Anda di halaman 1dari 8

Identitas Buku

Judul Buku : Dwifungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan


Politik di Indonesia

Pengarang : Soebijono, dkk

Penerbit : Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tahun Terbit : 1992

Cetakan : Pertama

Tebal : xiv + 220 Halaman

BAB I

Pendahuluan

Dwifungsi ABRI merupakan konsep politik dimana ABRI diposisikan baik


menjadi kekuatan Hankam maupun non-Hankam yaitu sebagai kekuatan sosial
politik. Meskipun Dwifungsi ABRI sudah diakui dalam struktur pemerintahan,
keberadaannya masih mendapat banyak penolakan. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ABRI tidak seharusnya menduduki jabatan dalam struktur politik atau diluar
fungsi Hankam.

Ketidaksenangan pihak tehadap Dwifungsi ABRI juga disebabkan oleh


beberapa faktor yang diantaranya yaitu mereka yang menganut paham demokrasi
parlementer atau liberal memberi pandangan bahwa keberadaan ABRI diluar fungsi
Hankam dianggap sebagai intervensi militer, serta jumlah ABRI yang diterjunkan
dalam bidang politik terlalu banyak sehingga penempatannya tidak sesuai jabatan dan
keahlian yang diperlukan atau tidak sesuai dengan permasalahan yang ada.
Ketidaksenangan mereka terhadap ABRI bukan karena tidak setuju dengan konsep
Dwifungsi ABRI, melainkan karena penerapannya yang masih terdapat kekurangan.
Meskipun begitu, kesetiaan ABRI terhadap Negara Proklamasi berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak bergeser. Diluar dari kekurangan tersebut,
ABRI memiliki peranan penting sebagai dinamisator dan stabilisator yang akan
merekatkan dan mempersatukan perbedaan-perbedaan di Indonesia yang berpotensi
mengalami perpecahan. Oleh karena itu, tidak perlu adanya kekhawatiran akan
keberadaan Dwifungsi ABRI terlebih yang menjurus kepada pemerintahan otoriter.
Karena sudah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No.20 Tahun 1982 yang
menjamin ABRI tidak akan menjadi diktator.

BAB 2

Perkembangan Fungsi Abri Sebagai Kekuatan Sosial Politik

ABRI merupakan Angkatan Bersenjata yang lahir dan tumbuh dengan


kesadaran untuk menciptakan, membela, dan mengisi kemerdekaan. Oleh karena itu,
ABRI dianggap mampu untuk menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan
sehingga ABRI berkembang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai kekuatan militer
(hankam) yang berupa alat negara dan sebagai kekuatan sosial politik atau alat
perjuangan rakyat. Terlebih saat diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar
1945, ABRI mempunyai kedudukan resmi dalam sistem politik dan pemerintahan
Demokrasi Terpimpin. Kedudukan ini membuat ABRI memiliki hak-hak politik yang
sama dengan partai politik.

Sebelumnya, sudah lebih dahulu dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR)


dengan anggotanya bekas Peta, Heiho, dan KNIL yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban di daerah dari ancaman penjajah. Baru pada 5 Oktober
1945, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan anggotanya sebagian
besarnya anggota BKR. Kemudian nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi
Tentara Keselamatan Rakyat pada 1 Januari 1946, kemudian pada 25 Januari 1946
terjadi perubahan nama lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) yang akan
menjadi satu-satunya organisasi militer RI dan akan disusun atas dasar militer
internasional, lalu nama TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dalam TNI tergabung TRI, kesatuan-kesatuan dari Biro Perjuangan, dan pasukan
bersenjata lainnya. Dalam tugasnya, TNI tidak hanya melaksanakan fungsi militer
tetapi juga fungsi sosial politik,

Pada masa Demokrasi Liberal (1949-1959), TNI bertugas dalam operasi


melawan daerah-daerah. Hingga pada 5 Oktober 1951, dikeluarkan Sapta Marga yang
merupakan kode etik prajurit Indonesia dan menandai bahwa TNI akan tetap
menegakkan negara kesatuan berdasar Pancasila. Dikemukakan pula bahwa dalam
negara Pancasila, TNI/ABRI mempunyai posisi dan peranan sebagai salah satu
kekuatan sosial revolusi Indonesia yang bahu membahu dengan kekuatan sosial
lainnya, mempertahankan dan membangun bangsa dan negara Indonesia.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), pada akhir tahun 1960 dilaksanakan


persatuan antara golongan Nasional, Agama, dan Komunis (NASAKOM), Presiden
berusaha keras memasukkan PKI dalam kabinet. Hal ini ditentang oleh ABRI karena
dianggap sebagai ancaman terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara. Namun,
PKI berhasil menduduki kursi pemerintahan sebagai Menteri Negara. PKI juga
berniat melemahkan kekuatan ABRI dalam politik dengan mengubah struktur
organisasi dan memutasi pejabat ABRI di tingkat pusat.

Kemudian, pada masa Orde Baru dikeluarkan Tap MPRS No.IX/MPRS/1966


tentang dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang berarti
perpindahan kekuasaan Presiden Soekarno menuju Soeharto. Selain itu, dikeluarkan
Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran dan pemusnahan PKI. Dalam
pemerintahan Orde Baru menunjukkan prestasinya dalam mewujudkan sistem politik
demokrasi Pancasila yang didukung oleh ABRI. Ketelibatan ABRI sebagai Fraksi
ABRI dapat dilihat dalam MPR, DPR, dan DPRD. Selanjutnya, ketika diberlakukan
kembali UUD 1945 maka Dwifungsi ABRI mempunyai landasan konstitusional.
BAB 3

Dwifungsi ABRI Sebagai Konsep Politik

Dwifungsi ABRI yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun


sebagai kekuatan sosial politik yang berada di lingkungan pemerintahan dan
masyarakat. Dalam perkembangannya terdapat landasan-landasan pokok kehidupan
politik. Yang pertama menyangkut ekologi yang merupakan sumber kesulitan karena
berpotensi yang bersifat sentrifugal. Kedua, menyangkut sejarah bangsa Indonesia
yang pernah mengalami masa emas dan juga masa berperang melawan penjajah,
selain itu Indonesia juga pernah melakukan perubahan konstitusi sebanyak 3 kali.
Ketiga, berdasar struktur sosial Indonesia yang memiliki berbagai macam suku,
agama, ras, budaya, dll yang dapat menjadi kekuatan maupun kelemahan. Keempat,
menyangkut ideologi yang didasarkan pada nilai-nilai dasar yang dikenal dengan
Pancasila yang menjadi alat pemersatu bangsa.

Adanya pergolakan yang tejadi dalam bidang politik dan ekonomi menuntut
ABRI dan kekuatan lainnya untuk maju. Dengan kekuatannya, PKI beserta
pengikutnya telah berhasil dimusnahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemeran utama
politik di Indonesia adalah partai politik, tokoh masyarakat, ABRI, Golkar, pejabat
pemerintah, dan kamu teknorat. Dari kekuatan yang ada, ABRI dianggap sebagai
kekuatan politik terpenting karena pada dasarnya mereka secara konsisten
mendasarkan diri pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang membuatnya
bersifat nasional dan patriotik.

Adanya Dwifungsi ABRI tidak hanya dalam sekali bentuk, melainkan


berkembang bersama sejarah. Kepentingan utama ABRI adalah keselamatan negara
yang berdasar Pancasila dan keselamatan rakyat. Dasar hukum Dwifungsi ABRI yaitu
sebagai kekuatan sosial politik, dan juga bukan hanya menyangkut legalitas
melainkan legitimasi Dwifungsi ABRI itu sendiri. Hal ini sesuai dengan UU No. 7
Tahun 1957 tentang Dewan Nasional dan UU No. 80 Tahun 1958 tentang Dewan
Perancang Nasional yang mengakui ABRI secara formal sebagai golongan
fungsional.

BAB 4

Pelaksanaan Fungsi Sosial Politik ABRI

Fungsi sosial politik ABRI dapat dilaksanakan melalui bermacam cara seperti
mengemukakan konsepsi, tanggapan, pandangan, usul dalam segala segi kehidupan
seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam baik secara forum resmi maupun
tidak resmi. ABRI sebagai seorang prajurit dapat juga menulis artikel di surat kabar
mengenai soal-soal diluar bidangnya. Pelaksanaan fungsi sosial politik ABRI harus
dilakukan secara demokratik, berdasar hukum, dan secara konstitusional. Hal ini
menunjukkan bahwa ABRI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
politik demokrasi Pancasila. Penentuan kebijaksanaan di bidang sosial politik
diputuskan berdasar musyawarah untuk mufakat.

Agar ABRI dapat melaksanakan peranan politiknya dengan baik dan berhasil,
maka sistem pendidikan diarahkan untuk membentuk profesionalisme prajurit
pejuang dan pejuang prajurit. Dalam hal ini perlu diingat bahwa ABRI lahir dari
revolusi rakyat, sehingga selalu merasa bertanggung jawab terhadap kepentingan
rakyat. Dalam keadaan apapun ABRI selalu membangkitkan dan mengajak semua
kekuatan rakyat untuk menegakkan Pancasila.

Fungsi ABRI sebagai kekuatan sosial politik dapat dilihat dari penugasan
prajurit ABRI dalam lembaga/instansi/organisasi sebagai pelaksana Dwifungsi ABRI
yang bertujuan mengamankan politis ideologis pada awal Orde Baru dan
menyukseskan pembangunan nasional dalam Repelita. Jumlah penempatan prajurit
ABRI sangat besar, sehingga peranan ABRI sangat dominan. Namun tidak semua
prajurit ABRI diterima, karena diadakan seleksi terlebih dahulu kecuali dalam
keadaan urgen. Kemudian, Fraksi ABRI juga memiliki tugas di DPRRI yaitu sebagai
dinamisator dan stabilisator untuk mengamankan serta menyukseskan perjuangan
bangsa dalam meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Fraksi ABRI juga harus mapu memperkokoh ketahanan nasional dengan ikut
serta dalam pengambilan putusan mengenai masalah kenegaraan dan pemerintahan,
mengembangkan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasar UUD
1945. ABRI juga memiliki peran dalam pemilu seperti sebagai kekuatan Hankam dan
sebagai kekuatan sosial politik ABRI ikut serta menyukseskan pemilu agar pemilih
datang dengan tertib sesuai dengan ketentuan.

BAB 5

Konsep Dwifungsi ABRI: Pemikiran-Pemikiran Antisipatif

Pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi perhatian utama bagi para


pemimpin ABRI, karena hanya dalam kondisi perekonomian yang kuat suatu bangsa
mampu memiliki angkatan bersenjata yang kuat, mampu membangun industri
pertahanan keamanan yang memadai dan tidak akan mempengaruhi perkembangan
industri nasional dalam era pembangunan. Selain itu, Pancasila yang merupakan
suatu dasar negara harus mengalami tantangan besar, oleh karena itu dimasukkan ke
dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1983. Namun, sebelumnya pada
tahun 1978 sudah diterapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).

Meskipun pada awalnya Dwifungsi ABRI banyak mendapat kritik dari


masyarakat khususnya para pemantau politik, namun setelah dibukanya dialog-dialog
dengan para ilmuwan menjadikan persepsi masyarakat terhadap Dwifungsi ABRI
mula berubah. Yang awalnya dipenuhi dengan rasa ketidakpercayaan berubah secara
perlahan mampu diterima oleh masyarakat dan dirasakan urgensinya dalam
kehidupan politik di Indonesia.

Seiring perkembangan zaman, secara bertahap pimpinan ABRI akan


digantikan dengan para perwira muda tamatan Akademi ABRI tahun 1960, 1961, dst.
Proses peralihan generasi di lingkungan ABRI sangat terprogramkan, teratur,
alamiah, lancar, dan tidak antagonistic. Hal ini dikarenakan para perwira muda ABRI
melestarikan kebiasaan para perwira senior. Akan tetapi tidak heran juga jika para
perwira muda melakukan sedikit penataan ulang terhadap Dwifungsi ABRI, karena
pada dasarnya persepsi mereka tentang Dwifungsi ABRI berbeda-beda. Selain itu,
faktor kebudayaan politik juga berperan penting, dimana kebudayaan politik bagi
ABRI akan menentukan seberapa kedalaman landasan politik fungsi kedua ABRI
mengakar pada rakyat dan melindungi kepentingan rakyat.

BAB 6

Dwifungsi ABRI Dalam Sistem Demokrasi Pancasila

Dwifungsi ABRI merupakan suatu konsep politik yang menempatkan ABRI


baik sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam dua
lingkungan kehidupan politik sekaligus. Konsep tersebut tidak dapat ditemukan di
negara yang menganut demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Sistem
demokrasi parlementer atau demokrasi liberal menganut konsep supremasi sipil atas
angkatan perang/angkatan bersenjata yang berarti angkatan perang merupakan alat
pemerintah dan tunduk kepada pemerintahan sipil.

Sedangkan dalam negara yang menganut demokrasi Pancasila seperti halnya


Indonesia yaitu menganut paham integralistik, dimana ABRI sebagai golongan lain
dalam masyarakat atau pemersatu masyarakat. ABRI juga sebagai kekuatan
pertahanan keamanan maupun kekuatan sosial politik yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan politik nasional. Selain itu, ABRI diakui sebagai kekuatan sosial
politik tersendiri disamping partai-partai politik yang ada. Oleh karena itu ABRI
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan demokrasi Pancasila.

Pada sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang kedua yaitu pada
tanggal 19 Agustus 1945 untuk segera membentuk tentara kebangsaan. Namun hal itu
dibatalkan karena dengan dibentuknya tentara nasional akan mengundang pukulan
dari gabungan kekuatan militer sekutu dan Jepang. Oleh karena itu, dibentuklah
Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertujuan untuk menjaga/memelihara
keamanan dan ketertiban umum. Anggota-anggota BKR itu sendiri merupakan bekas
anggota PETA dan HEIHO. Badan-badan perjuangan di seluruh Indonesia yang lahir
secara spontan seperti BKR adalah cikal bakal tebentuknya Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia.

Setelah dibentuknya BKR maka terjadi perubahan-perubahan nama yaitu


seperti Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Dari sinilah ABRI lahir yang bersamaan dengan sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai