Berlangsungnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia diawali sejak terjadinya krisis politik yang
menewaskan beberapa pimpinan tertinggi Angkatan Darat (AD) oleh kelompok Gerakan 30
September yang melibatkan PKI. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 ini kemudian berhasil
diatasi oleh Soeharto yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Kostrad (Komando Strategis
Angkatan Darat). Soeharto bertindak mengatasi gerakan tersebut berdasarkan Surat Perintah 11
Maret 1966 (Supersemar) yang ditandatangani Presiden Soekarno. Isi Supersemar tersebut yakni
memberi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto agar mengambil tindakan yang dianggap perlu
untuk menjamin keamanan, ketenangan, kestabilan jalannya pemerintahan, dan menjamin
keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandataris MPRS demi keutuhuan bangsa dan negara. Soeharto kemudian mengambil
tindakan politik melalui langkah-langkah antara lain:
1) melarang dan membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya,
2) mengamankan para menteri yang dinilai terlibat dengan gerakan tersebut,
3) menunjuk beberapa menteri ad interim untuk mengisi kekosonan jabatan tersebut, dan
4) membersihkan sejumlah lembaga negara dari unsur-unsur G30S, termasuk mereka
yang duduk di DPRGR dan MPRS diberhentikan.
Setelah mereka yang terlibat di dalam gerakan tersebut dapat diamankan, muncul tuntutan
masyarakat agar pemerintah membubarkan PKI yang dianggap sebagai dalang kerusuhan tersebut.
Namun, Persiden Soekarno menolak tuntutan untuk membubarkan PKI sehingga mendorong para
wakil rakyat di MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) memberhentikannya
melalui sidang istimewa yang berlangsung dari tanggal 7-12 Maret 1967.
1
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Sesuai dengan apa yang tercantum di dalam UUD 1945, MPRS memiliki kewenangan untuk
mengangkat dan memberhentikan seorang presiden karena kedudukan presiden adalah sebagai
mandataris MPRS. Artinya presiden adalah seseorang yang diberi mandat sebagai pimpinan
negara. Ada dua alasan yang mendorong MPRS memberhentikan presiden Soekarno. Pertama,
presiden dinilai gagal untuk memenuhi pertanggungjawabannya secara konstitusionil. Kedua,
Soekarno juga dinilai gagal menjalankan haluan negara dan keputusan MPRS.
Setelah mandatnya dicabut oleh MPRS, kekuasaan Soekarno berakhir pada tahun 1967.
Dalam waktu satu tahun sesudahnya (1967-1968), kekuasaan presiden diberikan kepada Jendral
Soeharto sebagai pejabat presiden. Selanjutnya, pada tahun 1968, MPRS kemudian mengangkat
Soeharto menjadi presiden dengan tugas utama menyelenggarakan pemilu. Soeharto kemudian
membentuk Kabinet Ampera berdasarkan Ketetapan No XIII/MPRS/1966.
2
sumber: wikipedia.org
Pemilu terlaksana pada tahun 1971 dengan kemenangan mutlak Golkar (Golongan Karya)
yang membuat Golkar menguasai keanggotan di DPR dan MPR. Berdasarkan peraturan yang
berlaku saat itu, pemilu hanya memilih para wakil rakyat yang akan duduk di DPR dan MPR,
setelah itu para wakil rakyat ini akan memilih presiden melalui sidang umum MPR. Pada tahun
1972, MPR kemudian melaksanakan Sidang Umumnya (SU) dan mengangkat kembali Soeharto
sebagai Presiden Republik Indonesia dan memberikan kepadanya kewenangan untuk dapat
menunjuk seorang wakil presiden. Soeharto kemudian menamakan masa kepemimpinannya ini
sebagai Orde Baru. Nama tersebut untuk menegaskan di bawah kepemimpinannya Indonesia
memasuki era baru, yakni menegakkan kembali prinsip-prinsip demokrasi, seperti membatasi
masa jabatan presiden, menyelenggarakan pemilu secara periodik, dan menjalankan kembali trias
politika (pemerintahan yang membagi kekuasaan kepada lembaga eksekutif, yudikatif, dan
legislatif).
3
sumber: wikipedia.org
Sistem perwakilan yang dianut oleh pemilu mengakibatkan dominasi partai politik peraih
suara terbanyak juga akan menjadi penentu utama terpilihnya seorang calon presiden. Selama
pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu meraih suara terbanyak dalam setiap pemilu sehingga
wakil rakyatnya selalu mencalonkan Soeharto sebagai calon tunggal. Pemilu selama orde baru
telah dilaksanakan hingga enam kali yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan tahun
1997. Selama itu pula Golkar selalu mengusulkan Soeharto sebagai calon tunggal.
sumber: wikipedia.org
4
Gambar 6.4 Perhitungan suara dalam Pemilu 1971 yang memenangkan partai Golkar.
Bangsa Indonesia pada awalnya tidak menolak tentang sistem perwakilan yang diterapkan
ini karena memang sudah sejak awal kemerdekaan, pemilihan presiden talah dilakukan dengan
cara seperti ini. Misalnya, ketika Soekarno diangkat menjadi Presiden pada tanggal 18 Agustus
1945 adalah berdasarkan kesepakatan anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Soekarno kemudian diberikan kewenangan menunjuk formatur kabinet seperti yang terjadi pada
masa demokrasi parlementer (1950-1957) dan bahkan pada tahun 1959 Soekarno menunjuk
dirinya sendiri sebagai formatur kabinet pada masa demokrasi terpimpin.
Mekanisme sistem perwakilan tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar pada masa orde
baru. Hal ini karena para wakil rakyat dan para menteri yang duduk di dalam kabinet seharusnya
dapat melakukan pengawasan terhadap kinerja presiden. Namun, hal ini tidak dilakukan dan
mereka cenderung hanya menyetujui usulan pemerintah meskipun hal itu tidak sesuai dengan
keinginan dari rakyat yang diwakilinya.
Ketidakmampuan para wakil rakyat menjalankan tugas pengawasan terhadap Presiden
serupa dengan kondisi masa demokrasi terpimpin ketika pemerintah berada di bawah kekuasaan
Presiden Soekarno yang banyak kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan keputusan MPRS.
Sebagai contoh misalnya dalam penerapan politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia masa
Soekarno pernah condong ke negara-negara blok timur (Uni Soviet). Hal ini disebabkan
kekecewaan Soekarno terhadap sikap negara-negara blok barat. Negara-negara blok barat ketika
dalam persidangan PBB lebih berpihak kepada Belanda dalam menyelesaikan masalah Irian Barat,
dan lebih memihak Inggris ketika Indonesia melancarkan protes dalam pembentukan Negara
Federasi Malaysia. Hal ini pula yang membuat Indonesia kemudian memutuskan untuk keluar dari
keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965, ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota
tidak tetap dalam Dewan Kemanan PBB.
Historia
5
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan Bangkok ini, pada tanggal 11 Agustus 1966
delegasi Indonesia dan Malaysia kembali mengadakan pertemuan di Jakarta. Kedua delegasi
menyepakati hasil perundingan yang kemudian menandatangani persetujuan normalisasi
hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Dengan ditandatanganinya persetujuan normalisasi
tersebut maka berakhirlah masa konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
sumber: kemlu.go.id
Pada era Orde Baru, kebijakan luar negeri yang condong ke negara-negara blok timur ini
ditinggalkan oleh Soeharto. Sebagai langkah pertama, Indonesia masuk kembali menjadi anggota
PBB. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mencegah agar Indonesia tidak menjadi negara yang
terkucil dari masyarakat internasional, dan juga sebagai langkah perdamaian dengan Malaysia.
Perubahan politik luar negeri Indonesia ini memang menghilangkan ketegangan di kawasan Asia,
khususnya di Asia Tenggara. Apalagi ketika kawasan ini melahirkan sebuah organisasi regional
pada tanggal 8 Agustus 1967 yang dinamakan ASEAN (Association of South East Asia Nations)
di Bangkok, Thailand.
6
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Keberadaan ASEAN telah semakin meningkatkan kerjasama negara negara Asia Tenggara
untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran. Selain itu Indonesia juga ikut serta dalam
kegiatan berbagai Lembaga International seperti Organization of Petroleum Exporting Countries
(OPEC). Indonesia berkepentingan dengan organisasi ini karena pada saat itu minyak dan gas
merupakan sumber devisa terpenting negara. Indonesia juga ikut ke dalam Organisasi Koferensi
Islam (OKI). Meskipun Indonesia bukan negara Islam tetapi negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Sebagai anggota OKI, Indonesia dapat ikut menciptakan perdamaian dunia dan
menggalang solidaritas Islam. Indonesia juga mendaftar sebagai anggota lembaga Consultative
Group on Indonesia (CGI), dan Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI). Lembaga tersebut
merupakan lembaga pemberi bantuan dana kredit jangka panjang dengan bunga ringan untuk
pembangunan. Lembaga lainnya adalah Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), untuk
meningkatkan kerjasama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama dalam bidang perdagangan
dan investasi. Selanjutnya bergabung dalam International Monetary Fund (IMF) untuk
memperoleh pinjaman dana yang akan membiayai program pembangunan yang telah
direncanakan.
7
sumber: opec.org
Gambar 6.7 Presiden Soeharto dalam Konferensi OPEC yang ke-97 pada
21-23 November 1994 di Bali..
Pada awal pemerintahan Orde Baru tersisa tujuh partai lama, yaitu PNI, NU, PSII. PERTI,
Parkindo, Partai Katolik, dan IPKI, di samping itu ada Golongan Karya (Golkar). Hasil pemilu
tahun 1971, telah menempatkan Golkar sebagai pemenang sehingga keterwakilan Golkar di
parlemen memang sangat mendominasi. Calon presiden yang diusung oleh Golkar yaitu Jendral
Soeharto terpilih sebagai presiden. Setelah dilantik sebagai Presiden, Soeharto segera menerapkan
konsep penyederhanaan partai menjadi hanya tiga partai saja, yaitu partai berdasarkan agama,
nonagama, dan golongan karya. Partai berdasarkan agama bergabung menjadi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Partai Katolik dan Parkindo menolak bergabung dengan PPP mereka lebih
memilih untuk bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Selanjutnya, ketiga partai
ini ditetapkan sebagai partai peserta pemilu yang pada masa Orde Baru dilaksanakan pada tahun
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
8
sumber: wikipedia.org
Selama Orde Baru, pemerintah melarang pembentukan partai baru dan juga melarang
partai-partai politik membentuk kepengurusannya di desa-desa serta melarang para pegawai negeri
sipil dan meliter menjadi anggota atau pengurus partai politik. Sejumlah larangan ini bertujuan
membebaskan masyarakat Indonesia dari pengelompokan berdasarkan keberpihakan kepada salah
satu partai sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Namun, peraturan ini
ternyata menguntungkan Golkar karena di dalam undang-undang Golkar tidak disebutkan sebagai
partai politik tetapi mewakili golongan karya. Akibatnya, Golkar menguasai birokrasi
pemerintahan, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), dan wilayah pedesaan melalui
para kepala desa yang berada di bawah koordinasi kementerian dalam negeri.
Historia
Politik Sentralisasi
Pemerintah Orde Baru menjalankan politik sentralisasi, yakni semua bidang kehidupan
berbangsa bernegara diatur secara terpusat dari pusat pemerintahan di Jakarta. Dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya, peran pemerintah sangat menentukan. Adapun
pemerintah daerah hampir tidak diberikan peran yang signifikan terutama dalam bidang
ekonomi. Sebagian besar kekayaan daerah diangkut ke pusat, sedangkan pemerintah daerah
tidak dapat berbuat apa apa. Hal ini karena dominasi yang kuat dari pemerintah pusat.
9
Masalah pembagian pendapatan yang tidak adil inilah yang kemudian banyak menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah. Akhirnya, banyak dari mereka yang menuntut
untuk memisahkan diri dari RI, terutama daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Papua.
Sebagai partai politik baik PPP maupun PDI tidak memiliki kebebasan dalam melakukan
seleksi terhadap para calon wakil rakyat yang diusulkan oleh masing-masing pengurus partai. Hal
ini karena pemerintah turut campur tangan dalam proses seleksi tersebut. Mereka yang terpilih
nantinya adalah orang-orang yang tidak menentang kebijakan pemerintah. Dengan demikian maka
para wakil rakyat, baik dari PPP, PDI, dan Golkar tidak dapat menjalankan fungsi pengawasannya
terhadap jalannya pemerintahan Orde Baru. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pada
masa pemerintahan Orde Baru tersebut selalu dicapai kata sepakat dalam menyelesaikan semua
persoalan. Cara pemungutan suara yang lazim dilakukan pada sebuah negara demokrasi tidak
pernah dilakukan pada masa Orde Baru. Ketidakmampuan para wakil rakyat dalam menjalankan
fungsi pengawasan terhadap pemerintah tersebut telah mendorong kemunculan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), khususnya dalam bidang politik. Lembaga-lembaga swadaya ini berkembang
dengan pesat terutama pada masa antara tahun 1980-1990-an. Lembaga-lembaga inilah yang
kemudian melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan Orde Baru. Mereka melakukan
advokasi atau pembelaan terhadap masyarakat yang diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat
pemerintah. Selain LSM, pers juga melakukan pengawasan melalui tulisan di media massa yang
bernada kritikan. Hal ini telah mengakibatkan dicabutnya ijin terbit media tersebut, seperti yang
pernah dialami oleh majalah Detik, Tempo, dan harian Sinar Harapan.
Menurut pemerintah Orde Baru, krisis ekonomi yang terjadi di Indoensia disebabkan
pemerintahan sebelumnya yang memberikan perhatian terlalu besar terhadap perkembangan
politik. Oleh karena itu pada tahun 1966, para wakil rakyat di MPRS mengeluarkan Ketetapan No
XXII/MPRS/1966 tentang kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Dengan
ketetapan ini, MPRS mendesak pemerintah untuk mengganti landasan ekonomi terpimpin
(USDEK) yang dinilai telah gagal. Konsep tersebut diganti dengan konsep demokrasi ekonomi
yang mengharuskan adanya pengawasan rakyat terhadap kekayaan negara. Dalam hal ini, peran
pemerintah hanya memberikan arah untuk mendorong pembangunan. Pemerintahan Orde Baru
kemudian melaksanakan program stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi dalam rangka
menyelematkan perekonomian nasional ke tahap yang normal. Selama penerapan ekonomi
terpimpin, perekonomian nasional terganggu misalnya, terjadinya inflasi yang tinggi dan harga
kebutuhan pokok meningkat melebihi daya beli mayarakat, pada awal tahun 1966 tingkat inflasi
mencapai 650% pertahun. Untuk itu harus segera dilakukan pengamanan terhadap barang-barang
kebutuhan pokok rakyat karena apabila upaya ini gagal maka akan mendorong munculnya
kerusuhan sosial.
Biaya bagi kehidupan rakyat sebenarnya diperoleh melalui pengelolaan kekayaan negara
oleh pemerintah tetapi hasil kekayaan negara selama diterapkan ekonomi terpimpin banyak
dipergunakan untuk kebijakan politik luar negeri Indonesia yang konfrontatif. Misalnya, membeli
10
peralatan meliter untuk membangun tentara yang kuat, membangun fasilitas untuk kegiatan
Ganefo (Games of The New Emerging Forces,) seperti stadion olah raga yang bertaraf
internasional, hotel-hotel dan gedung gedung mewah lainnya yang sebagian besar dananya
diperoleh dari pinjaman luar negeri. Pada tahun 1966, utang luar negeri Indonesia tercatat telah
mencapai sekitar 2,3 miliar dollar AS dan bertambah sebanyak 500 juta dollar AS lagi yang berasal
dari bunga tunggakan dari pinjaman-pinjaman sebelumnya. Untuk memperoleh keringanan dan
mengatasi masalah pembayaran uutang tersebut, maka bulan September 1966, diadakan
perundingan di Tokyo, Jepang, antara Indenesia dan negara-negara kreditor, seperti Jepang,
Prancis, Inggris, Italia, Jerman Barat, Belanda dan Amerika Serikat. Agenda utamanya adalah
penjadwalan kembali utang-utang Indonesia. Perundingan kemudian dilanjutkan di Prancis yang
kemudian dikenal dengan istilah Paris Club. Para negara-negara kreditor sepakat untuk menunda
pembayaran utang Indonesia hingga tahun 1972-1978 dan juga memperlunak syarat-syarat
pembayaran.
Perundingan dengan negara-negara kreditor ini dilanjutkan di Amsterdam, Belanda dan
hasil pertemuan selanjutnya adalah pembentukan IGGI (Inter Govermental Group for Indonesia).
Anggotanya terdiri dari Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Belgia, Canada, Jepang, Jerman
Barat, Inggris, Italia, Belanda, dan Denmark. Tujuan pembentukan IGGI ini adalah untuk
membantu pemerintah Indonesia mengatasi pembayaran utang-utangnya dan memberikan
pinjaman baru untuk dapat mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Kinerja IGGI akan
ditinjau oleh beberapa negara lain, seperti Austria, Denmark, Norwegia, New Zealand dan Swiss.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Badan badan ekonomi internasional lain, seperti IBRD (International Bank for
Reconstruction and Development) atau World Bank. IMF (International Monetery Bank), IDA
(International Development Agency), dan ADB (Asian Development Bank) menjadi peninjau. Hal
ini karena Indonesia masuk menjadi anggota, dan memperoleh dana pinjaman, serta tenaga ahli
11
dan rekomendasi untuk menghadapi negera-negara kreditor. Setelah perundingan-perundingan di
atas, negara kreditor kemudian memang memberikan pinjaman dengan syarat-syarat yang lebih
lunak jika dibandingkan pada tahun tahun sebelumnya. Persyaratan utang yang lunak misalnya
utang Indonesia kepada Amerika Serikat akan dilunasi dalam jangka waktu 40 tahun, dengan grace
period 10 tahun, dan bunga 2,5% pertahun. Pengertian dari grace period adalah masa tenggang
bebas dari kewajiban membayar cicilan utang berikut bunganya atau dalam pengertian bahwa
selama 10 tahun pertama pemerintah Indonesia tidak perlu membayar utang. Pembayaran utang
itu akan dilakukan pada tahun ke-11. Negara-negara kreditor lainnya juga memberikan keringanan
bunga yang sama tetapi dengan grace period yang berbeda-beda. Jerman Barat memberikan grace
period 8 tahun dengan waktu pelunasan selama 30 tahun, sedangkan Jepang grace period nya 7
tahun dan waktu pelunasannya hingga 20 tahun.
Oleh pemerintah, uang pinjaman ini kemudian digunakan untuk melakukan rehabilitasi
ekonomi, seperti biaya impor, pengamanan pangan, dan pembangunan infrastruktur. Dalam
rehabilitasi ekonomi, pemerintah Orde Baru lebih mengutamakan perbaikan prasarana yang sudah
ada karena biayanya lebih ringan dibandingkan jika membangun prasarana baru. Pembangunan
ekonomi memang memerlukan dana yang sangat besar, untuk itu pemerintah kemudian
mengeluarkan Undang Undang No 1 /1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang
sebelumnya dilarang pada masa Soekarno. Pada saat bersamaan, pemerintah membentuk pula
badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing yang diketuai oleh Presidium Kabinet Presiden
Soeharto sendiri. Namun, pada tahun 1968, badan ini kemudian dibubarkan. Setelah itu, dibentuk
sebuah badan baru yang bertugas untuk melakukan evaluasi dan meneliti persyaratan ijin usaha
agar tidak merugikan investor asing dan domestik. Di samping penanaman modal asing,
pemerintah juga menghimpun modal domestik. Untuk itu pemerintah pada tanggal 13 Juli 1968
mengeluarkan Undang Undang no 6 / 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
12
Tengah. Uang pinjaman luar negeri banyak digunakan
untuk melakukan pembangunan prasarana dan
infrastruktur perekonomian negara.
Historia
13
dan budaya. Hal ini membuat pada saat pemerintahan Orde Baru runtuh, tuntutan otonomi
daerah sangat keras meski banyak daerah yang belum siap untuk melaksanakannya.
Sejak awal, Orde Baru memang menerapkan tahapan pembangunan yang lebih dikenal
dengan istilah Trilogi Pembangunan, yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan
pemerataan hasil-hasil pembangunan. Keberhasilan pembangunan ekonomi orde baru sangat
terasa pada tahap stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan untuk pemerataan
dapat dikatakan pemerintah orde baru telah mengalami kegagalan. Jurang pemisah antara yang
miskin dan kaya sangat terlihat sehingga mendorong lahirnya kecemburuan sosial. Hal ini salah
satunya disebabkan oleh adanya monopoli terhadap sumber-sumber kekayaan oleh kelompok
tertentu, para pejabat pemerintahan sendiri, dan pengusaha melalui praktek kolusi dan nepotisme.
Setelah pelantikan kabinet Pembangunan yang ke-7 pada awal Maret 1998, kondisi bangsa dan
negara mulai memburuk, demikian juga dengan kondisi perekonomian. Pemerintah orde baru
mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada menurunnya pendapatan negara dan daya beli
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada masa Orde Baru ini Indonesia mengalami
beberapa kali krisis ekonomi, yang pertama pada tahun 1974, ketika terkena dampak ledakan harga
minyak. Sebagai salah satu negara penghasil minyak, sebenarnya Indonesia sangat diuntungkan
dengan meningkatnya permintaan minyak dunia yang disebabkan wilayah Timur Tengah ketika
itu sedang dilanda konflik antara negara-negara Arab dan Israel. Namun, karena salah urus laju
inflasi malah meningkat hingga 41%. Selanjutnya pada tahun 1980-1982 harga minyak jatuh dan
ini menjadi pukulan berat bagi pemerintah Orde Baru yang terlanjur menjadikan minyak sebagai
komoditas perdagangan yang paling diandalkan. Untuk mengatasinya, pemerintah kemudian
meningkatkan ekspor nonmigas tetapi sektor tetap saja mengalami penurunan. Selanjutnya, pada
tahun 1984 krisis ekonomi kembali terjadi yang berawal dari deregulasi perbankan. Pembangunan
ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru sejak tahun 1966 telah meningkatkan
jumlah perbankan sebagai lembaga pemberi pinjaman kepada sektor swasta. Akan tetapi, karena
peraturan yang diterapkan masih banyak memiliki kelemahan mengakibatkan banyak terjadi
penyimpangan dalam pemberian kredit.
Pada tahun 1997 terjadi lagi krisis yang berawal dari terjadinya krisis moneter di kawasan
Asia, yaitu penurunan nilai tukar mata uang negara-negara Asia terhadap dollar AS. Hal ini tentu
saja sangat memengaruhi aktivitas perekonomian negara-negara di kawasan Asia termasuk
Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada tahun 1997 adalah Rp2.500 /per dollar AS
tetapi pada pada tahun 1998 menjadi Rp15.000 /per dollar AS. Penurunan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS ini berdampak pada kapitalisasi pasar modal, yakni kegiatan sektor industri
dan perbankan. Banyak perusahaan yang bangkrut karena tingginya biaya produksi yang
14
berdampak pada terjadinya pemutusan hubungan kerja secara masal sehingga banyak masyarakat
yang kehilangan pekerjaan saat itu. Sebagian besar perusahaan-perusahaan yang ada saat itu
umumnya memulai usahanya dengan memperoleh modal pinjaman dari bank. Oleh karena tidak
dapat berproduksi lagi maka perusahaan perusahaan ini tidak dapat lagi menyelesaikan utang-
utangnya kepada perbankan nasional. Hal yang terjadi kemudian adalah kredit macet sehingga
perbankan nasional secara bertahap kehilangan modal minimum yang harus dimiliki sebuah bank.
Sementara bank bank inipun memiliki kewajiban untuk melunasi utang utangnya kepada badan
badan keuangan internasional. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% ini tentu saja berdampak dengan semakin lesunya iklim bisnis,
kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yang hebat ketika ada 16 bank yang
dilikuidasi pada akhir tahun 1997, dan krisis moneter telah mengakibatkan hancurnya fundamental
perekonomian di Indonesia.
Krisis ekonomi kemudian juga membuka tabir tentang penyimpangan bisnis perbankan
nasional, dimana ternyata perbankan nasional dimiliiki oleh kelompok-kelompok pengusaha.
Mereka mendirikan perbankan swasta nasional untuk memenuhi kepentingan kelompok usahanya,
yaitu untuk mendapatkan kredit dengan bunga yang ringan. Oleh karena yang meminjam adalah
para pengusaha dari kelompoknya sendiri maka seringkali perbankan swasta ini memberikan
kredit di luar kepatutan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara nilai pinjaman dengan
jaminannya. Padahal dalam bisnis perbankan jaminan pinjaman menjadi penting agar dapat disita
sebagai ganti apabila pihak yang mengutang tidak dapat melunasi utangnya sesuai dengan
perjanjian. Oleh karena keberadaan perbankan swasta nasional dianggap penting bagi
keberlanjutan roda perekonomian maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
tersebut di atas, pemerintah Orde Baru kemudian membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Badan ini bertugas menyelamatkan bisnis perbankan di Indonesia yang
mempunyai pengaruh langsung bagi kelancaran pembangunan ekonomi. Sebagai langkah
penyelamatan maka pemerintah Orde Baru memberikan pinjaman dana melalui pengeluaran
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada bank yang bermasalah. Namun, langkah ini tidak
dapat menyelamatkan bank-bank bermasalah tersebut karena bank-bank bermasalah ini tidak dapat
mengembalikan pinjaman KLBI meskipun seluruh asetnya telah dijual. Akibatnya, pemerintah
Orde Baru harus menanggung utang pihak swasta ini yang mencapai 73,962 miliar dollar AS, yang
melebihi utang pemerintah sendiri yang jumlahnya 63,462 miliar dolar.
Keuangan negara tentu saja terkuras habis untuk mengatasi krisis moneter tersebut.
Keadaan ini kemudian diperparah pula dengan tindakan para spekulan yang memborong dollar AS
sehingga menghabiskan persediaan dollar yang dimiliki oleh pemerintah. Namun, ulah para
spekulan yang mengharapkan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga dollar ini menemui
kegagalan karena pemerintah mencoba mencegah dengan membentuk gerakan cinta rupiah,
meskipun usaha pemerintah ini tidak membawa hasil. Pada tanggal 15 Januari 1998 pemerintah
Orde baru kembali membangun kesepakatan dengan IMF untuk memperoleh kembali pinjaman,
tetapi krisis ekonomi yang terjadi telah berdampak luas terutama terhadap kemampuan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelaparan terjadi di beberapa daerah karena kurangnya
15
persediaan terhadap sembilan bahan kebutuhan pokok yang sangat diperlukan masyarakat. Krisis
ekonomi saat ini menjadi sulit diatasi karena diikuti pula dengan krisis politik dan hukum sehingga
melahirkan krisis kepercayaan. Dalam bidang politik pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan
dengan membatasi kegiatan berserikat dan berkumpul yang tentu saja hal ini telah melanggar hak
asasi manusia. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul juga dijamin oleh UUD 1945.
Kedaulatan rakyat hanya berada di tangan keompok tertentu bahkan lebih banyak berada di tangan
penguasa, hal ini telah menimbulkan rasa ketidakpercayaan kepada pemerintah, DPR dan MPR.
Kebijakan pemerintah lainnya yang menetapkan Golkar sebagai single mayority dan
kemenangannya yang mutlak dalam setiap pemilu dengan alasan demi kelangsungan
pembangunan nasional ini merugikan partai politik lainnya. Kemenangan Golkar dinilai oleh
sejumlah pengamat politik tidak jujur dan adil (jurdil), dan setiap kemenangan Golkar akan diikuti
dengan dukungan terhadap Soeharto selaku Dewan Pembina Golkar untuk dicalonkan kembali
sebagai presiden.
sumber: wikipedia.org
Tanda tanda berakhirnya pemerintahan Orde baru dan terjadinya gerakan reformasi dengan
jelas berkembang setahun sebelum berlangsungnya pemilu tahun 1997. Tiga partai politik yang
ada saat itu yaitu PPP, Golkar, dan PDI dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi ini mendorong lahirnya Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) dibawah pimpinan Megawati Soekarnoputri yang menjadi simbol rakyat kecil
dan simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang dipenuhi oleh korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Kehadiran PDIP menjadi persoalan baru di bidang politik karena selain tiga kekuatan
partai politik yang sudah ada saat itu ada larangan pemerintah untuk mendirikan partai politik yang
lain. Hal ini jelas dengan diberlakukannya Paket 5 Undang Undang Politik yang terdiri dari UU
no 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum, UU no 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan,
Tugas dan Wewenang DPR/MPR, UU no 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan
Karya, UU no 4 tahun 1985 tentang Referendum dan UU no 5 tahun 1985 tentang Organisasi
Massa. Akibat pelarangan ini timbul peristiwa tragis pada tanggal 27 Juli 1996 yaitu penyerangan
16
terhadap kantor PDIP oleh massa PDI, yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan besar di
Jakarta yang menelan banyak korban jiwa dan hancurnya sejumlah sarana fisik. Kejadian ini
menimbulkan munculnya gugatan dari berbagai kalangan agar pemerintah mencabut 5 paket
undang undang politik tersebut dan kritikan yang pedas terhadap praktik monopoli, KKN, dan
kebijakan kekaryaan dari dwifungsi ABRI yang memiliki peran dalam berbagai aspek sosial
politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, disampaikan juga tuntutan
terhadap adanya pembatasan waktu untuk jabatan kepresidenan. Situasi politik yang semakin yang
semakin menegang dan waktu pelaksanaan pemilu yang sudah semakin dekat berimbas kepada
munculnya ketegangan dari para penganut agama dan warga etnis yang berbeda. Pada bulan Maret
1996 pecah kerusuhan di Pekalongan yang kemudian dengan cepat meluas ke bebrapa daerah
lainnya. Menjelang hari terakhir kampanye pemilu di Banjarmasin terjadi pula kerusuhan yang
banyak menelan korban jiwa. Pemilu yang diselenggarakan pada bulan Mei 1997 ternyata tidak
dapat meredakan gejolak politik. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden dengan BJ
Habibie sebagai wakilnya telah membuat aksi aksi politik semakin marak. Gelombang aksi
penolakan terhadap kepemimpinan Soeharto semakin meluas di kalangan masyarakat, dan untuk
menghadapinya pemerintah kemudian mengeluarkan larangan untuk beroposisi yang kemudian
menyebabkan terjadinya sejumlah penculikan terhadap aktivis mahasiswa dan aktivis
prodemokrasi.
sumber: wikipedia.org
Krisis ekonomi, politik, dan dalam bidang hukum serta semakin berkembangnya korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) baik yang dilakukan secara terselubung maupun secara terang-
terangan dalam pemerintahan Orde Baru telah mengakibatkan timbulnya ketidakpercayaan rakyat
terhadap pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.
17
sumber: wikipedia.org
Tugas A
Tugas B
Bacalah kembali materi dari berbagai sumber tentang “Berakhirnya Masa Pemerintahan Orde
Baru” kemudian buatlah analisis singkat tentang krisis krisis yang terjadi menjelang berakhirnya
pemerintahan Orde Baru tersebut. Tuliskan analisis tersebut dalam tabel yang telah disiapkan
berikut ini.
Gerakan Reformasi adalah sebuah gerakan yang menuntut perubahan mendasar untuk
memperbaiki keadaan. Krisis ekonomi, politik, hokum, dan kepercayaan yang mulai melanda
18
Indonesia di awal tahun 1990-an. Oleh para penggagas gerakan reformasi telah dinilai sebagai
bukti kesalahan fatal yang telah dilakukan oleh pemerintah orde baru dalam menerapkan kebijakan
dalam bidang politik, ekonomi, dan hukum. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan maka
perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap di segala bidang.
Para penggagas gerakan Reformasi kemudian menyusun agenda perubahan yang mendasar
yang dapat memperbaiki keadaan. Agenda yang pertama adalah mengganti kepemimpinan
nasional yang sejak awal Orde baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Soeharto menerapkan sistem pemerintahan yang berpusat pada dirinya sehingga
dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis ekonomi, politik,
dan hukum yang melanda negara ini. Berdasarkan pemikiran ini maka para penggagas refomasi
menjadikan penggantian Soeharto menjadi prasyarat utama bagi agenda refomasi lainnya. Kedua
adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, yang sejak awal pemerintah Orde Baru UUD
1945 dijadikan sebagai konstitusi negara dan menjadi dasar bagi seluruh undang-undang dan
peraturan di bawahnya. Beberapa hal penting yang diatur menyangkut bentuk dan sistem
pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan kewenangan badan-badan pemerintahan. Mengingat
UUD 1945 mempunyai kedudukan yang sangat strategis maka amandemen terhadap UUD 1945
menjadi penting. Melakukan amandemen bukan berarti mengganti UUD 1945 tetapi membuat
penyesuaian berupa penambahan atau pengrangan dari bagian yang sudah ada. Hak dan wewenang
melakukan amandemen terhadap UUD ada pada para wakil rakyat yang duduk di MPR. Agenda
reformasi yang ketiga adalah menghapus Dwifungsi ABRI. Tugas utama ABRI sebagai organisasi
meliter memiliki tugas utama untuk mempertahankan keamanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dari ancaman baik yang dari luar atau gangguan yang datang dari dalam negeri.
Namun, dalam perkembangannya terutama pada masa Orde Baru, ABRI mempunyai tugas
tambahan di luar tugas kemeliterannya, yakni berubah menjadi alat dari pemerintah yang sedang
berkuasa.
Agenda reformasi yang keempat adalah memberikan otonomi daerah yang seluas-luasnya.
Selama masa Orde Baru, pemerintah menerapkan pemerintahan yang bersifat sentralistik, segala
urusan diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya sebagai pelaksana instruksi,
sementara pengaturan yang dilakukan pemerintah pusat sering tidak cocok dengan kebutuhan
daerah. Oleh karena itu, para penggagas gerakan reformasi menuntut perubahan pemerintahan
sentralistik menjadi desentralistik, yaitu sistem pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah
daerah untuk mengurus pembangunan di daerahnya. Agenda reformasi yang kelima adalah
penegakkan supremasi hukum. Pemerintahan orde baru berkeinginan untuk melanjutkan cita-cita
para pendiri bangsa menciptakan negara hokum tetapi cita-cita tersebut tidak dapat terlaksana
karena para penegak hukum berada di bawah kontrol pemerintah. Akibatnya, penegakkan hukum
hanya berlaku bagi rakyat aja. Selanjutnya agenda reformasi yang keenam adalah membentuk
pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pembangunan ekonomi
dalam pemerintahan Orde Baru tidak mendapat kontrol yang baik dari para wakil rakyat dan aparat
penegak hukum sehingga menyuburkan praktek KKN. Pemerintahan menjadi tidak bersih, praktek
KKN telah menjadi faktor utama kegagalan pembangunan ekonomi.
19
Enam agenda reformasi ini kemudian oleh para penggagas reformasi disebarluaskan ke
seluruh masyarakat, termasuk press dan media yang memiliki peran penting dalam
mensosialisasikan gagasan reformasi. Para mahasiswa dari berbagai kampus mulai menyuarakan
agenda reformasi dengan menggelar sejumlah demonstrasi di berbagai kota besar di Indonesia,
dan gerakan demonstrasi ini mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat. Sasaran utama dari
aksi demonstrasi para mahasiswa adalah gedung MPR dan DPR hal ini tentunya dapat dipahami
karena MPR/DPR sebagai lembaga yang dianggap memiliki kewenangan untuk dapat mencabut
mandat kekuasaan Soeharto sebagai Presiden. Para mahasiswa daerah juga melakukan
demonstrasi dengan mendatangi kantor DPRD dan mendesak para wakil rakyat disana untuk
menyampaikan tuntutan reformasi kepada DPR pusat. Berdasarkan kepada desakan para pimpinan
DPR daerah, maka DPR pusat kemudian mengirim surat resmi kepada pimpinan MPR untuk
segera bersidang dan mencabut mandat kekuasaan presiden Soeharto.
Demonstrasi para mahasiswa semakin hari semakin meluas, bentrokan dengan aparat
keamanan juga semakin sering terjadi. Di antara bentrokan fisik yang terjadi tersebut yang
terpenting adalah peristiwa di kampus Trisakti Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada tanggal
tersebut di kampus Trisakti sedang berlangsung aksi mahasiswa yang berujung dengan bentrokan
fisik dengan para aparat keamanan yang mengakibatkan tewasnya empat orang mahasiswa
Trisakti, dan puluhan lainnya luka-luka. Selanjutnya pada keesokan harinya pada tanggal 13-14
Mei 1998 terjadi kerusuhan yang sangat anarkis karena disertai dengan tindakan penjarahan dan
pengrusakan. Kerusuhan meluas ke berbagai kota besar lainnya, seperti Bandung, Semarang,
Surabaya, Solo, dan lain-lain, dengan sasaran utama para etnis Tionghoa. Kegiatan perekonomian
mengalami kelumpuhan total karena aksi penjarahan dan perusakan pusat-pusat perbelanjaan
menimbulkan kerugian besar bagi para pelaku bisnis di Indoensia. Selain menghentikan gerak
perekonomian nasional, kerusuhan 13-14 Mei 1998 juga mengakibatkan terhentinya kegiatan
pemerintahan, transportasi public, dan sejumlah pusat layanan umum. Suasana mencekam juga
menyebar ke wilayah perumahan penduduk, banyak rumah-rumah yang menjadi sasaran amuk
masa situasi kerusuhan sangat tidak terrkendali.
sumber: wikipedia.org
20
Gambar 6.14 Bentrokan mahasiswa dengan polisi di luar
kampus Trisakti.
Kerusuhan berhenti pada tanggal 15 Mei 1998, tetapi aktivitas kantor pemerintahan dan
ekonomi tidak langsung berjalan dengan normal. Demo mahasiswa masih terus berlanjut, dan pada
tanggal 19 Mei 1998 para mahasiswa gabungan dari berbagai kampus yang ada di Jakarta dan yang
datang dari daerah-daerah berhasil menduduki gedung DPR/MPR. Aksi demonstrasi ini membuat
para anggota dan pimpinan DPR/MPR terkurung di dalam gedung. Sementara di luar gedung para
tokoh nasional pendukung reformasi terus melakukan orasi, memberikan ceramah umum di depan
para mahasiswa yang berjumlah ribuan tersebut.
Pada akhirnya pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan akan mencabut mandatnya
tehadap presiden Soeharto karena dianggap telah gagal menjalankan tugasnya. Dalam situasi yang
tidak menentu tersebut, Presiden Soeharto berusaha memperbaiki keadaan dengan merombak
susunan Kabinet Pembangunan VII yang oleh para demonstran dinilai penuh dengan nepotisme.
Namun, usaha yang dilakukan Soeharto ini tidak berhasil, bahkan sebagian besar menteri yang
diusulkan menyatakan tidak bersedia dan mundur untuk masuk ke dalam Kabinet Pembangunan
VII yang telah disempurnakan. Penolakan ini mencerminkan hilangnya dukungan terhadap
presiden Soeharto yang berasal dari kalangan elite politik.
Secara umum suasana di Jakarta masih belum kondusif sejak berkembangnya kerusuhan
pada 13 Mei 1998 tersebut. Oleh karena itu pasukan ABRI dari berbagai unsur berjaga-jaga di
sekitar Istana Merdeka dan beberapa sudut kota lainnya yang potensial menjadi sasaran amuk
massa. Di luar dugaan, dan merupakan satu hal yang sulit dibayangkan pada tamggal 21 Mei 1998
menyatakan diri berhenti dari jabatan kepresidenannya, dan menyerahkan kursi kepresidenan
kepada wakil presiden B.J Habibie. Peristiwa berhentinya Presiden Soeharto sebagai Presiden RI
ke-2 menjadi pertanda dimulainya periode transisi demokrasi di Indonesia.
Tugas
Perhatikan tabel berikut ini, yang berisi enam agenda reformasi yang disuarakan oleh para
mahasiswa pada tahun 1998. Tugas Anda adalah menuliskan alasan utama pada kolom sebelah
kanan mengapa tuntutan tersebut menjadi pilihan untuk disampaikan.
21
5. Tegakkan Supremasi
Hukum
6. Pemerintahan yang bersih
dari KKN
Setelah Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998, gelombang
demonstrasi berangsur surut. Para mahasiswa yang semula menduduki gedung MPR/DPR secara
bertahap meninggalkan gedung tersebut, Habibie sebagai wakil presiden kemudian diambil
sumpahnya sebagai Presiden RI ke 3 dan memerintah Indonesia pada tahun 1998-1999.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
22
Untuk mengatasi polemik ini maka pada tanggal 10-13 November 1998 dilaksanakan
Sidang Istimewa MPR. Hasilnya adalah menerima pengunduran diri secara otomatis sebagai
Presiden sesuai dengan pasal 8 UUD 1945. Namun, Habibie tidak dapat melanjutkan hingga masa
berakhirnya jabatan Soeharto sebagai Presiden karena tugas utama Habibie kemudian adalah
menyelenggarakan pemilu secepatnya. Selain mancabut Tap MPR no V/MPR/1998 yang
mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI yang ke-7 kalinya, sidang istimewa ini juga mancabut
tiga Tap MPR lainnya, yaitu, Tap no II/MPR/1998 tentang Pedoman Penghayatan Pancasila (P-4),
Tap no III/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan Tap no IV/MPR/1998
tentang Referendum.
Historia
23
Sumber: MC Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hal 630-632
Ketika Habibie menggantikan Soeharto sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998, ada
lima isu besar yang harus dihadapinya, yaitu tuntutan reformasi, masalah dwi fungsi ABRI,
tuntutan dari daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, masa depan Soeharto
beserta keluarga, kekayaan, dan krooni-kroninya, masa depan perekonomian dan kesejahteraan
rakyat Indonesia. Dalam waktu yang relatif singkat, Habibie kemudian membentuk kabinetnya
yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Sangat disayangkan karena pembentukan
kabinet ini dilakukan oleh Habibie sendiri tanpa berembuk terlebih dahulu dengan kekuatan
reformasi. Kalau saja Habibie mengajak kekuatan reformasi maka akan diperoleh sebuah langkah
awal dari sebuah pemerintahan yang terlegitimasi, dipecaya, dan berwibawa yang saat itu memang
sangat dibutuhkan pada saat krisis. Anggota kabinetnya masih banyak diisi dengan orang lama
dari susunan kabinet era Soeharto. Oleh karena kedekatannya dengan orang yang digantikannya,
Habibie dianggap oleh banyak kalangan bukan orang yang dapat mendatangkan perubahan dan
pembaharuan di bidang politik, ekonomi, dan hukum.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Habibie mewarisi negara yang hampir bangkrut dari pemerintah lama, utang bertumpuk,
hutan-hutan rusak berat karena ulah pengusaha HPH dan bencana El Nino, krisis pangan merebak
sejak pertengahan 1977, menurunnya daya beli rakyat, kemiskinan absolut meningkat jumlahnya,
dan pengangguran mencapai angka 20 juta orang pada tahun 1998. Utang luar negeri telah
mencapai 137.424 miliar dollar AS pada bulan Maret 1998 dan dari utang yang sebesar ini menurut
catatan Bank Indonesia pada Februari 1998 sebesar 73.962 miliar dollar AS adalah utang para
konglomerat. Adapun 10,5 miliar dollar AS merupakan utang yang berasal dari bank-bank
24
komersial yang berjangka pendek dan berbunga tinggi. Pada saat itu nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS melemah sampai di atas 500% yang tentu saja banyak perusahaan tak mampu bertahan.
Terjadi pemutusan hubungan kerja massal sedangkan tenaga kerja baru tidak dapat tertampung di
pasar kerja yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Keadaan tidak banyak berubah
hingga 90 hari pertama pemerintahannya dan ini telah dinilai sebagai bukti dari ketidak
mampuannya utnuk merubah keadaan.
1. membebaskan para tahanan politik seperti ketua dan pendiri Partai Rakyat
Demokratik (PRD) Budiman Sujatmiko, dan tokoh buruh Muchtar Pakpakan,
2. memberikan pengurangan hukuman terhadap 16.813 tahanan di seluruh tanah air,
3. keberaniannya memberikan rehabilitasi kepada tokoh-tokoh seperti HR Dharsono,
AM Fatwa, Ir.Sanusi, dan tokoh lainnya yang memperoleh hukuman pada masa
pemerintahan Orba akibat dari tindakan mereka yang menentang kebijakan
pemerintah,
4. penghentian lembaga SIUPP (surat ijin usaha penerbitan pers) ciptaan Soeharto
yang mencekal kebebasan pers,
5. memberikan gelar pahlawan reformasi kepada 4 mahasiswa Trisakti, dan satu
pelajar SMA yang tewas tertembak di kampus Trisakti ketika terjadi kerusuhan
pada tanggal 12-13 Mei 1998,
6. kebebasan berserikat dan berkumpul, bahkan kebebasan untuk mendirikan partai
politik yang selama pemerintahan Orba dilarang, dibuka lebar oleh Habibie.
Tidaklah mengherankan ketika pemilu digelar pada masa pemerintahannya terdapat
200 lebih partai politik yang turut meramaikan pesta demokrasi tersebut, dan
7. pemerintah transisi ini juga berhasil menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS hingga di bawah Rp10.000 per dollar AS yang pada akhir kekuasaan Soeharto
sempat menembus angka hingga Rp18.000 per dolar AS.
Dalam hal tuntutan reformasi lainnya terutama yang menyangkut tentang pengadilan
terhadap Soeharto, pemerintahan Habibie hanya berhasil membawa Soeharto menyerahkan sendiri
semua asset yayasan yang dikuasainya. Hal ini sebenarnya telah merupakan capaian hasil yang
cukup jauh dalam urusan dengan mantan penguasa Orde Baru karena pemerintahan dari presiden
berikutnya tidak ada satupun yang dapat bertindak sejauh ini. Bahkan dalam kabinet Indonesia
Bersatu Jilid 1. Lewat Jaksa Agung Abdurrahman Saleh kasus Soeharto sempat dinyatakan ditutup
yang tentu saja menimbulkan protes yang cukup keras dari berbagai kalangan. Salah satu
keberhasilan yang menonjol dari kabinet Habibie yang hanya berusia selama 512 hari itu adalah
penataan kembali BUMN. Dalam hal ini peranan Tanri Abeng sebagi menteri sangat menentukan
terutama dalam hal menata kembali manajemen BUMN dengan memisahkannya dari birokrasi
pemerintah. Tantri berhasil menghapus maraknya KKN yang berkembang dalam usaha milik
negara ini.
25
Tokoh lainnya yang juga berperan penting dalam kabinet Reformasi Pembangunan adalah
Adi Sasono yang ketika itu menjabat sebagai menteri koperasi. Gagasannya tentang ekonomi
kerakyatan telah membawa angin segar bagi para pengusaha kecil dan menengah. Perekonomian
rakyat yang sebagian besar bergerak di sektor informal ternyata terbukti lebih tahan terhadap
krisis, tetapi tidak dapat berkembang menjadi besar karena tida adanya modal. Dalam kehdupan
politik, pemerintahan transisi ini dapat dikatakan berhasil karena mampu menyelenggarakan
pemilu yang dinilai paling demokratis setelah pemilu tahun 1955. Pemili yang dilaksanakan pada
masa itu adalah pemilu multipartai yang disambut oleh rakyat dengan penuh eforia reformasi.
Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai termasuk tiga partai besar yang sudah ada sebelumnya
yaitu Golkar, PDIP dan PPP. Pemerintah juga mempersilahkan lembaga independen untuk turut
menyaksikan dan mengawasi jalannya pemilihan. Hasil pemilu menunjukkan bahwa PDIP muncul
sebagai pemenang tetapi tidak berhasil mengantarkan sang ketua Megawati Soekarnoputri menjadi
presiden karena adanya arus penolakan terhadap sosok presiden perempuan.
sumber: wikipedia.org
26
Kelima partai ini meraih suara terbanyak dalam pemilu maka kelima partai politik ini memperoleh
hak untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam sidang umum MPR yang
diselenggarakan pada tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang umum MPR diawali diawali dengan
pemilihan pimpinan DPR dan MPR. Pemilihan dilakukan secara demokratis, hasilnya ketua umum
Golkar, Akbar Tanjung terpilih sebagai Ketua DPR, dan ketua umum PAN, Amien Rais menjadi
Ketua Umum MPR. Setelah itu, dilanjutkan dengan agenda memilih Presiden RI. Ada tiga calon
kuat yang bersaing ketat, yaitu Megawati Soekarnoputri (PDIP), Abdurrahman Wahid (PKB), dan
Yusril Izha Mahendra (PBB)/ Tampilnya tiga calon presiden memperlihatkan kemajuan yang luar
biasa karena selama Orde Baru yang muncul selalu calon tunggal, yaitu Soeharto. Sehari sebelum
pemilihan, Yusril Izha Mahendra mengundurkan diri dari pencalonan, sehingga tinggal Megawati
dan Abdurrahman Wahid yang bersaing sebagai presiden RI. Demikianlah akhirnya MPR
memutuskan memilih Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik Indonesia dengan
Megawati sebagai Wakil Presiden.
sumber: wikipedia.org
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Sebagai presiden Gus Dur memiliki hak untuk menerapkan konsep konsepnya dalam
keinginannya membentuk pemerintahan RI ke arah yang lebih baik, tetapi sayang Gus Dur jarang
sekali mengajak para menterinya untuk membicarakan langkah-langkah yang akan diambilnya.
Akibatnya para menteri yang duduk di dalam kabinetnya seolah berjalan sendiri-sendiri dan para
wakil rakyat menjadi lebih mendengarkan komando dari para ketua partainya. Dari sinilah
sebenarnya konflik antara presiden dan DPR mulai tumbuh, dan semakin berkembang sehingga
Gus Dur akan kehilangan dukungan dari para wakil rakyat ini. Kebijakannya yang paling ditentang
adalah ketika presiden akan melakukan dekrit untuk membubarkan parlemen hasil pemilu, seperti
yang pernah dilakukan Presiden Soekarno dulu. Rencana ini sangat ditentang oleh panglima ABRI
jendral Endriartono Soetarto sehingga Dekrit mengalami kegagalan.
28
sumber: wikipedia.org
Dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya, Gus Dur tetap menjalankan
kebijakan politik luar negeri bebas dan aktif, dan atas dasar ini pula ia menggagas terbentuknya
poros Jakarta-Beijing-New Delhi. Gagasan ini memeng cukup menarik beberapa pengamat politik
berpendapat bahwa hal ini telah membuat Indonesia memiliki posisi tawar di mata dunia dan
menimbulkan harapan agar Indonesia tidak lagi dengan mudah dapat dikendalikan oleh Amerika.
Lawatan kenegaraan yang dilakukannya ke negara negara Asia sebagai sebuah kebijakan yang
“meninjau potensi ke dalam” (inward looking), hal ini menjadi salah satu alternatif agar RI menjadi
lebih berdaulat. Bila poros ini benar-benar dapat terbentuk ditambah dengan kekuatan ekonomi
dan teknologi Jepang, bukan tidak mungkin bahwa masa kejayaan barat yang diwakili oleh
Amerika Serikat saat ini akan segera berakhir. Selain itu, konstelasi politik dunia yang meramalkan
bahwa dalam waktu 20 tahun mendatang (sejak tahun 2000), Tiongkok akan tampil sebagai negara
dengan kemampuan ekonomi dan meliter yang kuat. Sepertiga pendapatan Negara-negara Asia
Pasifik diperkirakan akan berasal dari Cina. Dengan segala potensi yang dimilikinya ini maka
negara tirai bambu ini bakal tampil sebagai negara yang potensial sebagai penyeimbang Amerika
Serikat.
Adapun India dianggap sebagai sumber alternatif dengan potensi yang luar biasa dalam
teknologi transportasi dan persenjataan. Pertahanan laut India saat itu merupakan yang terkuat di
Pasifik. Setelah lawatannya berkelililing negara negara Asia, Gus Dur diundang ke gedung putih
Amerika Serikat oleh Presiden Bill Clinton. Gus Dur menyambut baik undangan tersebut dan
kemudian dengan mudah mengubur gagasannya yang bagus tentang poros Jakarta-Beijing-New
Delhi yang sudah sempat melambungkan namanya. Langkah selanjutnya merupakan langkah yang
tidak popular, yaitu membuka hubungan langsung dengan Israel. Hal ini tentu saja menimbulkan
protes dari berbagai kalangan seperti para santri, organisasi keagamaan, para mahasiswa dari
Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya dan lain-lain. Mereka yang setuju terhadap
29
gagasan ini, seperti Menteri Luar Negeri Alwi Shihab yang berpendapat bahwa membuka
hubungan langsung dengan Israel dianggap penting. Selain mengundang masuknya modal Yahudi
juga menarik simpati komunitas Yahudi internasional. Menurut Alwi, selanjutnya Indonesia yang
sedang melaksanakan program perbaikan ekonomi jangan hanya membangun hubungan dengan
Singapura, Cina, Jepang, India, dan Amerika Serikat yang selama ini sudah dilakukan. Perlu
diketahui bahwa banyak perusahaan multinasional yang ada di Amerika Serikat dikausai oleh
keturunan Yahudi. Sekitar 70% keuangan AS dikuasasi oleh Jewish Community. Jadi sebenarnya
yang menjadi sasaran bukanlah hubungannya dengan Israel tetapi peranan Yahudi di Amerika
Serikat.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Pendapat senada dikemukan oleh DR Hamid Awaludin yang dapat memahami mengapa
Gus Dur yang berkeinginan membangun hubungan dengan Israel. Ia mengatakan bahwa Jewish
Connection (community) menguasai Kongres dan Senat di AS dengan kemampuan lobi mereka.
Komunitas ini juga menguasai media massa seperti The New York Times yang terbit sejak tahun
1941 dan The Washington Post, dua surat kabar yang hingga saat ini diakui paling banyak
mempengaruhi kebijakan negeri itu. Di Inggris mereka menguasai The Times dan lebih jauh lagi
The Jewish Community menguasai pula stasiun televisi yang menjadi acuan pemirsa AS dan Eropa
seperti ABC, CBC dan NBC. Dalam kegiatan finansial, selain menguasai Wall Street dan IMF,
lembaga-lembaga seperti Soros Management Fund, Quantum Fund, dan Goldman Sach adalah
kekuatan besar keuangan Yahudi yang menguasai pasar uang dan valuta dunia.
Bagi mereka yang menolak gagasan untuk membangun hubungan langsung dengan Israel
berpendapat bahwa mereka tidak menyukai dengan sikap kejam zionis Israel terhadap bangsa
Palestina. Selain itu juga terhadap sikapnya yang berkali kali menolak resolusi PBB, yang terakhir
30
adalah resolusi nomor 242 tentang hak-hak rakyat Palestina dan mengharuskan Israel untuk segera
keluar dari wilayah yang didudukinya sejak perang tahun1967. Menurut Ahmad Sumargono ketua
pelaksana Komite Indonesia untuk solidaritas dunia Islam, penduduk Israel yang jumlahnya hanya
sekitar 6 juta orang bukan pasar yang potensial bagi produk-produk Indonesia dan juga bukan
merupakan produk yang berteknologi tinggi. Kemungkinan Indonesia malah akan terlalu banyak
membeli dari mereka. Hubungan yang akan dibuka dengan Israel tidak akan menjamin Israel
dengan serta merta akan melakukan investasi di Indonesia. Kondisi ini dapat dilihat bagaimana
negara-negara, seperti Turki, Mesir dan Yordania yang memiliki hubungan diplomatik yang baik
dengan Israel tetapi tidak ada investasi modal Yahudi yang masuk ke sana. Negara negara ini tetap
menjadi negara yang dimusuhi oleh komunitas Yahudi
Tuntutan reformasi terhadap perbaikan ekonomi memang belum tercapai meskipun ada
pertumbuhan ekonomi sebesar 3-4% pertahun. Masih banyaknya persoalan-persoalan lain yang
harus diselesaikan oleh pemerintahan ini, pada umumnya merupakan dampak dari kebijakan-
kebijakan yang cenderung menimbulkan konflik internal. Kebijakan tersebut sebagai berikut.
Oleh karena Presiden tidak mengindahkan peringatan DPR, maka DPR akhirnya meminta
MPR untuk menggelar siding istimewa meminta pertanggun jawaban Presiden. Sidang Istimewa
MPR akhirnya mengambil keputusan memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan
menetapkan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden RI yang kelima.
31
Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI selanjutnya bedasarkan ketetapan MPR no
III/MPR/2001, dan Hamzah Haz dari PPP terpilih sebagai Wakil Presiden. Pasangan presiden dan
wakil presiden ini kemudian menjalankan pemerintahannya dengan membentuk Kabinet Gotong
Royong. Banyak orang yang sejak awal telah menganggap bahwa putri Soekarno ini memang
berhak untuk menjadi Presiden sejak partai pendukungnya memenangkan pemilu legislatif pada
tahun1999. Pidato Presiden Abdurrahman Wahid ditolak MPR otomastis membuat Megawati
sebagai Wakil Presiden naik menjadi Presiden RI. Dia kemudian dilantik menjadi presiden RI ke
lima pada 23 Juli 2001. Megawati adalah presiden perempuan pertama yang memimpin Republik
Indonesia dan merupakan presiden keempat Asia setelah Indira Gandhi (India), Benazir Butho
(Pakistan), dan Khalida Zia (Bangladesh).
sumber: wikipedia.org
sumber: wikipedia.org
Masalah lainnya yang cukup serius adalah ketidakmampuan pemerintah untuk dapat
memberikan perlindungan kepada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dikejar-kejar oleh
aparat negara tempat mereka bekerja. Bahkan, mereka diperintah dengan paksa untuk keluar dari
negeri jiran Malaysia, sehingga pulau Nunukan dipenuhi dengan para TKI yang tidak terurus.
Konflik etnis di berbagai daerah di wilayah Indonesia masih terus berlangsung, seperti di Poso dan
Maluku, konflik sosial yang terjadi berkembang menjadi konflik agama. Dalam hal ini Mega
memang bertindak tegas terutama terhadap gerakan separatism, seperti yang terjadi di Aceh yang
dimotori oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang meningkatkan usahanya untuk memisahkan
provinsi daerah istimewa Aceh dari NKRI.
Di antara reformasi politik yang terpenting pada masa pemerintahan Mega adalah
tercapainya kesepakatan untuk mengubah tata cara pemilihan presiden yang semula menggunakan
sistem perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung. Dengan demikian maka pemilu dilakukan
dengan dua tahap. Pertama adalah pemilu legislative, yaitu pemilu untuk memilih para calon wakil
rakyat. Kedua adalah pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden. Dalam perjalanan sejarah
Indonesia baru kali inilah dilaksanakan pemilihan langsung calon presiden dan wakil presiden.
Pemilu kemudian dilaksanakan dalam dua tahap pada tahun 2004, tahap pertama pemilu legislatif
yang dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 mengahsilkan perolehan suara sebagai berikut.
33
Nama Partai % suara yang sah % perolehan kursi di DPR
pusat
Golkar 21,6% 23,3 %
PDIP 18,5% 19,8 %
PKB 10,6% 9,5 %
PPP 8,2 % 10.5%
Partai Demokrat 10,4% 10.4%
Partai Keadilan 7,3 % 8,2 %
Sejahtera
PAN 6,4 % 9,3 %
Partai Damai 2,1 % 2,2 %
Sejahtera
Lain-lain 149%, 6,6 %
Pemilu tahap ke dua dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004 dengan hasil pemilihan sebagai
berikut.
Oleh karena tidak ada calon presiden yang memperoleh suara mayoritas maka diadakan
pemilu putaran kedua pada tanggal 20 September 2004. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono
dan Yusuf Kalla memperoleh 60,9% suara, bersaing dengan pasangan Megawati Soekarnoputri
dan Hasyim Muzadi yang memperoleh 39,1% suara. Hasil tersebut membuat Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi presiden RI yang ke-enam.
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun
dan damai.
34
2. Terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak asasi manusia
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan
penghidupan yang layak serta member pondasi yang kokoh bagi pembengunan
berkelanjutan.
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Misinya yaitu mewujudkan Indonesia yang aman damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Adapun pada masa pemerintahannya yang kedua bersama-sama dengan Boediono, Kabinet
Indonesia Bersatu menetapkan visinya dengan terwujudnya Indonesia mandiri, maju, adil, dan
makmur. Misinya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai,
sertameletakkan fondasi yang lebih kuat Indonesia bagi Indonesia yang adil dan demokratis.
35
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Kebijakan politik yang diterapkan adalah berfungsinya kembali konsep trias politika
(eksekutif, legislative, dan yudikatif) yang pada masa pemerintahan SBY mengalami
perkembangan yang progresif. Konsep tersebut diusahakan untuk menempatkan posisinya
berdasarkan prinsip struktural dalam sistem politik Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pemerintahan SBY benar-benar mengimplementasikannya, seperti rakyat dapat memilih secara
langsung calon wakil rakyat melalui pemilu legislatif dan pemilihan umum untuk memilih
presiden sebagai elite ekskutif. Untuk elite yudikatif pemilihannya masih harus dilakukan oleh
DPR dan dengan pertimbangan presiden. Dalam sistem kepartaian, pemerintahan SBY
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik
asal sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku dan tidak menyimpang dari hakekat
Pancasila secara universal. Stabilitas politik berjalan dengan baik beberapa masalah konflik seperti
yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Posso dapat diselesaikan. Pemerintah Indonesia
bersama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani nota kesepahaman (MOU) di Helsinki
pada tanggal 15 desember 2015, untuk mengakhiri konflik yang berlangsung lebih dari tiga dekade
di Aceh. Pemerintahan SBY sesuai dengan visi dan misinya memang berusaha untuk mewujudkan
“good government” sebuah pemerintahan yang baik.
36
sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id
Dalam bidang hukum pemberantasan korupsi berjalan juga dengan baik, kerja KPK
mendapatkan dukungan dari pemerintah, meskipun masih ada tuntutan reformasi dalam bidang
hukum yang belum dilaksanakan yaitu menyelesaikan masalah mantan Presiden Soeharto ke
pengadilan. Dimana komitmen bagi para penegak hukum yang seharusnya berlaku sama bagi
semua warga negara.
Strategi pembangunan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan SBY adalah pro-poor,
pro-job, pro-growth, dan pro-evironment. Perkembangan perekonomian pada masa pemerintahan
SBY dapat dikatakan berada dalam kondisi yang paling baik sejak Indonesia merdeka. Beberapa
pengamat ekonomi bahkan berpendapat bahwa kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas
untuk disejajarkan dengan empat kekuatan baru perekonomian dunia yang dikenal dengan nama
BIRC (Brazil, India, Rusia, dan Cina). Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin
membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia. Di saat negara-negara adidaya, seperti
Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan di dalam krisis, Indonesia justru mampu mencetak
pertumbuhan ekonomi yang positif hingga 4,5% pada tahun 2009. Bangkitnya perekomian
Indonesia ini direspon positif oleh dunia internasional dengan menjadikan Indonesia sebagai salah
satu pilihan untuk berinvestasi efek lain yang terasa adalah naiknya Indeks Harga Saham
Gabungan (ISHG), yang berhasil mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah dan berhasil
37
menembus angka 3800. Bahkan, para pengamat ekonomi ada yang meramalkan bahwa kenaikan
ISHG akan mampu menembus angka 4000 pada akhir tahun 2009.
Pada masa pemerintahan SBY terdapat juga kebijakan kebijakan yang dinilai
kontroversial, seperti mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan
ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan serta bidang-bidang lain yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial lainnya adalah sebagai akibat dari kebijakan
yang kontroversi yang pertama, yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial. Kebijakan lain yang ditempuh adalah melakukan pembangunan infrastruktur untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengundang investor asing untuk memperbaiki iklim
investasi. Untuk menunjang kebijakan ini maka pada bulan November 2006 diselenggarakan
Indonesian Infrasrtuctur Summit yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala
daerah di Indonesia.
sumber: wikipedia.org
Pada tahun yang sama pemerintah juga melaksanakan beberapa program baru yang
ditujukan untuk membantu perekonomian masyarakat kecil, program tersebut diantaranya adalah
PNPM Mandiri dan Jamkenas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang
38
ditargetkan meskipun masih terdapat kekurangan kekurangan. Tidak semua kebijakan
pemerintahan SBY berjalan dengan baik, karena ada masalah yang terkait dengan kasus Bank
Century yang hingga saat ini belum terselesaikan, bahkan sempat pemerintah mengeluarkan
banyak biaya untuk menyelesaikan kasus ini.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia berkembang dengan pesat tahun 2010 seiring dengan
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global 2008-2009. Bank Indonesia memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5 – 6% pada tahun 2010 dan meningkat
menjadi 6 – 6.5 % pada tahun 2011. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif
terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia, ekspor nonmigas pada bulan
bulan terakhir tahun 2009 mencatat perkembangan yang cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 17%
dan masih terus berlanjut hingga tahun 2011. Salah satu penyebab perkembangan tersebut adalah
karena efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan
berkurangnya jumlah utang negara. Permasalahan lain yang masih ada adalah bahwa pertumbuhan
ekonomi makro belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Meskipun
Jakarta dan beberapa kota besar lainnya menunjukkan tingkat vitalitas ekonominya yang tinggi
dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi masih banyak warga Indonesia yang masih hidup di
bawah garis kemiskinan.
Pemerintahan SBY dan Boediono akan berakhir pada bulan Oktober 2014, dan akan
digantikan oleh pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh pasangan presiden dan wakil presiden
pemenang pemilu yang telah diselenggarakan pada tanggal 9 Juli 2014.
Rangkuman
1. Pemerintahan Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret
(supersemar), memerintahkan Letnan Jendral Soeharto agar mengambil tindakan yang
dianggap perlu untuk menamin keamanan, ketenangan, dan kestabilan jalannya
pemerintahan, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Soekarno
demi keutuhan bangsa dan negara
2. Pemerintahan Orde baru bertekad menyelenggarakan pemerintahan berlandaskan UUD
1945 secara konsekuen, dan melakukan perbaikan di berbagai bidang seperti politik,
ekonomi, dan sosial.
3. Dalam bidang politik, pemerintah Orde Baru berusaha menormalkan kehidupan politik
dengan menyerderhanakan jumlah partai politik dan menyelenggarakan pemilu lima tahun
sekali. Dalam bidang ekonomi perbaikan dilakukan dengan melaksanakan program Pelita,
pemerintah Orba berhasil mewujudkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang
baik.
4. Krisis ekonomi tahun 1997 telah membawa pemerintahan Orde Baru dalam situasi yang
tidak menentu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS merosot tajam, ditambah dengan
39
semakin merebaknya KKN di kalangan elit politik. Upaya-upaya daerah melepas diri dari
pemerintah pusat dan lain-lain telah membawa pemerintahan ke dalam krisis kepercayaan
5. Tuntutan perbaikan keadaan melahirkan gerakan reformasi dengan mengajukan tuntutan
atau agenda reformasi yang disuarakan oleh para mahasiswa, yakni adili Soeharto dan
kroni-kroninya, lakukan amandemen terhadap UUD 1945, penghapusan Dwifungsi ABRI,
otonomi daerah yang seluas-luasnya, dan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih
dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
6. Gerakan Reformasi mengakibatkan kerusuhan di Jakarta dan di sejumlah kota besar
lainnya yang berdampak pada lumpuhnya perekonomian, situasi politik, dan keamanan
tidak menentu. Kerugian materi dan nyawa tidak terhitung sebuah situasi yang
memperburuk citra negara.
7. Presiden berusaha memperbaiki keadaan tetapi tuntutan terhadap pergantian pimpinan
nasional sudah tidak dapat dibendung lagi. Gedung DPR/MPR di duduki oleh para
mahasiswa yang berhasil membuat presiden menyatakan berhenti sebagai presiden pada
tanggal 21 Mei 1998. Dengan demikian maka berakhirlah pemerintahan Orde Baru yang
telah berkuasa di Indonesia selama 32 tahun.
8. Setelah pemerintahan Orba tumbang Habibie diangkat menjadi Presiden. Pada masa ini
kemudian diadakan sidang istimewa MPR untuk membahas situasi yang tengah melanda
Indonesia, dan dalam sidang ini dihasilkan enam ketetapan untuk mendukung agenda
reformasi.
9. Sesudah tanggal 21 Mei 1998, kepemimpinan nasional berjalan berganti ganti dari BJ
Habibie, Adurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono,
yang pada umumnya para pemimpin ini mempunyai program-program perbaikan ke arah
negara yang lebih baik.
10. Setelah Habibie yang hanya memimpin Indonesia selama 512 hari pimpinan nasional
digantikan oleh Abdurrahman Wahid, yang karena konfliknya dengan DPR semakin
meruncing. Gus Dur tidak dapat bertahan hingga masa kepemimpinannya berakhir dan
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri
11. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri berhasil melaksanakan pemilu yang sangat
demokratis untuk pertama kalinya, yaitu pemilihan presiden secara langsung. Oleh karena
partainya yaitu Partai Demokrat memperoleh suara terbanyak, maka Susilo Bambang
Yudhoyono kemudian menjadi Pesiden RI yang ke-enam
12. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi pimpinan nasional selama dua periode. Di
masa kepemimpinannya pertumbuhan perekonomian berjalan dengan baik, visinya
pemerintahan adalah clean government dan strategi pembangunan ekonominya
berdasarkan kepada prinsip prinsip pro poor, pro job, pro growth, dan pro environment.
40
EVALUASI
I. PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling tepat
1. Sesuai dengan yang tercantum di dalam UUD 1945, MPRS memiliki kewenangan untuk
mengangkat dan memberhentikan seorang presiden, dengan pengertian karena presiden
adalah seorang yang….
A. paling terkemuka di kalangan masyarakat dan pimpinan partai poliik
B. dipilih oleh rakyat untuk dijadikan sebagai pemimpin bangsa
C. memiliki pandangan yang luas dan cakap dalam memimpin negara
D. paling disegani dan mempunyai kharisma di antara wakil rakyat
E. diberi mandat sebagai pemimpin negara
Dari pernyataan di atas, manakah yang menunjukkan upaya pemerintah Orde Baru dalam
menegakkan kembali prinsip-rinsip demokrasi……
A. 1, 2, dan 3 D. 2, 3, dan 5
B. 1, 2, dan 4 E. 3, 4, dan 5
C. 2, 3, dan 4
3. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia pernah berkonflik dengan nagara
Malaysia, penyebabnya adalah karena Indonesia tidak menyetujui….
A. batas-batas continental negara yang diajukan Malaysia
B. pembentukan negara federasi Malaysia oleh Inggris
C. sikap Malaysia terhadap para tenaga kerja Indonesia
D. Singapura dan Brunei menjadi negara yang merdeka
E. sikap Malaysia yang tidak mentaati kesepakatan Maphalindo
4. Sejak awal kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multipartai, peraturan ini didasarkan
oleh adanya….
A. Keputusan MPRS nomor III Tahun 1945
B. UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul
C. Maklumat Pemerintah Nomor 3 Tahun 1945
41
D. Peraturan Presiden Mandataris MPRS Tahun 1945
E. Keputusan Presiden nomor 3 Tahun 1945
6. Pada masa Orba kebijakan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya sangat
ditentukan oleh pemerintah pusat, karena pemerintah Orde Baru memang menerapkan
politik….
A. desentralisasi D. sentralisasi
B. otonomi E. otokrasi
C. hegemoni
Dari data di atas yang termasuk dalam konsep Trilogi Pembangunan yang diterapkan oleh
pemerintahan Orba, ditunjukkan pada nomor….
A. 1, 2, dan 3 D. 2, 3, dan 5
B. 1, 2, dan 4 E. 3, 4, dan 5
C. 2, 3, dan 4
42
9. Berakhirnya masa pemerintahan Orba diawali dengan adanya krisis ekonomi, krisis politik,
dan hukum yang kemudian mendorong lahirnya…..yang tumbuh di kalangan masyarakat
luas.
A. ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
B. krisis ideologi dan sikap anti pemerintah
C. lembaga-lembaga swadaya masyakat anti pemerintah
D. ide reformasi menghendaki perubahan mendasar
E. krisis kepercayaan terhadap pemerintah Orba
10. Para penggagas reformasi kemudian menyusun agenda perubahan yang mendasar terhadap
pemerintahan Orba yang dapat memperbaiki keadaan. Pernyataan berikut ini yang tidak
masuk dalam agenda tersebut adalah….
A. mengganti kepemimpinan nasional D. menghapus dwifungsi ABRI
B. memberikan sanksi sosial kepada koruptor E. otonomi daerah seluas-luasnya
C. amandemen terhadap UUD 1945
11. Pada tanggal 19 Mei 1998 para mahasiswa gabungan dari berbagai kampus akhirnya
berhasil….
A. menduduki gedung DPR/MPR D. melengserkan Soeharto
B. mengajukan agenda reformasi E. membubarkan DPR/MPR
C. membubarkan sidang istimewa
12. Ketika Habibie menjadi Presiden RI ke-3 menggantikan Soeharto, terdapat beberapa
masalah penting yang harus diselesaikan Habibie bersama Kabinet Reformasi
Pembangunan. Berikut ini yang tidak termasuk sebagai masalah penting adalah
keberlanjutan dari….
A. agenda reformasi D. masalah dwifungsi ABRI
B. kerja kabinet masa Soeharto E. perbaikan ekonomi rakyat
C. pengadilan dari mantan Presiden Soeharto dan kroni-kroninya
13. Salah satu kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang banyak menuai tantangan dari
banyak kalangan adalah….
A. membentuk poros Jakarta-Beijing-New Delhi D. menambah pinjaman ke IMF
B. menjalin hubungan dagang dengan India E. mengganti menteri tanpa alasan
C. menjalin kerja sama dengan Israel
14. Konflik antara Abdurrahman Wahid dengan lembaga DPR diawali ketika Presiden akan
melakukan dekrit seperti apa yang pernah dilakukan Soekarno masa demokrasi terpimpin
dahulu. Melakukan dekrit ini dengan maksud….
A. menggantikan pimpinan DPR D. membubarkan DPR hasil pemilu
43
B. memperlemah fungsi DPR E. memperkuat lembaga legislatif
C. mengurangi jumlah lembaga negara
15. Dari pernyataan berikut ini yang tidak termasuk prestasi Megawati Soekarnoputri pada
masa pemerintahannya adalah….
A. konsekuen dan bersikap tegas dalam menjaga keutuhan NKRI
B. melaksanakan pemilu dengan sistem pemilihan secara langsung
C. presiden perempuan pertama Republik Indonesia
D. menjalankan pemerintah sesuai agenda reformasi
E. mengadili Soeharto dengan dakwaan korupsi, kolusi, dan nepotisme
Dari pernyataan pernyataan di atas yang merupakan visi dari pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) ditunjukkan oleh nomor….
A. 1, 2, dan 3 D. 2, 3, dan 5
B. 1, 2, dan 4 E. 3, 4, dan 5
C. 2, 3, dan 4
18. Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dicetuskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
bersama kabinetnya menemui kegagalan yang disebabkan karena….
A. penerima BLT terlalu banyak sehingga anggaran belanja negara tidak mencukupi
B. BLT tidak seluruhnya sampai ke tangan yang berhak sehingga menimbulkan masalah
sosial
44
C. kebijakan BLT malah semakin memperbanyak masyarakat miskin karena menjadi
malas bekerja
D. kebijakan BLT mendorong munculnya kemiskinan yang terstruktur
E. pemberian BLT mengakibatkan pinjaman pemerintah ke negara kreditor membengkak
19. Konsep Trias Politika yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif pada masa pemerintahan
SBY mengalami perubahan yang progresif, dan menempatkan posisinya berdasarkan
prinsip struktural sistem politik Indonesia yang berdasarkan….
A. UUD 1945 dan Pancasila D. kemandirian dan kebebasan
B. nasionalisme E. musyawarah dan mufakat
C. kedaulatan rakyat
20. Demokrasi berjalan dengan sangat baik, rakyat memilih secara langsung para wakil rakyat
dan presidennya, meskipun untuk para elit yudikatif pemilihannya masih dilakukan oleh….
A. pimpinan partai politik D. Dewan Perwakilan Rakyat
B. Mahkamah Agung E. Kabinet
C. Presiden sendiri
Uraian
45