Adoc - Pub Tata Gereja GBKP I Pembukaan
Adoc - Pub Tata Gereja GBKP I Pembukaan
Adoc - Pub Tata Gereja GBKP I Pembukaan
I. PEMBUKAAN
[1] Allah adalah Pencipta langit dan bumi serta segala isinya, termasuk manusia yang diciptakan menurut gambar-
Nya. Allah menciptakan segalanya baik namun dosa manusia menyebabkan langit dan bumi rusak. Karena itu,
Allah sejak awal melakukan karya keselamatan-Nya agar seluruh ciptaan-Nya menjadi baik kembali. Allah melalui
Yesus Kristus turun ke dunia menjadi Juru Selamat untuk menebus, membebaskan, dan memperdamaikan seluruh
ciptaan-Nya. Penebusan, pembebasan, dan pendamaian Allah itu terus menerus terjadi melalui kehadiran dan
kuasa Roh Kudus. Allah mempersekutukan orang-orang yang menyambut karya penyelamatan-Nya dengan iman
dalam gereja yang esa, kudus, am, dan rasuli. Allah memanggil gereja untuk mengambil bagian dalam karya
penyelamatan-Nya dengan menjadi teman sekerja-Nya untuk memproklamasikan Injil Kerajaan Allah sampai akhir
zaman.
[2] Injil mulai masuk ke masyarakat Karo pada tanggal 18 April 1890 dengan tibanya pekabar Injil dari
Nederlandsche Zendelinggenootschap (NZG) di Pelabuhan Belawan yang kemudian mendirikan pos pekabaran
Injil di Buluhawar (sekarang terletak di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, provinsi Sumatera Utara).
Upaya pekabaran Injil itu bermuara pada pemandirian Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) pada tanggal 23 Juli
1941 dalam Sidang Sinode I di Sibolangit. Sebagai gereja yang mandiri, GBKP menerima hak dan tanggungjawab
serta hak milik NZG. GBKP merupakan perwujudan dari gereja Kristen yang esa, kudus, am, dan rasuli serta
sekaligus merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang turut serta mendukung proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 serta pendirian Dewan Geredja-geredja di Indonesia (DGI) pada tanggal
25 Mei 1950. GBKP dipanggil Allah untuk melaksanakan misinya dengan memproklamasikan Injil Kerajaan Allah
melalui hidup yang bersekutu, bersaksi, dan melayani.
[3] GBKP mengakui bahwa kedaulatan tertinggi ada pada Allah yang menyatakan diri melalui Firman dan
tindakan-Nya. Dalam perspektif ekumenis, GBKP menerima kekayaan tradisi ekumenis sejak awal perjalanan
sejarah gereja sampai masa kini. Secara historis, GBKP memahami dirinya sebagai gereja Protestan beraliran
Calvinis.
[4] GBKP hidup dan melayani dalam konteks budaya Karo, antara lain prinsip runggu (musyawarah) dan sihamat-
hamaten (saling menghormati) dalam kekerabatan merga si lima, rakut si telu, tutur si waluh, perkade-kaden si
sepuludua tambah sada (lima marga, tiga ikatan, delapan jenis hubungan, dua belas ditambah satu jenis
kekerabatan). Dalam konteks tersebut, GBKP terus menerus melakukan pergumulan teologis terhadap budaya
Karo secara kritis dan dinamis sehingga GBKP dapat menyatakan dirinya sebagai gereja Kristen yang
melaksanakan misinya.
[5] GBKP memaknai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai perlengkapan hidup dalam dunia yang terus-
menerus mengalami perubahan dan tantangan.
[6] GBKP merupakan persekutuan warga gereja. Berdasarkan prinsip imamat am semua orang percaya, warga
GBKP adalah pelaku utama yang melaksanakan misi GBKP. Untuk itu, Allah memberikan kepada mereka berbagai
karunia Roh yang bernilai setara untuk melaksanakan pelayanan mereka baik secara sendiri-sendiri maupun
secara bersama. Beberapa warga GBKP dipanggil oleh Allah melalui GBKP untuk menjadi pelayan-pelayan khusus.
Pelayan-pelayan khusus GBKP berkedudukan setara. Pelayan khusus GBKP adalah tetap warga GBKP yang
berfungsi khusus dan memperoleh wewenang dari Allah untuk memperlengkapi seluruh warga GBKP agar mereka
dapat melaksanakan misi GBKP. Hubungan antara warga dan pelayan khusus bersifat setara, fungsional, dan
timbal-balik berdasarkan kasih.
[7] GBKP proaktif dan responsif terhadap pergumulan warga GBKP dan masyarakat untuk mengupayakan jalan
keluar dengan memberdayakan seluruh potensi yang ada pada dirinya serta dalam kerjasama dan dialog dengan
seluruh denominasi gereja dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. GBKP memperdengarkan suara kenabian
demi menegakkan keadilan dan kebenaran serta menjadi garam dan terang dunia.
[8] GBKP membangun hubungan dengan pemerintah yaitu hubungan kemitraan yang saling menghormati,
mengingatkan, melengkapi dan membantu. GBKP menerima Pancasila sebagai asas bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di Indonesia.
[9] GBKP yang pada awalnya ditujukan untuk menjangkau masyarakat Karo, kini terbuka untuk melewati batas-
batas suku, ras, golongan, dan wilayah.
[10] Agar GBKP menjadi kesatuan yang utuh dan dinamis serta melaksanakan misinya secara efisien dan efektif,
disusun Tata Gereja GBKP dengan ketentuan:
1. Tata Gereja GBKP disusun dengan mengikuti sistem penataan gereja presbiterial- sinodal, dengan ciri-ciri
pokok sebagai berikut:
a. Basis
Sistem presbiterial- sinodal berbasis pada Runggun. Semua Runggun berkedudukan setara, sehingga tidak
ada hierarki kelembagaan gerejawi antar-runggun.
b. Kesatuan Internal
Kesatuan internal GBKP berwujud dalam Runggun, Klasis, dan Sinode. Runggun, Klasis, dan Sinode, baik
secara masing-masing maupun bersama-sama, merupakan perwujudan GBKP sebagai satu gereja yang
lengkap dan utuh.
c. Lembaga Kepemimpinan
1) Kepemimpinan gerejawi dilaksanakan dalam wadah lembaga kepemimpinan yang disebut sebagai
majelis.
2) Majelis terdiri dari semua pelayan khusus.
3) Majelis sebagai lembaga bersifat kolektif-kolegial.
2. Tata Gereja GBKP terdiri atas tiga (3) bagian, yaitu:
a. Pembukaan
Pembukaan memuat dasar-dasar eklesiologis dan historis bagi seluruh peraturan dalam Tata Gereja
GBKP.
b. Tata Dasar
Tata Dasar berupa peraturan-peraturan dasar yang bertumpu pada Pembukaan dan dirumuskan secara
singkat, padat, dan tidak operasional.
c. Tata Laksana
Tata Laksana merupakan penjabaran dari Tata Dasar dan berisi peraturan-peraturan yang operasional dan
terinci, yang secara umum memuat:
1) Pengertian/ketentuan gerejawi.
2) Persyaratan gerejawi.
3) Prosedur gerejawi.
II. TATA DASAR
Pasal 1
Hakikat
GBKP merupakan perwujudan dari gereja Kristen yang esa, kudus, am, dan rasuli, yang dipanggil Allah untuk
melaksanakan misinya dalam kerangka karya penyelamatan Allah di dunia sampai akhir zaman.
Pasal 2
Wujud
Pasal 3
Kelembagaan
1. GBKP adalah badan hukum keagamaan sesuai dengan ketetapan Menteri Agama Republik Indonesia, No. 40
tahun 1972 tanggal 9 Desember 1972. GBKP sebagai lembaga yang berbadan hukum dapat mempunyai hak
milik atas tanah, berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.701/DJA/1986, tanggal 17
Nopember 1986.
2. Sebagai Sinode, GBKP berkedudukan dan berkantor di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Pasal 4
Pengakuan Iman
1. GBKP percaya kepada Allah, Pencipta langit dan bumi serta segala isinya, yang melakukan karya
penyelamatan-Nya melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus.
2. GBKP percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang ditulis manusia dengan ilham Roh Kudus yang adalah
juga dasar kehidupan orang Kristen, yang merupakan dasar pengajaran, nasehat, dan penuntun tingkah laku.
3. Dalam persekutuan dengan gereja Kristen yang esa, kudus, am, dan rasuli, GBKP menerima Pengakuan Iman
Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius.
4. Sebagai gereja protestan yang beraliran Calvinis, GBKP menerima Katekismus Heidelberg.
5. Sebagai anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, GBKP menerima Pemahaman Bersama Iman Kristen
(PBIK).
6. Pengakuan iman GBKP yang kontekstual adalah Pengakuan Iman Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
Pasal 5
Misi
Pasal 6
Warga
Pasal 7
Pelayan Khusus
Pasal 8
Organisasi
1. Lembaga Kepemimpinan
a. Runggun
1) Runggun dipimpin oleh Majelis Runggun yang terdiri dari semua pelayan khusus di Runggun tersebut.
2) Untuk melaksanakan tugas kepemimpinan harian Majelis Runggun, Majelis Runggun memilih dan
mengangkat BPMR, yang terdiri dari unsur-unsur ketua, sekretaris, dan bendahara, dan yang
bertanggungjawab kepada Majelis Runggun.
3) Majelis Runggun dan BPMR bersifat kolektif-kolegial.
b. Klasis
1) Klasis dipimpin oleh Majelis Klasis yang terdiri dari utusan-utusan semua Majelis Runggun di Klasis
tersebut.
2) Untuk melaksanakan tugas kepemimpinan harian Majelis Klasis, Majelis Klasis memilih dan
mengangkat BPMK, yang terdiri dari unsur-unsur ketua, sekretaris, dan bendahara, dan yang
bertanggungjawab kepada Majelis Klasis.
3) Majelis Klasis dan BPMK bersifat kolektif-kolegial.
c. Sinode
1) Sinode dipimpin oleh Majelis Sinode yang terdiri dari utusan-utusan semua Majelis Runggun.
2) Untuk melaksanakan tugas kepemimpinan harian dari Majelis Sinode, Majelis Sinode memilih dan
mengangkat Moderamen, yang terdiri dari unsur-unsur ketua, sekretaris, dan bendahara, dan yang
bertanggungjawab kepada Majelis Sinode.
3) Majelis Sinode dan Moderamen bersifat kolektif-kolegial.
2. Tugas
a. Runggun
Majelis Runggun bertugas memperlengkapi Runggun dan setiap warga dalam Runggun tersebut agar
mereka dapat melaksanakan misi GBKP di wilayah pelayanan Runggun.
b. Klasis
Majelis Klasis bertugas memperlengkapi semua Runggun dalam Klasis tersebut agar mereka dapat
melaksanakan misi GBKP di wilayah pelayanan Klasis.
c. Sinode
Majelis Sinode bertugas memperlengkapi semua Runggun dalam Sinode agar mereka dapat
melaksanakan misi GBKP di wilayah pelayanan Sinode.
3. Wewenang
a. Runggun
Majelis Runggun berwenang melaksanakan tugasnya. Wewenang Majelis Runggun pada hakikatnya
berasal dari Allah yang memanggil pelayan-pelayan khusus, yang menjadi anggota-anggota Majelis
Runggun, melalui Runggun.
b. Klasis
Majelis Klasis berwenang melaksanakan tugasnya. Wewenang Majelis Klasis pada hakikatnya berasal dari
Allah yang memanggil pelayan-pelayan khusus, yang menjadi anggota-anggota Majelis Klasis, melalui
Runggun.
c. Sinode
Majelis Sinode berwenang melaksanakan tugasnya. Wewenang Majelis Sinode pada hakikatnya berasal
dari Allah yang memanggil pelayan-pelayan khusus, yang menjadi anggota-anggota Majelis Sinode,
melalui Runggun.
4. Pertanggungjawaban
a. Runggun
Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, pada hakikatnya Majelis Runggun bertanggungjawab
kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Runggun diwujudkan oleh Majelis
Runggun melalui Sidang Majelis Runggun (SMR).
b. Klasis
Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, pada hakikatnya Majelis Klasis bertanggungjawab
kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Klasis diwujudkan oleh Majelis Klasis
melalui Sidang Majelis Klasis (SMK).
c. Sinode
Sesuai dengan wewenang yang berasal dari Allah, pada hakikatnya Majelis Sinode bertanggungjawab
kepada Allah. Secara operasional, pertanggungjawaban Majelis Sinode diwujudkan oleh Majelis Sinode
melalui Sidang Majelis Sinode (SMS).
5. Persidangan
a. Runggun
1) SMR
SMR adalah sarana Majelis Runggun dalam mengambil keputusan untuk Runggun yang dipimpinnya.
SMR diikuti oleh anggota-anggota Majelis Runggun dari Runggun tersebut. Keputusan Majelis
Runggun harus diterima oleh semua warga dalam Runggun tersebut.
2) Sidang BPMR
Sidang BPMR adalah sarana BPMR dalam mengambil keputusan. Keputusan BPMR harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan kepada Majelis Runggun tersebut.
b. Klasis
1) SMK
SMK adalah sarana Majelis Klasis dalam mengambil keputusan untuk Klasis yang dipimpinnya. SMK
diikuti para pelayan khusus yang merupakan utusan dari semua Majelis Runggun di Klasis tersebut
dan BPMK. Keputusan Majelis Klasis harus diterima oleh semua Runggun dalam Klasis tersebut.
2) Sidang BPMK
Sidang BPMK adalah sarana BPMK dalam mengambil keputusan. Keputusan BPMK harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan kepada Majelis Klasis tersebut.
c. Sinode
1) SMS
SMS adalah sarana Majelis Sinode dalam mengambil keputusan untuk Sinode. SMS diikuti para
pelayan khusus yang merupakan utusan dari semua Majelis Runggun dan Moderamen. Keputusan
Majelis Sinode harus diterima oleh semua Runggun.
2) SKMS
SKMS adalah sarana Majelis Sinode dalam mengambil keputusan di antara dua (2) SMS untuk
mengevaluasi kinerja pelayanan Moderamen.
3) Sidang Moderamen
Sidang Moderamen adalah sarana Moderamen dalam mengambil keputusan. Keputusan Moderamen
harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Majelis Sinode.
6. Musyawarah Warga Sidi Runggun
Musyawarah Warga Sidi Runggun diikuti oleh seluruh warga sidi dalam Runggun tersebut untuk memberikan
masukan kepada Majelis Runggun mengenai kehidupan dan pelayanan Runggun tersebut.
7. Unit Pelayanan
a. Unit Pelayanan Runggun
Untuk melaksanakan misi gereja dengan lebih fokus dan terspesialisasi, Majelis Runggun membentuk
unit-unit pelayanan Runggun yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Runggun
tersebut.
b. Unit Pelayanan Klasis
Untuk melaksanakan misi gereja dengan lebih fokus dan terspesialisasi, Majelis Klasis membentuk unit-
unit pelayanan Klasis yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Klasis tersebut.
c. Unit Pelayanan Sinode
Untuk melaksanakan misi gereja dengan lebih fokus dan terspesialisasi, Majelis Sinode membentuk unit-
unit pelayanan Sinode yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Sinode melalui
Moderamen.
8. Perwakilan
Majelis Runggun, BPMK, dan Moderamen dapat menunjuk wakil-wakilnya untuk urusan-urusan tertentu,
yang diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada lembaga yang menunjuknya.
Pasal 9
Sarana Penunjang
1. GBKP melaksanakan misinya dengan menggunakan sarana penunjang yang dimilikinya dengan prinsip-prinsip
tata kelola yang baik.
2. Sarana penunjang pelayanan GBKP antara lain pegawai dan harta milik GBKP.
3. Pegawai GBKP adalah orang-orang yang diangkat dan diberhentikan oleh Moderamen serta ditetapkan dengan
Surat Keputusan Moderamen untuk melakukan tugas-tugas administratif dan penunjang pelayanan lainnya.
4. Harta milik GBKP adalah milik Allah yang dipercayakan kepada GBKP untuk melaksanakan misinya.
5. Harta milik GBKP diperoleh, dikelola, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan prinsip-prinsip
penatalayanan berdasarkan Firman Allah.
6. Harta milik GBKP terdiri dari uang, surat berharga, barang bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan
intelektual.
Pasal 10
Tata Laksana
Tata Dasar GBKP dijabarkan lebih lanjut di dalam Tata Laksana GBKP.
Pasal 11
Perubahan
Tata Gereja GBKP dapat diubah oleh Majelis Sinode melalui SMS.
Pasal 12
Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar GBKP diputuskan oleh Majelis Runggun atau Majelis Klasis atau
Majelis Sinode sejauh tidak bertentangan dengan Tata Gereja GBKP.
III. TATA LAKSANA
A. WUJUD
BAB I
WUJUD GEREJA YANG IDEAL
Pasal 1
Indikator Umum Wujud GBKP Yang Ideal
Sesuai dengan hakikatnya sebagaimana yang tergambar dalam Pembukaan dan Tata Dasar maka wujud GBKP
yang ideal, baik dalam wilayah pelayanan Runggun, Klasis, maupun Sinode, memiliki indikator-indikator umum
antara lain:
1. Warga gereja adalah subjek dalam kehidupan bergereja.
2. Anak, remaja, dan pemuda berperan penting dalam kegiatan-kegiatan gereja baik dari sudut kualitas maupun
kuantitasnya sehingga regenerasi dan kaderisasi berjalan dengan baik.
3. Gereja yang mampu memperdengarkan suara kenabian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan
sekalipun hal tersebut tidak populer bagi pihak-pihak yang dikuasai roh duniawi.
4. Sebagian besar anggaran gereja baik dalam perencanaan maupun realisasinya digunakan untuk pelayanan
kasih yang dilaksanakan bersama atau untuk pihak di luar gereja.
5. Transparansi keuangan gereja terlihat dalam laporan keuangan yang disusun dengan standard yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dipublikasikan minimal satu (1) kali dalam satu (1) bulan.
6. Gereja yang mampu mengelola konfliknya karena semua pihak yang berbeda pendapat tetap dipersatukan
oleh ketaatan terhadap Firman Allah, kepatuhan terhadap Tata Gereja GBKP, dan penghargaan terhadap
adat-budaya.
7. Gereja yang senantiasa terbuka terhadap kreatifitas bersekutu, bersaksi, dan melayani berdasarkan Firman
Allah sehingga menunjukkan pertumbuhan kualitas dan kuantitas.
BAB II
RUNGGUN
Pasal 2
Tahapan Untuk Pelembagaan Runggun
Runggun dilembagakan setelah melalui dua tahap yaitu Perminggun dan Perpulungen.
Pasal 3
Perminggun
1. Perminggun adalah wadah kegiatan persekutuan, kesaksian, dan pelayanan jemaat di suatu wilayah
pelayanan tertentu yang dipersiapkan untuk menjadi Perpulungen.
2. Syarat
a. Ada sekurang-kurangnya lima belas (15) warga sidi.
b. Telah menyelenggarakan kebaktian secara teratur sekurang-kurangnya sekali seminggu.
c. Ada sekurang-kurangnya tiga (3) warga sidi yang bersedia menjadi anggota Badan Pengurus Perminggun,
yang satu dengan lainnya tidak mempunyai hubungan suami-istri dan saudara sekandung.
d. Mampu mengatur administrasinya sendiri.
3. Prosedur
a. Majelis Runggun mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Klasis untuk mendirikan sebuah
Perminggun dengan tembusan kepada Majelis Sinode. Permohonan tersebut harus disertai dengan
keterangan mengenai terpenuhinya syarat-syarat Perminggun pada Tata Laksana Pasal 3:2.
b. BPMK yang terkait melakukan perkunjungan pastoral kepada calon Perminggun dan Runggun tersebut.
c. Berdasarkan perkunjungan tersebut BPMK yang terkait menyusun laporan perkunjungan dan
rekomendasi tentang rencana pendirian Perminggun tersebut untuk disampaikan kepada Majelis Klasis
dalam SMK yang terdekat.
d. Majelis Klasis tersebut dalam sidangnya mempertimbangkan laporan perkunjungan dan rekomendasi
BPMK yang terkait untuk mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan Majelis
Runggun tersebut.
e. BPMK yang terkait menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Runggun pemohon dengan
tembusan kepada Majelis Sinode.
f. Jika Majelis Klasis mengabulkan permohonan Majelis Runggun tersebut, Majelis Runggun yang
bersangkutan menyelenggarakan kebaktian peresmian Perminggun, dengan menggunakan liturgi yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode, termasuk pelantikan Badan Pengurus Perminggun, selambat-lambatnya
tiga (3) bulan sejak permohonan dikabulkan. Kebaktian peresmian Perminggun dilayani oleh pendeta.
g. Majelis Runggun melaporkan peresmian Perminggun yang baru tersebut kepada Majelis Klasis dengan
tembusan kepada Majelis Sinode.
4. Tugas
a. Melaksanakan kebaktian minggu.
b. Mengupayakan pelaksanaan PJJ, PA, retreat, kebaktian rumah tangga, dan kebaktian-kebaktian lainnya.
c. Melaksanakan pelayanan diakonia.
d. Melaksanakan perkunjungan rumah tangga.
e. Mengadakan tugas Pekabaran Injil.
f. Mengembangkan sarana peningkatan iman jemaat.
g. Menggerakkan dan mendampingi unit-unit pelayanan.
h. Melaksanakan keputusan-keputusan Majelis Runggun.
i. Merencanakan dan melaksanakan program mengacu dan terikat kepada keputusan Majelis Runggun.
j. Mempersiapkan calon-calon pelayan gereja.
Pasal 4
Perpulungen
1. Perpulungen adalah bagian dari Runggun yang merupakan pengembangan dari Perminggun dan yang
dipersiapkan untuk menjadi Runggun.
2. Syarat
a. Adasekurang-kurangnya lima puluh (50) warga sidi dari Runggun yang membentuknya yang bersedia
terlibat dalam kegiatan pelayanan di Perpulungen yang akan dibentuk.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Telah menyelenggarakan kebaktian minggu setiap hari minggu dan kegiatan-kegiatan lain dalam bidang
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan secara teratur.
d. Ada sekurang-kurangnya lima (5) warga sidi yang dinilai mampu dan bersedia menjadi Badan Pengurus
Perpulungen, yang satu dengan lainnya tidak mempunyai hubungan suami-istri dan saudara sekandung.
e. Persembahan yang terkumpul dalam Perminggun yang akan dijadikan Perpulungen dalam tahun
pelayanan terakhir sekurang-kurangnya mencapai empat puluh persen (40%) dari pengeluaran
Perminggun tersebut pada tahun berjalan.
f. Mampu memilih pelayan khusus sesuai dengan kebutuhannya.
3. Prosedur
a. Majelis Runggun mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Klasis untuk meningkatkan status
Perminggun menjadi Perpulungen dengan tembusan kepada Majelis Sinode. Permohonan tersebut harus
disertai keterangan mengenai terpenuhinya syarat-syarat menjadi Perpulungen pada Tata Laksana Pasal
4:2.
b. BPMK tersebut melakukan perkunjungan pastoral terhadap Perminggun dan Runggun tersebut.
c. BPMK menyusun laporan perkunjungan dan rekomendasi tentang rencana peningkatan status
Perminggun menjadi Perpulungen untuk disampaikan dalam SMK yang terdekat.
d. Majelis Klasis dalam sidangnya mempertimbangkan laporan perkunjungan dan rekomendasi BPMK yang
terkait untuk mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan Majelis Runggun tersebut.
e. BPMK menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Runggun pemohon dengan tembusan kepada
Majelis Sinode.
f. Jika Majelis Klasis mengabulkan permohonan Majelis Runggun tersebut, Majelis Runggun
menyelenggarakan kebaktian peresmian Perpulungen, dengan menggunakan liturgi peresmian
Perpulungen, termasuk pelantikan Badan Pengurus Perpulungen, selambat-lambatnya tiga (3) bulan sejak
persetujuan ditetapkan. Kebaktian peresmian Perpulungen dilayani oleh pendeta.
g. Majelis Runggun melaporkan peresmian Perpulungen yang baru tersebut kepada Majelis Klasis dengan
tembusan kepada Majelis Sinode.
4. Tugas
a. Menyelenggarakan kebaktian minggu dan kebaktian hari-hari besar lainnya.
b. Melaksanakan PJJ, PA, retreat dan mendorong kebaktian rumah tangga.
c. Melaksanakan pelayanan diakonia
d. Melaksanakan perkunjungan rumah tangga secara rutin.
e. Mengadakan penggembalaan sesuai dengan kebutuhan.
f. Ikut ambil bagian dalam tugas Pekabaran Injil.
g. Menggerakkan dan mendampingi unit-unit pelayanan.
h. Melaksanakan keputusan-keputusan Majelis Runggun.
i. Mempersiapkan calon-calon pelayan gereja.
j. Merencanakan dan melaksanakan program yang mengacu dan terikat kepada keputusan Majelis
Runggun.
k. Menetapkan dan memilih pengurus Perpulungen dari unsur pertua dan/atau diaken.
Pasal 5
Perubahan Status Perpulungen Menjadi Perminggun
Perpulungen dapat diubah statusnya menjadi Perminggun dengan persetujuan Majelis Klasis, apabila tidak lagi
memenuhi syarat-syarat sebagai Perpulungen seperti yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 4:2 sekalipun
telah dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh Majelis Runggun yang bersangkutan. Majelis Runggun yang
bersangkutan melaporkannya kepada Majelis Klasis yang terkait dengan tembusan kepada Majelis Sinode.
Pasal 6
Runggun
1. Syarat
a. Ada sekurang-kurangnya seratus lima puluh (150) warga sidi dari Runggun yang melembagakan, yang
bersedia menjadi warga Runggun yang akan dilembagakan itu.
b. Tersedia tempat kebaktian yang tetap.
c. Mampu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan berdasarkan kesadaran
warganya akan panggilan Kristus.
d. Mampu mengatur diri sendiri berdasarkan potensi kepemimpinan yang ada pada warganya.
e. Mampu membiayai keperluan-keperluannya berdasarkan kesadaran tentang penatalayanan dari
warganya.
f. Ada sekurang-kurangnya sembilan (9) orang warga sidi yang akan diteguhkan sebagai pertua dan diaken.
g. Mampu membiayai satu (1) orang tenaga pendeta dan menyediakan rumah pendeta serta fasilitas
pendukung lainnya. Rumah Dinas beserta dengan kelengkapannya disiapkan oleh Runggun yang
bersangkutan agar layak dihuni oleh pendeta/vikaris dan keluarganya. Biaya air, listrik dan telepon
dibiayai oleh Runggun yang bersangkutan sesuai aturan yang ditetapkan.
2. Prosedur
a. Majelis Runggun mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Klasis dengan tembusan kepada
Majelis Sinode untuk melembagakan sebuah Perpulungennya menjadi Runggun. Permohonan tersebut
harus disertai keterangan mengenai terpenuhinya syarat pelembagaan Runggun yang tercantum dalam
Pasal 6:1.
b. BPMK melakukan perkunjungan pastoral ke Runggun yang bersangkutan.
c. BPMK menyusun laporan perkunjungan dan rekomendasi tentang rencana pelembagaan Perpulungen
menjadi Runggun untuk disampaikan dalam SMK yang terdekat.
d. Majelis Klasis dalam sidangnya mempertimbangkan laporan perkunjungan dan rekomendasi BPMK untuk
mengambil keputusan mengabulkan atau menolak permohonan Majelis Runggun tersebut.
e. BPMK menyampaikan keputusan tersebut kepada Majelis Runggun pemohon dengan tembusan kepada
Majelis Sinode.
f. Jika Majelis Klasis mengabulkan permohonan Majelis Runggun tersebut maka BPMK menyelenggarakan
kebaktian pelembagaan Runggun, termasuk pelantikan BPMR dengan menggunakan liturgi pelembagaan
Runggun, selambat-lambatnya enam (6) bulan sejak permohonan dikabulkan. Kebaktian pelembagaan
Runggun dilayankan oleh pendeta.
g. BPMK melaporkan pelembagaan Runggun yang baru tersebut kepada Majelis Klasis dalam SMK yang
terdekat.
h. BPMK melaporkan pelembagaan Runggun yang baru tersebut kepada Moderamen.
Pasal 7
Perubahan Status Runggun Menjadi Perpulungen
1. Jika sebuah Runggun tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai Runggun seperti yang tercantum dalam Tata
Laksana Pasal 6:1 sekalipun telah dilakukan usaha-usaha yang optimal oleh Majelis Runggun yang
bersangkutan maupun oleh Majelis Klasis yang terkait, statusnya dapat diubah menjadi Perpulungen.
2. Prosedur
a. BPMK menyampaikan penjelasan lengkap mengenai kondisi Runggun tersebut kepada Majelis Klasis
dalam SMK dan mengusulkan perubahan status Runggun tersebut menjadi Perpulungen.
b. Majelis Klasis dalam sidangnya mempertimbangkan penjelasan dan usulan BPMK untuk mengambil
keputusan mengabulkan atau menolak usulan tersebut.
c. Jika Majelis Klasis mengabulkan permohonan perubahan status Runggun tersebut maka Majelis Klasis
menunjuk salah satu Runggun dalam Klasis yang terkait untuk menerima Runggun yang diubah
statusnya tersebut sebagai Perpulungen dari Runggun tersebut.
d. Majelis Runggun yang ditunjuk memfasilitasi penyesuaian administratif Perpulungen tersebut selambat-
lambatnya enam (6) bulan sejak permohonan perubahan status Runggun dikabulkan.
e. Majelis Runggun melaporkan perubahan status Perpulungen tersebut kepada Majelis Klasis dengan
tembusan kepada Majelis Sinode.
Pasal 8
Perpulungen Jabu-Jabu (PJJ)
1. PJJ adalah persekutuan warga gereja yang terdiri atas keluarga-keluarga dengan jumlah minimal dua puluh
lima (25) keluarga dan maksimal lima puluh (50) keluarga yang dilayani oleh pertua dan diaken.
2. Jika jumlah keluarga telah melampaui lima puluh (50), Majelis Runggun memekarkannya menjadi dua (2) PJJ.
3. PJJ memiliki badan pengurus yang berasal dari warga GBKP yang bukan pelayan khusus.
4. Pelayan khusus di PJJ tersebut berfungsi sebagai pendamping Badan Pengurus PJJ.
5. Badan Pengurus PJJ menyusun program pelayanan di PJJ tersebut.
6. Tugas PJJ:
a. Melaksanakan PJJ, PA, Retreat, kebaktian rumah tangga, dan kebaktian-kebaktian lainnya.
b. Melaksanakan pelayanan diakonia
c. Melaksanakan perkunjungan rumah tangga secara rutin.
d. Mengadakan penggembalaan sesuai dengan kebutuhan.
e. Melaksanakan tugas pekabaran Injil.
f. Mengembangkan sarana peningkatan iman jemaat.
g. Menggerakkan dan mendampingi unit-unit pelayanan.
h. Melaksanakan keputusan-keputusan Majelis Runggun.
i. Merencanakan dan melaksanakan program mengacu dan terikat kepada keputusan Majelis Runggun.
j. Mempersiapkan calon-calon pelayan gereja.
BAB III
KLASIS
Pasal 9
Penataan Klasis
1. Syarat
Syarat berdirinya sebuah Klasis adalah:
a. Jumlah Runggun sekurang-kurangnya dua puluh (20) dengan jumlah warga sidi minimal tiga ribu (3.000)
orang.
b. Adanya keseimbangan daya dan dana yang menunjukkan kemampuan untuk membiayai seluruh
operasional Klasis.
c. Runggun-runggun yang membentuk Klasis berdekatan secara geografis sehingga mengefektifkan
pelayanan.
2. Prosedur
a. Usul penataan Klasis diajukan Majelis Klasis kepada Moderamen dengan syarat sudah dilakukan studi
kelayakan oleh BPMK tersebut bersama Moderamen.
b. Jika penataan Klasis itu menyangkut Runggun-runggun lintas Klasis, penataan dilakukan bersama BPMK-
BPMK tersebut dengan Moderamen.
c. Pengajuan penataan Klasis dilaksanakan oleh Moderamen kepada Majelis Sinode dalam SMS terdekat.
B. KELEMBAGAAN
BAB IV
LOGO
Pasal 10
Logo
Sebagai tanda yang secara simbolis menggambarkan hakikat GBKP maka logo GBKP adalah sebagai berikut:
Pasal 11
Makna Logo GBKP
Makna logo GBKP sebagaimana tergambar dalam Pasal 10 di atas adalah sebagai berikut:
1. Rumah adat Karo: melambangkan masyarakat suku Karo dengan adat dan budayanya.
2. Bulatan pertama berwarna biru dan lingkaran luar juga berwarna biru : melambangkan dunia yang
diciptakan/dikasihi Allah Bapa dengan segala isinya termasuk di dalamnya suku Karo.
3. Salib berwarna putih: melambangkan Kristus serta kekudusanNya yang berkenan mentransformasi adat dan
budaya suku Karo.
4. Lingkaran garis merah: menggambarkan kasih Kristus dan penebusan-Nya.
5. Lingkaran berwarna kuning emas yang di dalamnya tertulis "Gereja Batak Karo Protestan – GBKP":
melambangkan GBKP sebagai gereja Tuhan menyatakan hadirnya kemuliaan Tuhan melalui persekutuan,
kesaksian, dan pelayanan yang membawa kesejahteraan secara spiritual dan material.
6. Alkitab: dasar dari persekutuan, kesaksian, dan pelayanan GBKP di dunia ini.
BAB V
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 12
Nama Runggun
1. Nama Runggun dituliskan dengan format: GBKP Runggun ............. (diisi dengan nama jalan atau nama
wilayah).
2. Nama Perpulungen dituliskan dengan format : GBKP Runggun ............. (diisi dengan nama Runggun)
Perpulungen ............. (diisi dengan nama jalan atau nama wilayah).
3. Nama Perminggun dituliskan dengan format : GBKP Runggun ............. (diisi dengan nama Runggun)
Perminggun ............. (diisi dengan nama jalan atau nama wilayah).
Pasal 13
Nama Klasis
Nama Klasis dituliskan dalam format: GBKP Klasis ............. (diisi dengan nama wilayah).
Pasal 14
Tempat Kedudukan Runggun
Tempat kedudukan Runggun adalah alamat gedung gerejanya atau alamat sekretariatnya.
Pasal 15
Tempat Kedudukan Klasis
C. PENGAJARAN
BAB VI
PENGAJARAN
Pasal 16
Prinsip Pengajaran
Pasal 17
Bahan Pengajaran
Pasal 18
Bentuk Pengajaran
Pengajaran GBKP disampaikan dalam bentuk kebaktian (liturgi), khotbah, katekisasi, PA, perkunjungan pastoral,
nyanyian jemaat, dan yang lain sejenisnya.
D. PERSEKUTUAN
BAB VII
KEBAKTIAN
Pasal 19
Pengertian Kebaktian
Kebaktian adalah kegiatan sebagai wujud persekutuan dengan Tuhan dan sesama untuk memuliakan Tuhan dan
mendewasakan iman warga.
Pasal 20
Jenis Kebaktian
Pasal 21
Penanggung Jawab dan Penyelenggara Kebaktian
1. Runggun
a. Majelis Runggun adalah penanggung jawab dan penyelenggara atas seluruh kebaktian yang
diselenggarakan dalam Runggunnya.
b. Majelis Runggun dalam rangka pelaksanaan kebaktian dapat memanggil pendeta atau tenaga pelayanan
dari denominasi gereja yang seajaran dengan GBKP. Daftar gereja yang seajaran dengan GBKP ditetapkan
oleh Moderamen.
c. Majelis Runggun dapat mengadakan pertukaran pelayan kebaktian dengan denominasi gereja yang
seajaran dengan GBKP.
d. Majelis Runggun mendorong setiap keluarga warga GBKP melaksanakan kebaktian keluarga secara rutin.
e. Kebaktian keluarga yang melibatkan orang di luar keluarganya dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan
Majelis Runggunnya.
f. Unit pelayanan Runggun dapat menyelenggarakan kebaktian yang berhubungan dengan tugas
pelayanannya.
2. Klasis
a. Majelis Klasis menyelenggarakan kebaktian dalam rangka persidangan-persidangan gerejawi.
b. Unit pelayanan Klasis dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanannya.
3. Sinode
a. Majelis Sinode menyelenggarakan kebaktian dalam rangka kegiatan-kegiatan sinodal.
b. Unit pelayanan Sinode dapat menyelenggarakan kebaktian dalam rangka pelaksanaan tugas
pelayanannya.
Pasal 22
Penyelenggaraan Kebaktian
1. Kebaktian dapat diselenggarakan di tempat tertutup maupun terbuka pada waktu yang telah ditentukan oleh
Majelis, setelah diwartakan kepada jemaat.
2. Bahasa yang dapat dipakai dalam kebaktian yaitu Bahasa Karo, Bahasa Indonesia, dan bahasa lainnya sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.
3. Kebaktian dilayani oleh pendeta, pertua, diaken dan orang yang ditunjuk oleh Majelis.
4. Kebaktian dapat diselenggarakan dengan menggunakan alat-alat musik.
5. Dalam kebaktian dapat diadakan persembahan ucapan syukur kepada Tuhan (kolekte).
Pasal 23
Liturgi/Tata Ibadah
Pasal 24
Buku Nyanyian
1. Majelis Sinode menetapkan buku nyanyian untuk kebaktian-kebaktian yang liturginya ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
2. Buku nyanyian tersebut terdiri dari Kitab Ende-Enden, Penambahen Ende-Enden, Suplemen Ende-Enden,
Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat, Kidung Ceria, Dua Sahabat Lama dan Nyanyikanlah Kidung Baru.
3. Di luar butir 2 di atas, Majelis Runggun bertanggungjawab untuk menyeleksi nyanyian-nyanyian yang dipakai
dalam kegiatan-kegiatan lain sesuai dengan ajaran GBKP dan mengawasi pemakaiannya.
4. Majelis Runggun bertanggungjawab menjaga keselarasan dan keseimbangan nyanyian-nyanyian yang dipakai
dalam kebaktian.
Pasal 25
Pakaian Liturgis
1. Pakaian liturgis terdiri atas pakaian liturgis pendeta, pertua dan diaken.
2. Pakaian liturgis pendeta terdiri dari:
a. Toga yaitu jubah berwarna hitam dengan perlengkapan dasi dan stola.
b. Toga mini yaitu kemeja hitam dengan perlengkapan collar berwarna putih.
3. Pakaian liturgis pertua dan diaken terdiri dari:
Toga yaitu jubah berwarna hitam yang bagian tengah depan (sisi kancing) berwarna putih dengan
kelengkapan stola.
4. Kelengkapan
a. Stola
Stola adalah kelengkapan yang berbentuk kain merah panjang yang di dalamnya terdapat 2 buah logo
GBKP yang letaknya simetris di tengah dan pada kedua ujungnya dihiasi dengan rumbai-rumbai
berwarna kuning.
b. Dasi Pendeta
Dasi pendeta berbentuk huruf V terbalik yang sisi atasnya dilingkarkan pada leher pendeta.
c. Collar Pendeta
Collar pendeta adalah perlengkapan kemeja yang berwarna putih di kerah pendeta.
Pasal 26
Warna Liturgis
Untuk mencirikan tahun gerejawi dan peristiwa-peristiwa lain, warna liturgis diatur lebih lanjut oleh Moderamen.
BAB VIII
SAKRAMEN
Pasal 27
Pengertian Sakramen
Sakramen adalah tanda nyata yang dipakai Allah dalam Kristus oleh kuasa Roh Kudus melalui gereja untuk
menyatakan bahwa keselamatan dari Allah dan kehidupan baru di dalam Allah telah terwujud.
Pasal 28
Jenis Sakramen
Pasal 29
Baptisan Kudus Dewasa
1. Baptisan kudus dewasa adalah baptisan kudus yang dilayankan kepada orang yang mengaku imannya bahwa
Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat.
2. Syarat
a. Telah berusia lima belas (15) tahun.
b. Kelakuan dan/atau paham pengajarannya sesuai dengan Firman Allah dan ajaran GBKP.
c. Telah menyelesaikan katekisasi. Jika ada orang yang telah menyelesaikan katekisasi di gereja lain yang
mempunyai perbedaan ajaran dengan GBKP, ia perlu diperlengkapi dengan penjelasan tentang pokok-
pokok ajaran yang berbeda itu dan pengenalan tentang GBKP.
d. Ditetapkan layak oleh Majelis Runggun setelah mengikuti percakapan pastoral yang diselenggarakan oleh
Majelis Runggun berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
e. Jika calon baptisan berasal dari agama lain dan secara hukum belum dewasa, ia harus mendapat izin
tertulis dari kedua orang tua atau walinya. Yang dimaksudkan dengan “belum dewasa” adalah usia di
bawah delapan belas (18) tahun (UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1.1.)
3. Prosedur
a. Calon baptisan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun.
b. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral yang meliputi pemahaman dan penghayatan calon
baptisan tentang:
1) Dasar dan motivasi calon baptisan kudus dewasa.
2) Pokok-pokok iman Kristen terutama mengenai Allah, manusia, dosa, keselamatan, hidup baru, gereja,
Alkitab, Kerajaan Allah.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai warga.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Jika Majelis Runggun memandang calon baptisan layak untuk menerima pelayanan baptisan, Majelis
Runggun mewartakan nama dan alamat calon baptisan dalam warta jemaat selama dua (2) hari kebaktian
Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada warga ikut mendoakan dan
mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
warga sidi, Majelis Runggun melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa dalam kebaktian Minggu
atau kebaktian hari raya gerejawi dengan menggunakan liturgi Baptisan Kudus dewasa dan dilayankan
oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat baptisan kudus dewasa.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus
dewasa bagi calon baptisan yang bersangkutan sampai persoalannya selesai atau membatalkan
pelaksanaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pelayanan baptisan
kudus dewasa bagi calon baptisan yang bersangkutan, Majelis Runggun mewartakan hal tersebut dalam
warta jemaat.
g. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h. Baptisan dilaksanakan dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
i. Majelis Runggun memberikan surat Baptisan Kudus dewasa kepada yang dibaptiskan dan mencatatkan
namanya dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
4. Baptisan Kudus Dewasa dapat dilaksanakan atas permohonan Runggun atau gereja lainnya.
a. Majelis Runggun dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa atas permohonan dari Runggun
atau gereja lain.
b. Prosedur
1) Majelis Runggun menerima surat permohonan dari majelis/pimpinan Runggun/gereja pemohon.
2) Majelis Runggun melaksanakan pelayanan baptisan kudus dewasa dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Tata Laksana Pasal 29:3.a-h. Khusus bagi Majelis Runggun GBKP,
Majelis Runggun pemohon juga melaksanakan Tata Laksana Pasal 29:3.a-g. Percakapan pastoral
dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis Runggun pelaksana dan majelis/pimpinan
Runggun pemohon.
3) Majelis Runggun memberikan surat Baptisan Kudus dewasa tanpa mencatat nama yang dibaptis
dalam Sistem Informasi Warga GBKP. Nomor induk kewargaan dicatat oleh Runggun pemohon.
4) Majelis Runggun memberitahukan secara tertulis kepada majelis atau pimpinan Runggun atau gereja
pemohon tentang pelaksanaan baptisan kudus dewasa tersebut.
Pasal 30
Baptisan Kudus Anak
1. Baptisan kudus anak adalah baptisan kudus yang dilayankan kepada anak berdasarkan perjanjian anugerah
Allah dalam Tuhan Yesus Kristus dan pengakuan iman orang tua/walinya yang sah secara hukum. Yang
dimaksudkan dengan wali adalah:
a. Orang yang ditetapkan secara hukum sebagai wali anak tersebut, atau
b. Orang yang mendapatkan persetujuan tertulis dari orang tua anak yang bersangkutan yang disetujui
Majelis Runggun untuk mewakilinya, atau
c. Orang yang bertanggungjawab atas pemeliharaan anak yatim piatu Kristen.
2. Syarat
a. Calon berusia di bawah lima belas (15) tahun.
b. Kedua atau salah satu orang tua/walinya adalah warga sidi dari Runggun yang bersangkutan dan tidak
berada di bawah penggembalaan khusus. Jika salah satu orang tua/walinya belum warga sidi, orang
tua/wali yang bersangkutan sebaiknya menyatakan persetujuan tertulis yang formulasinya ditetapkan
Majelis Runggun.
c. Orang tua/walinya ditetapkan layak oleh Majelis Runggun setelah mengikuti percakapan pastoral yang
diselenggarakan oleh Majelis Runggun berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
3. Prosedur
a. Orang tua/walinya mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun dengan menggunakan
formulir yang disediakan.
b. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral yang meliputi pemahaman dan penghayatan iman orang
tua/wali tentang:
1) Dasar dan motivasi pengajuan permohonan baptisan kudus anak.
2) Makna baptisan kudus anak.
3) Tanggung jawab sebagai orang tua/wali yang membawa anaknya untuk dibaptiskan agar mendidik
anaknya dalam iman Kristen dan mendorong anaknya untuk mengaku percaya/sidi.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Jika Majelis Runggun memandang orang tua/wali dari calon baptisan layak untuk membawa anaknya agar
dibaptiskan, Majelis Runggun mewartakan nama dan alamat calon baptisan serta nama dan alamat orang
tua/walinya dalam warta jemaat selama dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut untuk memberikan
kesempatan kepada warga ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
warga sidi, Majelis Runggun melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak dalam Kebaktian Minggu atau
kebaktian hari raya gerejawi dengan menggunakan liturgi Baptisan Kudus anak dan dilayankan oleh
pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat baptisan kudus anak.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pelaksanaan pelayanan baptisan kudus
anak bagi calon baptisan yang bersangkutan sampai persoalannya selesai atau membatalkan
pelaksanaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pelayanan baptisan
kudus anak bagi calon baptisan yang bersangkutan, Majelis Runggun mewartakan hal tersebut dalam
warta jemaat.
g. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h. Baptisan dilaksanakan dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
i. Majelis Runggun memberikan surat Baptisan Kudus anak kepada orang tua/wali dari anak yang
dibaptiskan dan mencatat namanya dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
4. Baptisan Kudus Anak atas Permohonan Runggun atau Gereja Lain
a. Majelis Runggun dapat melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak atas permohonan dari Runggun
atau gereja lain.
b. Prosedur
1) Majelis Runggun pelaksana mendapat surat permohonan dari Majelis Runggun atau pimpinan
Runggun gereja lain.
2) Majelis Runggun melaksanakan pelayanan baptisan kudus anak atas permohonan itu dengan
mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam Tata Laksana Pasal 30:3.a-h. Dalam lingkup
GBKP, Majelis Runggun pemohon juga melaksanakan Tata Laksana Pasal 30:3.a-g. Percakapan
pastoral dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis Runggun pelaksana dan
majelis/pimpinan Runggun pemohon.
3) Setelah pelaksanaan baptisan, Majelis Runggun pelaksana memberitahukan secara tertulis kepada
Majelis Runggun atau pimpinan gereja pemohon tentang pelaksanaan baptisan kudus anak tersebut.
Pasal 31
Pengakuan Percaya/Sidi
1. Pengakuan percaya/sidi (ngawanken) adalah pengakuan percaya secara mandiri oleh warga gereja yang
sebelumnya telah menerima baptisan kudus anak.
2. Syarat:
a. Telah berusia lima belas (15) tahun.
b. Telah menerima baptisan kudus anak.
c. Tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
d. Telah menyelesaikan katekisasi. Jika ada orang yang katekisasinya diselesaikan di gereja lain yang
mempunyai perbedaan ajaran dengan GBKP, ia perlu diperlengkapi dengan penjelasan tentang pokok-
pokok ajaran yang berbeda itu dan pengenalan tentang GBKP.
e. Ditetapkan layak oleh Majelis Runggun setelah mengikuti percakapan pastoral yang diselenggarakan oleh
Majelis Runggun berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
3. Prosedur
a. Calon yang akan mengaku percaya/sidi mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun dengan
menggunakan formulir yang disediakan.
b. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral yang meliputi pemahaman dan penghayatan iman calon
tentang:
1) Dasar dan motivasi pengajuan permohonan pelayanan pengakuan percaya/sidi.
2) Pokok-pokok iman Kristen terutama mengenai Allah, manusia, dosa, keselamatan, hidup baru, gereja,
Alkitab, kerajaan Allah.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai warga.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
c. Jika Majelis Runggun memandang calon layak untuk mengaku percaya/sidi, Majelis Runggun mewartakan
nama dan alamat calon yang akan mengaku percaya/sidi dalam warta jemaat selama dua (2) hari
kebaktian Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada warga untuk ikut mendoakan
dan mempertimbangkannya.
d. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
warga sidi, Majelis Runggun melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi dalam Kebaktian Minggu
atau kebaktian hari raya gerejawi dengan menggunakan liturgi Pengakuan Percaya/Sidi dan dilayankan
oleh pendeta.
e. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat pengakuan percaya/sidi.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
f. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pelaksanaan pengakuan percaya/sidi calon
yang bersangkutan sampai persoalannya selesai, atau Majelis Runggun dapat membatalkan
pelaksanaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya membatalkan pelaksanaan pelayanan pengakuan
percaya/sidi bagi calon yang bersangkutan, Majelis Runggun mewartakan hal tersebut dalam warta
jemaat.
g. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
h. Pengakuan percaya/sidi dilaksanakan dengan jabat tangan oleh pendeta.
i. Majelis Runggun memberikan surat Pengakuan Percaya/Sidi kepada yang diteguhkan dan mencatat
namanya dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
4. Pengakuan Percaya/Sidi atas Permohonan Runggun atau Gereja Lain
a. Majelis Runggun dapat melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi atas permohonan dari Runggun
atau gereja lain.
b. Prosedur
1) Majelis Runggun menerima surat permohonan dari majelis/pimpinan Runggun/gereja pemohon.
2) Majelis Runggun melaksanakan pelayanan pengakuan percaya/sidi dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 31:3.a-h. Khusus bagi Majelis Runggun GBKP,
Majelis Runggun pemohon juga melaksanakan Tata Laksana Pasal 31:3 a-g. Percakapan pastoral
dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara Majelis Runggun pelaksana dan majelis/pimpinan
Runggun pemohon.
3) Setelah pelaksanaan sidi, Majelis Runggun memberitahukan secara tertulis kepada majelis/ pimpinan
Runggun/gereja pemohon tentang pelaksanaan pengakuan percaya/sidi tersebut.
5. Bagi calon yang adalah warga baptis dari Runggun/gereja lain dan ingin menjadi Warga dari Runggun
pelaksana, pengakuan percaya/sidinya dapat dilaksanakan setelah yang bersangkutan menempuh proses
perpindahan kewargaan.
Pasal 32
Perjamuan Kudus
1. Perjamuan kudus harus dirayakan di Runggun sekurang-kurangnya empat (4) kali dalam setahun.
2. Yang diperkenankan ikut mengambil bagian dalam perjamuan kudus adalah warga sidi dan warga sidi gereja
lain sebagai tamu, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
3. Majelis Runggun mempersiapkan perayaan perjamuan kudus agar warga memahami dan menghayati arti
perjamuan kudus serta melakukan pemeriksaan diri (sensura morum), dengan:
a. Mewartakan perayaan perjamuan kudus tersebut selama dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut.
b. Melaksanakan persiapan perjamuan kudus sebelum perayaan perjamuan tersebut.
4. Majelis Runggun melaksanakan pelayanan perjamuan kudus dalam kebaktian minggu dan/atau kebaktian hari
raya gerejawi serta kebaktian penutupan Pekan Penatalayanan, Pekan Keluarga, Pekan Doa, SMS, SKMS, dan
Konpen Pendeta menggunakan liturgi Perjamuan Kudus dan dilayankan oleh pendeta.
5. Perjamuan kudus menggunakan roti dan air anggur. Bagi warga yang tidak bisa minum air anggur disediakan
teh atau air.
6. Dalam rangka perayaan perjamuan kudus terjadwal, Majelis Runggun dapat melaksanakan pelayanan
perjamuan kudus di rumah atau di rumah sakit pada hari yang ditetapkan, yang dilayankan oleh pendeta
dengan menggunakan liturgi Perjamuan Kudus yang disesuaikan, bagi:
a. Warga yang sudah uzur tetapi masih mampu memahami dan menghayati arti perjamuan kudus, dan yang
tidak dapat mengikuti perjamuan kudus di tempat kebaktian.
b. Warga yang sakit tetapi masih mampu memahami dan menghayati arti perjamuan kudus, yang tidak
dapat mengikuti kebaktian minggu dalam waktu yang lama.
BAB IX
KATEKISASI
Pasal 33
Pengertian Katekisasi
Katekisasi adalah pendidikan iman dan ajaran tentang pokok-pokok iman Kristen untuk mempersiapkan katekisan
menjadi warga sidi yang memahami dan melaksanakan tugas panggilannya dalam kehidupannya secara utuh.
Pasal 34
Jenis Katekisasi
Pasal 35
Katekisasi Baptis Dewasa
1. Katekisasi baptis dewasa adalah katekisasi yang ditujukan bagi orang yang belum Kristen dan ingin menjadi
Kristen serta menjadi warga GBKP.
2. Syarat:
a. Calon katekisan telah berusia lima belas (15) tahun ketika baptisan dewasa dilaksanakan.
b. Jika calon katekisan berasal dari agama lain dan secara hukum belum dewasa, ia harus mempersiapkan
izin tertulis dari kedua orang tua atau walinya. Yang dimaksudkan dengan “belum dewasa” adalah usia di
bawah delapan belas (18) tahun (UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1.1.).
3. Prosedur:
a. Calon katekisan mendaftarkan diri kepada Majelis Runggun dengan memakai formulir pendaftaran.
b. Katekisasi baptis dewasa diselenggarakan selama enam (6) sampai dua belas (12) bulan dengan
menggunakan buku katekisasi yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 17.
c. Katekisasi dilaksanakan oleh Majelis Runggun dan dilayankan oleh pendeta atau orang yang ditunjuk oleh
Majelis Runggun.
Pasal 36
Katekisasi Sidi
1. Katekisasi sidi adalah katekisasi yang ditujukan bagi orang yang sudah menerima baptis anak dan ingin
menyatakan pengakuan percaya/sidi dan menjadi warga sidi GBKP.
2. Syarat:
Calon katekisan telah berusia lima belas (15) tahun ketika pengakuan percaya/sidi dilaksanakan.
3. Prosedur:
a. Calon katekisan mendaftarkan diri kepada Majelis Runggun dengan memakai formulir pendaftaran.
b. Katekisasi sidi diselenggarakan selama enam (6) sampai dua belas (12) bulan dengan menggunakan buku
katekisasi yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 17.
c. Katekisasi dilaksanakan oleh Majelis Runggun dan dilayankan oleh pendeta atau orang yang ditunjuk oleh
Majelis Runggun.
Pasal 37
Katekisasi Khusus
1. Katekisasi khusus, yaitu katekisasi yang ditujukan kepada warga atau calon warga yang menghadapi persoalan
tertentu atau keterbatasan dan dilaksanakan dalam waktu yang tertentu sesuai dengan keputusan Majelis
Runggun.
2. Syarat:
Calon katekisan telah berusia lima belas (15) tahun ketika pengakuan percaya/sidi dilaksanakan.
3. Prosedur:
a. Calon katekisan atau keluarganya mendaftarkan diri kepada Majelis Runggun dengan memakai formulir
pendaftaran.
b. Katekisasi dilaksanakan oleh Majelis Runggun dan dilayankan oleh pendeta atau orang yang ditunjuk oleh
Majelis Runggun.
c. Katekisan bisu, buta, atau pekak dapat mengikuti katekisasi dengan cara-cara yang khusus.
BAB X
PEMBINAAN WARGA GEREJA (PWG)
Pasal 38
Pengertian PWG
PWG adalah upaya yang terencana dan berkesinambungan untuk memperlengkapi warga gereja dan pelayan
khusus dengan nilai-nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam dunia yang terus-menerus mengalami
dinamika perubahan.
Pasal 39
Tujuan PWG
PWG bertujuan agar warga gereja dan pelayan khusus dapat menjadi garam dan terang bagi dunia dalam
hidupnya sehari-hari sehingga menjadi saksi Kristus yang hidup di bawah pimpinan Roh Kudus.
Pasal 40
Pelaksanaan PWG
1. PWG dilaksanakan di wilayah pelayanan Runggun, Klasis dan Sinode dalam program-program antara lain:
a) Pelatihan/training
b) Lokakarya/workshop
c) Seminar
d) Pengadaan unit-unit diklat/training center di Klasis atau gabungan Klasis untuk meningkatkan pelayanan
gereja.
2. Kebijakan umum ditetapkan secara sinodal sedangkan penjabarannya ke dalam kurikulum, silabus, dan
materi-materi pembinaan dilaksanakan oleh Runggun dan/atau Klasis sesuai dengan konteks dan kebutuhan
mereka dengan pendampingan PPWG.
BAB XI
PERKAWINAN GEREJAWI
Pasal 41
Pengertian Perkawinan
1. Perkawinan gerejawi adalah pemberkatan secara gerejawi bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
untuk menjadi pasangan suami-istri dalam ikatan perjanjian seumur hidup yang bersifat monogamis dan yang
tidak dapat dipisahkan, berdasarkan kasih dan kesetiaan mereka di hadapan Allah dan gereja-Nya.
2. Perkawinan gerejawi dilaksanakan dalam kebaktian pemberkatan perkawinan.
Pasal 42
Syarat
1. Kedua atau salah satu calon mempelai adalah warga sidi, kecuali yang diatur dalam peraturan mengenai
perkawinan gerejawi dengan ketentuan khusus, yang tidak berada di bawah penggembalaan khusus.
2. Calon mempelai telah mengikuti pembinaan pra-perkawinan yang bahannya ditetapkan secara sinodal.
3. Calon mempelai memiliki surat keterangan tidak dalam status menikah dari kepala desa/kelurahan.
4. Calon mempelai telah mendapatkan surat keterangan atau bukti pendaftaran dari Kantor Catatan Sipil yang
menyatakan bahwa pasangan tersebut memenuhi syarat untuk dicatat perkawinannya, atau calon mempelai
telah membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk mencatatkan perkawinannya di Kantor
Catatan Sipil.
5. Calon mempelai wajib menjaga kesucian hubungan mereka dari perzinahan sebelum pelaksanaan
pemberkatan perkawinan. Apabila calon mempelai melakukan perzinahan sebelum pelaksanaan
pemberkatan perkawinan, mereka wajib membuat pengakuan dan penyesalan di dalam SMR sebelum
pemberkatan tersebut dilangsungkan.
6. Perkawinan kawin sumbang (semarga) yang dilarang adat, tidak dapat diberkati dalam GBKP.
Pasal 43
Prosedur
1. Calon mempelai mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun selambat-lambatnya satu (1)
bulan sebelum perkawinan gerejawinya dilaksanakan.
2. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral dengan calon mempelai.
3. Jika Majelis Runggun memandang calon mempelai layak untuk menerima pemberkatan perkawinan, Majelis
Runggun mewartakan nama dan alamat calon mempelai dalam warta jemaat selama dua (2) hari kebaktian
Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada warga agar ikut mendoakan dan
mempertimbangkannya.
4. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah usai dan tidak ada keberatan yang sah dari warga
sidi, Majelis Runggun melaksanakan pelayanan perkawinan gerejawi dengan menggunakan liturgi
pemberkatan perkawinan dan dilayankan oleh pendeta.
5. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda
tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan duplikasi
dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat perkawinan gerejawi.
c. Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
6. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pelaksanaan perkawinan gerejawi itu sampai
persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya membatalkan
pelaksanaan perkawinan gerejawi itu, Majelis Runggun mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
7. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
8. Majelis Runggun memberikan surat perkawinan gerejawi kepada kedua mempelai dan mencatat
perkawinannya dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
9. Bagi calon mempelai yang salah satunya bukan warga sidi berlaku ketentuan tambahan sebagai berikut:
a. Jika salah seorang dari calon mempelai adalah warga dari Runggun atau gereja lain, ia terlebih dahulu
meminta surat persetujuan dari Majelis Runggun atau pimpinan gerejanya.
b. Jika ia tidak berhasil memperoleh surat tersebut, Majelis Runggun mengirim surat kepada Majelis
Runggun atau pimpinan gereja asalnya untuk meminta surat persetujuan.
c. Jika Majelis Runggun dalam waktu empat (4) minggu tidak memperoleh surat persetujuan, calon dapat
menunjukkan surat baptisan/surat pengakuan percaya, atau surat keterangan lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
10. Perkawinan Gerejawi atas Permohonan Runggun/Gereja Lain yang seajaran.
a. Majelis Runggun dapat melaksanakan pelayanan perkawinan gerejawi atas permohonan tertulis dari
Runggun atau gereja lain dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Pembinaan pra-perkawinan dan percakapan pastoral dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara
Majelis Runggun dengan pimpinan Runggun/gereja pemohon.
c. Pewartaan harus dilaksanakan oleh Majelis Runggun dan majelis/pimpinan gereja pemohon.
d. Surat perkawinan gerejawi diberikan kepada mempelai oleh Majelis Runggun.
e. Majelis Runggun memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Runggun atau pimpinan Runggun/gereja
pemohon tentang pelaksanaan perkawinan gerejawi tersebut
Pasal 44
Perceraian
BAB XII
PENGGEMBALAAN
Pasal 45
Pengertian
Penggembalaan adalah pelayanan yang dilakukan di dalam kasih terhadap warga dan/atau pelayan khusus baik
secara individual maupun komunal, serta terhadap lembaga gerejawi, untuk mendukung, membimbing, menilik,
menegur, menyembuhkan, dan mendamaikan agar ia atau mereka hidup taat kepada Allah, dalam damai
sejahtera dengan Allah, sesama, dan seluruh ciptaan Allah.
Pasal 46
Pelaksana
Penggembalaan dilaksanakan oleh warga dan/atau pelayan khusus dan/atau lembaga gerejawi.
Pasal 47
Tahapan Penggembalaan
1. Penggembalaan umum.
2. Penilikan
3. Penggembalaan khusus.
Pasal 48
Penggembalaan Umum
1. Penggembalaan umum terhadap warga, pelayan khusus, dan lembaga gerejawi adalah penggembalaan yang
dilakukan terus menerus melalui berbagai kegiatan baik secara individual maupun kelompok, dengan
menggunakan berbagai bentuk seperti kebaktian, pembinaan, diakonia, perkunjungan dan/atau percakapan
pastoral, surat penggembalaan, atau bentuk-bentuk penggembalaan lainnya.
2. Penggembalaan dalam hubungan dengan alam ciptaan Allah dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan
untuk menjaga dan memelihara sumber-sumber alam dan lingkungan hidup agar dapat tetap lestari dan
terhindar dari berbagai kerusakan yang ada.
3. Penggembalaan dalam hubungan dengan masyarakat dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang
mendatangkan damai sejahtera, kebenaran, dan keadilan dalam masyarakat. Dalam melakukan tugas ini,
gereja terpanggil untuk memberikan perhatian khusus kepada korban-korban ketidakadilan dan pelecehan
terhadap hak-hak asasi manusia, serta orang-orang miskin yang tertekan dan tertindas.
Pasal 49
Penilikan
Penilikan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penggembalaan umum untuk memastikan bahwa penggembalaan
umum tersebut telah terlaksana dengan baik dan benar. Penilikan merupakan tindakan check and recheck
terhadap penggembalaan umum yang telah dilaksanakan kepada warga, pelayan khusus, dan lembaga gerejawi.
Pasal 50
Penggembalaan Khusus
1. Penggembalaan khusus terhadap warga adalah penggembalaan yang dilakukan terhadap warga yang:
a. kelakuannya bertentangan dengan Firman Allah dan/atau
b. paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP,
sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar ia bertobat.
2. Penggembalaan khusus terhadap pelayan khusus adalah penggembalaan khusus kepada pendeta, diaken, dan
pertua yang:
a. kelakuannya bertentangan dengan Firman Allah dan/atau
b. menganut serta mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP, termasuk
menyalahgunakan dan/atau mengingkari jabatannya
sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar ia bertobat.
3. Penggembalaan khusus terhadap lembaga gerejawi adalah penggembalaan khusus yang dilaksanakan kepada
Majelis Runggun yang:
a. mengambil keputusan dan/atau
b. melakukan praktik bergereja,
yang bertentangan dengan Firman Allah dan/atau Tata Gereja GBKP dan/atau ajaran GBKP dan/atau
keputusan-keputusan dari Majelis Klasis dan/atau Majelis Sinode, sehingga mengancam keutuhan Runggun
dan keutuhan GBKP secara menyeluruh, menyebabkan meluasnya ajaran yang bertentangan dengan Firman
Allah dan ajaran GBKP, dan menyebabkan meluasnya praktik bergereja yang tidak sesuai dengan Tata Gereja
GBKP, agar Majelis Runggun bertobat.
Pasal 51
Prosedur Penggembalaan Umum dan Penilikan
1. Terhadap Warga
a. Jika ada seorang warga dari sebuah Runggun, yang diduga kelakuannya bertentangan dengan Firman
Allah dan/atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP, sehingga
menjadi batu sandungan bagi orang lain, terhadapnya dapat ditempuh langkah-langkah penggembalaan
umum yang dapat menjadi dasar bagi pelaksanaan penggembalaan khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-langkah itu harus didasarkan pada:
1) Informasi dari:
a) Warga dari Runggun tersebut,
b) Warga atau pertua atau diaken atau pendeta dari Runggun lain,
yang diterima oleh pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta dari Runggun tersebut. Informasi
tersebut disampaikan secara lisan dan/atau tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal.
Laporan tersebut belum dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
2) Informasi dari pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta dari Runggun tersebut. Informasi itu belum
dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari informasi tersebut, pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta tersebut melakukan
klarifikasi, termasuk kepada terlapor, untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut. Jika terlapor
adalah warga baptisan, maka orang tua/walinya diikutsertakan.
d. Jika informasi tersebut tidak benar, pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta tersebut memutuskan
bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Pertua dan/atau diaken
dan/atau pendeta tersebut dapat melakukan langkah-langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
e. Jika informasi tersebut diakui benar oleh terlapor, pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta itu
melakukan peneguran dan memberikan nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat. Jika
terlapor bertobat, penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai
sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
f. Jika informasi tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta itu
berpendapat bahwa informasi tersebut benar, atau jika informasi tersebut diakui benar oleh terlapor
tetapi ia tidak bertobat, pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta itu melaporkan hal itu kepada Majelis
Runggun secara lisan dan/atau tertulis.
g. Berdasarkan laporan dari pertua dan/atau diaken dan/atau pendeta itu, Majelis Runggun melakukan
penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran laporan itu.
1) Jika Majelis Runggun menyimpulkan bahwa laporan tersebut tidak benar, Majelis Runggun
memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada warga atau
pertua atau diaken atau pendeta yang melaporkan.
2) Jika Majelis Runggun menyimpulkan bahwa laporan tersebut benar, Majelis Runggun melakukan
penilikan dengan mengadakan percakapan pastoral secara optimal dengan terlapor agar ia bertobat.
Jika terlapor bertobat, Majelis Runggun memutuskan bahwa penggembalaan umum terhadapnya
dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan
khusus.
3) Jika penilikan telah dilaksanakan dan terlapor yang merupakan warga baptis tetap tidak bertobat,
proses dilanjutkan ke Tata Laksana Pasal 52.
4) Jika penilikan telah dilaksanakan dan terlapor yang merupakan warga sidi tetap tidak bertobat, proses
dilanjutkan ke Tata Laksana Pasal 53.
3. Terhadap Pendeta
a. Jika ada seorang pendeta yang diduga kelakuannya bertentangan dengan Firman Allah dan/atau
menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP, termasuk
menyalahgunakan dan/atau mengingkari jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain,
terhadapnya dapat ditempuh langkah-langkah penggembalaan umum yang dapat menjadi dasar bagi
pelaksanaan penggembalaan khusus bagi yang bersangkutan.
b. Langkah-langkah itu harus didasarkan pada laporan tentang dugaan dari warga atau pertua atau diaken
atau pendeta yang lain yang diterima oleh Majelis/Badan Pekerja Majelis. Laporan tersebut disampaikan
secara lisan dan/atau tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal. Laporan tersebut belum dapat
dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari informasi itu, Majelis/Badan Pekerja Majelis melakukan klarifikasi, termasuk kepada
terlapor, untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.
d. Jika informasi tersebut tidak benar, Majelis/Badan Pekerja Majelis memutuskan bahwa kasus ini dianggap
selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada pelapor. Majelis/Badan Pekerja Majelis tersebut dapat
melakukan langkah-langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
e. Jika laporan tersebut diakui benar oleh terlapor, Majelis/Badan Pekerja Majelis melakukan peneguran
dan memberikan nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat.
1) Jika terlapor bertobat, tetapi permasalahan ini diyakini oleh Majelis/Badan Pekerja Majelis membawa
dampak yang lebih luas bagi kesatuan gereja dan keberlangsungan pelayanan gereja secara
menyeluruh, maka Majelis/Badan Pekerja Majelis yang terkait wajib melaporkan hal ini kepada
Moderamen. Setelah menerima laporan tersebut, Moderamen menugaskan Biro Pengembangan
SDM untuk melakukan perkunjungan pastoral untuk menentukan kelanjutan pelayanan dari yang
bersangkutan. Melalui perkunjungan pastoral tersebut, Biro Pengembangan SDM memberikan
rekomendasi kepada Moderamen mengenai pelayanan dari yang bersangkutan, apakah pelayanan
yang bersangkutan akan dilanjutkan di tempat tersebut atau yang bersangkutan harus menjalani
mutasi.
2) Jika terlapor bertobat dan permasalahan ini diyakini oleh Majelis/Badan Pekerja Majelis tidak
membawa dampak yang lebih luas bagi kesatuan gereja dan keberlangsungan pelayanan gereja
secara menyeluruh, penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat
dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
f. Jika informasi tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan Majelis/Badan Pekerja Majelis berpendapat
bahwa laporan tersebut diduga benar, atau jika informasi tersebut diakui benar oleh terlapor tetapi ia
tidak bertobat, Majelis/Badan Pekerja Majelis melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran
laporan itu.
1) Jika Majelis/Badan Pekerja Majelis menyimpulkan bahwa laporan tersebut tidak benar,
Majelis/Badan Pekerja Majelis memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut
diberitahukan kepada warga atau pertua atau diaken atau pendeta yang melaporkan. Majelis/Badan
Pekerja Majelis dapat melakukan langkah-langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
2) Jika Majelis/Badan Pekerja Majelis menyimpulkan bahwa laporan tersebut benar, Majelis/Badan
Pekerja Majelis melakukan penilikan dengan mengadakan percakapan pastoral secara optimal
dengan terlapor agar ia bertobat.
a) Jika terlapor bertobat dan Majelis/Badan Pekerja Majelis berpendapat bahwa permasalahan ini
tidak membawa dampak yang lebih luas bagi kesatuan gereja dan keberlangsungan pelayanan
gereja secara menyeluruh, penggembalaan umum terhadap yang bersangkutan dinyatakan
selesai dan yang bersangkutan dapat melanjutkan pelayanannya di tempat tersebut.
b) Jika terlapor bertobat tetapi Majelis/Badan Pekerja Majelis berpendapat bahwa permasalahan ini
benar-benar membawa dampak yang lebih luas bagi kesatuan gereja dan keberlangsungan
pelayanan gereja secara menyeluruh, maka Majelis/Badan Pekerja Majelis tersebut wajib
melaporkan hal ini kepada Moderamen. Setelah menerima laporan tersebut, Moderamen
menugaskan Biro Pengembangan SDM untuk melakukan perkunjungan pastoral untuk
menentukan kelanjutan pelayanan dari yang bersangkutan. Melalui perkunjungan pastoral
tersebut, Biro Pengembangan SDM memberikan rekomendasi kepada Moderamen mengenai
pelayanan dari yang bersangkutan, apakah pelayanan yang bersangkutan akan dilanjutkan di
tempat tersebut atau yang bersangkutan harus menjalani mutasi.
c) Jika penilikan telah dilaksanakan dan terlapor tetap tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata
Laksana Pasal 56.
5. Terhadap BPMK.
a. Jika ada BPMK dari sebuah Klasis yang diduga mengambil keputusan dan/atau melakukan praktik kehidupan
dan pelayanan gerejawi yang bertentangan dengan Firman Allah dan/atau Tata Gereja GBKP dan/atau
ajaran GBKP dan/atau keputusan-keputusan dari Majelis Klasis dan/atau Majelis Sinode, sehingga
mengancam keutuhan Klasis dan keutuhan GBKP secara menyeluruh, menyebabkan meluasnya ajaran yang
bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP, dan menyebabkan meluasnya praktik bergereja yang
tidak sesuai dengan Tata Gereja GBKP, terhadapnya dapat ditempuh langkah-langkah penggembalaan
umum yang menjadi dasar bagi pelaksanaan penggembalaan khusus bagi BPMK tersebut.
b. Langkah-langkah itu harus didasarkan pada
1) Informasi dari:
a) Warga Gereja
b) Majelis Runggun
c) BPMK dari Klasis lain
d) Moderamen,
yang diterima oleh Majelis Klasis dari Klasis tersebut. Informasi tersebut disampaikan secara
tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal. Informasi tersebut belum dapat dipakai
sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
2) Informasi dari Majelis Klasis tersebut atau Moderamen. Informasi itu belum dapat dipakai sebagai
dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
c. Bertolak dari informasi itu, Majelis Klasis atau Moderamen melalui persidangannya melakukan klarifikasi,
termasuk kepada terlapor, untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.
d. Jika informasi tersebut diakui benar oleh terlapor, Majelis Klasis atau Moderamen melakukan peneguran
dan memberikan nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat. Jika terlapor bertobat,
penggembalaan umum terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk
melaksanakan penggembalaan khusus.
e. Jika informasi tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan Majelis Klasis atau Moderamen berpendapat
bahwa laporan itu benar, atau jika informasi itu diakui benar oleh terlapor tetapi ia tidak bertobat,
Moderamen mengadakan perkunjungan pastoral kepada BPMK tersebut. Dalam perkunjungan pastoral,
Moderamen melakukan klarifikasi lagi dan peneguran jika dianggap perlu. Perkunjungan pastoral itu
dapat dilakukan lebih dari satu (1) kali.
f. Jika Moderamen dalam sidangnya menyimpulkan bahwa laporan itu tidak benar, Moderamen
memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada BPMK terlapor dan
pelapor. Moderamen dapat melakukan langkah-langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
g. Jika Moderamen dalam sidangnya menyimpulkan bahwa laporan tersebut benar dan terlapor bertobat,
Moderamen memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada BPMK
terlapor dan pelapor.
h. Jika Moderamen dalam sidangnya menyimpulkan bahwa laporan tersebut benar, Moderamen melakukan
penilikan dengan mengadakan percakapan pastoral secara optimal dengan terlapor agar ia bertobat.
i. Jika penilikan telah dilaksanakan dan terlapor tetap tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata Laksana
Pasal 58.
6. Terhadap Moderamen.
a. Jika Moderamen diduga mengambil keputusan dan/atau melakukan praktik kehidupan dan pelayanan
gerejawi yang bertentangan dengan Firman Allah dan/atau Tata Gereja GBKP dan/atau ajaran GBKP
dan/atau keputusan-keputusan dari Majelis Sinode, sehingga mengancam keutuhan GBKP secara
menyeluruh, menyebabkan meluasnya ajaran yang bertentangan dengan Firman Allah dan ajaran GBKP,
dan menyebabkan meluasnya praktik bergereja yang tidak sesuai dengan Tata Gereja GBKP, terhadapnya
dapat ditempuh langkah-langkah penggembalaan umum yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
penggembalaan khusus baginya. Langkah-langkah itu harus didasarkan pada informasi dari:
a) Warga Gereja
b) Majelis Runggun
c) BPMK
yang diterima oleh Majelis Sinode dalam persidangannya, baik SMS maupun SKMS. Informasi tersebut
disampaikan secara tertulis yang dapat disertai dengan bukti-bukti awal. Informasi tersebut belum dapat
dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan penggembalaan khusus.
b. Bertolak dari informasi itu, Majelis Sinode dalam persidangannya, baik SMS maupun SKMS, melakukan
klarifikasi kepada Moderamen sebagai terlapor, untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut.
c. Jika informasi tersebut diakui benar oleh terlapor, Majelis Sinode melakukan peneguran dan memberikan
nasihat kepada terlapor dalam kasih agar ia bertobat. Jika terlapor bertobat, penggembalaan umum
terhadapnya dianggap selesai dan hal ini tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
penggembalaan khusus.
d. Jika Majelis Sinode dalam sidangnya menyimpulkan bahwa informasi tersebut benar dan terlapor
bertobat, Majelis Sinode memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai.
e. Jika Majelis Sinode dalam sidangnya menyimpulkan bahwa laporan itu tidak benar, Majelis Sinode
memutuskan bahwa kasus ini dianggap selesai, dan hal tersebut diberitahukan kepada terlapor dan
pelapor. Majelis Sinode dapat melakukan langkah-langkah penggembalaan umum terhadap pelapor.
f. Jika informasi tersebut disangkal oleh terlapor, sedangkan Majelis Sinode dalam persidangannya
berpendapat bahwa laporan itu benar, atau jika informasi itu diakui benar oleh terlapor tetapi ia tidak
bertobat, Majelis Sinode dalam sidangnya melakukan penilikan terhadap terlapor agar ia bertobat.
g. Jika penilikan telah dilaksanakan dan terlapor tetap tidak bertobat, proses dilanjutkan ke Tata Laksana
Pasal 59.
Pasal 52
Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus Terhadap Warga Baptis
1. Jika Majelis Runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang warga baptis terlapor (lihat Tata Laksana Pasal 51:1) dan terlapor
tidak bertobat, Majelis Runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor berada di bawah
penggembalaan khusus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan tidak
diperkenankan untuk mengaku percaya.
2. Majelis Runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
Selama menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan tetap didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk mengaku percaya.
4. Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat, yang bersangkutan dikeluarkan dari kewargaan GBKP dan yang
bersangkutan tetap didoakan.
Pasal 53
Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus Terhadap Warga Sidi
1. Jika Majelis Runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang warga sidi terlapor (lihat Tata Laksana Pasal 51:1) dan terlapor tidak
bertobat, Majelis Runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor berada di bawah
penggembalaan khusus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan tidak
diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud agar
dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pelayan
khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan
sudah menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, ia dinonaktifkan dari kepengurusan unit/unit-
unit tersebut untuk waktu paling lama enam (6) bulan. Majelis Runggun memberitahukan kepada BPMK yang
terkait/Moderamen bahwa yang bersangkutan berada di bawah penggembalaan khusus agar hal itu
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Majelis Runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat. Selama
menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan tetap didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya agar dibaptiskan,
untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pelayan khusus, dan
untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Di samping itu, jika yang
bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, ia diaktifkan kembali dalam
kepengurusan unit pelayanan tersebut. Majelis Runggun memberitahukan kepada BPMK yang
terkait/Moderamen tentang pengakhiran penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan agar hal itu
ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Jika yang bersangkutan tetap tidak bertobat, yang bersangkutan dikeluarkan dari kewargaan GBKP dan yang
bersangkutan tetap didoakan. Jika yang bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan
Runggun/klasis/sinode, ia diberhentikan dari jabatannya dalam kepengurusan unit/unit-unit tersebut. Untuk
maksud itu Majelis Runggun memberitahukan hal tersebut kepada BPMK yang terkait/Moderamen bahwa
yang bersangkutan berada di bawah penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Pasal 54
Prosedur Penggembalaan Khusus Terhadap Pertua atau Diaken
1. Jika Majelis Runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang pertua atau diaken terlapor (lihat Tata Laksana Pasal 51:2) dan
terlapor tidak bertobat, Majelis Runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor berada di
bawah penggembalaan khusus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang bersangkutan
dinonaktifkan untuk paling lama enam (6) bulan dari tugas-tugasnya sebagai pertua atau diaken. Ia juga tidak
diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud agar
dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, memilih pelayan khusus, dan untuk diproses
menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi anggota
BPMK/Moderamen serta menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, ia dinonaktifkan dari
kepengurusan unit/unit-unit tersebut untuk waktu paling lama enam (6) bulan. Majelis Runggun
memberitahukan kepada BPMK yang terkait/Moderamen bahwa yang bersangkutan berada di bawah
penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Majelis Runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat. Selama
menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan tetap didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai, dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya agar dibaptiskan,
untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, memilih pelayan khusus, dan untuk diproses menjadi
pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan menjadi pengurus unit pelayanan
Runggun/klasis/sinode, ia diaktifkan kembali dalam kepengurusan unit pelayanan tersebut. Majelis Runggun
memberitahukan kepada BPMK yang terkait/Moderamen tentang pengakhiran penggembalaan khusus
kepada yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Majelis
Runggun dalam persidangannya juga menetapkan untuk memulihkan atau menanggalkan jabatan gerejawi
yang bersangkutan dengan mempertimbangkan kesatuan Runggun dan keberlangsungan pelayanan Runggun
secara menyeluruh.
4. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan tetap tidak bertobat, jabatan gerejawi yang
bersangkutan ditanggalkan. Jika yang bersangkutan menjadi anggota BPMK/Moderamen, serta menjadi
pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, keanggotaannya dalam badan/badan-badan tersebut juga
ditanggalkan. Untuk maksud itu, Majelis Runggun memberitahukan kepada BPMK yang terkait/Moderamen
tentang penanggalan jabatan dari yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Di samping itu, yang bersangkutan tetap tidak diperkenankan untuk mengikuti perjamuan
kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud agar dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan
gerejawi, untuk memilih dan dipilih menjadi pelayan khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit
pelayanan Runggun/klasis/sinode. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan oleh Majelis
Runggun dan yang bersangkutan tetap didoakan.
Pasal 55
Prosedur Penggembalaan Khusus Terhadap Pertua atau Diaken Emeritus
1. Jika Majelis Runggun sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang pertua atau diaken emeritus terlapor (lihat Tata Laksana Pasal
51:2) dan terlapor tidak bertobat, Majelis Runggun dalam persidangannya menetapkan bahwa terlapor
berada di bawah penggembalaan khusus. Karena berada di bawah penggembalaan khusus, yang
bersangkutan dinonaktifkan untuk paling lama enam (6) bulan dari tugas-tugasnya sebagai pertua atau
diaken. Ia juga tidak diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan
maksud agar dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, dan memilih pelayan khusus.
Majelis Runggun memberitahukan kepada BPMKnya dan Moderamen bahwa yang bersangkutan berada di
bawah penggembalaan khusus agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Majelis Runggun melaksanakan penggembalaan khusus terhadap yang bersangkutan dalam bentuk
percakapan pastoral, pembimbingan, peneguran, pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat. Selama
menjalani penggembalaan khusus itu yang bersangkutan tetap didoakan.
3. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan bertobat, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan bahwa penggembalaan khusus terhadapnya dinyatakan selesai, dan yang
bersangkutan diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya agar dibaptiskan,
untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, dan memilih pelayan khusus. Majelis Runggun
memberitahukan kepada BPMKnya dan Moderamen tentang pengakhiran penggembalaan khusus kepada
yang bersangkutan agar hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Majelis Runggun dalam
persidangannya juga menetapkan untuk memulihkan atau menanggalkan jabatan gerejawi yang
bersangkutan dengan mempertimbangkan kesatuan Runggun dan keberlangsungan pelayanan Runggun
secara menyeluruh.
4. Jika dalam waktu paling lama enam (6) bulan yang bersangkutan tetap tidak bertobat, jabatan gerejawi yang
bersangkutan sebagai pertua atau diaken emeritus ditanggalkan. Untuk maksud itu, Majelis Runggun
memberitahukan kepada BPMKnya dan Moderamen tentang penanggalan jabatan yang bersangkutan agar
hal itu ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di samping itu, yang bersangkutan tetap tidak
diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud agar
dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi dan memilih pelayan khusus. Penggembalaan
khusus terhadapnya tetap dilanjutkan oleh Majelis Runggun tersebut dan yang bersangkutan tetap didoakan.
Pasal 56
Prosedur Pelaksanaan Penggembalaan Khusus Terhadap Pendeta
1. Jika Majelis/Badan Pekerja Majelis sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka
penggembalaan umum terhadap seorang pendeta yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 51:3) dan yang
bersangkutan tetap tidak bertobat, Majelis/Badan Pekerja Majelis meminta Moderamen melakukan
perkunjungan pastoral.
2. Moderamen melakukan perkunjungan pastoral dengan melibatkan Badan Pekerja Majelis tersebut. Dalam
perkunjungan pastoral tersebut, tim perkunjungan melakukan pemeriksaan terhadap penggembalaan yang
sudah dilakukan oleh Majelis/Badan Pekerja Majelis terhadap yang bersangkutan. perkunjungan pastoral
untuk maksud ini dapat dilakukan lebih dari satu (1) kali.
3. Tim perkunjungan melaporkan hasil perkunjungannya kepada Moderamen.
4. Jika Moderamen dapat menerima penggembalaan yang telah dilakukan oleh Majelis/Badan Pekerja Majelis
terhadap pendeta yang bersangkutan, Moderamen menetapkan bahwa pendeta yang bersangkutan berada
di bawah penggembalaan khusus.
5. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, pendeta yang bersangkutan:
a. Tidak diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan maksud agar
dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk memilih pelayan khusus, dan untuk
diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi
pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, jabatannya dalam kepengurusan unit/unit-unit tersebut
dinonaktifkan.
b. Tidak diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta.
6. Dalam waktu selambat-lambatnya dua (2) minggu, Moderamen menerbitkan surat penetapan status
penggembalaan khusus atas pendeta yang bersangkutan, yang ditujukan kepada pendeta yang
bersangkutan, dan salinannya disampaikan kepada Majelis/Badan Pekerja Majelis yang terkait.
7. Moderamen juga memberitahukan secara tertulis hal penggembalaan khusus tersebut kepada semua Majelis
Runggun dan semua BPMK.
8. Majelis Runggun yang terkait mewartakan hal penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat pada
hari minggu terdekat.
9. Selama menjalani penggembalaan khusus itu Majelis/Badan Pekerja Majelis yang terkait tetap memberikan
jaminan kebutuhan hidup dan semua penggantian biaya yang wajib diberikan kepada yang bersangkutan
serta tetap mendoakannya.
10. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Moderamen
selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus, dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil Majelis Runggun yang terkait, BPMK yang terkait, dan Moderamen
serta dapat ditambah dengan orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Tim pastoral diangkat dengan surat keputusan dan bertanggungjawab kepada, serta diberhentikan oleh
Moderamen.
c. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai penggembalaan khusus dinyatakan selesai atau yang
bersangkutan ditanggalkan jabatan gerejawinya.
11. Penggembalaan khusus dilaksanakan oleh tim pastoral dalam bentuk percakapan pastoral, pembimbingan,
peneguran, dan pendampingan, agar yang bersangkutan bertobat.
12. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan hasil
penggembalaan khusus tersebut kepada Moderamen, Majelis Runggun terkait, dan BPMK yang terkait.
13. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya
kepada Moderamen, Majelis Runggun yang terkait, dan BPMK yang terkait.
14. Moderamen dalam sidangnya membahas laporan tim pastoral, melibatkan tim pastoral, Majelis Runggun
yang terkait, dan BPMK yang terkait.
15. Jika dalam sidang tersebut Moderamen menyimpulkan bahwa pendeta yang bersangkutan telah bertobat:
a. Moderamen menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus kepada yang bersangkutan
selesai dengan salinan kepada Majelis Runggun yang terkait dan BPMK yang terkait. Dengan demikian
pendeta yang bersangkutan diperkenankan untuk melakukan tugas-tugasnya sebagai pendeta, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya agar dibaptiskan, untuk menerima pelayanan
perkawinan gerejawi, untuk memilih pelayan khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit
pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan
Runggun/klasis/sinode, kepengurusannya dalam unit/unit-unit tersebut diaktifkan kembali.
b. Majelis Runggun yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam warta
jemaat pada hari minggu terdekat.
c. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada
semua Majelis Runggun dan semua BPMK.
d. Moderamen menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim
pastoral dibubarkan.
e. Moderamen melakukan perkunjungan pastoral kepada Majelis yang terkait untuk memutuskan apakah
pelayanan yang bersangkutan akan dilanjutkan di tempat tersebut atau yang bersangkutan harus
menjalani mutasi.
16. Jika dalam sidang yang disebutkan dalam butir 14 di atas, Moderamen menyimpulkan bahwa pendeta yang
bersangkutan tidak bertobat:
a. Moderamen menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan pendeta yang bersangkutan, dengan
salinan kepada Majelis Runggun yang terkait dan BPMK yang terkait. Dengan demikian yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa anaknya dengan
maksud agar dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk memilih dan dipilih
menjadi pelayan khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode.
Jika yang bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, ia diberhentikan
dari jabatannya dalam kepengurusan unit/unit-unit tersebut.
b. Majelis Runggun yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat pada
hari minggu terdekat.
c. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut kepada semua Majelis
Runggun dan semua BPMK.
d. BPMK yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait
dalam persidangannya yang terdekat.
e. Moderamen melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis Sinode dalam
persidangannya yang terdekat.
f. Moderamen menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim
pastoral dibubarkan.
17. Sejak ditanggalkan jabatan gerejawinya, yang bersangkutan masih diberi jaminan kebutuhan hidup oleh
Majelis/Badan Pekerja Majelis yang terkait untuk tiga (3) bulan. Mengenai penggantian biaya-biaya untuk
masa tiga (3) bulan tersebut, Majelis/Badan Pekerja Majelis yang terkait mengambil keputusan tersendiri.
18. Penggembalaan khusus terhadapnya tetap dilanjutkan oleh Majelis Runggun yang terkait dan yang
bersangkutan tetap didoakan.
Pasal 57
Prosedur Penggembalaan Khusus Terhadap Majelis Runggun
1. Jika Moderamen sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan
umum terhadap Majelis Runggun yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 51:4) dan Majelis Runggun
bersangkutan tetap tidak bertobat, Moderamen melakukan sidang dengan melibatkan BPMK yang terkait.
2. Dalam sidang tersebut Moderamen menetapkan status penggembalaan khusus terhadap Majelis Runggun
yang bersangkutan.
3. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, Majelis Runggun yang bersangkutan tidak
diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai Majelis Runggun.
4. Moderamen menetapkan BPMK yang terkait untuk melaksanakan tugas kepemimpinan untuk sementara di
Runggun tersebut dan mengamankan harta milik Runggun.
5. Anggota Majelis Runggun yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk membawa anaknya untuk dibaptis,
mengikuti perjamuan kudus, menerima pelayanan perkawinan gerejawi, memilih pelayan khusus, dan tidak
diperkenankan menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang bersangkutan sudah
menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, jabatannya dalam kepengurusan unit/unit-unit
tersebut dinonaktifkan.
6. Sesudah Majelis Runggun yang bersangkutan ditetapkan berada di bawah penggembalaan khusus,
penggembalaan khusus dilaksanakan oleh sebuah tim pastoral yang harus dibentuk oleh Moderamen
selambat-lambatnya dua (2) minggu sesudah penetapan penggembalaan khusus, dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a. Tim pastoral terdiri dari wakil-wakil BPMK yang terkait dan Moderamen serta dapat ditambah dengan
orang-orang lain yang dianggap perlu.
b. Moderamen menjadi pengundang dalam pembentukan tim pastoral.
c. Moderamen menjadi koordinator tim pastoral.
d. Tim pastoral diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Moderamen.
e. Tim pastoral melaksanakan tugasnya sampai Moderamen menyatakan tugasnya telah selesai.
7. Tim pastoral melaporkan secara tertulis setiap tindakan pastoralnya, serta evaluasi perkembangan hasil
penggembalaan khusus tersebut kepada Moderamen.
8. Dalam waktu paling lama enam (6) bulan tim pastoral sudah menyampaikan hasil akhir pelaksanaan tugasnya
kepada Moderamen.
9. Moderamen dalam sidangnya membahas laporan tim pastoral, melibatkan tim pastoral dan BPMK yang
terkait.
10. Jika dalam sidang tersebut Moderamen menyimpulkan bahwa Majelis Runggun yang bersangkutan telah
bertobat:
a. Moderamen menerbitkan surat pernyataan bahwa penggembalaan khusus kepada Majelis Runggun
yang bersangkutan telah selesai dan salinannya dikirimkan kepada BPMK yang terkait. Dengan demikian
Majelis Runggun yang bersangkutan diperkenankan melakukan tugas-tugasnya sebagai Majelis
Runggun, dan para pelayan khusus diperkenankan membawa anaknya untuk dibaptiskan, untuk
mengikuti perjamuan kudus, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk memilih pelayan
khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode. Jika yang
bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode, jabatannya dalam
kepengurusan unit/unit-unit tersebut diaktifkan kembali.
b. BPMK yang terkait mewartakan hal selesainya penggembalaan khusus tersebut dalam warta jemaat di
Runggun-runggun yang ada di wilayah pelayanannya pada hari minggu terdekat.
c. Moderamen menyelenggarakan serah terima kepemimpinan dan pengelolaan harta milik Runggun dari
BPMK yang terkait kepada Majelis Runggun yang bersangkutan. Dalam berita acara serah terima
tersebut sekaligus dinyatakan bahwa tugas BPMK yang terkait dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan untuk sementara di Runggun tersebut dan dalam mengamankan harta milik Runggun
sudah selesai.
d. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada
semua Majelis Runggun dan semua BPMK.
e. Moderamen menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim
pastoral dibubarkan.
11. Jika dalam sidang tersebut Moderamen menyimpulkan bahwa Majelis Runggun yang bersangkutan tidak
bertobat:
a. Moderamen menerbitkan keputusan tentang penanggalan jabatan seluruh pertua dan diaken dan
pendeta dari Runggun yang bersangkutan dan salinannya dikirimkan kepada BPMK yang terkait. Dengan
demikian mereka tetap tidak diperkenankan untuk mengikuti perjamuan kudus, untuk membawa
anaknya dengan maksud agar dibaptiskan, untuk menerima pelayanan perkawinan gerejawi, untuk
memilih pelayan khusus, dan untuk diproses menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode.
Jika yang bersangkutan sudah menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/klasis/sinode,
kepengurusannya dalam unit/unit-unit tersebut dihentikan.
b. BPMK yang terkait mewartakan hal penanggalan jabatan tersebut dalam warta jemaat di Runggun-
runggun yang ada di wilayah pelayanannya pada hari minggu terdekat.
c. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal penanggalan jabatan tersebut kepada semua Majelis
Runggun dan semua BPMK.
d. BPMK yang terkait melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis Klasis yang terkait
dalam persidangannya yang terdekat.
e. Moderamen melaporkan hal penanggalan jabatan tersebut kepada Majelis Sinode dalam
persidangannya yang terdekat.
f. BPMK yang terkait segera melakukan proses pemanggilan pertua dan/atau diaken baru.
g. Moderamen menyelenggarakan serah terima kepemimpinan dan pengelolaan harta milik Runggun dari
BPMK yang terkait kepada Majelis Runggun yang baru. Dalam berita acara serah terima tersebut
sekaligus dinyatakan bahwa tugas BPMK yang terkait dalam melaksanakan tugas kepemimpinan untuk
sementara di Runggun tersebut dan dalam mengamankan harta milik Runggun sudah selesai.
h. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada
semua Majelis Runggun dan semua BPMK.
i. Moderamen menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim
pastoral dibubarkan.
12. Jika hanya sebagian dari anggota Majelis Runggun yang bersangkutan yang bertobat dan jumlahnya masih
memenuhi syarat selaku Majelis Runggun, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada Moderamen.
Moderamen dalam sidangnya yang melibatkan BPMK yang terkait dan tim pastoral menyatakan bahwa
mereka tetap menjalankan fungsi sebagai Majelis Runggun. Anggota-anggota Majelis Runggun yang
bersangkutan yang tidak bertobat menjalani penggembalaan khusus terhadap pelayan khusus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (untuk Pertua dan/atau diaken yang aktif: Tata Laksana Pasal 54, untuk
pertua dan/atau diaken yang sudah emeritus: Tata Laksana Pasal 55, dan untuk pendeta: Tata Laksana
Pasal 56).
13. Jika hanya sebagian dari anggota Majelis Runggun yang bersangkutan yang bertobat dan jumlahnya tidak
memenuhi syarat selaku Majelis Runggun, tim pastoral melaporkan hal tersebut kepada Moderamen.
Moderamen dalam sidangnya yang melibatkan BPMK yang terkait dan tim pastoral:
a. Menonaktifkan untuk sementara para pelayan khusus yang tidak bertobat. Penonaktifan dilakukan
oleh Moderamen dengan memberikan surat keputusan. Hal itu diwartakan dalam Runggun yang
bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada semua Majelis Runggun dalam Klasis yang
terkait. Jika dalam proses pembentukan Majelis Runggun yang baru mereka bertobat, mereka
diaktifkan kembali sebagai pelayan khusus. Pengaktifan kembali dilakukan oleh Moderamen dengan
memberikan surat keputusan. Hal itu diwartakan dalam Runggun yang bersangkutan dan
disampaikan secara tertulis kepada semua Majelis Runggun dalam Klasis yang terkait. Jika sampai
Majelis Runggun yang baru terbentuk mereka tidak bertobat, jabatan gerejawi mereka ditanggalkan
dan mereka menjalani penggembalaan khusus sebagai warga sidi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Menugaskan kepada BPMK yang terkait untuk melaksanakan tugas pelayanan Runggun untuk
sementara, termasuk mengamankan harta milik Runggun. Hal itu diwartakan dalam Runggun yang
bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada semua Majelis Runggun dalam Klasis yang
terkait.
c. BPMK yang terkait segera melakukan proses pemanggilan pertua dan/atau diaken baru.
d. Moderamen menyelenggarakan serah terima tugas pelayanan dan pengelolaan harta milik Runggun
dari BPMK yang terkait kepada Majelis Runggun yang baru dan dalam berita acara serah terima
tersebut sekaligus dinyatakan bahwa tugas BPMK yang terkait dalam melaksanakan tugas pelayanan
untuk sementara di Runggun tersebut dan dalam mengamankan harta milik Runggun sudah selesai.
e. Moderamen memberitahukan secara tertulis hal selesainya penggembalaan khusus tersebut kepada
semua Majelis Runggun dan semua BPMK.
f. Moderamen menyatakan secara tertulis bahwa tugas tim pastoral telah berakhir dan karena itu tim
pastoral dibubarkan.
14. Jika Majelis Runggun yang bersangkutan tidak bersedia menerima perkunjungan pastoral, tim pastoral
berwenang mengundang para anggota Majelis Runggun yang bersangkutan.
15. Jika para anggota Majelis Runggun yang bersangkutan tetap tidak bersedia memenuhi undangan tim
pastoral:
a. Tim pastoral melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Moderamen dengan salinan kepada BPMK
yang terkait.
b. Moderamen dalam sidangnya yang melibatkan BPMK yang terkait, dan tim pastoral memutuskan
menetapkan bahwa semua anggota Majelis Runggun yang bersangkutan tidak bertobat. Proses
selanjutnya lihat Butir 11.
Pasal 58
Prosedur Penggembalaan Khusus Terhadap BPMK
1. Jika Majelis Klasis atau Moderamen sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam
kerangka penggembalaan umum dan penilikan terhadap BPMK yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal
51:5) serta BPMK tersebut tetap tidak bertobat, Moderamen melakukan sidang untuk menetapkan status
penggembalaan khusus terhadap BPMK yang bersangkutan.
2. Sejak penetapan status penggembalaan khusus tersebut, BPMK yang bersangkutan tidak diperkenankan
melakukan tugas-tugasnya sebagai BPMK.
3. Moderamen mengambil-alih tugas kepemimpinan untuk sementara di Klasis tersebut sampai persidangan
Majelis Sinode terdekat, baik SMS ataupun SKMS, untuk diambil keputusan yang mengikat terhadap BPMK
tersebut.
Pasal 59
Prosedur Penggembalaan Khusus Terhadap Moderamen
Jika Majelis Sinode sudah melaksanakan secara optimal percakapan pastoral dalam kerangka penggembalaan
umum dan penilikan terhadap Moderamen yang dilaporkan (lihat Tata Laksana Pasal 51:6) namun Moderamen
tetap tidak bertobat, Majelis Sinode dalam persidangannya, baik SMS maupun SMS Luar Biasa, mengambil
keputusan yang mengikat terhadap Moderamen, termasuk dapat memberhentikannya.
BAB XIII
PERKUNJUNGAN PASTORAL UMUM
Pasal 60
Pengertian Perkunjungan Pastoral Umum
Perkunjungan pastoral umum adalah kunjungan warga dan/atau pelayan khusus untuk menyapa dan melakukan
percakapan pastoral dengan warga dan/atau pelayan khusus di Runggun serta yang melayani di Majelis Runggun,
Majelis Klasis, dan Majelis Sinode.
Pasal 61
Tujuan Perkunjungan Pastoral Umum
1. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, serta perkembangan iman warga dan pelayan khusus.
2. Mendorong, mengapresiasi, mengarahkan serta menasihati warga dan pelayan khusus.
3. Mendoakan serta mendampingi warga dan pelayan khusus dalam pergumulannya.
4. Meningkatkan kebersamaan serta solidaritas di antara warga dan pelayanan khusus.
Pasal 62
Pelaksanaan Perkunjungan Pastoral Umum
BAB XIV
PERKUNJUNGAN PASTORAL GEREJAWI
Pasal 63
Jenis Perkunjungan Pastoral Gerejawi
Pasal 64
Perkunjungan Pastoral Gerejawi BPMK kepada Majelis Runggun
1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggun.
b. Mendorong, mengapresiasi, mengarahkan, dan menasihati Majelis Runggun.
c. Meningkatkan kehidupan bersama Runggun-runggun dalam Klasis yang bersangkutan.
d. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Runggun.
e. Melaksanakan penggembalaan khusus.
2. Pelayan perkunjungan
Perkunjungan pastoral gerejawi dilakukan oleh BPMK yang terkait yang mengutus sedikitnya dua (2) orang
anggotanya yang bertindak selaku pelayan perkunjungan.
3. Hak pelayan perkunjungan
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggun.
b. Mengingatkan, menasihati, mengarahkan, dan membimbing Majelis Runggun.
c. Mempunyai hak suara.
4. Tanggung Jawab pelayan perkunjungan
a. Membuat laporan tertulis hasil perkunjungan pastoral dan mengirimkannya kepada BPMK yang terkait
dan memberikan tembusan kepada Majelis Runggun yang dikunjungi.
b. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dikunjungi
Yang dikunjungi adalah Majelis Runggun.
6. Hak yang Dikunjungi
a. Menerima bahan perkunjungan pastoral sebelum perkunjungan pastoral dilakukan.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perkunjungan pastoral serta
mengirimkan hasilnya kepada pelayan perkunjungan dengan tembusan kepada BPMK yang terkait.
7. Tanggung jawab yang dikunjungi
a. Memberikan laporan tentang kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggunnya.
b. Melaksanakan kesepakatan yang diambil dalam perkunjungan pastoral gerejawi.
c. Memegang rahasia jabatan.
8. Pelaksanaan
a. Perkunjungan pastoral kepada Runggun dilakukan sedikitnya satu (1) tahun sekali.
b. Sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum perkunjungan pastoral kepada Runggun dilakukan, Majelis
Runggun telah menerima pemberitahuan dari BPMK yang terkait yang disertai dengan bahan
perkunjungan pastoral.
c. Sekurang-kurangnya dua (2) minggu sebelum perkunjungan pastoral Ke Runggun dilakukan, Majelis
Runggun mewartakan rencana perkunjungan pastoral tersebut kepada warga supaya warga dapat ikut
mendoakan dan memberikan masukan.
d. Dalam rangka penggembalaan khusus perkunjungan pastoral gerejawi dapat dilakukan sewaktu-waktu.
e. Jika ada warga yang ingin memberikan masukan atau memiliki masalah yang belum mendapat
penyelesaian dari Majelis Runggun, ia dapat menyampaikan masukan atau masalahnya kepada pelayan
perkunjungan secara tertulis melalui Majelis Runggunnya dengan memberikan tembusan kepada pelayan
perkunjungan.
f. Perkunjungan pastoral ke Runggun dilakukan dalam Persidangan Majelis Runggun. Majelis Runggun
membuat risalah perkunjungan pastoral dan pelayan perkunjungan membuat catatan perkunjungan
pastoral.
g. Hasil perkunjungan pastoral ke Runggun dilaporkan kepada Majelis Klasis yang terkait.
Pasal 65
Perkunjungan Pastoral Gerejawi Moderamen kepada Majelis Runggun
1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggun.
b. Mendorong, mengapresiasi, mengarahkan, dan menasihati Majelis Runggun.
c. Meningkatkan kehidupan bersama Runggun-runggun dalam Klasis yang bersangkutan.
d. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Runggun.
e. Melaksanakan penggembalaan khusus.
2. Pelayan perkunjungan
Perkunjungan pastoral gerejawi dilakukan oleh Moderamen yang mengutus sedikitnya satu (1) orang
anggotanya yang bertindak selaku pelayan perkunjungan dengan didampingi oleh paling sedikit satu (1) orang
anggota BPMK.
3. Hak pelayan perkunjungan
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggun.
b. Mengingatkan, menasihati, mengarahkan, dan membimbing Majelis Runggun.
c. Mempunyai hak suara.
4. Tanggung Jawab pelayan perkunjungan
a. Membuat laporan tertulis hasil perkunjungan pastoral dan memberikan tembusannya kepada Majelis
Runggun yang dikunjungi.
b. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dikunjungi
Yang dikunjungi adalah Majelis Runggun.
6. Hak yang Dikunjungi
a. Menerima bahan perkunjungan pastoral sebelum perkunjungan pastoral dilakukan.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perkunjungan pastoral serta
mengirimkan hasilnya kepada pelayan perkunjungan dengan tembusan kepada BPMK yang terkait.
7. Tanggung jawab yang dikunjungi
a. Memberikan laporan tentang kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Runggunnya.
b. Melaksanakan kesepakatan yang diambil dalam perkunjungan pastoral gerejawi.
c. Memegang rahasia jabatan.
8. Pelaksanaan
a. Perkunjungan pastoral kepada Runggun dilakukan sedikitnya satu (1) tahun sekali.
b. Sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum perkunjungan pastoral kepada Runggun dilakukan, Majelis
Runggun telah menerima pemberitahuan dari Moderamen melalui BPMK yang terkait yang disertai
dengan bahan perkunjungan pastoral.
c. Sekurang-kurangnya dua (2) minggu sebelum perkunjungan pastoral ke Runggun dilakukan, Majelis
Runggun mewartakan rencana perkunjungan pastoral tersebut kepada warga supaya warga dapat ikut
mendoakan dan memberikan masukan.
d. Dalam rangka penggembalaan khusus perkunjungan pastoral gerejawi dapat dilakukan sewaktu-waktu.
e. Jika ada warga yang ingin memberikan masukan atau memiliki masalah yang belum mendapat
penyelesaian dari Majelis Runggun, ia dapat menyampaikan masukan atau masalahnya kepada pelayan
perkunjungan secara tertulis melalui Majelis Runggunnya dengan memberikan tembusan kepada pelayan
perkunjungan.
f. Perkunjungan pastoral ke Runggun dilakukan dalam Persidangan Majelis Runggun. Majelis Runggun
membuat risalah perkunjungan pastoral dan pelayan perkunjungan membuat catatan perkunjungan
pastoral.
g. Hasil perkunjungan pastoral kepada Runggun disampaikan kepada Majelis Klasis yang terkait.
Pasal 66
Perkunjungan Pastoral Gerejawi Moderamen kepada Majelis Klasis
1. Tujuan
a. Mengenal kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasis.
b. Mendorong, mengapresiasi, mengarahkan, dan menasihati Majelis Klasis.
c. Meningkatkan kehidupan bersama Klasis-klasis dalam Sinode.
d. Membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Klasis.
e. Melaksanakan penggembalaan khusus.
2. Pelayan perkunjungan
Perkunjungan pastoral gerejawi dilakukan oleh Moderamen yang mengutus sedikitnya satu (1) orang
anggotanya yang bertindak selaku pelayan perkunjungan.
3. Hak pelayan perkunjungan
a. Meminta laporan kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasis.
b. Mengingatkan, menasihati, mengarahkan, dan membimbing Majelis Klasis.
c. Mempunyai hak suara.
4. Tanggung Jawab pelayan perkunjungan
a. Membuat laporan tertulis hasil perkunjungan pastoral.
b. Memegang rahasia jabatan.
5. Yang Dikunjungi
Yang dikunjungi adalah Majelis Klasis.
6. Hak yang Dikunjungi
a. Menerima bahan perkunjungan pastoral sebelum perkunjungan pastoral dilakukan.
b. Memeriksa dan jika perlu memberikan koreksi terhadap laporan perkunjungan pastoral serta
mengirimkan hasilnya kepada pelayan perkunjungan.
7. Tanggung jawab yang dikunjungi
a. Memberikan laporan tentang kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan Klasisnya.
b. Melaksanakan kesepakatan yang diambil dalam perkunjungan pastoral gerejawi.
c. Memegang rahasia jabatan.
8. Pelaksanaan
a. Perkunjungan pastoral kepada Klasis dilakukan sedikitnya satu (1) tahun sekali.
b. Sekurang-kurangnya satu (1) bulan sebelum perkunjungan pastoral kepada Klasis dilakukan, Majelis Klasis
telah menerima pemberitahuan dari Moderamen yang disertai dengan bahan perkunjungan pastoral.
c. Dalam rangka penggembalaan khusus perkunjungan pastoral gerejawi dapat dilakukan sewaktu-waktu.
d. Perkunjungan pastoral kepada Klasis dilakukan dalam Persidangan Majelis Klasis. Majelis Klasis membuat
risalah perkunjungan pastoral dan pelayan perkunjungan membuat catatan perkunjungan pastoral.
BAB XV
GERAKAN KEESAAN GEREJA
Pasal 67
Peran Serta GBKP Dalam Gerakan Keesaan Gereja
Dalam rangka mewujudkan persekutuan, GBKP pada semua wilayah pelayanannya berperanserta dalam gerakan
keesaan gereja di Indonesia, Asia, dan dunia.
Pasal 68
Peran Serta Runggun
1. Runggun berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di wilayahnya dengan gereja-gereja lain dan terlibat
dalam lembaga-lembaga ekumenis di wilayahnya, antara lain Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG),
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia-Setempat (PGI-S).
2. Runggun juga berperanserta dalam gerakan keesaan gereja dengan gereja dan/atau lembaga ekumenis dari
wilayah yang lebih luas dari wilayah Runggunnya sendiri, antara lain BKAG, Persekutuan Gereja-Gereja di
Indonesia-Daerah (PGI-D).
Pasal 69
Peran Serta Klasis
1. Klasis berperanserta dalam gerakan keesaan gereja di wilayahnya dengan menjalin hubungan ekumenis
dengan gereja-gereja lain dan terlibat dalam lembaga-lembaga ekumenis di wilayahnya, antara lain BKAG,
PGI-D.
2. Klasis juga berperanserta dalam gerakan keesaan gereja dengan gereja dan/atau lembaga ekumenis dari
wilayah yang lebih luas dari wilayah Klasisnya sendiri antara lain BKAG, PGI-W.
Pasal 70
Peran Serta Sinode
1. Di Indonesia
Sinode berperanserta dalam PGI melalui upaya-upaya mewujud-nyatakan keesaan dengan mengacu pada
Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG–PGI).
2. Di Asia
Sinode bekerjasama dengan dan/atau berperanserta dalam:
a. CCA (Christian Conference of Asia)
b. ACWC (Asian Church Woman’s Conference)
c. dan lembaga ekumenis lainnya
3. Di Dunia
Sinode bekerjasama dengan dan/atau berperanserta dalam:
a. WCC : World Council of Churches
b. WCRC : World Communion of Reformed Churches
c. UEM : United Evangelical Mission
d. YMCA : Young Men’s Christian Association
e. GBGM : General Board of Global Ministries
f. ELCA : Evangelical Lutheran Church in America
g. dan lembaga ekumenis lainnya
BAB XVI
KESAKSIAN
Pasal 71
Pengertian Kesaksian
1. Kesaksian adalah bagian dari misi GBKP untuk menyatakan kebenaran, keadilan, dan damai damai sejahtera
Allah kepada dunia.
2. Kesaksian dilaksanakan oleh seluruh warga baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam konteks
masyarakat, bangsa, dan negara di mana GBKP ditempatkan dan dalam kerja sama dengan semua pihak dan
semua golongan.
Pasal 72
Kegiatan Kesaksiann
Pasal 74
Pelaksanaan
1. Warga
a. Warga, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan kesaksian dalam kehidupan sehari-
hari dan melalui profesinya.
b. Warga dapat melaksanakan kesaksian melalui gereja atau lembaga lain, baik di dalam maupun di luar
negeri.
2. Majelis
a. Majelis Runggun, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode merencanakan dan melaksanakan kesaksian secara
menyeluruh.
b. Pelaksanaannya melibatkan warga dan unit-unit pelayanan serta dapat melalui kerja sama dengan gereja
lain, pemerintah dan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat baik di dalam maupun di luar
negeri.
BAB XVII
PELAYANAN
Pasal 75
Pengertian Pelayanan
1. Pelayanan adalah bagian dari misi GBKP yang diwujudkan oleh GBKP untuk berperanserta menghadirkan
damai sejahtera Allah.
2. GBKP melaksanakannya melalui panggilan pertobatan dan usaha-usaha perwujudan keadilan, perdamaian,
dan keutuhan ciptaan.
3. Pelayanan dilaksanakan oleh seluruh warga baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam konteks
masyarakat, bangsa, dan negara di mana GBKP ditempatkan dan dalam kerja sama dengan semua pihak dan
semua golongan.
Pasal 76
Kegiatan Pelayanan
Pasal 77
Pelaksana
Pelayanan dilaksanakan oleh:
1. Warga GBKP.
2. Majelis Runggun, Majelis Klasis, Majelis Sinode, dan unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan masing-
masing.
Pasal 78
Pelaksanaan
1. Warga
a. Warga, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan pelayanan dalam kehidupan
sehari-hari dan melalui profesinya.
b. Warga dapat melaksanakan pelayanan melalui gereja atau lembaga lain, baik di dalam maupun di luar
negeri.
2. Majelis
a. Majelis Runggun, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode merencanakan dan melaksanakan pelayanan secara
menyeluruh.
b. Pelaksanaannya melibatkan warga dan unit-unit pelayanan serta dapat melalui kerja sama dengan
gereja lain, pemerintah dan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat baik di dalam maupun di
luar negeri.
F. KEWARGAAN
BAB XVIII
KEWARGAAN
Pasal 79
Warga Baptis
1. Tanggung Jawab
a. Mempersiapkan diri dalam pengembangan kehidupan dan penghayatan iman melalui kegiatan-kegiatan
persekutuan, pelayanan, dan kesaksian sesuai dengan usianya, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama.
b. Mempersiapkan diri untuk menerima pelayanan pengakuan percaya/sidi melalui katekisasi.
2. Hak
a. Mendapatkan pelayanan, pendampingan, dan bimbingan secara utuh
b. Menerima pelayanan pengakuan percaya/sidi melalui katekisasi.
Pasal 80
Warga Sidi
1. Tanggung Jawab
a. Mengembangkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, dalam dan melalui kehidupan serta pekerjaan pribadi maupun keluarga, dalam
dan melalui kehidupan serta kelembagaan gereja maupun secara langsung di masyarakat.
b. Berpartisipasi dalam kegiatan Runggun/klasis/sinode secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dan
dengan bimbingan para pelayan khusus dengan:
1) Berperanserta dalam kegiatan gereja sesuai talentanya.
2) Berperanserta dalam penyusunan, pelaksanaan, serta evaluasi program kerja dan anggaran gereja.
3) Berperanserta dalam proses-proses komunikasi dalam Runggun, Klasis dan Sinode.
4) Berperanserta dalam penanganan dan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang muncul dalam
Runggun, Klasis dan Sinode.
c. Memahami, menghayati, dan berpegang pada pengakuan iman, ajaran GBKP, serta Tata Gereja GBKP.
2. Hak
a. Mendapatkan penggembalaan.
b. Menerima pelayanan sakramen.
c. Menerima pelayanan pemberkatan perkawinan.
d. Memilih dan dipilih menjadi pelayan khusus.
e. Menjadi pengurus unit pelayanan Runggun/Klasis/Sinode.
f. Mengajukan peninjauan ulang dan banding.
g. Mendapatkan pelayanan liturgi penguburan.
Pasal 81
Sistem Informasi Warga GBKP
Setiap warga GBKP terdaftar dalam Sistem Informasi Warga GBKP sehingga menjadi sistem informasi yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan gereja bagi pemberdayaan warga.
Pasal 82
Berakhirnya Kewargaan
BAB XIX
PERPINDAHAN WARGA
Pasal 83
Perpindahan Warga Antar Runggun GBKP
1. Warga yang akan pindah ke Runggun lain harus mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun.
2. Majelis Runggun mengadakan percakapan pastoral dengan yang bersangkutan dan atas dasar itu memberikan
surat atestasi kepada Majelis Runggun yang dituju oleh warga tersebut.
3. Majelis Runggun:
a. Mewartakan kepindahan warga tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama, alamat dan
Runggun yang dituju.
b. Sesudah menerima pemberitahuan dari Majelis Runggun penerima tentang penerimaan warga tersebut,
mencatat kepindahan tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
4. Majelis Runggun penerima:
a. Mengadakan percakapan pastoral dengan warga tersebut.
b. Berdasarkan percakapan tersebut, mewartakan kedatangan warga tersebut dalam warta jemaatnya
dengan menyebutkan nama, alamat baru dan Runggun asalnya.
c. Mencatat warga baru tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
d. Memberitahukan hal penerimaan warga tersebut kepada Majelis Runggun asal.
Pasal 84
Perpindahan Warga Ke Gereja Lain yang Seajaran
1. Warga yang akan pindah ke gereja lain yang seajaran, harus mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Runggun.
2. Majelis Runggun mengadakan percakapan pastoral dengan warga tersebut, dan berdasarkan percakapan itu
menerima permohonan tersebut dan memberikan surat atestasi kepada Majelis Gereja yang dituju.
3. Majelis Runggun:
a. Mewartakan kepindahan warga tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama, alamat, dan
gereja yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
Pasal 85
Perpindahan Warga Dari Gereja Lain yang Seajaran Ke GBKP
1. Majelis Runggun menerima surat atestasi atau surat keterangan pindah keanggotaan dari gereja asal.
2. Majelis Runggun:
a. Melakukan percakapan pastoral dengan calon warga yang garis besarnya meliputi:
1) Dasar dan motivasi pindah kewargaan gereja.
2) Pokok-pokok ajaran GBKP serta Tata Gereja GBKP.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai warga GBKP.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
b. Menerima kedatangan warga tersebut dan mewartakan kedatangan warga tersebut dalam warta jemaat
dengan menyebutkan nama, alamat baru dan gereja asalnya.
c. Mencatat warga baru tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
d. Memberitahukan hal penerimaan warga tersebut kepada Majelis Runggun/pimpinan gereja asal.
3. Jika calon warga telah meminta tetapi tidak memperoleh surat atestasi atau surat keterangan pindah dari
Majelis Runggun/pimpinan gerejanya:
a. Ia harus sekali lagi mengajukan permohonan pindah secara tertulis kepada Majelis Gerejanya/pimpinan
gerejanya dengan melampirkan salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan tembusan kepada Majelis
Runggun yang dituju.
b. Jika dalam waktu paling lama tiga (3) bulan ia belum memperoleh jawaban dari Majelis
Gerejanya/pimpinan gerejanya, ia harus mengajukan surat permohonan menjadi warga kepada Majelis
Runggun yang dituju, dengan melampirkan salinan/fotokopi permohonan pindah yang telah dikirim
kepada Majelis Gerejanya/pimpinan gerejanya dan salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan tembusan
kepada Majelis Gerejanya/pimpinan gerejanya.
c. Majelis Runggun mengirimkan surat pemberitahuan kepada Majelis Gerejanya/pimpinan gereja pemohon
tentang keinginan anggotanya untuk pindah keanggotaan ke GBKP dilampiri salinan/fotokopi surat
permohonan pindah keanggotaan dan surat permohonan pindah keanggotaan kepada Majelis
Gerejanya/pimpinan gerejanya.
d. Jika dalam waktu paling lama tiga (3) bulan Majelis Runggun belum memperoleh jawaban dari Majelis
Gerejanya/pimpinan gereja tersebut, penerimaan warga baru tersebut dilakukan sesuai keputusan SMR
dengan melaksanakan prosedur penerimaan sesuai Tata Laksana Pasal 85:2.
4. Jika calon warga mengaku telah menerima baptisan/sidi tetapi tidak dapat menunjukkan surat baptis/sidinya:
a. Majelis Runggun membutuhkan saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menguatkan kebenaran
tentang baptisan/sidi calon warga tersebut atau yang bersangkutan membuat surat pernyataan tentang
hal tersebut.
b. Penerimaan warga baru tersebut dilakukan sesuai keputusan SMR dengan melaksanakan prosedur
penerimaan sesuai Tata Laksana Pasal 85:2.
Pasal 86
Perpindahan Warga Ke Gereja Lain yang Tidak Seajaran
1. Warga yang akan pindah ke gereja lain yang tidak seajaran harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Majelis Runggun.
2. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral yang garis besarnya meliputi:
a. Dasar dan motivasi pindah kewargaan gereja.
b. Sedapat mungkin pokok-pokok ajaran dari gereja yang dituju yang berbeda dari pokok-pokok ajaran
GBKP.
c. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
3. Jika warga tersebut tetap menyatakan ingin pindah, Majelis Runggun memberikan surat keterangan pindah
baginya.
4. Majelis Runggun:
a. Mewartakan kepindahan warga tersebut dalam warta jemaat dengan menyebutkan nama dan gereja
yang dituju.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
Pasal 87
Perpindahan Warga Dari Gereja Lain yang Tidak Seajaran Ke GBKP
1. Majelis Runggun menerima surat atestasi atau surat keterangan pindah keanggotaan dari gereja asal.
2. Calon warga mengikuti percakapan pastoral yang diselenggarakan Majelis Runggun yang garis besarnya
meliputi:
a. Dasar dan motivasi pindah kewargaan gereja.
b. Pokok-pokok ajaran GBKP yang berbeda dari pokok-pokok ajaran gereja asal.
c. Kesediaan calon untuk menerima dan melaksanakan ajaran GBKP serta Tata Gereja GBKP.
d. Tanggung jawab dan hak sebagai warga GBKP.
e. Hal-hal lain yang dianggap perlu.
3. Majelis Runggun mewartakan nama dan alamat calon serta gereja asalnya dalam warta jemaat selama dua (2)
hari kebaktian Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada warga untuk ikut mendoakan
dan mempertimbangkan.
4. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari warga
sidi, Majelis Runggun melaksanakan penerimaan warga dalam Kebaktian Minggu atau kebaktian hari raya
gerejawi dengan menggunakan liturgi penerimaan warga dan dilayankan oleh pendeta.
5. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi tanda
tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan duplikasi
dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat penerimaan warga.
c. Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
6. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pelaksanaan penerimaan kewargaannya sampai
persoalannya selesai atau membatalkan penerimaan kewargaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya
membatalkan pelaksanaan penerimaan warga bagi calon, Majelis Runggun mewartakan hal tersebut dalam
warta jemaat.
7. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
8. Majelis Runggun memberikan surat penerimaan kepada warga baru.
9. Majelis Runggun mencatat warga baru tersebut dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
10. Jika calon warga tidak memperoleh surat atestasi atau surat keterangan pindah dari majelis
gerejanya/pimpinan gerejanya:
a. Calon harus mengajukan permohonan pindah secara tertulis kepada majelis gerejanya/pimpinan
gerejanya, dilampiri salinan/fotokopi surat baptis/sidi, dengan tembusan kepada Majelis Runggun yang
dituju.
b. Jika sebelum tiga (3) bulan Majelis Runggun telah menerima surat atestasi atau surat keterangan pindah,
penerimaan warga baru tersebut dilakukan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 87:2-10.
c. Jika dalam waktu tiga (3) bulan ia belum memperoleh jawaban dari majelis gerejanya/pimpinan
gerejanya:
1) Majelis Runggun mengirim surat pemberitahuan kepada majelis gerejanya/pimpinan gereja pemohon
tentang keinginan anggotanya untuk pindah keanggotaan ke GBKP dilampiri salinan/fotokopi surat
permohonan pindah keanggotaaan.
2) Majelis Runggun melaksanakan penerimaan warga baru sesuai dengan Tata Laksana Pasal 87:2-10.
11. Jika calon warga tidak mempunyai surat baptis/sidi :
a. Majelis Runggun membutuhkan saksi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menguatkan kebenaran
tentang baptisan/sidi calon warga tersebut atau calon warga membuat surat pernyataan tentang hal
tersebut
b. Penerimaan warga baru tersebut dilakukan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 87:2-10.
12. Jika calon warga berasal dari gereja yang tidak melaksanakan baptisan kudus, setelah ia menulis surat
permohonan pindah kewargaan ke GBKP, proses penerimaan kewargaannya dilaksanakan sesuai dengan Tata
Laksana Pasal 29.
Pasal 88
Perpindahan Warga Ke Agama Lain dan Penerimaan Kembali
1. Jika ada warga yang telah pindah ke agama lain, Majelis Runggun melakukan penggembalaan khusus
terhadap yang bersangkutan sesuai dengan Tata Laksana Pasal 52 atau Tata Laksana Pasal 53.
2. Jika melalui prosedur itu yang bersangkutan mempertahankan keputusannya untuk tetap pindah ke agama
lain, Majelis Runggun mencatat dalam Sistem Informasi Warga GBKP bahwa yang bersangkutan telah pindah
agama, setelah terlebih dulu mewartakan kepada jemaat.
3. Jika yang bersangkutan tetap pindah ke agama lain dan sesudahnya menyatakan ingin kembali ke iman
Kristen dan menjadi warga GBKP, ia harus mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Runggun.
Selanjutnya Majelis Runggun menempuh prosedur sebagai berikut:
a. Yang bersangkutan mengikuti katekisasi sidi.
b. Majelis Runggun melakukan percakapan pastoral dengan yang bersangkutan yang garis besarnya
meliputi:
1) Dasar dan motivasi untuk kembali menjadi warga GBKP.
2) Ajaran GBKP serta Tata Gereja GBKP.
3) Tanggung jawab dan hak sebagai warga GBKP.
4) Hal-hal lain yang dianggap perlu.
b. Jika Majelis Runggun memandang yang bersangkutan layak untuk membarui pengakuan percayanya dan
diterima kembali menjadi warga GBKP, Majelis Runggun mewartakan nama dan alamatnya dalam warta
jemaat selama dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut untuk memberikan kesempatan kepada
warga untuk ikut mendoakan dan mempertimbangkannya.
c. Jika masa pewartaan dua (2) hari kebaktian Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari
warga sidi, Majelis Runggun melaksanakan pembaruan pengakuan percaya yang bersangkutan dalam
Kebaktian Minggu dengan menggunakan liturgi pembaruan pengakuan percaya dan dilayankan oleh
pendeta.
d. Keberatan dinyatakan sah jika:
1) Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
2) Isinya mengenai kelakuan dan/atau paham pengajaran yang bersangkutan yang diduga bertentangan
dengan Firman Allah dan ajaran GBKP.
3) Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
e. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Runggun menangguhkan pembaruan pengakuan percaya tersebut
sampai persoalannya selesai atau membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Runggun pada akhirnya
membatalkan pelaksanaan pembaruan pengakuan percaya bagi yang bersangkutan, Majelis Runggun
mewartakan hal tersebut dalam warta jemaat.
f. Majelis Runggun memberitahukan keputusan atas keberatan yang diajukan kepada yang mengajukan.
g. Majelis Runggun mencatat namanya dalam Sistem Informasi Warga GBKP.
BAB XX
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENTANG JABATAN PERTUA
Pasal 89
Status Pertua
Pertua berstatus sebagai pertua GBKP yang berbasis pada Runggun yang memilihnya.
Pasal 90
Masa Jabatan Pertua
Masa jabatan pertua dalam satu (1) periode pelayanan adalah lima (5) tahun kecuali diakhiri atau ditanggalkan.
Berakhirnya jabatan pertua adalah sampai dengan penahbisan pertua yang baru atau pengukuhan pertua yang
terpilih kembali.
Pasal 91
Syarat Pertua
Pasal 92
Tugas Pertua
BAB XXI
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENTANG JABATAN DIAKEN
Pasal 93
Status Diaken
Diaken berstatus sebagai diaken GBKP yang berbasis pada Runggun yang memilihnya.
Pasal 94
Masa Jabatan Diaken
Masa jabatan diaken dalam satu (1) periode pelayanan adalah lima (5) tahun kecuali diakhiri atau ditanggalkan.
Berakhirnya jabatan diaken adalah sampai dengan penahbisan diaken yang baru atau pengukuhan diaken yang
terpilih kembali.
Pasal 95
Syarat Diaken
Pasal 96
Tugas Diaken
1. Memberikan perhatian dan pelayanan kepada jemaat dan masyarakat yang menderita, karena :
a. Sakit dan berkebutuhan khusus.
b. Yatim, piatu, dan yatim piatu.
c. Lanjut usia
d. Terpenjara
e. Kemiskinan
f. Bencana alam
g. Kemalangan
h. Tertindas
i. Korban ketidakadilan
j. Korban kekerasan, dan lain-lain
2. Menjadi pembimbing dan pendorong bagi warga gereja dalam pertumbuhan menuju kedewasaan iman
dalam kehidupan yang bersekutu, bersaksi, dan melayani.
3. Menyelenggarakan pelayanan kebaktian-kebaktian.
4. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga Kristen, lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga dalam masyarakat yang bergerak di bidang masalah-masalah sosial, ekonomi, bantuan
hukum atau upaya-upaya hukum dan lain-lain. Tugas ini dilaksanakan atas keputusan Majelis
Runggun.
5. Melaksanakan pelayanan cinta kasih yang tertuju kepada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan
hidup warga gereja dan masyarakat sekitar.
6. Mengusahakan dan mengembangkan bentuk-bentuk baru bagi pelayanan cinta kasih gereja di tengah-
tengah masyarakat yang terus menerus berubah dan berkembang.
7. Mendampingi warga gereja yang sedang menghadapi kesulitan di rumah tangga, di lingkungan
masyarakat atau di tempat kerja guna membantu mencapai jalan keluar dan menyimpan kerahasiaan
yang menyangkut pribadi-pribadi warga gereja dengan sebijaksana mungkin.
BAB XXII
PROSEDUR GEREJAWI UNTUK PERTUA DAN DIAKEN
Pasal 97
Dasar Pemanggilan
1. Pemanggilan pertua dan diaken pada hakikatnya adalah dari Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dilaksanakan
oleh gereja melalui prosedur gerejawi.
2. Melalui prosedur gerejawi, warga dan pelayan khusus yang melakukan proses pemanggilan pada hakikatnya
dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus menjadi alat untuk melaksanakan kehendak-Nya. Karena itu, prosedur
gerejawi itu dilaksanakan melalui pergumulan iman warga dan pelayan khusus melalui doa.
Pasal 98
Jumlah Pertua dan Diaken Dalam Satu PJJ
1. Untuk PJJ dengan jumlah sampai dengan dua puluh lima (25) kepala keluarga, maka jumlah pelayan
terdiri dari satu (1) orang diaken dan dua (2) orang pertua.
2. Untuk setiap penambahan sepuluh (10) kepala keluarga di atas dua puluh lima (25) kepala keluarga yang
sudah ada dalam satu PJJ, maka jumlah pelayan dapat ditambah satu (1) orang diaken atau satu (1)
orang pertua.
Pasal 99
Tahap Persiapan
1. Sekurang-kurangnya dua belas (12) bulan sebelum jadwal pemilihan berlangsung, Moderamen
menerbitkan petunjuk pelaksanaan pemilihan pertua dan diaken, yang memuat antara lain jadwal
pemilihan, syarat-syarat menjadi pertua dan diaken, tata cara pemilihan dan lain-lain yang diperlukan.
Petunjuk pelaksanaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja.
2. Majelis Runggun mengadakan sosialisasi petunjuk pelaksanaan pemilihan pertua dan diaken kepada warga
gereja paling sedikit tiga (3) kali.
3. Sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sebelum jadwal pemilihan berlangsung, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan Panitia Pemilihan Pertua dan diaken.
4. Sekurang-kurangnya tiga (3) bulan sebelum jadwal pemilihan berlangsung, Majelis Runggun dalam
persidangannya menetapkan kebutuhan jumlah diaken dan jumlah pertua dengan mempedomani ketentuan
Pasal 92 dan dengan memperhatikan potensi pemekaran PJJ.
5. Apabila terdapat potensi pemekaran PJJ maka PJJ tersebut agar segera dimekarkan sebelum Tahap
Pencalonan Pertua dan diaken dilaksanakan.
6. Setelah Tahap Pencalonan dimulai, maka pemekaran PJJ yang telah memenuhi syarat hanya dapat
dilaksanakan setelah BPMR yang baru terbentuk.
Pasal 100
Tahap Pencalonan
1. Selama dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut, Majelis Runggun mewartakan rencana pemilihan calon
diaken dan calon pertua serta meminta masukan nama-nama bakal calon dari warga dan pelayan khusus.
Dalam warta itu disampaikan juga syarat-syarat pertua dan diaken sebagaimana yang tercantum dalam Tata
Laksana Pasal 91 dan 95.
2. Warga gereja memilih calon diaken dalam PJJ sebanyak dua (2) kali dari jumlah diaken yang dibutuhkan.
3. Warga gereja memilih calon pertua dalam PJJ sebanyak dua (2) kali dari jumlah pertua yang dibutuhkan.
4. Calon-calon yang terpilih di PJJ membuat pernyataan tertulis mengenai kesediaannya menjadi pertua
atau diaken.
5. Calon-calon yang diajukan warga gereja diteliti Majelis Runggun berdasarkan persyaratan-persyaratan
dan ketentuan-ketentuan yang tertulis dalam Tata Laksana Pasal 91 dan 95 dan Majelis Runggun
memutuskan apakah calon bersangkutan diterima atau ditolak.
6. Jika terdapat kekurangan calon menurut syarat pencalonan, Majelis Runggun meminta kembali
penambahan calon kepada warga gereja di PJJ bersangkutan atau menambahkan calon dari PJJ yang lain.
7. Calon pertua dan diaken yang telah diteliti oleh Majelis Runggun diwartakan dalam dua (2) hari
kebaktian Minggu dan warga gereja diminta memberikan masukan kepada Majelis Runggun mengenai
kelayakan calon-calon tersebut dalam memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 91 dan 95.
8. Warga gereja boleh mengajukan keberatan secara tertulis tentang calon kepada Majelis Runggun paling
lama satu (1) minggu setelah warta terakhir.
9. Keberatan dinyatakan sah jika:
a. Diajukan tertulis secara pribadi dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas serta dibubuhi
tanda tangan atau cap ibu jari dari warga yang mengajukan keberatan tersebut dan tidak merupakan
duplikasi dari surat keberatan yang lain mengenai hal yang sama.
b. Isinya mengenai tidak terpenuhinya syarat sebagaimana yang tercantum dalam Tata Laksana Pasal 91
dan 95.
c. Isinya terbukti benar sesuai dengan hasil penyelidikan Majelis Runggun.
10. Setelah jumlahnya lengkap maka Majelis Runggun mengumumkan nama calon-calon pertua dan diaken
dalam dua (2) hari kebaktian Minggu serta yang bersangkutan diberi kesempatan memperkenalkan diri
beserta suami atau istri sebelum pemilihan dilaksanakan.
Pasal 101
Tahap Pemilihan
1. Pemilihan pertua dan diaken diaksanakan pada hari Minggu, segera setelah selesainya kebaktian minggu
di Runggun tersebut.
2. Yang berhak memilih adalah warga sidi yang terdaftar pada Runggun yang bersangkutan dan tidak
sedang dalam penggembalan khusus.
3. Calon pertua dan diaken yang tidak hadir dalam pelaksanaan pemilihan tersebut tetap dapat dipilih
karena telah membuat surat pernyataan tentang kesediannya dipilih menjadi pertua atau diaken. Calon
yang mengundurkan diri setelah membuat surat pernyataan tentang kesediaannya dipilih menjadi
pertua atau diaken dikenakan penggembalaan umum.
4. Pengunduran diri calon harus dinyatakan secara tertulis dan disampaikan kepada Majelis Runggun.
5. Pemilihan dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kertas suara.
6. Perhitungan suara dilakukan di depan warga gereja pada hari itu juga dan kertas pemilihan harus
disimpan sebagai bukti sampai pada hari penahbisan/pengukuhan.
7. Hasil pemilihan diumumkan dalam dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut.
Pasal 102
Tahap Pembekalan
1. Sebelum ditahbiskan atau dikukuhkan dalam jabatan pertua dan diaken, maka pertua dan diaken terpilih
harus mengikuti pembekalan yang diselenggarakan Majelis Klasis dengan materi yang disiapkan secara
sinodal dan dapat ditambah dengan materi khusus yang kontekstual oleh Majelis Klasis yang bersangkutan.
2. Pertua dan diaken terpilih yang telah selesai mengikuti pembekalan diwartakan dalam dua (2) hari kebaktian
Minggu dan dengan demikian telah siap untuk ditahbiskan/dikukuhkan.
Pasal 103
Tahap Penahbisan/Pengukuhan
1. Pertua dan diaken yang terpilih untuk pertama kalinya dan yang terputus, ditahbiskan dalam jabatannya.
2. Pertua dan diaken yang terpilih secara berturut-turut dikukuhkan dalam jabatannya.
3. Penahbisan atau pengukuhan pertua dan diaken dilaksanakan dalam kebaktian Minggu atau kebaktian hari
raya gerejawi.
4. Penahbisan atau pengukuhan pertua dan diaken dilayankan oleh pendeta.
5. Majelis Runggun memberikan surat penahbisan atau surat pengukuhan pertua dan diaken yang disediakan
secara sinodal.
BAB XXIII
PEMBINAAN PERTUA DAN DIAKEN
Pasal 104
Pembinaan Pertua dan Diaken
1. Untuk mengembangkan spiritualitas dan kinerja pelayanan pertua dan diaken maka yang bersangkutan harus
mengikuti program pengembangan pertua dan diaken sebagaimana yang diatur dalam Buku Pedoman
Pelaksanaan Pembinaan Pertua dan diaken.
2. Kehadiran dalam kegiatan pembinaan ini menjadi pertimbangan untuk dapat dicalonkan menjadi pertua atau
diaken periode berikutnya.
Pasal 105
Evaluasi Kinerja Pelayanan Pertua dan Diaken
Untuk mengembangkan kinerja pelayanan pertua dan diaken maka yang bersangkutan harus mengikuti program
evaluasi kinerja pelayanan pertua dan diaken sesuai dengan pedoman pelaksanaan evaluasi kinerja pelayanan
pertua dan diaken.
BAB XXIV
EMERITASI PERTUA DAN DIAKEN
Pasal 106
Emeritasi Pertua dan Diaken
1. Status pertua dan diaken emeritus diberikan kepada pertua dan diaken yang memenuhi kualifikasi:
a. Telah menjalani masa pelayanan selama 20 tahun secara terus menerus atau 25 tahun pelayanan secara
tidak terus-menerus.
b. Telah berumur setidaknya lima puluh lima (55) tahun.
c. Tidak pernah mendapatkan penggembalaan khusus selama masa pelayanannya sebagai pertua atau
diaken.
2. Pertua dan diaken emeritus tidak dapat menduduki jabatan struktural di Majelis Runggun/Klasis/Sinode.
3. Status emeritus pertua dan diaken berlaku seumur hidup, kecuali apabila yang bersangkutan dikenai
penggembalaan khusus maka status emeritusnya dapat dicabut.
BAB XXV
PENGAKHIRAN DAN PENANGGALAN JABATAN PERTUA DAN/ATAU DIAKEN
Pasal 107
Pengertian
1. Pengakhiran jabatan pertua dan diaken dikenakan kepada pertua dan diaken yang menyelesaikan
pelayanannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau yang oleh sebab-sebab tertentu yang tidak bersifat
pelanggaran terhadap hakikat pertua dan diaken menyebabkan ia tidak bisa melanjutkan pelayanannya.
2. Penanggalan jabatan pertua dan diaken dikenakan kepada pertua dan diaken yang karena sebab-sebab
tertentu yang bersifat pelanggaran terhadap hakikat pertua dan diaken menyebabkan harus ditanggalkan
jabatannya.
Pasal 108
Pengakhiran Jabatan Pertua atau Diaken
Pasal 109
Penanggalan Jabatan Pertua atau Diaken
1. Jabatan seorang Pertua atau diaken ditanggalkan sebelum masa jabatannya berakhir jika:
a. Pindah menjadi warga gereja lain yang tidak seajaran.
b. Tidak melaksanakan tugas pelayanannya maksimal enam (6) bulan setelah proses penggembalaan.
c. Berada di bawah penggembalaan khusus (Pasal 53 atau 54 atau 55) dan tetap tidak bertobat.
2. Penanggalan jabatan dilakukan oleh Majelis Klasis atas usulan Majelis Runggun atau atas prakarsa Majelis
Klasis, dengan memberikan surat keputusan penanggalan jabatan. Penanggalan jabatan tersebut diwartakan
dalam warta jemaat selama dua (2) hari kebaktian Minggu berturut-turut.
BAB XXVI
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENTANG JABATAN PENDETA
Pasal 110
Status Pendeta
Pendeta berstatus sebagai pendeta Gereja Batak Karo Protestan dan ditempatkan melayani Runggun, Klasis, dan
Sinode serta di luar GBKP.
Pasal 111
Bidang Pelayanan Pendeta
1. Pendeta GBKP yang melayani di dalam GBKP (runggun, Klasis, Sinode dan unit-unit pelayanannya).
2. Pendeta GBKP yang melayani di luar GBKP dalam bidang pelayanan yang merupakan bidang pelayanan
GBKP.
Pasal 112
Masa Jabatan dan Masa Pelayanan Pendeta
1. Masa Jabatan pendeta adalah seumur hidup, kecuali kalau diakhiri atau ditanggalkan.
2. Masa pelayanan struktural pendeta adalah sampai ia diberi status sebagai Pendeta Pensiun dan apabila
jabatannya diakhiri atau ditanggalkan.
Pasal 113
Syarat Pendeta
1. Mendapat panggilan khusus dari Tuhan menjadi pelayan khusus yang dinampakkan di dalam integritas,
loyalitas, dan komitmen.
2. Telah menyelesaikan pendidikan minimal sarjana teologi dari perguruan tinggi teologi yang diakui oleh GBKP.
3. Memahami dan mematuhi Alkitab, Pengakuan Iman GBKP, dan Tata Gereja GBKP.
4. Memahami fungsi dan tugas pendeta sebagai gembala, guru, dan pemimpin jemaat.
5. Bersedia bertempat tinggal di tempat pelayanannya, kecuali bagi yang suami atau istrinya juga pendeta
GBKP tinggal di salah satu tempat pelayanannya.
6. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah pelayanan GBKP.
7. Usia pada waktu ditahbiskan maksimal empat puluh (40) tahun.
Pasal 114
Tugas Pendeta
BAB XXVII
PROSEDUR GEREJAWI UNTUK PENDETA SECARA UMUM
Pasal 115
Dasar Pemanggilan
1. Pemanggilan pendeta pada hakikatnya adalah dari Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dilaksanakan oleh gereja
melalui prosedur gerejawi.
2. Melalui prosedur gerejawi, warga dan pelayan khusus yang melakukan proses pemanggilan pada hakikatnya
dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus menjadi alat untuk melaksanakan kehendak-Nya. Karena itu, prosedur
gerejawi itu dilaksanakan melalui pergumulan iman warga dan pelayan khusus melalui doa.
Pasal 116
Tahap Persiapan
1. Majelis Runggun secara aktif mendorong warga GBKP yang memiliki keterpanggilan dalam melayani jemaat
dan menunjukkan kompetensi keilmuan untuk mempersiapkan diri menjadi pendeta GBKP serta memberikan
rekomendasi untuk memasuki perguruan tinggi teologi yang diakui GBKP.
2. Moderamen membina hubungan baik dengan perguruan tinggi teologi yang diakui dan setiap tahun
mensosialisasikan penerimaan mahasiswa teologi di perguruan tinggi tersebut ke seluruh Runggun di GBKP.
3. Moderamen memberikan pembinaan dan pendampingan kepada mahasiswa teologi yang berasal dari GBKP
sampai mereka menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi teologi tersebut.
Pasal 117
Tahap Pencalonan
1. Berdasarkan perencanaan strategis secara sinodal, Moderamen melakukan seleksi terhadap lulusan
perguruan tinggi teologi yang mendapat rekomendasi dari Runggun untuk menjadi calon vikaris.
2. Seleksi terhadap lulusan perguruan tinggi teologi mencakup keterpanggilan, minat, bakat, psikotest,
akademik teologi, dan pengetahuan umum. Penentuan indikator kelulusan dalam seleksi tersebut ditetapkan
oleh Moderamen.
3. Sebelum calon vikaris memasuki tahap praktik berjemaat, Moderamen melaksanakan pembinaan secara
tatap muka dan magang di unit pelayanan GBKP selama enam (6) bulan sampai satu (1) tahun.
Pasal 118
Tahap Praktik Berjemaat
1. Vikaris ditempatkan oleh Moderamen di Runggun yang memiliki pendeta untuk melakukan praktik berjemaat
sekurang-kurangnya selama dua (2) tahun dan Moderamen juga menunjuk pendeta di Runggun tersebut
sebagai pembimbing/mentor bagi vikaris tersebut.
2. Selama melaksanakan praktik berjemaat, vikaris dibimbing oleh pendeta pembimbing, Majelis Runggun, dan
BPMK.
3. Pendeta pembimbing, Majelis Runggun, dan Majelis Klasis dapat memberikan masukan, nasehat, pujian,
teguran, dan latihan terhadap vikaris.
4. Pembimbingan antara vikaris dengan pendeta pembimbing dilakukan setiap minggu.
5. Pembimbingan oleh Majelis Runggun dilaksanakan minimal satu (1) bulan sekali.
6. Pembimbingan oleh BPMK dilaksanakan minimal tiga (3) bulan sekali.
7. Setiap enam (6) bulan sekali vikaris dan mentornya membuat laporan evaluasi berkala ke Majelis Runggun
dengan tembusan ke Majelis Klasis dan Moderamen.
8. Vikaris bertugas untuk mengikuti seluruh kegiatan yang terkait dengan Runggun dalam koordinasi dengan
Majelis Runggun yang mencakup pengenalan organisasi, administrasi, keuangan, kehidupan jemaat, bahasa,
dan budaya Karo.
9. Vikaris melakukan analisa terhadap kehidupan berjemaat serta memberikan usul-usul untuk kebaikan dan
pengembangan Runggun tersebut.
Pasal 119
Tahap Evaluasi Akhir
1. Setelah melakukan praktik berjemaat selama delapan belas (18) bulan, vikaris membuat laporan berisi seluruh
kegiatan berjemaat yang telah ia lakukan selama ini dan juga menyampaikan analisanya tentang Runggun
tersebut, kelebihan dan kekurangan pelayanannya yang ia rasakan, kendala-kendala yang dihadapi, serta
saran-saran untuk kemajuan Runggun tersebut.
2. Laporan praktik berjemaat tersebut disampaikan oleh vikaris kepada pendeta pembimbing, Majelis Runggun,
BPMK, dan Moderamen.
3. Evaluasi terhadap vikaris ditetapkan melalui keputusan SMR.
4. Berdasarkan laporan praktik berjemaat tersebut dan tatap muka selama ini, pendeta pembimbing, Majelis
Runggun, dan Majelis Klasis membuat evaluasi atas laporan vikaris. Hasil evaluasi adalah rekomendasi layak
tidaknya vikaris untuk ditahbiskan.
5. Moderamen melakukan evaluasi dan membuat keputusan berdasarkan laporan vikaris dan rekomendasi
pendeta pembimbing, Majelis Runggun, dan BPMK.
Pasal 120
Tahap Penahbisan
BAB XXVIII
PROSEDUR GEREJAWI UNTUK PENDETA TUGAS KHUSUS
Pasal 121
Pengertian Pendeta Tugas Khusus
Pendeta tugas khusus adalah pendeta yang ditempatkan atau diutus oleh Majelis Runggun atau Majelis Klasis
atau Majelis Sinode ke unit-unit pelayanan GBKP dan badan-badan di bawahnya serta lembaga-lembaga mitra di
luar GBKP.
Pasal 122
Masa Pelayanan Pendeta Tugas Khusus
1. Masa pelayanan pendeta tugas khusus yang melayani di dalam GBKP disesuaikan dengan ketentuan dari
bidang-bidang pelayanan yang dilayaninya.
2. Masa pelayanan pendeta tugas khusus yang melayani di luar GBKP disesuaikan dengan kebutuhan dan
ketentuan dari lembaga-lembaga pelayanan yang dilayaninya, yang ditentukan bersama oleh Majelis yang
mengutus dan pengurus lembaga pelayanan yang dilayaninya dengan melibatkan pendeta tugas khusus yang
bersangkutan.
Pasal 123
Prosedur Gerejawi Untuk Pendeta Tugas Khusus
1. Prosedur gerejawi untuk pendeta tugas khusus yang diutus oleh Majelis Runggun:
a. Majelis Runggun dalam koordinasi dengan BPMK dan Moderamen menentukan bidang pelayanan di luar
Runggun yang memerlukan pendeta tugas khusus.
b. Majelis Runggun dalam koordinasi dengan BPMK dan Moderamen menetapkan calon pendeta tugas
khusus. Pemilihan calon pendeta tugas khusus dilakukan melalui seleksi terbuka atau uji kelayakan dan
kepatutan (fit and proper test) terlebih dahulu terhadap kandidat-kandidat yang ada.
c. Majelis Runggun membuat kesepakatan/perjanjian kerjasama pelayanan dengan lembaga pelayanan
yang akan dilayani pendeta tugas khusus.
d. Majelis Runggun melantik pendeta tugas khusus dalam kebaktian minggu di Runggun.
2. Prosedur gerejawi untuk pendeta tugas khusus yang diutus oleh Majelis Klasis:
a. Majelis Klasis dalam koordinasi dengan Moderamen menentukan bidang pelayanan di luar Klasis yang
memerlukan pendeta tugas khusus.
b. Majelis Klasis dalam koordinasi dengan Moderamen menetapkan calon pendeta tugas khusus. Pemilihan
calon pendeta tugas khusus dilakukan melalui seleksi terbuka atau uji kelayakan dan kepatutan (fit and
proper test) terlebih dahulu terhadap kandidat-kandidat yang ada.
c. BPMK membuat kesepakatan/perjanjian kerjasama pelayanan dengan lembaga pelayanan yang akan
dilayani pendeta tugas khusus.
d. BPMK melantik pendeta tugas khusus dalam kebaktian minggu di sebuah Runggun di Klasis tersebut.
3. Prosedur gerejawi untuk pendeta tugas khusus yang diutus oleh Majelis Sinode:
a. Moderamen menentukan unit-unit pelayanan yang memerlukan pendeta tugas khusus dan bidang
pelayanan di luar GBKP yang memerlukan pendeta tugas khusus.
b. Moderamen menetapkan calon pendeta tugas khusus. Pemilihan calon pendeta tugas khusus dilakukan
melalui seleksi terbuka atau uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terlebih dahulu terhadap
kandidat-kandidat yang ada.
c. Moderamen membuat kesepakatan/perjanjian kerjasama pelayanan dengan lembaga pelayanan di luar
GBKP yang akan dilayani pendeta tugas khusus.
d. Moderamen melantik pendeta tugas khusus dalam kebaktian minggu di sebuah Runggun.
BAB XXIX
PEMBINAAN PENDETA
Pasal 124
Pembinaan
1. Moderamen melakukan pembinaan spiritual, ketrampilan pelayanan, kepemimpinan, dan studi kajian kepada
Pendeta secara berkesinambungan.
2. Pendeta diberi kesempatan untuk melakukan studi banding ke wilayah pelayanan yang perlu, untuk
menambah wawasan pendeta.
3. Moderamen melakukan perencanan dan pelaksanaan studi lanjutan bagi pendeta.
Pasal 125
Evaluasi Kinerja Pendeta
1. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang bagi pendeta di tempat
pelayanannya.
2. Evaluasi dilaksanakan oleh Moderamen sesuai formulir evaluasi yang dipersiapkan.
3. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk studi lanjut, penempatan tugas, penentuan
utusan gerejawi di dalam dan luar negeri dan pelaksanaan penggembalaan.
Pasal 126
Konferensi Pendeta (Konpen)
1. Konpen adalah wadah kebersamaan pendeta untuk menggumuli hal-hal teologis dalam kehidupan bergereja,
bermasyarakat, dan bernegara.
2. Pembahasan hal-hal teologis dapat dilakukan dengan mengadakan terlebih dahulu penelitian lapangan dan
studi kepustakaan sebelum pelaksanaan Konpen. Untuk itu dapat dibentuk kelompok kerja yang terdiri dari
para pendeta dengan keahlian atau minat tertentu untuk menganalisa hal-hal di bidang pastoral, berkhotbah,
mengajar, menginjili, bersaksi, membangun keluarga, dll.
3. Tugas Konpen adalah:
a. Memberikan masukan-masukan tentang dasar-dasar teologis bagi kehidupan persekutuan, kesaksian, dan
pelayanan.
b. Memberikan masukan-masukan tentang kode etik pendeta dan pelaksanaannya.
4. Konpen sinodal diselenggarakan tiga (3) kali dan konpen wilayah diselenggarakan dua (2) kali dalam lima (5)
tahun.
5. Hasil konpen disampaikan kepada SMS atau SKMS melalui Moderamen untuk dibahas dan diputuskan.
6. Hasil konpen yang telah disahkan dalam SMS atau SKMS didokumentasikan dalam bentuk cetakan buku dan
digital (e-book) serta disosialisasikan kepada jemaat.
7. Pengurus Konpen GBKP dipilih oleh peserta Konpen untuk masa kerja lima (5) tahun dengan memperhatikan
kompetensi keilmuan, kemampuan managerial, dan pengalaman pelayanan.
BAB XXX
MUTASI, CUTI, DAN PENSIUN PENDETA
Pasal 127
Mutasi Pendeta
1. Mutasi pendeta adalah perpindahan pendeta dengan tujuan untuk pengembangan GBKP secara menyeluruh
dengan mempertimbangkan kompetensi pendeta yang dimutasikan.
2. Mutasi pendeta dilaksanakan oleh Moderamen sesuai dengan pola mutasi yang baku.
3. Mutasi pendeta dilaksanakan setelah pendeta menjalani satu (1) periode pelayanan atau lima (5) tahun di
suatu tempat pelayanan atau kurang dari lima (5) tahun sesuai dengan kebutuhan pelayanan GBKP.
4. Setiap pendeta harus mutasi ke Klasis lain, setelah sepuluh (10) tahun melayani di suatu Klasis, kecuali
pendeta yang menjabat sebagai ketua BPMK. Untuk pendeta yang menjabat sebagai ketua BPMK mutasinya
bisa diperpanjang maksimum tiga (3) tahun.
5. Klasis lain yang dimaksudkan dalam butir empat (4) di atas adalah: di luar Klasis tempat tugas terakhir
maupun Klasis hasil pemekarannya.
6. Pelaksanaan mutasi pendeta didahului dengan komunikasi antara Moderamen dan Majelis Runggun, BPMK,
serta pendeta yang bersangkutan. Apabila komunikasi tidak dapat mencapai kata sepakat melewati waktu
satu (1) bulan setelah berakhirnya periode pelayanan pendeta yang bersangkutan, maka Moderamen
menetapkan keputusan mutasi untuk pendeta yang bersangkutan.
7. Apabila pendeta yang dimutasikan tidak melaksanakan surat keputusan setelah dua (2) bulan surat
keputusan diterbitkan, pendeta tersebut diberi teguran secara tertulis.
8. Bila teguran secara tertulis telah diberikan sebanyak tiga (3) kali setelah dua (2) bulan berakhirnya periode
pelayanan pendeta yang bersangkutan, namun pendeta tersebut masih tidak melaksanakan surat keputusan
Moderamen, maka kepada yang bersangkutan dikenakan penggembalaan khusus.
Pasal 128
Cuti Pendeta
1. Pengertian
Cuti adalah sarana untuk penyegaran dan pengembangan diri bagi pendeta, serta kebersamaan dengan keluarga.
2. Selama cuti, yang bersangkutan tidak melakukan tugas-tugas kependetaan.
3. Cuti Tahunan
a. Setiap tahun pendeta berhak mendapat cuti tahunan selama empat belas (14) hari.
b. Pengambilan cuti tahunan diputuskan bersama dengan Majelis Runggun atau Badan Pekerja
Majelis Klasis atau Moderamen atau pimpinan unit pelayanan.
4. Cuti Lima Tahunan
a. Setiap lima tahun pendeta berhak mendapat cuti lima tahunan selama satu (1) bulan.
b. Ketika pendeta mengambil cuti lima tahunan, hak cuti tahunan tidak berlaku pada tahun tersebut.
c. Pendeta yang menjalani cuti lima tahunan memperoleh biaya cuti sebesar satu (1) bulan gaji dan dapat
memakai penginapan milik GBKP dengan gratis bersama keluarga.
d. Pengambilan cuti lima (5) tahunan dari pendeta yang melayani Runggun diputuskan oleh Moderamen
berdasarkan rekomendasi dari majelis Runggun dan BPMK
e. Pengambilan cuti lima (5) tahunan dari pendeta yang melayani di Klasis diputuskan oleh Moderamen
berdasarkan rekomendasi BPMK.
f. Pengambilan cuti lima (5) tahunan dari pendeta yang melayani unit diputuskan oleh Moderamen
berdasarkan rekomendasi dari pimpinan unit.
g. Pengambilan cuti lima (5) tahunan dari pendeta yang melayani di Moderamen diputuskan oleh
Moderamen.
5. Cuti Melahirkan
a. Pendeta GBKP yang melahirkan diberi cuti selama tiga (3) bulan menjelang dan sesudah melahirkan.
b. Pengambilan cuti melahirkan diputuskan bersama dengan Majelis Runggun atau Badan Pekerja
Majelis Klasis atau Moderamen atau pimpinan unit pelayanan.
6. Cuti di Luar Tanggungan
a. Permohonan cuti di luar tanggungan harus diajukan secara tertulis kepada Moderamen.
b. Cuti di luar tanggungan mulai berlaku sejak Moderamen mengeluarkan surat keputusan.
c. Cuti di luar tanggungan tidak boleh lebih dari dua (2) tahun.
d. Apabila pendeta tersebut ingin aktif kembali harus melalui orientasi yang diadakan oleh Moderamen
e. Jika dalam kurun waktu dua (2) tahun pendeta yang bersangkutan tidak mengajukan permohonan untuk
kembali melayani di GBKP, dengan sendirinya ia berhenti sebagai pendeta GBKP dengan dikeluarkannya
surat keputusan Moderamen.
f. Masa cuti di luar tanggungan tidak dihitung sebagai masa pelayanan.
Pasal 129
Pensiun Pendeta
1. Pensiun pendeta adalah selesainya masa pelayanan formal seorang pendeta, karena itu diberikan
penghargaan atas pelayanan yang telah dijalaninya.
2. Pendeta diberi hak pensiun setelah mencapai umur enam puluh tiga (63) tahun.
3. Sebelum pensiun, pendeta menjalani masa persiapan pensiun (MPP) selama tiga (3) tahun, dengan
memperoleh gaji penuh.
4. Sewaktu menjalani MPP, pendeta tidak dapat lagi dipilih dalam jabatan struktural Majelis, namun masih
dapat menduduki jabatan struktural yang diperolehnya sebelum menjalani MPP, apabila yang bersangkutan
masih bersedia.
5. Pensiun dini dapat dimohonkan oleh pendeta, apabila telah berumur lima puluh lima (55) tahun dengan
masa dinas/kerja minimal dua puluh lima (25) tahun atas persetujuan Moderamen dengan alasan yang dapat
diterima.
6. Pendeta yang cacat mental dan fisik dalam masa tugas, diberikan hak pensiun, yang diatur dengan peraturan
tersendiri.
7. MPP bagi pensiunan dini pendeta adalah selama dua (2) tahun.
8. Pendeta yang memasuki masa pensiun diadakan acara purna pelayanan dari tempat tugas terakhir.
9. Pendeta yang telah memasuki masa pensiun wajib meninggalkan rumah dinas dan mengembalikan barang
milik GBKP selambat-lambatnya dua (2) bulan setelah menerima surat keputusan pensiun.
10. Semua pendeta wajib membayar iuran pensiun sebanyak enam (6) persen dari gaji pokok dan tunjangan-
tunjangan isteri/suami dan anak kepada Moderamen yang dipotong setiap bulannya oleh bendahara.
11. Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya pensiun ialah :
a. Masa kerja terhitung mulai tanggal pengangkatan menjadi vikaris.
b. Waktu bekerja terus menerus sebagai pendeta GBKP.
c. Masa kerja selaku pendeta GBKP di salah satu gereja tetangga atau badan gereja dalam rangka
oikumene atau tugas belajar yang ditugaskan Moderamen.
12. Penghitungan masa kerja terakhir terhitung mulai tanggal satu (1) bulan berikutnya dari tanggal pensiun.
13. Pendeta GBKP yang diberhentikan dengan hormat, berhak menerima pensiun apabila:
a. Dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun di GBKP karena keadaan fisik atau mentalnya
yang tidak mampu, yang dinyatakan oleh dokter yang dihunjuk Moderamen serta mempunyai masa
kerja sekurang-kurangnya tiga (3) tahun.
b. Dinyatakan hilang berdasarkan keputusan Moderamen.
c. Yang mendapat kecelakaan pada saat melaksanakan pelayanan tanpa memperhitungkan masa kerja.
14. Duda/janda atau anak dari pendeta yang telah meninggal dunia dan hilang sesuai dengan Tata Peraturan
GBKP adalah sebagai penerima pensiun.
15. Bagi pendeta pensiunan, duda, janda, anak penerima pensiun diwajibkan menjunjung tinggi Kode Etik
Pendeta GBKP.
16. Penerima pensiun wajib membayar Dana Tetap Solidaritas (DTS) dan Dana Insidental Solidaritas (DIS) yang
besarnya ditetapkan Solidaritas Pendeta GBKP.
17. Apabila Suami/Istri kedua-duanya sebagai Pendeta GBKP maka :
a. Hanya seorang yanga ditetapkan sebagai penanggung yaitu yang mempunyai gaji pokok paling tinggi.
b. Apabila pendeta yang menanggung telah meninggal dunia, maka pensiunan dapat dialihkan kepada
pendeta yang tertanggung.
c. Apabila si penanggung telah pensiun, tidak dapat dialihkan kepada yang tertanggung yang belum pensiun.
Pasal 130
Pemberhentian Pembayaran Pensiun
BAB XXXI
PENGAKHIRAN DAN PENANGGALAN JABATAN PENDETA
Pasal 131
Pengertian
1. Pengakhiran jabatan pendeta dikenakan kepada pendeta karena sebab-sebab tertentu yang tidak bersifat
pelanggaran terhadap hakikat kependetaannya.
2. Penanggalan jabatan pendeta dikenakan kepada pendeta karena sebab-sebab tertentu yang bersifat
pelanggaran terhadap hakikat kependetaannya.
Pasal 132
Pengakhiran Jabatan Pendeta
Pengakhiran jabatan pendeta dari seorang pendeta dilakukan jika ia diteguhkan menjadi pendeta gereja lain yang
seajaran melalui prosedur pemanggilan gerejawi.
Pasal 133
Penanggalan Jabatan Pendeta
BAB XXXII
JAMINAN KEBUTUHAN HIDUP PENDETA
Pasal 134
Dasar Penjaminan Kebutuhan Hidup Pendeta
Seorang pendeta/vikaris menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan untuk melaksanakan tugas pelayanannya
secara penuh waktu dalam wilayah pelayanan Runggun, Klasis, atau Sinode. Karena itu kebutuhan hidup
pendeta/vikaris beserta dengan keluarganya menjadi tanggung jawab GBKP.
Pasal 135
Penjelasan Istilah
Pasal 136
Jaminan Kebutuhan Hidup
Jaminan kebutuhan hidup adalah pemberian uang yang diterima oleh seorang pendeta setiap bulan secara
teratur dan jumlahnya tidak berubah untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 137
Tunjangan
1. Tunjangan adalah pemberian uang yang diterima oleh seorang pendeta sebagai tambahan di atas jaminan
kebutuhan hidup dengan mempertimbangkan beban tugas dan/atau jabatan dan/atau masa kerja dan/atau
kinerjanya.
2. Tunjangan-tunjangan yang diterima oleh pendeta antara lain:
a. Tunjangan pelayanan.
b. Tunjangan jabatan.
c. Tunjangan masa kerja.
d. Tunjangan kesehatan.
e. Tunjangan keluarga.
f. Tunjangan pendidikan anak.
g. Tunjangan hari Natal dan tahun baru.
h. Tunjangan cuti lima (5) tahunan.
i. Tunjangan perumahan.
3. Tunjangan pelayanan diberikan kepada setiap pendeta/vikaris berdasarkan kategori dan standard penunjang
pelayanan yang ditetapkan oleh Moderamen dengan mempertimbangkan akses transportasi, akses
komunikasi, pendapatan lokal, serta volume dan intensitas pelayanan. Besaran tunjangan tersebut
ditetapkan sebagai berikut :
a. Kategori A: lima ratus persen (500%) dari standard penunjang pelayanan.
b. Kategori B: empat ratus persen (400%) dari standard penunjang pelayanan.
c. Kategori C: tiga ratus persen (300%) dari standard penunjang pelayanan.
d. Kategori D: dua ratus persen (200%) dari standard penunjang pelayanan.
e. Kategori E: seratus persen ((100%) dari standard penunjang pelayanan.
4. Tunjangan jabatan diberikan sesuai dengan jabatan struktural yang disandang oleh seorang pendeta yang
ketentuannya lebih lanjut ditetapkan oleh Moderamen.
5. Tunjangan masa kerja diberikan sesuai dengan jumlah tahun pelayanan seorang pendeta yang ketentuannya
lebih lanjut ditetapkan oleh Moderamen.
6. Tunjangan kesehatan diberikan kepada pendeta/vikaris dan keluarganya dengan mengikuti program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Pembayaran premi ditanggung oleh GBKP dan pendeta/vikaris yang bersangkutan
dengan komposisi yang ditetapkan melalui keputusan Majelis Sinode melalui SMS atau SKMS.
7. Tunjangan keluarga terdiri atas:
a. Tunjangan pasangan hidup (istri atau suami).
b. Tunjangan setiap anak.
c. Jumlah anak yang ditanggung sampai tiga (3) orang dan berakhir kalau usia anak mencapai dua puluh
lima (25) tahun atau telah bekerja atau telah kawin.
d. Apabila suami dan istri adalah pendeta GBKP, maka hanya satu yang memperoleh tunjangan keluarga.
8. Tunjangan pendidikan anak:
a. Tunjangan diberikan untuk anak pendeta dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai paling tinggi
strata satu (S-1) yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan GBKP.
b. Tunjangan dihentikan pada saat anak tersebut berusia dua puluh lima (25) tahun, atau telah bekerja,
atau telah menikah.
9. Tunjangan hari Natal dan tahun baru diberikan pada awal bulan Desember sebanyak satu (1) kali gaji.
10. Tunjangan cuti lima (5) tahunan diberikan kepada pendeta sebanyak satu (1) kali gaji.
11. Tunjangan perumahan pensiun diberikan kepada pendeta yang memasuki MPP berdasarkan perhitungan dua
puluh tiga (23) kali gaji terakhir saat memasuki MPP dan dapat dimohonkan enam (6) bulan sebelum MPP.
Pendeta yang menjalani MPP Dini berhak menerima tunjangan perumahan pensiun sebanyak lima belas (15)
kali gaji terakhir saat memasuki MPP Dini.
G. ORGANISASI
BAB XXXIII
PIMPINAN
Pasal 138
Pimpinan Runggun
Pasal 140
Pimpinan Sinode
Pasal 141
Persyaratan Menjadi Moderamen
BAB XXXIV
TUGAS
Pasal 142
Tugas Majelis Runggun
1. Menyelenggarakan kebaktian minggu, kebaktian hari-hari raya gerejawi, dan kebaktian lainnya.
2. Menyelenggarakan pelayanan firman melalui kebaktian dan sakramen.
3. Memimpin Runggun untuk melaksanakan misi GBKP dengan berpedoman pada Garis-Garis Besar Pelayanan
GBKP.
4. Membangun hubungan dinamis yang bersinergi, berkolaborasi, inovatif, dan cerdas dengan lembaga-
lembaga dalam masyarakat dan pemerintah di wilayah pelayanan Runggunnya.
5. Melaksanakan penggembalaan umum, penilikan, dan penggembalaan khusus di Runggunnya.
6. Merencanakan dan melaksanakan pembinaan pertua dan diaken.
7. Merencanakan dan melaksanakan pembinaan warga gereja.
8. Membuat laporan pertanggungjawaban pelayanan tahunan sebagai bahan Musyawarah Warga Sidi
Runggun.
9. Melaksanakan keputusan-keputusan di wilayah pelayanan Sinode dan Klasis yang relevan di Runggun.
10. Membina PJJ dan Perpulungen.
11. Mengusulkan Perpulungen menjadi Runggun kepada Majelis Klasis.
12. Membina Runggun untuk berperan serta dalam gerakan oikumene di wilayahnya.
13. Menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar.
14. Merencanakan dan melaksanakan pemilihan pertua dan diaken.
15. Memilih BPMR.
16. Menetapkan utusan ke SMK atau SMS.
17. Melantik seksi-seksi dan unit-unit pelayanan.
18. Memilih dan mengangkat tim verifikasi di wilayah pelayanan Runggun.
19. Menetapkan dan mengesahkan program pelayanan tahunan serta anggaran pendapatan dan anggaran
belanja.
Pasal 143
Tugas BPMR
1. Tugas BPMR :
a. Mengkoordinir Majelis Runggun untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan Majelis Runggun.
b. Merencanakan, melaksanakan, dan memimpin SMR dan Musyawarah Warga Sidi Runggun.
c. Menyusun rencana program tahunan, program lima (5) tahunan, rencana anggaran pendapatan, dan
rencana anggaran belanja untuk dibicarakan dan disahkan dalam SMR.
d. Mengambil keputusan mengenai masalah yang sangat mendesak dan mempertanggungjawabkannya
pada SMR berikutnya.
e. Menyelenggarakan tertib administrasi baik secara manual dan digital.
f. Membuat laporan keuangan setiap bulan dan menyampaikannya ke SMR.
g. Menyampaikan setoran jemaat ke BPMK setiap bulannya.
h. Mengkoordinir pelaksanaan pembinaan PJJ dan Perpulungen.
Pasal 144
Tugas Majelis Klasis
1. Menetapkan program tahunan dan anggaran pendapatan serta anggaran belanja Klasis berdasarkan usulan
BPMK.
2. Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban pelayanan BPMK.
3. Melaksanakan keputusan Majelis Sinode dan Moderamen yang relevan di wilayah pelayanannya.
4. Menyelesaikan persoalan-persoalan Runggun yang ada dalam Klasisnya yang tidak dapat diselesaikan sendiri
oleh Majelis Runggunnya.
5. Menyatakan suatu Majelis Runggun berada dalam penggembalaan khusus.
6. Menyampaikan usul kepada Moderamen dan Majelis Sinode.
7. Mengesahkan Perpulungen menjadi Runggun.
8. Menetapkan tim verifikasi Klasis berdasarkan usulan BPMK.
Pasal 145
Tugas BPMK
Pasal 146
Tugas Majelis Sinode
1. Menetapkan program pelayanan, anggaran pendapatan, dan anggaran belanja Sinode lima (5) tahunan
berdasarkan usulan Moderamen sesuai dengan Garis-Garis Besar Pelayanan GBKP.
2. Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban pelayanan Moderamen dan laporan Komisi Pengawas
Perbendaharaan (KPP) GBKP.
3. Menyelesaikan persoalan-persoalan Runggun yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Klasis.
4. Menyelesaikan persoalan-persoalan Klasis yang tidak dapat diselesaikan oleh Majelis Klasis.
5. Membahas persoalan dan tantangan kontemporer dalam masyarakat, bangsa, dan negara serta menetapkan
kebijaksanaan untuk memberikan respons yang efektif.
6. Mengesahkan keputusan Konferensi Pendeta.
7. Menetapkan Pengakuan Iman GBKP, Tata Gereja GBKP, Buku Katekisasi GBKP, dan Garis-Garis Besar
Pelayanan GBKP.
8. Menetapkan Moderamen.
9. Menetapkan Klasis baru.
10. Menetapkan Tim Verifikasi Sinode dan Komisi Pengawas Perbendaharaan berdasarkan usulan Moderamen.
Pasal 147
Tugas Moderamen
1. Menyusun rencana program pelayanan, anggaran pendapatan, dan anggaran belanja Sinode lima (5) tahunan
sesuai dengan Garis-Garis Besar Pelayanan GBKP.
2. Menyusun konsep pembaharuan Tata Gereja GBKP, Garis-Garis Besar Pelayanan GBKP, dan Buku Katekisasi
GBKP.
3. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelayanan Moderamen.
4. Melaksanakan keputusan Majelis Sinode.
5. Mempersiapkan dan menyelenggarakan SMS dan SKMS.
6. Melakukan perkunjungan pastoral gerejawi kepada Majelis Runggun dan Majelis Klasis.
7. Mewujudkan hubungan oikumenis antar-lembaga oikumenis di dalam dan di luar negeri.
8. Membangun hubungan dinamis yang bersinergi, berkolaborasi, inovatif, dan cerdas dengan lembaga-lembaga
dalam masyarakat dan pemerintah di aras nasional.
9. Mengambil kebijaksanaan untuk melaksanakan pelayanan yang bersifat mendesak dan belum sempat
dibicarakan dalam SMS serta mempertanggungjawabkannya kepada Majelis Sinode dalam SMS terdekat.
10. Mempersiapkan bahan-bahan pembinaan warga gereja melalui Pusat Pembinaan Warga Gereja.
11. Mewakili Sinode GBKP di dalam dan di luar pengadilan.
12. Menampung usul dari Majelis Klasis tentang pembentukan Klasis baru.
13. Melaksanakan prosedur-prosedur gerejawi untuk pendeta.
14. Melaksanakan penggembalaan khusus kepada Majelis Runggun bersama dengan BPMK.
15. Menetapkan dan memberhentikan pengurus unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan Sinode.
16. Mendampingi dan membimbing unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan Sinode dalam perencanaan
program dan penyusunan anggaran mereka.
17. Menetapkan pengurus Konferensi Pendeta berdasarkan usulan Konferensi Pendeta.
BAB XXXV
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 148
Pertanggungjawaban BPMR
1. Selambat-lambatnya dua (2) Minggu menjelang SMK, BPMK telah selesai menyusun laporan
pertanggungjawaban pelayanan Klasis yang meliputi:
a. Laporan dan evaluasi pelaksanaan program pelayanan dan anggaran BPMK beserta evaluasi dari periode
program pelayanan yang telah dilewati.
b. Pada akhir periodenya, BPMK menyusun laporan pertanggungjawabannya selama lima (5) tahun.
c. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau ditangani oleh BPMK.
d. Perkembangan Runggun-runggun dalam Klasis tersebut.
e. Laporan pengelolaan harta milik Klasis
f. Rencana program pelayanan dan anggaran BPMK untuk periode program pelayanan yang akan datang.
2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Runggun dalam Klasis untuk menjadi materi SMK.
3. Laporan tersebut harus juga disampaikan kepada Moderamen.
Pasal 150
Pertanggungjawaban Moderamen
1. Selambat-lambatnya tiga (3) Minggu menjelang SMS, Moderamen telah selesai menyusun laporan
pertanggungjawaban pelayanan yang meliputi:
a. Laporan dan evaluasi pelaksanaan program pelayanan serta anggaran Moderamen dari periode program
pelayanan yang telah dilewati.
b. Laporan tentang permasalahan yang pernah dihadapi dan/atau ditangani Moderamen.
c. Perkembangan Klasis-klasis.
d. Laporan pengelolaan harta milik Sinode.
e. Usulan program pelayanan dan anggaran Moderamen untuk periode program pelayanan yang akan
datang.
2. Laporan tersebut disampaikan kepada setiap Majelis Runggun dan BPMK untuk menjadi materi SMS.
BAB XXXVI
PERSIDANGAN
Pasal 151
Sidang Majelis Runggun (SMR)
1. SMR adalah sidang yang membahas perkembangan dan pergumulan-pergumulan Runggun untuk mengambil
keputusan mengenai hal-hal tersebut sesuai dengan tugas dan wewenang Majelis Runggun.
2. SMR dilakukan sekurang-kurangnya sekali sebulan.
3. Peserta Sidang :
a. Pertua, diaken, dan pendeta yang bertugas di Runggun tersebut dengan hak berbicara serta hak suara.
b. Pertua emeritus, diaken emeritus, pendeta, dan pendeta pensiun yang kewargaannya di Runggun
tersebut dengan hak bicara tanpa hak suara.
c. Pengurus unit-unit pelayanan, pengurus PJJ, dan narasumber lainnya yang diperlukan, dengan hak
bicara mengenai bidangnya tanpa hak suara.
4. Sidang dipimpin oleh ketua, dan jika ketua berhalangan, sidang dipimpin oleh salah satu ketua bidang, dan
apabila ketua bidang berhalangan, maka sidang dapat dipimpin oleh sekretaris atas persetujuan peserta
sidang.
5. Setiap SMR dinotulenkan untuk disahkan pada SMR berikutnya.
6. Peserta SMR diundang secara tertulis oleh ketua dan sekretaris Majelis Runggun.
7. SMR sah apabila dihadiri separuh (½) ditambah satu (1) dari keseluruhan jumlah anggota Majelis Runggun.
8. Apabila jumlah peserta SMR yang hadir tidak quorum, sidang ditunda paling lama satu (1) minggu. Kemudian
Ketua dan Sekretaris mengundang kembali peserta sidang secara tertulis dan SMR pada undangan kedua ini
sah mengambil keputusan tanpa mengindahkan quorum.
9. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat
tidak dapat membawa hasil, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
10. Pemungutan suara ditentukan dengan separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah peserta yang hadir yang
mempunyai hak suara.
11. Pelaksanaan SMR didorong, dimotivasi, dan dipantau oleh BPMK.
Pasal 152
Sidang BPMR
Pasal 153
Sidang Majelis Klasis (SMK)
1. SMK adalah sidang yang membahas perkembangan dan pergumulan-pergumulan Klasis untuk mengambil
keputusan mengenai hal-hal tersebut sesuai dengan tugas dan wewenang Majelis Klasis.
2. SMK terdiri atas:
a. SMK rutin yang dilaksanakan dua (2) kali dalam setahun pada bulan Maret dan September. Khusus pada
tahun akhir periodisasi Moderamen, SMK ini dilaksanakan pada bulan Juni dan September.
b. SMK Pra-Sinode yang dilaksanakan pada tahun akhir periodisasi Moderamen pada bulan Maret.
3. Materi Utama SMK
a. SMK rutin membahas evaluasi program pelayanan Majelis Klasis (Maret atau Juni) dan menyusun
program pelayanan tahun yang akan datang (September).
b. SMK Pra-Sinode membahas usul-usul Majelis Klasis ke SMS, konsep Pengakuan Iman GBKP, konsep Tata
Gereja GBKP, dan konsep GBP GBKP untuk lima (5) tahun.
4. Peserta SMK adalah :
a. Utusan Majelis Runggun sebanyak tiga (3) orang yang ditetapkan Majelis Runggun melalui SMR dengan
ketentuan bagi Runggun yang warganya lebih dari lima ratus (500) warga sidi dapat ditambah dengan
satu (1) orang utusan lagi.
b. Seluruh anggota BPMK.
c. Seluruh pendeta yang tidak menjadi utusan Runggun namun kewargaannya tercatat pada salah satu
Runggun di Klasis tersebut, sebagai konsultan.
d. Utusan tiap unit-unit pelayanan sebanyak 3 (tiga) orang sebagai konsultan dalam bidangnya.
e. Moderamen sebagai konsultan.
f. Narasumber lainnya yang diperlukan berdasarkan keputusan BPMK.
7. Setiap peserta sidang memiliki hak berbicara namun hak suara hanya dimiliki oleh utusan Majelis Runggun
dan anggota BPMK serta unit pelayanan dengan satu (1) hak suara dalam pembicaraan yang terkait dengan
unitnya.
8. SMK sah apabila :
a. Dihadiri dua per tiga (2/3) dari jumlah utusan Majelis Runggun.
b. Dihadiri separuh (½) ditambah satu (1) dari anggota BPMK.
9. Apabila jumlah peserta SMK yang hadir tidak quorum, sidang ditunda satu (1) jam. Jika setelah ditunda
peserta tidak mencapai quorum, SMK tetap dilaksanakan tanpa mengindahkan quorum.
10. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat
tidak dapat membawa hasil, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
11. Pemungutan suara ditentukan dengan separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah peserta yang hadir yang
mempunyai hak suara.
12. Ketua dan sekretaris BPMK mengundang peserta secara tertulis.
13. SMK dipimpin oleh ketua atau wakil ketua BPMK. Apabila keduanya berhalangan, SMK dipimpin oleh
anggota BPMK lainnya dengan persetujuan peserta sidang tersebut.
Pasal 154
Sidang BPMK
1. Sidang BPMK diadakan sekurang-kurangnya satu (1) kali dalam satu (1) bulan.
2. Peserta sidang BPMK adalah seluruh anggota BPMK dan undangan yang dianggap perlu seperti pengurus
unit-unit pelayanan atau BPMR tertentu dan narasumber lainnya.
3. Sidang BPMK sah apabila dihadiri separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah anggota BPMK.
4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat
tidak dapat membawa hasil, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
5. Pemungutan suara ditentukan dengan separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah peserta yang hadir yang
mempunyai hak suara.
6. Sidang BPMK dipimpin oleh ketua atau wakil ketua. Apabila keduanya berhalangan, sidang dipimpin oleh
anggota BPMK lainnya dengan persetujuan peserta sidang tersebut.
Pasal 155
Sidang Majelis Sinode (SMS)
1. SKMS diadakan satu (1) kali dalam satu (1) tahun di antara dua (2) SMS.
2. SKMS dilaksanakan untuk melakukan evaluasi periodik tahunan terhadap kinerja pelayanan Moderamen
dalam melaksanakan tugasnya.
3. Peserta SKMS adalah :
a. Utusan Majelis Runggun-Majelis Runggun dalam Klasis yang jumlah keseluruhannya sama dengan
jumlah anggota BPMKnya.
b. BPMK.
c. Moderamen.
d. Utusan unit-unit pelayanan Sinode dan pengurus Konferensi Pendeta masing-masing sebanyak satu
(1) orang sebagai konsultan.
e. Undangan.
4. SKMS sah apabila dihadiri separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah utusan dari Majelis Runggun-Majelis
Runggun, BPMK, dan Moderamen. Apabila jumlah peserta SKMS yang hadir tidak quorum, sidang ditunda
satu (1) jam. Jika setelah ditunda peserta tidak mencapai quorum, SKMS tetap dilaksanakan tanpa
mengindahkan quorum.
5. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat
tidak dapat membawa hasil, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
6. Pemungutan suara ditentukan dengan separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah peserta yang hadir yang
mempunyai hak suara.
7. Bahan SKMS disampaikan kepada peserta dua (2) minggu sebelum pelaksanaan SKMS.
8. SKMS dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari utusan-utusan Majelis Runggun yang dipilih peserta
sidang atas usul Moderamen.
Pasal 157
Sidang Moderamen
1. Sidang Moderamen yaitu sidang yang dihadiri oleh anggota Moderamen yang diadakan paling sedikit satu (1)
kali dalam satu (1) bulan.
2. Peserta Sidang Moderamen diundang secara tertulis oleh ketua umum dan sekretaris umum.
3. Sidang Moderamen sah apabila dihadiri dua per tiga (2/3) dari jumlah anggota Moderamen. Apabila jumlah
peserta sidang Moderamen yang hadir tidak quorum, sidang ditunda satu (1) jam. Jika setelah ditunda
peserta tidak mencapai quorum, Sidang Moderamen tetap dilaksanakan tanpa mengindahkan quorum.
4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat
tidak dapat membawa hasil, pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara.
5. Pemungutan suara ditentukan dengan separuh (½) ditambah satu (1) dari jumlah peserta yang hadir yang
mempunyai hak suara.
6. Sidang Moderamen dipimpin oleh ketua umum. Apabila ketua umum berhalangan, sidang dipimpin oleh
salah seorang ketua bidang.
BAB XXXVII
RAPAT DAN RAPAT KOORDINASI
Pasal 158
Rapat
PJJ, pengurus PJJ, Perminggun, pengurus Perminggun, Perpulungen, dan pengurus Perpulungen dapat
mengadakan rapat sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Pasal 159
Rapat Koordinasi Majelis Runggun
1. Rapat Koordinasi Majelis Runggun adalah rapat yang diadakan Majelis Runggun bersama dengan unit-unit
pelayanan di wilayah pelayanan Runggun untuk mendengar, mengevaluasi, memperlengkapi, dan
mengkoordinasi program-program unit-unit pelayanan tersebut.
2. Rapat Koordinasi Majelis Runggun wajib dilakukan minimal satu (1) kali dalam tiga (3) bulan.
3. Peserta Rapat Koordinasi Majelis Runggun:
a. Semua pendeta, pertua, dan diaken dalam Runggun tersebut.
b. Pengurus unit-unit pelayanan di Runggun tersebut.
c. Pengurus PJJ di Runggun tersebut.
4. Rapat Koordinasi dipimpin oleh ketua Majelis Runggun. Jika ketua berhalangan, rapat dipimpin oleh salah
satu ketua bidang. Jika ketua bidang berhalangan, rapat dipimpin oleh sekretaris atas persetujuan peserta
rapat.
5. Peserta Rapat Koordinasi diundang secara tertulis oleh ketua dan sekretaris Majelis Runggun.
6. Rapat Koordinasi Majelis Runggun didorong, dimotivasi, dan dipantau oleh BPMK.
Pasal 160
Rapat Koordinasi BPMK
1. Rapat Koordinasi BPMK adalah rapat yang diadakan BPMK bersama dengan unit-unit pelayanan di wilayah
pelayanan Klasis dan pihak-pihak lain yang dibutuhkan untuk mendengar, mengevaluasi, memperlengkapi,
dan mengkoordinasi program-program unit-unit pelayanan tersebut.
2. Rapat Koordinasi BPMK wajib dilakukan minimal dua (2) kali dalam satu (1) tahun.
3. Peserta Rapat Koordinasi BPMK:
a. BPMK.
b. Pengurus unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan Klasis tersebut
c. BPMR–BPMR di wilayah pelayanan Klasis tersebut, sesuai kebutuhan.
4. Rapat Koordinasi dipimpin oleh ketua, dan jika berhalangan dipimpin oleh wakil ketua dan apabila wakil
ketua berhalangan atau tidak ada maka rapat dapat dipimpin oleh sekretaris atas persetujuan peserta rapat.
5. Peserta Rapat Koordinasi diundang secara tertulis oleh ketua dan sekretaris BPMK.
6. Pelaksanaan Rapat Koordinasi BPMK didorong, dimotivasi, dan dipantau oleh Moderamen.
Pasal 161
Rapat Koordinasi Moderamen
1. Rapat Koordinasi Moderamen adalah rapat yang diadakan Moderamen bersama dengan unit-unit pelayanan
di wilayah pelayanan sinodal sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pihak-pihak lain yang dibutuhkan
untuk mendengar, mengevaluasi, memperlengkapi, dan mengkoordinasi program-program unit-unit
pelayanan tersebut.
2. Rapat Koordinasi Moderamen wajib dilakukan minimal satu (1) kali dalam tiga (3) bulan.
3. Peserta Rapat Koordinasi Moderamen:
a. Moderamen.
b. Pengurus unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan sinodal sesuai kebutuhan.
c. BPMK-BPMK sesuai kebutuhan.
4. Rapat Koordinasi dipimpin oleh ketua umum, dan jika berhalangan dipimpin oleh salah satu ketua bidang dan
apabila ketua bidang berhalangan maka rapat dapat dipimpin oleh sekretaris atas persetujuan peserta rapat.
5. Peserta Rapat Koordinasi diundang secara tertulis oleh ketua umum dan sekretaris Moderamen sesuai
kebutuhan.
BAB XXXVIII
PENINJAUAN ULANG DAN BANDING
Pasal 162
Peninjauan Ulang
1. Terhadap keputusan Majelis Runggun yang dianggap salah, peninjauan ulang dilakukan oleh Majelis Runggun
yang bersangkutan atas permintaan anggota Majelis Runggun atau warga Runggun yang bersangkutan.
2. Terhadap keputusan Majelis Klasis yang dianggap salah, peninjauan ulang dilakukan oleh Majelis Klasis yang
bersangkutan atas permintaan Majelis Runggun dalam Klasis tersebut atau BPMK dari Klasis tersebut.
3. Terhadap keputusan Majelis Sinode yang dianggap salah, peninjauan ulang dilakukan oleh Majelis Sinode atas
permintaan Majelis Klasis atau Moderamen.
4. Permintaan peninjauan ulang:
a. Sebaiknya diajukan pada persidangan terdekat sesudah keputusan yang dianggap salah itu diambil,
dengan memperhatikan relevansinya bagi kehidupan GBKP di wilayah pelayanan yang bersangkutan.
b. Harus diajukan secara tertulis dengan disertai alasan-alasan yang jelas dengan menyebutkan nama dan
alamat yang jelas, serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari orang yang mengajukan.
6. Alasan-alasan untuk peninjauan ulang adalah adanya hal-hal yang diyakini bertentangan dengan Firman Allah
dan/atau Tata Gereja GBKP dalam keputusan yang bersangkutan.
7. Proses pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap peninjauan ulang dilakukan sama seperti terhadap
masalah-masalah yang lain.
Pasal 163
Banding
1. Pihak yang akan meminta banding kepada Majelis di wilayah pelayanan yang lebih luas harus terlebih dulu
menempuh prosedur peninjauan ulang sebagaimana yang dipaparkan dalam Tata Laksana Pasal 162.
2. Jika yang bersangkutan tidak puas dengan keputusan peninjauan ulang tersebut di atas dan berniat meminta
banding, pihak yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis bahwa ia akan banding kepada Majelis di
wilayah pelayanan yang lebih luas.
3. Pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 163:2 harus disampaikan selambat-
lambatnya satu (1) bulan sesudah pihak yang bersangkutan diberitahu tentang keputusan peninjauan ulang
yang dimaksudkan dalam Tata Laksana Pasal 163:1.
4. Pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 163:2 beserta uraian permasalahan dan
alasan-alasannya dikirimkan kepada pimpinan harian Majelis di wilayah pelayanan yang lebih luas melalui
pimpinan harian dari Majelis yang keputusannya dibanding. Pimpinan harian dari Majelis yang keputusannya
dibanding harus meneruskan pernyataan banding tersebut kepada pimpinan harian Majelis di wilayah
pelayanan yang lebih luas.
5. Pemeriksaan banding:
a. Terhadap keputusan Majelis Runggun dilakukan oleh Majelis Klasis atas permintaan anggota Majelis
Runggun atau warga dalam Runggun yang bersangkutan.
b. Terhadap keputusan Majelis Klasis dilakukan oleh Majelis Sinode atas permintaan Majelis Runggun dalam
Klasis tersebut atau BPMK dari Klasis tersebut.
6. Pimpinan harian Majelis di wilayah pelayanan yang lebih luas, sesudah menerima pernyataan sebagaimana
yang dimaksudkan dalam Tata Laksana Pasal 163:4, harus memasukkan pernyataan tersebut ke dalam acara
persidangan Majelis yang terdekat.
7. Pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam Tata Laksana Pasal 163:2 dapat dicabut kembali oleh pihak
yang bersangkutan, baik sebelum dibicarakan maupun ketika sedang dibicarakan oleh Majelis di wilayah
pelayanan yang lebih luas.
8. Proses pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap banding dilakukan sama seperti terhadap masalah-
masalah yang lain.
BAB XXXIX
MUSYAWARAH WARGA SIDI RUNGGUN
Pasal 164
Musyawarah Warga Sidi Runggun
1. Musyawarah Warga Sidi Runggun adalah sarana bagi warga dan Majelis Runggun untuk saling memberi
masukan mengenai perkembangan kehidupan bergereja di Runggun dalam bersekutu, bersaksi, dan
melayani.
2. Musyawarah Warga Sidi Runggun bukan merupakan sarana pengambilan keputusan.
3. Musyawarah Warga Sidi Runggun dilaksanakan satu (1) kali dalam setiap tahun selambat-lambatnya pada
bulan Maret dan dipimpin oleh Majelis Runggun.
4. Musyawarah Warga Sidi Runggun dilaksanakan untuk mendengar laporan perkembangan jemaat dari BPMR
beserta seksi-seksinya, pengurus unit-unit pelayanan, dan pengurus PJJ serta pengajuan usul-usul tentang
kehidupan bersekutu, bersaksi, dan melayani serta pembinaan guna pertumbuhan jemaat.
5. Usul/masukan tentang kehidupan bersekutu, bersaksi, melayani, dan pembinaan harus ditampung dan
ditanggapi oleh Majelis Runggun dalam bentuk keputusan pada SMR yang terdekat.
6. Peserta musyawarah adalah warga sidi Runggun dengan ketentuan:
a. Untuk Runggun dengan jumlah sampai seratus (100) keluarga menggunakan sistem langsung (seluruh
warga sidi diundang)
b. Untuk Runggun dengan jumlah di atas seratus (100) keluarga dapat menggunakan sistem perwakilan
(baik warga maupun pengurus PJJ dan pengurus unit-unit pelayanan) yang jumlahnya ditetapkan oleh
Majelis Runggun.
BAB XL
UNIT PELAYANAN
Pasal 165
Pengertian Unit Pelayanan
Unit Pelayanan adalah wadah untuk melaksanakan misi gereja dengan terfokus dan terspesialisasi pada
pelayanan tertentu secara berkesinambungan.
Pasal 166
Ketentuan Pokok Unit Pelayanan
1. Unit pelayanan melaksanakan pelayanannya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Tata Gereja
GBKP dan Peraturan Pemerintah serta Undang-Undang yang berlaku.
2. Sesuai dengan kebutuhan dan dinamika perkembangan GBKP, unit pelayanan dapat memiliki peraturan-
peraturan tersendiri sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Tata Gereja GBKP dan
Peraturan Pemerintah serta Undang-Undang yang berlaku.
3. Pemilihan pengurus unit pelayanan dilakukan secara terbuka dengan menggunakan metode uji kelayakan dan
kepatutan (fit and proper test).
4. Anggota-anggota pengurus unit pelayanan harus memiliki komitmen, karakter, dan kompetensi untuk
melayani.
5. Pengalihan dan perubahan fungsi/pengelolaan unit pelayanan hanya dapat dilakukan atas persetujuan
Moderamen berdasarkan usul persidangan gerejawi sesuai dengan wilayah pelayanannya.
6. Harta milik unit pelayanan yang telah dibubarkan harus diserahkan seluruhnya kepada Moderamen.
Pasal 167
Jenis Unit Pelayanan
H. SARANA PENUNJANG
BAB XLI
KEPEGAWAIAN
Pasal 168
Pengangkatan
1. Pegawai diangkat dan diberhentikan oleh Moderamen dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Moderamen.
2. Pegawai GBKP diberi fasilitas untuk kehidupan berupa gaji dan tunjangan-tunjangan serta pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di GBKP.
3. Pegawai GBKP wajib memenuhi segala peraturan dan ketetapan serta Kode Etik yang berlaku
Pasal 169
Mutasi
Pasal 170
Cuti
1. Kepada setiap pegawai diberikan hak cuti tahunan selama dua belas (12) hari kerja.
2. Kepada setiap pegawai diberikan hak cuti selama satu (1) bulan dalam masa kerja lima (5) tahun dan
memperoleh biaya cuti sebesar satu (1) bulan gaji.
3. Prosedur untuk mendapatkan cuti tahunan cukup dari tempat tugas pegawai, dan cuti lima (5) tahunan atas
persetujuan Moderamen dengan rekomendasi dari tempat tugas dan Klasis.
4. Cuti diluar tanggungan atas permintaan sendiri tidak lebih dari dua (2) tahun apabila dalam kurun waktu dua
(2) tahun tidak mengajukan permohonan kembali bekerja di GBKP dengan sendirinya berhenti sebagai pegawai
GBKP.
5. Pegawai GBKP yang melahirkan diberi cuti selama tiga (3) bulan.
Pasal 171
Masa Kerja
1. Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya pensiun (untuk selanjutnya disebut “masa kerja
untuk pensiun”) adalah :
a. Masa kerja sebagai calon pegawai GBKP dihitung sebagai masa kerja.
b. Waktu bekerja terus menerus sebagai pegawai GBKP dihitung penuh sebagai masa kerja.
2. Perhitungan masa kerja pensiun terakhir sejak tanggal satu (1) bulan berikutnya dari tanggal pensiun.
Pasal 172
Berhalangan Tetap
Pegawai GBKP yang berhalangan tetap diberhentikan dengan hormat dan berhak menerima pensiun apabila:
1. Dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun di GBKP karena keadaan fisik atau mentalnya yang
dinyatakan oleh dokter yang ditunjuk Moderamen serta mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya tiga (3)
tahun.
2. Dinyatakan hilang berdasarkan Keputusan Moderamen.
3. Yang mendapat kecelakaan pada saat melaksanakan pelayanan tanpa memperhitungkan masa kerja.
Pasal 173
Pensiun
1. Pemberian tunjangan hidup bagi pegawai beserta tanggungannya sebagai penghargaan atas pelayanan yang
telah dijalaninya.
2. Pegawai diberi hak pensiun setelah berumur lima puluh delapan (58) tahun.
3. Sebelum pensiun pegawai menjalani MPP selama tiga (3) tahun, dengan memperoleh gaji penuh.
4. Pensiun Dini dapat dimohon oleh pegawai apabila telah berumur lima puluh (50) tahun dengan masa dinas
/kerja minimal dua puluh (20) tahun atas persetujuan Moderamen dengan alasan yang dapat diterima.
5. Perhitungan masa kerja guna pensiun bagi pegawai mulai dari calon pegawai.
6. Pegawai yang cacat mental dan fisik dalam masa tugas diberikan hak pensiun, diatur dengan peraturan
tersendiri.
7. Masa MPP bagi pegawai yang pensiun dini adalah selama dua (2) tahun.
8. Pegawai GBKP yang memasuki MPP diadakan acara purna pelayanan dari tempat tugas terakhir.
9. Duda/janda atau anak dari Pegawai GBKP yang meninggal dunia/hilang adalah sebagai penerima pensiun.
10. Pegawai GBKP wajib membayar Iuran Pensiun sebanyak enam (6) persen dari gaji pokok dan tunjangan-
tunjangan istri/suami dan anak kepada Moderamen yang dipotong setiap bulannya oleh bendahara.
11. Bagi pegawai pensiunan, duda, janda, anak penerima pensiun diwajibkan menjunjung tinggi kode etik GBKP.
12. Penerima pensiun wajib membayar Dana Tetap Solidaritas (DTS) dan Dana Insidental Solidaritas (DIS) yang
besarnya ditetapkan Solidaritas Pegawai GBKP.
13. Pegawai GBKP yang telah memasuki MPP dibebaskan dari tugas-tugas pelayanan dan berhak menerima gaji
penuh selama tiga (3) tahun.
14. Tunjangan perumahan diberikan pada pegawai yang memasuki MPP berdasarkan perhitungan dua puluh tiga
(23) kali gaji terakhir saat memasuki MPP dan dapat dimohonkan enam (6) bulan sebelum MPP. Pegawai yang
menjalani MPP Dini berhak menerima tunjangan perumahan pensiun sebanyak lima belas (15) kali gaji terakhir
saat memasuki MPP Dini.
15. Apabila Suami/Istri kedua-duanya sebagai Pegawai GBKP maka :
a. Hanya seorang yanga ditetapkan sebagai penanggung yaitu yang mempunyai gaji pokok paling tinggi.
b. Apabila Pegawai yang menanggung telah meninggal dunia, maka pensiunan dapat dialihkan kepada
pegawai yang tertanggung.
c. Apabila si penanggung telah pensiun, tidak dapat dialihkan kepada yang tertanggung yang belum pensiun.
Pasal 174
Pemberhentian Pegawai
1. Permintaan sendiri.
2. Kena pengembalaan khusus.
3. Tidak setia melakukan tugas pelayanan.
4. Tidak mematuhi ketentuan yang berlaku dalam GBKP.
Pasal 175
Pegawai yang Meninggal Dunia.
1. Jika seorang Pegawai meninggal dunia sebelum pensiun diberikan bantuan duka sebanyak tiga (3) kali gaji
terakhir.
2. Jika seorang pegawai pensiun meninggal dunia maka kepada keluarganya diberikan bantuan duka sebanyak
tiga (3) kali gaji terakhir.
Pasal 176
Pembayaran Gaji Pensiun
1. Bagi Pegawai dengan Masa Kerja dua puluh lima (25) tahun atau lebih dibayarkan tujuh puluh persen (70%)
dari Gaji terakhir.
2. Bagi Pegawai yang masa kerjanya kurang dari dua puluh lima (25) tahun diberikan pensiunan sebesar enam
puluh persen (60%) dari gaji terakhir.
3. Bagi duda/janda pegawai yang masa kerjanya dua puluh lima (25) tahun atau lebih diberikan enam puluh
persen (60%) dari gaji terakhir.
4. Bagi duda/janda pegawai yang masa kerjanya kurang dua puluh lima (25) tahun diberikan lima puluh persen
(50%) dari gaji terakhir.
5. Bila seorang duda/janda yang meninggal dunia dan telah mempunyai masa kerja dua puluh lima (25) tahun
atau lebih, maka anak yang belum pernah kawin, tidak mempunyai mata pencaharian apapun, belum berusia
dua puluh satu (21) tahun dan jika masih sekolah sampai usia dua puluh lima (25) tahun, berhak mendapat
pensiun enam puluh persen (60%) dari nilai manfaat pensiun terakhir.
6. Bila seorang duda/janda yang meninggal dunia dan telah mempunyai masa kerja kurang dari dua puluh lima
(25) tahun, maka anak yang belum pernah kawin, tidak mempunyai mata pencaharian apapun belum berusia
dua puluh satu (21) tahun dan jika masih sekolah sampai usia dua puluh lima (25) tahun berhak mendapat
pensiun lima puluh persen (50%) dari nilai manfaat pensiun terakhir yang bersangkutan.
Pasal 177
Pemberhentian Pembayaran Pensiun
1. Hak pensiun berakhir pada bulan terakhir penerima pensiun meninggal dunia.
2. Penerima pensiun duda/janda pegawai apabila kawin lagi maka hak pensiunnya berakhir.
3. Anak pegawai penerima pensiun berakhir setelah menikah atau sudah bekerja atau berusia dua puluh satu
(21) tahun atau berusia dua puluh lima (25) tahun bagi yang masih sekolah.
BAB XLII
PENATAAN HARTA MILIK GBKP
Pasal 178
Sumber Harta Milik
Pasal 179
Sumber Keuangan PJJ
Pasal 180
Sumber Keuangan Perminggun
Pasal 181
Sumber Keuangan Perpulungen (Bakal Jemaat)
1. Tiga puluh persen (30%) dari :
a. Persembahan dalam semua ibadah/kebaktian GBKP
b. Persembahan hari-hari khusus GBKP seperti :
- Pesta panen (kerja rani)
- Hari raya gerejawi: Jumat Agung, Paskah, Pentakosta, dan lain-lain
c. Persembahan dalam pelaksanaan sakramen dan pentahbisan serta pemberkatan perkawinan serta
kebaktian lainnya yang diatur GBKP.
d. Persembahan PJJ.
2. Dua puluh persen (20%) dari: a. Persembahan persepuluhan atau bulanan.
b. Persembahan syukur.
3. Sepuluh persen (10%) dari persembahan kebaktian pekan-pekan (penatalayanan, keluarga, dan doa)
4. Sepuluh persen (10%) dari persembahan PA persekutuan kategorial.
5. Jasa bank.
6. Saldo kepanitiaan
7. Usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja GBKP.
Pasal 182
Sumber Keuangan Runggun
Pasal 183
Sumber Keuangan Klasis
Pasal 184
Sumber Keuangan Sinode
Pasal 185
Sumber Dana Titipan
1. Seratus persen (100%) dari persembahan, bantuan, sumbangan dari jemaat, gereja, lembaga Kristen,
pemerintah maupun swasta di dalam dan di luar negeri yang ditujukan kepada :
a. Unit-unit pelayanan.
b. Majelis Runggun.
c. Majelis Klasis.
2. Penggunaan dana titipan akan dibahas dalam SMS atau SKMS, berdasarkan proposal yang diajukan oleh yang
bersangkutan.
Pasal 186
Sumber Keuangan Unit-Unit Pelayanan
Sumber keuangan unit-unit pelayanan adalah dari usaha-usaha yang dilakukan oleh unit-unit pelayanan
sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja dan hukum yang berlaku.
Pasal 187
Penggunaan Harta milik
Penggunaan keuangan dan harta milik GBKP adalah untuk kesaksian, persekutuan dan pelayanan gereja demi
kemuliaan nama Allah.
Pasal 188
Penggunaan Harta Milik PJJ
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan Iman dan kebaktian padang.
c. Biaya kursus atau rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
e. Seni dan budaya.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang atau rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan pada perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk pelayan khusus dan warga.
b. Biaya kursus dan rapat tentang pelayanan.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Bantuan sosial kemasyarakatan.
f. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, yayasan pendidikan, dan lain-lain).
Pasal 189
Penggunaan Harta Milik Perminggun
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan Iman dan kebaktian padang.
c. Biaya kursus atau rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
f. Bantuan pembangunan gereja, gedung KAKR atau rumah pastori.
g. Pengembangan seni dan kebudayaan.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang atau rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk warga.
b. Biaya kursus dan rapat.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Bantuan sosial kemasyarakatan.
f. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, yayasan pendidikan dan lain-lain).
4. Kegiatan penunjang pelayanan:
a. Biaya pemasangan atau pembayaran rekening listrik, air, dan telepon.
b. Biaya perjalanan dan penginapan.
c. Pemeliharaan alat-alat dan kendaraan.
d. Biaya litigasi dan pensertifikatan tanah atau bangunan.
e. Pembangunan perumahan.
f. Pengadaan inventaris.
g. Administrasi dan petugas administrasi.
h. Tunjangan pelayan khusus penuh waktu.
Pasal 190
Penggunaan Harta Milik Perpulungen
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan Iman dan kebaktian padang.
c. Biaya kursus atau rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
h. Bantuan pembangunan gereja, gedung KAKR atau rumah pastori.
i. Pengembangan seni dan kebudayaan.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang atau rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk warga.
b. Biaya kursus dan rapat.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Bantuan sosial kemasyarakatan.
f. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, yayasan pendidikan dan lain-lain).
4. Kegiatan penunjang pelayanan:
a. Biaya pemasangan atau pembayaran rekening listrik, air, dan telepon.
b. Biaya perjalanan dan penginapan.
c. Pemeliharaan alat-alat dan kendaraan.
d. Biaya litigasi dan pensertifikatan tanah atau bangunan.
e. Pembangunan perumahan.
f. Pengadaan inventaris.
g. Administrasi dan petugas administrasi.
h. Tunjangan pelayan khusus penuh waktu.
Pasal 191
Penggunaan Harta Milik Majelis Runggun
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan Iman dan kebaktian padang.
c. Biaya kursus dan rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
e. Bantuan pembangunan gereja, gedung KAKR atau rumah pastori.
f. Pengembangan seni dan kebudayaan.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang dan rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk warga.
b. Biaya kursus dan rapat.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Pengembangan perpustakaan.
f. Bantuan sosial kemasyarakatan.
g. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, yayasan pendidikan dan lain-lain).
4. Kegiatan penunjang pelayanan:
a. Biaya pemasangan dan pembayaran rekening listrik, air, dan telepon.
b. Biaya perjalanan dan penginapan.
c. Pemeliharaan alat-alat dan kendaraan.
d. Biaya litigasi dan pensertifikatan tanah .
e. Pembangunan perumahan.
f. Pengadaan inventaris.
g. Tunjangan pelayan khusus penuh waktu.
h. Representatif BP Majelis Runggun.
i. Administrasi dan pegawai administrasi.
j. Kebersihan ruangan dan halaman gereja.
Pasal 192
Penggunaan Harta Milik Klasis
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan iman.
c. Biaya kursus dan rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
e. Bantuan pembangunan gereja, gedung KAKR dan rumah pastori.
f. Pengembangan seni dan kebudayaan.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang dan rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk pelayan khusus.
b. Biaya kursus dan rapat.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Pengembangan perpustakaan, museum, dan kebudayaan.
f. Bantuan sosial kemasyarakatan.
g. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, dan lain-lain).
h. Bantuan untuk biro di lingkungan Moderamen
4. Kegiatan penunjang pelayanan:
a. Biaya pendeta
- Gaji, tunjangan keluarga, dan beras pendeta yang ada di Klasis.
- Biaya pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
b. Biaya pemasangan dan pembayaran rekening listrik, air dan telepon.
c. Biaya perjalanan dan penginapan.
d. Pembangunan perumahan.
e. Pemeliharaan alat-alat, perumahan, kantor, dan kenderaan.
f. Biaya litigasi dan pensertifikatan tanah .
g. Pengadaan inventaris.
h. Biaya cetakan dan brosur GBKP.
i. Tunjangan pelayanan.
j. Tunjangan jabatan struktural
k. Representasi dan transport BP Majelis Klasis.
l. Tunjangan hari Natal dan tahun baru sebesar 1 bulan gaji.
Pasal 193
Penggunaan Harta Milik Sinode
1. Kegiatan kesaksian:
a. Biaya pekabaran Injil.
b. Biaya evangelisasi/kebangunan iman.
c. Biaya kursus dan rapat.
d. Biaya kegiatan dan pembinaan di daerah PI.
e. Bantuan pembangunan gereja dan rumah pastori.
f. Tunjangan pelayan khusus penuh waktu di daerah terpencil.
2. Kegiatan persekutuan:
a. Biaya pembinaan warga gereja.
b. Biaya sidang dan rapat.
c. Bantuan kepada unit-unit pelayanan.
d. Bantuan perayaan-perayaan gerejawi.
e. Biaya kegiatan oikumene.
3. Kegiatan pelayanan:
a. Bantuan kemalangan untuk pelayan khusus.
b. Biaya kursus dan rapat.
c. Biaya pengembangan sumber daya manusia.
d. Pengembangan swadaya masyarakat.
e. Pengembangan perpustakaan, museum, dan kebudayaan.
f. Bantuan sosial kemasyarakatan.
g. Bantuan pelayanan bagi orang/pihak yang membutuhkan (Alpha Omega, PAK Gelora Kasih, PPOS,
yayasan kesehatan, yayasan pendidikan dan lain-lain).
h. Bantuan untuk biro di lingkungan Moderamen.
4. Kegiatan penunjang pelayanan:
a. Biaya pendeta
- Gaji, tunjangan keluarga dan beras pendeta yang ada di Moderamen.
- Pembayaran gaji pensiunan.
- Biaya pengobatan/premi asuransi.
- Pembayaran iuran pensiun PGI.
- Bantuan MPP 3 (tiga) tahun gaji.
- Bantuan cuti 5 (lima) tahun sebesar 1 bulan gaji.
b. Biaya honorarium pegawai lepas.
c. Penunjang operasional pelayanan.
d. Biaya pemasangan dan pembayaran, rekening listrik, air, dan telepon.
e. Biaya perjalanan dan penginapan.
f. Biaya pindah dan penempatan baru.
g. Pemeliharaan alat-alat, perumahan, kantor dan kenderaan.
h. Biaya litigasi dan pensertifikatan tanah .
i. Pembangunan perumahan.
j. Pengadaan inventaris.
k. Biaya cetakan dan brosur GBKP.
l. Tunjangan jabatan structural.
m. Representasi dan transport Moderamen.
n. Tunjangan hari Natal dan tahun baru sebesar 1 bulan gaji.
o. Biaya pengarsipan.
Pasal 194
Penggunaan Harta Milik Unit-Unit Pelayanan
1. Penggunaan keuangan unit-unit pelayanan disusun pada musyawarah di wilayah pelayanannya masing-
masing.
2. Badan pengurus unit-unit pelayanan bersama-sama BP Majelis di wilayah pelayanannya bersidang guna
menyusun dan mengesahkan Rapen/Rabel dengan ketentuan untuk wilayah pelayanan sinodal melalui SMS
atau SKMS, untuk wilayah pelayanan Klasis melalui SMK, dan untuk wilayah pelayanan Majelis Runggun
melalui SMR.
Pasal 195
Pengelolaan Keuangan
Pasal 196
Anggaran
1. Anggaran pada hakikatnya adalah program pelayanan yang dinyatakan dengan uang.
2. Sebelum berakhir tahun anggaran selambat-lambatnya bulan September seluruh PJJ, Perminggun,
Perpulungen, Majelis Runggun, Klasis, Moderamen, dan unit-unit pelayanan GBKP menyusun Anggaran
Pendapatan dan Anggaran Belanja untuk tahun berikutnya.
Pasal 197
Penyimpanan Uang
1. Uang GBKP disimpan di bank di dalam rekening GBKP di seluruh wilayah pelayanannya (kecuali tidak ada
bank di wilayah pelayanannya).
2. Uang yang ada di rekening bank yang tidak segera dipergunakan didepositokan atas keputusan Majelis
melalui persidangan gerejawi menurut wilayah pelayanannya.
3. Jumlah uang kontan dalam kas bendahara ditentukan oleh keputusan Majelis melalui persidangan gerejawi
menurut wilayah pelayanannya.
4. Semua surat-surat berharga (cek, deposito, giro, wesel) disimpan dan dipelihara oleh bendahara menurut
wilayah pelayanannya.
5. Penandatanganan surat-surat berharga keuangan (cek, deposito, giro, wesel) dilakukan oleh ketua bersama-
sama dengan bendahara menurut wilayah pelayanannya.
Pasal 198
Pengadaan dan Penyimpanan Surat-Surat Berharga Serta Harta Milik
1. Seluruh harta milik GBKP berasal dari berkat yang diberikan Tuhan melalui pemberian/hibah dari lembaga
lain, negara, ataupun dari pribadi, dan/atau dengan cara membeli serta dibuat akte resmi.
2. Surat-surat berharga (sertifikat kepemilikan benda tidak bergerak) disimpan Moderamen di tempat yang
aman, fotocopynya disimpan di lingkungan di mana harta milik itu berada.
3. Surat-surat berharga benda bergerak disimpan oleh bendahara di wilayah pelayanan di mana benda itu
berada.
Pasal 199
Pengalihan Harta Milik
1. Setiap pengalihan harta milik GBKP harus dengan persetujuanuni Moderamen dan diputuskan oleh Majelis
melalui persidangan gerejawi menurut wilayah pelayanannya.
2. Hasil keputusan harus disampaikan ke wilayah pelayanan yang lebih luas.
3. Pengalihan barang yang tidak bergerak hanya dapat dilakukan oleh Moderamen.
Pasal 200
Pertanggungjawaban Keuangan dan Harta Milik
1. Bendahara di tiap wilayah pelayanannya harus membuat laporan pertanggungjawaban keuangan yang
dikelolanya.
2. Laporan pertanggungjawaban diperiksa oleh Tim Verifikasi Perpulungen dan Runggun setiap tahun, untuk
Klasis satu (1) kali dalam enam (6) bulan, dan untuk Moderamen serta unit-unit pelayanan sekali setiap
tahun.
3. Hasil pemeriksaan Tim Verifikasi disampaikan kepada Majelis melalui persidangan gerejawi menurut wilayah
pelayanannya.
Pasal 201
Pengawasan Keuangan dan Harta Milik
1. Ketua dan bendahara tiap-tiap wilayah dan KPP serta tim khusus bertugas mengawasi keuangan dan harta
milik serta bukti-bukti kepemilikannya.
2. Ketua dan bendahara Moderamen bertanggungjawab mengadakan pengawasan keuangan secara intern
kepada unit-unit pelayanan dan BP Majelis Klasis.
3. Ketua dan bendahara Klasis mengadakan pengawasan keuangan secara intern kepada unit-unit pelayanan
Majelis Runggun dalam wilayah pelayanannya.
4. Ketua dan bendahara Majelis Runggun mengadakan pengawasan secara intern kepada seksi-seksi dalam
Majelis Runggun, unit-unit pelayanan, PJJ, Perminggun, dan Perpulungen di dalam wilayah pelayanannya.
5. Di dalam melaksanakan kegiatan pengawasaan keuangan Moderamen dibantu oleh KPP GBKP yang diangkat
oleh Moderamen sebanyak 5 (lima) orang. Disamping melaksanakan pengawasan tersebut KPP GBKP juga
bertanggung jawab melakukan pengawasan keuangan Moderamen.
6. Tugas KPP GBKP adalah :
a. Mengadakan pengawasan rutin secara langsung maupun tidak langsung atas harta milik GBKP yang
bergerak dan tidak bergerak.
b. Membuat pedoman pembukuan yang baik dan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi bendahara di
wilayah pelayanannya.
c. Memberikan laporan tertulis dan penjelasan lisan dalam persidangan Sinode dan persidangan lainnya yang
dianggap perlu.
7. Tugas Tim khusus adalah :
a. Meneliti keabsahan bukti-bukti kepemilikan harta milik GBKP dari segi hukumnya.
b. Membuat pedoman tertulis bentuk pengamanan harta milik GBKP
c. Memberikan laporan tertulis dan penjelasan lisan.
Pasal 202
Tim Verifikasi
1. Tugas Tim Verifikasi untuk memeriksa keuangan dan pengelolaan harta milik PJJ, Perminggun, Perpulungen,
Runggun, Klasis, Sinode, dan unit-unit pelayanan menurut wilayah pelayanannya.
2. Tim Verifikasi Moderamen sebanyak 5 (lima) orang dari 5 Klasis secara bergiliran yang ditetapkan oleh
Majelis Sinode, yang masa kerjanya sampai SMS berikutnya.
3. Tim Verifikasi Klasis sebanyak 3 (tiga) orang dari 3 Majelis Runggun secara bergiliran jangka waktu 1 (satu)
tahun diangkat oleh Majelis Klasis dalam SMK.
4. Tim Verifikasi Majelis Runggun diangkat dalam SMR terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, dipilih dari warga
gereja untuk pemeriksaan keuangan 1 tahun.
5. Yang menjadi Anggota Tim Verifikasi disemua wilayah pelayanan harus mempunyai pengetahuan tentang
tatalaksana perbendaharaan dan pemeriksaan keuangan.
6. Tugasnya untuk memeriksa pembukuan dan pengunaan keuangan dan harta milik sesuai dengan aturan
perbendaharaan.
7. Temuan Tim Verifikasi di semua wilayah pelayanan supaya diklarifikasi dan dibicarakan dengan yang
bersangkutan kemudian dicari jalan keluarnya untuk perbaikan selanjutnya.
8. Apabila jalan keluar untuk perbaikan tidak tercapai maka Tim Verifikasi berwewenang melaporkannya ke
persidangan gerejawi di wilayah pelayanannya.
9. Hasil Tim Verifikasi berikut saran-saran disampaikan dalam persidangan gerejawi masing-masing, yang pada
lingkup sinodal diadakan setiap tahun yaitu pada SKMS/SMS terdekat.
10. Tim Verifikasi yang telah ditetapkan membuat pedoman cara bekerja secara tertulis sesuai dengan kode etik
keuangan yang dimusyawarahkan dengan Moderamen.
Pasal 203
Serah Terima Keuangan dan Harta Milik
1. Serah terima dilaksanakan :
a. Bila masa jabatan berakhir.
b. Bila petugas bersangkutan berhenti.
c. Bila petugas meninggal dunia dilaksanakan di depan ahli waris.
2. Serah terima keuangan dibuat berita acaranya lengkap dengan harta milik, uang tunai, buku kas dan buku
bank.
3. Serah terima jabatan dalam kepengurusan keuangan dan harta milik dilaksanakan selambat-lambatnya 2
(dua) minggu setelah ditetapkan pejabat baru.
4. Serah terima keuangan dan harta milik harus dilengkapi dengan daftar hutang/ piutang dan daftar inventaris
barang bergerak dan tidak bergerak berikut dokumennya.
Pasal 204
Pengaturan Setoran Keuangan
1. Seluruh wilayah/unit pelayanan menggunakan formulir setoran yang sudah ditentukan Moderamen.
2. Penyetoran dari bendahara Perpulungen kepada bendahara Majelis Runggun selambat-lambatnya pada
tanggal 3 (tiga) setiap bulannya.
3. Penyetoran dari bendahara Majelis Runggun kepada bendahara Klasis selambat-lambatnya pada tanggal 7
(tujuh) setiap bulannya.
4. Penyetoran dari bendahara Klasis ke bendahara Moderamen selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulannya, penyetoran disertai dengan menyerahkan bukti pengeluaran dan pemasukan.
Pasal 205
Penyimpangan Ketentuan Keuangan dan Penyelesaiannya
1. a. Apabila jadwal penyetorannya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, BP wilayah pelayanan yang
lebih luas berkewajiban menegornya secara lisan.
b. Apabila berturut-turut 3 (tiga) periode penyetoran tidak disetor maka diberikan tegoran secara tertulis.
c. Apabila sudah diingatkan secara tertulis juga tidak diindahkan, kemudian dipanggil ke dalam sidang yang
dilaksanakan secara khusus untuk mengambil tindakan.
2. a. Apabila terbukti ada kesalahan atau kelalaian seseorang berdasarkan temuan hasil pemeriksaan,
dikenakan sanksi administrasi, berikut sanksi lainnya seperti :
- Mengganti segala kerugian yang ditimbulkannya.
- Penggembalaan khusus.
b. Apabila yang bersangkutan tidak membayar kerugian di atas maka BP Majelis di wilayah pelayanan yang
bersangkutan dapat mengajukannya ke prosedur hukum.
I. PENUTUP
BAB XLIII
PERUBAHAN DAN PERALIHAN
Pasal 206
Perubahan
1. Tata Laksana GBKP dapat diubah oleh Majelis Sinode dalam SMS berdasarkan usul dari:
a. Majelis Klasis, yang dapat berasal dari:
1) Warga Sidi melalui dan disetujui oleh Majelis Runggun dan Majelis Klasis.
2) Majelis Runggun melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis.
3) BPMR melalui dan disetujui oleh Majelis Runggun dan Majelis Klasis.
4) BPMK melalui dan disetujui oleh Majelis Klasis.
5) Majelis Klasis itu sendiri.
b. Moderamen.
2. Usul perubahan harus menjadi bahan dari dan dimasukkan ke dalam acara SMS melalui Moderamen.
Pasal 207
Peralihan
BAB XLIV
PENUTUP
Pasal 208
Penutup
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Laksana GBKP ditetapkan oleh Majelis Runggun, atau Majelis Klasis, atau
Majelis Sinode dalam persidangannya masing-masing, sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing, sejauh
tidak bertentangan dengan Tata Gereja GBKP.
LAMPIRAN I
DAFTAR SINGKATAN
LAMPIRAN I SINGKATAN
LAMPIRAN II KAMUS