Anda di halaman 1dari 3

RESUME PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA Ideologi di negara-negara yang baru merdeka dan sedang
berkembang, menurut Prof. W. Howard Wriggins, berfungsi sebagai sesuatu yang “confirm and deepen
the identity of their people” (sesuatu yang memperkuat dan memperdalam identitas rakyatnya).

Ideologi adalah suatu sistem nilai yang terdiri atas nilai dasar yang menjadi cita-cita dan nilai
instrumental yang berfungsi sebagai metode atau cara mewujudkan cita-cita tersebut. Menurut Alfian
(1990)

kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang terkandung di dalam dirinya.

Pertama, adalah dimensi realita, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi itu secara riil
berakar dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.

Kedua, dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme, bukan
lambungan angan-angan, yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui
perwujudan atau pengalamannya dalam praktik kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan
berbagai dimensinya.

Ketiga, dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan, bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan
yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam
nilai-nilai dasarnya (Oesman dan Alfian, 1990: 7-8).

Selain itu, menurut Soerjanto Poespowardojo (1990), ideologi mempunyai beberapa fungsi, yaitu
memberikan:

1. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang didapat merupakan landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitranya.

2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan
dalam kehidupan manusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan betindak.
4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.

5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuannya.

6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah
lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Oesman dan Alfian,
1990: 48).
Dalam konteks Indonesia, Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta (1926-1931)
di Belanda, sejak 1924 mulai merumuskan konsepsi ideologi politiknya, bahwa tujuan kemerdekaan
politik haruslah didasarkan pada empat prinsip: persatuan nasional, solidaritas, nonkooperasi dan
kemandirian (selfhelp) (Latif, 2011: 5).

Soepomo, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945, memberikan tiga pilihan ideologi, yaitu: (1)
paham indvidualisme, (2) paham kolektivisme dan (3) paham integralistik. Pancasila sebagai ideologi
Indonesia mempunyai ajaran-ajaran yang memang mengandung nilai-nilai yang terkandung dalam
ideologi lain.

A. Pancasila dan Liberalisme

Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakan individualisme Barat yang mengutamakan kebebasan
makhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anut memandang manusia sebagai individu dan
sekaligus juga makhluk sosial (Alfian dalam Oesman dan Alfian, 1990: 201). Negara demokrasi model
Barat lazimnya bersifat sekuler, dan hal ini tidak dikehendaki oleh segenap elemen bangsa Indonesia
(Kaelan, 2012: 254).

B. Pancasila dan Komunisme

Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan negara
komunisme lazimnya bersifat atheis yang menolak agama dalam suatu Negara. Sedangkan Indonesia
sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan merupakan
proses elektis inkorporatif. Artinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
khas dan nampaknya sesuai dengan kondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255).

C. Pancasila dan Agama

Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling menunjang dan
saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Juga tidak harus
dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd
Siddiq menyatakan bahwa salah satu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan
psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010:
79).

Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara filosofis merupakan nilai
fundamental yang meneguhkan eksistensi negara Indonesia sebagai negara yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang
utama bagi persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI.

D.Penutup

Implikasinya, fungsi ideologi negara bagi bangsa Indonesia amat penting dibandingkan dengan
pentingnya ideologi bagi negara-negara lain terutama yang bangsanya homogen. Bagi bangsa Indonesia,
ideologi sebagai identitas nasional merupakan prasyarat kestabilan negara, karena bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang heterogen.

1) menggambarkan cita-cita bangsa, ke 70 arah mana bangsa ini akan bergerak;


2) menciptakan rasa kebersamaan dalam keluarga besar bangsa Indonesia sesuai dengan sesanti
Bhinneka Tunggal Ika; dan

3) menggairahkan seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara
Republik Indonesia

Kesimpulan

Ada ha-hal yang amat penting dalam melaksanakan ideologi negara Pancasila, agar ideologi
tidak disalahgunakan terutama dijadikan alat untuk memperoleh atau mempertahankan
kekuasaan oleh elit politik. Maka untuk itu, bangsa Indonesia harus melaksanakan nilai-nilai
instrumental ideologi Pancasila yaitu taat asas terhadap nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan
yang ada pada Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai