Anda di halaman 1dari 13

32

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data
dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft Excel,
selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian menggunakan
regresi berganda. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan software SPSS
versi 17. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel-variabel penelitian ke
program SPSS tersebut dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis
data yang telah ditentukan.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Objek penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2013. Setelah data terkumpul, seluruh perusahaan yang
termasuk dalam populasi diseleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Berdasarkan penyeleksian tersebut, maka diperoleh 20 perusahaan yang dapat
dijadikan sampel penelitian 3 tahun periode pengamatan. Penelitian ini
menggunakan sampel 20 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2011-2013. Berikut nama-nama perusahaan yang menjadi objek dalam
penelitian ini.
Dari 20 perusahaan tersebut berisikan 4 macam bentuk perusahaan
manufaktur yang terdiri dari Farmasi, Kosmetik & keperluan rumah tangga,
makanan & minuman, dan rokok. 4 macam perusahaan tersebut perusahaan
manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
selama 3 tahun.
Berikut 20 nama-nama perusahaan yang dipaparkan menjadi objek dalam
penelitian ini ada di tabel 4.1.

32
33

Tabel 4.1
Daftar Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian
No Kode Nama Perusahaan
1 ADES Akasha Wira International Tbk.
2 DLTA Delta Djakarta Tbk.
3 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
4 PSDN Prasidha Aneka Niaga Tbk.
5 SKLT Sekar Laut Tbk.
Ultrajaya Milk Industry & Trading Co.
6 ULTJ
Tbk.
7 GGRM Gudang Garam Tbk.
8 HMSP HM Sampoerna Tbk
9 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk.
10 RMBA Bentoel Internasional Investama Tbk.
11 KLBF Kalbe Farma Tbk.
12 MERK Merck Tbk.
13 PYFA Pyridam Farma Tbk.
14 UNVR Unilever Indonesia Tbk
15 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk
16 INAF Indofarma (Persero) Tbk
17 KICI Kedaung Indah Can Tbk.
18 TCID Mandom Indonesia Tbk.
19 CEKA Cahaya Kalbar Tbk
20 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Sumber : www.idx.co.id

4.2 Analisis Hasil Penelitian


4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
yang diperoleh dari www.idx.co.id berupa data keuangan sampel perusahaan
pertambangan dari tahun 2011-2013. Variabel dari penelitian ini terdiri dari yaitu
34

Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Instusional, dan Komisaris Independen


sebagai variabel independen serta Opini Audit sebagai variabel dependen.
Statistik deskriptif dari variabel tersebut dari sampel perusahaan selama periode
2011-2013 disajikan dalam tabel 4.2
.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel-variabel Penelitian
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Kepemilikan_Manajerial 60 .00 .49 .0358 .09320

Kepemilikan_Institusional 60 .00 .98 .3763 .34954

Dewan_Komisaris_Independ
60 .25 .80 .4133 .13069
en

Opini_Audit 60 .00 1.00 .3000 .46212

Valid N (listwise) 60

Sumber : Data diolah (2014)

Berikut ini perincian data deskriptif yang telah diolah :


a. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 sampai 2013,
seluruh perusahaan sampel rata-rata komisaris independen sebesar
0,4133 atau 41,33%. Nilai minimum 0,25 atau 25% berasal dari
perusahaan dengan kode HMSP dan INAF dan nilai maksimum 0,80
atau 80% berasal dari perusahan dengan kode UNVR.
b. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 sampai 2013,
seluruh perusahaan sampel rata-rata Kepemilikan Manajerial sebesar
0,0358 atau 3,58%. Nilai minimum 0,00 atau 0% berasal dari
perusahaan dengan kode ADES, DLTA, SKLT, HMSP, KLBF,
MERK, INAF, TCID dan CEKA. Nilai maksimum 0,49 atau 49%
berasal dari perusahaan dengan kode RMBA.
c. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 sampai 2013,
seluruh perusahaan sampel rata-rata kepemilikan instusional sebesar
35

0,3763 atau 37,63%. Nilai minimum 0,00 atau 0% berasal dari


perusahaan dengan kode HMSP dan CEKA. Nilai maksimum 0,98
atau 98% berasal dari perusahaan dengan kode INDF dan UNVR.

4.2.2 Analisis Regresi Logistik


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model regresi
logistik. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah
probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya
(Ghozali, 2005:71). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas,
heteroscedasitiy, dan uji autokorelasi pada variabel bebasnya. Regresi logistik
digunakan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial, Kepemilikan
Instusional dan komisaris independen sebagai variabel independen terhadap
penerimaan opini audit going concern. Pengujian dilakukan pada tingkat
signifikasi (α) 5 persen.

4.2.2.1 Menilai Model Fit (Overall Model Fit)


Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap
data. Output SPSS pada tabel 4.3 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood pertama
sebesar 73,304. Nilai tersebut merupakan nilai -2 Log Likelihood sebelum
variabel bebas dimasukkan kedalam model regresi.
36

Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit).


Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-
2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada
akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -
2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir)
menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2005).

Tabel 4.4
Iteration History 1
a,b,c,d
Iteration History

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant KM KI DKI

Step 1 1 65.454 1.161 -4.007 -.223 -4.194

2 63.209 2.319 -7.129 -.146 -7.392

3 62.888 2.968 -8.674 -.089 -9.225

4 62.880 3.093 -8.925 -.082 -9.579

5 62.880 3.096 -8.931 -.081 -9.589

6 62.880 3.096 -8.931 -.081 -9.589

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model.

c. Initial -2 Log Likelihood: 73,304

d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates


changed by less than ,001.

Setelah keseluruhan variabel bebas yaitu Kepemilikan Manajerial,


Kepemilikan Instusional dan Komisaris Independen dimasukkan kedalam model,
-2 Log Likelihood menunjukkan angka 62.880, atau terjadi penurunan sebesar
10,424. Penurunan nilai -2 Log Likelihood ini dapat diartikan bahwa penambahan
variabel bebas kedalam model dapat memperbaiki model fit serta menunjukkan
model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit
dengan data.
37

4.2.2.2 Uji Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test


Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi
logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi logistik
dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai
Chi-Square pada bagian bawah uji Homser and Lemeshow. Probabilitas
signifikansi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikasi (α)
5 %. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah:
H0: Tidak ada perbedaan antara model dengan data.
Ha: Ada perbedaan antara model dengan data

Tabel 4.5
Hosmer and Lemeshow Test
Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 4.885 7 .674

Tabel 4.5 di atas menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow.


Probabilitas signifikasi menunjukkan angka 0,674, yang berarti bahwa nilai
signifikansi yang diperoleh ini jauh lebih besar dari pada 0,05 (α) 5%, maka H0
tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan
dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara
klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, atau dapat dikatakan
bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya.

4.2.2.3 Pengujian Multikolinearitas


Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang
kuat antara variabel bebasnya. Walaupun dalam regresi logistik tidak lagi
memerlukan uji asumsi klasik seperti multikolineartilitas, namun tidak ada
salahnya apabila dilakukan uji multikolineartilitas. Tabel 4.6 di bawah
menunjukkan korelasi antar variabel independen di dalam penelitian ini. Matriks
38

korelasi tersebut menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas yang serius


antar variabel bebas, sebagaimana terlihat dari nilai korelasi antar variabel bebas
masih jauh di bawah 0,8.

Tabel 4.6
Correlation Matrix
Correlation Matrix

Constant KM KI DKI

Step 1 Constant 1.000 -.174 -.042 -.967

KM -.174 1.000 -.121 .147

KI -.042 -.121 1.000 -.136

DKI -.967 .147 -.136 1.000

4.2.2.4 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)


Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabilitas variabel-variabel independen mampu memperjelas variabilitas
variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada
nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan
seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005). Nilai ini didapat
dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya

Tabel 4.7
Model Summary
Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 62.880 .159 .226

a. Estimation terminated at iteration number 6 because


parameter estimates changed by less than ,001.
39

Tabel 4.7 di atas menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Dilihat dari hasil
output pengolahan data nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,226 yang
berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen adalah sebesar 22,6%, sisanya sebesar 77,4% dijelaskan oleh
variabilitas variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal tersebut berarti
bahwa secara bersama-sama variasi Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Instusional, dan Komisaris Independen dapat menjelaskan variasi variabel opini
going concern sebesar 22,6%.

4.3 Pengujian Hipotesis


1. Matriks Klasifikasi
Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi
untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada
auditee.
Tabel 4.8
Classification Table
a
Classification Table

Predicted

Opini_Audit

Non_Going_Con Percentage
Observed cern Going_Concern Correct

Step 1 Opini_Audit Non_Going_Concern 40 2 95.2

Going_Concern 18 0 .0

Overall Percentage 66.7

a. The cut value is ,500

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa menurut prediksi, auditee yang


menerima opini going concern adalah 0, sedangkan observasi sesungguhnya
menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini going concern adalah 18. Jadi
ketepatan model ini adalah 0/18 atau 0% dan menurut prediksi, auditee yang
40

menerima opini non going concern adalah 40, sedangkan observasi sesungguhnya
menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini non going concern adalah 42.
Jadi ketepatan model ini adalah 40/42 atau 95,2%. Ketepatan prediksi keseluruhan
model ini adalah 66,7%.

2. Pengujian Koefisien Regresi


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabel-
variabel bebas yaitu pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Instusional,
dan Komisaris Independen terhadap penerimaan opini audit going concern dengan
menggunakan hasil uji regresi yang ditunjukkan dalam Variabel in the Equation.
Uji hipotesis menggunakan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the
Equation, pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0,05
(5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05, maka Ha diterima.

Tabel 4.9
Variables in the Equation
Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)


a
Step 1 KM -8.931 5.939 2.261 1 .133 .000

KI -.081 .898 .008 1 .928 .922

DKI -9.589 4.647 4.258 1 .039 .000

Constant 3.096 1.739 3.171 1 .075 22.112

a. Variable(s) entered on step 1: KM, KI, DKI.

Tabel 4.9 di atas menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada
tingkat signifikasi 5%. Persamaan dari pengujian dengan menggunakan regresi
logistik di atas adalah sebagai berikut:
41

OPINI = 3,096 – 9,589 DKI – 8,931KM – 0,081KI + ɛ


Interpretasi persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. B0 = 3,096
Nilai konstanta menunjukkan bahwa jika nilai dari DKM (X1), KM (X2), dan
KI (X3) nol, mala nilai logit opini audit going concern (Y) sebesar 3,096.
2. B1 = – 9,589
Nilai koefisien regresi B1 ini menunjukkan bahwa jika DKI mengalami
kenaikan 1 orang maka, maka nilai logit opini audit going concern akan
meningkat – 9,589.
3. B2 = - 8,931
Nilai koefisien regresi B2 ini menunjukkan bahwa jika skor KM meningkat 1
poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat – 8,931.
4. B3 = - 0,081
Nilai koefisien regresi B3 ini menunjukkan bahwa jika skor DKI meningkat 1
poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat – 0,081.

4.4 Pembahasan
Penelitian ini merupakan studi mengenai penerimaan opini going concern
dan non going concern oleh suatu perusahaan. Penelitian ini mengamati tiga
variabel non keuangan yaitu proporsi komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap 60 perusahaan manufaktur
sektor konsumsi barang terdapat hasil 42 auditee menerima opini going conern
dan sisanya 18 auditee menerima opini non going concern. Data tersebut dipilih
dengan metode purposive sampling selama tahun 2011-2013.

4.4.1 Komisaris Independen


Variabel komisaris independen pada tabel 4.9 di atas menunjukan koefisien
negatif sebesar 9,589 dengan tingkat signifikan 0,039 < 0,05 yang berarti Ha
dapat diterima. Hal tersebut membuktikan bahwa proporsi komisaris independen
berpengaruh negatif yang signifikan terhadap pemberian opini audit mengenai
going concern. Hasil tersebut mengartikan bahwa proporsi komisaris independen
42

yang rendah akan mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini


audit going concern pada suatu perusahaan. Hasil penelitian sejalan dengan
Setiawan (2011) mengungkapkan adanya pengaruh negatif proporsi komisaris
independen terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan.
Proporsi komisaris independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan
yang lebih baik sehingga kemungkinan auditor memberikan opini audit going
concern kecil.
Selain itu, penelitian Petronila (2007) keberadaan komisaris independen
merupakan salah satu ciri khas dalam Good Corporate Governance (GCG). Tugas
komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan adalah
menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan serta
mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku.
Dengan adanya komisaris independen diharapkan manajemen akan melaporkan
informasi yang menggambarkan keadaan sebanarnya. Selain itu, komisaris
independen juga diharapkan mampu memberikan keadilan (fairness) sebagai
prinsip utama untuk menyeimbangkan kepentingan pihak-pihak yang sering
terabaikan seperti pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya (Linoputri,
2010).

4.4.2 Kepemilikan Manajerial


Variabel kepemilikan manajerial pada tabel 4.9 di atas menunjukan
koefisien negatif sebesar 8,931 dengan tingkat signifikan 0,113 > 0,05 yang
berarti Ha ditolak. Hal tersebut membuktikan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern. Hasil tersebut
mengatakan bahwa besar atau kecilnya proporsi kepemilikan manajerial tidak
memiliki pengaruh terhadap opini yang akan diberikan auditor. Hal ini disebabkan
karena dewan komisaris dan direksi, baik yang memiliki saham di perusahaan
maupun tidak memiliki sama-sama bekerja sesuai dengan tanggung jawab yang
dimiliki, yaitu untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka
panjang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Linoputri (2010) yang
mengungkapkan semakin besar kepemilikan manajerial maka auditor cenderung
43

memberikan opini audit non going concern pada perusahaan. Hal ini serupa
dengan penelitian Iskandar et al (2011) juga mengungkapkan adanya hubungan
yang berbanding terbalik antara kepemilikan manajerial dengan going concern
problems yang diproksikan dengan opini going concern.

4.4.3 Kepemilikan Institusional


Variabel kepemilikan institusional pada tabel 4.9 di atas menunjukan
koefisien negatif sebesar 0,081 dengan tingkat signifikan 0,098 > 0,05 yang
berarti Ha ditolak. Hal tersebut membuktikan kepemilikan institusional tidak
berpengaruh negatif pemberian opini audit going concern. Meskipun ada
kepemilikan manajerial dan institusional ternyata fungsi pengawasan yang ada
belum menjamin untuk tidak diberikannya opini audit going concern, karena
untuk kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor bisa internal dan
eksternal. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Iskandar et al (2011) yang
mengungkapkan kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan opini
audit going concern. Kepemilikan institusional memiliki hubungan yang
berbanding terbalik dengan opini audit going concern. Semakin besar persentase
kepemilikan institusional maka pengawasan investor institusional terhadap kinerja
dan setiap keputusan yang diambil manajer pun semakin tinggi. Oleh karena itu,
manajer akan meningkatkan kinerjanya agar sesuai dengan yang diharapkan
pemegang saham dan dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan,
sehingga kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern.
44

4.5 Rangkuman Hasil Penelitian

Tabel 4.10
Rangkuman Hasil Penelitian
No. Variabel Hasil Hipotesis Keterangan

1. Proporsi T hitung : – 2,063 Terdapat pengaruh


dewan Komisaris Independen
komisaris Sig : 0,039 Diterima terhadap penerimaan opini
(X3) audit going concern.

2. Kepemilikan T hitung : – 1,504 Tidak terdapat pengaruh


manajerial Kepemilikan Manajerial
(X1) Sig : 0,133 Ditolak terhadap penerimaan opini
audit going concern.

3. Kepemilikan T hitung : – 0,090 Tidak terdapat pengaruh


Institusional Kepemilikan Instusional
(X2) Sig : 0,928 Ditolak terhadap penerimaan opini
audit going concern.

4. Simultan F hitung : 2,656 Terdapat Tidak terdapat pengaruh


pengaruh X1, Kepemilikan Manajerial,
Sig : 0,057 X2, X3 Kepemilikan Instusional
terhadap dan Komisaris Independen
penerimaan terhadap penerimaan opini
opini audit audit going concern.
going concern.

Anda mungkin juga menyukai