Anda di halaman 1dari 56

Pengukuran dan Pemetaan

Daerah Irigasi
Peningkatan Kapasitas Pelaksana DAK Bidang Irigasi TA. 2022
Materi

1. Data Topografi untuk Perencanaan Irigasi


2. Bench Mark
3. Pengkuran Sungai dan Lokasi Bendung
4. Pengukuran Trase saluran
5. Penggambaran Peta
1. DATA TOPOGRAFI UNTUK PERENCANAAN IRIGASI

TAHAP SKALA JENIS SUMBER


STUDY INDENTIFIKASI 1 : 50.000 PETA DASAR /CITRA BIG
1 : 25.000 PETA DASAR / CITRA BIG
FEASIBILITY STUDY 1 : 5.000 PETA FOTO / PETA GARIS TERESTRIS / LIDAR
DESAIN
PETA TOPOGRAFI 1 : 5.000 PETA FOTO / PETA GARIS TERESTRIS / LIDAR
PETA SITUASI SUNGAI 1 : 2.000 PETA GARIS TERESTRIS
PETA LOKASI BENDUNG 1 : 1.000 – 1 : 500 PETA GARIS TERESTRIS
1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
DAK Bidang Irigasi:

Daerah Irigasi kecil dan menengah:


 Luas Kurang dari 500 Ha
 Luas 500 Ha sampai dengan 1.000 Ha
 Luas 1.000 sampai dengan 3.000 Ha

 DI. Existing

Rehabilitasi dan Peningkatan


1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
Pada tahap perencanaan, diperlukan peta topografi dengan syarat
sebagainberikut:
1. Peta topografi skala 1 : 5.000 atau skala 1 : 2.000 tergantung kepada luas
daerah irigasi yang direncanakan.
(Skala 1 : 2.000 untuk luas kurang dari 500 ha sampai 1.000 ha)

2. Interval garis kontur 0.5 meter sampai 1.00 meter, tergantung kemiringan
lahan.
1. Data Topografi untuk Perencanaan Irigasi
• Ketelitian planimetris (x,y) dinyatakan dengan 1 : 10.000 yang berarti
bahwa dalam jarak 1 km hanya boleh terjadi kesalahan 0.1 meter.
• Ketelitian ini dapat diperoleh dengan cara:
a. Pengukuran sudut (polygon) dengan ketelitian 10” √n, n =
jumlah sudut
b. Pengukuran jarak datar dengan EDM (total station)
1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
 Ketelitian vertical dinyatakan dengan: 7-8 mm √D(km), D= jarak
pengukuran Sifat Datar.
 Ketelitian ini dapat diperoleh dengan cara:
a. Pengukuran Sipat Datar pergi pulang dan atau pengukuran loop
tertutup,
b. Alat ukur berada ditengah dua rambu atau dalam satu seri
pengukuran jumlah jarak ke belakang sama dengan jumlah jarak
kemuka,  Db =  Dm
1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
• Semua sungai, anak sungai dan saluran-saluran alam, termasuk arah
alirannya.
• Semua saluran dan bangunan (Bendung, bangunan bagi sadap, box tersier
dan bangunan lainnya, seperti talang, syphon, gorong2, jembatan, dll)
• Saluran Induk, Sekunder, tersier, saluran drainase0
• Jalan umum, jalan inspeksi, jalan desa
• Batas dan nama kampung, desa
• Batas tata guna lahan seperti: kebun, kolam, ladang, sawah, rawa
• Untuk perncanaan tersier diperlukan batas2 petak sawah, batas petak
tersier
1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
• Peta topografi baru, peta yang sebelumnya tidak ada peta dalam skala
yang sama sehingga perlu dibuat baru, atau
• Peta topografi hasil Up-dating, yaitu sudah ada peta lama dalam skala
yang sama, namun karena sudah terjadi perubahan, seperti:
perubahan tataguna lahan, perubahan sistim jaringan,1 maka perlu
dibuat up-dating map dengan mengukur perubahan yang terjadi,
akan tetapi masih mengacu kepada sistim koordinat yang sama,
datum yang sama memakai BM yang sudah ada.
• Dalam hal BM yang lama sudah tidak ada atau sudah diragukan
kebenarannya, maka pemetaan dilaksanakan sebagaimana pemetaan
baru.
1. Data Topografi Untuk Perencanaan Irigasi
• Peta rincikan untuk keperluan LARAP dengan skala 1 : 1000
• Pemetaan bidang-bidang tanah berdasarkan kepemilikan tanah yang
akan dibebaskan
Peta Petak Skala 1 : 5.000
Peta Petak adalah peta yang memperlihatkan pembagian petak-petak irigasi
sampai tingkat petak tersier.

Jaringan irigasi dan bangunan termasuk drainase dan seluruh letak


bangunan dalam skala 1 : 5.000;

Informasi tentang luas layanan (ha), debit rencana (lt/det), Panjang saluran;
2. BENCH MARK (BM)
• Bench Mark (BM) merupakan titik acuan yang mempunyai kordinat
horizontal (X,Y) dan posisi vertikal (Z)
• Koordinat (X,Y) dalam sistim proyek UTM (sistim koordinat nasional)
• Posisi Vertikal (Z) merupakan ketinggian diatas bidang datum (MSL),
atau sering disebut sebagai tinggi Orthometrik.
• BM dibuat dari beton ukuran (30x30x 1.20 cm) dan koordinat ditandai
dengan baut (+) dan diberi nomor dan nomenklatur sesuai dengan
nama daerah irigasinya, atau instansi pemiliknya, atau nama saluran
yang jelas.6
2. BENCH MARK (BM)
• Posisi horizontal BM ditentukan dengan pengukuran polygon (polygon
tertutup dan atau polygon terbuka terikat pada kedua ujungnya)
• BM awal dapat ditentukan dengan GPS geodetic atau diikat kepada
titik GPS terdekat atau TTG
• Apabila penentuan posisi vertical BM dengan GPS, maka tinggi yang
dipakai adalah tinggi Orthometrik, yaitu tinggi diatas bidang geoid
bukan tinggi diatas bidang Elipsoid.
• Sebaran BM pada daerah irigasi ditentukan minimal 1satu buah untuk
setiap 500 Ha.
2. BENCH MARK (BM)
• BM ditanam pada setiap 2 kilometer sepanjang jalur pengukuran
polygon atau pengukuran Sipat Datar atau sepanjang saluran irigasi
• BM harus ditanam paling sedikit satu buah di lokasi bangunan utama
atau Bendung
• Setiap BM ditanam pada lokasi yang aman dan mudah ditemukan
• Semua BM dibuat deskripsinya berisi koordinat dan skets lokasi BM
dan CP berikut informasi lain yang penting.
• Pada setiap bangunan (rencana maupun existing) ditanam satu BM
(kecil) dan satu buah CP sebagai pendamping.
Pen kuningan
Ø6 cm

20
Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC Ø6 cm

25
Nomor titik

Tulangan tiang Ø10


Dicor beton
Sengkang Ø5-15

10
100

65

Dicor beton

75
20
Beton 1:2:3
15

10

20

Pasir dipadatkan
20

40

Benchmark Control Point


Pengukuran Kerangka Horizontal dan Vertikal
• Persiapan: penentuan lokasi dan luas area pengukuran, pemilihan jalur
pengukran dan letak BM, pemilihan dan kalibrasi alat ukur, dan skala peta
yang diinginkan.
• Penentuan Titik Referensi dan titik Kontrol: TTG, GPS, BM yang ada
terdekat;
• Pengukuran Kerangka Horizontal: dengan cara polygon (Terbuka atau
tertutup)
• Pengukuran Kerangka Vertikal: dengan cara Sipat Datar (pergi-pulang dan
loop tertutup)
• Pengukuran Situasi: dengan tachimetry atau Total Station
• Penggambaran: merencanakan lembar dan penomoran peta, plotting dan
contouring.
Pengukuran Kerangka Horizontal (X,Y)
Penentuan koordinat (X,Y)
α = Azimuth atau sudut jurusan Y/U
dari A ke B2 ∂x B (XB,YB)
YB

d = jarak datar diatas bidang proyeksi ∂y


α d
YA
A(X ,Y )
A A
X
XA XB

∂x = (XB-XA) = d Sin α
XB = XA +∂x
∂y = (YB-YA) = d Cos α
YB = YA + ∂y
d2 = (XB – XA)2 + (YB – YA)2

α= arc.Tg. (XB-XA) / (YB – YA)


Y(U)

Sudut Jurusan (Azimuth)

XB B (XB,YB)

YB

X
YA aAB
XA
A (XA,YA)
(DAB )2 = (XB – XA)2 + (YB – YA)2

XB = XA + DAB SinaAB

YB = YA + DAB CosaAB
koordinat
TgaAB = (XB = XA) / (YB – YA)
SUDUT JURUSAN

βC
αAB αCD
C
A dCD
dBC αCB
dAB βB αBC
D
αBA
B
αBC = αBA + βB – 3600 atau (αAB + 1800) + βB – 3600 atau αAB + βB - 1800

Dengan cara yang sama maka,

αCD = αBC + βC – 1800 sama dengan αAB + βB + βC – 2. 1800


Pengukuran Kerangka Vertikal

Kerangka vertikal merupakan pengukuran untuk menentukan elevasi titik-


titik dari satu titik yang telah diketahui posisi ketinggiannya (elevasi)
terhadap bidang referensi (mean sea level – MSL).

Pengkuran dilakukan dengan cara Sipat Datar menggunakan alat Waterpass


Pengukuran Sipat Datar adalah untuk menghitung beda tinggi antara dua buah titik dengan
menggunakan alat waterpass.
a. Alat diletakkan ditengah antara dua titik yang akan diukur dengan posisi sudah distel secara
mendatar menggunakan nivo yang ada pada alatnya.
b. Rambu ditempatkan diatas patok secara tegak lurus dengan bantuan alat nivo yang
ditempelkan pada rambu.
c. Rangkaian pengukuran dibagi dalam seksi-seksi pengukuran, dan tiap seksi pengukuran harus
dilakukan dengan cara pergi dan pulang yang harus selesai dalam satu hari.
d. Setiap seksi pengukuran terdiri dari jumlah slag dengan angka genap
e. Setiap kali berpindah alat ke slag berikutnya maka posisi rambu berpindah selang seling, yaitu
rambu belakaang pindaah menjadi rambu muka demikian seterusnya hingga pada satu seksi
pengkuran rambu belakang/awal menjadi rambu belakang/akhir
f. Jumlah jaraak ke belakang harus sama dengan jumlah jarak ke muka.
g. Kalibrasi alat dilakukan sebelum dan sesudah selesai atau pada pagi hari dan pada sore
harinya.
h. Pembacaan rambu dimulai dengan bacaan benang tengah dilanjutkan dengan bacaan
benang atas dan benang bawah
i. Bacaan benang tengah harus sama dengan setengah bacaan benang atas ditambah
bacaan benang bawah
2 Bt = Ba + Bb
j. Pengukuran sipat datar untuk pemetaan situasi maka jaringan pengukuran dilakaukan
dalam sejumlah loop tertutup.
Tinggi titik pertama ( h1) dapat di definisikan, sebagai koordonat lokal ataupun terikat
dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, sedangkan selisih tinggi atau lebih di
kenal dengan beda tinggi ( h ) dapat diketahui/diukur dengan menggunakan prinsip sipat
datar.

( h2 ) = h (1) + ∆ h ( 12 )

tinggi selanjutnya adalah tinggi titik sebelumnya ditambahkan dengan beda tinggi antara
kedua titik yang bersangkutan, Umumnya diambil selisih tinggi titik belakang terhadap titik
muka.
HITUNGAN SIPAT DATAR
a. Untuk menghitung beda tinggi dua titik dapat dihitung dari bacaan benang tengah belakang
dikurangi bacaan benang tengah rambu muka
D h = Bt blk – Bt mk

b. Hitungan beda tinggi dari satu seksi pengukuran atau satu loop pengukuran adalah sum dari
beda tinggi antar slag atau sum dari beda tinggi seluruh seksi dalam satu loop
DH=Dh

c. Besarnya salah penutup diberikan toleransi yang ditetapkan, misalnya toleransi: 7mm sd 8
mm akar Jarak dalam kilometer, atau:
7mm V D(km)
(diberikan gambar atau skets pengukuran Sipat Datar ; bentuk loop pengukuran)
3. Pengukuran situasi sungai dan lokasi bendung
Pengukuran situasi sungai dimaksudkan untuk memperoleh bentuk
morfologi sungai disekitar rencana bendung:
a. Sungai dengan kemiringan landai atau sungai bermeander
diperlukan pengukuran paling sedikit 1,0 kilometer ke arah hulu
dan 1,0 kilometer kearah hilir dari rencana as bendung.
b. Sungai dengan kemiringan yang lebih curam atau sungai tidak
bermeander diperlukan paling sedikit 0.5 kilometer kearah hulu
dan 0.5 kilometer kearah hilir dari rencana as bendung.
3. Pengukuran situasi sungai dan lokasi bendung

• Peta situasi sungai dibuat dalam skala 1 : 2.000


• Kontur interval digambar 0.5 m sampai 1.0 m, kecuali pada daerah
tebing dapat dibuat dengan kontur interval 2.5 m.
• Pengukuran dilakukan dengan kombinasi tachymetri dan pengukuran
profil melintang sungai
• Pada kondisi tebing sungai yang curam dan air dalam, pengukuran
dilakukan dengan kombinasi tachimetry dari dua sisi sungai dan
pengukuran bathymetri
• Pengukuran profil melintang sungai dilakukan setiap 50 meter pada
bagian lurus dan 25 meter pada bagian tikungan.
Pengukuran Situasi Sungai skala 1 : 2.000
1.0 km 1.0 km

Rencana as bendung
Pengukuran profil melintang sungai dengan alat Total Station dari dua sisi
berseberangan (reciprocal)

Total station 2
Total station 1

patok
patok
L1 R2
Posisi TS1 dan TS2
R1 dan R2 dibidik dari TS2
diperoleh dari BM atau
P1 patok yang ada
L1 dan L2 dibidik dari TS1 R2
L2

Posisi perahu di P1 dapat


dibidik dari TS1 dan TS2 b1

Kedalaman b1 diukur
dengan alat echo sounding
3.Pengukuran situasi sungai dan lokasi bendung

• Pengukuran situasi lokasi bendung diperlukan untuk merencanakan


bendung dan bangunan pelengkapnya, seperti: bangunan kantong
lumpur, saluran pengelak, tanggul penutup, pintu intake, bangunan
genset, rumah jaga,dan lain-lain.
• Rencana As bendung ditandai dengan memasang BM dan CP ( untuk
sungai yang lebarnya lebih dari 30 meter biasanya BM dipasang pada
kedua tepi sungai sehingga pada waktu pelaksanaan as bendungan
tidak mengalami pergeseran
• Titik-titik pengukuran dilakukan lebih rapat mis. @10 meter dengan
tachymetri dan pengukuran profil melintang
3. Pengukuran situasi sungai dan lokasi bendung1

• Peta situasi lokasi bendung dibuat dalam skala 1 : 1.000


• Pengukuran dilakukan 500 meter ( 250 meter ke hulu dan 250 meter
ke hilir dari as bendung) serta 250 meter dari tebing sungai kiri dan
250 meter dari tebing sungai sebelah kanan, muat dalam satu lembar
peta utuh.
• Kontur Digambar tiap interval 0.5 m sampai 1.0 m
Pengukuran Tachymetri menggunakan Total Station

rambu

d m
br
Alat θ D

ta
dH

dH = ta + m – br ; dimana (m) = d Sinθ


Menghitung beda tinggi dengan Tachymetri
Beda tinggi atau ketinggian titik-titik dihitung dengan mengukur 5 sudut
miring dan jarak:
D h = d.Sin. q + ta – Bt
Keterangan:
d = jarak miring
q = sudut miring
ta = tinggi alat dari atas patok
Bt = Bacaan tengah pada rambu target
Tahapan Pengukuran Situasi Sungai dan Lokasi Bendung
Persiapan

Pemasangan BM

Pemilihan lokasi bendung Pemasangan patok

Polygon Waterpass

Rincikan

Cross section
Pengikatan Referensi
Bathimetry

Plotting

Pembagian Lembar Peta Penggambaran Kompilasi data lapangan

Gambar Situasi Gambar Profil


4. Pengukuran Trase Saluran

Pengukuran trase baru sesuai dengan rencana alignment saluran


dalam yang Peta Petak

Lokasi dan koordinat (X,Y) rencana bangunan (bangunan bagi/sadap)


mengikuti rencana lokasi yang dibuat dalam Peta Petak; Pematokan
dilaksanakan berdasarkan koordinat tersebut

Pada pekerjaan Rehabilitasi, pengukuran dilakukan mengikuti trase


saluran existing
Metode pengukuran yang digunakan dengan Polygon.

Kontrol sudut dilakukan dengan pengamatan azimuth matahari atau


dengan pengamatan dengan GPS geodetic.

BM ditanam pada setiap jarak 2 – 2,5 km

Bila diperlukan, sepanjang pengukuran trase saluran dilakukan


rincikan untuk keperluan LARAP atau bila ditemukan kondisi tanah
tertentu yang perlu diinformasikan kepada tim perencana.
Elevasi harus diukur dengan Waterpass pergi dan pulang (tidak
diperkenankan dengan double stand)

Pengukuran Profil dilakukan pada setiap jarak 50 m dan pada tikungan


dengan lebar struk sesuai keperluan ( 10 – 20 ) m ke arah kiri dan
kanan alignment saluran

Situasi trase saluran digambar dengan Skala 1 : 2.000


Pengukuran profil memanjang (Long Section)

Tanggul kiri

Tanggul kanan

Dasar saluran
Memasang patok-patok trase

Rencana trace saluran


Garis polygon
a2
A2 A4
b2
P3 P4 P10
P5
P2
P6 a3 P9
P1
a1 P8
P7
b3

A3
A1
Jarak antar patok P1-P2 : @ 50 m atau 25 m pada tikungan
L1,L2,L3 ; a1,a2,a3; b2,b3 : dihitung
A1, A4 diikat ke Bm dan CP yang diketahui koordinatnya dan ada dilapangan
STA
+100.201+100

P1

50
+97.90 +100.35 1+150
P2
CP1:525.30, 180,55

T
IP1: 500.00 , 150.50

25

Θ= 45
T= 25
+97.85 +100.36

R= 100
IP1
θ

25
R

+97.80 +100.37 1+200


P3
CP1

60

+97.67 +100.20 1+260


P4

30

50
15
IP2

40

+97.55 +100.35 1+290


P5

40

+97.48 +100.30 1+330


P6

CP2

+97.40 +100.38 1+370


P7
IP2 : 600.55 , 100.00
CP2: 630.00, 80.50
Tahapan Pengukuran Trase Saluran skala 1 : 2.000
Persiapan

Peta-Petak Pemasangan BM Penentuan Titik Referensi

Penentuan posisi
banguan2 air
Penentuan arah dan
panjang saluran

Pematokan

Polygon Trace Waterpass

Rincikan Cross section

Penggambaran kompilasi

Gambar situasi trase Gambar profil


Pengukuran Profil Melintang (Cross section)
Pengukuran profil melintang setiap 50 meter dan pada tikungan.
a. Menggunakan alat waterpass
b. Titik dibidik tiap jarak 5 atau mengikuti bentuk profil tanah dengan lebar
struk 10 – 20 kiri dan kanan melintang pada as trace rencana saluran
Tanggul kiri Tanggul kanan

as saluran

10 m – 20 m 10 m – 20 m

Titik-titik profil yang perlu diukur


dekzerk
mercu
Lantai hilir
intake Ujung koperan
Lantai hulu

Titik titik profil pada bangunan existing


5. PENGGAMBARAN
Penggambaran memuat semua informasi berdasarkan hasil
pengukuran. Gambar harus mengandung informasi yang dibutuhkan
perencana maupun pelaksana yang mudah dimengerti dan obyek yang
ada dapat ditemukan dilapangan.
Ukuran lembar dan sistim penomoran harus teratur dilengkapi dengan
indek peta atau nomor blad gambar yang memudahkan pencarian dan
hubungan lembar dengan lembar berikutnya.
Ukuran lembar biasanya ukuran A0 dibagi menjadi muka peta ukuran
50 cm x 50 cm, sedangkan bagian lain berisi informasi peta: judul
pekerjaan, lokasi pekerjaan, legenda atau keterangan symbol, skala
peta dan arah utara, instansi pelaksana dan penanggung jawab.
Tahapan penggambaran biasanya dilakukan sebagai berikut:
1. Penentuan skala peta 1 : 5.000, 1 : 2.000; 1 : 1.000 atau 1 : 500
2. Pembuatan garis pinggir
3. Pembuatan Grid 10 cm x 10 cm sebagai referensi plotting koordinat titik-
titk hasil pengukuran
4. Plotting koordinat BM dan CP serta patok-patok pengukuran (polygon dan
waterpass)
5. Utamakan plot BM dan CP titik-titik kerangka pengukuran terlebih dahulu
6. Plotting titik jalur pengukuran detail baik secara raai maupun secara
spring
7. Plot titik detail yang dibidik dari masing-masing patok pengukuran situasi
8. Tuliskan elevasi semua titik detail yang sudah dihitung, baik dengan cara
tachymetri maupun yang dihitung dengan sipat datar
9. Gambar detail obyek dengan menghubungkan titik-titik rincik
dibantu skets yang dibuat pada saat pengukuran dilapangan dan
tuliskan nama obyek tersebut, seperti bangunan, batas tataguna
lahan, saluran atau parit, jalan dan lainsebagainya
10.Lakukan penggambaran kasar sehingga sudah menampakkan wajah
planimetris gambar atau peta.
11.Lakukan penarikan garis kontur dengan cara interpolasi
12.Gambar profil memanjang dan profil melintang dewasa ini dilakukan
dengan Autocad namun sebaiknya tetap dilakukan penggambaran
secara manual mengikuti standar penggambaran yang ada, ukuran
huruf dan angka, tebal garis dan ukuran serta symbol-simbol
berdasarkan standar penggambaran yang ada
Garis kontur

Garis kontur adalah garis khayal di lapangan yang menghubungkan titik


dengan ketinggian yang sama.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai