Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia

Pelajar Islam Indonesia didirikan di Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947, didirikan
oleh Djoesdi Ghozali. Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam (STI)
sekarang Universitas Islam Indonesia (UII). Ia lahir pada tanggal 20 Oktober 1923 di
Klaten. Pendidikan dasar ditempuh di Sekolah Rakyat dan lulus 1934 kemudian
menyelesaikan sekolah menengahnya di Madrasah Mambaul Ulum Solo pada tahun
1942.Faktor pendorong untuk membentuk organisasi PII adalah dualisme sistem
pendidikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonial Belanda,
yakni terpisahnya pondok pesantren dan sekolah umum yang masing-masing dinilai
memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara
sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua
kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan, santri pondok pesantren menganggap
sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk kolonial Belanda.
Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum dengan “pelajar kafir”.
Sementara pelajar sekolah umum menilai pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka
menjulukinya dengan sebutan “santri kolot”.

Melihat kondisi tersebut, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Djoezdi Goezali
sedang melakukan iktikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya
untuk membentuk suatu organsasi bagi pelajar Islam yang dapat mewadai segenap lapisan
pelajar Islam. Gagasan ini lahir dari perenungan di Masjid Kauman kemudian disampaikan
dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Secodiningrat, Yogyakarta. Rekan-rekan yang
turut hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain; Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan
Ibrahim Zakhasyi, dan Noersjaf semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan
organisasi pelajar Islam.

1
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
Hasil kesepakatan yang diamini oleh rekan-rekan Djoezdi Ghozali kemudian
disampaikan dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), pada tanggal 30
Maret-1 April 1947 di Gedung Muallimin. Djoezdi Gozali mengemukakan gagasan tersebut
kepada peserta kongres. Dalam hasil pertemuaan ini menghasilkan kebulatan tekad untuk
membentuk organisasi pelajar islam yang tunggal dan independen dengan nama Pelajar
Islam Indonesia (PII).

Untuk lebih merealisasikan dari kesepakatan dalam kongres GPII di gedung


Muallimin, pada hari ahad, 4 Mei 1947 digelar pertemuan di Kantor GPII
Jalan Margomulyo No.8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri oleh beberapa organisasi
pelajar Islam lokal sayap pelajar yang siap untuk dilebur ke dalam organisasi Pelajar Islam
yang akan dibentuk. Di sana juga telah hadir Djoesdi Ghozali, Ibrahim Zarkasyi, dan wakil-
wakil organisasi Pelajar Islam lokal yang telah ada. Mereka adalah :
1. Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS),
2. Multazam dan Shawabi dari Penggabungan Kursus Islam Sekolah Menengah
(PERSIKEM) Surakarta,
3. Dida Gursida dan Supomo NA dari perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII)
Yogyakarta.

Dalam pertemuan tersebut yang dipimpin oleh Djoesdi Ghozali itulah diputuskan
berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Tepatnya pada pukul 10.00 WIB
tanggal 4 Mei 1947. Dalam pertemuan, sekaligus juga ditetapkan Anggaran Dasar (AD)
dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PII. Serta menyusun pengurus Besar PII periode
pertama, yang terdiri atas

Ketua Umum : Djoesdi Ghazali


Wakil I : Thoha Mashudi

2
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
Wakil II : Mansur Ali
Sekretaris Jendral : Ibrahim Zarkasyi
Bendahara : Karnoto
Bag. Pendidikan : Amin Syahri
Bag. Penerangan : Anton Timur Djaelani
Bag. Keputrian : Tejaningsih
Maesaroh Hilal
Anggota : Mashudi
Multazam
Sowabi
Suparna MA
Noersjaf

Sebelum berdirinya PII, organisasi pelajar di Indonesia sudah berdiri terlebih dahulu
organisasi Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) pada tanggal 27 September 1945. Lahirnya IPI
sebelum berdirinya PII sudah tersebar di berbagai lapisan masyarakat pelajar di Indonesia,
organisasi IPI sendiri dari awal berdirinnya dimaksudkan sebagai satu-satunya organisasi
pelajar untuk seluruh Indonesia. Akan tetapi dalam perkembangannya, IPI tidak mampu
menghimpun pelajar dari Sekolah Menengah Islam maupun pondok pesantren. IPI yang
ketika berdirinya sudah melakukan Pasive Stelsel Keanggotaan, maka berdirinya PII
mendapatkan reaksi dari IPI (Ikatan Pelajar Indonesia), mereka menilai bahwa pendirian
PII akan menimbulkan perpecahan dikalangan pelajar. Oleh karena itu, diadakan pertemuan
antara Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) pada tanggal 9 Juni
1947 di Gedung Asrama Teknik Jalan Malioboro, Yogyakarta. Hasil pertemuan ini
dituangkan dalam “Perjanjian Malioboro” yang isinya antara lain tentang pengakuan hak
hidup PII oleh IPI. Perjanjian ini di tandatangani oleh Sekjen PB IPI Busono Wiwoho dan
Sekjen PB PII Ibrahim Zarkasy. antara lain memuat bahwa “Berdirinya Organisasi PII di

3
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
samping IPI adalah dianggap perlu, terutama untuk mengerjakan hal-hal yang berhubungan
dengan agama Islam, sedangkan yang berhubungan dengan soal-soal umum dikerjakan
bersama-sama oleh IPI dan PII”.

Selanjutnya, dimana ada IPI maka di situ akan didirikan PII. Keberadaan IPI ketika
itu yang sudah terdapat di seluruh wilayah Indonesia,khususnya di semua sekolah
menengah. Anggota IPI yang beragama Islam kemudian membantu berdirinya PII.
Sebaliknya, PII juga bersedia bekerjasama dengan IPI dalam masalah yang bisa dikerjakan
secara kolektif dan bersifat nasional. Dalam perjalanan kedua organisasi itu kemudian
terlihat perkembangan yang menunjukkan kemajuan PII lebih pesat daripada IPI. IPI
kemudian berubah nama menjadi IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) dan lebih
berorientasi pada soal kepemudaan hingga belakangan mulai terpengaruh paham komunis.
Atas dasar itu, PII tidak lagi melanjutkan kerjasama dengan IPPI, terutama sejak dipimpin
oleh Suyono Atmo.

4
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
Lahirnya Brigade PII

Tak lama setelah PII berdiri pada tahun, pada tahun


1947 Belanda melancarkan agresi militer yang pertama.
Dalam agresi ini kader PII terlibat dalam revolusi fisik
melalui pembentukan Brigade PII di Ponorogo pada 6
November 1947 yang dipimpin oleh Abdul Fattah
Permana. Brigade PII adalah badan otonom PII yang
berbentuk kelasykaran/ketentaraan. Walaupun baru
diresmikan pada tahun 1947, sebenarnya sebelumnya
telah ada aktivitas ke-brigade-an di PII. Satuan yang
telah ada sebelum peresmian Brigade PII adalah TPI
(Tentara Pelajar Islam Aceh). Terdapar sebanya 12.000 orang anggotanya yang langsung
dikoordinir di bawah komando Komandan Koordinator Pusat Brigade PII saat itu. Di antara
pimpinan TPI Aceh ialah Hasan Bin Sulaiman, Hamzah S.H., dan Ismail Hasan Metareum
SH Brigade PII merupakan salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah.
Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, terbentuk lasykar-lasykar dari rakyat banyak
yang turut membantu TKR (Tentara Keamanan Rakyat)antara lain TRI Hizbullah, BPRI
(Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur),
Sabilillah, Tentara Pelajar IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa,
CP (Corps Pelajar Solo) dan lain sebagainya.

Korps yang baru dibentuk ini ikut serta sebaga pendamping Jenderal Sudirman
dalam perang gerilya. Secara khusus Jenderal Sudirman mengapresiasi peran PII dalam
pidatonya pada peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta.
“Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu
bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan

5
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. “Negara di dalam penuh onak dan
duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan
pemuda dan segenap bangsa Indonesia.”

Jika pada tahun 1945 GPII berhasil mencegah dominasi organisasi Pemuda
Indonesia oleh Ideologi Kiri yang terlibat Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948,
demikian pula PII berhasil mencegah dominasi organisasi pelajar dari ideologi merah. PII
dengan Brigadenya berdampingan dengan laskar – laskar lainnya dari bangsa Indonesia
terjun ke medan – medan pertempuran untuk mengusir penjajah yang ingin menjajah
kembali negeri ini dan menumpas pemberontakan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO)
di bawah pimpinan Amir Syarifuddin dari Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah
pimpinan Muso di Madiun pada tahun 1948.

Peran penting PII yang patut dicatat adalah keterlibatannya dalam Kongres
Muslimin Indonesia (20-25 Desember 1949) yang turut melahirkan Badan Kongres
Muslimin Indonesia (BKMI) dengan pimpinan terpilih antara lain: KH A. Ghaffar Ismail,
Anwar Haryono, dan Wali Al Fatah. Dalam Kongres inilah PII mengajukan 5 (lima)
pernyataan sikap yang sangat bersejarah yaitu: Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah
Masyumi. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII. Adanya Satu
Organisasi Pelajar Islam, ialah PII. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI,
dan adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan).

6
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
Lahirnya Korps PII Wati

Korps PII adalah Badan Otonom PII yang khusus melakukan


pembinaan pelajar putri. Pada awalnya gagasan Korps PII
Wati lahir di Training Centre (TC) Keputerian PII se-
Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di
Surabaya. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk
meningkatkan peranan dan kualitas kader dan kepemimpinan
PII Wati serta menghapus citra negatif peran PII Wati hanya
sebagai pengelola konsumsi. Selain itu juga ada fakta bahwa
kesempatan bagi pelajar puteri untuk mengembangkan diri di PII relatif lebih terbatas dan
pendek dibandingkan pelajar putra. Oleh karena itu peserta TC merumuskan gagasan
pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampumempercepat proses
kaderisasi kepemimpinan puteri dalam masa aktif yang pendek tersebut.

Pada akhir 1963, Bagian Keputrian PW PII Yogjakarta Besar mulai membentuk
Korps PII Wati Yogjakarta Besar. Selanjutnya dalam sidang keputerian Muktamar PII X
Juli 1964 di Malang, Koprs PII Wati Yogyakarta Besar diwakili St. Wardanah AR,
Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said mengajukan usulan pembentukan Koprs PII Wati.
Sementara Sri Sjamsiar dari PB PII juga mengajukan usul serupa. Kedua usulan itu
diterima dalam Muktamar tersebut. Selanjutnya Rapat Pleno I PB PII periode 1964-1966
yang dilangsungkan pada tanggal 6 September 1964 menugaskan Sri Sjamsiar selaku Ketua
IV untuk mengkoordinir tindak lanjut Keputusan Muktamar X itu. Sebagai hasil dari tindak
lanjut tersebut terbentuk Koprs PII Wati dengan Ketua pertama Siti Habibah Idris.

Dalam perkembangan selanjutnya, Korps PII Wati semakin mandiri. Pengurus


Korps PII wati tidak lagi dipilih dari bidang keputrian, namun dipilih dalam musyawarah

7
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
khusus dalam institusi musyawarah PII. Korps PII wati juga memiliki struktur yang otonom
sampai ke tingkat komisariat PII. dan PII Wati senantiasa memberikan warna dalam
perjuangan PII dengan fokus kepada isu-isu tentang perempuan dan anak.

8
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
PII dan Komunisme (PKI)

Seiring Bahaya Merah PKI yang masih mengancam generasi muda Indonesia maka
PII merasa terpanggil untuk menentukan sikap. Pada Kongres Pemuda Indonesia di
Surabaya (14-15 Juni 1950), PII melihat adanya ketidakserasian karena masing-masing
golongan ingin saling menguasai. Blok–blokan ini terjadi karena Kongres Pemuda ini
banyak ditunggangi oleh aliran kiri (Pesindo Pemuda Rakyat), bahkan mereka secara
terang-terangan memasang gambar foto “suripto”, salah seorang pemimpin pemberontakan
PKI di Madiun. Atas dasar inilah Pengurus Besar PII secara tegas memutuskan menolak
bergabung dalam Front Pemuda Indonesia. Pada tahun 1965, PII dengan Kesatuan Aksi
Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI)-nya dibawah kepimpinan M. Husnie Thamrin yang
menjadi Ketua KAPPI Pusat menjadi ujung tombak angkatan enam–enam, menumpas
G30S/PKI sampai ke akar-akarnya.

Sikap anti Komunis yan meledak begitu G30S/PKI gagal, seperti ditampilkan pada
apel Akbar tanggal 3 Oktober 1965 di halaman gedung Front Nasional Jalan Merdeka
Selatan 13 Jakarta, yang dihadiri oleh puluhan ribu pemuda, mahasiswa, pelajar Islam
anggota PII yang diteruskan dengan pawai keliling kota dengan spanduk-spanduk besar
yang berbunyi antara lain “Ganyang Bandit (Soebandrio-Aidit) G 30 S”, “Tendang
Soebandrio.” Kemudian tanggal 4 Oktber 1965, bertempat di Taman Sunda Kelapa Jakarta,
di selenggarakan rapat umum Komando Aksi Pangganyangan (KAP) Gestapu, yang
dihadiri oleh ratusan ribu massa rakyat umumnya kaum Muslimin.

Bersamaan dengan itu massa PII yang dibantu dengan massa GP Anshor
menghancurkan gedung CC-PKI. Semenjak itu sampai tanggal 20 Oktober 1965, massa PII
secara berturut-turut menghancurkan gedung Pemuda Rakyat, SOBSI, LEKRA, Universitas
Ali Archam dn lain-lain, jauh sebelum Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)

9
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
terbentuk 25 Oktober 1965, bukanlah sekadar spontanitas praktis karena 7 orang jenderal
Angkatan Darat terbunuh, tetapi suatu manifestasi dari sikap anti Komunis yang semenjak
lama telah ada di dalam dada kaum Muslimin.

Setelah PKI Bubar dan pemerintahan beralih dari orde lama ke orde baru maka PII
mengubah haluannya yakni tidak lagi terjun ke kancah politik praktis dengan kembali
kepada ideologi perjuangan semula sebagai organisasi pelajar dengan mengaktulisasikan
diri dalam Program GAS (Gerakan Amal Sholeh) yang terkenal dengan slogan Kembali ke
Masjid, kembali ke Bangku Sekolah dan Kembali ke Kampung. GAS merupakan usaha PII
untuk ikut menanggulangi krisis moral yang melanda generasi muda sekaligus
mengarahkan PII untuk bergiat dalam pendidikan dalam rangka membangun bangsa dan
negara yang diridhoi Allah SWT.

10
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia
PII dan Asas Tunggal
Adanya penyeragaman Asas Tunggal Pancasila bagi ormas dan orsospol yang diatur
dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1985 memaksa seluruh organisasi Islam yang
berasaskan Islam untuk menyesuaikan asas organisasinya menjadi Pancasila. Hingga pada
tanggal 17 juni 1987 dimana merupakan batas akhir pendaftaran ormas dan orsospol PII
sebagai organisasi Islam tetap tidak mau mendaftarkan dirinya.

PII menganggap Islam sebagai asas organisasi tidak bisa digantikan oleh apapun,
PII meyakini bahwasanya Islam tidak dapat dipisahkan dan digantikan dengan ideologi
apapun, karena Islam mempunyai aturan yang menyeluruh. Dfampak penolakan PII terhdap
kebijakan ini ternyata cukup luas bagi keberlangsungan organisasi kedepan. Pemerintah
menganggap PII telah bubar karena tidak melakukan registrasi. Setiap kegiatan dan aktifitas
PII selalu dicurigai yang akhirnya berdampak pula pada kualitas dan kuantitas PII di
Indonesia sehingga keberadaan PII seakan mengambang karena informasi kegiatan yang
dilakukan sangatlah minim. Melihat perkembangan yang terjadi setelah lahirnya UU
tersebut akhirnya pda tahun 1995 PII memutuskan untuk menyesuaikan diri dengan UU
keormasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan keberlangsungan lembaga PII ke
depannya.

“Barang siapa yang lahir dari rahim kaderisasi,


wajib hukumnya untuk melahirkan regenerasi”

Mang Dadan Dania

11
Sejarah Perjuangan Pelajar Islam Indonesia

Anda mungkin juga menyukai