Anda di halaman 1dari 40

A.

Paparan Data
1. Paparan Data di Pondok Pesantren Subulussalam
Situs pertama adalah Pondok Pesantren Subulussalam.
Setelah melakukan penggalian data dengan cara wawancara
mendalam, observasi pasif dan dokumentasi, pemaparan hasil
penggalian data pada situs ini adalah sebagai berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran kitab
kuning
Internalisasi nilai-nilai aqidah mempunyai landasan yang
kokoh, baik normatif religius maupun kontitusional. Hal
tersebut tidak bisa terlepas dari peran para penggerak
kehidupan keagamaan di pesantren.
Internalisasi nilai-nilai aqidah ini sangat penting
dilakukan mengingat aqidah merupakan cabang ilmu yang
membahas terkait hubungan manusia dengan Allah SWT
(hablum minallah). Internalisasi nilai-nilai aqidah pada setiap
diri individu didominasi oleh pengaruh yang berasal dari luar
individu atau faktor eksternal individu. Pemahaman yang
didapatkan akan sangat mempengaruhi proses internalisasi
nilai-nilai aqidah ini. Untuk itu proses internalisasi aqidah ini
penting untuk dilakukan utamanya dalam lingkungan pesantren
yang dianggap sekolah berbasis agama oleh masyarakat.
Internalisasi nilai-nilai aqidah memiliki pengaruh yang besar
terhadap tingkat ketauhidan setiap orang dan memiliki
pengaruh juga pada tingkat keimanan seseorang terhadap
agama dan Tuhannya. Bentuk- bentuk internalisasi nilai-nilai
aqidah ini diterapkan melalui pengajaran atau penyampaian
ilmu dan melalui pembiasaan-pembiasaan ubudiyah yang
mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah SWT sebagai
upaya peningkatan kadar ketauhidan. Pengajaran yang
disampaikan terkait dengan internalisasi nilai-nilai aqidah
berupa pengajaran atau pengkajian kitab-kitab yang berkaitan
dengan ketauhidan dan keimanan seperti ‘aqidatul awam,
Qoridah al-bahiyah dan Nurud dholam. Sedangkan bentuk
internalisasi nilai-nilai aqidah melalui pembiasaan seperti
pembacaan yasin dan tahlil setiap malam jum’at, pembacaan
manaqib, pembacaan sholawat kepada nabi Muhammad SAW,
pembacaan dzikir fida’ setiap hendak mengadakan acara besar
dan pembacaan aurod atau istighotsah setiap bakda ashar dan
bakda subuh.
Pondok pesantren Subulussalam adalah salah satu
lembaga pendidikan di Desa Melis Kecamatan Gandusari
Kabupaten Trenggalek. Awal sejarah pondok pesantren
Subulus Salam ini adalah dimulai dengan sebuah musholla
kecil yang didirikan oleh Mbah Musahir, salah seorang tokoh
yang ada di Desa Melis khususnya Dusun Gebang. Beliau
memiliki 9 anak, 6 laki-laki dan 3 perempuan. Atas
keprihatinan itu Mbah Musahir menyuruh semua putranya,
terutama yang laki-laki untuk mondok. Dua diantara putra
beliau, yakni Mbah Imam makhali dan Mbah Arifin yang baru
pulang dari pondok yang di ikuti oleh beberapa teman beliau
yang selanjutnya menjadi santri beliau juga, berinisiatif untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam.
Adapun visi dan misi dari pondok pesantren ini sendiri
yakni untuk membentuk suatu generasi yang benar-benar
mengerti tentang Islam secara menyeluruh (kaffah) dan
mengamalkan ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat.
Sedangkan maksud dan tujuan Pondok Pesantren Subulus
Salam adalah:
1) Membina masyarakat dan bangsa dalam meningkatkan dan
mempertinggi kecerdasan dan ilmu pengetahuan,
kebudayaan dan berbakti kepada agama, bangsa dan
negara.
2) Membimbing umat manusia beriman, beramal, bertaqwa
kepada Allah SWT.

Gambar 4.1
Pertemuan dewan guru dan pengurus PP. Subulussalam
Kegiatan internalisasi aqidah melalui pengajaran dan
pembiasaan membutuhkan persiapan terlebih dahulu sebelum
dilaksanakan atau diterapkan kepada santri. Seluruh dewan
guru dan pengurus pondok pesantren Subulussalam
mengadakan pertemuan setiap awal tahun untuk
mendiskusikan segala bentuk persiapan dalam penerapan atau
internalisasi nilai-nilai aqidah melalui pengajaran kitab kuning
yang membahas nilai-nilai aqidah dan pembiasaan melalui
kegiatan-kegiatan ubudiyah. Selain itu seluruh dewan guru
dan pengurus pondok pesantren Subulussalam juga
mengadakan pertemuan satu bulan sekali untuk melakukan
evaluasi atas kegiatan yang telah berjalan, yang mana
kegiatan-kegiatan yang dijalankan tersebut merupakan bentuk
internalisasi nilai-nilai akidah. Nilai-nilai akidah yang
diinternalisasikan juga tetap berdasarkan atas nilai-nilai
Aswaja.
Nilai-nilai Aswaja yang berusaha diinternaslisasikan
kedalam diri peserta didik adalah nilai nilai tawassuth, I’tidal,
tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Nilai-nilai
tersebut juga bisa dikatan sebagai pilar ajaran Islam. Sebagai
lembaga yang berhaluan ahlusunnah wal jamaa’ah, tentunya
pondok pesantren ini mempunyai beberapa strategi atau upaya
dalam rangka mencapai misi lembaga.
Metode untuk menginternalisasikan nilai-nilai aswaja
dalam pembelajaran adalah melalui tiga hal yaitu, pertama
power strategi, yakni dengan cara menggunakan kekuasaan
atau people’s power. Dalam hal ini peran pemimpim atau Kyai
dengan segala kekuasaannya sangat doamin dalam melakukan
perubahan. Selain dari pengasuh, peran dewan asatidz,
pengurus juga mempunyai peran penting. Yang kedua,
Persuasif strategi dijalankan lewat pembiasaan, keteladanan,
dan pendekatan persuasif. Dan yang ke tiga yaitu normative
re-educative atau pendidikan yang berulang, yaitu suatu
strategi yang memberikan pemahaman atau alasan yang baik
bahwa apa yang dilakukannya ini merupakan suatu kewajiban
yang harus dilakukan dan juga merupakan sebuah tuntutan dan
juga menekankan bagaimana santri dapat memahami dengan
baik dan benar.

Gambar 4.2
Kegiatan Sholat Berjamaah

Salah satu pembiasaan yang diterapkan kepada santri


adalah shalat berjamaah. Sholat jamaah hukumnya wajib bagi
seluruh santri pondok pesantren Subulussalam tanpa
terkecuali. Shalat berjamaah ini merupakan usaha yang
dilakukan oleh pesantren dalam meningkatkan kedisiplinan
dalam beribadah, dengan berjamaah santri menjadi lebih tepat
waktu dalam beribadah sholat, selain itu dengan shalat
berjamaah dapat meningkatkan kesenangan dalam
menjalankan ketaatan dan kebaikan, sehingga dengan
kewajiban shalat berjamaah bagi santri pondok pesantren
Subulussalam ini dapat meningkatkan keimanan seseorang
kepada Allah dan dapat meningkatkan aqidah.
Internalisasi nilai akidah dalam pembelajaran kitab
kuning sendiri apabila dilihat dari proses internalisasi
memiliki beberapa poin yaitu melalui pengkajian kitab
aqidatul awam. Selama proses pengajian kitab tersebut ustadz
atau uztadzah menerangkan serta menjelaskan kajian atau isi
dari kitab tersebut dengan menghubungkan nilai-nilai yang
ada dengan keaswajaan. Sehingga akan timbul nilai akidah
yang kuat dengan dasar ahli sunnah wal jamaah. Tidak cukup
dari situ proses internalisasi akidah juga berasal dari proses
sholat berjamaah yang ada pada lingkungan pondok pesantren.
Hal ini berdasarkan dari penuturan Ustadh Irsyadul Muttaqin

sebagai berikut:56
“Jadi, untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya disini kan dibagi
dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian umum
biasanya dengan kiai-kiai sepuh ya cuma jadi penyimak,
mendengarkan, memaknai, tidak ada interaksi aktif dari
pesertanya. Namun, beda ketika nanti untuk ke diniyah
biasanya ustadz-ustadznya sebagian mennjelaskan dulu baru

56
Irsyadul Muttaqin wawancara dengan tanggal 15 Maret 2021
kemudian nanti ada sesi tanya jawab”57

Gambar 4.3
Wawancara dengan Narasumber
Menurut bapak Fathul Rahman selaku ustadz madrasah diniyah
pondok pesantren Subulussalam memaparkan bahwa
internalisasi nilai-nilai akidah dilakukan melalui pengkajian
kitab dan pembiasaan dirasa lebih efektif. Sebagaimana

penjelasan beliau:58
“Di pondok pesantren Subulussalam ini sebenarnya tidak
berbeda jauh jika dibanding pondok pesantren pada umumnya
dalam hal internalisasi nilai aswaja utamanya nilai-nilai aqidah
yakni dengan pengkajian dan pembiasaan ubudiyah. Kami dari
pihak pesantren selalu mengupayakan agar santri ini menjadi
seorang muslim yang memiliki aqidah tinggi baik dari
pengetahuan dan pemahamannya maupun dari segi penerapan
dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Dan berdasarkan
atas musyawarah dan beberapa pertimbangan serta dilihat dari
kegiatan yang sudah terlaksana memang cara yang paling

57
Hasil Observasi Tanggal 2 Mei 2021
58
Fathul Rahman wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021
efektif dalam proses internalisasi nilai-nilai aqidah ya dengan
dua kegiatan tersebut. Cara meningkatkan aqidah dari segi
pemahaman dan pengetahuan adalah melalui pengkajian
beberapa kitab kuning yang membahas tauhid seperti aqidatul
awam dan qoridah al bahiyah, dengan pengkajian ini nilai-nilai
aqidah akan dapat terinternalisasikan dengan baik dalam diri
santri begitu juga melalui pembiasaan kegiatan ubudiyah
seperti pelaksanaan shalat berjamaah, pembacaan yasin tahlil
setiap hari kamis bakda maghrib, kemudian pembacaan
manaqib syekh abdul qadir al jailani serts pembacaan sholawat
setiap hari kamis bakda isya’ dan beberapa kegiatan
pembiasaan lain yang berkaitan dengan peningkatan aqidah
atau ketaatan kepada Allah. jadi ya memang dua kegiatan
inilah cara yang paling efektif dan utama dalam proses
internalisasi nilai-nilai aswaja utamanya dalam nilai-nilai
aqidah.”
Pernyataan diatas memberikan informasi bahwa proses
internalisasi nilai-nilai aqidah dalam diri santri yang paling
efektif adalah melalui dua acara yakni melalui pengkajian kitab
kuning sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai aqidah dan cara yang kedua
adalah melalui pembiasaan dalam segi ubudiyah untuk
meningkatkan akidah dan ketaatan kepada Allah.

b. Internalisasi nilai-nilai Syariah dalam pembelajaran kitab


kuning
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap salah
satu ustadz yang mengajar kitab Safinah di ponpes
Subulussalam terkait pemaparan proses internalisasi nilai-nilai
Syariah dalam pembelajaran kitab kuning. Uztadh Irsyadul

Muttaqin selaku kepala madrasah memaparkan bahwa:59


“Para santri aktif mengikuti bahtsul masail tingkat FMPP Jawa
Madura. Berangkat dari situ santri bisa lebih memahami
mengenai syariah-syariah Islam yang lebih mendalam. Selain

59
Irsyadul Muttaqin dengan wawancara pada tanggal 15 Februari 2021
itu proses pemahaman juga berasal dari pemahaman santri
mengikuti berbagai proses kegiatan yang berada di pondok
pesantren”

Gambar 4.4
Kegiatan Syawir
Syawir merupakan kegiatan wajib yang harus
dilaksanakan oleh santri. Syawir/ musyawarah yang merupakan
suatu metode pembelajaran yang mulai maju, sehingga
kedudukan pesantren menjadi lebih berkembang aktif sebagai
bentuk penyesuaian sistem pendidikan dengan persaingan ketat
yang ada hingga saat ini. Pelaksanaan syawir tersebut mampu
melatih para santri lebih aktif dalam pendalaman kajian serta
pemecahan solusi atas permasalahan yang terjadi sebagai suatu
tanggapan respon para santri menjawab melalui media dakwah
dan syiar agama islam. Menggelar suatu diskusi, adu debat,

yang merujuk pada referensi kitab kuning pesantren.60

Proses internalisasi nilai- nilai Syariah dilaksanakan melalui


60
Hasil Observasi Tanggal 3 Mei 2021

56
proses:
1) Bandongan dan sorogan metode ini merupakan metode
yang sering diterapkan dalam penggalian ilmu dipesantren.
Bandongan ini berarti memperhatikan/menyimak dengan
seksama, atau dalam istilah lain menyebutkan bahwa
bandongan ini berarti berbondong-bondong. Metode
bandongan ini berarti metode pengkajian kitab dengan
menyimak makna yang dibacakan kyai dalam suatu majelis
yang relative cukup besar.

Gambar 4.5
Kegiatan Bandongan
Metode bandongan yaitu merupakan suatu metode
yang bersifat pasif dalam pembelajaran, dimana peran
seorang guru atau ustad masih besar, dan kesempatan para
santri untuk berkreasi mengembangkan pola pikirnya
belum mulai nampak, masih bergantung pada seorang guru.

57
Meskipun begitu metode pengkajian kitab dengan sistem
bandongan ini juga penting untuk tetap dilaksanakan,
sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh salah satu
ustadz pondok pesantren Subulussalam yakni bapak

Mashudi S.Pd. beliau menyampaikan bahwa:61


“Ngaji kitab dengan sistem bandongan ini memang
kegiatan pengkajian yang difokuskan pada bagaimana guru
menyampaikan, para santri memang kurang aktif karena
mereka hanya mendengarkan dan memaknai kitab saja.
Berbeda dengan kalau di madrasah diniyah atau saat syawir
dan sorogan itu kan santri yang dituntut untuk aktif
sedangkan ustadznya hanya bertugas menyimak dan
membenarkan saja. Nah meskipun begitu adanya ngaji
bandongan ini juga penting dalam meningkatkan
pemahaman syariah. Justru ngaji bandongan ini merupakan
awal para santri mendapatkan pengetahuan sebgai dasar
untuk melaksanakan syawir dan sorogan, jadi mereka para
santri ngaji bandongan dahulu, kemudian jika ada
permasalahan yang diadapi dan terkait materi maka para
santri akan musyawarah atau syawir membahas hal
tersebut. Dan hasil makna yang diperoleh dari ustadz ini
nantinya juga akan digunakan sebagai bahan sorogan oleh
para santri.”
Nilai-nilai syari’ah yang didapat dari ngaji
bandongan ini adalah santri akan sami’na wa atho’na
artinya santri harus mendengar dengan seksama kemudian
taat untuk menerapkan apa yang ia peroleh melalui ngaji
bandongan ini utamanya dalam ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan kegiatan ubudiyah maupun tauhid.
Kemudian biasanya setelah mengikuti ngaji
bandongan ini untuk memperoleh pemahaman yang lebih
terkait dengan Syariah maka sangat perlu untuk mengikuti
kegiatan sorogan, kegiatan sorogan ini berarti
menyodorkan pemahaman yang diperoleh santri dari ngaji

61
Mashudi S.Pd. wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

58
bandongan yang diikuti untuk memperoleh kebenaran dan
pemahaman lebih mendalam secara individu dari guru. Saat
proses sorogan santri harus bisa membaca, memaknai,
murotti dan memahami kitab secara kontekstual dengan
ilmu nahwu dan shorof, jadi santri tidak menerima dan
menggunakan kitab sebagai dasar penentuan Syariah secara
mentah-mentah tapi pemahaman diperoleh dari proses
berfikir secara mendalam. Setelah santri mendapatkan
pemahaman yang mendalam dari proses bandongan dan
sorogan maka proses selanjutnya adalah santri harus
mengasah kemampuannya melalui proses syawir atau
diskusi, belajar bersama, dari proses ini santri akan
mengetahui berbagai pendapat para ulama untuk
menyelesaikan suatu masalah dalam masalah Syariah yang
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan setelah itu santri
diwajibkan untuk mempraktikkan ilmu syariah yang
diperoleh dengan adanya kegiatan praktik ibadah yang
diadakan seminggu sekali, selain itu santri diwajibkan
untuk menerapkan pengetahuan syariahnya tersebut dalam
kehidupan sehari-hari melalui pembiasaan-pembiasaan
yang tercantum dalam aturan pesantren

59
Gambat 4.6
Kegiatan Sorogan Kitab Kuning
Sorogan, merupakan suatu metode pembelajaran
kitab kuning yang mulai berkembang, peran seorang ustadz
mulai berkurang, sebab para santri mulai aktif mencoba
dalam proses belajar untuk menjawab, membaca isi
maupun struktur tata bahasa arab, sedangkan ustadz hanya
berperan untuk mensimak dan membenarkan ketika santri

mengalami kesalahaan dalam sorogan tersebut.62


Jika dikaitkan dengan nilai syari’ah, sorogan ini
memiliki peran yang sangat tinggi yakni dengan adanya
sorogan ini para santri memiliki pemahaman tersendiri
terhadap nilai syariah yang ia peroleh dari lafadz kitab
kuning yang ia setorkan atau sorogan kepada ustadznya.
Dengan demikian para santri hanya perlu pembenaran saja

62
Hasil Observasi Tanggal 4 Mei 2021

60
dari ustadznya.
2) Pengajian kitab klasik dan pengajian al-qur’an, pengajian
ini dilakukan setiap hari dan dalam sehari kegiatan ini
dilakukan tidak hanya satu kali, pengajian kitab klasik dan
pengajian al-qur’an di pesantren merupakan kegiatan wajib
yang harus diikuti utamanya santri Subulus Salam,
pengajian kitab klasik dan pengajian alqur’an ini sangat
penting dilaksanakan sebagai upaya dalam memberikan
bekal kepada para santri untuk menjalani kehidupan
bermasyarakat ketika mereka pulang nantinya. Hal ini
sesuai dengan ungkapan Uztadh Mashudi S.Pd. yang

menyatakan bahwa :63


“sebagai rujukan utama dalam ubudiyah, amaliyah dan
ilahiyah yang mencangkup berbagai aspek yang penting
dalam Islam”
Selain mengaji santri juga diwajibkan menghafalkan
bacaan yasin dan tahlil agar sewaktu mereka sudah pulang
di rumah, mereka mampu menjadi santri yang selalu siap
diri jika sewaktu-waktu dimintai untuk mengimami jamaah
yasin dan tahlil di lingkungan rumah.

63
Mashudi S.Pd. wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

61
Gambar 4.7
Pengajian Kitab Kuning Santri Putra dan Putri
Pengajian kitab kuning yang dilaksanakan di
pondok pesantren Subulussalam sebenarnya sama saja
dengan pengajian kitab kuning dipondok pesantren lainnya
yakni dengan melalui system bandongan. Pengajian kitab
kuning di pondok pesantren Subulussalam ini diperuntukan
bagi santri putra dan santri putri biasanya dallam
pelaksanaannya pengajian dilakukan di aula tengah atau
serambi masjid karena menghitung jumlah santri putra dan
putri pondok Subulussalam ini lumayan banyak. Biasanya
antara santri putra dan putri ini diberikan batas penutup
atau satir dalam pelaksannaan pengajian kitab kuing ini.
3) Kukuh dalam pendirian dan tegas, dari poin satu dan dua
maka diharapkan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai

62
Syariah adalah kukuh dalam pendirian karena santri sudah
punyak banyak bekal ilmu Syariah dengan berbagai
pengetahuan tentang perbedaan pendapat para ulama dan
dengan pemahaman mendalam kitab yang dikaji, maka
dalam menghadapi suatu permasalahan santri dapat
menyatakan pendapat dan penyelesaian masalahnya dengan
kukuh dan tegas. Sehingga tidak mudah terpengaruh oleh
situasi dan kondisi yang sedang terjadi, istilahnya tidak
mudah ikut-ikutaan, jadi mereka paraa santri punya solusi
sendiri atas permasalahan yang ada dengan tidak mudah
terpengaruh dan tidak mudah menyalahkan orang lain
dalam hal Syariah.
c. Internalisasi nilai-nilai Akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning
Mengutamakan adab merupakan upaya yang diterapkan di
pesantren Subulussalam sebagai upaya internalisasi nilai-nilai
akhlak dalam pembelajaran kitab kuning. Dilihat dalam proses
pembelajaran kitab kuning di pesantren hal yang paling utama
adalah adab bukan ilmu, pembelajaran berlangsung secara
khidmat karena perilaku santri sangat mencerminkan adab
yang tinggi, perilaku santri sangat tawadhu’ kepada guru
mereka mengkaji beberapa kitab klasik tentang adab, baik adab
kepada guru, orang tua, teman, bahkan adab kepada ilmu pun
juga dipelajari, dan tidak hanya dipelajari ilmu adab di pondok
pesantren Subulus Salam ini diterapkan dan dicerminkan
melalui akhlak para santri dalam kehidupan seharu-hari.
Selain mengutamakan adab, bentuk internalisasi nilai-nilai

63
akhlak diperoleh dari uswatun hasanah atau teladan yang baik.
Guru atau ustadz di pesantren selalu menunjukkan akhlak yang
baik, mereka selalu menetapkan ungkapan “guru iku digugu
lan ditiru” sebagai pedoman mereka dalam bertingkah dan
berbuat baik dalam lingkup pembelajaran, lingkup pesantren
maupun lingkup masyarakat luas.

Gambar 4.8
Wawancara dengan Narasumber
Terkait dengan internalisasi nilai-nilai akhlak dalam diri
santri banyak sekali kegiatan-kegiatan pesantren yang secara
tidak langsung telah menginternalisasikan nilai-nilai akhlak
didalamnya. Sebagaimana hasil wawancara dengan bapak
Syaifuuddin.
“Saya rasa setiap yang namanya pondok pesantren apalagi
pondok pesantren salaf itu memang yang paling diutamakan
adalah pendidikan akhlak dan adab, al adabu fauqol ‘ilmi
kurang lebih seperti itulah gambaran posisi akhlak
dilingkungan pondok pesantren pada umumnya termasuk juga

64
di pondok pesantren Subulussalam kami selaku para ustadz
juga menerapkan hal tersebut, karena memang orang yang
berilmu itu banyak, tapi mereka yang berakhlak apalagi di
masa saat ini sangat kurang. Di pondok pesantren
Subulussalam ini banyak sekali mengajarkan kitab kuning yang
berkaitan dengan akhlak atau adab seperti kitab adabul
muta’allim yang mengajarkan tentang adab-adab seorang santri
dalam mencari ilmu, baik adab kepada guru, orangtua, kepada
ilmunya dan lain sebagainya. Selain itu kami juga melakukan
pembiasaan kepada para santri terkait dengan akhlak santri
seperti menundukkan pandangan kepada guru, berhenti sejenak
jika berpapasan dengan guru, menuntun sepeda ketika
memasuki area pondok, berjalan dengan setengah duduk dan
tidak menegakkan badan yang menjadi indikasi kesombongan
seseorang. Selain itu kami juga selalu menyampaikan kepada
santri bahwa berbuat baik dengan saling membantu teman yang
kesusahan dan kekurangan adalah salah satu akhlak yang
mulia”64
Beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak pesantren
dalam menginternalisasikan budaya religus di pesantren
Subulussalam dengan membiasakan sholat jama’ah, ngaji kitab
kuning, sorogan, bandongan, Pengajian Al – Qur’an, belajar
bersama (taqroruddurus) dan uswatun hasanah (teladan yang
baik). Metode – metode tersebut merupakan faktor penting
untuk melaksanakan internalisasi nilai – nilai budaya religius
dalam membentuk karakter santri.

64
Syaifuddin wawancara dengan pada tanggal 17 Februari 2021

65
Gambar 4.9
Wawancara dengan Santri
Berdasarkan dari pernyataan dari salah seorang santri
pondok pesantren Subulussalam terkait dengan hasil
internalisasi yang dirasakan oleh seorang santri adalah sebagai
berikut;
“kalau saya ditanya apa yang bisa saya rasakan dari hasil
internalisasi nilai-nilai aswaja kurang tau juga, tapi kalau yang
saya rasakan selama mondok disini dengan berbagai kegiatan
seperti ngaji setiap hari baik itu bandongan, sorogan maupun
syawir ditambah lagi ngaji al Qur’an juga kemudian dengan
sholat berjamaah terus kegiatan-kegiatan lain yang banyak
sekali dipesantren saya merasakan banyak sekali perubahan
dimulai dari sikap dan utamanya rasa tanggungjawab itu beda
dengan mondok saya merasa diri saya lebih baik, karena kan
memang kalau kita dipondok itu kalau berbuat salah kan ya
ditakzir, dari situ rasa tanggungjawab kan juga ditanamkan di
pondok Subulussalam ini dan yang paling penting adalah saya
dulu dirumah segala sesuatu pasti minta tolong ibu untuk
membantu dan mempersiapkan segala kebutuhan saya, tapi
dengan saya tinggal dipesantren saya bisa lebih mandiri, karena
dituntut melakukan semua keperluan dan kebutuhan saya
sendiri, jika saya tidak mau berusaha sendiri ya saya tidak akan

66
bisa mendapakan itu, terutama ya dalam ibadah dan akhlak”65
Hasil dari internalisasi nilai-nilai akhlak dalam
pembelajaran kitab kuning di Pondok pesantern Subulussalam,
dapat dipaparkan di bawah ini berdasarkan data-data yang
diperoleh dari pesantren. Setelah melakukan penelitian, peneliti
menemukan pola tingkah laku yang sangat baik dan menarik
untuk diamati yang menjadi karakter dari santri di pondok
pesantren Subulussalam. Adapun gambaran tentang hasil dari
internalisasi nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran kitab
kuning adalah sebagai berikut:
1) Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia
akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja
maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajiban. Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya
tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan
manusia bahwa setiap manusia akan memikul suatu
tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang
tidak mau bertanggung jawab, maka tentu ada pihak lain
yang memaksa untuk melakukan tindakan tanggung jawab
tersebut.
2) Mandiri
Mandiri adalah sikap, perilaku dan mental yang
memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, benar,
dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu
dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya sendiri dan

65
Rouf Efendi wawancara dengan pada tanggal 20 Februari 2021

67
kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan
kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang dihadapinya; serta bertanggung jawab
terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui
berbagai pertimbangan sebelumnya. Mandiri merupakan
sikap yang tidak bergantung kepada orang lain, ia
melaksanakan suatu tugas atau sikap atau pekerjaan tanpa
intervensi maupun ketergantungan kepada orang lain.
3) Hidup bersosial
Internalisasi nilai-nilai akhlak yang diupayakan untuk
membentuk karakter santri salah satunya berdampak pada
kehidupan sosial antar santri, tidak adanya sekat atau
gengsi antar santri baik teman sejawat maupun kepada
seniornya. Hal ini peneliti temukan ketika observasi di
lingkungan pondok pesantren Subulussalam. Santri
berkumpul dan berbaur antara yang senior maupun yang
junior tanpa batasan apapun dengan melakukan
musyawarah baik berupa kegiatan kepesantrenan maupun
kegiatan yang lain.
2. Paparan Data di Pondok Pesantren Raden Paku
Setelah melakukan penggalian data di Pondok Pesantren
Raden Paku dengan metode wawancara mendalam, observasi pasif,
dan dokumentasi, hasil penggalian data tersebut dipaparkan sebagai
berikut:
a. Internalisasi nilai-nilai Aqidah dalam pembelajaran kitab
kuning
Pondok pesantren modern Raden Paku terletak di jalan

68
Ki Mangun Sarkoro No. 17 B Surondakan Trenggalek. Pondok
ini berada pada tepi kota Trenggalek dan tidak jauh dari pusat
kota. Satu kilo meter di sebelah barat pondok pesantren
terdapat alun-alun, pusat pemerintahan dan pusat perbelanjaan
kota Trenggalek. Pondok ini juga berdekatan dengan terminal
bus Trenggalek yang memudahkan akses untuk menuju
pondok, dua ratus meter di sebelah selatan.
Pada tanggal 18 juni 1994 terdapat empat sahabat yang
sangat akrab sejak kecil, karena mereka berasal dari desa yang
berdekatan, kecuali Bpk. Drs. H. A. Badawi Irfan yang berasal
dari Pare, Kediri. Persahabatan mereka menjadi semakin akrab
setelah mereka bersama-sama mengelola Universitas Sunan
Giri Trenggalek yang dalam perkembangan berikutnya kembali
menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri
Trenggalek. Mereka mempunyai banyak kesempatan bertemu
dan berkumpul untuk saling tukar pikiran atau berdiskusi
terutama yang berkaitan dengan perkembangan agama islam di
Trenggalek. Namun, kehidupan masyarakat pada saat ini
berbeda.Para orang tua kebanyakan lebih menekankan pada
pendidikan umum. Sedangkan pendidikan agama hanya
diperoleh disekolah umum yang diberikan Cuma dua jam
dalam satu minggu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, maka muncul
gagasan untuk mendirikan pondok pesantren yang
menggabungkan pendidikan salaf dan mewajibkan santri aktif
berbicara dua bahasa (bahasa arab dan bahasa inggris),
kemudian sowan kepada masyayikh, para kyai dan tokoh

69
masyarakat menyampaikan gagasan tersebut, dan sekaligus
mohon do’a restu, ternyata mereka menyetujui dan
mendo’akan. Bahkan mereka memberikan nasehat-nasehat
yang dapat dijadikan bekal dalam mewujudkan tujuan yang
mulia ini.

Gambar 4.10
Kegiatan Musyawarah Dewan Pengurus
Kegiatan pondok pesantren memiliki sistem peraturan
yang teratur. Sistem tersebut berasal dari produk olahan para
petinggi pondok. Para ustadh juga memiliki konstribusi yang
sangat penting dalam peraturan yang terbentuk. Selain itu para
pengurus juga turut andil dalam peraturan tersebut.
Peraturan tersebut diolah dari hasil musyawarah pada
awal tahun pembelajaran. Hal ini berperan dalam suksesnya
kegiatan yang berjalan selama setahun. Walaupun dirancang

70
pada awal tahun pembelajaran. Akan tetapi aturan tersebut
dapat berubah maupun bertambah dengan seiringnya waktu.
Ketika terjadi perubahan peraturan hal ini disesuaikan dengan
keadaan maupun situasi yang berubah. Perubahan ini sangat
menunjang dalam kebaikan bagi semua santri maupun bagi
penduduk pondok pesantren yang lain.
Setelah melakukan penelitian dengan cara observasi dan
wawancara kepada pengasuh pondok pesantren Raden Paku
dan beberapa ustadz dan santri. Serta berdasarkan sejarah
singkat, visi, misi dan motto pesantren ini, maka peneliti
mendapatkan data tentang proses Internalisasi nilai nilai aqidah
di pesantren. Secara garis besar proses internaliisasi di
pesantren Raden Paku ini terpusat pada semua kegiatan yang
ada di pesantren. Mulai dari bangun tidur disepertiga malam,
setelah itu dilanjut dengan jama’ah subuh secara berjamaah
dan dilanjutkan dengan wiridan. Selain itu juga didukung
dengan rentetan kegiatan – kegiatan lainnya diantaranya yakni
kajian kitab kuning, pengajian Al – Qur’an dan madrasah
diniyyah. Proses pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren
Raden Paku masih menerapkan metode pembelajaran klasik,
seperti bendongan dan sorogan. Hal ini berdasarkan penuturan

dari KH. Syafi’i yaitu:66


“Jadi, proses internalisasi sendiri tentunya dalam
kegiatan pengajian kitab kuning seperti di pesantren umumnya,
pesantren umumnya ya pengajian kitab kuning disitulah
ditanamkan nilai-nilai tersebut. Untuk pelaksanaan pengajian
kitab itu setiap sore dan juga malam jadi mengkaji kitab-kitab
fiqih, hadits, tauhid dan lain-lain seperti itu. Jadi, menurut saya
untuk proses internalisasi ini ada di pengajian kitab kuning

66
KH. Syafi’i dengan wawancara tanggal 15 Februari 2021

71
dengan para kiai seperti itu.”

Gambar 4.11
Wawancara dengan Narasumber

Pada umumnya, pesantren menerapkan kajian-kajian


kitab secara teoritis yang diampu atau diasuh oleh Kyai
maupun Ustadz yang telah kompeten dalam bidangnya.
Adapun proses internalisasinya dilakukan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut: Tahap Transformasi Nilai. Tahap ini
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh Kyai atau Ustadz
dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang
baik. Pada tahap ini, hanya terjadi komunikasi verbal antara
Kyai atau Ustadz dengan santri. Transformasi nilai ini sifatnya
hanya pemindahan pengetahuan dari Kyai atau Ustadz ke
santrinya. Nilai-nilai yang diberikan masih berada pada ranah
kognitif santri dan pengetahuan ini dimungkinkan hilang jika
ingatan seseorang tidak kuat.

72
Tahap Transaksi Nilai. Pada tahap ini pendidikan nilai
dilakukan melalui komunikasi dua arah yang terjadi antara
ustadz dan santri yang bersifat timbal balik sehingga terjadi
proses interaksi. Dengan adanya transaksi nilai, ustadz dapat
memberikan pengaruh pada santrinya melalui contoh nilai yang
telah ia jalankan. Di sisi lain, santri akan menentukan nilai
yang sesuai dengan dirinya. Berikut pernyataan dari beberapa

informan, yaitu dari santri Islahatul Badriyah bahwa:67


“Pertama cara dewan kiai untuk mengajarkan kepada
santrinya yaitu yang pertama adalah uswatun hasanah, nah
biasanya dengan kiai selain beliau memberi tausiyah, beliau
juga memberi contoh yang baik dulu. Seperti nilai ketakwaan
ya beliau menunjukkan bagaimana seorang muslim yang taqwa
kepada Allah itu seperti apa. Kemudian nilai akhlak,
bagaimana akhlak beliau kepada sesama teman, kepada orang
yang lebih tua, dan kepada orang yang lebih muda itu seperti
apa, itu mungkin.”
Jadi, dapat diambil kesimpulan pada tahap transaksi nilai
di Pondok Pesantren Subulussalam begitu aktif. Selain terjadi
proses pada pengajian kitab kuning dengan Dewan Kyai atau
Ustadz, juga terjadi pada proses belajar mengajar di Madrasah
Diniyah. Dimana Kyai atau Ustadz memberikan contoh secara
langsung dan terjadi proses tanya jawab yang relevan, sehingga
santri dapat menerima dan memahami secara komprehensif
dari nilai-nilai budaya religius yang di internalisasikan.
Tahap Trans-Internalisasi .Tahap ini jauh lebih
mendalam dari tahap tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini
bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga
sikap mental dan kepribadian. Jadi, pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan aktif. Dalam tahap ini, Kyai atau

67
Islahatul Badriyah wawancara dengan tanggal 25 Februari 2021

73
Ustadz sangat memperhatikan sikap dan perilakunya agar tidak
bertentangan dengan apa yang telah ia berikan atau sampaikan
kepada santri. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan santri
untuk meniru apa yang menjadi sikap mental dan kepribadian
dari gurunya. Hal tersebut terbukti dari adanya beberapa santri
yang kongkow bareng Kyai atau Ustadz setiap selesai
melakukan proses pengajian kitab kuning, baik sore ataupun
malam hari. Santri seringkali konsultasi dan mencurahkan
masalah tentang problema yang dihadapi di pesantren kepada
kiai atau ustadz guna mendapatkan pemecahan masalah yang
lebih solutif dan matang.
Nilai-nilai akidah sudah menjadi suatu nilai yang
diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari santri di
pesantren. Hal tersebut perlu dilakukan sebuah ke-istiqomah-an
dalam menerapkannya, karena internalisasi nilai-nilai agama
Islam bukanlah sesuatu yang instan tetapi merupakan sesuatu
yang membutuhkan proses, maka hal ini tentunya
membutuhkan upaya-upaya tertentu yang dilakukan oleh
dewan Kiai atau Ustadz begitu juga majelis santri dalam
mencapai keberhasilan internalisasi.

74
Gambar 4.12
Pengajian Al-Qur’an

Sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap


orang pasti akan menghasilkan suatu hal baru bagi kedua belah
pihak yang melakukan kegiatan tersebut, baik itu hasil positif
atau hasil negatif. Internalisasi nilai-nilai akidah yang
dilakukan oleh pondok pesantren Raden Paku akan
meghasilkan sesuatu pada batin seorang santri.

75
Gambar 4.13
Kegiatan Pengajian Al-Quran Santri Putri

b. Internalisasi Nilai-nilai Syariah dalam Pembelajaran Kitab


Kuning
Syariah menjadi panduan yang diberikan Allah dalam
membimbing manusia untuk mengikuti ajaran-ajaran yang
telah ditetapkan dalam hal beribadah, yang meliputi rukun
Islam.
Bila syariat Islam dikaji secara utuh, terlihat bahwa di
dalamnya terdapat norma-norma dan nilai-nilai luhur dalam
ajaran agama Islam yang ditetapkan oleh Tuhan bagi segenap
manusia yang akan dapat mengantarkannya pada makna hidup
yang hakiki. Hidup yang dibimbing dengan berpegang pada
syari’ah akan melahirkan kesadaran hidup untuk menjalankan
kehidupan dengan ketentuan dan tuntunan Allah dan Rasul.
Sejalan dengan hal tersebut, kualitas iman seseorang

76
dapat juga dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah secara
sempurna dan terealisasinya nilai-nilai syariah dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Beberapa upaya yang
dilakukan oleh pihak pesantren dalam menginternalisasikan
nilai-nilai syariah di pondok pesantren Raden Paku yaitu
dengan menerapkan beberapa metode. Metode-metode tersebut
merupakan faktor penting untuk melaksanakan internalisasi
nilai-nilai akidah dalam pembelajaran kitab kuning. Adapun
metode atau teknik yang dilakukan untuk internalisasi nilai-
nilai aqidah adalah sebagai berikut:
1) Bandongan dan Sorogan
Sistem bandongan adalah sistem transfer keilmuan
atau proses belajar mengajar yang ada di pesantren salaf di
mana kiai atau ustadz membacakan kitab, menerjemah dan
menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan,
menyimak dan mencatat apa yang disampaikan oleh Kiai.
Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan
seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan
menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab, baik
dalam ilmu fiqih, akidah, akhlak, nahwu, shorof dsb.
Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah
yang artinya sekelompok santri yang belajar dibawah
bimbingan seorang guru.

77
Gambar 4.14
Pengajian Kitab Kuning

Sistem sorogan adalah sistem membaca kitab secara


individual atau seorang santri nyorog (menghadap guru
sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya
dengan beberapa bagian dari kitab yang dipelajarinya,
kemudian santri menirukannya berulang kali. Pada
prakteknya, seorang santri mendatangi guru yang akan
membacakan kitab-kitab berbahasa Arab dan
menerjemahkannya ke dalam bahasa ibunya (misalnya:
Sunda atau Jawa). Pada gilirannya, murid mengulangi dan
menerjemahkannya kata demi kata, sepersis mungkin
seperti apa yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem
penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar santri mudah
mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu

78
rangkaian kalimat Arab. Sehingga, metode bandongan dan
sorogan yang dilakukan di pondok pesantren Raden Paku
ini tidak jauh beda dengan metode bandongan yang ada di
pesantren lain. Hal ini sesuai dengan apa yang

diungkapkan oleh Ustadz Zainal Fanani, sebagai berikut:68


“Untuk metodenya itu hampir sama dengan
pesantren umumnya ya untuk pengajiannya di sini kan
dibagi dua, pengajian umum dan diniyah. Untuk pengajian
umum biasanya dengan Kyai-Kyai sepuh, jadi santri ya
cuma jadi penyimak, mendengarkan, memaknai, tidak ada
interaksi aktif dari pesertanya.”

Gambar 4.15
Praktek Ubudiah
Di pondok pesantren Raden paku ini internalisasi
nilai-nilai syariah dilaksanakan dengan praktik secara
langsung seperti yang terlihat pada gambar. Dalam
menyampaikan materi terkait dengan praktik sholat jenazah
para siswi yang juga berposisi sebagai santri

68
Zainal Fanani wawancara dengan tanggal 15 Maret 2021

79
mempraktekkan cara mengkafani jenazah yang didampingi
langsung oleh guru mereka. Alasan internalisasi nilai-nilai
syari’ah diterpakan secara langsung melalui praktek karena
menurut lembaga ini hal yang paling penting santri setelah
mondok dalam bidang Syariah itu adalah bagaimana car
amempraktekkanya bukan mengacu seberapa paham saja
terkait dengan pengetahuan tentang materi yang berkaitan
dengan nilai-nilai Syariah. Tentu saja praktik ini
dilaksanakan sebagai pendalaman mater, sebelum praktik
para siswa dan siswi yang juga merupakan santri putra dan
putri di pondok pesantren Raden Paku ini sudah diberikan
materi pengetahuan rinci yang tidak hanya didasarkan atas
buku cetak dari sekolah tapi juga berdasar atas beberapa
kitab kuning yang diajarkan terkait dengan materi fiqh.
2) Presentasi
Presentasi adalah suatu kegiatan berbicara di
hadapan banyak pendengar. Presentasi merupakan salah
satu jenis komunikasi antara pembicara dan pendengar.
Pada Intinya Presentasi adalah menjelaskan dan
meyakinkan audience tentang hal apa yang akan
dibicarakan. Presentasi juga bisa disebut sebagai aktivitas
menunjukkan, menggambarkan atau menjelaskan sesuatu
kepada sekelompok orang.

80
Gambar 4.16
Kegiatan Presentasi
Ada beberapa macam tujuan dengan dilakukannya
metode presentasi ini, diantaranya adalah untuk
memberikan informasi, untuk membujuk atau meyakinkan,
untuk memberikan hiburan (dalam hal ini lebih cocok di
dunia entertaint), untuk memotivasi, untuk memberikan
inspirasi dan untuk memberikan suatu pengetahuan yang
baru.

81
Gambar 4.17
Kegiatan Tahasus
Perkembangan pondok pesantren tidaklah semata-
mata tumbuh pola lama yang bersifat tradisional,
melainkan dilakukan suatu inovasi dalam pengembangan
suatu sistem, yaitu sistem yang modern. Namun bukan
berarti dengan adanya sistem pendidikan pesantren yang
modern lantas meniadakan sistem pendidikan yang
tradisional yang selama ini sudah mengakar kuat dalam
diri pondok pesantren. Sistem pendidikan modern
merupakan penyempurna dari sistem pendidikan
tradisional yang sudah ada. Atau dengan kata lain,
memadukan antara tradisi dan modernitas untuk
mewujudkan sistem pendidikan sinergik. Dalam gerakan
pembaruan tersebut, pondok pesantren kemudian mulai
mengembangkan metode pengajaran dengan sistem
madrasi (sistem klasikal), sistem kursus (takhasus), dan
sistem pelatihan.
Pendalaman materi yang dilakukan oleh pondok
pesantren Raden Paku ini adalah melalui penambahan
waktu dengan jumlah anggota rombongan belajar yang
lebih kecil atau sedikit. Pendalaman materi ini berupa
pendalaman materi terkait nilai-nilai aswaja yang meliputi
nilai aqidah, syariah dan akhlak. Yang mana dasar yang
digunakan untuk pendalaman materi ini adalah
berdasarkan atas kitab kuning, biasanya guru
menyampaikan topik materi kemudian mendiskusikan
materi tersebut dan beberapa permasalahan yang berkaitan

82
dengan materi tersebut serta bagaimana penyelesain atau
jalan terbaiknya.
3) Uswah Hasanah
Metode keteladanan berarti memberikan contoh
yang baik (uswah hasanah) dalam setiap ucapan dan
perbuatan kepada santri. Sifat dan sikap yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sepanjang hidupnya
merupakan contoh yang baik dan sangat cocok untuk
konteks ini. Cukup beralasan, karena beliau adalah cermin
kandungan Al-Quran secara utuh.
Kepribadian seorang Kyai atau Ustadz akan
memengaruhi respon santri saat proses pembelajaran.
Kompetensi profesional dan pedagogis tidak akan efektif
jika kepribadian Kyai atau Ustadz tidak matang. Maka,
selain harus selalu belajar, Ustadz juga harus melatih
jiwanya agar kepribadiannya matang.
c. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak dalam Pembelajaran Kitab
Kuning
Pada agama Islam, akhlak atau perilaku seorang muslim
dapat memberikan suatu gambaran akan pemahamannya
terhadap agama Islam. Maka, nilai-nilai yang mengandung
akhlak sangat penting bagi agama Islam untuk diketahui dan
diaktualisasikan oleh seorang muslim atau seseorang yang
dalam proses pembinaan untuk meningkatkan kecerdasan
spiritualnya sehingga mencerminkan sebagai seorang muslim
sejati.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam

83
Islam. Akhlak diibaratkan sebagai “buah” pohon Islam yang
berakarkan aqidah, bercabang dan berdaun syari’ah.
Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dalam Al-Qur’an
dan hadits yang berkaitan dengan akhlak.
Pada pondok pesantren Raden Paku, antara Kyai atau
Ustadz dengan santri seperti memiliki jarak yang sangat dekat,
layaknya antara teman dengan teman yang saling akrab satu
sama lain, namun tetap menjaga etika dan nilai-nilai kesantrian
terhadap gurunya. Hal tersebut terbukti dari adanya beberapa
santri yang kongkow bareng Kyai atau Ustadz setiap selesai
melakukan proses pengajian kitab kuning, baik sore ataupun
malam hari. Santri seringkali konsultasi dan mencurahkan
masalah tentang problema yang dihadapi di pesantren kepada
Kyai atau Ustadz guna mendapatkan pemecahan masalah yang
lebih solutif dan matang. Para santri merasa nyaman dan lebih
mengena ketika konsultasi kepada Dewan Kyai atau Ustadz,
karena beliau lebih memahami seluk beluk tentang pondok
pesantren Raden Paku..
Selain itu, ada pula beberapa Ustadz pengajar Madrasah
Diniyah yang tinggal di pondok pesantren Raden Paku, hal
tersebut benar-benar membuat para Ustadz lebih menjaga diri
dan mawas diri akan sikapnya agar sesuai dengan apa yang
telah disampaikan dan diterangkan ketika di kelas Madrasah
Diniyah. Demikian halnya para santri, menjadi lebih selektif
dalam memperhatikan dan mengambil nilai-nilai agama Islam
yang telah dilakukan oleh para Ustadz.
Internalisasi nilai akhlak dilakukan dengan cara

84
memasukkan nilai-nilai agama secara penuh kedalam hati,
sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran agama
Islam Internalisasi nilai akhlak terjadi melaui pemahaman
ajaran agama secara utuh dan diteruskan dengan kesadaran
akan pentingnya agama islam. Hal ini berdasarkan penuturan

dari salah satu narasumber yaitu ustadh Zainal Fanani :69


“Para santri selalu di berikan pengarahan, diajak
mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
keagamaan. tidak hanya itu, para guru memberikan contoh
berperilaku yang baik harapannya agar santri selalu
mempunyai perilaku yang baik.”
Pelaksanaan internalisasi nilai akhlak terhadap diri
sendiri dilakukan dengan cara menanamkan kesopanan dalam
kebiasaan sehari-hari, akhlak sesama santri dilakukan dengan
membangun interaksi yang baik dan didasarkan pada sikap
saling menghormati. Selain hal tersebut menjaga kebersamaan
adalah hal yang ditekankan pengasuh untuk para santri, yaitu
seperti halnya selalu shalat berjamaah bersama, bergotong
royong dan lainnya, karena pada dasarnya perbuatan yang
mencerminkan akhlak seseorang itu akan muncul tatkala
sedang berinteraksi dengan orang lain. Selain akhlak terhadap
diri sendiri, ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh santri
dalam internalisasi nilai akhlak, seperti akhlak terhadap Allah
dengan membiasakan menjalankan ibadah sesuai dengan
syariah dan akhlak terhadap alam semesta dengan cara
menjaga kebersihan lingkungan.

69
Zainal Fanani dengan wawancara tanggal 15 Maret 2021

85
Gambar 4.18
Kegiatan Wawancara dengan Narasumber
Proses internalisasi nilai-nilai akhlak di pondok pesantren
Raden Paku di lakukan dengan dua cara yaitu: pertama,
pemberian materi-materi pengajian akhlak dan metode
pembentukan akhlak. Selain hal tersebut pembiasaan nilai-nilai
pendidikan akhlak juga dilakukan, yang mana dengan
dilakukannya hal tersebut dapat menumbuhkan akhlak santri
merupakan implementasi dari materi-materi pengajian akhlak.
Kedua, dengan adanya pembiasaan yang dilakukan para santri
inilah yang kemudian menjadi tradisi. Tradisi yang dimaksud
disini adalah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dalam
keseharian yang senantiasa dilakukan, diamalkan dan
dilestarikan di pondok pesantren Raden Paku, seperti halnya
pembiasaan shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan
membersihkan lingkungan.

86
87

Anda mungkin juga menyukai