Anda di halaman 1dari 40

PERANAN PENDIDIKAN PESANTREN DALAM MEMBENTUK

AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN ASSALAM DI DESA


REJOYOSO KEC.BANTUR KAB.MALANG

Oleh :

SOFIAN ABDULLOH

NPM : 20188401011015

JURUSAN : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS : TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QOLAM MALANG

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Peranan
Pendidikan Pondok Pesantren Dalam Membentuk Akhlaq Santri Di Pondok
Pesantren Assalam Desa Rejoyoso Kec.Bantur Kab.Malang, sholawat serta salam
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang kita nantikan syaffatnya di
yaumul akhir nanti.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang


tiada hentinya selalu mendoakan , memberikan semangat dan telah banyak
berkorban untuk penulis selama menimba ilmu.

Dengan segala kerendahan hati bahwa dalam penyelesaian skripsi ini


penulis mendapatkan bantuan masuakan dan bimbingan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapakan terimakasih kepada :

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I

A. Latar belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat........................................................................ 3
D. Penelitian terdahulu......................................................................... 4

BAB II

A. Pendidikan Pondok Pesantren........................................................ 8


B. Peran Pondok Pesantren................................................................. 11
C. Pembentukan akhlak....................................................................... 19

BAB III

A. Jenis penelitian dan sifat penelitian............................................... 29


B. Sumber data..................................................................................... 29
C. Teknis pengumpulan data............................................................... 30
D. Teknik penjamin keabsahan data.................................................. 32
E. Teknik analisis data......................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Indonesia sebagai salah satu negara yang penduduknya mayoritas
beragama Islam, ternyata memiliki sebuah sistem pendidikan yang khas
dan unik bernama pesantren. Dikatakan khas karena pendidikan model
pesantren hanya berkembang pesat di Indonesia. Sementara di negara lain
akan sulit ditemukan model pendidikan pesantren ini. Sedangkan yang
dimaksud unik, karena pesantren memiliki karakteristik khusus yang tidak
dimiliki secara lengkap oleh sekolah-sekolah umum, seperti kyai, santri,
pondok, kitab kuning, dan masjid. Selain kekhasan serta keunikan
tersebut, ternyata pesantren juga merupakan pendidikan Islam asli produk
Indonesia.1 Bahkan ada yang mengatakan bahwa pesantren itu adalah
“bapak” pendidikan Islam di Indonesia.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga yang berperan penting
dalam pembentukan akhlaq manusia serta menjadikan manusia sebagai
insan yang bertakwa, beriman, bertakwa, dan berakhlaq mulia serta
mengikuti ajaran-ajaran nabi Muhammad SAW.
Akhlaq memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia,oleh sebab itu tanpa akhlaq yang baik manusia dapat menuju
kearah martabat yang rendah,baik itu dalam hadapan Alloh SWT atau
dalam hadapan manusia.
Membentuk akhlak yang baik memang tidak semudah
membalikkan telapak tangan tapi butuh ketelatenan dan kesabaran,jika di
ibaratkan sebuah bangunan yang kokoh maka butuh waktu yang lama dan
energi yang tidak sedikit untuk membentuknya.Tidak ada kata terlambat
untuk mengubahnya namun di butuhkan kesabaran serta istiqomah dalam
melatih akhlaq yang baik.
Dalam agama islam akhlak menempati kedudukan yang yang
istimewa, hal ini berdasarkan kaidah Rosululloh SAW yang menempatkan

1
Amin Haedari, Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II, no. 1 Juli 2007, hal. 34.

1
penyempurnaan akhlak sebagai misi pokok risalah islam.Seperti dalam
hadist Rosululloh SAW bersabda :
‫ُأِل‬
ِ ‫ار َم اَأل ْخاَل‬
)‫ق(رواه بيحق‬ ِ ‫انّ َما بُ ِع ْثت تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya : Sesungguhnya ak di utus untuk menyempurnakan akhlaq
(H.R.Baihaqi).2
Berlandaskan hadist diatas dapat dipahami bahwa untuk mencapai
akhlakul karimah dibutuhkan adanya pembentukan akhlak, selain dalam
keluarga juga dalam diri seorang anak. Sebab akhlaq adalah suatu hasil
dari usaha mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap
potensi rohani yang terdapat dalam diri manusia. Jika progam dalam
pembentukan akhlaq tersebut di rancang dengan baik, maka akan
menghasilkan orang-orang atau santri-santri yang berakhlaqul karimah.
Disinilah letak peran dan fungsi pondok pesantren.
Tujuan pendidikan islam adalah membimbing dan membentuk
manusia menjadi makhluk Alloh SWT yang saleh, teguh imannya, taat
beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan seluruh gerak-gerik setiap
muslim dalam kehidupan,mulai dari perbuatan, perkataan, dan tindakan
apapun yang dilandasi atas dasar mencari ridho Alloh SWT ,memenuhi
segala perintahnya dan menjauhi segala larangan nya adalah ibadah. Maka
untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi atau
social, perlu di tuntun dengan iman dan akhlaq terpuji. Dengan demikian
identitas seorang muslim akan tampak dalam semua aspek kehidupan.3
Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam merupakan
suatu lembaga pendidikan yang unik, karena kehidupan di pesantren
memiliki keistimewaan tersendiri, karisma seorang kyai dijadikan tauladan
dan pembentukan akhlaq tersendiri. Peran dan sosok seorang kyai ikut
berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan akhlaq bagi para santri.
Karena pesantren sendiri yang merumuskan tentang exsistensi masa depan
pesantren yang bersangkutan. Para kyai sebagai pemimpin berperan
banyak dalam mengatur pendidikan seperti apa yang di kehendaki di masa
depan.
2
Bukhori Umar,Hadist Tarbawi,(Jakarta: Amzah, 2002),Cet:1,hal.34.
3
Zuhairani dkk, filsafat pendidikan islam,(Jakarta:DEPARTEMEN AGAMA,1982)

2
Pondok Pesantren sangat berperan penting sebagai lembaga
pendidikan keagamaan yang keberadaan nya dituntut untuk bisa
meningkatkan pola hidup dalam lingkungan pesantren. Adapun tujuan
yang hendak di capai dengan adanya pondok pesantren secara global
adalah perubahan tingkah laku atau perubahan akhlaqul karimah serta
tujuan secara khusunya adalah tazkiyatun nafs(mensucikan hati),
pendekatan diri kepada Alloh SWT melalui mujahadah. Yang pada
hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk
dalam pribadi seseorang.4
Hal tersebut senada dengan Pondok Pesantren Assalam yang
berperan sebagai lembaga pendidikan Islam, dan menjalankan fungsinya
untuk melaksanakan pembentukan akhlak terhadap semua santri Pondok
Pesantren, adapun visi pondok pesantren Assalam untuk mencetak lulusan
santri sebagai Insan yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia dan
berpengetahuan luas serta mengikuti ajaran-ajaran Nabi Muhammad
SAW. Sejauh ini pondok pesantren sudah berperan cukup baik dalam
pembentukan akhlak santri melalui kegiatan mujahadah, khitobah, burdah,
bandongan dan bimbingan hikmah.
Kenyataanya yang terjadi peneliti menemukan perilaku yang
kurang sesuai dengan visi tersebut, di Pondok Pesantren Baitul Kirom
masih terdapat santri yang kurang menerapkan sifat berakhlakhul karimah,
seperti yang dijelaskan oleh pengurus pondok melalui wawancara pada
tanggal 2 februari 2021 bahwasanya:
Kegiatan yang diadakan Pondok Pesantren Assalam seperti:
mujahadah, khitobah, burdah, bandongan dan bimbingan hikmah, kegiatan
tersebut melibatkan semua santri putra dan putri di Pondok Pesantren
Baitul Kirom. Namun, dengan berbagai kegiatan tersebut masih ada
sebagaian santri yang tidak mengikuti kegiatan atau membolos, dalam
bimbingan hikmah sudah diajarkan untuk bersikap berahlakul karimah,
tapi masih banyak santri mengambil barang yang bukan miliknya, sering
berkata kasar, kurang menghargai yang lebih tua, dan memiliki sifat iri,

4
Abdul Mujib , Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, 2010), hal.233.

3
bahkan masih ada yang memiliki sifat thama yaitu bersifat rakus yang
sangat berlebihan terhadap keduniawian, sehingga tidak
mempertimbangkan apakah cara-cara yang ditempuh untuk memperoreh
keduniawian itu hukumnya halal dan haram, yang penting memperoleh
kemewahan hidup di dunia.5
Berdasarkan gagasan dan pemikiran inilah penulis ingin
melakukan sebuah penelitian dengan judul : Peranan Pendidikan Pesantren
Dalam Membentuk Akhlaq Santri Di Pondok Pesantren Assalam Desa
Rejoyoso Kec.Bantur Kab.Malang.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di sebutkan, maka dapat
dikemukakan bahwa permasalahannya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Peran Pendidikan Pesantren Dalam Membentuk Akhlaq
Santri Di Pondok Pesantren Assalam Desa Rejoyoso Kec.Bantur
Kab.Malang?
2. Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat dalam Membentuk
Akhlaq Santri Di Pondok Pesantren Assalam Desa Rejoyoso
Kec.Bantur Kab.Malang?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
1. TUJUAN
a. Untuk mengetahui Peran Pendidikan Pesantren Dalam Membentuk
Akhlaq Santri Di Pondok Pesantren Assalam Desa Rejoyoso
Kec.Bantur Kab.Malang.
b. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam
Membentuk Akhlaq Santri Di Pondok Pesantren Assalam Desa
Rejoyoso Kec.Bantur Kab.Malang.

2. MANFAAT
a. Bagi pondok pesantren
Sebagai sarana untuk mangambil inisiatif dalam rangka
penyempurnaan program ke depannya.
5
Ustadz Hamzah, pengurus dan pengajar (ustadz) di Pondok Pesantren Assalam, Wawancara, 2
februari 2021

4
b. Bagi penulis
Menjadi sarana bagi penulis dalam memenuhi salah satu
syarat perguruan tinggi sekaligus untuk memberikan informasi
mengenai kegiatan yang ada Di Pondok Pesantren Assalam Desa
Rejoyoso Kec.Bantur Kab.Malang.
c. Bagi pembaca
Diharapkan dapat di jadikan bahan referensi , informasi dan
sumber untuk penelitian lebih lanjut.
D. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian menyajikan perbedaan dan persamaan bidang kajian
yang di teliti antara peneliti dan penulis-penulis sebelumnya .Hal ini perlu
penulis kemukakan untuk menghindari adanya pengulangan kajian
terhadap hal-hal yang sama,dengan demikian akan di ketahui sisi-sisi apa
yang membedakan antara penelitian yang akan dilakukan dan penelitian
terdahulu.
Pertama : Skripsi dengan judul “ Pendidikan non formal sebagai
upaya peningkatan akhlaq terpuji anak jalanan di yayasan anak jalanan”.
Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa peneliti menemukan program
untuk meningkatkan akhlaq anak binaan,yaitu selain program-program
yang dilakukan yayasan anak jalanan diponegoro juga menerapkan
program home school dan study on the road, kedua program ini selain
unruk meningkatkan mental dan akhlaq anak-anak binaan juga dapat
membantu pemerintah dalam mengatasi anak jalanan yang tahun demi
tahun terus menerus naik presentasenya.6
Kedua : Skripsi dengan judul Wiwik Oktavia, “peranan kegiatan
pondok pesantren terhadap perubahan akhlak masyarakat di pondok
pesantren wali songo di kampung Sukajadi kecamatan Bumi Ratu Nuban
Lampung Tengah”, Skripsi tersebut menjelaskan bahwasannya di pondok
pesantren wali songo memfokuskan pada pengembangan dan inovasi-

6
Muhammad aziz anshori “Pendidikan non formal sebagai upaya peningkatan akhlaq terpuji anak
jalanan di yayasan anak jalanan,” Skripsi. Fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Sunan
KalijagaYOgyakarta, 2011, hal. X.

5
inovasi program dalam berbagai aspek yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan dan sumbang sih bagi masyarakat.7
Berdasar kan dua penelitian di atas dapat di ketahui bahwa dua
penelitian tersebut memliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian
yang akan di laksanakan. Pada skripsi Muhammad Aziz Anshori meski
sama – sama membahas tentang peran pondok dalam membentuk akhlaq,
tapi dalam penelitian nya memfokuskan pada anak jalanan. Pada skirpsi
Wiwik Oktavia meski sama-sama membahas tentang akhlaq, tapi dalam
skripsinya memfokuskan pada pengembangan dan inovasi program dalam
berbagai aspek guna memberikan pelayanan serta sumbangsih bagi
masyarakat, sedangkan yang akan peneliti lakukan di pondok pesantren
Assalam Desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten Malang ialah
memfokuskan pada pembentukan akhlaq santri melalui kegiatan rutin
seperti burdah,mujahadah,bimbingan hikmah serta kegiatan lain nya guna
meningkatkan mahabbah kepada Alloh SWT dan makhluk nya.
E. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk mempermudah gambaran dan mempermudah pembahasan
dalam skripsi ini, maka akan disajikan sistematika penulisan sebagai
berikut :
1. Bagian awal skripsi terdiri dari halaman judul halaman judul, halaman
pernyataan keaslian, halaman pengesahan, halaman nota dinas
pembimbing, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar,
daftar isi, daftar table, daftar lampiran.
2. Bab I merupakan bab pendahuluan sebagai pengantar informasi
penelitian yang terdiri latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat, penelitian terdahulu, dan sistematika pembahasan.
3. Bab II berisi tentang landasan teori. Pada bab ini terdiri dari beberapa
sub bab. Pertama tentang pendidikan pondok pesantren yaitu
pengertian pendidikan, definisi pondok pesantren. Kedua tentang peran
pondok pesantren yaitu tentang peran pondok pesantren, karakterisitik

7
Wiwik Oktavia, “peranan kegiatan pondok pesantren terhadap perubahan akhlak masyarakat di
pondok pesantren wali songo di kampung Sukajadi kecamatan Bumi Ratu Nuban Lampung
Tengah”, (Metro : koleksi Perpus IAIN,2013), hal.42-43.

6
pondok pesantren. Ketiga tentang akhlak yaitu definisi akhlak,
pembagian akhlak.
4. Bab III berisi tentang metode penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
5. Bab IV merupakan hasil dari penelitian yaitu pembahasan hasil dari
peran Pendidikan Pondok Pesantren Assalam dalam membentuk
akhlak santri, faktor yang mendukung dan menghambat dalam
Membentuk Akhlaq Santri, serta berisi tentang sejarah pondok
pesantren assalam, struktur pengurus, visi dan misi pondokm pesantren
assalam, logo pondok pesantren assalam, letak geografis, tata tertib
dan jadwal kegiatan di pondok pesantren assalam.
6. Bab V berisi penutup yang meliputi kesimpulan, saran dan penurup.
Pada bagian akhir meliputi daftar pustaka,dan lampiran.

7
BAB II

KAJIAN TEORI

A. PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN


1. Definisi Pendidikan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa
pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap atau tingkah laku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik.8
Edward Humrey berpendapat bahwa“ education mean increase of
skill of develofment of knowlodge and undertanding as a result of
training, study or experience 9(Pendidikan adalah sebuah penambahan
ketrampilan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman
sebagai hasil latihan, studi atau pengalaman).
Ki Hajar Dewantara seperti dikutip Alisuf Sabri bahwa: Pendidikan
adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar
mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dan mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.10
Driyarkara menyebutkan bahwa Pendidikan adalah upaya
memanusiakan manusia muda.11
Rosululloh pertama kali mendapatkan wahyu ialah berkaitan
dengan semangat pendidikan yaitu iqra’ atau perintah untuk
membaca. Nasir Baki menyebutkan bahwa iqra’ adalah suatu tanda
bahwasannya islam di bangkitkan dengan cara manusia di ajak
berfikir.12 Tanda tersebut dapat di definisikan sebagai titik point
penting dalam pendidikan bagi manusia. Karena bagian dari tugas
pendidikan adalah mengajak manusia untuk melatif berfikir.
8
Dep. P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1987), hal. 204
9
Edward Humrey, Encyclopedia Internasional. (New York: Grolier, 1975), hal. 247.
10
Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan. (Cet. I, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), hal. 5.
11
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan. (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 4.
12
Nasir A. Baki, Arah Studi Keislaman di Indonesia, Makalah disampaikan pada Pembukaan
Kuliah Umum Pascasarjana STAIN Panagkaraya Kalimantan Tengah, pada tanggal 23 Oktober
2014.

8
Berdasarkan definisi pendidikan yang telah dipaparkan, hal
tersebut menempatkan pendidikan pada kedudukan tertinggi dalam
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kemajuan suatu negara dapat
dilihat dari tingkat pendidikan negara tersebut karena pendidikan
menjadi tolak ukur suatu kemajuan dan peradaban. Jadi bukan lah
suatu yang asing lagi jika suatu negara mengatur dan menjadikan
pendidikan sebagai suatu persoalan yang sangat penting yang harus
selalu di benahi.
Begitu pula negara Indonesia, dalam pembukaan UUD 1945
disebutkan bahwa tugas negara adalah mencerdaskan bangsa hal
tersebut secara hirarkis dituangkan ke dalam berbagai Undang-
undang dan peraturan yang mengatur tentang pendidikan. Undang-
undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.13
Berdasarkan keterangan tersebut mengarahkan seluruh potensi
peserta didik secara maksimal agar terwujud suatu kepribadian yang
sempurna pada dirinya adalah upaya dari pendidikan. Harapan
terhadap dunia pendidikan sangat besar untuk membawa peserta didik
ke arah kualitas hidup yang sebaik-baiknya
2. Definisi Pondok Pesantren
Secara etimologi istilah pondok sebenarnya berasal dari bahasa
Arab funduq yang berarti rumah penginapan, ruang tidur, asrama,
atau wisma sederhana. Dalam konteks keindonesiaan, secara
terminologis kata pondok seringkali dipahami sebagai tempat

13
Sekretariat Negara RI., Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, cet. Ke II, (Jakarta:
Visimedia, 2007), hal.2.

9
penampungan sederhana bagi para pelajar atau santri yang jauh dari
tempat asalnya.14
Menurut pendapat Sugarda Poerbawakatja pondok adalah suatu
tempat pemondokan bagi pemuda-pemudi yang mengikuti pelajaran-
pelajaran agama Islam. Inti dan realitas pondok tersebut adalah
kesederhanaan dan tempat tinggal sementara bagi para penuntut
ilmu.15
Adapun istilah pesantren berasal dari kata santri. Ada juga yang
mengatakan kata santri berasal dari bahasa Tamil atau India yaitu
shastri yang diartikan guru mengaji atau orang yang memahami
(sarjana) buku-buku dalam agama Hindu. Ada pula yang mengatakan
pesantren berasal dari turunan kata shastra yang berarti buku-buku
suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.16
Pendapat lain mengatakan pesantren berasal dari gabungan dua
kata bahasa Sankrit, yakni sant yang berarti manusia baik dan tra yang
bermakna suka menolong. Dengan begitu pesantren adalah tempat
pendidikan manusia yang baik-baik.17
Secara terminologi pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentral,
masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwai, dan pengajaran agama
Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti oleh santri sebagai
kegiatan utama.18Definisi yang hampir sama diungkapkan Mastuhu,
pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang
mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam
dengan menekankan aspek moral keagamaan sebagai pedoman
perilaku sehari-hari.19

14
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S, 1995), hal. 18.
15
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1982), hal. 287.
16
Zamakhsyari Dhofier, op.cit.
17
Abu Hamid, “Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan”, dalam Taufik
Abdullah(ed.), Agama dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), hal.. 328.
18
Amir Hamzah Wiryosukarto (ed.), Biografi K.H. Imam Zarkasih dari Gontor Merintis Pesantren
Modern, (Ponorogo: Gontor Press, 1996), hal. 51.
19
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1988), hal. 6.

10
Begitu banyak sekali perbedaan mengenai definisi tentang
pesantren hal tersebut dikarenakan sudut pandang dan kepentingan
yang berbeda. Namun jika di tarik kesimpulan dapat disimpulkan
bahwa pesantren ialah sebuah lembaga pendidikan Islam yang
menampung sejumlah santri maupun santriwati dalam rangka
mempelajari ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan seorang kyai.
B. PERAN PONDOK PESANTREN
1. Peran Pondok Pesantren
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam
hingga sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas.
Pesantren telah berpengalaman menghadapi berbagai corak
masyarakat. Dalam rentang waktu itu, pesantren tumbuh atas
dukungan mereka, bahkan menurut Husni Rahm, pesantren berdiri
didorong permintaan (demand) dan kebutuhan (need) masyarakat,
sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas.20
Peran pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun
sekarang telah mengalami perkembangan visi, posisi, dan persepsinya
terhadap dunia luar. Pesantren pada masa yang paling awal berfungsi
sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam atau dapat
dikatakan hanya sekedar membonceng misi dakwah.Sedangkan pada
kurun wali songo pondok pesantren berfungsi sebagai pencetak kader
ulama’ dan muballigh yang militant dalam menyiarkan agama Islam.
Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat
dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah, sedangkan dakwah
bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem
pendidikan.21
Dengan kata lain, sebenarnya fungsi edukatif pesantren pada masa
walisongo adalah sekedar membawa misi dakwah. Misi dakwah
islamiyah inilah yang mangakibatkan terbangunnya system
pendidikan.Pada masa wali songo muatan dakwah lebih dominan

20
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisas Institusi,
(Jakarta :Erlanggga, 2005), hal.22
21
Ibid.hal.23.

11
daripada muatan edukatif. Karena pada masa tersebut produk
pesantren lebih diarahkan pada kaderisasi ulama’ dan mubaligh yang
militant dalam menyiarkan ajaran Islam. Sebagai lembaga dakwah,
pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama
dengan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan. Sejak awal,
pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembangunan sosial
masyarakat. Warga pesantren telah terlatih melaksanakan
pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, ataupun antara kyai
dan pemuka desa.22
Dari penjabaran diatas, maka fungsi pesantren jelas tidak hanya
sebagai lembaga pendidikan saja, melainkan juga berfungsi sebagai
lembaga sosial dan penyiaran agama.23 Secara terperinci akan di
jelaskan sebagai berikut :
a. Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan islam
Pemahaman fungsi Pondok Pesantren sebagi lembaga
pendidikan islam terletak pada kesiapan pesantren dalam
menyiapkan diri untuk ikut serta dalam pembangunan
dibidang pendidikan dengan jalan adanya perubahan sistem
pendidikan sesuai dengan arus pengembangan jamaah dan erat
tehnologi secara global. Oleh karena itu kedudukan pesantren
sebagai patner yang intensif dalam pengembangan
pendidikan.Dalam pendidikan pondok pesantren mempunyai
keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam
lembaga pendidikan pada umumnya, yaitu:
1) Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan
penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga
terjadi hubungan 2 arah antara kiai dan santri.
2) Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi,
karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non
kurikuler mereka sendiri.

22
Ibid,hal.23.
23
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 59.

12
3) Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu
perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren
tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan
ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah
tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin
mencari keridhoan Allah SWT semata.
4) Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan,
idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan
keberanian hidup.24
b. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Da’wah
Keberadaan pesantren merupakan suatu lembaga yang
bertujuan mengakat kalimat Allah dalam arti penyebaran
ajaran Agama Islam agar pemeluknya memahami dengan
sebenarnya. Oleh karena itukehadiran pesantren sebenarnya
dalam rangka da’wah Islamiyah.25
Berdasarkan kedua fungsi di atas dapat dipahami bahwa
keadaan Pondok Pesantren beserta kaitan-kaitanya dapat
berpartisipasi dalam mewarnai pola kehidupan para santri.
Dan yang menjadi fokus penelitian disini adalah Pondok
Pesantren sebagai lembaga penddikan islam dalam
pembentukan akhlak santri. Dalam penelitian ini peneliti
memfokuskan peran pesan tren sebagai lembaga pendidikan
dalam membentuk akhlaq santri.
2. Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang
memiliki ciri khas tertentu di dalamnya, unsur-unsur inilah yang
membedakannya dengan lembaga-lembaga pendidikan lain. Ada
beberapa aspek yang merupakan unsur dasar dari pesantren yang perlu
dikaji lebih mendalam mengingat pesantren merupakan sub kultur
dalam kehidupan masyarakat kita sebagai suatu bangsa. Seperti yang

24
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010),hal.236.
25
Gozali,M. Bahri, Pendidikan Pesantren berwawasan lingkungan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
2001), h. 37-39.

13
dikatakan oleh Abdur Rahman Saleh, bahwa, Pondok pesantren
memiliki ciri sebagai berikut:
1. Adanya kyai yang mengajar dan mendidik.
2. Ada santri yang belajar dari kiai
3. Ada Masjid,
4. Ada Pondok/asrama tempat para santri bertempat tinggal.26
Selain itu juga, Nurcholish Madjid juga mengungkapkan bahwa:
“Pesantren itu terdiri dari lima elemen yang pokok, yaitu: kyai, santri,
masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kelima
elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan
membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga
pendidikan dalam bentuk lain.27
Dengan demikian dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut
pesantren sekurang-kurangnya ada unsur-unsur: kyai yang mengajar
dan mendidik serta jadi panutan, santri yang belajar kepada kyai,
masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan sholat jamaah,
dan asrama sebagai tempat tinggal santri. Sementara itu menurut
Zamakhsyari Dhofier menyebutkan ada lima elemen utama pesantren
yaitu pondok, masjid, santri, kyai, dan pengajaran kitab-kitab klasik.28
Elemen-elemen tersebut secara lebih jelasnya akan di paparkan sebagai
berikut :
a. Pondok
Pondok adalah tempat tinggal bersama atau (asrama) para
santri yang merupakan ciri khas pondok pesantren yang
membedakan dari model pendidikan lainya. Fungsi pondok pada
dasarnya adalah untuk menampung santri-santri yang datang dari
daerah yang jauh. Kecuali santri-santri yang berasal dari desa-desa
disekitar pondok pesantren, para santri tidak diperkenankan
bertempat tinggal di luar kompleks pesantren, dengan pengaturan

26
Abdur Rahman Saleh, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Departemen Agama RI,
1982), hal.10.
27
Nurcholish Madjid, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal.63.
28
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,
1985), hal. 44.

14
yang demikian, memungkinkan kyai untuk mengawasi para santri
secara intensif, tradisi dan transmisi keilmuan di lingkungan
pesantren membentu tiga pola sebagai fungsi pokok pesantren.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, tugas dan peranan kyai
bukan hanya sebagai guru, melainkan juga sebagai pengganti ayah
bagi para santrinya dan bertanggung jawab penuh dalam membina
mereka. Besar kecilnya pondok tergantung dari jumlah santri yang
datang dari daerah-daerah yang jauh, dan keadaan pondok pada
umumnya mencerminkan kemerdekaan dan persamaan derajat.
Para santri biasanya tidur di atas lantai tanpa kasur dengan papan-
papan yang terpasang di atas dinding sebagai tempat penyimpanan
barang-barang. Tanpa membedakan status sosial ekonomi santri,
mereka harus menerima dan puas dengan keadaan tersebut.
Pondok sebagai tempat latihan bagi para santri agar mampu
hidup mandiri dalam masyarakat. Ada tiga alasan utama mengapa
pesantren harus menyediakan asrama bagi santrinya:
1. kemashuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya
tentang Islam, menarik santri-santri dari jauh untuk dapat
menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam
waktu yang lama, untuk itu ia harus menetap.
2. Hampir semua pesantren berada di desa-desa di mana tidak
tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk
menampung santrisantri, dengan demikian perlulah adanya
asrama khusus para santri.
3. Ada timbal balik antara santri dan kyai, di mana para santri
menganggap kyainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri,
sedang para kyai menganggap para santri sebagai titipan
Tuhan yang harus senantiasa dilindungi.
b. Kyai
Dalam bahasa Jawa, pengertian kyai mempunyai makna yang
luas. Sebutan kyai dapat berarti orang yang mempunyai sifat yang
istimewa dan dihormati atau benda-benda yang punya kekuatan

15
sakti. Keris Jawa dikatakan sakti bila sang Empu sanggup, dari
logam dan dengan cara-cara membuatnya serta upacara doa dan
mantra memasukkan kesaktian kedalamnya. Keris-keris semacam
itu dimiliki atau diberi predikat “Kyai”.29
Pengertian kyai yang lain, bahwa dalam kebudayaan Jawa
tradisional lakilaki yang berusia lanjut, arif dan dihormati juga
sebutan kyai melekat pada dirinya. Terutama bila ia sebagai
“pimpinan masyarakat setempat dan akrab dengan rakyatnya,
memiliki pengaruh kharismatik, wibawa, walaupun kedudukan
sosial mereka yang istimewa tidak mengubah gaya hidupnya yang
sederhana”.30
Menurut Manfred Ziemek bahwa kyai merupakan gelar oleh
seorang tokoh ahli agama, pimpinan pondok pesantren, guru dalam
rangka ceramah, pemberi pengajian dan penafsir tentang peristiwa-
peristiwa penting di dalam masyarakat sekitar.31
Sedangkan pengertian kyai khususnya oleh masyarakat
pesantren berupa gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada
seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan
pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para
santrinya.32
Kepemimpinan kyai dalam pesantren sangat unik, relasi antara
kyai dengan santri dibuat atas dasar kepercayaan, bukan atas dasar
hubungan darah atau kepemimpinan. Ketaatan para santri kepada
kyai disebabkan ingin mendapat barokah. Kyai Abdur Rahma
Wahid memposisikan pesantren sebagai sub kultur tersendiri dalam
pelataran kultur masyarakat dan bangsa Indonesia. Ini disebabkan
pesantren sebagai hasil dari pergulatan kebudayaan yang kreatif

29
M. Rahardjo Dawam, Dunia Pesantren Dalam Peta Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES,
1985),hal.130-131
30
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan Dalam Islam,
(Jakarta: SIPRESS,1994),hal. 130-131.
31
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES,
1985), hal. 45-60.
32
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan Dalam Islam,
(Jakarta: SIPRESS,1994),hal.55.

16
antara tradisi kajian, sistem pendidikan dan pola interaksi, kyai-
santri masyarakat yang dibangun, pesantren akhirnya memiliki
pola yang spesifik.
Lebih lanjut Abdur Rahman Wahid mengemukakan tiga
elemen yang dimiliki oleh pesantren yang memposisikannya
sebagai sub kultur, yakni
1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak
terkooptasi oleh negara.
2. Kitab-kitab klasik rujukan umum yang selalu digunakan
dari berbagai abad.
3. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah
bahagian dari masyarakat luas.33
c. Santri
Istilah santri terdapat di pesantren sebagai pengejawentahan
adanya haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
yang memimpin sebuah pesantren.34
Dengan memasuki suatu pesantren, seorang santri muda
menghadapi suatu tatanan sosial yang pengaturannya lebih longgar,
tergantung kepada kemauan masing-masing untuk turut serta dalam
kehidupan keagaaman dan pelajaran-pelajaran di pesantren secara
intensif. Sedangkan berdasarkan tempat kediaman mereka, santri
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Santri Mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang
jauh dan menetapkan di dalam kompleks pesantren.
b. Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekitar pesantren dan biasannya tidak menetap di dalam
kompleks pesantren.35

33
Mokhtar, Afandi, Marzuki Wahid, dkk, Tradisi Kitab Kuning Sebuah Observasi Umum,
Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ,(Bandung: Pustaka
Hidayah, 1999),hal 13-14
34
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan Pendoman Ilmu Data,
(Jakarta: IRP Press, 2001), hal. 22
35
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hal 51-52.

17
Pada awal perkembangan pondok pesantren, tipe ideal dari
kegiatan menurut ilmu tercermin dalam “santri kelana” yang
berpindah-pindah dari satu pesantren kepesantren lainnya guna
memperdalam ilmu keagamaan pada kyai-kyai terkemuka.
Dengan masuknya sistem madrasah kedalam pondok pesantren
dan ketergantungan santri pada ijazah formal, nampaknya
belakangan ini tradisi santri semakin memudar.

d. Masjid
Masjid berasal dari bahasa Arab “sajada-yasjudu-sujuudan”
dari kata dasar itu kemudian dimasdarkan menjadi “masjidan”
yang berarti tempat sujud atau setiap ruangan yang digunakan
untuk beribadah.36
Dalam pondok pesantren masjid bukan hanya difungsikan
untuk solat saja, namun juga sebagai pusat pemikiran santri
termasuk pengajaran dan pendidikan.
Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat
untuk mendidik para santri terutama dalam praktek shalat, khutbah
dan pengajaran kitab-kitab klasik (kuning). Pada sebagain
pesantren masjid juga berfungsi sebagai tempat i’tikaf,
melaksanakan latihan-latihan (riyadhah) atau suluk dan dzikir
maupun amalan-amalan lainnya dalam kehidupan thariqat dan sufi.
e. Pengajaran kitab klasik
Elemen lain yang sudah menjadi tradisi di pesantren adalah
adanya pengajaran kitab-kitab Islam klasik yang dikarang oleh
ulama-ulama besar terdahulu tentang berbagai macam ilmu
pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Kitab klasik yang
diajarkan di pesantren terutama bermadzab Syafi’iyah. Pengajaran
kitab kuno ini bukan hanya sekedar mengikuti tradisi pesantren
pada umumnya tetapi mempunyai tujuan tertentu untuk mendidik

36
Al Munjid fi al lughah wal adab wal ulum, (Libanon, Beirut : 1958). cet. XVIII, hal. 321

18
calon ulama’ yang mempunyai pemahaman komprehensip terhadap
ajaran agama Islam.
Nurcholis majid mengemukakan kitab-kitab klasik yang
menjadi konsentrasi keilmuwan di pesantren meliputi cabang ilmu-
ilmu meliputi:
1. Fiqih misalnya safinah al-Najah, fath al-Qarib Sulam al-Taufiq,
fathul al- wahab
2. Ilmu tauhid misalnya Aqqidah al-awam, bada’ula amal dan
sanusiah
3. Ilmu tasawuf misalnya Al-Irsyadu, al-Ibad, tanbih al-ghafilin,
alhikam
4. Ilmu nahu sharaf misal al-imriti, awamil, al-maqsud.37
Dari keempat kelompok kitab-kitab tersebut di atas
dikelompokkan lagi menjadi tiga tingkatan yaitu :
1. Kitab-kitab dasar.
2. Kitab-kitab tingkat menengah.
3. Kitab-kitab besar.38
Kemampuan santri dalam membaca kitab kuning/klasik
adalah kriteria yang paling mendasar dalam menilai
kemampuan santri. Kitab kuning/ klasik merupakan kumpulan
kodifikasi tata nilai yang dianut oleh masyarakat pesantren.
C. PEMBENTUKAN AKHLAK
1. Definisi Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan artinya
dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa Indonesia,
dan tidak berbeda pula dengan arti kata moral, ethic dalam bahasa
inggris. Manusia akan menjadi sempurna jika mempunyai akhlak
terpuji serta menjauhkan segala akhlak tercela.39

37
Jasmadi, Moderenisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal. 70.
38
M. Bahri Ghazali, MA. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan Pendoman Ilmu Data,
(Jakarta: IRP Press, 2001),hal.50-51.
39
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) cet. 3,
hal.221.

19
Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di-
Indonesiakan. Ia merupakan akhlaaq jama‟ dari khuluqun yang berarti
“perangai, tabiat, adat, dan sebagainya.1Kata akhlak ini mempunyai
akar kata yang sama dengan kata khaliq yang bermakna pencipta dan
kata makhluq yang artinya ciptaan, yang diciptakan, dari kata khalaqa,
menciptakan. Dengan demikian, kata khulq dan akhlak yang mengacu
pada makna “penciptaan” segala yang ada selain Tuhan yang termasuk
di dalamnya kejadian manusia.40
Adapun secara istilah, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur
pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang
dimaksud adalah ajaran Islam, dengan Al-qur’an dan Sunnah Rasul
sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir Islami.
Pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan
dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan
alam.41
Menurut Imam Al-Ghazali, lafadz khuluq dan khalqu adalah dua
sifat yang dapat dipakai bersama. Jika menggunakan kata khalqu maka
yang dimaksud adalah bentuk lahir, sedangkan jika menggunakan kata
khuluq maka yang dimaksud adalah bentuk batin. Karena manusia
tersusun dari jasad yang dapat disadari adanya dengan kasat mata
(bashar), dan dari ruh dan nafs yang dapat disadari adanya dengan
penglihatan mata hati (bashirah), sehingga kekuatan nafs yang adanya
disadari dengan bashirah lebih besar dari pada jasad yang adanya
disadari dengan bashar. Sesuai dengan hal ini Imam Al-Ghazali
Mengutip firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al
Shaad ayat 71-72.42 Demikian lah hubungan antara keduanya.
Adapun menurut al-Ghazali akhlak adalah ungkapan tentang
sesuatu keadaan yang tetap didalam jiwa, yang darinya muncul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa
membutuhkan pemikiran dan penelitian. Apabila dari keadaan ini
40
Aminuddin, dkk, (2006), Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Graha Ilmu, hal. 93.
41
Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV Alfabeta, 1995), ed. 2. hlm. 209
42
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, (Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005), juz 3, hal. 49.

20
muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat
seperti halnya jujur, bertanggung jawab, adil dan lain sebagainya,
maka keadaan itu dinamakan akhlak yang baik, dan apabila yang
muncul perbuatan-perbuatan buruk seperti berbohong, egois, tidak
amanah dan lain sebagainya, maka keadaan itu dinamakan akhlak yang
buruk. Dalam kehidupan sehari-hari, akhlak sering diidentifikasikan
dengan moral dan etika. Akhlak sebenarnya berbeda dari formula
moral atau etika, kerena akhlak lebih menunjukkan kepada situasi
batiniah manusia. Akhlak juga berarti berkurangnya suatu
kecenderungan manusia atas kecendrungan-kecendrungan lain dalam
dirinya, dan berlangsung secara terus-menerus itulah akhlak.43 Akhlak
yang baik, dan apabila yang muncul perbuatan-perbuatan buruk seperti
berbohong, egois, tidak amanah dan lain sebagainya, maka keadaan itu
dinamakan akhlak yang buruk.44
Dalam kehidupan sehari-hari, akhlak sering diidentifikasikan
dengan moral dan etika. Akhlak sebenarnya berbeda dari formula
moral atau etika, kerena akhlak lebih menunjukkan kepada situasi
batiniah manusia. Akhlak juga berarti berkurangnya suatu
kecenderungan manusia atas kecendrungan-kecendrungan lain dalam
dirinya, dan berlangsung secara terus-menerus itulah akhlak.45
Didalam definisi itu terkesan pula, al-Ghazali mengisyaratkan
bahwa sandaran baik dan buruk akhlak beserta perilaku lahiriah adalah
syariat dan akal. Dengan ungkapan lain, untuk menilai apakah akhlak
itu baik atau buruk haruslah ditelusuri melalui agama dan akal sehat.
Hal ini seiring dengan pernyataan bahwa akal dan syariat itu saling
melengkapi, akal saja tidak cukup dalam kehidupan moral dan begitu
pula wahyu, keduanya haruslah dipertemukan.46 Al-ghazali
berpendapat bahwa akhlak bukan sekedar perbuatan, bukan pula
sekedar kemampuan berbuat, juga bukan pengetahuan. Akan tetapi,

43
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, (Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005),juz 3.hal.52
44
Husain Al Habsy, Kamus Al Kautsar, (Surabaya: Assegaf,tt),87
45
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), alih bahasa oleh Farid Ma’ruf, (Jakart, Bulan Bintang:
1986), hal.62.
46
Al-Ghazali, op.cit. juz 3, hal.16.

21
akhlak harus menggabungkan dirinya dengan situasi jiwa yang siap
memunculkan perbuatan-perbuatan, dan situasi itu harus melekat
sedemikian rupa sehingga perbuatan yang muncul darinya tidak
bersifat sesaat melainkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-
hari. Kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya
bergantung kepada suatu aspek pribadi, akan tetapi terdapat empat
kekuatan didalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya
akhlak baik dan buruk. Kekuatan kekuatan itu ialah kekuatan ilmu,
kekuatan nafsu syahwat, kekuatan amarah dan kekuatan keadilan
diantara ketiga kekuatan ini.47
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah
suatu tingkah laku yang di dorong oleh suatu keinginan secara sadar
untuk melakukan perbuatan baik. Oleh karena itu orang yang memiliki
akhlak baik maka ia menuju pada martabat yang baik begitu pula
sebaliknya, orang yang memiliki akhlak yang buruk ia menuju pada
martabat yang rendah.
2. Pembagian Akhlak
A. Akhlak Terpuji
Setiap orang memiliki potensi unttuk berakhlak terpuji
karena pada dasarnya manusia terlahir dalam keadaan suci.
Akhlak terpuji merupakan merupakan arti dari bahasa arab yaitu
akhlak al mahmudah.
Mahmudah merupakan bentuk maf`ul dari kata hamidah
yang berarti “dipuji”. akhlak terpuji disebut pula dengan akhla`q
al-munjiyiat (akhlak yang menyelamatkan pelakunya dari
perbuatan buruk) atau makarim al-akhlak (akhlaq mulia).48
Menurut Al-Ghazali Akhlak mulia atau yang biasanya
disebut dengan akhlak karimah adalah keadaan batin yang baik.
Di dalam batin manusia, yaitu dalam jiwanya terdapat empat
tingkatan, dan dalam diri orang yang berakhlak baik, semua

47
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, (Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005),juz 3, hal 52.
48
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 87.

22
tingkatan itu tetap baik, moderat dan saling
mengharmonisasikan.49
Menurut M Yatimin Abdullah, mengutip pendapat dari Ibn
Rasyid “Akhlakul karimah adalah “tingkah laku yang terpuji yang
merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.
Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat terpuji”.50
Akhlakul karimah atau akhlak mahmudah adalah segala
sesuatu yang mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat serta
menyenangkan semua mausia. Karena akhlak mahmudah
merupakan sebuah tuntunan dari Nabi Saw, kemudian diikuti oleh
para sahabat dan ulama-ulama saleh sepanjang masa hingga hari
ini.51
Perbuatan-perbuatan yang termasuk akhlak terpuji
(akhlakul karimah) sebagai berikut :
a. Amanah
Kata amanah diartikan sebagai jujur atau dapat
dipercaya. Sedang dalam pengertian istilah, amanah
adalah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang,
baik harta atau ilmu atau rahasia lainnya yang wajib
dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak
menerimanya.52
b. Sabar
Sabar secara bahasa berarti menahan. Secara syariat,
sabar berarti menahan diri dari tiga hal: pertama, sabar
untuk taat kepada 23 Allah. Kedua, sabar dari hal-hal
yang diharamkan Allah. Ketiga, sabar terhadap takdir
Allah.53

49
M. Abul Quasem, Etika Al-Ghazali; Etika Majemuk di dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1988),
hal. 82.
50
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Persepektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007),hal.2.
51
Muhammad Abdurahman , Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2016),hal.34.
52
Barmawi Umari, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1976), hal.44.
53
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin; terj. Munirul Abidin, (Jakarta:
PT.Darul Falah, 2006), hal. 113.

23
Sabar bukan berarti menyerah tanpa adanya usaha,
namun sabar adalah tetap berusaha dengan hati yang
tenang sampai apa yang diinginkan tercapai dan dikala
apa yaSng di inginkan tidak tercapai atau mendapat
cobaan dari Alloh SWT maka ia tetap menerima dengan
hati yang ikhlas.
c. Qona’ah
Menurut Hamka, qana’ah itu mengandung lima
perkara yaitu:
1) Menerima dengan rela akan apa yang ada.
2) Memohon kepada Allah SWT tambahan yang
pantas, dan berusaha.
3) Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah SWT.
4) Bertawakkal kepada Allah SWT.
5) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.54
Dengan kata lain, qana’ah berarti merasa cukup dan
rela dengan pemberian yang dianugerahkan oleh Allah
SWT. Maksud qana’ah itu amatlah luas. Menyuruh
percaya dengan sebenar-benarnya akan adanya
kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita, menyuruh
sabar menerima ketentuan Allah SWT jika ketentuan itu
tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika
dipinjaminya nikmat, sebab kita tidak tahu kapan
nikmat itu pergi. Dalam hal yang demikian kita disuruh
bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh, sebab semasa
nyawa dikandunng badan, kewajiban belum berakhir.
Kita bekerja bukan lantaran meminta tambahan yang
telah ada dan tak merasa cukup pada apa yang ada di
tangan, tetapi kita bekerja, sebab orang hidup mesti
bekerja.55

54
Zahrudin AR dan Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hal.160.
55
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hal. 230

24
Dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat sifat
qona’ah sangat berpengaruh, karena dengan sifat
qona’ah dalam kehidupan pribadi seseorang mampu
meningkatkan wibawa,banyak di senangi orang lain dan
mendapatkan ketentraman hati. Sedangkan dalam
kehidupan bermasyarakat seseorang yang memiliki sifat
qona’ah akan menjaga kerukunan tetangga,
menghormati, saling peduli satu sama lain hingga
tercipta masyarakat yang aman, tentram dan damai.

B. Akhlak Tercela
Kata madzmumah berasal darai bahasa Arab yang artinya
tercela. Akhlak tercela merupakan tingkah laku yang tercela, yang
dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya
sebagai manusia. Bentuk-bentuk akhlak madzmumah bisa
berkaitan dengan Allah SWT, Rasullah SAW,dirinya, keluarganya,
masyarakat dan alam sekitarnya.56
Perbuatan perbuatan yang termasuk akhlak tercela adalah
sebagai berikut :
a. Syirik
Syirik dalam kamus besar bahasa indonesia adalah
penyekutuan Allah dengan yang lain. 57 Kata syirik
tersebut, berasal dari bahasa Arab yaitu syaraka yang
berarti sekutu, sejawat (partner).58 Dalam maqayisi al-
lughoh dikatakan bahwa kata syirik menunjukkan
makna muqaronah (berbanding atau bersamaan dalam
sesuatu) dan khilaf infirod (lawan dari kesendirian)
yaitu manakala sesuatu dimiliki berdua, tidak dimiliki
sendiri.59 Sedangkan Ibnu Manzhur dalam kitabnya
56
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal.121.
57
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. II; Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hal. 1075.
58
Ibnu Faris, Mu’jam Muqayis al-lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h. 265
59
Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Indonesia – Arab, (Cet. I; Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hal. 816.

25
lisanul ‘arab, berbuat syirik pada Allah yaitu
menjadikan adanya sekutu atau partner bagi Allah
dalam hal kepemilikan alam semesta.60
b. Takabur atau ujub
Takabur tebagi kedalam dua bagian, yaitu batin dan
lahir. Takabur batin adalah perbuatan-perbuatan
anggota tubuh yang muncul dari takabur batin.
Perbuatan-perbuatan buruk muncul dari takabur batin
yang sangat banyak sehingga tidak dapat disebutkan
satu per satu.61
c. Dengki
Dengki dalam bahasa Arab disebut hasad yaitu
perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah
memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi
dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan
berita yang dimiliki oleh orang tersebut diperoleh
dengan tidak sewajarnya.62
d. Ghibah
Al-Gibah secara bahasa merupakan “min al
ightiyab” diartikan sebagai yang tidak tampak. 63 Gibah
juga dapat berarti umpatan, fitnah dan gunjingan. Gibah
dalam bahasa Indonesia berarti perkataan yang
memburuk-burukkan orang lain.
Gibah dapat pula diartikan penggunjingan yang
diidentikan dengan kata gosip, yaitu cerita negatif
tentang seseorang. Dengan demikian, gibah dapat
dipahami mempunyai arti kurang lebih sama dengan
kata umpatan, penggunjingan dan gosip.64
60
Ibnu Manzhur al-fariqy Al-Mishri, lisan Al-Arab, (Beirut: Dar al-Fikri, 1990), hal. 449
61
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka Setia, 2010), hal.130.
62
Ibid,hal132.
63
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Pustaka Progresif,
1984), hal. 1025
64
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1985), hal. 1125

26
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefiniskan
gibah adalah obrolan tentang orang-orang lain atau
cerita-cerita negatif tentang seseorang.65 Juga sering
diidentikkan dengan istilah. rumor dan isu yang
merupakan suatu berita yang menyebar tanpa
berlandaskan pada fakta yang belum atau tidak melalui
sebuah klarifikasi (tabayyun).
e. Riya’
Riya’ berasal dari bahasa arab ru’yah yang artinya
melihat, sementara sum’ah berasal dari kata sama’
artinya mendengar.66 Imam Al-Ghozali memberikan
sebuah pengertian tentang riya’ adalah mencari
kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan
kepada mereka tentang beberapa hal yang bersifat
baik.67 Di dalam kitab minhajul abidin Imam Al-
Ghozali menyebutkan riya” adalah melakukan sesuatu
tetapi hanya ingin mendapatkan manfaat dunia melalui
jalan ibadah.68 Penjelasan Imam Al-Ghozali mengenai
riya’ dalam kitab Ihya’ ulumuddin dan kitab yang lain
artinya sama, yaitu memperlihatkan kebaikan, pangkat,
kedudukan di hati manusia menggunakan amal
perbuatan selain ibadah dan terkadang juga
menggunakan ibadah.69

65
Badudu and Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1994), hal. 469.
66
Al-ghozali, Mutiata Ihya’ Ulumuddin,penerjemah irwan kurniawan,(Bandung : penerbit
mizan,1999),hal.285.
67
Al-ghozali, Ihya’ Ulumuddin : menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, penerjemah Ibnu
Ibrahim Ba’adillah,( Jakarta :Republik,2012),hal.291.
68
AL-Ghazali, Menuju mukmin sejati, penerjemah abdulloh bin nuh, (Bogor :Fenomena,
1986),hal.308.
69
Al-ghozali, Ihya’ Ulumuddin : menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama, penerjemah Ibnu
Ibrahim Ba’adillah,( Jakarta :Republik,2012),hal.291.

27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN DAN SIFAT PENELITIAN
Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian kualitatif
lapangan. Sedangkan sifat penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarakan dan menginterprestasikan objek sesuai apa adanya. 70
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa penelitian “deskriptif
bertujuan untuk membuat pencanderaan secara sistematis,faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. 71
Berdasarkan pendapat tersebut penelitian diskriptif merupakan metode
penelitian yang menggambarkan objek sesuai apa adanya.
Sedangkan penelitian kualitatif lapangan yaitu “penelitian
mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan
gambaran yang lengkap dan terorganisasi mengenai unit sosial tertentu
yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisir
mengenai unit tersebut.72
Dengan diadakannya penelitian maka peneliti dapat mengetahui
secara langsung sumber permasalahan yang ada, peneliti akan
mengungkap bagaimana peran pondok pesantren dalam pembentukan
akhlak santri di pondok pesantren assalam dengan cara menjelaskan,
memamparkan/menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan
terperinci melalui bahasa yang tidak berwujud nomor/angka.
B. SUMBER DATA
Peneliti menggunakan dua sumber data yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder guna menunjang penelitian ini.
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah data langsung yang diperoleh dari
lapangan.73 Adapun sumber-sumber primer diperoleh dari nara

70
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 157.
71
Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal.75.
72
Ibid,hal.80.
73
Nasution, Metodologi Research: Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet XIII, hal.
143.

28
sumber melalui wawancara dan pengamatan terhadap staf (ustadz
atau ustadzah), santri, masyarakat sekitar Pondok Pesantren
Assalam. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini ialah
ustad atau ustadzah dan santri Pondok Pesantren Assalam.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperolah dari
sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan.74
peneliti juga menggunakan sumber data dokumen yang meliputi:
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Assalah, visi, misi, dan. tujuan
Pondok Pesantren Assalam, struktur pengurus Pondok Pesantren
Assalam, tata tertib pondok pesantren assalam dan jadwal kegiatan
Pondok Pesantren Assalam.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode untuk
mengumpulkan data antara lain.
1. Wawancara/interview
Wawancara adalah sebuah dialok atau tanya jawab yang dilakukan
oleh pewawancara (interview) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
sumber data.75 Dapat dijelaskan bahwa wawancara atau intervew
adalah satu bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden,
komunikasi berlangsung berupa tanya jawab dalam hubungan tatap
muka, sehingga dapat memperoleh data yang dikehendaki. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara bebas
terpimpin, yaitu dengan menyiapkan daftar pertanyaan berupa poin-
poin dengan sesuai wawancara santai, sehingga terwawancara tidak
menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang di wawancara. Dalam
penelitian ini wawancara ditujukan kepada, ustad atau ustadzah, santri
serta masyarakat sekitar Pondok Pesantren Assalam. Sehingga data
yang peneliti dapatkan benar-benar sesuai dengan apa adanya. Dalam

74
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Komunikasi,Ekonomi, Dan Kebijakan Publik
Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainya), (Kencana Prenada Media Grup, 2013), Cet.VII, hal. 132.
75
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian: Aplikasi Praktis, (Jakarta: Ramayana Press, 2008), hal.96.

29
tehnik wawancara ini peneliti mencari data yang berkenaan dengan
peran Pondok Pesantren dalam membentuk akhlak santri di Pondok
Pesantren Assalam Desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang.
2. Observasi
Observasi dapat didefinisikan sebagai metode pengumpulan data
dimana peneliti atau kalabolatornya mencatat informasi sebagai mana
yang mereka saksikan selama penelitian.76 Jadi dapat diartikan metode
observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan
catatan dan pengamatan di lokasi penelitian yang dilakukan oleh
peneliti. Observasi terdiri dari observasi partisipan yang artinya
peneliti ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan Pondok Pesantren
Baitul Kirom dan observasi non partisipan yang artinya peneliti
melakukan observasi terhadap hal-hal yang diteliti saja tanpa ikut
berpartisipasi dalam setiap aktifitas pondok yang dilaksanakan.
Sedangkan dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati
kegiatan Pondok Pesantren Assalam seperti mujahadah, kegiatan
ta’lim atau khitobah, burdah, bandongan dan bimbingan hikmah, serta
kegiatan-kegiatan yang diadakan Pondok Pesantren yang melibatkan
semua santri Pondok Pesantren.Yang bertujuan untuk mengetahui
peran Pondok Pesantren dalam membentuk akhlak santri di Pondok
Pesantren Assalam Desa Rejoyoso Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “teknik yang digunakan untuk
memperoleh informasi dan sumber tertulis atau dokumen-dokumen baik
berupa buku-buku, majalah peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian dan sebagainya.77 Sesuai dengan pengertianya teknik
dokumentasi ini adalah untuk mengumpulkan data baik data primer
maupun sekunder dari sebagian informasi yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini, terdiri dari dokumen yang meliputi: Sejarah
76
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grafindo, 2003), Cet II, hal.166.
77
Edi Kusnadi, Metodologi Penelitian: Aplikasi Praktis, (Jakarta: Ramayana Press, 2008),hal.102

30
berdirinya Pondok Pesantren Assalah, visi, misi, dan. tujuan Pondok
Pesantren Assalam, struktur pengurus Pondok Pesantren Assalam, tata
tertib Pondok Pesantren Assalam dan jadwal kegiatan Pondok
Pesantren Assalam.
D. TEKNIK PENJAMIN KEABSAHAN DATA
Teknik penjaminan keabsahan data dan untuk mengukur derajat
kepercayaan (creadibility) dalam proses pengumpulan data penelitian. Dan
salah satu contoh untuk mengukur derajat kepercayaan (creadibility)
adalah Triangulasi data untuk membandingkan data dari metode yang
sama dengan sumber yang berbeda dengan tujuan penjelasan banding.78
Berdasarkan pengertian di atas, teknik triangulasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik. Dalam penelitian ini,
penulis membandingkan data yang diperoleh dari sumber primer, dengan
data yang diperoleh dari sumber sekunder. Dalam hal ini penulis
membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan ustad
dan ustadzah, dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
santri. Selain itu penulis juga membandingkan data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan data yang diperoleh dari observasi, sehingga
diketahui kesesuaian data hasil wawancara dengan fakta di lapangan.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis kualitatif adalah upaya yang digunakan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
mengemukakan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.79 Dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara interatif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas analisis data yaitu data reduction, data display, dan
conclusion.80

78
Zuhairi, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jakarta: Rajawali Press, 2016), Cet I, hal. 40-
41.
79
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 248.
80
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&B, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.
246.

31
Berdasarkan keterangan di atsa teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain :
1. Reduksi data
Reduksi data berarti merangkum,memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Jadi
dalam penelitian ini peneliti mencari data-data yang akurat dan sesuai
dengan yang peneliti butuhkan, yaitu dari berbagai sumber, yang
meliputi data primer dan sekundar. Data perimer diperoleh dari
wawancara terhadap ustadz atau ustadzah, santri, dan masyarakat
sekitar pondok, sedangkan data sekunder didapat dari buku-buku,
majalah, internet dan sebagainya.
2. Penyajian data
Langkah kedua yaitu penyajian data, dalam penelitian kualitatif,
“penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan
hubungan antar kategori dan sejenisnya”. Sesuai dengan kutipan diatas
peneliti dalam menyajikan data dengan menggunakan teks yang bersifat
naratif. Yaitu dengan cara mengkaitkan antara data yang satu dengan
yang lain sehingga menjadi suatu teks yang terorganisasikan tersusun
dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami dan
mempermudah peneliti dalam penyelesaian penelitian.
3. Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif penarikan dan
verivikasi kesimpulan dalam penelitian kualitataif dapat berupa dekripsi
atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa
hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.81
Berdasarkan uraian di atas dengan cara mengorganisasikan data,
memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan mengemukakan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain tindakan selanjutnya adalah merangkum
81
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&B, (Bandung: Alfabeta, 2009),
hal.247-252.

32
serta menyajikan data secara singkat dan menvarifikasi data tersebut
untuk mengetahui peran Pondok Pesantren dalam membentuk akhlak
santri di Pondok Pesantren Assalam Desa Rejoyoso Kecamatan Bantur
Kabupaten Malang.

33
DAFTAR PUSTAKA

A.Nasir Baki, Arah Studi Keislaman di Indonesia, Makalah disampaikan pada


Pembukaan Kuliah Umum Pascasarjana STAIN Panagkaraya Kalimantan
Tengah, pada tanggal 23 Oktober 2014.

Abdurahman.Muhammad, Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia,


Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016.
Abul.M.Quasem, Etika Al-Ghazali; Etika Majemuk di dalam Islam, Bandung:
Pustaka, 1988.
Al Munjid,fi al lughah wal adab wal ulum, Libanon, Beirut : 1958.
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005.

AL-Ghazali, Menuju mukmin sejati, penerjemah abdulloh bin nuh,


Bogor :Fenomena, 1986.
Al-ghozali, Ihya’ Ulumuddin : menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama,
penerjemah Ibnu Ibrahim Ba’adillah, Jakarta :Republik,2012.
Al-ghozali, Mutiata Ihya’ Ulumuddin,penerjemah irwan kurniawan, Bandung :
penerbit mizan,1999.
Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu, 2006.

Anwar.Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.


Aziz.Muhammad Anshori “Pendidikan non formal sebagai upaya peningkatan
akhlaq terpuji anak jalanan di yayasan anak jalanan,” Skripsi. Fakultas
ilmu tarbiyah dan keguruan UIN Sunan KalijagaYOgyakarta, 2011.

Badudu and Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Bahri.M.Ghazali, MA. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan


Pendoman Ilmu Data, Jakarta: IRP Press, 2001.
Bungin.Burhan, Metode Penelitian Kualitatif, Komunikasi,Ekonomi, Dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainya, Kencana Prenada Media
Grup, 2013.

34
Dep. P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1987.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.
II; Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Dhofier.Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1985.

Dr. Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.
Faris.Ibnu, Mu’jam Muqayis al-lughah, Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
Gozali,M. Bahri, Pendidikan Pesantren berwawasan lingkungan, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 2001.
Hamid.Abu, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan,
dalam Taufik Abdullah(ed.), Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta:
Rajawali Press, 1983.
Hamka, Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990.

Humrey.Edward, Encyclopedia Internasional. New York: Grolier, 1975.


Ibnu Manzhur al-fariqy Al-Mishri, lisan Al-Arab, Beirut: Dar al-Fikri, 1990.

Ihsan.Fuad, Dasar-dasar Kependidikan. (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997),


hal. 4.
Jasmadi, Moderenisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press, 2002
Kusnadi.Edi, Metodologi Penelitian: Aplikasi Praktis, Jakarta: Ramayana Press,
2008.

Madjid.Nurcholish, Modernisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press, 2002.


Maleong .Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1988.

Mokhtar, Afandi, Marzuki Wahid, dkk, Tradisi Kitab Kuning Sebuah Observasi
Umum, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren, ,Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.
Muhammad.Syaikh Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin; terj. Munirul
Abidin, Jakarta: PT.Darul Falah, 2006

35
Mujib.Abdul , Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Kencana, 2010..

Mulkhan.Abdul Munir, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan


Dalam Islam, Jakarta: SIPRESS,1994.

Munawir.Ahmad Warson, Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia Jakarta: Pustaka


Progresif, 1984.
Munawir.Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Indonesia – Arab, Cet. I;
Surabaya: Pustaka Progressif, 2007.
Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, Bandung: CV Alfabeta, 1995.
Nasution, Metodologi Research: Penelitian Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Oktavia.Wiwik, “peranan kegiatan pondok pesantren terhadap perubahan akhlak


masyarakat di pondok pesantren wali songo di kampung Sukajadi
kecamatan Bumi Ratu Nuban Lampung Tengah”, Metro : koleksi Perpus
IAIN,2013.

Poerbakawatja.Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,


1982.
Qomar.Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, 2005.

Rahardjo.M. Dawam, Dunia Pesantren Dalam Peta Pembaharuan, Jakarta:


LP3ES, 1985.

Sabri.Alisuf, Ilmu Pendidikan. Cet. I, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999.


Saleh.Abdur Rahman, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta:
Departemen Agama RI, 1982.

Sekretariat Negara RI., Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-undang No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, cet. Ke II, Jakarta: Visimedia, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&B, (Bandung:


Alfabeta, 2009.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

36
Suryabrata.Sumadi, Metodologi penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hal.75.
Umar.Bukhori,Hadist Tarbawi, Jakarta: Amzah, 2002.
Umari.Barmawi, Materi Akhlak, Solo: Ramadhani, 1976.
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: Grafindo, 2003.
Wiryosukarto.Amir Hamzah (ed.), Biografi K.H. Imam Zarkasih dari Gontor
Merintis Pesantren Modern, Ponorogo: Gontor Press, 1996.
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: (Jakarta: PN.
Balai Pustaka, 1985.
Yatimin .M.Abdullah, Studi Akhlak dalam Persepektif Al-Qur’an, Jakarta:
Amzah, 2007.

Zahrudin AR dan Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Zuhairani dkk, filsafat pendidikan islam,Jakarta:DEPARTEMEN AGAMA,1982.

Zuhairi, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta: Rajawali Press, 2016.

37

Anda mungkin juga menyukai