Anda di halaman 1dari 38

Nama Rikeu Farhah

Nim/Tahun Masuk 21161072/2021


Resume 1 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Pengertian Seni, ruang lingkup dan batasan seni menurut para ahli

A. Pengertian Seni

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata seni mengandung tiga poin
pengertian, dimana didalamnya menyatakan bahwa seni mempunyai pengetian:

1. Halus, kecil & halus, tipis & halus, lembut & enak di dengar, serta mungil & elok

2. Keahlian membuat karya yang bermutu

3. Kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi atau (luar biasa) orang

yang berkesanggupan luar biasa.

Menurut Sumardjo (2000) Seni merupakan produk masyarakat, namun juga sebaliknya
masyarakat dapat berubah karena seni. Seniman memiliki peran yang cukup signifikan dalam
masyarakat. Seni tidak hanya melibatkan manusia sebagai objeknya sebagaimana
dikemukakan oleh Plato dalam Sumanto (2006: 6) bahwa: “Seni adalah hasil tiruan alam (Ars
Imitatur Naturam)”.

Dapat Disimpulkan bahwa Seni merupakan sebuah karya / hasil kerja produk
masyarakat yang memiliki keahlian khusus dalam proses pembuatannya. Dimana hasil karya
memiliki nilai keindahan, melibatkan jiwa dan perasaan, serta kreatifitas yang dimilikinya.

B. Pengertian Estetika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) estetika adalah cabang filsafat yang
menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapanya.
Estetika adalah hal yang mempelajari kualitas keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan
pengalaman estetik pencipta dan pengamatannya.
Estetika sering dihubungakan dengan sesuatu yang berbau seni karena mengandung
keindahanyang dapat diapandang. Sejak kemunculannya estetika selalu digunakan untuk
mengutarakan bahasa filsafat terhadap karya seni. Namun pada kenyataanya tidak hanya
dipandang sebagai sesuatu yang indah sehingga harus ada bidang yang digunakan untuk
menjawab hakekat seni sebenarnya yaitu filsafat seni.

Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang fi lsafat yang
memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni
(Hidayatullah, 2016).

Dapat disimpulkan bahwa Estetika merupakan Cabang ilmu filsafah yang mempelajari
susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola, dimana dapat menghasilkan nilai- nilai
keindahan, dan tanggapan manusia terhadap keseluruhan kegiatan seni.

C. Ruang Lingkup Estetika

1. Persoalan tentang nilai estetis (estheic value)

Nilai adalah ukuran derajat tinggi-rendah atau kadar yang dapat diperhatikan, diteliti
atau dihayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik maupun abstrak. Nilai seni dan nilai
estetis sangat sulit dibedakan dan dipisahkan, karena keduanya menyangkut psikologi seni
dan filsafat seni, dan ada di dalam "dunia" yang sama yakni di dalam karya seni.

Menurut Immanuel Kant (seorang penggagas aliran kritisisme dalam tradisi filsafat)
mengatakan bahwa nilai estetis terbagi menjadi dua, yaitu: pertama, nilai estetis atau nilai
murni.

2. Pengalaman estetis ( esthetic experience)

Dalam menikmati karya seni, ada dua kategori, yaitu: pengalaman artistik dan
pengalaman estetik. Pengalaman artistik adalah pengalaman seni yang terjadi dalam proses
penciptaan karya seni. Pengalaman ini dirasakan oleh seniman atau pencipta seni pada saat
melakukan aktifitas artistik. Sedangkan pengalaman estetik adalah pengalaman yang
dirasakan oleh penikmat terhadap karya estetik (keindahan). Konteksnya bisa ditujukan
untuk penikmat karya seni dan keindahan alam.
Pengalaman estetik terhadap benda seni dan alam adalah dua pengalaman yang
berbeda tanggapan estetiknya. Kant dan beberapa filsuf lain menandaskan bahwa
pengalaman estetik bersifat tanpa pamrih, manusia tidak mencari keuntungan, tidak
terdorong pertimbangan praktis.

3. Seni (art)

Dalam kehidupan manusia, tidak satu pun yang tak dapat diungkapkan dalam seni,
baik yang bersifat murni maupun yang bersifat rohani. Dengan bertolak dari suatu
pernyataan bahwa seni adalah penampilan (representation) dan bukan kenyataan (reality),
maka seniman dapat mengatasi banyak hal, termasuk kengerian dalam hal apapun, secara
moral atau fisik, agar kita dapat menampilkan subjek itu. Apa yang tidak menyenangkan
ini bermacam-macam, seperti apa yang dirasakan mendekati kematian, kegelapan pikiran,
kesulitan, hasil pendidikan yang sangat kompleks; kebuasan, nafsu kotor, kekejaman, yang
secara tersembunyi ada pada setiap manusia. Dari semua fase kehidupan ini dapat
mendorong pengalaman estetis, sehingga menghasilkan bentuk yang menarik. Seniman
juga dapat mengemukakan suatu bahan pikiran tertentu, renungan atau ajaran tertentu bagi
para publiknya. Bila objek seni terdiri dari unsur seni itu sendiri secara murni, maka
seniman dapat menampilkan karyanya melalui unsur-unsur tersebut.

4. Seniman

Seniman berusaha mengkomunikasikan idenya lewat benda-benda seni kepada


publik. Publik yang menikmati dan menilai karya seni tersebut akan memberikan nilai-
nilai. Pikiran para seniman tidak selalu bersifat abstrak dalam menuangkan idenya. (A.A
M. Djelantik, 2004)

D. Tujuan dan Manfaat Mempelajari Estetika

1. Mendalami pemaknaan tentang rasa indah terutama dalam sebuah kesenian


2. Memperluas pengetahuan dan penyempurnaan pemaknaan terkait unsur yang objektif
untuk membangkitkan rasa indah pada manusia dan faktor objektif yang mempengaruhinya
3. Dapat memperluas pengetahuan dan penyempurnaan dalam pemaknaan unsur subjektif
yang berpengaruh pada kemampuan menikmati rasa keindahan
4. Memperkuat rasa cinta pada kesenian dan kebudayaan dengan mempertajam kemampuan
apresiasi atau menghargai suatu objek kesenian
5. Dapat memupuk kehalusan rasa
6. Dapat memperdalam pemaknaan pada ketertarikan wujud kesenian dengan tata kehidupan
yang lebih luas, budaya, dan aspek ekonomi yang bersangkutan
7. Menguatkan kemampuan menilai karya seni secara tidak langsung dalam mengapresiasi
8. Meningkatkan kewaspadaan pada pengaruh- pengaruh negatif perusak mutu atau kualitas
kesenian, bahkan yang berbahaya untuk kelestarian aspek- aspek dan nilai- nilai tertentu
dalam sebuah kebudayaan
9. Memperkokoh masyarakat dalam meyakini kesusilaan, moralitas, kemanusiaan, dan
ketuhanan dalam diri masing- masing
10. Dapat melatih kedisiplinan dalam cara berpikir sehingga mampu mengatur pemikiran
secara sistematis. Hal ini dapat membangkitkan potensi diri untuk berfalsafah dan
memberikan kemudahan untuk menghadapi segala permasalahan dan memberi wawasan
luas, baik secara spiritual atau psikologis.

Sumber Rujukan :

A.A. M. Djelantik, Estetika Sebuah Pengantar, MSPI, Jakarta: 2004

Guyer, Paul (13 Juni 2005). Values of Beauty - Historical Essays in Aesthetics. Cambridge
University Press. ISBN 0-521-60669-1.

Hidayatullah, R. (2016). Estetika Seni.

Sumanto. 2006. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak TK. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Tenaga
Perguruan Tinggi.

Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.


Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 2 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Teori Metafisika, Pisikologis, Teori Bentuk, Teori Ungkapan, Teori Organis, Otonomi Seni

1. Teori Metafisika

Teori Metafisika berasal dari filsafat plato tentang keindahan seni. Teori ini bertumpu
pada pendapat plato tentang kenyataan Ilahi sebagai realita ideal yang paling sempurna dan
abadi. Seni menjadi imitasi atau realita tiruan dari realita yang Ilahi itu. Penganut utama aliran
ini adalah seorang filsuf Jerman Arthur Schopenhauer (1778-1860) yang berpendapat bahwa
“dunia realita yang sejati adalah dunia kehendak dan idea (veorstelling)”. Plato dengan filsafat
ide menganggap bahwa seniman itu meniru kenyataan tiruan. Teori metafisika menejelaskan
seni sebagai upaya menampilkan realita atau keindahan yang bersifat semu dan merupakan
tiruan atau imitasi dan realita absolut atau realita yang sesungguhnya.

2. Teori Psikologis

Teori psikologis atau teori psikoanalis menyatakan bahwa seni lahir sebagai sarana
pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar. Karya seni adalah perwujudan terselubung dari
keinginan itu. Teori psikologis lainnya adalah teori yang dikembangkan oleh Friedrich
Schiller (1759-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Mereka berpendapat
bahwa “kehadiran seni dilatar belakangi adanya dorongan bermain-main yang ada pada diri
seniman”. Teori psikologi disebutkan bahwa seni mengungkapkan kecendurungan-
kecenderungan alam bawah sadar dan dorongan atau hasrat untuk bermain-main.

3. Teori Bentuk

Teori bentuk memiliki arti bahwa seni mempunyai bentuk yang bermakna (signiflcant
form), dan bentuk bermakna ini, tegas Roger Fry(1866-1934) menentukan hakekat seni.
Dalam seni rnisalnya, bentuk penting itu adalah penggabungan dari berbagai garis, warna,
volume, dan semua unsur lainnya yang membangkitkan suatu tanggapan khas berupa
perasaan estetis.

4. Teori Ungkapan

Teori ungkapan atau ekspresi bertumpu pada teori bahwa seni adalah ungkapan perasaan
manusia (art is an expression of human feeling). Leo Tolstoy(1826-1910), novelis dan filosof
kelahiran Rusia, menganggap seni sebagai transmission of felling (penyaluran perasaan)
dengan maksud bahwa seni ialah membangun perasaan yang dialami, lalu dengan perantaraan
garis, warna, bunyi atau bentuk, mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga orang lain
tergugah perasaanya secara sama. Teori ini juga dianut oleh filosof Italia Benedetto
Croce (1866-1952), yang beranggapan bahwa seni adalah pengungkapan kesan-kesan (art is
an expression of impressions). teori ekspresi atau ungkapan menyatakan bahwa seni dapat
dirumuskan sebagai kegiatan mengungkapkan perasaan dan kesan-
kesan imajinatif penciptaannya.

5. Teori Organis

Teori organis seni lebih menekankan kesatuan. Artinya ada kesaling keterkaitan antara
unsur-unsur seni yang menciptakan entitas utuh yang tidak hanya sekedar penjirniahan dan
unsur-unsur pembentuknya. Sehingga selalu dalam kaitan internal dengan unsur-unsur yang
lain, tidak terlepas pula dari keseluruhannya. Karya seni adalah simbol dan nilai seninya
ditentukan pula oleh kedudukannya sebagai simbol. Filsafat organis mengajarkan bahwa
realitas ini satu dan bagian dari realitas itu disebut entitas. Contohnya adalah tubuh manusia
yang terdiri dari banyak organ yang saling terikat, semua organ itu harus bekerja sama agar
tubuh itu tetap sehat dan orangnya hidup bahagia.
6. Otonomi Seni

Teori otonomi seni memiliki arti bahwa seni tidak perlu mengabdi pada sesuatu apapun di
luar dirinya seperti pertimbangan moraI,poIitik, sosial dan agama. Di dalam kehidupan, seni
memiliki wilayahnya sendiri yang tidak tergantung pada wilayah lain. Oscar Wilde
mengatakan bahwa “kondisi pertama dalam penciptaan yang harus disadari oleh kritikus
adalah bahwa lingkungan seni dan Iingkungan etika sepenuhnya berbeda dan terpisah”.
Dogma seni untuk seni adalah penemuan cerdas dari kemunduran untuk menipu kita keluar
dan kehidupan dan kekuasaan. Selanjutnya seniman, bukan sekedar pengubah musik
melainkan seorang penggugah, ia tidak hidup di luar rnasyarakat melainkan berada di tengah-
tengah mereka.

Sumber Rujukan :

1 Setiawan, H. 2011. Pusat Pendidikan Musik di Yogyakarta. Doctoral Dissertation. UAJY.


2. Bella, M.O. Tinjauan Umum Fasilitas Apresiasi Seni. . Doctoral Dissertation. UAJY.
3. Gumanti, S. 2016. Teori Organis dalam Filsafat Seni. .
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 3 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Memahami Pengertian dan Unsur – unsur Karya Seni

( pengertian dan unsur seni tari seni musik seni teater dan seni rupa )

A. Pengertian dan unsur – unsur seni tari


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seni tari adalah seni yang mengenai
tari-menari (gerak-gerik yang berirama). Sementara itu, tari dalam KBBI berarti gerakan
badan (tangan dan sebagainya) yang berirama, biasanya diiringi bunyi-bunyian (musik,
gamelan, dan sebagainya).

Soedarsono mengatakan bahwa tari adalah suatu ungkapan yang berasal dari dalam jiwa
setiap manusia yang kemudian diekspresikan melalui gerakan ritmis sekaligus
ritmis. Sedangkan Judith Lynne Hanna mengatakan bahwa sebut tari adalah seni plastis yang
berasal dari gerak visual yang terlihat sepintas.

Dapat disimpulkan bahwa seni tari adalah suatu gerakan semua bagian tubuh atau hanya
sebagian saja yang dilakukan dengan ritmis serta pada waktu tertentu untuk mengungkap
pikiran, perasaan, dan tujuan dengan iringan musik atau tanpa iringan musik. Dalam hal ini,
penari yang menggunakan iringan musik, maka gerakannya akan mengikuti irama dari musik
yang dibawakan.

Soedarsono (1977:42) menjelaskan unsur-unsur tari yaitu sebagai berikut:

1. Gerak Tari
Gerak merupakan gejala yang paling premier dari manusia dan gerak media
paling tua dari manusia untuk menyatakan keinginan-keinginannya atau merupakan
refleksi spontan dari gerak bathin manusia.
2. Desain Lantai
Desain lantai adalah garis-garis lantai yang dilalui oleh seorang penari atau garis-
garis dilantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok. Secara garis besar ada dua pola
garis besar pada lantai, yaitu garis lurus dan garis lengkung. Garis lurus dapat dibuat
kedepan, kebelakang, kesamping, atau serong. Selain itu garis lurus dapat dibuat menjadi
desain V dan kebalikannya, segitiga, segiempat, huruf T dan kebalikannya dan juga dapat
dibuat menjadi zig zag. Garis lurus dapat dibuat lengkung kedepan, kebelakang,
kesamping dan serong. Dari dasar lengkung ini dapat pula dibuat desain lengkung ular,
lingkaran, angka delapan dan juga spiral. Garis lurus memberikan kesan sederhana tetapi
kuat dalam tari-tarian, sedangkan garis lengkung memberikan kesan lembut tetapi juga
lemah. Garis lurus banyak digunakan dalam tari-tarian klasik Jawa dan juga tari Hula-
hula dari Hawai.garis lingkaran banyak digunakan pada tari-tarian primitif dan tari
komunal yang kebanyakan berciri sebagai tari bergembira.
3. Desain Atas
Desain atas adalah desain yang yang berada di atas lantai yang di lihat oleh
penonton, yang tampak terlukis pada ruang yang berada di ats lantai. Untuk memudahkan
penjelasan desain ini di lihat dari satu arah penonton saja yaitu dari depan. Ada 19 desain
atas yang masing-masing memiliki sentuhan emosionil tertentu terhadap penonton
yaitu:Datar, Dalam, Vertikal, Horizontal, Kontras, Murni, Lurus, Lengkung, Bersudut,
Spiral, Tinggi, Medium, Rendah, Terlukis, Lanjutan, Tertunda, Simetris dan Asimetris.
Memang dalam garapan tari, desain yang satu dipadukan dengan desain yang lain hingga
perpaduan tersebut selain menimbulkan kesan artistik yang menyenangkan juga
memberikan sentuhan emosional yang khas.
4. Musik
Selanjutnya apabila elemen dasar dari tari adalah gerak dan ritme, maka elemen
dasar dari musik adalah nada, ritme dan melodi. Sejak dari zaman prasejarah sampai
sekarang dapat dikatakan dimana ada tari disana ada musik. Musik dalam tari bukan
hanya sekedar iringan, tetapi musik adalah fatner yang tidak boleh ditinggalkan.
Memang, ada jenis-jenis tarian yang tidak diiringi oleh musik dalam arti sesungguhnya,
tetapi ia pasti diiringi oleh salah satu elemen dari musik.
5. Desain Dramatik
Dalam menggarap sebuah tari baik yang berbentuk tari solo atau dramatik, untuk
mendapatkan keutuhan garapan harus diperhatikan desain dramatik. Satu garapan tari
yang utuh ibarat sebuah cerita yang memiliki pembuka, klimaks dan penutup. Dari
pembuka ke klimaks mengalami perkembangan dan dari klimaks ke penutup terdapat
penurunan. Ada dua macam desain dramatik, yaitu berbentuk kerucut tunggal dan
kerucut berganda.
6. Dinamika
Dinamika adalah kekuatan dalam yang menyebabkan gerak menjadi lebih hidup
dan menarik. Dengan perkataan lain, dinamika dapat diibaratkan sebagai jiwa emosional
dari gerak. Dari elemen-elemen tari yang paling nyaman dirasakan adalah dinamika.
Dinamika bisa diwujudkan dengan bermacam- macam tekhnik. Pergantian level yang di
atur sedemikian rupa dari tinggi, rendah, dan seterusnya dapat melahirkan dinamika.
Pergantian tempo dari lambat ke cepat dan sebaliknya dapat menimbulkan dinamika.
7. Desain Kelompok
Untuk koregrafi kelompok masih memerlukan satu desain lagi yaitu desain
kelompok. Desain kelompok ini bisa digarap dengan menggunakan desain lantai, desain
atas atau desain musik dengan dasarnya, atau dapat pula didasari oleh ketiga-tiganya.
8. Tema
Dalam menggarap sebuah tari, hal-hal apa saja yang dapat dijadikan sebagai tema.
Misalnya dari kejadian kehidupan sehari-hari, pengalaman hidup, cerita, drama, cerita
kepahlawanan, legenda dan lain-lain.
9. Properti/Perlengkapan
Tari Properti adalah perlengkapan yang tidak termasuk kostum, tidak termasuk
pula perlengkapan panggung, tetapi merupakan perlengkapan yang ikut di tarikan oleh
penari, misalnya kipas, tombak, pedang, selendang dan sebagainya. Karena properti tari
boleh dikatakan merupakan perlengkapan-perlengkapan yang seolah-olah menjadi satu
dengan badan penari maka desain-desain atasnya harus diperhatika sekali.
10. Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahab kosmetik untuk mewujudkan
wajah peranan. Tugas rias adalah perubahan-perubahan pada pemain. Rias akan berhasil
jika pemain mempunyai syarat-syarat watak, tipe, dan keahlian yang dibutuhkan oleh
peranan yang dilakukan.
11. Kostum
Kostum penari meliputi semua pakaian, sepatu, pakaian kepala dan
perlengkapanperlengkapan baik itu kelihatan ataupun tidak kelihatan oleh penonton.
Fungsi kostum ialah membantu menghidupkan perwatakan pelaku. Warna dan gaya
kostum dapat membedakan seorang peranan yang lain. Memberi fasilitas dan membantu
gerak pealu.

B. Pengertian dan unsur – unsur seni musik

Musik adalah cabang seni yang membahas dan menetapkan berbagai suara kedalam
pola-pola yang dapat dimengerti dan dipahami manusia (Banoe.2003:288). Menurut Jamalus
(1988:1) musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik,
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu
irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Menurut
Hardjana (2003:111) Musik adalah permainan waktu dengan mengadopsi bunyi sebagai
materinya. Musik adalah waktu dalam bunyi. Dalam musik, waktu adalah ruang – bunyi
adalah substansinya. Didalam ruang waktu itulah bunyi-bunyi bergerak.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa musik merupakan cabang seni
yang timbul dari pikiran dan perasaan manusia yang dapat dimengerti dan dipahami berupa
nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama lagu dan
keharmonisan sebagai suatu ekspresi diri.
Adapun unsur-unsur musik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Melodi
Menurut Turek (1988:80-81) bahwa melodi dalam pengertian umum dapat
diartikan sebagai rangkaian atau urutan dari nada-nada didalam irama. Nada-nada
tersebut biasanya tersusun dalam satu kesatuan yang lebih besar. Jadi nada, irama dan
bentuknya adalah unsur dasar dari melodi. Sedangkan menurut Jamalus (1996: 16)
melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar
berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan atau ide. Sedangkan
menurut Ali (2006: 56) melodi adalah rangkaian nada-nada dalam notasi yang
dibunyikan secara berurutan.
Dari ketiga penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa.. Melodi adalah
serangkaian nada-nada dalam waktu tertentu yang dapat dibunyikan sendirian, yaitu
tanpa iringan, atau dapat merupakan bagian dari rangkaian akord dalam waktu tertentu.

b. Irama/ ritme Irama/


ritme adalah pengaturan logis rangkaian bunyi berdasar lama- singkatnya ia
dibunyikan agar menghasilkan sebuah gagasan musikal (Kristianto, 2007: 90).
Sedangkan menurut Suwarto dkk (1996: 18) irama ialah rangkaian gerak yang menjadi
unsur dasar dalam musik dan tari. Irama dalam musik terbentuk oleh bunyi dan diam
dengan bermacam lama waktu yang membentuk pola irama dan bergerak menurut pulsa
nada dalam ayunan. Secara umum ritme mencakup keseluruhan aspek musikal yang
berhubungan dengan waktu, sedangkan secara spesifik, ritme merupakan konfigurasi pola
ketukan tertentu baik yang berasosiasi dengan tempo atau sukat tertentu maupun tidak.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa irama/ ritme adalah pengaturan
bunyi dari suatu waktu tertentu yang dapat dirasakan dan didengar dengan bermacam
lama waktu yang membentuk pola irama.
c. Harmoni
Harmoni secara praktis merupakan susunan dua atau tiga buah nada yang berbeda
tinggi atau rendahnya yang dibunyikan secara bersamaan (akord). Hal ini selaras dengan
apa yang dikatakan Khodijat (1986: 32) bahwa harmoni juga pengetahuan tentang
hubungan nadanada dalam akord serta hubungan antara masing-masing akord. Sementara
menurut Harry Suwarto dkk (1996: 26) harmoni dalam seni musik dapat diartikan sebagai
susunan atau gerak perpindahan nada- nada dalam keseimbangan.
d. Bentuk/ Struktur
Menurut Jamalus (1988: 35-36) bentuk/struktur lagu ialah susunan serta
hubungan antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu sehingga menghasilkan suatu
komposisi atau lagu yang bermakna. Dasar pembentukan lagu ini mencakup pengulangan
suatu bagian (repetisi), pengulangan dengan bermacam-macam perubahan (variasi atau
sekuens), atau penambahan bagian baru yang berlainan/berlawanan (kontras), dengan
selalu memperhatikan keseimbangan antara pengulangan dan perubahannya.
e. Ekspresi
Dalam memainkan sebuah karya musik dibutuhkan perasaan dalam
memainkannya hal itu biasa disebut ekspresi. Menurut Harry Suwarto dkk (1996: 22)
ekspresi merupakan semacam „tema‟ emosi dari sebuah lagu. Sedangkan Menurut
Jamalus (1988: 38) ekspresi dalam musik adalah ungkapan pikiran dan perasaan yang
mencakup semua nuansa dari tempo, dinamik dan warna nada dari unsur-unsur pokok
musik.

C. Pengertian seni teater dan unsur – unsur seni teater

Seni teater adalah seni drama yang menampilkan perilaku manusia dengan gerakan,
tarian, nyanyian, serta dialog dan akting dari para pemainnya. Menurut Balthazar Vallhagen,
teater adalah seni drama yang melukiskan tentang sifat dan watak manusia melalui gerakan.
Menurut Moulton, teater adalah suatu kisah hidup yang digambarkan dalam bentuk gerakan
(life presented in action).

Menurut KBBI, pengertian teater dapat didefinisikan menjadi tiga, yaitu;

1. Gedung atau ruang tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya.


2. Ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping, dan ke belakang untuk mengikuti
kuliah atau untuk peragaan ilmiah.
3. Pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama, sandiwara, drama.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa unsur Seni Teater yang penting untuk diketahui:

- Unsur Internal Seni Teater

Unsur internal Seni teater adalah unsur yang membentuk pementasan dari dalam
sebuah pertunjukannya sendiri. Dalam artian unsur-unsur ini hadir berkenaan langsung
dengan apa yang dilihat oleh penonton di depan layar. Unsur internal tersebut terdiri dari:

1. Naskah/Lakon

Naskah adalah rangkaian peristiwa atau kisah yang dibawakan dalam suatu
pertunjukan. Terdapat beberapa bentuk lakon, misalnya: tragedi, komedi, tragedi
komedi, melodrama, dsb. Naskah atau Lakon terbentuk oleh beberapa unsur, yakni:
alur, tema, tokoh, karakter, setting dan sudut pandang.

2. Pemeran/Pemain/Aktor

Pemeran adalah pelaku atau pemain yang berakting atau berbuat seolah-olah
menjadi seseorang yang bukan dirinya untuk dapat berdialog memainkan naskah
suatu pementasan. Pemeran atau Aktor terdiri dari unsur-unsur pembentuknya yaitu:
tubuh, gerak, suara dan penghayatan.

3. Sutradara

Sutradara adalah koordinator suatu pementasan. Tugas utamanya adalah


mengarahkan seluruh unsur internal lain pada pertunjukan. Sutradara mengarahkan
bagaimana para Pemeran berakting, bisa juga ikut membedah naskah untuk
mengembangkannya. Seorang sutradara adalah Man in charge yang menentukan
bagaimana sebuah pertunjukan akan digelar.

4. Pentas / Panggung

Pentas merupakan tempat dimana sebuah pertunjukan akan digelar. Unsur ini
berperan sebagai penunjang pembangunan suasana dan unsur lainnya dari suatu
pementasan. Pentas terdiri dari unsur-unsur pembentuknya seperti: properti, tata
lampu, dll.

- Unsur Eksternal Seni Teater


Unsur eksternal seni teater adalah unsur atau elemen pembentuk yang berkenaan
dengan berbagai kebutuhan Seni Teater di belakang layar. Beberapa unsur tersebut akan
dibahas di bawah.
1. Staf Produksi
Merupakan tim atau individual yang menyiapkan personel atau petugas
pertunjukan dan hal lain yang berkenaan dengan kebutuhan terwujudnya suatu
pementasan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut termasuk mengurus anggaran biaya,
program kerja, fasilitas, dsb.
2. Stage Manager
Adalah seseorang yang bertanggungjawab untuk mematsikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan panggung dapat berjalan dengan baik. Stage Manager membantu
sutradara untuk memastikan Pentas/Panggung dapat menunjang pertunjukan.
3. Desainer
Desainer bertanggung jawab untuk mendukung aspek estetika visual yang
berkenaan dengan kebutuhan suatu pementasan. Desainer merancang dan membuat
properti, kostum, hingga ke tata rias para Pemeran.
4. Sutradara
Biasanya sutradara masih dimasukan dalam unsur ini. Kenapa? Karena sutradara
bekerja melintasi kedua pembagian Unsur Teater. Sutradara juga harus menentukan
siapa saja Pemeran atau Aktor yang akan bermain pada suatu pertunjukan.

D. Pengertian dan unsur – unsur seni rupa

Menurut Aristoteles, pengertian seni rupa adalah hasil karya berdasarkan peniruan
terhadap alam namun memiliki sifat yang ideal. Menurut La Mery seni rupa adalah
penglihatan yang dilakukan secara simbolis dengan bentuk yang lebih tinggi dan juga lebih
indah. Dengan kata lain, seni rupa adalah sesuatu yang menekankan pada keindahan. Menurut
Haukin, pengertian seni rupa adalah bagian dari ekspresi jiwa manusia yang diimajinasikan
dan diterapkan ke dalam sebuah benda. Seni rupa adalah seni yang juga untuk dipamerkan
atau dipertunjukkan di depan orang banyak.

Unsur – Unsur Seni Rupa yaitu:

1. Titik
Titik merupakan unsur paling kecil dalam suatu karya seni rupa. Titik bisa digunakan
untuk menciptakan unsur-unsur lain dengan cara menyusun atau menderet hingga menjadi
suatu garis.
2. Garis
Garis merupakan hubungan antar titik yang bisa menghasilkan suatu guratan serba
guna. Guratan dari titik tersebut akan bisa membentuk unsur lain seperti bidang maupun
bentuk.
3. Bentuk
Bentuk merupakan unsur yang selanjutnya. Bisa dibilang jika bentuk adalah salah
satu unsur yang bisa dilihat pada karya seni rupa dua dimensi. Contohnya adalah pada
gambar, lukisan, desain grafis dan sebagainya.

4. Bidang

Bidang adalah unsur yang ketiga. Bidang juga merupakan perkembangan dari
bentuk. Secara mudahnya bidang merupakan suatu garis yang ujungnya akan saling
bertemu hingga membentuk suatu area tertutup.

5. Ruang

Ruang merupakan suatu karya karya dua dimensi yang memiliki sifat semu. Ruang
juga masih dibagi menjadi dua yaitu ruang positif dan ruang negatif. Ruang negatif adalah
suatu ruang yang berada di luar berbagai bidang atau volume.

6. Gelap Terang

Untuk bisa membuat suatu gambar potret yang tampak begitu realistis, bukanlah
warna yang akan dibuat benar-benar akurat. Akan tetapi adalah pada bagian gelap dan
terang yang akan dibuat akurat pada gambar potret tersebut.

7. Warna

Warna juga merupakan unsur yang paling mencolok pada suatu karya seni rupa.
Dalam seni rupa, warna secara estetika terbilang cukup subjektif tergantung dari daya cipta
pembuat karya seni.

8. Tekstur

Tekstur adalah salah satu unsur yang berhubungan dengan interaksi manusia. Karya
seni rupa tak hanya bisa dirasakan secara visual. Namun suatu karya seni rupa juga bisa
dirasakan melalui bentuknya.
Sumber Rujukan :

1. Yudiaryani. (2002). Panggung Teater Dunia, Perkembangan dan Perubahan Konvensi.


Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli
2. A. D Pirous. 1985. Painting, Etching, And Serigraphy. Bandung: Desenta.

3. http://repository.unpas.ac.id/41889/4/8.%20BAB%202.pdf
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 4 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

MEMAHAMI KONSEP DASAR SENI DAN ESTETIKA

A. Asal-usul Seni dan Estetika

1. Seni

Seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya,
keindahannya, fungsinya, bentuknya, makna dari bentuknya, dan sebagainya), seperti tari,
lukisan, ukiran.

Menurut Sumardjo (2000) Seni merupakan produk masyarakat, namun juga sebaliknya
masyarakat dapat berubah karena seni. Seniman memiliki peran yang cukup signifikan
dalam masyarakat. Seni tidak hanya melibatkan manusia sebagai objeknya sebagaimana
dikemukakan oleh Plato dalam Sumanto (2006: 6) bahwa: “Seni adalah hasil tiruan alam
(Ars Imitatur Naturam)”.

Dapat Disimpulkan bahwa Seni merupakan sebuah karya / hasil kerja produk
masyarakat yang memiliki keahlian khusus dalam proses pembuatannya. Dimana hasil
karya memiliki nilai keindahan, melibatkan jiwa dan perasaan, serta kreatifitas yang
dimilikinya.

2. Estetika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) estetika adalah cabang filsafat yang
menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia
terhadapanya. Kata estetika sendiri berakar dari bahasa latin “aestheticus” atau bahasa
Yunani “aestheticos” yang merupakan kata yang bersumber dari istilah “aishte” yang
memiliki makna merasa.
Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang terkait dengan
kegiatan seni (Kattsoff, Elementof philosophy, 1953). Estetika merupakan ilmu yang
membahas keindahan bisa terbentuk dan dapat merasakannya. Pembahasan lebih lanjut
mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang
dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa ( Zangwill, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa Estetika merupakan Cabang ilmu filsafah yang


mempelajari susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola, dimana dapat
menghasilkan nilai- nilai keindahan, dan tanggapan manusia terhadap keseluruhan kegiatan
seni.

B. Fungsi Seni dan Estetika

Fungsi seni menurut teori dari L. H. Chapman dibagi menjadi 6 fungsi, yaitunya :

1. Fungsi pribadi (individual)

Yaitu konsep penciptaan seni yang lebih menekankan pada proses emosional pada
seorang seniman. Disini peran seniman sebagai creator dalam menciptakan sebuah karya
seni, semua ide, imajinasi dan pemikiran dituangkan sehingga menghasilkan sebuah karya
seni. Bagi seniman, karya seni mencitrakan pemikiran dan karakter psikologis dari si
penciptanya. Oleh sebab itu, ketika seorang apresiator mengamati sebuah karya seni, disitu
dapat dibaca karakter dari seniman tersebut.

2. Fungsi Masyarakat (Social)

Setiap karya seni yang dihasilkan seniman umumnya akan disajikan kepada
masyarakat atau audiens. Ketika karya senik itu hadir di dalam masyarakat, maka disitulah
terjadi interaksi antara audiens dan karya seni tersebut. Disanalah karya seni itu dinikmati,
diamati, diapresiasi, sehingga timbul proses komunikasi. Dalam mengamati sebuah karya
seni rupa, apresiator dapat dengan bebas menilai, mencari dan menggali makna visual dari
sebuah karya seni rupa. Fungsi seni dalam pengertian komunikasi adalah, dimana sebuah
karya seni memiliki pesan visual yang akan disampaikan kepada masyarakat. Dalam
konteks ini, karya seni menjadi mediator antara produser dan audiens. Karya seni rupa
dapat dikatakan berhasil menyampaikan pesan, apabila makna dari sebuah karya tersebut
dapat dicerna dan dipahami oleh audiens atau apresiator. Kecenderungan karya seni rupa
yang mempunyai muatan pesan, dapat dijumpai pada karya seni reklame. Dengan adanya
karya-karya reklame seperti poster, spanduk, neonbox, banner dan pamphlet sebagai karya
seni terapan yang penggunaannya lebih kepada fungsi komunikasi.

3. Fungsi Fisik

Pengertian fungsi seni secara fisik erat kaitannya dengan seni pakai atau nilai guna.
Dalam kehidupan sehari-hari, karya seni memang memiliki fungsi salah satunya sebagai
penunjang kehidupan. Kekurangan dari karya seni yang berorientasi pada fungsi fisik yaitu
terabaikannya nilai estetika dari karya tersebut. Hal ini memang sudah terkonsep dari
creator atau seniman. Pembuatan karya seni tersebut hanya menekankan pada fungsi fisik,
enak dipakai, nyaman digunakan dan efisien. Sehingga terdapat kecenderungan karya seni
yang memiliki nilai artistiik yang rendah. Dapat kita jumpai pada seni kerajinan seperti
kursi, mebel, keramik, perabot dan aksesoris.

4. Fungsi Keagamaan (Religious)

Seni rupa dan seni yang lain memang ikut andil dalam ranah agama atau religious.
Kemunculan seni rupa sejak zaman pra sejarah sampai modern, secara substansial terdapat
fungsi dalam suatu kepercayaan. Karya-karya seni yang erat hubungannya dengan fungsi
religious ini dapat ditelusuri sejak zaman Renaisans. Di Italia pada abad 15, abad dimana
pergejolakan pemikiran dan kreativitas dieksplorasi menuju pencerahan. Seniman
Renaisans pada waktu itu berkarya untuk kepentingan gereja, dengan dukungan dari
penguasa atau bangsawan. Peran seniman pada zaman itu sangat berpengaruh dalam
menciptakan karya seni yang religious sebagai penunjang peradaban Renaisans.

5. Fungsi Pendidikan (education)

Fungsi seni dalam dunia pendidikan memang berperan penting dalam menunjang
lancarnya proses belajar mengajar. Dalam konteks inikarya seni sebagai mediator
penyampaian pesan dalam proses belajar. Berbagai metode dalam proses belajar mengajar
mulai dari metode verbal maupun non verbal. Seni visual atau seni rupa dapat pula
diterapkan dalam pendidikan. Ketika pesan verbal itu perlu sarana pendukung dalam
bentuk visual, maka dapat dihadirkan dalam bentuk gambar, lukisan, ilustrasi ataupun
poster. Seni visual mungkin lebih efektif dalam penyampaian gagasan, ide atau cerita
dengan ditunjang oleh verbal. Dengan demikian jelaslah seni sebagai penunjang dalam
dunia pendidikan.

6. Fungsi Ekonomi (Economic)

Ketika seniman menciptakan sebuah karya seni, tentunya memiliki tujuan yang akan
dicapai. Tujuan dari diciptakannya karya seni adalah pencalaian nilai artistic, hadirnya
makna. Disamping itu tujuan atau fungsi yang lain yaitu fungsi ekonomi berkaitan dengan
pernyataan “seniman juga butuh makan dan tempat tinggal”.

Sumber rujukan :

1. Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

2. A.A. M. Djelantik, Estetika Sebuah Pengantar, MSPI, Jakarta: 2004

3. Guyer, Paul (13 Juni 2005). Values of Beauty - Historical Essays in Aesthetics. Cambridge
University Press. ISBN 0-521-60669-1.
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 5 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

DIMENSI ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS,


DAN AKSIOLOGIS DALAM ESTETIKA

1. Definisi Ontologi

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘onto’ yang artinya ‘yang berada’, dan
‘logos’ berarti ilmu pengetahuan atau pengajaran. Dengan demikian, sebagai konjugasi dari
kata ‘onto’ dan ‘logos’ kata ontologi dapat dipahami sebagai ilmu pengetahuan atau
pengajaran tentang keberadaan.
Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu,
ontologimembahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuatsetiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya ( Inu, 2004).

Objek Kajian Ontologi :


Objek telaahan ontologi adalah yang ada, termasuk kosmologi dan metafisika dan
sesudah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, pencipta
dan pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tataran studi filsafat
pada umumnya dilakukan olen filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika
kita membahas tentang yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
2. Epistemologis
Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang
membahas dari isi pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi
tentang pengetahuan, bagaimana mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara manusia memperoleh dan menangkap
pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Menurut epistemologi, setiap pengetahuan manusia
merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui
manusia. Dengan demikian epistemologi ini membahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas,
dan hakekat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia
memberikan kebenaran kepada murid-muridnya. Menurut Conny Semiawan dkk., (2005:157)
epistemologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis
sekitar teori pengetahuan. Epistemologi berfokus pada makna pengetahuan yang
dihubungkan dengan konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan
sebagainya.
3. Aksiologis
Istilah aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos
yang berarti ilmu atau teori. Jadi Aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang
apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika
dan estetika.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang filsafat. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang
harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktikalitas.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga dimensi kajian dalam kajian estetika, yaitu dimensi
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang
membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan keabsahan pengetahuan.
Aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki oleh
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Ketiga dimensi tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari bagaimana manusia
memaknai dan mempergunakan estetika sebagai instrumen dalam membantunya menjalani
kehidupan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan (cita)rasa dan selera, yang akan dapat
membantu manusia, menurut Aristoteles, menyeimbangkan kehidupan.
Sumber Rujukan :

1. Inu Kencana Syafii, Pengantar Filsafat, ( Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2004), h. 9

2. Semiawan, Conny R. dkk. 2005. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 6 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Pengertian “Keindahan” dalam Seni (Jenis, Cakupan, Perbedaan Antara Keindahan


Dalam Seni dan Keindahan Alam)

A. Pengertian Keindahan dalam Seni

Keindahan menurut etimologi berasal dari kata Latin ‘bellum’ akar kata ‘bonum’ yang
berarti kebaikan. Menurut cakupannya dibedakan keindahan sebagai suatu kwalitas abstrak
(beauty) dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah (the beautiful). Dalam filsafat kedua
hal itu kadang-kadang dicampuradukkan saja. Keindahan menurut luasnya dapat dibagi
menjadi tiga hal, yaitu:

1. Keindahan dalam arti yang terluas. Keindahan merupakan pengertian semula dari bangsa
Yunani dulu yang didalamnya tercakup pula ide kebaikan. Plato menyebut tentang watak
yang indah dan hukum yang indah. Aristoteles menyebut keindahan sebagai sesuatu yang
selain baik juga menyenangkan.
2. Keindahan dalam arti estetis murni. Menyangkut pengalaman estetis dari seseorang
dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya.
3. Keindahan dalam arti terbatas dalam hbungannya dengan penglihatan.

Pengertian lain dari keindahan seperti yang digambarkan oleh Herbert Read, Thomas
Aquinas dan Kaum Sofis di Athena. Herbert Read memberikan pengertian keindahan adalah
kesatuan dari hubunganhubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan
inderawi kita. Thomas Aquinas menyatakan keindahan sama dengan sesuatu yang
menyenangkan. Sedangkan kaum sofis di Athena memberikan gambaran keindhan sebagai
sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran. Dalam estetik modern
orang lebih banyak berbicara tentang seni dan pengalaman estetis karena ini gejala konkrit
yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empiris dan penguraian yang sistematis. (The
Liang Gie, 1983, hal. 36)

a. Teori subyektif, obyektif pada sebuah nilai keindahan.

Dalam sejarah estetik menimbulkan dua kelompok teori yang terkenal yaitu teori
obyektif dan teori subyektif tentang keindahan. Teori obyektif dianut: Plato, Hegel, dan
Bernard Bosanquet. Para filsuf itu disebut obyective aestheticians (ahli-ahli estetik
obyektif). Teori subyektif didukung antara lain: Henry Home, Earl of Shaftesbury dan
Edmund Burke. Filsufnya disebut subyective aestheticians (ahli-ahli estetik subyektif).

1) Teori Obyektif

Teori obyektif berpendapat keindahan atau ciri-ciri yang menciptakan nilai estets
ialah sifat (kwalitas) yang memang telah melekat pada benda indah yang
bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya.

2) Teori Subyektif

Menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan pada sesuatu benda


sesungguhnya tidak ada, yang ada hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang
yang mengamati sesuatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada
pencerapan dari sipengamat itu. Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda
mempunyai nilai estetis, hal ini diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh
suatu pengalaman estetis sebagai tanggapan terhadap benda itu.

b. Teori Perimbangan Nilai Keindahan.

Teori perimbangan tentang keindahan oleh Wladylaw Tatarkiewicz disebut Teori


Agung tentang keindahan (The Great Theory of Beauty) atau dapat juga teori agung
mengenai estetik Eropa. Teori Agung tentang keindahan menjelaskan bahwa, keindahan
terdiri dari perimbangan dari bagian-bagian, atau lebih tepat lagi terdiri dari ukuran,
persamaan dan jumlah dari bagian-bagian serta hubunganhubungannya satu sama lain.
Contoh: arsitektur orang-orang Yunani. Keindahan dari sebuah atap tercipta dari ukuran,
jumlah dan susunan dari pilar-pilar yang menyangga atap itu. Pilar-pilar itu mempunyai
perimbangan tertentu yang tepat dalam berbagai dimensinya.

B. Jenis Keindahan

Keindahan seluas luasnya meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral dan
keindahan intelektual.
Keindahan seni mencakup berbagai banyak hal yakni diantaranya adalah 2 dimensi dan 3
dimensi. Seni 2 dimensi hanya bisa dinikmati keindahannya tetapi tidak berbentuk seperti 3
dimensi karena hanya mencakup dalam gambar. Sedangkan 3 dimensi dapat dinikmati
keindahan nya dan dapat dirasakan dengan sentuhan, seperti karya patung dan sebagainya.
Keindahan seni adalah ukuran keberhasilan komunikasi antara pesan yang ingin disampaikan
oleh seniman dan dapat dilihat oleh pengamat. Seni yang indah dapat menangkap emosi yang
paling diinginkan oleh seniman kepada pengamatnya.
Sedangkan keindahan diluar senia adalah
Keindahan alam mencakup dalam lingkungan yang berada disekitar kita karena
keindahan alam dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali bahkan banyak keindahan
alam yang terdapat di sekitar kita yang dapat kita nikmati.
Keindahan moral adalah suatu keindahan yang terdapat pada sikap dan tingkah laku yang
ada pada manusia. Keindahan moral akan terasa indah apabila semua sikap dan tingkah laku
dilakukan baik dan berada pada tempat nya. Keindahan setiap orang akan berbeda, tergantung
pada manusia nya sendiri yang menyikapi dan menempatkannya.
Keindahan intelektual pasti dimiliki oleh semua orang yang mempunyai intelektual tinggi
maupun rendah, semua tergantung menyikapi dan menikmati intelektual yang ada pada diri
sendiri. Bahkan keindahan intelektual akan lebih indah apabila bisa memiliki rasa berbagi
kepada sesama ilmu yang dimiliki.

C. Perbedaan Antara Keindahan Dalam Seni dan Keindahan Alam

Konsep keindahan ditemukan dalam budaya yang berbeda dengan banyak fitur. Hegel,
Adorno dan Kant adalah filsuf modern yang hebat dengan konsep mereka tentang keindahan
seni dan Keindahan alam.
Filsafat Hegelian menyatakan keindahan sejati adalah makhluk ilahi dalam bentuk
material yang menemukan keindahan dalam seni rupa dan dia menjaga keindahan alam.
Setelah Kant, konsep keindahan alam ditolak terutama karena argumen Hegel tentang
keindahan seni. Dia menegaskan karya seni sederhana yang melewati pikiran individu lebih
unggul daripada ciptaan alam. Adorno menganggap keindahan realistis terjadi melalui
kemampuan seseorang untuk mengakses objek dalam kekhasannya.

Pembahasan tentang hubungan antara keindahan seni dan keindahan alam dimulai sejak
kritik penyimpulan diperkenalkan oleh Immanuel Kant. Alam memainkan peran penting
dalam penjelasannya tentang keindahan. Saran filosofis tentang seni dan alam bergeser ke
arah filsafat seni rupa terutama oleh argumen yang diajukan oleh filsuf Jerman Hegel. Kant
mengklaim struktur superior keindahan adalah bebas dan mengatur diri sendiri tetapi Hegel
bersikeras, keindahan seni yang jelas lebih unggul dari semua yang ada di luar. Dia
menggunakan kemungkinan elemen spiritual dengan sudut pandang ilmiahnya untuk
mendefinisikan keindahan.

Oleh karena itu, ia mendukung agar seniman mengambil tema dari zaman dahulu.
Filosofinya yang berkaitan dengan kecantikan dipengaruhi oleh beberapa pemikir dan dia
sangat tepat mengenai jenis seni untuk mengetahui keindahan. Prinsip-prinsipnya tentang
estetika adalah gagasan komprehensif tentang keindahan dan ideal. Keindahan dalam seni
adalah produksi semangat atau kebenaran melalui suatu objek dan ia hanya dapat
mengidentifikasi dengan bentuk mendalam yang disebut 'ideal' yang melampauinya ke bentuk
khusus.

Sumber Rujukan:

The Liang Gie, Garis-garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan), Yogyakarta, Supersukses, 1983.
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 7 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Dimensi Ontologis Seni

Objek yang ditelaah seni adalah karya ciptaan manusia yang mengandung nilai-nilai

estetika, aktivitas mencipta dengan segala syarat yang memungkinkannya, dan kumpulan

perasaan yang di antaranya harus memberikan pengakuan, memahami, menikmati, serta

mengagumi, dan menghargai karya seni (Hartoko, 1984: 42). Pendek kata, objek yang ditelaah

seni adalah seniman, karyanya, dan penonton/pembaca, sebagai pemberi arti.

Banyak karya seni yang secara eksplisit memuat nilai-nilai yang ditolak oleh masyarakat,

seperti menyajikan adegan srtiptis, keji, biadab, dan tidak berperikemanusiaan. Oleh sebab itu

sangat penting apabila seluruh individual atau instansi yang terkait dengan seni memiliki

pemahaman seni yang tepat. Pemahaman seni sendiri adalah yang merupakan ekspresi pribadi

dan seni adalah ekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif (Tamboyang, 2012)

Dalam bahasa Sansekerta, kata “seni” disebut disebut cilpa. Seabagai kata sifat, cilpa

berarti warna, dan jata jadiannta “su-cilpa” berarti dilengkapi dengan dengan bentuk-bentuk yang

indah atau dihiasi dengan indah. Sedangkan dalam bahasa Latin pada Abad Pertengahan,

terdapat istilah-istilah ars, artes, dan “artista”. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu

ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok atau

orang-orang yang memiliki kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-

kelompok itu. Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi “l’arte” (Italia), l’art (Perancis),
elarte (Spanyol), dan art (Inggris) (Sunarto dalam John Hospers; The Philosophy of art, Sebuah

Pengantar Metodologi, 2018).

Berikut merupakan pandangan beberapa filsuf yang dapat dijadikan referensi untuk

mengetahui dan memahami apa itu seni (Bagus, 2010):

1. Plato – Seni merupakan kegiatan atau obyek pebuatan yang dikendaukan oleh gerak dari teori.

Tetapi dalam Republic buku X, seni (fine arts) dianggap sebagai “tiruan atas tiruan”

2. Aristoteles – Seni merupakan satu dari tiga cabang pengetahuan. Kontras dengan ilmu teoretis

dan kebijaksanaan praktis, seni merupakan cabang pengetahuan yang berurusan dengan

prinsipprinsip yang relevan dengan penghasilan objek-objek yang indah atau yang berguna

3. Aquinas – Mengikuti kedua pendahulunya, dengan mendefinisikan seni sebagai rasio yang

benar dalam membuat barang-barang

4. Lessing berpendapat bahwa tiap seni mempunyai prinsip pengaturan sendiri

5. Hegel membedakan antara tiga macam seni, yang juga merupakan tahap-tahap dalam

perkembangannya: Simbol, Klasik, dan Romantik

6. Schopenhauer memandang musik sebagai seni yang tertinggi

7. Dewey memandang musik sebagai pengalaman dalam tahap perkembangannya

Dharsono (2007: 107) menyatakan bahwa seni harus terpisah dari pandangan moral dan

sosial adalah pandangan yang membuat tumpul moralitas, tidak mendalam, dan seni akan merasa

benar menurut dirinya sendiri, serta dapat mendorong seni menjadi tidak memiliki disiplin serta
bersifat parasitis. Disisi lain John Hospers (Hospers, 2018: 87) menjelaskan mengenai tiga

pandangan dalam hubungan seni dan moralitas, yaitu:

1. Moralisme,

Menurut pandangan ini, fungsi utama atau fungsi eksklusif seni adalah sebagai suatu

penjaga moralitas. Ketika seni tidak mempengaruhi individuindividu secara moral disatu sisi

atau lainnya akan dipertimbangkan sebagai kesenangan yang tak ada salahnya dan dapat

ditolerir. Tetapi jika hal tersebut menantang pembentukan sikap-sikap akan dipandang

subversif oleh kaum moralis

2. Estetisisme,

Pandangan ini merupakan pandangan yang dipertentangkan oleh kaum moralis.

Pandangan ini memiliki pemahaman bahwa moralitas harus menjadi penjaga seni, bukan seni

yang menjadi penjaga moralitas. Pendukung pandangan ini memegang bahwa pengalaman

seni merupakan hal yang paling intens dan dapat menembus kehidupan manusia yang tidak

dapat dipertentangkan, termasuk oleh moralitas.

3. Posisi Perpaduan Moralisme dan Estetisisme,

Memiliki kebenarannya masing-masing. Seni dan moralitas memiliki korelasi yang tidak

akan berfungsi secara keseluruhan tanpa kehiadiran satu dengan yang lainnya. Untuk melacak

relasi antara seni dan moralitas akan ditemukan kesulitan yang tidak mudah ditemukan jalan

keluarnya.
Oleh sebab itu muncul interaksionisme sebagai terma yang lebih cocok untuk menamai

pandangan bahwa setiap nilai estetis dan moral mempunyai peranan tersendiri tetapi tidak

dapat beroperasi secara independen.

Kehadiran Seni bagi masyarakat

Jakob Sumardjo dalam Filsafat Seni (2000: 45) mengatakan bahwa seni itu dapat dikatakan

‘ada’ apabila terjadi dialog saling memberi dan menerima antara subjek seni (penanggap) dan

objek seni (benda seni). Oleh sebab itu terdapat subjektifitas pada seni karena memiliki implikasi

dengan penanggap atau subjek seni. Dengan kata lain, apa yang ada pada seni bersifat relatif atau

subjektif dan cenderung jauh dari pandangan objektifisme. Seni merupakan hal yang sulit

didefinisikan atau diberi batasan karena seni memiliki sejarah maupun perkembangan yang

bersifat dinamis atau berubah-ubah (Jakob, 2000; 49).

Oleh sebab itu siapapun yang memberikan batasan akan selalu tertinggal karena pada saat

batasan itu dibuat seni telah berkembang dan berubah. Meski usaha untuk membatasi dan

memberikan definisi mutlak pada seni menemukan kesulitan, hal yang juga perlu digaris bawahi

adalah bagaimana seni harus dipahami dengan baik, maka dari itu untuk menghindari

kebingungan, harus memperhatikan (Hospers, 2018; 5):

1. Terkadang terminologi “seni” (art) terbatas untuk seni rupa sendiri atau untuk beberapa seni

rupa. Tetapi karena filsuf seni dalam menggunakan terma (dan karenanya digunakan di sini),

seni tidak terbatas untuk seni rupa melainkan; musik, drama, dan pusisi yang adalah

sebagaimana seperti lukisan, patung, dan arsitektur

2. Terkadang terma “seni” digunakan dalam suatu arti persuasif, hanya untuk memasukkan

karya-karya yang dipertimbangkan sebagai seni yang bagus. “Itu bukan seni!” seru seseorang
pengunjung di tiap galeri seni karena menilai sebuah lukisan yang tidak ia sukai. Tetapi jika

terma “seni” digunakan tanpa membingungkan, itu mungkinlah demi menjadikan seni yang

buruk selayaknya seni yang baik.

Sumber Rujukan :

Rondhi. 2017. Apresiasi Seni dalam Konteks Pendidikan Seni. Jurnal Imajinasi. Vol. XI No. 1:
10

Sumarjo, Jacob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.

Tissa Tavini , JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni), Vol.5, No.1, April 2020 : 1-14

Tamboyang, Yapi. 2012. 123 Ayat tentang Seni, Bandung: Nuansa Cendekia
Nama Della Natasya
Nim/Tahun Masuk 21161066/2021
Resume 8 Teori Seni dan Estetika
Dosen Pengampu Dr. Jupriani, M.Sn
Konsentrasi Seni Budaya

Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam Seni Pertunjukan

A. Ontologis dalam Seni Pertunjukan


Ontologi (ontology, Inggris; dari akar kata Yunani, on, ontos, yang berarti: ada,
keberadaan); dan logos (ilmu tentang, studi tentang). Dalam konteks dengan filsafat seni
pertunjukan, ontologi dimaksudkan dalam 3 pengertian, yaitu: a) meneliti status realitas seni
pertunjukan; b) meneliti jenis realitas dimiliki hal-hal dalam seni pertunjukan; c) meneliti
realitas yang menentukan apa yang disebut realitas atau ilusi dalam seni pertujukan. Ontologi
kerap kali diidentikkan dengan metafisika. Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yang
berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi.
Menurut Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa pokok dari permasalahan yang
menjadi objek kajian dari filsafat awalnya meliputi logika, etika, metafisika, dan politik yang
kemudian banyak berkembang hingga menjadi cabang-cabang dari filsafat yang mempunyai
bidang kajian lebih spesifik lagi yang kemudian disebut sebagai filsafat ilmu.
Mimesis (istilah Yunani yang berarti imitasi atau tiruan). Istilah mimesis pertama kali
diperkenalkan oleh Plato, yang berkata bahwa, waktu adalah bayangan yang bergerak dari
kekekalan. Maksud dari Plato adalah bahwa dunia ini merupakan bayangan atau tiruan forma
atau ide kekal. Kemudian dari Plato ini muncul ilmu seni memetik Realitas yang ditampilkan
dalam seni pertunjukan bukan sepenuhnya dalam ranah mimesis Plato, yang bersifat idealis.
Pendapat Plato ditentang oleh muridnya sendiri, Aristoteles (384-322 SM), yang menyatakan
bahwa seni tiruan (seni pertunjukan) tidak niscaya suatu benda aktual, tetapi suatu hal yang
mungkin.
Seni pertunjukan berangkat dari realitas, bukan dari dunia idea seperti konsepsi Plato. Ia
lahir dari realitas yang dideformasi oleh si seniman ke dalam bentuk karya. Landasan
ontologis seni pertunjukan memang lebih dekat dengan konsepsi Aristoteles. Menurut
Aristoteles, seperti juga Plato, Seni pertunjukan merupakan sebuah tiruan/imitasi dari dunia
manusia dan dunia alamiah. Tetapi Aristoteles menekankan seni (pertunjukan) tidak hanya
tiruan dari benda yang ada di alam, tetapi lebih sebagai imitasi dari sesuatu yang universal;
bentuk-bentuk tidak terpisah dari dunia empiris, karena dia tidak memiliki keberatan terhadap
dunia empiris dan seni yang meniru dunia inderawi. Dalam konteks teori imitasi Aristoteles,
dalam seni pertunjukan memiliki 3 aspek imitasi, yaitu: a) media imitasi; b) objek imitasi; dan
c) cara mempraktekkan imitasi.Media imitasi, berupa unsur-unsur dalam seni pertunjukan,
seperti: waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Objek imitasi:
aktivitas seniman. Cara mempraktekkan imitasi: gambar, cerita, gerak, nada, dibawakan atau
dipraktekkan.
Dari landasan ontologis seni pertunjukan ala Aristoteles tersebut kemudian
memunculkan teori katarsis (bahasa Yunani, katharsis, yang berarti: bersih dari kesalahan
atau pencemaran, pencucian). Seni pertunjukan merupakan suatu proses pemurnian diri
(katharsis). Di sini dimaksudkan bahwa lewat karya seni yang ditampilkan, seni pertunjukan
harus menjernihkan pikiran dan jiwa manusia. Hal ini bisa disimak dalam karya-karya seni
yang agung yang ada di Nusantara. Hampir sebagaian besar lebih menggambarkan realitas
yang mempunyai tujuan katharsis. Memang hal ini tidak bisa lepas dari peran ideologi
senimannya (yang menurut istilah Aristoteles sebagai “penyebab efisien”).

B. Epistemologis dalam Seni Pertunjukan

Epistemologi di sini dimaksud seperti dalam keterangan di atas, yaitu: sumber


pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan pengetahuan
(Gallagher, 2001: 5-8.). Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada,
berbeda epistemologi berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Landasan
epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, karena menjadi
tempat berpijak dimana suatu pengetahuan yang baik ialah yang memiliki landasan yang kuat.
Epistemologi merupakan nama lain dari logika material yang membahas dari pengetahuan.
Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan yang mengkaji bagaimana mengetahui
benda-benda. Selain itu, epistemologi merupakan suatu doktrin filsafat yang lebih
menekankan pada peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
peranan akal.
Sumber pengetahuan dari seni pertunjukan adalah alam rayaatau semesta, baik
outerbeauty dan innerbeauty. Secara empiris, alam semesta memberikan bahan dasar yang
melimpah bagi inspirasi para senimannya untuk berkaya. Telah terbukti karya-karya para
seniman pertunjukan yang mampu memberikan karya seni yang spektakuler, yang bahkan
diakui dunia.

Batas pengetahuan seni pertunjukan ada pada imajinasi seniman yang berkarya.
Imajinasi merupakan cara memahami realitas secara kreatif. Imajinasi juga merupakan
kedalaman pikir manusia. Karya-karya besar dalam seni pertunjukan tidak bisa lepas dari
imajinasi senimannya. Dengan imajinasinya Mpu Tantular mampu menyusun kakawin Jawa
Kuna yaitu kakawin Sutasoma, yang berisi Bhinneka Tunggal Ika (Kata tunggal ,satu; ika, itu.
Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan).
Struktur pengetahuan dalam seni pertunjukan adalah keterkaitan antara seni dengan
konteksnya. Konteks di sini, seperti: senimannya dan kebudayaannya. Seni pertunjukan
berkaitan erat seni dengan lingkungan dimana seni tersebut lahir. Ide-ide kebudayaan
terstruktur dalam karya seni itu. Seni jarang yang absolut, tetapi lebih sering ke programa.
Keabsahan pengetahuan seni pertunjukan lebih bersifat kolektif-kolegial. Artinya,
kebanyakan seni pertunjukan dimiliki oleh komunitas masyarakat pendukungnya. Pribadi
seniman sering lebur menjadi satu-kesatuan dalam komunitas. Keabsahan estetisnya besifat
komunal. Keindahan disepakati bersama sebagai bnetuk keabsahan seni pertunjukan.

C. Aksiologis dalan Seni Petunjukan

Aksiologi (axiology, Inggris; dari kata Yunani, axios, layak, pantas; dan logos,
pengetahuan, studi) merupakan studi dan analisis tentang nilai-nilai. Wahana (2008:5)
mengatakan bahwa, manusia tidak dapat hidup tanpa nilai; nilai sebagai suatu sifat atau
kualitas yang membuat sesuatu berharga, layak diingini atau dikehendaki. Ada 4 jenis nilai
yang melingkupu manusia, yaitu: kekudusan (holiness), kebaikan (goodness), kebenaran
(truth), dan keindahan (beauty) (Pepper, 1950:40.) Seni pertunjukan dapat bersifat abstrak dan
semesta dalam arti mengejar sesuatu cita agung yang menyangkut seluruh umat manusia, tapi
juga dapat bersifat konkrit dan satu-satu dalam arti ditujukan pada individu yang tertentu
dalam rangka suatu tujuan yang spesifik. Tujuan yang spesifik ini menyangkut suatu bentuk
tindakan manusia. Ada dua macam tindakan manusia,yaitu: Tindakan Universil (TU) dan
Tindakan Individuil (TI) (Osborne, 1980:297).

Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan manusia yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu
nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi
dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Pengetahuan manusia dapat dibedakan menjadi pengetahuan yang bercorak abstrak dan
intelektual serta pengetahuan yang bercorak konkrit dan inderawi.
Dalam aksiologi seni Nusantara terjadi jalinan yang erat antara keempat jenis nilai,
yaitu: a) Kekudusan adalah kebaikan yang sekaligus merupakan kebenaran; b) Kebaikan
adalah kekudusan yang sekaligus merupakan keindahan; c) Kebenaran adalah keindahan yang
sekaligus merupakan kekudusan; dan d) Keindahan adalah kebenaran yang sekaligus
merupakan kebaikan. Selain saling mengandaikan seperti ternyata di atas, keempat jenis nilai
itu juga saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada
perwujudannya dalam kehidupan manusia. Saling hubungan yang cukup kokoh dari sejumlah
komponen akan membentuk suatu struktur dari komponen-komponen itu sebagai suatu
kebulatan.
Di samping hal tersebut di atas, nilai seni pertunjukan mempunyai segi subjektif
maupun segi objektif. Aspek subyektif terjalin sangat erat dengan tindakan, pengalaman, dan
sikap seniman. Aspek objektif berkaitan dengan benda dan situasi di luar manusia sendiri atau
kebudayaan. Jadi sesuatu nilai tampil sejauh terdapat perilaku subjektif yang menanggapi
sesuatu keadaan objektif yang tertentu dan bersamaan dengan itu ada keadaan objektif yang
merangsang sesuatu perilaku subjektif yang tertentu. Dapat juga dikatakan sebaliknya bahwa
suatu tindakan, pengalaman atau sikap tertentu dari seniman tergugah oleh keadaan objektif
dan sekal.igus suatu benda atau situasi tertentu di luar manusia ditanggapi oleh perilaku
subjektif (Frondizi, 2001:19- 23).

Sumber Rujukan :

Frondizi, Risieri. 2001. Filsafat Nilai. diterjemahkan oleh Cuk Ananta Wijaya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gallagher, Kenenth T. 2001 Epistemologi: Filsafat Pengetahuan, disadur oleh P. Hardono Hadi,
Yogyakarta: PT. Kanisius.
Osborne, H. 1980. Foundations of the Philosophy of Value: An Explanation of Value and Value,
London: Cambridge University Press
Pepper, Stephen, “A Brief of General Theory of Value”, dalam Vergilius Ferm (ed.). 1950. A
History of Philosophy System, New York: Philosophicsl Library.
Wahana, Paulus. 2005. Nilai Etka Aksiologi Max Scheler, Yogyakarta: PT. Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai