Anda di halaman 1dari 8

RUMAH AKTOR:

Hakikat Seni Peran itu adalah Meyakinkan/Membuat Percaya


(Make Believe)

Oleh: Afrizal Harun


Acting is the life of the human soul receiving its birth through art
(Akting adalah kehidupan jiwa manusia yang lahir melalui seni) –
Richard Boleslavsky

MEMASUKI RUMAH AKTOR


Teater berfungsi sebagai ruang untuk mengekspresikan kreativitas
dan imajinasi sutradara, aktor, skenografer, penata cahaya, penata rias dan
busana, termasuk juga komposer. Sama dengan sastrawan yang
mengekspresikan pikiran-pikirannya lewat puisi, naskah drama dan prosa,
pelukis dengan lukisannya, dan pematung dengan patung yang dibuatnya.
Dalam teater, jenjang ekspresi itu bertingkat-tingkat yang tidak sama dengan
pelukis, pematung dan sastrawan. Sastrawan, pematung dan pelukis langsung
menghasilkan karya yang ekspresif.

Teater merupakan proses dialogis dari beberapa elemen pembentuknya.


Terutama adalah relasi antara sutradara dengan aktor. Hal ini berkaitan
dengan keterhubungan antara teks/naskah drama yang nantinya akan
ditampilkan di haapan penonton. Terdapat empat unsur terciptanya sebuah
peristiwa teater, yaitu (1) teks/naskah drama; (2) aktor/pemeran; (3) tempat
pertunjukan; dan (4) penonton.

Siapa Aktor?
Aktor merupakan seniman atau pekerja seni yang mengkhususkan diri
berkarya dalam bidang seni peran. Karenanya, aktor itu bisa saja disebut
sebagai pemeran, pemain, atau pelakon dalam sebuah pertunjukan
teater/drama.

Aktor adalah seniman yang mewujudkan peran di atas panggung, baik dalam
perspektif pendekatan presentasional maupun representasional. Tiga hal
persentuhan yang harus dilakukan oleh aktor, yaitu (1) Aktor dan dirinya
(berkaitan dengan media dalam seni peran seperti tubuh dan segala sukma
yang berasal dari diri si aktor seperti semangat, imajinasi, daya ingat,
konsentrasi, pemikiran, dan lain-lain), Aktor dan lakon (posisi aktor dengan
lakon yang akan/sedang dimainkan), dan Aktor dan produksi (berkaitan
dengan relasi aktor dengan keseluruhan produksi di dalam teater).

Apa pekerjaan Aktor?


Pekerjaan aktor yang utama adalah berakting di hadapan penonton. Penonton
harus merasa yakin dengan apa yang dimainkan. Intinya aktor harus bisa
Meyakinkan/Membuat Percaya (Make Believe) penonton seolah-olah yang
diperankan tersebut benar adanya, bukan berpura-pura tetapi harus jujur
dengan perasaannya. JUJUR bukan berarti bersungguh-sungguh, tetap harus
proporsional dan profesional. Ada kontrol antara dirinya dengan peran atau
karakter. Aktor yang baik, adalah disaat ia cepat masuk ke dalam peran, cepat
pula keluar dari peran tersebut. Dalam konteks ini, aktor yang baik harus bisa
menaklukkan dirinya sendiri sebelum ia menaklukkan peran.

Apa Modal Aktor?


Modal aktor didukung oleh dua aspek yaitu:
1. Dukungan dari diri sendiri (internal)
Elizabet Lutters membaginya dalam 14 bentuk yaitu minat, bakat,
motivasi, disiplin, penampilan, percaya diri, belajar, kecerdasan,
wawasan/pengetahuan, pengalaman, perilaku/attitude, pergaulan,
komunikasi, dan mencintai. Semisal minat, dan bakat. Dua hal ini jika
terus diasah, tentu saja akan lahir para aktor yang hebat dan
berkualitas. Bakat saja tanpa ada minat atau keinginan untuk serius
berlatih, tidaklah cukup—ia akan tumpul, apabila tidak terus diasah.
2. Dukungan dari luar diri sendiri
Dukungan dari luar diri sendiri tidak bisa dilepaskan oleh dukungan
keluarga, orang tua, pelatih akting, lingkungan, penonton, termasuk
juga kalangan jurnalis, dan lain sebagainya.

Aktor dan dunia keaktoran, merupakan profesi menarik, sekaligus ironis dan
memprihantinkan dalam praktik berteater di Indonesia. Mengapa demikian?
Karena hampir dalam setiap produksi teater, dunia keaktoran nyaris kurang
dibicarakan, dan kurang mendapat perhatian khusus dibandingkan dengan
wilayah ide atau gagasan, maupun kerja estetik dan artistik dibidang
penyutradaraan.

Hampir dari setiap aktivitas teater yang dilakukan oleh seniman teater di
Indonesia (era 70-an sampai saat ini), lebih berkonsentrasi pada sejauh-mana
bentuk karya teater bisa dinikmati, dibicarakan oleh penonton, maupun di
review di media cetak (koran). Seiring dengan perkembangan teknologi
informasi hari ini dengan munculnya sosial media (website, instagram,
facebook, twitter, dan lain-lain) memperlihatkan aktivitas pertunjukan teater
di Indonesia, baik dari kalangan teater kampus (UKM), kampus seni (Prodi Seni
Teater), sangggar atau komunitas seni Teater, secara kuantitas (barangkali
juga kualitas) patut diapresiasi. Namun, tetap dunia keaktoran di dalam praktik
pertunjukan teater tersebut, nyaris tidak menjadi pembicaraan yang dianggap
penting. Entah apa persoalannya, barangkali ini menjadi PR kita bersama
untuk mencari jawabannya.
Arie F. Batubara dalam catatan Afrizal Malna menyampaikan sebagai berikut.
Akhir dari segala yang dimiliki teater adalah akting. Kalau yang satu ini
tidak lagi dijaga oleh orang-orang teater sendiri, maka bagaimana lagi
membatasi teater? Pendapat yang diajukan dalam bentuk pertanyaan
itu sebenarnya menyimpan penjelasan bahwa pusat dari teater adalah
aktor.

Saya yakin, banyak di antara para aktor/aktris sudah sering terlibat sebagai
pemain di dalam produksi teater. Terkadang dalam satu tahun, bisa
memainkan 3 sampai 5 peran (sebagai contoh) dari naskah yang diberikan oleh
sutradara (UKM Teater, Prodi Seni Teater, Komunitas Teater Independen).
Namun, dari naskah yang diberikan tersebut—muncul suatu pertanyaan. Apa
saja proses yang anda lakukan di dalam menghadapi naskah drama tersebut?,
dan bagaimana metode anda di dalam mencipta peran dari tokoh yang
terdapat di dalam naskah drama tersebut? Dua kata kunci yaitu PROSES dan
METODE menjadi pondasi utama bagi seorang aktor yang tidak hanya sekadar
mengikuti instruksi sutradara semata, namun aktor adalah seorang kreator—
sehingga posisinya juga seorang seniman yang nantinya akan menghidupkan,
sekaligus menghidupi peran yang ia mainkan di atas panggung melalui
kemampuan pikiran, fisik, dan emosi (perasaan).

Memang, sudah banyak buku mengenai mengenai kerja keaktoran yang


diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia seperti Persiapan
Seorang Aktor (dari buku An Actor Prepare, karya Konstantin Stanislavski)
diterjemahkan oleh Asrul Sani, Membangun Tokoh (Building A Character karya
Konstantin Stanislavski) terjemahan B. Verri Handayani, dkk, My Life in Art
(terjemahan Max Arifin), The Art of Acting (Eka D Sitorus), Acting Handbook:
Panduan Praktis Akting untuk Film dan Teater (Rik-Rik El Saptaria), Akting
Stanislavski (Iswadi Pratama dan Ari Pahala Hutabarat), termasuk yang baru
terbit pada November 2018 kemaren yaitu Kunci Sukses Menjadi Aktor
(Elizabeth Lutters). Semua buku tersebut, adalah suatu referensi berharga
sebagai panduan atau referensi untuk seorang aktor/aktris di dalam
menyelami dunia keaktoran.

Hal yang terpenting di samping dari semua sumber bacaan di atas adalah aktor
harus menghargai kualitas PROSES kerja keaktoran, karena proses yang baik
akan berdampak pada hasil yang baik pula. Melalui proses tersebut, seorang
aktor/aktris diharuskan untuk mencatat, memformulasikan, sekaligus
menemukan METODE yang efektif bagi dirinya sendiri di dalam mencipta
sebuah peran atau karakter. Tentunya, tidak hanya sekadar mengandalkan
daya insting semata, tetap dalam ranah terus mengasah pengetahuan secara
teoretik, maupun secara praktik.

Stanislavksi menyatakan hal penting dari proses dan metode, sebagai berikut.
Jangan kalian mengikuti proses dan metodeku secara membabi-buta.
Ciptakanlah metodemu sendiri. Namun, yang paling penting adalah
patahkan selalu tradisi.

Tugas seorang aktor tidak hanya sekadar menghafal, memainkan, lalu diakhiri
dengan riuh tepuk tangan penonton, salaman, dan euforia dielu-elukan
sebagai aktor/aktris yang hebat. Karena dengan begitu, motivasi anda menjadi
seorang aktor/aktris lebih mengutamakan pada aspek ketenaran, dan
popularitas, dibandingkan dengan kerja keaktoran. Sejatinya bukan demikian,
tetapi menjadikan kerja keaktoran sebagai jalan hidup yang terus digeluti
setiap saat, tulus, dan bertanggung-jawab. Cintai seni dalam dirimu. Bukan
dirimu di dalam seni (Konstantin Stanislavski). Begitulah, Stanislavski berucap
mengenai pentingnya dunia kesenian di dalam kehidupan kita. Anda bisa saja
memainkan 365 peran dalam satu tahun, tetapi anda belum tentu bisa
memainkan satu peran berarti dalam satu tahun.
Memasuki rumah aktor adalah satu langkah yang harus kita tentukan
berdasarkan beberapa motif (alasan) yang mendorong tubuh, pikiran, dan
perasaan kita untuk memasukinya melalui dukungan internal (minat, bakat,
motivasi, disiplin, dan lain-lain), dan eksternal (keluarga, lingkungan, dan lain-
lain).

DI DALAM RUMAH AKTOR


Di dalam rumah aktor, akting memliki pengertian yaitu tindakan dalam
berbuat, laku, atau beraksi. Berasal dari kata bahasa Inggris yaitu “acting”
adalah “to act” atau dalam bahasa Indonesia berarti “beraksi”. Secara singkat,
akting adalah sebuah tindakan, laku, di dalam mengaksikan peran di atas
panggung teater, layar kaca, dan film layar lebar. Tindakan, laku, aksi dalam
kerja akting secara spesifik adalah menghidupkan, sekaligus menghidupi
peran yang akan dimainkan. Lalu, siapa yang menghidupkan dan menghidupi
peran tersebut, adalah AKTOR, melalui sebuah proses kerja yang disebut
dengan kerja keaktoran. Melalui kerja keaktoran ini, aktor bertugas, berlatih,
berproses di dalam menghidupkan, sekaligus menghidupi dalam konteks
menghidupkan tokoh dari naskah drama menjadi sosok manusia, selanjutnya
aktor tersebut wajib menghidupi karakter. Wahyu Sihombing pernah berucap
bahwa berakting merupakan “memanusiakan tokoh di atas panggung”. Di
sana akan terlihat, mana aktor yang berakting secara mekanis, dan mana aktor
yang berakting dengan penuh penghayatan. Dalam berakting, aktor bukan
dalam konteks dituntut bermain BAGUS, tetapi bermain dengan BENAR. Benar
di sini lebih kepada aspek justiikasi akting (pembenaran akting), agar segala
tindakan aktor di atas panggung punya alasan konkrit, tidak klise dan artisial.
Untuk itu, aktor harus menghindari dua hal di dalam berakting, yaitu AKTING
EKSIBISIONISME dan OVER AKTING.
Aktor dalam berakting, memadukan tiga unsur penting (1) Fisikal atau
kebertubuhan; (2) Intelektual berkaitan dengan analisis karakter dan
pemahaman atas lakon; dan (3) spiritual berkaitan dengan transformasi jiwa.
Aktor dalam berakting, harus berada dalam stamina yang baik, penuh vitalitas,
dan tidak kehabisan nafas.

Di dalam rumah aktor, tentunya kita dituntut untuk terus berlatih secara
intensif dan kontinyu bukan atas dasar instruksi maupun paksaan, tetapi justru
lahir karena sebuah kesadaran bahwa berlatih itu adalah sebuah kewajiban di
dalam rumah aktor. Disiplin diri adalah kata kunci utama untuk mewujudkan
hal tersebut.

Dalam The System yang menjadi landasan utama dalam kerja akting
Stanislavski. Hampir selama 30 tahun, Stanislavski menggeluti dunia akting
yang disusun melalui buku An Actor Prepare, The Building a Charactre, Creating
of Role, dan My Life in Art. Melalui tiga buku sistem atau metode pelatihan
akting Stanislavski tersebut, para aktor dihadapkan pada tiga kata kunci dalam
mencipta daya akting di atas panggung melalui cara kerja aktor yang berpusat
pada pikiran (Thinking Centre), kerja aktor yang berpusat pada aktivitas fisik
(Physical Centre), dan kerja aktor yang berpusat pada emosi (Emotion Centre).

BERTAHAN DI RUMAH AKTOR


Berproses secara kontinyu dan intens, baik secara personal maupun
kolektif, menjadikan aktor telah menemukan rumahnya sendiri dan bertahan
di dalamnya. Satu kata yang membuat sang aktor tersebut bertahan adalah
atas dasar MENCINTAI. Berproses dan menemukan metode pelatihan
keaktoran sendiri bukan bertujuan untuk PAMER, gila hormat, over acting,
menjadi eksklusif, gila sanjungan, gila pujian, mengejar popularitas, dan sanak
saudaranya yang dipandang dapat membunuh jalan kreativitas aktor nan
sejati. Aktor tentu menjadikan rumahnya sebagai jalan ibadah kesenian
(teater) yang dijalani secara ikhlas, dan jujur.

Diakhir tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa jalan teater yang sedang
ditempuh dan dipilih saat ini, termasuk di dalam menggeluti dunia keaktoran,
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tentu banyak halangan dan rintangan,
baik itu secara internal maupun secara eksternal. Banyak juga, aktor yang
memiliki kualitas akting yang baik akhirnya berhenti atau keluar dari rumah
aktor, atas dasar pilihan lain yang dipandang lebih menjanjikan untuk
kelangsungan hidup. Tentu saja kasus ini, dapat kita temukan pada alumni
Prodi Seni Teater, UKM Seni Teater, maupun pada kelompok atau komunitas
teater indipenden di Indonesia. Akhirnya, jalan aktor yang dipilih, dikembalikan
kepada sebuah pertanyaan mendasar, yaitu apa, mengapa, dan untuk apa saya
memilih jalan tersebut?.

“Jangan takut mewujudkan mimpi-mu” Film Secret Supertsar

Materi ini dipersiapkan


untuk kegiatan Workshop Teater (Keaktoran)
di Taman Budaya Sumatera Barat, 14-16 Februari 2023

Anda mungkin juga menyukai