Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Audit Internal

2.1.1.1 Pengertian Audit Internal

Audit internal merupakan salah satu unsur penting dari struktur

pengendalian internal yang berada di dalam suatu organisasi yang sesuai dengan

ketentuan aturan atau kepentingan manajemen yang akan membantu sebuah

organisasi di perusahaan untuk mencapai tujuannya.:

Definisi audit internal yang diadopsi dari IIA atau Institute of Internal Audit

tahun 1999 (Kurt F. Reding.,2013: 1-3) adalah sebagai berikut :

“Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting


activity designed to add value and improve organization’s operation. It’s
help an organization accomplish it’s objectives by bringing a systematic,
disciplined, approach to evaluate and improve the effectiveness of risk
management, control and governance processes.”

(Audit internal adalah aktivitas konsultasi dan independen yang objektif,

dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini

membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan

sistematis, disiplin, untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen

risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal merupakan

suatu kegiatan penilaian yang independen dan objektif yang bertujuan untuk

menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan, serta

10
11

menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Dan sudah jelas bahwa

audit internal akan membantu semua tingkatan manajemen agar tanggung jawab

yang diberikan telah dilaksanakan dengan baik.

Ada pun penjelasan aktivitas audit internal menurut Standar Internasional

Praktik Profesional Audit Internal 2017 sebagai berikut:

1. Jasa assurance (asurans) merupakan kegiatan penilaian bukti obyektif oleh


auditor internal untuk memberikan pendapat atau simpulan mengenai suatu
entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subyek lainnya. Sifat dan ruang
lingkup suatu penugasan asurans ditentukan oleh auditor.
2. Jasa consulting/konsultansi adalah jasa yang bersifat pemberian nasihat, yang
pada umumnya diselenggarakan berdasarkan permintaan spesifik dari klien.
Sifat dan ruang lingkup jasa konsultansi didasarkan atas kesepakatan dengan
klien.

2.1.1.2 Tujuan, Kewenangan dan Tanggung jawab Audit Internal

Pada sebuah perusahaan, adanya tujuan dari audit internal dilakukan untuk

membantu organisasi mencapai tujuannya. Ada pun Bussiness objective suatu

perusahaan, yang telah dikategorikan oleh Committee of Sponsoring Organization

of the Treadway Commission (COSO) pada tahun 2004 (Kurt F. Reding.,2013: 1-

3) yaitu:

1. Strategic objectives, dimana tujuan ini menyinggung tentang nilai yang

dibuat oleh manajemen pada perusahaan untuk tujuan para pemangku

kepentingan organisasi. Di dalam tujuan ini menunjuk kepada apa yang

ingin dicapai oleh sebuah organisasi, kemudian manajemen di dalam

perusahaan membuat rencana atau pun strategi yang ditetapkan untuk

mencapai tujuan organisasi tersebut.

2. Operations objectives, dimana tujuan ini menyinggung tentang efektifitas

dan efisiensi dari operasi di dalam organisasi,termasuk diantaranya tindakan


12

dalam mencapai tujuan keuntungan serta perlindungan atas sumber daya

dari kerugian tersebut.

3. Reporting objectives,dimana tujuan ini berkaitan dengan reliabilitas dari

pelaporan keuangan maupun non keuangan kepada pihak internal mapun

eksternal.

4. Compliance objectives,dimana tujuan ini menyinggung tentang ketaatan

terhadap peraturan yang berlaku serta pelaporan informasi keuangan dan

non keuangan.

Tanggung jawab audit internal adalah memberikan pelayanan kepada

manajemen dalam suatu organisasi dan mempertanggung jawabkan pekerjaannya

sesuai dengan kode etik yang berlaku. Apabila audit internal melaksanakan

tugasnya dengan penuh tanggung jawab, maka hasil audit akan menjadi

berkualitas dan relevan dengan objek yang diaudit.

Menurut Internasional Professional Practice Framework (IPPF) (2017)

penjelasan mengenai tujuan,kewenangan,dan tanggung jawab audit internal yang

ada di butir 1000 adalah sebagai berikut :

“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab aktivitas audit internal harus


didefinisikan secara formal dalam suatu piagam audit internal, dan harus
sesuai dengan Misi audit internal dan unsur-unsur yang diwajibkan dalam
Kerangka Praktik Profesional Internasional (Prinsip Pokok Praktik
Profesional audit internal, Kode Etik, Standar dan Definisi audit internal).
Kepala audit internal (KAI) harus mengkaji secara periodik piagam audit
internal dan menyampaikannya kepada manajemen senior dan dewan untuk
memperoleh persetujuan.”

Pernyataan tersebut dimaksudkan agar tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab

yang dilakukan oleh audit internal harus dinyatakan dalam dokumen tertulis secara
13

formal sesuai dengan misi audit internal dan unsur-unsur yang diwajibkan dalam

kerangka praktik profesional internasional.

2.1.1.3 Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal

Audit internal merupakan suatu profesi yang dalam kegiatannya diatur di

dalam Standar Profesi Audit Internal yang tujuannya agar pelaksanaan audit

internal berjalan dengan baik. Maka dari itu Standar Profesi Audit Internal harus

dijadikan sebagai pedoman bagi pelaksanaan aktivitas audit internal agar dalam

menjalankan aktivitasnya, auditor internal dapat berperan untuk memberikan nilai

tambah bagi perusahaan atau organisasi serta dapat memenuhi tanggung

jawabnya.

Standar adalah prinsip-prinsip yang menyediakan kerangka kerja bagi

pelaksanaan audit internal. Dikutip dari Internasional Professional Practice

Framework (IPPF) (2017) ,Tujuan standar terdiri dari:

1. Memberikan panduan untuk pemenuhan unsur-unsur yang diwajibkan


dalam Kerangka Praktik Profesional Internasional (International
Professional Practices Framework).
2. Memberikan kerangka kerja dalam melaksanakan dan meningkatkan
berbagai bentuk layanan audit internal yang bernilai tambah.
3. Menetapkan dasar untuk mengevaluasi kinerja audit internal.
4. Mendorong peningkatan proses dan operasional organisasi.

Standar terdiri dari dua kelompok utama yaitu:

a. Standar atribut merupakan standar yang berkaitan dengan karakteristik

organisasi atau mengatur atribut organisasi dan individu yang

melaksanakan audit internal.

b. Standar kinerja merupakan standar yang mengatur sifat dari audit internal

dan menetapkan kriteria mutu untuk mengukur kinerja jasa audit internal.
14

2.1.1.4 Tiga Pilar Efektivitas Jasa Audit Internal

Menurut Kurt F. Reding (2013:2-5) bahwa, terdapat tiga pilar dalam efektivitas

jasa audit internal diantaranya adalah:

a. Independence & Objectivity (Independensi dan Objektivitas)

b. Proficiency (Kecakapan)

c. Due Professional Care (Kecermatan Profesional)

Penjelasan tiga pilar efektivitas jasa audit internal ini tercantum di dalam standar

atribut yang dikutip dari Internasional Professional Practice Framework (IPPF)

(2017),yaitu:

1. Independensi dan Objektivitas (Standar Atribut-1100)

Fungsi audit internal harus independen dan auditor internal harus obyektif

dalam melaksanakan pekerjaannya.

a. Independensi Organisasi (Standar Atribut-1110)

Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang

memungkinkan fungsi tersebut dapat memenuhi tanggung jawabnya.

Independensi organisasi dapat terpenuhi secara efektif jika fungsi audit

internal berinteraksi langsung dan memiliki akses komunikasi yang

memadai terhadap pimpinan dan kepada dewan pengawas organisasi.

Pelaporan kepada dewan paling tidak dilaksanakan setahun sekali.

b. Objektivitas Individual (Standar Atribut-1120)

Auditor internal harus memiliki sikap mental yang obyektif, tidak

memihak dan senantiasa menghindarkan diri dari kemungkinan

timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).


15

2. Kecakapan (Standar Atribut-1210)

Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi

lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh

pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk

melaksanakan tanggung jawabnya.

3. Kecermatan Profesional (Standar Atribut-1220)

Auditor internal harus menggunakan kecermatan dan keterampilan yang

layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang cukup hati-hati

(reasonably prudent) dan kompeten. Dalam menerapkan kecermatan

profesional auditor internal perlu mempertimbangkan:

a. Ruang lingkup penugasan.

b. Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.

c. Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses

governance.

d. Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.

Seperti yang sudah di jelaskan diatas mengenai tiga pilar efektivitas jasa

audit internal tersebut merupakan sifat atau pun karakteristik yang harus dimiliki

oleh auditor internal dalam melaksanakan kegiatan audit internal. Salah satu

tujuannya untuk melakukan pencegahan kecurangan yang berada di dalam

organisasi.
16

2.1.2 Kecurangan (Fraud)

2.1.2.1 Definisi kecurangan (fraud)

Setiap aktivitas di dalam organisasi pasti akan selalu ada ketidakpastian

yang identik dengan risiko, diantaranya adalah risiko kecurangan. Ada pun

definisi kecurangan (fraud) Menurut The Institute of Internal Auditor yang dikutip

dalam Karyono (2013:4) yaitu:

“Kecurangan adalah sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan


melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang
disengaja.”

Menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) yang dikutip

dalam Karyono (2013:3), kecurangan didefinisikan sebagai berikut:

“Fraud (kecurangan) berkenaan dengan adanya keuntungan yang diperoleh


seseorang dengan keadaan yang sebenarnya. Di dalamnya termasuk unsur-
unsur surprise/tak terduga, tipu daya, licik, dan tidak jujur yang merugikan
orang lain”.

Berdasarkan berbagai definisi tersebut,kecurangan (fraud) dapat juga

mengandung makna suatu perbuatan yang melanggar hukum (illegal act),

penyimpangan, atau pun segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

mendapatkan keuntungan pribadi dan dapat memberikan kerugian kepada pihak

lain. Misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-

pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam organisasi mau pun dari

luar organisasi.

2.1.2.2 Kondisi Penyebab Kecurangan (fraud)

Menurut Karyono (2013:6) penyebab kecurangan diantaranya adalah

sebagai berikut :
17

1. Individu

Salah satu penyebab kecurangan di dalam perusahaan adalah berasal dari

faktor individu. Biasanya seseorang akan bertindak rasional dan penuh

perhitungan untuk menghindari hukumannya demi mencapai keuntungan sendiri.

Selain itu Tindakan kecurangan didorong oleh kondisi terbukanya kesempatan,

pengawasan yang lemah, dan terdapat motivasi pendorong yang akan menggoda

seseorang untuk bertindak kecurangan. Namun ada juga beberapa faktor yang

sangat mempengaruhi tingkat kecurangan seseorang pada dasarnya seperti faktor

lingkungan,sosial atau pun perkembangan moral yang akan mempengaruhinya.

2. Organisasi

Selain faktor individu, penyebab kecurangan bisa disebabkan oleh faktor

organisasi. Seperti seseorang yang berada di dalam organisasi, dimana hal yang

dia inginkan adalah memperoleh kesenangan pribadi dengan mengikuti kata hati

dan mempunyai motivasi tersendiri. Kemudian sebuah organisasi di dalam

perusahaan akan saling mendukung untuk melakukan tindakan kecurangan karena

mereka pun lebih mengutamakan untuk mendapat keuntungan sehingga tindakan

ini dapat menjadikan sebuah organisasi mempunyai etika yang tidak patut untuk

dicontoh di dalam perusahaan. Selanjutnya sebuah organisasi akan mendapatkan

apa pun yang mereka inginkan, dimana hal ini dipengaruhi oleh faktor sosial

budaya di organisasi dengan menganut budaya konsumerisme dan materialisme

demi mencapai tujuannya.

2.1.2.3 Bentuk-Bentuk Kecurangan (Fraud)

Menurut Examination Manual 2006 dari Association of Certified Fraud


18

Examiner yang dikutip oleh Karyono (2013:17), kecurangan (fraud) terdiri atas

empat kelompok besar yaitu:

1. Kecurangan Laporan (Fraudulent Statement) yang terdiri atas Kecurangan


Laporan Keuangan (Financial Statement) dan Kecurangan Laporan Lain
(Non Financial Statement).
2. Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation) yang terdiri dari atas
Kecurangan Kas (Cash) dan Kecurangan Persediaan dan Aset Lain
(Inventory and Other Assets)
3. Korupsi (Corruption) yang terdiri atas Pertentangan Kepentingan (Conflict
of Interest), Penyuapan (Bribery), Hadiah Tidak Sah (Illegal Gratuities),
dan Pemerasan Ekonomi (Economic Exortion).
4. Kecurangan yang berkaitan dengan komputer.

2.1.2.4 Faktor Penyebab/Pendorong Kecurangan (Fraud)

Setiap tindakan kecurangan, selalu didorong atau dipicu oleh suatu kondisi

dan perilaku penyebab terjadinya. Banyak ahli dan organisasi profesi mengungkap

pendorong atau penyebab fraud, dan berikut adalah beberapa diantaranya seperti

yang dikutip oleh Karyono (2013:8-11), yaitu:

1. Teori C = N + K

Teori ini dikenal di jajaran atau profesi kepolisian yang menyatakan bahwa

Kriminal (C) sama dengan Niat (N) dan Kesempatan (K). Teori ini sangat

sederhana dan gamblang karena meskipun seseorang memiliki niat untuk

melakukan kecurangan, tapi jika tidak ada kesempatan maka tidak akan

terjadi, dan demikian pula sebaliknya.

2. Teori Segitiga Fraud (Fraud Triangle Theory)

Menurut Dr. Donald Cressy yang dikutip oleh Karyono (2013:8-10) terdapat

tiga unsur yang dapat menyebabkan atau mendorong terjadinya kecurangan

atau yang lebih dikenal sebagai fraud triangle, yaitu:


19

a. Tekanan (Pressure)

Dorongan untuk melakukan kecurangan terjadi pada karyawan

(employee fraud) dan oleh manajer (management fraud) serta dorongan

itu bisa terjadi antara lain karena tekanan keuangan, kebiasaan buruk,

tekanan lingkungan kerja, dan tekanan lainnya yang membuat

seseorang melakukan tindakan kecurangan.

b. Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan bisa timbul terutama karena lemahnya pengendalian

internal untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Kesempatan juga

dapat terjadi karena lemahnya sanksi, dan ketidak mampuan seseorang

dalam menilai kualitas kinerja.

c. Pembenaran (Rationalization)

Pelaku kecurangan mencari pembenaran antara lain:

a. Pelaku menganggap bahwa yang dilakukannya itu sudah merupakan

hal yang biasa atau wajar yang dilakukan oleh orang lain pula.

b. Pelaku merasa berjasa besar terhadap organisasi dan seharusnya ia

menerima lebih banyak dari yang diterimanya.

c. Pelaku menganggap tujuannya baik yaitu untuk mengatasi

masalah,yang nanti akan dikembalikan.

Fraud triangle atau yang disebut juga segi tiga fraud dapat digambarkan

sebagai berikut:
20

Gambar 2.1
Fraud triangle

Sudut pertama dari segi tiga itu diberi judul pressure yang merupakan

perceived non-shareable financial need. Sudut kedua, perceived opportunity.

Sudut ketiga,rationalization (Tuanakotta,2010:207).

3. Teori GONE

Teori ini dikemukakan oleh Jack Balogna yang dikutip oleh Karyono

(2013:10-11) dimana terdapat empat factor pendorong seseorang untuk

melakukan tindak kecurangan yang dikenal dengan teori GONE, yaitu:

a. Greed (Keserakahan)

Keserakahan merupakan faktor individual yang berhubungan dengan

individu. Faktor ini pun berkaitan dengan perilaku moral dan perilaku

serakah yang potensial ada di dalam diri setiap orang.

b. Opportunity (Kesempatan)

Kesempatan merupakan faktor generik/umum yang berhubungan

dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecuranagan. Kesempatan

berkaitan dengan keadaan organisasi ,instansi, masyarakat yang kondisi

pengendaliannya lemah sehingga terbuka bagi seseorang untuk


21

melakukan kecurangan terhadapnya.

c. Need (Kebutuhan)

Kebutuhan merupakan faktor individual yang berhubungan dengan

individu yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupannya secara layak.

d. Exposure (Pengungkapan)

Pengungkapkan merupakan faktor generik/umum yang berhubungan

dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecuranagan.

Pengungkapan yang dimaksud berkaitan dengan tindakan atau

konsekuensi hukum terhadap pelaku kecurangan.

4. Teori Monopoli

Teori ini dikembangkan oleh Robert Klinggard dalam Cleaning Up and

Invigorating The Civil Cervice yang dikutip oleh Karyono(2013:11), Faktor-

faktor yang dapat memengaruhi terjadinya kecurangan yaitu: C = M + D –

A. Menurut teori ini korupsi (Corrupt= C) diartikan sama dengan monopoli

(Monopoly = M) ditambah kebijakan (Decretism = D) dikurangi

pertanggungjawaban (Accountability= A).

2.1.2.5 Pencegahan Kecurangan (Fraud)

Faktor penyebab/pendorong terjadinya tindakan kecurangan (fraud) karena

ada beberapa kondisi/keadaan yang memaksa seseorang untuk melakukannya,

seperti adanya tekanan,kesempatan,dan pembenaran. Bagaimana pun

kondisi/keadaan tersebut harus segera dilakukannya pencegahan atau setidak

tidaknya dapat dikurangi agar tidak terjadi kecurangan. Mencegah fraud

merupakan segala upaya untuk menangkal pelaku potensial, mempersempit ruang


22

gerak, dan mengidentifikasi kegiatan yang beresiko tinggi terjadinya kecurangan

(fraud).

Pencegahan fraud merupakan aktivitas memerangi fraud dengan biaya yang

murah. Pencegahan kecurangan bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih

baik dicegah daripada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu

artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak tertentu,

bandingkan bila kita berhasil mencegahnya tentu kerugian belum semuanya

beralih ke pelaku fraud (Fitrawansyah,2014:16).

Menurut Karyono (2013:47) pencegahan kecurangan (fraud) bertujuan

untuk:

a. Prevention: mencegah terjadinya tindakan kecurangan (fraud);

b. Deference: menangkal pelaku potensial;

c. Description: mempersulit gerak langkah pelaku kecurangan (fraud);

d. Recertification: mengidentifikasi kegiatan berisiko tinggi dan

kelemahan pengendalian intern;

e. Civil action prosecution: memberi tuntutan kepada pelaku.

Dengan adanya upaya pencegahan kecurangan (fraud) yang diterapkan

maka perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap

tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh

perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan

pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.

2.1.2.6 Pencegahan Kecurangan (Fraud) Menurut Teori Fraud Triangle

Menurut segitiga fraud (fraud triangle) faktor pendorong terjadinya fraud


23

adalah tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Untuk mencegahnya diperlukan

langkah-langkah untuk meminimalisir sebab terjadinya yaitu:

1. Mengurangi „Tekanan” Situasional yang Menimbulkan Kecurangan.

a. Menghilangkan tekanan yang berasal dari eksternal yang mungkin

pegawai akuntansi akan tergiur untuk melakukan kecurangan terhadap

laporan keuangan.

b. Menghilangkan hambatan operasional yang akan mengganggu jalannya

kinerja keuangan dengan cara pengendalian modal kerja atau pun

pengendalian terhadap kelebihan adanya barang persediaan dan volume

produksi.

c. Menetapkan dan mematuhi prosedur akuntansi dengan jelas dan

seragam sesuai kebijakan yang ada.

d. Menghilangkan tekanan keuangan dengan penggajian yang memadai.

e. Menciptakan sebuah lingkungan kerja yang lebih positif untuk pegawai,

seperti mengakui pekerjaan karyawan dengan baik dan memberikannya

penghargaan.

2. Mengurangi “Kesempatan” Melakukan Kecurangan.

a. Meningkatkan pengendalian baik dalam rancangan struktur

pengendalian maupun dalam pelaksanaannya.

b. Menjaga keakuratan dan kelengkapan catatan akuntansi.

c. Hati-hati dalam memonitor transaksi bisnis dan hubungan yang bersifat

pribadi dari pemasok, pembeli, atau pun pihak pihak lain yang

berhubungan dalam bertransaksi diantara beberapa unit keuangan.


24

d. Menetapkan sebuah sistem keamanan yang bersifat fisik untuk

memastikan aset perusahaan, termasuk barang jadi, uang tunai,

peralatan, mau pun beberapa barang berharga lainnya.

e. Mengadakan pembagian fungsi diantara karyawan, sehingga

memisahkan adanya beberapa kekuasaan yang berada pada satu orang.

f. Menjaga keakuratan catatan pegawai termasuk memeriksa latar

belakang kepada pegawai baru.

g. Menetapkan sanksi yang tegas bagi pegawai yang melakukan

kecurangan.

h. Menetapkan penilaian prestasi kerja bagi sebuah organisasi atau pun

karyawan secara adil dan jujur.

3. Mengurangi “Pembenaran” Melakukan Kecurangan dengan Memperkuat

Integritas Pribadi Pegawai.

a. Adanya sikap jujur dan tidak jujur di perusahaan yang memiliki aturan

tersendiri yang harus didefinisikan ke dalam kebijakan perusahaan.

b. Para manajer harus mempunyai perilaku jujur yang akan memberikan

salah satu contoh lingkungan positif bagi karyawannya.

c. Konsekuensi terhadap pelanggaran aturan dan ketentuan hukuman

untuk pelaku kecurangan harus tertulis dengan jelas dan dapat

dikomunikasikan.

2.1.3 Hubungan Pelaksanaan Audit Internal dengan Pencegahan


Kecurangan

Kecurangan (fraud) bukan saja berakibat berkurangnya aset organisasi tetapi


25

dapat juga mengurangi reputasi di dalam perusahaan. Tindakan kecurangan

(fraud) dapat dikurangi melalui langkah langkah pencegahan atau penangkalan,

pendeteksian dan investigasi. Untuk mencegah,mendeteksi,dan menginvestigasi

kecurangan harus meningkatkan pemahaman dan mempelajari terlebih dahulu

tentang teori dan pengertian kecurangan (fraud). Seperti yang dikutip dari Standar

Internasional Praktik Profesional Audit Internal (2017) yang terdapat pada butir

1210.A2 yaitu:

“Auditor internal harus memiliki pengetahuan memadai untuk dapat


mengevaluasi risiko kecurangan, dan cara organisasi mengelola risiko
tersebut,namun tidak diharapkan memiliki keahlian seperti layaknya
seseorang yang tanggung jawab utamanya adalah mendeteksi dan
menginvestigasi kecurangan. “

Untuk mencegah kecurangan (fraud) di dalam perusahaan perlu

dilakukannya eliminasi penyebab dan faktor pendorong seseorang melakukan

kecurangan (fraud) serta perbaikan pengendalian internalnya. Peranan auditor

internal atau pun pelaksanaan audit internal memiliki pengaruh yang sangat besar

di dalam perusahaan untuk mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas kegiatan

perusahaan terutama dalam pencegahan kecurangan (fraud).

Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam

pencegahan kecurangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir

sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan akan terjadinya

suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi

kecurangan tersebut (Amrizal, 2004:4).

Mengacu pada Standar Internasional Praktik Profesional Audit Internal

(2017) yang terdapat pada butir 2300 mengenai pelaksanaan penugasan yang
26

menyebutkan bahwa:

“Auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan


mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan
penugasan.”

Menurut (Munteanu V, Zuca M, Zuca S, 2010:34) dalam (Daniela Petraşcua

dan Alexandra Tieanu, 2014:492), tanggung jawab pencegahan kecurangan dalam

suatu organisasi dibagi antara dewan eksekutif, komite audit, dan audit internal.

Audit internal merupakan garis pertahanan yang efisien terhadap kecurangan,

memiliki peran baik dalam memantau risiko, maupun dalam kecurangan

pencegahan dan deteksi. Audit internal merupakan alat yang menjadi tanggung

jawab komite audit, satu-satunya mampu secara independen menilai risiko

penipuan dan tindakan anti-penipuan yang dilaksanakan oleh dewan eksekutif.

Dari penjelasan diatas ,dapat di jelaskan bahwa pelaksanaan audit internal

merupakan suatu cara yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya

kecurangan dalam suatu organisasi agar dapat mewujudkan tujuan perusahaan.

Sehingga pelaksanaaan audit internal di perusahaan dapat meminimalisir

kecurangan yang ada,karena audit internal memainkan peranan yang penting

dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program-program

pengendalian telah berjalan efektif. Pengendalian yang memadai diharapkan dapat

menekan kesalahan, penyimpangan, dan kecurangan dalam perusahaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:


27

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Variabel Hasil Penelitian Variabel Terbaru


Peneliti Penelitian Penelitian yang Digunakan
1. Nuraini, Pengaruh X:Pelaksanaan Hasil penelitian X:Pelaksanaan
Dhina Pelaksanaan Audit Internal menunjukan Audit Internal
Putri Audit Internal 1.Pengelolaan bahwa 1.Independensi
(2017) terhadap Fungsi Audit pelaksanaan dan
Skripsi Pencegahan Internal Audit Internal Objektivitas
Kecurangan 2.Lingkup di Perusahaan 2.Kecermatan
(Studi Kasus Penugasan Daerah Air Profesional
Pada 3.Perencanaan Minum 3.Kecakapan
Perusahaan Penugasan Tirtawening
Daerah Air 4.Pelaksanaan Kota Bandung Y:Pencegahan
Minum Penugasan mempunyai Kecurangan
Tirtawening 5.Komunikasi pengaruh 1.Mengurangi
Kota Hasil terhadap Tekanan
Bandung) Penugasan pencegahan 2.Mengurangi
6.Pemantauan kecurangan. Kesempatan
Tindak lanjut 3.Mengurangi
7.Resolusi Pembenaran
Penerimaan
Risiko oleh
Manajemen

Y:Pencegahan
Kecurangan
1.Membangun
Struktur
Pengendalian
Internal yang
baik
2.Mengefektifk
an aktivitas
pengenda-
lian
3.Meningkat
kan Kultur
Organisasi
4.Mengefektif
kan Fungsi
Internal Audit
2. Komaruz Pengaruh X: Audit Hasil penelitian X:Pelaksanaan
zaman, Audit Internal Internal menunjukan Audit Internal
eka terhadap 1.Independensi bahwa 1.Independensi
(2015) Pencegahan 2.Tanggung hubungan audit dan
Skripsi Kecurangan Jawab dan internal dengan Objektivitas
(fraud) (Studi Kewenangan pencegahan 2.Kecermatan
Kasus pada Audit kecurangan Profesional
Bank Syariah 3.Kemampuan pada Bank 3.Kecakapan
Mandiri) Profesional Syariah Mandiri
4.Ruang terdapat Y:Pencegahan
Lingkup pengaruh yang Kecurangan
28

Audit signifikan. 1.Mengurangi


5. Survei Tekanan
Pendahu- 2.Mengurangi
luan Kesempatan
6. Pelaksanaan 3.Mengurangi
Kegiatan Pembenaran
Audit

Y:Pencegahan
Kecurangan
(fraud)
1.Syarat
Penemuan
Fraud
2.Ruang
Lingkup
Fraud
Auditing
3.Pendekatan
Audit
3. Martsad, Pengaruh X:Pelaksanaan Hasil penelitian X:Pelaksanaan
Muham- Audit Internal Audit Internal menunjukkan Audit Internal
mad terhadap 1.Mengelola bahwa 1.Independensi
Fadillah Pencegahan Aktivitas hubungan Audit dan
(2017) Kecurangan Audit Internal Internal dengan Objektivitas
Skripsi (fraud) (Studi 2.Sifat Dasar pencegahan 2.Kecermatan
Kasus pada Pekerjaan kecurangan Profesional
PT. Cocacola 3.Perencanaan pada PT. 3.Kecakapan
Amatil Penugasan Cocacola
Indonesia) 4.Pelaksanaan Amatil Y:Pencegahan
Penugasan Indonesia Kecurangan
5.Komunikasi memberikan 1.Mengurangi
Hasil pengaruh yang Tekanan
Penugasan signifikan. 2.Mengurangi
6.Pemantauan Kesempatan
Perkembanga 3.Mengurangi
n Pembenaran
7.Komunikasi
Penerimaan
Risiko

Y:Pencegah
Kecurangan
1.Mengurangi
Tekanan
2.Mengurangi
Kesempatan
3.Mengurangi
Pembenaran
4. Daniel The role of X: Internal Semua entitas X:Pelaksanaan
Petras- Internal Audit Audit memerlukan Audit Internal
cu, in Fraud Y1: Fraud audit internal 1.Independensi
Alexan- Prevention Prevention untuk efisiensi dan
dra and Detection Y2: Fraud bisnis dalam arti Objektivitas
Tieanu
(2014) Detection pengelolaan 2.Kecermatan
29

Jurnal yang baik dari Profesional


warisannya ,dari 3.Kecakapan
mengurangi
biaya (dalam Y:Pencegahan
kerangka kerja Kecurangan
yang 1.Mengurangi
terorganisir) Tekanan
sambil 2.Mengurangi
memaksimalkan Kesempatan
keuntungan, 3.Mengurangi
dan mencapai Pembenaran
tujuan jangka
menengah dan
panjang.
5. Theresa Pengaruh X:Peran Audit Hasil penelitian X:Pelaksanaan
Festi T, Peran Audit Internal menunjukkan Audit Internal
Andreas Internal 1.Indepen- bahwa terdapat 1.Independensi
dan terhadap densi pengaruh yang dan
Riska Pencegahan 2.Kemampuan signifikan dan Objektivitas
Nataria-
sari Kecurangan Profesional mempunyai 2.Kecermatan
(2014) (Studi Empiris 3.Lingkup hubungan yang Profesional
Jurnal pada Pekerjaan kuat dari peran 3.Kecakapan
Perbankan di 4.Pelaksanaan audit internal
Pekanbaru) Kegiatan terhadap Y:Pencegahan
Pemeriksaan pencegahan Kecurangan
5.Manajemen kecurangan. 1.Mengurangi
Bagian Audit Tekanan
Internal 2.Mengurangi
Kesempatan
Y:Pencegahan 3.Mengurangi
Kecurangan Pembenaran
1.Penetapan
Kebijakan
Anti Fraud
2.Prosedur
Pencegahan
Baku
3.Organisasi
4.Teknik
Pengenda
lian
5.Kepekaan
terhadap
Fraud

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya di dalam suatu perusahaan terdapat sebuah organisasi yang

mempunyai tujuan untuk memperoleh laba (profit oriented). Namun ketika suatu

perusahaan menjalankan kegiatannya, kemungkinan besar perusahaan akan


30

dihadapkan dengan berbagai risiko, dan salah satunya adalah risiko kecurangan.

Menurut (Munteanu V., Zuca M., Zuca G., 2010:33) dalam (Daniela Petraşcua

dan Alexandra Tieanu, 2014:491), saat ini kecurangan dianggap sebagai salah satu

risiko paling penting yang dihadapi organisasi, yang memiliki hubungan erat

dengan risiko pasar, kredit, hukum atau reputasi. Kecurangan (fraud) berarti suatu

tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan sengaja untuk tujuan

tertentu yang akan menguntungkan diri sendiri atau pun dapat merugikan pihak

lain. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan terhadap risiko kecurangan

tersebut.

Untuk mencegah terjadinya risiko kecurangan (fraud) maka perlu adanya

pelaksanaan audit internal yang memadai dalam perusahaan itu sendiri. Penjelasan

audit internal yang diadopsi dari IIA atau Institute of Internal Audit tahun 1999

(Kurt F. Reding.,2013: 1-3) mengatakan bahwa audit internal adalah aktivitas

konsultasi dan independen yang objektif, dirancang untuk menambah nilai dan

meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya

dengan membawa pendekatan sistematis, disiplin, untuk mengevaluasi dan

meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.

Tujuan dari audit internal dilakukan untuk membantu semua anggota

organisasi atau pun manajamen dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya

secara efektif. Untuk mencapai tujuan ini, auditor internal diharapkan dapat

memenuhinya dengan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi dan informasi

tentang kegiatan yang ditelaah.

Menurut Kurt F. Reding (2013:2-5) bahwa, terdapat tiga pilar dalam efektivitas
31

jasa audit internal yaitu:

1. Independensi dan objektivitas

2. Kecermatan Profesional

3. Kecakapan

Tiga pilar efektivitas jasa audit internal tersebut merupakan sifat atau pun

karakteristik yang harus dimiliki auditor internal dalam melaksanakan kegiatan

audit internal untuk melakukan pencegahan kecurangan.

Pencegahan kecurangan atau fraud merupakan aktivitas memerangi fraud

dengan biaya yang murah. Pencegahan kecurangan bisa dianalogikan dengan

penyakit, yaitu lebih baik dicegah daripada diobati. Jika menunggu terjadinya

fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah

dinikmati oleh pihak tertentu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya tentu

kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud (Fitrawansyah,2014:16).

Menurut Segitiga kecurangan (Fraud Triangle) yang dikutip oleh Karyono

(2013:61-62), dalam mencegah terjadinya kecurangan, auditor internal dapat

melakukan langkah-langkah seperti mengurangi “Tekanan” situasional yang

menimbulkan kecurangan, mengurangi “Kesempatan” melakukan kecurangan,

dan mengurangi “Pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat

integritas pribadi pegawai. Selain itu, dalam melakukan kegiatannya, audit

internal harus mematuhi standar yang berlaku.

Seandainya kecurangan (fraud) itu terjadi, maka audit internal harus

bertanggungjawab untuk membantu manajemen dalam mencegah kemungkinan

terjadinya kecurangan (fraud) lagi. Menurut Daniela Petraşcua dan Alexandra


32

Tieanu dalam jurnalnya yang berjudul The Role of Internal Audit in Fraud

Prevention and Detection (2014:493) menyatakan bahwa:

“Dalam prakteknya, peran audit internal dapat mencakup serangkaian


tanggung jawab yang bervariasi: mendukung manajemen dalam menetapkan
mekanisme anti-kecurangan yang dapat diaudit; Memfasilitasi penilaian
risiko penipuan dan reputasi di tingkat organisasi dan proses bisnisnya;
Menilai hubungan antara risiko penipuan dan pengendalian internal; Audit
penipuan; Mendukung spesialis dalam investigasi kecurangan; Mendukung
upaya untuk memperbaiki kekurangan; dan Melaporkan kepada komite
audit masalah mengenai mekanisme anti-penipuan, penipuan dan penilaian
risiko reputasi, atau kasus kecurangan dan kecurigaan”.

Oleh sebab itu,apabila audit internal melaksanakan tugasnya dengan penuh

tanggung jawab, maka hasil audit akan menjadi berkualitas dan relevan dengan

objek yang diaudit dan kecurangan pun dapat diminimalisir. Maka dari penjelasan

diatas terdapat adanya hubungan antara audit internal dengan pencegahan

kecurangan, hal ini pun dijelaskan menurut standar Internasional Praktik

Profesional Audit Internal (2017) yang terdapat pada butir 1210.A2 yaitu:

“Auditor internal harus memiliki pengetahuan memadai untuk dapat


mengevaluasi risiko kecurangan, dan cara organisasi mengelola risiko
tersebut,namun tidak diharapkan memiliki keahlian seperti layaknya
seseorang yang tanggung jawab utamanya adalah mendeteksi dan
menginvestigasi kecurangan. “

Berdasarkan teori di atas, dengan demikian dapat digambarkan kerangka

pemikiran tersebut seperti berikut:


33

Organisasi

Tujuan Organisasi

Risiko Risiko Kecurangan

Pelaksanaan Audit Internal Pencegahan Kecurangan

1. Independensi dan 1. Mengurangi Tekanan


objektivitas 2. Mengurangi Kesempatan
2. Kecermatan Profesional 3. Mengurangi Pembenaran
3. Kecakapan
(Karyono, 2013:61-62)

(Standar Atribut menurut


Internasional Professional
Practice Framework ,2017)

Hipotesis

Gambar 2.2
Model Kerangka Pemikiran
34

Berdasarkan penjelasan dari kerangka pemikiran tersebut, maka dapat

digambarkan dengan paradigma penelitian sebagai berikut:

Pelaksanaan Audit Pencegahan Kecurangan


Internal (Y)
(X)

Gambar 2.3

Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan seberapa

besar pengaruh pelaksanaan Audit Internal terhadap Pencegahan Kecurangan.

Namun pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu dimana

pada varibel audit internal, dimensi yang digunakan penulis yaitu mengenai

standar kinerja, sedangkan pada varibel pencegahan kecurangan menggunakan

dimensi fraud traingle dan akan dirumuskan sebagai berikut :

Ho : Pelaksanaan Audit Internal tidak berpengaruh terhadap Pencegahan

Kecurangan.

H1 : Pelaksanaan Audit Internal berpengaruh terhadap Pencegahan

Kecurangan.

Anda mungkin juga menyukai