran proses penjalaran radiasi matahari


memasuki atmosfer bumi sampai ke permukaan bumi.
Radiasi matahari yang sampai ke puncak atmosfer adalah 100 satuan.
Radiasi matahari tersebut sebanyak 16% diserap oleh uap air dan debu, dan
3% diserap oleh awan. Sebagian yang lain di pantulkan oleh awan (20%)
dan permukaan bumi (4%); sedangkan sebesar 6% dihamburkan oleh
molekul udara.
Dengan demikian bagian yang diserap oleh permukaan bumi adalah
sebesar 51%. Dari 51% tersebut sebesar 21% dipancarkan kembali oleh
permukaan bumi sebagai radiasi gelombang panjang. Dari 30% energi yang
diserap permukaan bumi, 23 % nya dipancarkan sebagai panas tak tampak
(panas laten, latent heat) yang digunakan untuk penguapan air, sedang 7%
kembali ke atmosfer sebagai panas tampak (sensible heat).
5.3. FISIKA EVAPORASI
5. Keseimbangan
. Radiasi di Permukaan Bumi
5.3. FISIKA EVAPORASI
5. Keseimbangan Radiasi di Permukaan Bumi
Radiasi netto yang terserap bumi yang di gunakan untuk penguapan adalah
radiasi gelombang pendek dari matahari yang terserap bumi dikurangi
dengan radiasi gelombang panjang netto yang dipancarkan bumi ke
admosfer.
5.3. FISIKA EVAPORASI
a. Radiasi Gelombang pendek
Energi yang diperlukan untuk berbagai proses di atmosfer, seperti
berlangsungnya siklus hidrologi, berasal dari matahari. Matahari
yang mempunyai suhu permukaan 6000 oK memancarkan energi
dalam bentuk radiasi ke semua arah dengan kecepatan jalar
300.000 km/d. selama penjalarannya, intensitas radiasi matahari
berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya dari
matahari.
Banyaknya energi matahari rerata yang jatuh pada puncak atmosfer
tiap satuan luas (cm2) tegak lurus pada sinar matahari tiap menit
adalah sebesr 2,0 kalori. Besaran 2,0 cal/cm2/men disebut dengan
tetapan matahari. Tetapan matahari dapat juga dinyatakan dengan
satuan Lengley tiap menit, yang disingkat ly/men; dengan 1 ly = 1
cal/cm2.
Mengingat bahwa temperature matahari sangat tinggi, yaitu 6000oK,
maka sesuai dengan hukum Wein (Persamaan 3.5), radiasi yang
dipancarkan oleh matahari mempunyai gelombang pendek,
sehingga radiasi matahari disebut juga radiasi gelombang pendek.
5.3. FISIKA EVAPORASI

Banyaknya radiasi matahari yang jatuh pada puncak atmosfer bumi


tergantung pada waktu tahun, waktu hari, dan posisi daerah (derajad
lintang).
Dalam waktu tahun, orbit bumi mengelilingi matahri yang berbentuk
ellips, menyebabkan jarak matahari selalu berubah. Energi matahari
yang diterima pada saat bumi berada panda sumbu pendek ellips
(perihelion) adalah lebih besar diripada saat berada pada sumbu
panjang (aphelion).
Selain itu sumbu rotasi bumi yang membentuk sudut terhadap vertical
juga menyebabkan terjadinya perubahan musim.
Dalam waktu hari, ketinggian matahari, yaitu sudut antara sinar
matahari dan permukaan bumi, juga mempengaruhi banyaknya energi
yang diterima. Makin besar ketinggian matahari makin besar energi tiap
satuan waktu yang diterima per satuan luas permukaan bumi.
5.3. FISIKA EVAPORASI

Banyaknya radiasi matahari total yang diterima di suatu tempat juga


dipengaruhi oleh lamanya siang hari. Panjangnya siang hari beragam
dengan garis lintang dan musim.
Di sekitar khatulistiwa siang dan malam sepanjang tahun hampir sama.
Pada umumnya panjang siang hari bertambah atau berkurang dengan
bertambahnya derajad lintang.
Daerah di belahan bumi utara, pada waktu musim panas panjang siang
hari bertambah dari khalustiwa menuju kutub utara, dan kebalikannya
pada waktu musim dingin.
Kondisi tersebut juga berlaku untuk daerah di belahan bumi selatan.
Tabel 3.5. memberikan lama penyinaran matahari yang mungkin terjadi
(panjang hari) di beberapa lokasi menurut garis lintang sepanjang
tahun
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI

Radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dapat dibedakan


menjadi dua bagian:
1. Radiasi matahari langsung (radiasi matahari yang langsung dari
matahari)
2. Radiasi langit (radiasi matahari yang telah mengalami hamburan
atau pemantulan dalam perjalannanya di atmosfer).
Gabungan dari keduanya disebut radiasi matahari global.
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI

Radiasi matahari biasanya diukur di stasiun meteorologi dengan


menggunakan alat radiometer, yang mengukur kenaikan suhu
permukaan yang menerima radiasi.
Radiometer yang biasanya digunakan adalah piranometer,
perheliometer, dan difusometer; disamping itu juga dapat diukur
dengan alat perekam penyinaran matahari, dapat mengukur durasi
atau lamanya penyinaran matahari yang cerah.
5.3. FISIKA EVAPORASI
Banyaknya radiasi matahari yang jatuh ke permukaan bumi dapat di
taksir dengan persamaan sebagai berikut:
5.3. FISIKA EVAPORASI
Nilai a merupakan persentase dari So yang mencapai permukaan bumi
apabila dalam sehari penuh matahari tertutup awan (n=0), sedang nilai
b adalah persentase So yang diserap oleh awan kalau seandainya
suatu hari tertutup penuh oleh awan (Oldeman, 1982, dalam Sukardi,
1998).
Frere dan Popov (Oldeman, 1982, dalam sukardi, 1998) memberikan
nilai a dan b seperti diberikan dalam Tabel 3.7
5.3. FISIKA EVAPORASI
Oldeman, 1982, dalam sukardi, 1998 memberikan nilai a, b dan n/N
untuk beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Mojosari, Pusakanegara,
Muara dan Cipanas.
Nilai2 tersebut diberikan pada table 3.8
5.3. FISIKA EVAPORASI
Mojosari adalah daerah pedalaman dengan musim hujan dan musim
kemarau yang berbeda tegas.
Pusakanegara adalah daerah pesisir dengan musim hujan dan musim
kemarau yang berbeda tegas.
Muara adalah daerah pedalaman yang tidak ada musim hujan dan
musim kemarau yang berbeda tegas dan n/N rendah.
Cipanas adalah daerah pegunungan (elevasi 1100 m) dengan tidak
ada musim hujan dan musim kemarau yang tegas.
Tabel tersebut menunjukan bahwa perbedaan nilai a dan b antara
daerah pesisir dan dataran tinggi adalah kecil.
Pesaman (3.8) dengan nilai a dan b seperti di berikan pada table 3.7
dan 3.8 menunjukan bahwa pada hari mendung dengan tutupan awan
sempurna (n/N=0), masih terjadi radiasi matahari yang sampai ke bumi,
yaitu sekitar 20% dari radiasi yang sampai ke puncak atmosfer.
Pada hari cerah, nilai tersebut sekitar 75%.
5.3. FISIKA EVAPORASI
Radiasi matahari netto yang diserap permukaan bumi:

Substitusi persamaan (3.8) dengan menggunakan nilai a dan b untuk


daerah tropika basah (misalnya Indonesia) ke dalam persamaan di
atas akan diperoleh :
5.3. FISIKA EVAPORASI

b. Radiasi gelombang panjang


Permukaan bumi dan atmosfer memancarkan radiasi dalam bentuk
radiasi gelombang panjang, radiasi bumi tergantung pada suhu
permukaan tanah. Sebagian besar dari radiasi tersebut diserap oleh
uap air, awan dan karbondioksida dalam atmosfer.
Atmosfer juga memancarkan radiasi gelombang panjang. Besar
intensitas radiasi atmosfer tergantung pada suhu udara, kedap uap
air, dan tutup awan dalam atmosfer.
Hubungan antara kehilangan radiasi gelombang panjang netto dan
parameter meteorologi di dekat permukaan tanah, Chang (1968,
dalam Thomson, 1999) mengusulkan bentuk persamaan berikut:
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI

c. Radiasi Netto
Radiasi netto yang diserap permukaan bumi merupakan selisih
antara radiasi matahari netto gelombang pendek yang diterima
permukaan bumi dikurangi radius netto gelombang panjang yang
dipancarkan permukaan bumi, sehingga mempunyai bentuk
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.3. FISIKA EVAPORASI
5.4. PERKIRAAN EVAPORASI

Evaporasi dinyatakan sebagai laju evaporasi yang


diberikan dalam millimeter per hari (mm/hari)
Pengukuran evaporasi dari permukaan air dapat dilakukan
dengan berbagai cara :
1. Panci evaporasi
2. Neraca air di waduk
3. Metode transfer massa
4. Metode neraca energi
5.5. PANCI EVAPORASI
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume
evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan
panci evaporasi
Peralatan ini meliputi:
(a). Tangki Standar Inggris
Terbuat dari besi yang digalvanisir berbantuk bujur sangkar dengan
panjang sisi 1,83 m (6 ft) dan kedalaman 0,61 m (2 ft) yang di
tempatkan di dalam tanah yang sisi atasnya berada 100 mm (4
inchi) dari permukaan tanah
Tangki tersebut berisi 1,8 m3 (400 gallon), dengan elevasi muka air
pada posisi dekat dengan permukaan tanah dan dijaga tidak
sampai berada lebih dari 100 mm di bawah bibir tangki.
Pengukuran elevasi muka air dilakukan setiap hari sehingga dapat
diketahui besarnya penguapan, apabila terjadi hujan maka
kedalaman hujan harus ditambahkan dalam hitungan
5.5. PANCI EVAPORASI

(b). Tangki Standar US Klas A


Alat ini terdiri dari panci logam dengan diameter 1,21 m dan tinggi
0,255 m dilengkapi dengan alat pengukur elevasi muka air.
Alat ini ditempatkan di atas rangka kayu dengan dasarnya berada
pada 0,15 m diatas permukaan tanah, sehingga udara dapat
bergerak bebas disekitar dan di bawah panci. Panci tersebut diisi
air sampai kedalaman 0,203 m.
Evaporasi dihitung dari perbedaan elevasi muka air selama interval
waktu pengukuran.
5.5. PANCI EVAPORASI
5.5. PANCI EVAPORASI
Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukan bahwa
evaporasi yang terjadi dari panci lebih cepat di banding dari permukaan
air yang luas (waduk), untuk itu hasil pengukuran evaporasi dari panci
harus dikalikan dengan suatu koefisien untuk mendapatkan evaporasi
dari waduk atau danau.

Koefisien panci bervareasi menurut musim dan lokasi, berkisar 0,6 –


0,8. biasanya diambil koefisien panci tahunan sebesar 0,7
5.6. NERACA AIR DI WADUK
Neraca air di danau atau waduk didasarkan pada persamaan
kontinuitas yang merupakan hubungan antara air masuk, air keluar,
dan jumlah tampungan.
Gambar 3.4. menunjukan neraca air di danau
5.6. NERACA AIR DI WADUK

Secara matematis dapat dinyatakan dalam bentuk berikut :


5.6. NERACA AIR DI WADUK
Pengukuran dengan cara ini hanya memberikan perkiraan kasar,
Hal ini disebabkan karena sulitnya mengukur beberapa parameter yang ada
dalam persamaan tersebut, yaitu aliran masuk (Q), dan infiltrasi.
Hujan yang jatuh disekitar waduk dapat diukur dengan peralatan yang telah di
jelaskan pada bagian terdahulu.
Pengukuran aliran permukaan yang masuk (Q) sulit dilakukan, karena
biasanya terdapat banyak anak sungai yang menuju waduk. Pengukuran debit
sungai2 yang ada sulit dan memerlukan biaya yang besar.
Aliran keluar (O) dari waduk dapat dihitung dari pencatatan debit yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan air dan air yang keluar dari bangunan
pelimpah.
Perubahan volume air di waduk (ΔS) dapat dihitung dengan mengukur elevasi
muka air waduk.
Infiltrasi (I) hanya dapat secara kasar dihitung berdasarkan teori aliran air,
dengan terlebih dahulu mengukur permeabilitas tanah dan monitoring
perubahan elevasi muka air tanah di dalam sumur yang berdekatan
5.7. METODE TRANSFER MASSA

Pada tahun 1802, John Dalton mengusulkan persamaan difusi untuk


evaporasi, yang dikenal hukum Dalton, dimana evaporasi sebanding dengan
perbedaan antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap karena kelebapan
udara.
5.7. METODE TRANSFER MASSA
Seyhan (1990) dengan mengusulkan nilai C dan f(u) dibentuk
persamaan:

Dengan u2 adalah kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas


permukaan air dalam ( m/d)

Harbeck (1962) melakukan studi terhadap 20 waduk, diperoleh


persamaan:

Dengan E dalam cm/hari ; es dan ed dalam mm bar; dan As adalah luas


permukaan danau dalam meter persegi (m2)
5.7. METODE
TRANSFER
MASSA
5.7. METODE TRANSFER MASSA
5.7.
METODE
TRANSFER
MASSA
5.8. METODE NERACA ENERGI
Dua faktor utama yang mempengaruhi evaporasi dari permukaan air
adalah suplai energi yang menimbulkan panas laten untuk evaporasi
dan adanya transpor uap air meninggalkan permukaan evaporasi.
Radiasi merupakan sumber utama dari energi panas.
Transpor uap air meninggalkan permukaan evaporasi tergantung pada
kecepatan angin diatas permukaan dan gradien kelebaban udar di
atasnya.
Telah dibahas didepan bahwa radiasi netto yang digunakan untuk
evaporasi adalah radiasi matahari yang diserap oleh permukaan bumi
dikurangi dengan radiasi bumi yang keluar ke atmosfer, seperti
ditunjukan dalam persamaan (3.12). Karena terdapat hubungan antara
energi dan evaporasi (melalui panas penguapan laten), maka radiasi
netto Rn dapat dinyatakan dengan kedalaman penguapan air.
5.8. METODE NERACA ENERGI
Kedalaman air yang menguap dirumuskan:

Berdasarkan persamaan (3.19) maka radiasi matahari yang sampai di tepi luar
atmosfer seperti yang ditunjukan dalam table 3.6 dapat dinyatakan dalam
bentuk kedalaman penguapan.
Dengan cara tersebut hitungan evaporasi menjadi lebih sederhana.
Tabel 3.10 adalah radiasi matahari yang sampai di tepi luar atmosfer yang
dinyatakan dalam kedalaman evaporasi
5.8. METODE NERACA ENERGI
5.8. METODE NERACA ENERGI
5.8. METODE NERACA ENERGI
5.9. PENGERTIAN EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi adalah evaporasi dari permukaan lahan yang
ditumbuhi tanaman. Berkaitan dengan tanaman, evapotranspirasi
adalah sama dengan kebutuhan air konsumtif yang didefinisikan
sebagai penguapan total dari lahan dan air yang diperlukan oleh
tanaman. Dalam praktekhitungan evaporasi dan transpirasi dilakukan
secara bersama-sama
Banyak metoda yang dikembangkan untuk memperkirakan besarnya
evapotranspirasi, sebagai berikut:
1. Metoda neraca air
2. Metoda imbangan energi
3. Metoda transfer massa
4. Kombinasi metoda transfer energi dan panas (metoda Penmann)
5. Metoda prediksi, seperti persamaan empiris dan indeks yang
digunakan untuk data panci evaporasi.
6. Metoda untuk tanaman spesifik
5.10. ALAT PENGUKUR
EVAPOTRANSPIRASI
Pengukuran evapotranspirasi dapat dilakukan dengan cara serupa
dengan pengukuran evaporasi.
a. Evapotranspirometer
Evapotranspirometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
evapotranspirasi potensial. Alat ini terdiri dari tangki kedap air berisi
tanah yang diatasnya ditumbuhi tanaman (biasanya rumput).
Biasanya terdapat dua atau tiga buah tangki. Di dasar tangki
terdapat pipa yang dihubungkan dengan tempat penampungan air.
Air hanya dapat masuk ke dalam tangki dari atas, baik karena hujan
atau disiram, dan dapat meninggalkan tangki melalui pipa di dasar.
Evapotranspirasi dapat dihitung dari selisih antara jumlah air yang
masuk tangki dan jumlah air yang terkumpul di tangki pengumpul air.
5.10. ALAT PENGUKUR
EVAPOTRANSPIRASI
Kandungan air dalam tanah dipertahankan pada kapasitas
lapangan, sehingga yang terjadi adalah evapotranspirasi potensial
dari permukaan tanah dan tanaman.
5.10. ALAT PENGUKUR
EVAPOTRANSPIRASI
b. Lisimeter
Lisimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur
evapotranspirasi aktual. Oleh karena itu lisimeter harus
menggambarkan lingkungan sekitarnya, seperti tanaman penutup,
kondisi permukaan, tekstur tanah, porositas, infiltrasi, permeabilitas,
dan karakteristik kapiler. Untuk itu ukuran tangki lebih besar dari
evapotranspirasimeter. Semakin besar tangki semakin kecil
pengaruh tepi tangki dan lebih memungkinkan perakaran tanaman
serupa dengan perakaran di kawasan sekitarnya
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS
THORNTHWAITE
Sejumlah rumus empiris di gunakan untuk menghitung
evapotranspirasi potensial yang didasarkan pada data klimatologi.
Penggunaan rumus2 tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi daerah
yang ditinjau.
Salah satunya adalah rumus yang diusulkan oleh Thornthwaite untuk
daerah basah
Evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh temperature dan lama
penyinaran matahari, untuk 30 hari dalam satu bulan dan penyinaran
matahari 12 jam per hari.
Persamaan tersebut mempunyai bentuk:
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS
THORNTHWAITE
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS
THORNTHWAITE

Apabila waktu penyinaran matahari tidak 12 jam/hari dan


jumlah hari dalam satu bulan tidak 30 hari, maka hasil
perhitungan dengan persamaan tersebut harus di kalikan
dengan suatu faktor.
Tabel 3.11 menunjukan faktor pengali tersebut, yang
tergantung pada letak garis lintang dan bulan sepanjang
tahun.
Nilai2 di dalam tabel 3.11 diturunkan dari lama penyinaran
matahari maksimum yang mungkin terjadi seperti di
berikan dalam table 3.5
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS
THORNTHWAITE
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS
THORNTHWAITE
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS THORNTHWAITE
5.11. PERSAMAAN EMPIRIS THORNTHWAITE
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
Metoda Blaney-Criddle digunakan untuk menghitung evapotranspirasi potensial
berdasarkan data temperature dan lama penyinaran matahari.
Metoda ini banyak di gunakan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman
Persamaan Blaney-Criddle mempunyai bentuk:
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
Untuk suatu jenis tanaman, kebutuhan air konsumtif adalah
jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
evapotranspirasi apabila ketersediaan air tak terbatas.
Kebutuhan air konsumtif adalah sama dengan perkalian
antara faktor kebutuhan air f dan koefisien tanaman kc.
Kebutuhan air konsumtif sangat bervariasi yang
dipengaruhi oleh iklim. Pengaruh iklim pada kebutuhan air
tanaman tidak sepenuhnya dinyatakan oleh faktor
kebutuhan air f. pengaruh iklim dapat digabungkan ke
dalam koefisien tanaman kc.
Biasanya nilai kc tergantung pada waktu dan tempat,
sehingga diperlukan penelitian di lapangan di daerah yang
ditinjau untuk menentukan nilai yang benar.
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
Doorenbos dan Pruitt (dalam Ponce, 1989) melakukan modifikasi
terhadap persamaan Blaney-Criddle untuk memperhitungkan pengaruh
waktu penyinaran matahari (n/N), kelembapan relative minimum
(RHmin), dan kecepatan angin di siang hari (Usiang hari)
Persamaan tersebut adalah:
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
Hubungan antara ETo dan f ditunjukan dalam gambar 3.9. untuk tiga
tingkatan waktu penyinaran matahari (n/N) yaitu rendah (kurang dari
0,6), sedang (0,6 – 0,8) dan tinggi (lebih dari 0,8).
Tiga tingkatan kelembapan relative minimum (RHmin) yaitu (kurang dari
20%), sedang (20-50%) dan tinggi (lebih dari 50%).
Tiga tingkatan kecepatan angin siang hari yaitu lemah (0-2 m/d),
sedang (2-5 m/d), dan kuat (lebih dari 5 m/d)
5.12. METODA
BLANEY-
CRIDDLE
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
5.12. METODA BLANEY-CRIDDLE
5.13. METODA PENMAN
Penman menggabungkan metode transfer masa dan
metode neraca energi untuk menghitung evaporasi Eo.
Evapotranspirasi diperoleh dengan mengalikan nilai
evaporasi dengan suatu konstan empiris.
Hasil penggabungan kedua metoda menghasilkan
persamaan berikut:
5.13. METODA PENMAN
5.13. METODA PENMAN
5.13. METODA PENMAN
5.13. METODA
PENMAN
5.13. METODA
PENMAN
5.14. SOAL LATIHAN
5.14. SOAL LATIHAN
5.14. SOAL LATIHAN
5.14. SOAL LATIHAN

Anda mungkin juga menyukai