Abstract
__________________________________________________________
_________
This study discusses the analysis of characters, characterizations and
dispositions in Jambi folklore. In this study, the researchers chose three
Jambi folk tales, because in Jambi folklore there are values of life such as
role models, character, and advice so that they can serve as guidelines for
the Jambi people to become human beings who have a quality personal
and social life. The study used a qualitative descriptive method. The data
used are Jambi folk tales entitled "The Origin of the Kancah Hill", "The
Little One's Story", and "The Orphans". The source of the data used is the
book of Folklore of the Archipelago 34 Provinces by Gamal Komandoko.
The data collection technique uses a literature study technique that is
focused on describing. From the folklore entitled "the origin of the hill
kancah" in some of these figures have very different characterizations and
characters, therefore the characterizations consist of the eldest, middle,
youngest, king of Tanjung, Hulubalang and the king's daughter.
Meanwhile, the folklore entitled "the little finger's story" in the
characterizations has different characters, in the characterizations it also
consists of father, mother, little finger, giant grandmother, the king and
the princess. And from the folklore "the orphan" has a character like a
warrior.
Keywords: character, characterization, character, folklore
PENDAHULUAN
Sastra merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat sekitar. Selain dari suatu kebudayaan itu sendiri, sastra ialah bentuk seni
objek kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya. Sastra telah melahirkan sesuatu yang indah dan menyajikan kebutuhan
manusia akan keindahan sastra itu sendiri. Disamping hal itu, sastra merupakan hasil dari imajinasi
dan kreatif yang dipikirkan oleh seorang sastrawan tentang kehidupan manusia. Ide-ide atau nilai
yang terdapat dalam sastra terbentuk secara manusiawi dan pribadi sifatnya. Oleh karena itu, setiap
suatu karya sastra memiliki nilai-nilai tertentu yang menunjukkan maksud dan makna penciptanya.
Karya sastra memiliki beberapa fungsi antara lain yaitu, sastra sebagai media penghibur
yang menyenangkan bagi penikmatnya, sastra mampu mengarahkan penikmatnya membaca dan
memahami nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya, dan sastra juga
mampu memberikan keindahan bagi penikmatnya sehingga tahu yang mana moral baik dan buruk,
karena sastra yang baik selalu mengandung paham nilai moral baik dan buruk yang tinggi. Salah
satu bentuk karya sastra adalah cerita rakyat.
Cerita rakyat merupakan salah satu warisan budaya nasional yang mempunyai nilai-nilai
yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan dalam era masa kini dan masa yang akan datang.
Wahyudin (2016) menyatakan bahwa “Cerita rakyat dapat diartikan sebagai cerita daerah yaitu
cerita yang berkembang di daerah tersebut, cerita itu berkembang secara lisan ke lisan”. Cerita
rakyat sudah lama lahir sebagai sebuah pemahaman dan gagasan serta pewaris sebuah nilai yang
tumbuh dari masyarakat. Bahkan berabad-abad yang lalu cerita rakyat berperan sebagai dasar
komunikasi antara pencipta dan masyarakat.
Menurut Sumarjo (Wahyuddin, 2016) mengatakan bahwa “Penokohan berasal dari kata
tokoh yang berarti pelaku, melalui tokoh dilukiskan mengenai watak-watak dari sang tokoh,
pembaca dapat mengikuti jalannya cerita dan mengalami berbagai pengalaman di cerita itu seperti
yang dialami tokoh cerita”. Sedangkan menurut Kosasih (2014) “Cara pengarang menggambarkan
suatu karakter tokoh di suatu cerita disebut penokohan”.
Suhita dkk (2018) "Perwatakan merupakan hal yang dilakukan pengarang untuk
menciptakan watak di dalam tokoh". Perbuatan dan perkataan tokoh di dalam sebuah cerita akan
membuat pembaca mengenali karakter tokoh. Perwatakan bisa dilihat dari sudut pandang
pengarang. Dapat disimpulkan bahwasanya perwatakan adalah hal yang dilakukan pengarang untuk
memperkenalkan tokoh di dalam suatu cerita.
Penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan sebelumnya membahas mengenai unsur
intrinsik cerita rakyat. Sri Wahyu (2022) telah melakukan penelitian mengenai “Analisis Unsur
Intrinsik Cerita Rakyat Patahnya Gunung Daik Karya Abdul Razak” dan relevannya dengan
penelitian analisis unsur cerita rakyat Jambi. Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat Patahnya Gunung Daik karya
Abdul Razak ada tokoh, tokoh pembantu, latar tempat, latar waktu, latar suasana, alur, tema, dan
amanat. Cerita rakyat yang berjudul Patahnya Gunung Daik karya Drs. Abdul Razak, M.Pd. tokoh
yang berperan dalam cerita rakyat Patahnya Gunung Daik ada dua jenis yaitu protagonist dan
antagonis, melalui tokoh-tokoh ini banyak nilai yang bisa diambil seperti memiliki hati yang baik.
Dan tema dan amanat yang bisa di ambil dari cerita rakyat Patahnya Gunung Daik ini juga banyak
yang bisa di ambil dijadikan pelajaran untuk kita misalkan patuh kepada orang tua dan selalu
berbuat baik ke pada saudara dan orang lain. Cerita Patahnya Gunung Daik ini akan selalu di ingat
oleh masyarakat sepanjang hidupbisa juga diturunkan secara turun temurun kepada anak cucu
supaya cerita yang ada di Kepulauan Riua tidak hilang begitu saja.
Provinsi Karangan Gamal Komando. Peneliti memilih ketiga cerita rakyat tersebut karena
di dalamnya terdapat nilai-nilai kehidupan seperti suri teladan, budi pekerti, dan petuah-petuah agar
dapat menjadi pedoman masyarakat jambi untuk menjadi manusia yang memiliki kehidupan
pribadi dan sosial yang berkualitas.
Unsur cerita rakyat jambi terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik
meliputi tema, tokoh, penokohan, perwatakan, amanat, latar, alur, gaya bahasa dan sudut pandang.
Di dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti bagian tokoh, penokohan, dan perwatakan. Jadi,
judul penelitian ini adalah "Analisis Tokoh , Penokohan, dan Perwatakan dalam Cerita Rakyat
Jambi".
METODE
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerita rakyat Jambi yang berjudul “Asal
Mula Bukit Kancah”, “Cerita Si Kelingking”, dan “Si Yatim”. Sumber data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah buku Cerita Rakyat Nusantara 34 Provinsi karangan Gamal Komandoko.
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka yang difokuskan untuk
mendeskripsikan tokoh, penokohan, dan perwatakan dalam cerita rakyat Jambi tersebut. Instrumen
Penelitian adalah alat untuk mengumpulkan sebuah data, menurut Suharsimi (Sudaryono, 2017)
“Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan sebuah data, agar kegiatan yang dilaksanakan menjadi sistematis dan akan lebih
mudah untuk mengolah data tersebut”. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Sebagai instrumen penelitian, peneliti harus melakukan pengamatan penuh terhadap tokoh,
penokohan, dan perwatakan dalam cerita rakyat Jambi yang berjudul “Asal Mula Bukit Kancah”,
“Cerita Si Kelingking”, dan “Si Yatim”.
Dalam teknik analisis data ini menggunakan model analisis alir. Menurut Miles dan
Huberman (Astuti, 2017) teknik ini meliputi, data reduction (reduksi data), data display (penyajian
data), dan conclusion drawing/verification (penarikan simpulan). Ketiga komponen ini saling
berkaitan dan dilakukan secara terus menerus dari awal penelitian berlangsung sampai akhir
membuat laporan dari hasil penelitian tersebut. Data dari penelitian ini apa adanya dan tidak
melakukan data rekayasa sehingga dapat dianggap sahih. Data yang dipandang ialah data yang
dapat diandalkan, karena tidak semua dokumen tercetak mengalami sebuah perubahan.
Pengecekan data penemuan penelitian yang terkait, sejalan dengan rancangan kualitatif,
agar diperoleh kemantapan, kebenaran, dan kesimpulan yang meyakinkan, maka diusahakan
peningkatan validitas sebuah data. Peningkatan validitas data penelitian ini ditempuh dengan
menggunakan triangulasi data. Menurut Moleong (2004) “Teknik yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data yang digunakan”. Melalui teknik triangulasi
ini, penulis menggunakan teknik triangulasi teori, dimana data yang telah dikumpulkan dari
penelitian dikaitkan dengan teori berupa fakta, data, dan informasi yang didapat. Teknik triangulasi
teori merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan teori yang ada. Pemeriksaan
keabsahan data dilakukan oleh dosen pembimbing, teman sejawat, dan pendapat para pakar atau
ahli. Pemeriksaan keabsahan data digunakan dalam penelitian supaya hasil yang diperoleh benar-
benar bisa dipertanggung jawabkan.
Hasil
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai tokoh, penokohan, dan
perwatakan yang terdapat dalam cerita rakyat yang berjudul "Asal mula Bukit kancah", "Cerita si
kelingking ", dan " Si yatim", yaitu :
Pertama, tokoh yang terdapat didalam cerita rakyat "Asal mula bukit kancah" Terdiri dari
beberapa tokoh yaitu Si Sulung, Si Tengah, Si Bungsu, Raja Negeri tanjung, Hulubalang istana,
dan Putri Raja. Selain tokoh didalam cerita tersebut terdapat pula penokohan. Penokohan yang ada
didalam cerita tersebut ialah penokohan Si sulung, Si Tengah, dan Si Bungsu digambarkan secara
analitik dan dramatik dimana mereka merupakan tokoh sakti mandraguna, baik, suka membantu
orang lain, bisa menghargai orang lain dan mereka saling menyayangi. Raja Tanjung memiliki
penokohan yang digambarkan secara kontekstual dimana raja merupakan tokoh yang bijaksana.
Hulubalang memiliki penokohan yang digambarkan secara analitik dimana tokoh tersebut
merupakan tokoh yang iri hati. Putri Tanjung memiliki penokohan yang digambarkan secara
kontekstual dimana tokoh merupakan tokoh yang baik. Selain itu para tokoh juga memiliki
perwatakan yang bermacam-macam. Si Sulung, Si Tengah, dan Si Bungsu memiliki perwatakan
menurut dimensi sosiologi, sehingga tokoh memiliki watak baik dan suka menolong. Raja Tanjung
memiliki perwatakan menurut dimensi sosiologi, sehingga watak tokoh memiliki watak bijaksana.
Menurut dimensi sosiologi Hulubalang memiliki perwatakan yang iri dengki dan tidak amanah.
Menurut dimensi sosiologi Putri Tanjung memiliki perwatakan yang berbakti kepada orang tua.
Kedua, tokoh yang terdapat di dalam cerita rakyat " Cerita si kelingking " terdiri dari
beberapa tokoh yaitu Ayah dan Emak Si Kelingking, Si Kelingking, Nenek Gergasi, Sang Raja,
dan Putri Sang Raja. Selain tokoh cerita tersebut memiliki penokohan yaitu Ayah dan emak Si
Kelingking memiliki penokohan yang digambarkan secara analitik dimana mereka merupakan
tokoh penyayang. Si Kelingking memiliki penokohan yang digambarkan secara dramatik dimana
tokoh tersebut merupakan tokoh yang rela berkorban. Nenek gergasi memiliki penokohan yang
digambarkan secara analitik nenek gergasi merupakan tokoh kejam. Sang Raja memiliki
penokohan yang digambarkan secara analitik, sang Raja merupakan tokoh yang bertanggung
jawab. Putri sangat raja memiliki penokohan yang digambarkan secara Kontekstual, putri sang raja
merupakan tokoh yang baik hati. Selain itu para tokoh memiliki watak yang berbeda. Menurut
dimensi sosiologis Ayah dan Emak si kelingking memiliki perwatakan yang bijaksana. Menurut
dimensi psikologis si Kelingking memiliki perwatakan yang pemberani dan gagah. Menurut
dimensi sosiologis Sang Raja memiliki perwatakan yang baik hati dan bijaksana. Menurut dimensi
fisiologis nenek gergasi memiliki perwatakan yang kejam. Menurut dimensi sosiologis putri Sang
Raja memiliki perwatakan yang baik hati dan mau menerima apapun.
Ketiga, pada cerita "si Yatim" Terdapat beberapa tokoh. Tokoh pada cerita rakyat “Si
Yatim” yaitu Sang Raja, Si Yatim, Prajurit, dan Putri Sang Raja. Selain tokoh dalam cerita rakyat
tersebut terdapat penokohan. Penokohan tersebut ialah Raja memiliki penokohan yang
digambarkan secara analitik karena Pengarang mendeskripsikan dan menjelaskan secara langsung
watak dan sifat-sifat tokoh. Si Yatim memiliki penokohan yang digambarkan secara secara analitik,
kontekstual, dan dramatik. Prajurit memiliki penokohan yang digambarkan secara kontekstual.
Putri sang raja memiliki penokohan yang digambarkan secara kontekstual. Selain itu juga para
tokoh memiliki perwatakan yang berbeda-beda. Menurut dimensi psikologi Raja memiliki
perwatakan seorang yang emosian, bodoh, dan sewenang-wenang nya. Menurut dimensi sosiologi
memiliki perwatakan yang baik cerdik, jujur, bijaksana, dan bertanggung jawab. Prajurit memiliki
perwatakan menghormati pemimpin nya. Menurut dimensi sosiologi memiliki watak yang baik
hati.
Pembahasan
SIMPULAN
Pertama, berdasarkan kesimpulan hasil analisis tersebut dalam cerita rakyat yang berjudul
“asal mula bukit kancah” yaitu dalam beberapa tokoh dapat memiliki penokohan dan watak yang
sangat berbeda-beda oleh karena itu penokohan tersebut terdiri dari si sulung, si tengah, si bungsu,
raja negeri tanjung, hulubalang dan putri raja mereka terdapat penokohan dari cerita rakyat yang
memiliki pesan moral agar kita harus selalu menyayangi saudara kita dan janganlah mengorbankan
persaudaraan demi kepentingan pribadi karena jika tidak adanya saudara maka siapa yang akan
membantu kita dalam berbagai kesulitan.
Kedua, kesimpulan dari cerita rakyat yang berjudul “cerita si kelingking”dalam penokohan
tersebut memiliki watak yang berbeda-beda,dalam penokohan itu juga terdiri dari ayah, emak, si
kelingking, nenek gergasi, sang raja dan tuan putri mereka juga terdapat penokohan yang
menggambarkan secara analitik sedangkan si kelingking yang mempunyai tubuh kecil, pemberani,
gagah dan berwajah tampan dalam cerita tersebut kita dapat mengambil pesan moral yaitu
janganlah sekali-kali kita memandang seseorang dengan rendah atau menghinanya hanya karena
perbedaan tubuh, kasta dan lain-lainya karena setiap manusia memiliki beribu kekurangan dan
kelebihannya masing-masing.
Ketiga pada cerita rakyat “si yatim” yang memiliki watak berbeda dalam cerita “si yatim”
tersebut memiliki penokohan seperti prajurit,sang raja,dan sang putri pada penokohan sang raja itu
sangatlah kejam, sewenang-wenangnya dan bodoh, kita dapat menyimpulkan bahwa semua patut
berbangga bahwa Indonesia tidak hanya kaya alamnya namun juga keanekaragaman suku, budaya
dan bahasanya, bahkan kita sebagai anak bangsa tidak boleh memiliki sifat yang pendendam karan
sifat tersebutlah yang akan merugikan kita semua.
DAFTAR RUJUKAN
Gusnetti dkk. 2015. Struktur dan Nilai-Nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Kabupaten Tanah
Datar Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Gramatika V1.i2, (183).
Astuti. 2017. Penokohan dan Perwatakan Tokoh dalam Novel Dian Yang Tak Kunjung Padam
Karya Sulltan Takdir Alisjahbana. (Skripsi). Jambi : FKIP UNJA.
Kosasih, E. 2014. 1700 Bank Soal Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama
Widya.
Suhita, S dan Purwahida, R. 2018. Apresiasi Sastra Indonesia dan Pembelajarannya. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sulistiati dkk. 2016. Cerita Rakyat Nusantara Analisis Struktur Cerita dan Fungsi Motif
Penjelmaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sulistyorini, D dan Andalas, E.F. 2017. Sastra Lisan Kajian Teori dan Penerapannya dalam
Penelitian. Jatim: Madani
Wahyuddin, W. 2016. Kemampuan Menentukan Isi Cerita Rakyat Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Raha. Jurnal Bastra Vol 1, (1).