Anda di halaman 1dari 2

Nama : Elisyah Niken Br.

Silitonga
NIM : 21941
Kelas : SMBP-B
MK : Sosiologi dan Antropologi

Konflik antara Orang Rimba dan Perusahaan di Perkebunan Kelapa Sawit PT. PKM
Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Konflik berawal dari keberadaan orang rimba yang menumpang hidup dengan
mendirikan sudung (pondok sederhana) di tengah Perkebunan Kelapa Sawit dan memungut
hasil brondolan buah sawit untuk mengisi kebutuhan kelapa sawit.

Konflik yang berujung aksi anarkis itu bermula ketika petugas pengamanan kebun
memergoki beberapa perempuan orang rimba sedang mengumpulkan brondolan di area
PT.PKM mengambil sebanyak beberapa karung kecil brondolan buah sawit. Kejadian tersebut
membuat perempuan orang rimba terkejut sehingga terdengar oleh laiki-laki rimba bernama
Besayung. Kemudian diikuti datang beberapa laki-laki rimba untuk menolong Besayung
dengan membawa beberapa senjata api rakitan sejenis kecepek dan menembakkan senjatanya
kepada petugas keaman PT.PKM. Akibatnya tiga petugas keamanan terluka pada bagian kaki,
tangan, dan pantat, karena kejadian tersebut terjadi penyerangan sekelompok laki-laki ke
permukiman orang rimba. Sudung (gubuk) Orang Rimba yang berdiri di perkebunan sawit
milik orang lainhabis diobrak-abrik dan sebanyak lima sepeda motor rusak.

Kejadian yang sama terulang Kembali ,sebanyak tujuh orang rimba mengambil
brondolan sawit di PT.PKM lalu dihadang oleh satpam dan karyawan. Orang rimba tersebut
dipukuli dan motornya dibuang ke parit kebun Kelapa Sawit, orang rimba tersebut ketakutan
lalu meninggalkan lokasI.

Wilayah perkebunan PT.PKM dulunya merupakan tempat tinggal orang rimba dan
tempat mereka mencari kebutuhan hidup sehari-hari, namun semenjak perusahaan tersebut
dibangun kehidupan orang rimba terluntang-luntang di dalam lahan perkebunan tersebut tanpa
adanya upaya akomodasi dan fasilitas dari perusahaan untuk kebutuhan hidup orang-orang
rimba. Melalui Tumenggung Ngelembo yang memiliki hubungan waris (hubungan
kekerabatan) dengan kelompok yang dipukuli berupaya mencari penyelesaian dengan pihak
perusahaan pada 13 Oktober 2021 perusahaan bersepakat akan mengganti luka dan membayar
denda yang telah menyebabkan orang rimba luka-luka, senilai 36 juta rupiah, sedangkan 17
motor yang dibuang di parit dikembalikan ke orang rimba dalam kondisi yang sudah
diperbaiki. Perusahaan berjanji seminggu akan menyelesaikan perbaikan motor dan membayar
denda adat, namun sudah lewat dari waktu yang dijanjikan, penyelesaian tak kunjung datang.
Akibatnya Orang Rimba kembali membrondol sawit dan meletuslah konflik.

Penyebab terjadinya konflik ini karena pelarangan pengambilan brondolan sawit yang
diambil orang rimba di lahan perusahaan, larangan pengambilan brondolan yang dibuat
perusahaan tidak dipatuhi oleh orang rimba mereka masih terus mengambil brondolan di lahan
perusahaan sehingga terjadi konflik, Diduga aksi pengambilan brondolan sawit berlatar
belakang masalah sulitnya kehidupan orang rimba untuk mempertahankan hidup mereka.

Konfilk yang terjadi diselesaikan dengan komunikasi antara perusaghaan dengan


pemuka orang rimba. Setelah melakukan pertemuan ternyata tidak bisa terselesaikan sehingga
kasus konflik dilakukan penyelesaian secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai