Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga Bulutangkis dewasa ini menjadi salah satu cabang olahraga yang

digemari oleh banyak kalangan masyarakat diseluruh dunia termasuk di Indonesia.

Eksistensi Bulutangkis di Indonesia sendiri merupakan salah satu cabang olahraga yang

menjadi kebanggaan masyarakat karena telah mengharumkan nama negara menorehkan

prestasi di kancah Internasional bahkan sampai tingkat Olimpiade. Sebagai salah satu

cabang olahraga prestasi di Indonesia, olahraga bulutangkis perkembangannya selalu

mendapat perhatian khusus bagi para pelaku pemandu bakat olahraga ini terutama

terhadap prestasi atlet dan regenerasi atlet. Atlet bulutangkis yang baik harus

menguasai berbagai komponen pendukung prestasi.

Untuk mencapai suatu prestasi maksimal ada empat macam kelengkapan yang

perlu dimiliki, yaitu: pengembangan fisik (physical build-up), pengembangan teknik

(technical build-up), pengembanagan mental (mental build-up), dan kematangan juara.

Sesuai dengan perkembangan pengetahuan, sekarang ini telah berkembang suatu istilah

yang lebih populer dari physical build-up yaitu physical conditioning yang maksudnya

adalah pemeliharaan kondisi/keadaan fisik. Bahwa kondisi fisik adalah satu prasyarat

yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet, bahkan dapat

dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar-tawar lagi.

Kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat

dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Menurut M. Sajoto,

(1995:8-10) kondisi fisik dalam tubuh manusia terdiri dari sepuluh komponen antara

lain: 1) Kekuatan (strength), 2) Daya tahan (endurance), 3) Daya otot (musculus

1
2

power), 4) Kecepatan (speed), 5) Daya lentur (flexibility), 6) Kelincahan (agility),

7) Koordinasi (coordination), 8) Keseimbangan (balance), 9) Ketepatan (accuracy),

10) Reaksi (reaction).(Sajoto, 1995). Komponen Fisik atlet bulutangkis merupakan

salah satu pendukung untuk mencapai prestasi tertinggi podium juara dalam

bulutangkis, karena di dalam olahraga bulutangkis atlet tidak hanya menyelesaikan satu

partai pertandingan saja melainkan harus menyelesaikan pertandingan pada seri

turnamen. Atas dasar itu, faktor terpenting yang mempengaruhi kondisi fisik seseorang

atlet adalah kemampuan pelatih dalam menyusun program latihan yang tepat. Seperti

yang banyak dilakukan atlet, latihan harus diatur dan direncanakan dengan baik

sehingga dapat menjamin tercapainya tujuan dari latihan. Jadi, proses program latihan

menunjukan suatu yang diorganisasi dengan baik, secara metodologis dan menurut

prosedur ilmiah sehingga dapat membantu para atlet untuk mencapai hasil yang lebih

baik berdasarkan latihan dan prestasinya. Oleh karena itu perencanaan merupakan alat

yang sangat penting yang dapat dipakai oleh seorang pelatih dalam usaha mengarahkan

program latihan yang terorganisir dengan baik.

Dalam buku LTAD (Long Term Athlete Development) bahwa The LTAD model is

a seven-stage framework toguide the participation, training, competition, and recovery

pathways in sport and physical activity, from infancy through all phases of adulthood.

The seven stages are as follows: (1) Active Start, (2) FUNdamentals, (3) Learn to

Train, (4) Train to Train, (5) Train to Compete, (6) Train to Win, (7) Active for Life.

(Norris, 2010). Jadi pada anak usia 6-12 tahun pada program latihan lebih diarahkan

pada FUNdamentals dan Learn to Train Stage, sehingga latihan dapat memiliki

karakteristik melatih kecepatan, keterampilan, dan kelenturan. Ketika atlit sudah

memiliki fundamental skill yang baik dan benar maka secara langsung atlit akan siap

menuju masa train to compete dan train to win, sehingga akan tercipta ekosistem
3

pembinaan prestasi yang berkesinambungan. Selain itu, membangun fundamental

kemampuan atlit 6-12 tahun sama halnya dengan upaya regenerasi atlit yang mana hal

ini harus dilakukan disetiap cabang olahraga termasuk bulutangkis untuk mendapatkan

atlit-atlit yang nantinya akan berjuang pada kejuaraan baik di tingkat regional maupun

internasional.

LTAD adalah cara untuk meyakinkan bahwa atlet akan mendapatkan pelatihan

yang optimal, kompetisi dan pemulihan sepanjang karir mereka yang memungkinkan

mereka untuk merealisasikan potensinya sebagai atlet dan dapat menikmati

keikutsertaannya dalam olahraga dayung dan aktivitas fisik lainnya. Program latihan,

perlombaan dan pemulihan didasarkan pada perkembangan usia dan kematangannya

bukan kepada usia kronologisnya dan dirancang untuk mengoptimalkan

perkembangannya pada periode yang kritis ketika latihan yaitu ketika mengalami

percepatan dalam penyesuaian diri. LTAD juga mempertimbangkan perkembangan

fisik, mental, emosional dan kognitif dari para atlet. LTAD menyadari bahwa

pembinaan olahraga adalah bersifat jangka panjang dan tidak ada jalan pintas. Anak-

anak harus membangun kemampuan fisiknya - menguasai gerakan-gerak dasar dan

keterampilan dasar olahraga melalui aktivitas fisik sejak mereka masih muda. (Nurjaya,

2012).

Pada tanggal 31 Desember 2019 Organisasi Kesehatan Dunia

atau WHO diberitahu mengenai adanya kasus penyakit misterius mirip pneumonia di

Kota Wuhan, China. Setelah diperiksa, ternyata virus tersebut tidak cocok dengan virus

lain sehingga menimbulkan kekhawatiran. Seminggu kemudian, pihak otoritas

kesehatan China mengkonfirmasi adanya virus baru penyebab penyakit tersebut yang

dinamakan virus corona atau coronavirus. Virus ini masih satu famili dengan MERS-

CoV (Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus) dan SARS (Severe Acute
4

Respiratory Syndrome). Sementara, virus corona baru ini dinamai 2019-nCoV (novel

coronavirus) (Azizah, 2020).

Pada 2 Maret 2020 pemerintah Indonesia mengumumkan untuk pertama kalinya

penyebaran covid 19 dua kasus pasien positif, fakta perkembangan di seluruh dunia mengalami

situasi pandemi virus COVID-19 termasuk di Indonesia yang menyebar luas mulai dari awal

tahun 2020 (Pranita, 2020). Sampai dengan sekarang terutama di wilayah Jabodetabek masuk

pada zona merah, sehingga memaksa seluruh aktivitas manusia terhambat termasuk latihan atlet

bulutangkis. Hal ini tentunya merupakan suatu tantangan sekaligus peluang bagi para pelatih

untuk berinovasi dan mengembangkan kemampuannya untuk dapat beradaptasi dan mampu

melatih atlet secara maksimal.

Berdasarkan realita dilapangan tentu saja ini merupakan hal penting untuk diketahui

bagaimana kesiapan pelatih dalam menyusun program latihan fisik di masa pandemi virus

COVID-19 dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ―Model Latihan Atlet

Bulutangkis Selama Pandemi COVID-19 dan Faktor yang Mempengaruhinya‖

B. Fokus Penelitian

Berdaarkan latar belakang tersebut maka fokus permasalahan pada penelitian ini

adalah pembuatan Model Latihan Fisik Atlet Bulutangkis Pada Masa Pandemi COVID-

19.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka fokus permasalahan pada penelitian ini

adalah :

1. Bagaimanakah model latihan fisik untuk atlet bulutangkis pada masa pandemic

covid 19?

2. Apakah model latihan fisik untuk atlet bulutangkis pada masa pandemi covid 19

dapat meningkatkan kebugaran jasmani?


5

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam program latihan

fisik atlet bulutangkis. Adapun kegunaan hasil penelitian ini nantinya antara lain :

1. Bagi peneliti, peneliti mampu menerapkan model yang sesuai dengan materi

latihan fisik untuk atlet bulutangkis pada masa pandemic covid 19.

2. Bagi klub, hasil penelitian model latihan fisik pada masa pandemic covid 19 ini

memberikan referensi dalam meningkatkan kualitas latihan atlet.

3. Hasil penelitian dapat ditindaklanjuti secara lebih luas dan masif sehingga dapat

memberikat kebermanfaatan atlet bulutangkis dimasa pandemi virus COVID-19.

4. Bagi pelatih, penerapan model latihan fisik pada masa pandemi covid 19 dapat

memfasilitasi atlet dalam berlatih materi dengan mudah dan bermakna.

Anda mungkin juga menyukai