rata umur 22-38 tahun di PMI Kab. Blitar, diperiksa kadar Hba dengan menggunakan
metode CuSo4 dan metode Hemocue. Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil
sebagai berikut :
Hemocue.
jenis kelamin Laki laki lebih besar yaitu 24 (80%), dibanding perempuan hanya 6
memiliki rerata yang kadar Hb kurang dari 12,4 sebanyak 6 pendonor (20%), dan
kadar Hb diatas 12,5 lebih banyak sejumlah 24 pendonor (80%). Adapun distribusi
kadar Hb kurang dari 13,0 sebanyak 8 pendonor (26,7%), sedangkan kadar Hb diatas
kelamin Laki laki lebih besar yaitu 24 (80%), dibanding perempuan hanya 6 (20%).
terbanyak adalah umur 33 tahun dengan jumlah 4 orang (13.3%), dan terendah ada
yang berumur 22, 24, 25, 26,27,29,38 tahun dengan jumlah 1 orang (3,3%)
metode CuSo4 memiliki rerata yang kadar Hb kurang dari 12,4 sebanyak 6 pendonor
(20%), sedangkan kadar Hb diatas 12,5 lebih banyak sejumlah 24 pendonor (80%).
metode Hemocue memiliki rerata yang kadar Hb kurang dari 13,0 sebanyak 8
pendonor (73,3%).
Tabel 5. Hasil uji Independent t test kadar Hb Metode CuSo4 dan Metode Hemocue
lebih tinggi dibandingkan metode CuSo4 yaitu 12,4 gr/dl dan 14,1 gr/dl. Hasil uji t
terhadap kadar Hb dengan menggunakan kedua metode diperoleh nilai p yaitu 0,000
< dari nilai alpha 0,05 sehingga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
4.2. Pembahasan
Blitar berjumlah 30 pendonor yang diperiksa kadar Hb dengan metode CuSo 4 dan
Metode Hemocue. Dari hasil data diatas distribusi pendonor berdasarkan Jenis
kelamin didapatkan pendonor dengan jenis kelamin Laki laki lebih besar yaitu 24
berdasarkan umur yang terbanyak adalah umur 33 tahun dengan jumlah 4 orang
(13.3%), dan terendah ada yang berumur 22, 24, 25, 26,27,29,38 tahun dengan
rerata yang kadar Hb kurang dari 12,4 sebanyak 6 pendonor (20%), sedangkan kadar
kurang dari 13,0 sebanyak 8 pendonor (26,7%), sedangkan kadar Hb diatas 13,1 lebih
CuSO4 yaitu 12,4 gr/dl dan 14,1 gr/dl. Hasil uji t terhadap kadar Hb dengan
menggunakan kedua metode diperoleh nilai p yaitu 0,000 < dari nilai alpha 0,05
dan CuSO4.
Dari data diatas peneliti menyimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna dari
pemeriksaan metode CuSo4 dan metode Hemocue, dimana kita ketahui bahwa Cara
Cuprisulfat, cara ini hanya dipakai untuk menetapkan kadar hemoglobin dari donor
yang diperlukan untuk kebutuhan tranfusi darah sebagai tes screening. Dimana
dari darah. Dasar dari pemeriksaan ini adalah tetesan darah diteteskan kedalam
larutan cupri sulfat dengan ekuavalensi grafitasi spesifik, Hasil metode ini adalah
hemoglobin. Kadar minimum ini ditentukan dengan setetes darah yang tenggelam
dalam larutan cupri sulfat dengan berat jenis 1,053 (Gandasoebrata, 2013). Adapun
pengukuran dengan metode POCT (Point of Care Testing) yang dirancang untuk
pemeriksaan kadar hemoglobin dengan sampel whole blood bukan untuk sampel
serum atau plasma (Aziz, 2013). Alat pengukuran metode POCT menggunakan
reflectance (pemantulan) dengan membaca warna yang terbentuk dari sebuah reaksi
antara sampel darah dengan reagen yang ada pada tes strip. Reagen yang ada pada tes
strip akan menghasilkan warna dengan intensitas tertentu yang berbanding lurus
dengan kadar Hemoglobin yang ada di dalam sampel. Selanjutnya warna yang
masih lebih akurat dibanding dengan metode Cuprisulfat, dimana metode Hemocue
penentuan nilai atau kadar Hb masih lebih baik dibanding dengan menggunakan
metode Cuprisulfat, tetapi menurut peneliti juga penetuan kadar Hb dengan metode
Cuprisulfat untuk pendonor masih layak untuk bisa dilaksanakan karena berdasarkan
distribusi data hasil pemeriksaan kadar Hb pada penelitian ini menunjukan datanya
masih sama dengan hasil yang diperiksa dengan metode Hemocue, walaupun ada
perbedaan yang bermakna dalam penentuan kadar Hb metode Hemocue, tetapi tren
masih tetap sama yaitu bila kadar Hb metode Cuprisulfat normal maka hasil kadar Hb