Anda di halaman 1dari 46

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Hernia merupakan penyakit yang sering ditemukan di masyarakat.

Penyakit ini ditandai dengan adanya penonjolan isi perut melalui bagian

dinding perut yang lemah. Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae yang

berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah

(defek) pada dinding rongga itu. Dinding rongga yang lemah itu membentuk

suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di

daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus. 1

Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui

lubang abnormal. Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada

dan rongga perut. 2

Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga

dada melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab terjadinya

hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi

maupun trauma tumpul abdomen, baik pada anak-anak maupun orang

dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada

diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen.3

Pembagian Hernia diafragmatika :

a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan

b. Non-Traumatica terdiridari:

1) Kongenital

a. Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal

1
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma

b. Hernia Morgagni atau Para sternalis

Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum

2) Akuisita

Hernia Hiatus esophagus

Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi

pada sisi tubuh bagian kiri. 2

Pada hernia morgagni defek terjadi pada bagian retrosternal yaitu di

dekat xyphoid prosesus atau di bagian anterior dari diafragma. Terjadi sekitar

2% dari semua kasus hernia diafragmatik kongenital. Sebagian besar terjadi

pada sisi kanan tubuh. Kemudian pada hernia bochdalek defek terjadi pada

bagian dorsal atau di bagian posterior dari diafragma. Hernia bochdalek ini

adalah manifestasi paling umum dari hernia diafragmatik kongenital yang

mencapai 95% kasus. Dalam hal ini kelainan diafragma ditandai dengan

lubang di sudut postero-lateral dari diafragma dari bagian visera abdomen ke

dalam rongga dada. Mayoritas hernia bochdalek (80-85%) terjadi pada sisi

kiri diafragma, sebagian besar kasus sisanya terjadi pada sisi kanan dan

sebagian kecil yaitu bilateral, kiri dan sisi kanan. 4,5

Hernia hiatal yaitu herniasi yang terjadi dengan melewati

oesophagus hiatus, yang merupakan celah masuk esofagus ke rongga

abdomen. Hernia hiatal dapat dibagi menjadi dua yaitu hernia geser (sliding

hernia) yaitu berpindahnya cardia ke atas, dibagian posterior dari

mediastinum dan hernia paraesophageal (rolling hernia) yaitu pindahnya

2
fundus gaster ke atas dan yang ketiga adalah hernia kombinasi sliding yang

merupakan bentuk campuran dari rolling dan sliding. 4

Hernia traumatik yang juga merupakan bagian dari hernia diaframatik

disebabkan oleh adanya trauma benda tumpul atau tajam pada perut terutama

pada sisi kiri sebab pada sisi kanan perut terlindungi oleh hati.4

B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24

% pada sisi kanan, dan 15 % terjadi bilateral. hal ini terjadi karena adanya

hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat

struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Hernia diafragma kongenital

insidennya 1:2100 – 1:5000 kelahiran. Insiden yang tinggi pada bayi dan

anak-anak dengan gabungan kelainan yang lain yaitu 16-56%. Pada

Cromosom abnormal : 30%, di jantung : 13%, Pada kerusakan saraf : 28%,

Ginjal : 15%. 6,7

Hernia Bochdalek merupakan kelainan yang jarang terjadi. McCulley

adalah orang pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754.

Bochdalek pada tahun 1848 menggambarkan secara detail aspek embriologi

dari hernia ini. Tipe yang paling sering terjadi (80%) adalah defek

posterolateral atau hernia Bochdalek.2

Perbandingan insiden pada laki-laki dan perempuan sebesar 4: 1.

Ditemukan pada 1 diantara 2200 – 5000 dan 80 – 90 % terjadi pada sisi tubuh

bagian kiri. Hernia Bochdalek paling banyak dijumpai pada bayi dan anak-

anak. Pada dewasa sangat jarang (sekitar 10% dari semua kasus) dan sering

terjadi misdiagnosis dengan pleuritis atau tuberculosis paru-paru.2

3
C. ETIOLOGI

Penyabab pasti hernia masih belum diketahui. Hal ini sering

dihubungkan dengan penggunaan thalidomide, quinine, nitrofenide,

antiepileptik, ataudefisiensi vitamin A selama kehamilan. Pada neonatus

hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti

diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei,

septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot

dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan

pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan

pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi

lubanghernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan

menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Janin tumbuh di

uterus ibu sebelum lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur.

Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan.

Esofagus (saluran yang menghubungkan tenggorokan ke abdomen),

abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu.Pada hernia tipe

Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar atau usus mungkin

terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia

tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak

berkembang secara wajar. Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma

dan saluran pencernaan tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika

terjadi karena berbagai faktor, yang berarti “banyak faktor” baik faktor

genetik maupun lingkungan. 2

4
Pada Hernia kongenital gangguan difusi bagian sentral dan bagian

kostal diafragma di garis median mengakibatkan defek yang disebut foramen

Morgagni. Tempat ini dapat menjadi lokasi hernia retrosternal yang disebut

juga hernia parasternalis. Jika penutupan diafragma tidak terganggu, foramen

morgagni dilalui oleh a. Mammaria interna dengan cabangnya a.epigastrika

superior. Gangguan penutupan diafragma di sebelah posterolateral

meninggalkan foramen Bochdalek yang akan menjadi lokasi hernia

pleuroperitoneal. 8

Ruptur diafragma traumatik dapat terjadi karena cedera tajam atau

cedera tumpul. Hernia karena trauma tumpul kebanyakan terjadi di bagian

tendineus kiri karena di sebelah kanan dilindungi oleh hati. Visera seperti

lambung dapat masuk ke dalam toraks segera setelah trauma atau berangsur-

angsur dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun. 8

Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada

abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen., baik pada

anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa

cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat

trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling

seering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi

penigkatan tekanan intraabdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture

pada otot-otot diafragma.2

Tekanan dalam perut yang meningkat dapat disebabkan oleh batuk

yang kronik, susah buang air besar, adanya pembesaran prostat pada pria,

serta orang yang sering mengangkut barang-barang berat. Penyakit hernia

5
akan meningkat sesuai dengan penambahan umur. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya

penyakit yang menyebabkan tekanan di dalam perut meningkat. 9

D. ANATOMI

Gambar 1. Diafragma

Gambar 2. Diafragma
Diafragma merupakan struktur muskulotendineus yang terletak antara

toraks dan abdomen dan berhubungan di sebelah dorsal dengan tulang

belakang L. I sampai dengan L.III di sebelah ventral dengan sternum bagian

kaudal dan di sebelah kiri dan kanan dengan lengkung iga. Diafragma

6
ditembus oleh beberapa struktur. Hiatus aorta yang terletak di sebelah dorsal

setinggi Th.XII dilalui aorta, duktus torasikus dan v.azigos. hiatus esofagu

yang terletak di ventral hiatus aorta setinggi Th.X dilalui oleh esofagus dan

kedua nervus vagus. Hiatus v.kava inferior dan cabang kecil n.frenikus.

Diafragma mendapat darah melalui kedua a.frenika dan a.interkostalis disertai

cabang terminal a.mammaria interna. Otot diafragma disarafi oleh n.frenikus

yang berasal dari C.2-5. Pada jejas lintang sumsung tulang belakang tingkat

servikotorakal, otot pernapasan intercostal turut lumpuh. Akan tetapi,

umumnya diafragma sanggup untuk menjaminkan ventilasi secara memadai.


8, 11

N.frenikus dapat terganggu sepanjang perjalanannya oleh trauma,

tumor, atau proses radang yang mengakibatkan kelumpuhan diafragma

ipsilateral yang pada Foto Rontgen memberi tanda diafragma letak tinggi. Di

dalam praktek ventilasi paru tidak terganggu. 8

Kejadian hernia diafragmatika traumatika kiri 9 kali lebih banyak

dibanding hernia diafragmatika kanan, hal ini terjadi karena adanya hepar di

sebelah kanan. Diafragma dibentuk oleh jaringan muskulofibrous terbentuk

kubah yang memisahkan thorak dan abdomen. Pada sisi thorak, diliputi oleh

pleura parietalis, pada sisi abdomen diliputi oleh peritonium. 12

Secara embriologik pembentukan diafragma mulai usia 3 minggu

kehamilan dan menjadi lengkap pada usia 8 minggu kehamilan, gangguan

dalam pembentukan diafragma pada khususnya pada pleuroperitoneal folds

dan muscular migration menyebabkan defek diafragma kongenital. 12

7
Otot diafragma berawal dari kosta ke 6 bagian bawah pada kedua sisi,

dari posterior prosesus xipoideus dan dari external dan internal ligamentum

arcuatus. Ada 3 struktur yang melewati diafragma yaitu: aorta, esophagus dan

vena cava. Aorta melintasi diafrgama pada level TI2, Eshopagus pada level

TI0, Vena cava pada level T8-9. Arteri untuk diafragma berasal dari

a.phrenikus kanan dan kiri, a.intercostalis dan a.musculophrenic yang

merupakan cabang dari a. thorakalis interna. Persarafan berasal dari nervus

phrenikus yang berasal dari ramus Cervikalis 3,4,5. 12

E. PATOFISIOLOGI

Hernia diafragmatik dapat terjadi karena abnormalitas kongenital dan

traumatik. Berdasarkan lokasi abnormalitasnya, hernia diafragmatik

kongenital dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu hernia morgagni dan

hernia Bochdalek. Pada hernia morgagni defek terjadi pada bagian

retrosternal yaitu di dekat xyphoid prosesus atau di bagian anterior dari

diafragma. Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma

dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum

dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada.

Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti

diafragma, gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti

pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang

hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan

diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi. Para ahli belum seluruhnya

8
mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia diafragmatika, antara

faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua. 2

Hernia hiatus yaitu sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada

melalui hiatus esofagus diafragma. Terdapat 2 jenis hernia hiatus yang sangat

berbeda, bentuk yang paling sering adalah hernia hiatus direk (sliding)

dengan perbatasan lambung-esofagus yang bergeser dalam rongga thoraks,

terutama penderita dalam keadaan posisi berbaring. Kompentensi sfingter

esofagus bagian bawah dapat rusak dan menyebabkan terjadinya esofangitis

refluks. Kelainan ini sering bersifat asimtomatik dan di temukan secara

kebetulan sewaktu pemeriksaan untuk mencari penyebab terjadinya berbagai

gangguan epigastrium, atau pemeriksaan rutin pada radiografi saluran

gastrointestinal. 13

Pada hernia hiatus paraesofageal (rolling hernia), bagian fundus

lambung menggulung melewati hiatus, dan perbatasan gastro-esofagus tetap

berada di bawah diafragma. Tidak di jumpai adanya insufisiensi mekanisme

sfingter esofagus bagian bawah, dan akibatnya tidak terjadi asofangitis

refluks. Penyulit pertama hernia para-esofageal adalah stranggulasi. 13

Gambar 3. Hernia Paraesophageal

9
Gambar 4. Hiatal Hernia

Pada hernia diafragmatika traumatika, banyak kasus yang mengenai

diafragma kiri adalah akibat dari efek buttressing dari liver. Organ abdomen

yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus,

kolon, lien, hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata

dari usus yang mengalami herniasi ke rongga thorax ini. Hernia diafragmatika

akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru

dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. 12

10
Sekitar 80-90% ruptur diafragma terjadi akibat kecelakaan sepeda

motor. Mekanisme terjadi ruptur berhubungan dengan perbedaan tekanan

yang timbul antara rongga pleura dan rongga peritonium. Trauma dari sisi

lateral menyebabkan diafragma 3 kali lebih sering dibandingkan trauma dari

sisi lainnya oleh karena langsung dapat menyebabkan robekan diafragma

pada sisi ipsilateral. Trauma dari arah depan menyebabkan peningkatan tekan

intra abdomen yang mendadak sehingga menyebabkan robekan radier yang

panjang pada sisi posterolateral yang secara embriologis merupakan bagian

terlemah. 12

75 % ruptur diafragma terjadi di sisi kiri, dan pada beberapa kasus

terjadi pada sisi kanan yang biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat dan

biasanya menyebabkan gangguan hemodinamik, hal ini disebabkan oleh

karena letak hepar disebelah kanan yang sekaligus menjadi suatu proteksi.

Pada trauma kendaraan bermotor arah trauma menentukan lokasi injury di

Kanada dan Amerika Serikat biasanya yang terkena adalah sisi kiri khususnya

pada pasien yang menyetir mobil, sedangkan pada penumpang biasanya yang

terkena sisi kanan. 12

Pada trauma tumpul biasanya menyebabkan robekan radier pada

mediastinum dengan ukuran 5-I5 cm, paling sering pada sisi posterolateral,

sebaliknya trauma tembus menyebabkan robekan linier yang kecil dengan

ukuran kurang dari 2 cm dan bertahun-tahun kemudian menimbulkan

pelebaran robekan dan terjadi herniasi. 12

Berikut ini meknisme terjadinya ruptur diafragma: (I) robekan dari

membran yang mengalami tarikan (stretching), (2) avulasi diafragma dari

11
titik insersinya, (3) tekanan mendadak pada organ viscera yang diteruskan ke

diafragma. 12

F. DIAGNOSIS

I. Gambaran Klinis

Secara klinis hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan

kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya

mediastinum ke arah kontralateral. Pemeriksaan fisik didapatikan

gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang,

suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengar bising usus pada

hemitoraks yang mengalami trauma. Walaupun hernia morgagni

merupakan kelainan kongenital, hernia ini jarang bergejala sebelum usia

dewasa. Sebaliknya hernia Bockdalek menyebabkan gangguan nafas

segera setelah lahir sehingga memerlukan pembedahan darurat. Anak

sesak terutama kalau tidur datar, dada tampak menonjol, tetapi gerakan

nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkkan gambaran scapoid.

Pulsasi apek jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di

hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan diberi oksigen, maka

sianosis akan berkurang. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa

menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada

sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan

menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk

massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan

terjadilah sindroma gawat pernafasan. 3

Keluhan yang sering diajukan ialah:

12
- Nyeri epigastrium. Perasaan nyeri tersebut kadang-kadang menjalar

ke punggung, diantara dua scapula. Rasa nyeri dapat terjadi setelah

makan dan tempatnya yang sering terjadi pada retrosternal atau

epigastrium.

- Timbul regurgitasi, terutama pada dinding hernia lebih sering terjadi.

Mual dan muntah, bahkan kadang-kadang sampai timbul perdarahan.

Sering penderita merasa puas bila setelah muntah.

- Kemudian ada seperti perasaan tertekan di mediastinal (mediastinal

pressure), yang mungkin menyebabkan bertambahnya dyspnoe,

palpitasi atau batuk-batuk, adanya iritasi diafragma, yang mungkin

menyebabkan spasme. 14

Pada hernia diafragma traumatika gambaran klinis yang sering

muncul seperti tergantung dari mekanisme injuri (trauma tumpul/trauma

tajam) dan adannya trauma penyerta di tempat lain. Pada beberapa kasus

keterlambatan dalam mendiagnosis ruptur diafragma disebabkan oleh

tidak adanya gejala atau keluhan yang muncul pada saat trauma seperti

herniasi atau prolap organ intra abdominal ke rongga thorak meskipun

telah terjadi ruptur diafragma. 12

Beberapa pasien timbul gejala-gejala yang disebabkan herniasi

organ intra abdomen sehingga terjadi obstruksi, strangulasi atau

perforasi. Gejala dan tanda awal yang dapat ditemukan (I) distress napas,

(2) menurunnya suara napas pada sisi yang terkena, (3) ditemukannya

suara usus di dinding dada, (4) gerakan paradoksal saat bernapas, (5)

13
kemungkinan timbulnya nyeri pada abdomen yang tidak khas, (6)

terabanya organ intra abdomen melalui lubang chest tube. 12

Ruptur diafragma jarang merupakan trauma tunggal biasanya

disertai trauma lain, trauma thorak dan abdomen, dibawah ini merupakan

organ-organ yang paling sering terkena bersamaan dengan ruptur

diafragma: (I) fraktur pelvis 40%, (2) ruptur lien 25%, (3) ruptur hepar,

(4) ruptur aorta pars thorakalis 5-I0%. Pada suatu penelitian retrospektif

hubungan yang unik antara kejadian ruptur diafragma dan ruptur aorta

thorakalis. 1,8% pasien dengan trauma abdomen terjadi ruptur diafragma,

1,1% terjadi ruptur aorta thorakalis dan 10,1% terjadi keduanya.

Beberapa ahli membagi ruptur diafragma berdasarkan waktu

mendiagnosisnya menjadi:

 Early diagnosis

 Diagnosis biasanya tidak tampak jelas dan hampir 50% pasien

ruptur diafragma tidak terdiagnosis dalam 24 jam pertama

 Gejala yang muncul biasanya adanya tanda gangguan

pernapasan

 Pemeriksaan fisik yang mendukung: adanya suara bising usus di

dinding thorak dan perkusi yang redup di dinding thorak yang

terkena.

 Delayed diagnosis

 Bila tidak terdiagnosis dalam 4 jam pertama, biasanya akan

terdiagnosa akan muncul beberapa bulan bahkan tahun

kemudian. 11

14
Grimes membanginya dalam 3 fase, yaitu:

1. Fase akut, sesaat setelah trauma

2. Fase laten, tidak terdiagnosis pada awal trauma biasanya

asimptomatik namun setelah sekian lama baru muncul herniasi dan

segala komplikasinya

3. Fase obstruktif, ditandai dengan viseral herniasi, obstruksi,

strangulasi bahkan ruptur gaster atau kolon. Bila herniasi

menimbulkan gejala kompresi paru yang nyata dapat menyebabkan

tension pneumothorak, kardiak tamponade. 12

II. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah dilakukan

pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan foto thorax. Sekitar 23 -73 %

rupture diafragma karena trauma dapat dideteksi dengan pemeriksaan

radiologi thoraks. Foto thoraks sangat sensitive dalam mendeteksi adanya

hernia diafragma kiri. Adanya rupture diafragma akibat trauma bila

dilihat dari foto thoraks dapat ditemukan gambaran abnormal seperti

adanya isi abdomen pada rongga thoraks, terlihat selang NGT di dalam

rongga thoraks, peninggian hemidiafragma (kiri lebih tinggi dari pada

kanan), dan batas diafragma yang tidak jelas. 12, 15

Pada pemeriksaan foto thorax terlihat hemithorax yang kecil, ada

gambaran opak yang terlihat luas mulai dari daerah perut sampai ke

hemithorax. Hal ini bisa saja terjadi secara homogen atau bisa juga

terdapat daerah yang lusen oleh karena adanya usus. Daerah yang terlihat

opak dapat menempati seluruh paru-paru. Efusi pleura dan atelektasis

15
juga dapat terlihat. CT-Scan dan MRI sangat membantu dalam melihat

ukuran dan lokasi hernia ini. 16

Pemeriksaan CT – Scan yang konvensional memiliki nilai

sensitivitas 14-82% dengan spesifisitas 87%, pada Helical CT, senstifitas

meningkat 71 -100%, tanda ruptur diafragma pada CT- Scan yaitu: (1)

gambaran langsung adanya defect, (2) gambaran diafragma secara

segmental tidak terlihat, (3) herniasi organ viscera ke intra thorak, (4)

collar sign, berkaitan dengan konstriksi lengkung usus yang mengalami

herniasi. 12

Pemeriksaan dengan USG FAST (focused assessment with

sonography for trauma) dapat dilakukan selain mengevaluai setiap

keempat kuadran dapat juga menilai pergerakan dari diafragma, pada

kasus ruptur diafragma terjadi penurunan gerakan diafragma, namun

teknik ini tidak berlaku pada pasien yang mengalami mekanikal ventilasi

oleh karena adanya tekanan positif. USG dapat juga berguna untuk

diagnosis. Pada beberapa kasus ruptur diafragma kanan di mana terdapat

pengumpulan cairan pada rongga pleura, USG dapat memperlihatkan

gambaran pinggiran bebas dari tepi diafragma yang robek sebagai flap

dalam cairan pleura ataupun herniasi hepar ke dalam rongga toraks. 12

MRI dapat digunakan oleh karena kemampuannya secara akurat

untuk memvisualisasi antomi diafragma. MRI digunakan untuk pasien

yang stabil dan untuk kasus yang late diagnosis. 12

Thoracoscopy dapat digunakan oleh karena kemampuannya secara

langsung memvisualisasikan gambaran diafragma, biasanya digunakan

16
pada kasus dengan pemeriksaan yang lain tidak terdeteksi jelas.

Torakoskopi merupakan suatu tindakan yang aman dan memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi untuk diagnosis ruptur

diafragma akibat trauma. Torakoskopi juga berguna untuk merencanakan

pembedahan dan memperbaiki ruptur diafragma itu sendiri. (Pemeriksaan

CT – Scan yang konvensional memiliki nilai sensitivitas 14-82% dengan

spesifisitas 87%, pada Helical CT, senstifitas meningkat 71 -100%, tanda

ruptur diafragma pada CT- Scan yaitu: (1) gambaran langsung adanya

defect, (2) gambaran diafragma secara segmental tidak terlihat, (3)

herniasi organ viscera ke intra thorak, (4) collar sign, berkaitan dengan

konstriksi lengkung usus yang mengalami herniasi. 12

Gambar 5. Foto Thorak Pasien Dengan Hernia Diafragmatika Kiri,


Tampak Gambaran Diafragma Kiri Tidak Terlihat.

17
Gambar 6. Foto CT- Scan Thorak Irisan Tranversal Tampak Herniasi
Dari Gaster Masuk Ke Kavum Thorak Sebelah Kiri.

Gambar 7. Foto CT Scan Thorak Irisan Koronal Tampak Herniasi Dari


Gaster Dan Omentum Masuk Ke Kavum Thorak Sebelah Kiri.

Gambar 8. Anteroposterior (AP) Dada Radiograf Dari Hernia Diafragma


Sisi Kanan Kongenital (CDH) Menunjukkan Pergeseran Mediastinum
Dan Kompresi Paru-Paru Yang Disebabkan Oleh Herniasi Dari Hati Dan
Usus Loop Ganda.

18
Hernia Morgagni pada radiografi dada rutin, biasanya muncul

sebagai massa bulat di sudut cardiophrenic tepat, berdekatan dengan

bagian anterior dinding dada. Evaluasi lebih lanjut dan diagnosis dapat

dilakukan dengan CT atau MRI. Gambar sagital dan koronal diformat

ulang sering membantu dalam menunjukkan cacat diafragma dan

mengidentifikasikan isi hernia. 18

Gambar 9. Hernia Morgagni

Gambar 10. Hernia Morgagni CT Scan Menunjukkan Hernia


Retrosternal Yang Mencakup Omentum Dan Usus Besar.

19
Hernia Bochdalek pada radiografi konvensional, hernia mungkin

muncul sebagai lesi paru-basa jaringan lunak-opacity dilihat pada gambar

posterior lateral. CT- Scan biasanya menunjukkan lemak di atas

diafragma dan sangat bermanfaat dalam mengungkapkan jebakan organ.


18

Gambar 11. Hernia Bochdalek

Gambar 12. CT Scan Hernia Bochdalek Menunjukkan Paraspinal


Posterior Lemak Yang Mengandung Lesi Yang Menggambarkan Cacat
Diafragma Dan Herniasi Lemak Tanpa Jebakan Organ.

20
Pada radiografi hernia hiatus esophagus muncul sebagai lesi

jaringan lunak-opacity posterior jantung hiatus esofagus dekat. CT

membantu memverifikasi migrasi perut cranially melalui hiatus. 18

Gambar 13. Hernia Hiatus Esophagus Terdapat Air Fluid Level.

Gambar 14. CT Scan Perut Menunjukkan Pelebaran Parah Dari Hiatus


Esofagus, Dengan Herniasi Sefalika Dari Isi Perut.

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding untuk hernia diafragmatik adalah pneumothorax

dan kista paru kongenital. Diagnosis ini dikukuhkan oleh sinar-X dada dan

abdomen yang menunjukkan adanya simpul usus terisi udara di dalam rongga

pleura. Pemeriksaan abdomen diperlukan untuk mengesampingkan adanya

21
pneumothorax dan kista paru kongenital yang memperlihatkan gambaran-

gambaran yang sama dan menunjukkan penampakan radiologis yang sama. 21

Pneumothorax

Pneumothorax umumnya terdapat udara yang terkumpul di daerah

perbatasan organ mediastinum seperti timus, aorta, arteri pulmonalis dan

jantung. Pada beberapa kasus, udara cenderung berada sepanjang pembuluh

darah besar dan jaringan lunak superior mediastinum dan leher. 21, 22

Gambaran radiologi pneumothorax pada umumnya berupa:

 Meningkatnya bayangan radiolusen dan avaskuler di daerah yang

terkena.

 Perdorongan mediastinum ke arah kontra lateral.

 Meningkatnya ketajaman batas mediastinum, adanya double contour

daerah diafragma. 21

Gambar 15. Pneumothorax.

Kista paru kongenital

Terbentuknya kista paru merupakan hiperinflasi udara ke dalam

parenkim paru melalui suatu celah berupa klep akibat suatu peradangan

22
kronis. Kista paru dapat pula disebabkan kelainan kongenital yang secara

radiologik tidak dapat dibedakan dengan kista paru didapat (akibat

peradangan). Gambaran radiologik memberi bayangan bulat berdinding tipis

dengan ukuran bervariasi. Bila kista paru lebih dari satu dan tersebar di kedua

paru dikenal sebagai paru polikistik. 21

Gambar 16. Kista Kongenital.


H. PENATALAKSANAAN

Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik

yang dengan teratur dihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya

anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingat bahwa biasanya

(70%) kasus ini disertai dengan hipospadia paru. Pembedahan elektif perlu

untuk mencegah penyulit. Tindakan darurat juga perlu jika dijumpai

insufisiensi jantung paru pada neonatus. Reposisi hernia dan penutupan defek

memberi hasil baik.

Tata Laksana Hernia Bochdalek

Konseling prenatal dilakukan segera setelah diagnosis dibuat

berdasarkan USG. Setelah melalui berbagai pemeriksaan tersebut, tim medis

harus menjelaskan segala kemungkinan pilihan tata laksana kepada orang tua

seperti terminasi kehamilan, meneruskan kehamilan dan melahirkan bayi

23
tersebut di pusat pelayanan medis yang memadai termasuk prognosis dari

kasus ini.

Tata laksana hernia Bochdalek yang optimal harus memperhatikan

berbagai hal yang terkait dengan kelainan bawaan ini.

1. Proses persalinan dan unit perawatan intensif Neonates Bayi harus

dilahirkan di pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah anak dan

perinatologi yang memadai. Secara umum sarana yang diperlukan

adalah intubasi endotrakeal dan pemakaian ventilator mekanik yang

disesuaikan dengan derajat keparahan herniasi organ abdomen,

(hindari pemakaian ventilasi dengan manual bag karena lambung dan

organ intestinal akan distensi oleh udara yang berakibat semakin

tertekannya paru dan organ-organ intratorakal), pemasangan pipa

nasogastrik untuk dekompresi, menghindari pemakaian tekanan

inspirasi yang tinggi.

2. Stabilisasi preoperative

Pada hernia diafragmatika terdapat paru yang hipoplastik, tidak

atelektasis vaskularisasi arteriolar yang abnormal dan hipertensi

pulmonal sehingga dipertimbangkan pembedahan ditunda atau

dipersiapkan dahulu. Umur rata-rata untuk melakukan pembedahan

adalah sekitar 72 jam.

3. Ventilasi mekanik konvensional

Pemberian ventilasi mekanik harus mempertimbangkan faktor-

faktor yang diketahui meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal

(hipoksia, asidosis, hipotensi dan hiperkarbia). Ventilasi dengan

24
inspirasi bertekanan rendah dipilih karena menurunkan kemungkinan

terjadinya pneumothorax kontralateral yang dapat meningkatkan

ketidakstabilan sistem kardiorespirasi dan dekompensasi. Jika dengan

ventilasi mekanik konvensional ini gagal maka dipakai strategi

ventilasi yang lain yaitu high-frequency oscillatory ventilation

(HFOV), gentle ventilation dan intratracheal pulmonary ventilation

(ITPV). Selain strategi ventilasi juga dibutuhkan terapi pendukung

untuk menunjang keberhasilan pembedahan dan memperbaiki

prognosis.

4. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)

Alat ECMO adalah perlengkapan paru buatan yang digunakan

untuk mengembangkan sisa jaringan paru agar oksigenasi tetap

adekuat selama pembedahan untuk mencegah gagal napas dan

hipoksia berat. ECMO meningkatkan keberhasilan hidup bayi dengan

hernia diafragmatika sebesar 42% pada era awal, menjadi sebesar 79%

pada era sekarang ini. Waktu yang tepat untuk memberikan ECMO

masih kotroversial.

25
Gambar 17. Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)

5. Pemberian surfaktan

Gagal nafas pada bayi dengan hernia diafragmatika dapat

berhubungan dengan perkembangan paru yang abnormal dan

defisiensi surfaktan. Studi postmortem menunjukkan adanya

penurunan ekskresi surfaktan apoprotein A (SP-A) yang lebih berat

pada sisi dengan hernia diafragmatika dibandingkan dengan sisi yang

lain. Hal ini menunjukan adanya penundaan pematangan fungsional

atau perkembangan dan sintesis SP-A. Analisis cairan amnion

mendukung kenyataan tersebut. Surfaktan sebaiknya diberikan segera

saat bayi menarik nafasnya untuk pertama kali.

6. Terapi antenatal

Pemberian glukokortikoid antenatal untuk memperbaiki

maturitas paru dan meningkatkan oksigenasi serta kemampuan paru.

26
7. Terapi pembedahan perinatal

Davis dkk. mengungkapkan bahwa pembedahan yang

dipersiapkan lebih dahulu diikuti dengan terapi ECMO memberikan

hasil yang lebih baik. Waktu yang tepat untuk melakukan pembedahan

belum diketahui dengan pasti, beberapa ahli menganjurkan

pembedahan dapat dilakukan 24 jam setelah bayi stabil, tetapi

penundaan sampai 7-10 hari dapat juga ditoleransi. Banyak ahli bedah

lebih menyukai operasi dikerjakan saat ekokardiografi menunjukkan

tekanan arteri pulmonalis stabil dalam 24-48 jam. Drainase dengan

chest tube diperlukan bila terdapat tension pneumothorax. Prinsip

pembedahan adalah mengembalikan organ abdomen pada tempatnya.

8. Transplantasi paru

Transplantasi paru adalah salah satu teknik pembedahan dalam

upaya mengurangi efek buruk distres pernapasan pada bayi dengan

hernia Bochdalek akibat hipoplasia paru berat yang gagal dengan

terapi suportif pernapasan, namun pengobatan ini masih memerlukan

penelitian lebih lanjut.

9. Perawatan pasca bedah

Perawatan pasca bedah meliputi perawatan jangka pendek

(segera setelah pembedahan) dan perawatan jangka panjang.

Perawatan jangka pendek: Perawatan pasca bedah jangka pendek

meliputi deteksi dan tata laksana komplikasi yang dapat terjadi setelah

pembedahan. Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa

27
perdarahan, distres pernapasan, hipotermia, produksi urin yang

menurun, infeksi dan obstruksi usus.

Pengawasan yang dilakukan saat pasien masih dirawat di rumah

sakit meliputi monitoring pernapasan, evaluasi neurologis, dan

masalah pemberian makanan. Perawatan jangka panjang: Perawatan

pasca bedah jangka panjang meliputi pemantauan tumbuh kembang

pasien. Pertumbuhan kasus dipantau karena risiko terjadi gagal

tumbuh besar akibat adanya penurunan asupan kalori sebagai akibat

penyakit paru kronis, gastroesophageal refluk dan feeding yang buruk

terutama pada pasien dengan defek neurologis yang berat.

Teknik Operasi

1. Posisi  Supine.

2. Lakukan irisan kocher atau subcostal kiri → perdalam sampai membuka

peritoneum.

3. Identifikai diafragma kemudian lakukan reposisi organ.

4. Jahitan ruptur/robekan diafragmanya mulai dari posisi antero lateral

sampai posteromedial sisi diafragma  sampai diafragma intak.

5. Luka operasi dijahit lapis demi lapis.

Tehnik Operasi Hernia Hiatal

1. Nissen fundoplication (posterior).

- Lakukan insisi abdominal (midline) atau insisi thorakal

- Gastroesophageal junction dikembalikan ke posisi intraabdominal.

28
- Lakukan putaran 360º dari cardiac gaster yang mengelilingi

esofagus intra abdominal.

- Hiatus di tutup

2. Hemi Nissen (posterior) putaran 180° = TOUPET.

3. Dor (anterior).

4. Belsey Mark IV.

- Dilakukan thorakotomi kiri pada ICS 5 atau 6 untuk disseksi bebas

dari esofagus distal.

- Bagian anterior dan lateral gaster diikatkan ke esofagus distal

dengan 2 jalur jahitan yang akhirnya direkatkan ke diafragma. Crus

diafragma di re-aproksimasi di posterior.

Indikasi Operasi

a. Esophagitis – refluks gastroesofageal

b. Abnormal PH monitoring pada periksaan monometrik

c. Kelainan pada foto upper GI

d. Adanya hernia paraesofageal dengan gejala mekanis

e. Esophageal stricture

f. Tindakan operatif pada Barrett’s esophagus

g. Kegagalan terapi medikal yang adekuat

h. Ruptur diafragma pada hernia traumatika

i. Insuffisiensi kardiorespirator progress 2

I. PROGNOSA

29
Prognosis dari hernia diafragma traumatika ini tergantung dari

kecepatan dalam mendiagnosis dan pemilihan terapi yang tepat. Prognosis

akan menjadi lebih buruk bila didapatkan tanda-tanda shock hemoragik pada

saat pasien datang dan didapatkan trauma skor yang tidak baik. 12

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. VD
Umur : 17 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Cimpendak 22/08 Malawili
Pekerjaan : Pelajar

30
No RM : 01259154

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Nafas sesak
B. Keluhan Penyerta : Nyeri dada kiri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru datang dengan keluhan nafas sesak sejak kurang lebih
1 tahun SMRS. Awalnya keluhan sesak dirasakan oleh pasien hilang
timbul dan terkadang hilang hanya dengan beristirahat sehingga tidak
terlalu diperhatikan baik oleh pasien maupun oleh keluarga. Namun
lama kelamaan sesak dirasa bertambah berat walaupun tidak sedang
beraktifitas. Keluhan sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca (dingin
bertambah sesak). Keluhan sesak tidak diikuti dengan batuk namun
disertai dengan dada sebelah kiri terasa nyeri dan perut terasa penuh.
Keluhan sesak tidak disertai dengan warna kebiruan pada bibir dan
anggota gerak.
Saat tumbuh kembang pasien hingga remaja tidak ada permasalan
kesehatan hingga kurang lebih sejak 1 tahun terakhir pasien sering
mengeluhkan nafas sesak disertai dengan nyeri pada dada kiri yang
mengganggu aktifitas fisik pasien. Pasien merupakan anak kedua dari 3
bersaudara. Tidak ada sakit serupa dalam keluarga pasien. Riwayat
persalinan normal, lahir spontan di bidan dengan berat badan cukup dan
cukup usia kehamilan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
- Riwayat sesak napas : tidak disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
- Riwayat mondok di RS : hernia diafragma (usia 5 bulan)

31
Menurut ibu pasien saat pasien berumur 5 bulan pernah berobat ke
Rumah Sakit dikarenakan pasien mudah sesak dan jika sesak bibir
berwarna kebiruan. Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang saat itu dokter mendiagnosis pasien dengan Hernia
Diafragma dan menyarankan untuk dilakukan operasi. Akan tetapi
karena keterbatasan sarana dan prasarana pada Rumah Sakit
tersebut dan kelangkaan biaya untuk operasi maka ibu pasien
memutuskan untuk tidak melakukan tindakan operasi dan hanya
mendapat pengobatan dan kontrol rutin.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Sedang.
Kesadaran : Compos mentis.
Vital sign : T : 110/80 mmHg.
N : 80 x/menit.
R : 24 x/menit.
S : 36,4 °C
Tinggi badan : 160 cm
Berat : 45 kg

Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
- Bentuk kepala : Mesocephal, simetris.
- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak mudah rontok

2. Pemeriksaan Mata
- Palpebra : Edema (-/-).
- Konjungtiva : Anemis (-/-)

32
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm

3. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-)

5. Pemeriksaan Mulut : Bibir sianosis (-), bibir pucat, bibir kering (-),
lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), tremor (-),
ikterik (-), tonsil : dbn
6. Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi trakea (-)
- JVP : Tidak meningkat

7. Pemeriksaan Dada
Pulmo
Inspeksi : Dada asimetris, dinding dada kiri tampak
lebih menonjol
Palpasi : VF lobus superior kanan = kiri
VF lobus inferior kanan > kiri
Perkusi : Sonor / Redup pada hemithorax (S) inferior
Auskultasi : Suara dasar : Kanan vesikuler
Kiri vesikuler
Suara tambahan : BU (+) hemithorax (S)
inferior
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC III 2 cm medial
LMC sinistra, kuat angkat (-).
Perkusi : Batas jantung kiri atas SIC I LPSS
Batas jantung kanan atas SIC II LPSD.
Batas jantung kiri bawah SIC III 2 cm medial
LMC sinistra.
Batas jantung kanan bawah SIC III LPSD.

33
Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-).

8. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, nyeri tekan (-), defans muskuler (-)
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Nyeri tekan (-).
Hepar dan lien tak teraba.
Palpasi : Timpani.

9. Pemeriksaan Extremitas
- Superior : Deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-),
sianosis (-), edema (-).
- Inferior : Edema (-/-), hiperemis jari (-/-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium (13/08/2014)
Hemoglobin 13,2 gr/dl
Hematokrit 37 %
Leukosit 5,9 ribu/uI
Trombosit 199 ribu/uI
Eritrosit 4,37 juta/uI
Gol. Darah B
PT 12,9 detik
APTT 31,4 detik
HbsAg (-)
B. Rontgen Thorak

34
Tampak gambaran udara usus dengan haustra dan incisurae (+) di
hemithoraks kiri yang pada foto lateral terproyeksi diposterior kiri,
kesan Eventerasio Daifragma kiri DD Hernia Diafragma kiri
(bochdalek)

C. USG

V. DIAGNOSIS KERJA
Hernia Diafragmatika Sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Eventerasio Diafragma
- Malformasi Kista Adenomatoid Paru
VII. MANAJEMEN TERAPI (OPERASI)

35
DURANTE OP

36
37
LAPORAN OPERASI
1. Posisi supine dalam GA, toilet medan operasi tutup doek steril
berlubang.
2. Insisi subcosta (S) ± 15 cm, perdalam lapis demi lapis, sampai
peritoneum.
3. Buka peritoneum, identifikasi sistema usu. Didapatkan adanya hernia
diafragmatika (S), dengan gaster yang masuk ke dalam defect.
4. Dilanjutkan pembebasan isi hernia diafragma.
5. Identifikasi diafragma bagian superior dan inferior.
6. Buat teugel pada diafragma
7. Dilakukan jahitan pada defect tersebut dengan benang multifilamen non
absorbable 2.0.
8. Dilanjutkan jahit luka operasi lapis demi lapis
9. Operasi selesai.

38
FLOW CHART FOLLOW UP

Jumat, 22 Agustus 2014 (HCU Bedah) DPH 0


S : Nyeri Post Op (+), Kentut (+), BAB (-)
O : KU/Kes : Sedang / CM
R. Abdomen:
I : Luka Post Op tertutup kassa, rembes (-)
A : BU (+)
P : Tympani
P : NT (+)
A : Post Repair Hernia Diafragma + Plikasi ai Hernia Diafragmatika (S)
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- BU (+)  diet lunak 1.500 kkal
- Aff DC

Sabtu, 23 Agustus 2014 (HCU Bedah) DPH 1


S : Nyeri Post Op (+), Kentut (+), BAB (-)
O : KU/Kes : Sedang / CM
R. Abdomen:
I : Luka Post Op tertutup kassa, rembes (-)
A : BU (+)
P : Tympani
P : NT (+)
A : Post Repair Hernia Diafragma + Plikasi ai Hernia Diafragmatika (S)
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Cek Lab post Op + Medikasi

39
Minggu, 24 Agustus 2014 (HCU Bedah) DPH 2
S : Nyeri Post Op (+), Kentut (+), BAB (+)
O : KU/Kes : Sedang / CM
R. Abdomen:
I : Luka Post Op tertutup kassa, rembes (-)
A : BU (+)
P : Tympani
P : NT (+)
A : Post Repair Hernia Diafragma + Plikasi ai Hernia Diafragmatika (S)
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- ACC Pindah Bangsal

Senin, 25 Agustus 2014 (Bangsal) DPH 3


S : Nyeri Post Op ↓, Kentut (+), BAB (+)
O : KU/Kes : Sedang / CM
R. Abdomen:
I : Luka Post Op kering
A : BU (+)
P : Tympani
P : NT (+)
Lab 25/08/14: Hb 12,9 AL 5,9 AT 225 Na 132 K 4,0 Cl 108
A : Post Repair Hernia Diafragma + Plikasi ai Hernia Diafragmatika (S)
P : - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

40
Selasa, 26 Agustus 2014 (Bangsal) DPH 4
S : Nyeri Post Op (-), Kentut (+), BAB (+)
O : KU/Kes : Sedang / CM
R. Abdomen:
I : Luka Post Op kering
A : BU (+)
P : Tympani
P : NT (+)
A : Post Repair Hernia Diafragma + Plikasi ai Hernia Diafragmatika (S)
P : - IVFD RL 20 tpm
- Obat – Obat Injeksi  Stop
- Tx Oral :Ciprofloxacin 2x1, Na Diclofenac 2x1, Ranitidin 2x1
- BLPL
- Kontrol Poli Bedah Anak tanggal 29/08/14

41
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai penegakan diagnosis,

etiologi, serta prognosis dari penderita. Pada kasus ini, penderita didiagnosis

Hernia Diafragmatika Sinistra. Diagnosa hernia diafragmatika ditegakkan

berdasarkan dari keluhan utama sesak nafas disertai nyeri dada kiri sejak ± 1

tahun SMRS. Dimana telah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien seorang

wanita usia 17 tahun datang dengan keluhan sesak dan nyeri pada dada kiri. Pada

mulanya keluhan sesak dirasakan oleh pasien hilang timbul dan terkadang hilang

hanya dengan beristirahat sehingga tidak terlalu diperhatikan baik oleh pasien

maupun oleh keluarga. Namun lama kelamaan sesak dirasa bertambah berat

walaupun tidak sedang beraktifitas. Dari riwayat penyakit terdahulu saat pasien

berumur 5 bulan pernah berobat ke Rumah Sakit dikarenakan pasien mudah sesak

dan jika sesak bibir berwarna kebiruan. Dari hasil pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang saat itu dokter mendiagnosis pasien dengan Hernia

Diafragma dan menyarankan untuk dilakukan operasi, namun tidak dilakukan

karena keterbatasan biaya dan alat kesehatan pada RS pada waktu itu. Sejak 1

tahun terakhir pasien sering mengeluhkan nafas sesak disertai dengan nyeri pada

dada kiri yang mengganggu aktifitas fisik pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya bentuk dan gerak yang asimetris

pada toraks, terdapatnya bising usus pada hemithoraks kiri. Hal ini diperkuat dari

gambaran radiologi foto toraks jantung terdorong ke atas, lalu di paru terdapat

bayangan lusen, menyerupai struktur usus di lapang atas sampai bawah paru kiri.

Dari hasil USG thoraks juga didapatkan hasil tampak bayangan usus-usus dengan

42
peristaltik yang menempati hemithoraks kiri bawah sampai kurang lebih setinggi

ICS IV/V anterior e.c hernia diafragmatika. Diagnosis pasti hernia diafragmatika

ialah ketika dilakukan tindakan operatif repair hernia pada pasien ini, terlihat

adanya defek pada foramen Bochdalek, dimana organ-organ abdomen masuk ke

dalam rongga thoraks. Pada pasien ini organ abdomen yang masuk ke dalam

rongga thoraks ialah gaster, colon dan lien.

Prognosis ad vitam pasien ini dubia ad bonam. Dubia karena pada kasus

hernia diafragmatika apalagi yang disertai dengan kelainan kongenital jantungnya

dan disertai sepsis yang akan memperburuk prognosis. Ad bonam karena,

penderta sudah mendapatkan antibiotik yang sesuai dengan kultur dan resistensi

darah, sehingga setelah dilakukan tindakan operatif repair hernia, kedaan umum

penderita semakin bertambah baik dan sepsis pada penderita bukan menjadi

masalah lagi. Prognosis ad functionam pada penderita ini dubia ada malam. Dubia

karena pada dasarkan operasi repair hernia pada penderita ini berjalan lancar dan

dengan hasil yang sangat baik. Penderita pun dalam keadaan perbaikan pada

waktu pulang dari rumah sakit. Ad malam karena karena tetap harus dengan

pemantauan ketat pada pasien ini karena bukan tidak mungkin terdapat kelainan-

kelainan atau anomali-anomali lain yang justru dapat memperberat penyakitnya.

43
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dibahas mengenai hernia diafragmatika. Untuk menegakkan

diagnosis hernia diafragmatika, diperlukan adanya gambaran klinis yang sesuai

serta diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu Foto Thorax. Sampai saat ini

etiologi pasti belum diketahui. Hernia diafragmatika dapat terjadi karena

abnormalitas kongenital dan traumatik. Berdasarkan lokasi abnormalitasnya,

hernia diafragmatik kongenital dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu hernia

morgagni dan hernia Bochdalek Pada hernia Bockdalek sering ditandai gejala

namun pada hernia Morgagni biasanya asimtomatis.

Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan

diafragma. Seperti diketahui diafragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membran

pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari

otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan

pembentukan sebagian diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan

pembentukan otot.

Penatalaksanaan hernia diafragma harus holistik dimana harus mencakup

prinsip penanganan awal atau diagnostik yang tepat agar dapat tercapai outcome

yang optimal. Penatalaksanaan dengan tindakan operasi dan perlu diingat bahwa

biasanya 70% kasus disertai dengan hipospadia paru. Manajemen

penatalaksanaannya meliputi menjaga patensi jalan nafas disertai pemberian

oksigen yang tepat, medikamentosa, hingga tindakan operatif untuk menutup

defek hernia, serta edukasi yang baik mengenai keadaan penyakit pasien.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Adminradgraytc. Congenital Diaphragmatic hernia. [online]. 2014. [cited


2014 Aug 20] : [screen] 1/4 . Available from : http:
http://www.radgray.com/xray/chest/congenital-diaphragmatic-hernia
2. Siegelman S. Evan. Congenital Diaphragmatic Hernia. In: Body MRI.
Philadelphia. Department of Radiology Hospital of the University of
Pennsylvania. Page 360.
3. Mettler A. Fred. Respiratory Diseases in the Newborn. In: Essentials of
Radiology. New Mexico. W.B Saunders Company. Page 416
4. Sjamsuhidajat R. Diafragma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
51
5. Ameerally Phillip. Diaphragm. In: Anatomy. London. Mosby. Page 42.
6. Price S.A, Wilson L.M. Gangguan Esofagus. Dalam: Patofisiologi. Edisi 6.
EGC. Huriawati hartanto. Page 413.
7. Hadi Sujono. Hernia Diafragmatika. Dalam: Gastroenterologi. Bandung.
Alumni. Page 98.
8. Kelly, Bickle. Diaphragmatic Hernia. In: Imaging. London. Mosby. Page 80.
9. Misra Rakesh. Diaphragmatic Hernia. In: A-Z of Chest Radiology. New
York. Cambridge University Press. Page 84.
10. Scott C. Gaerte, MD. Diaphragmatic Hernias. [online]. 2014. [cited 2014
Aug 20] : [screen] 1/4 . Available from : http://radiographics.blogspot.com
11. Geneva Foundation for Medical Education and Research. Diaphragmatic
Hernia. [online]. 2014. [cited 2014 Aug 20] : [screen] 1/4 . Available from :
http: http://www.gfmer.ch/genetic_diseases
12. Mohamed Elmasry. Hernia Hiatus Esophagus. [online]. 2014. [cited 2014
Aug 20] : [screen] 1/4 . Available from : http:
http://radiologyspirit.blogspot.com
13. Rasad Sjahriar. Kista Paru, Pneumothorax. Dalam: Radiologi Diagnostik.
Jakarta Balai Penerbit FKUI. Page 396.

45
14. Dudley Hugh A.F. Hernia Diafragmatika Kongenital. Dalam: Hamilton
Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press. Page 549.
15. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.2010. Hal 95 - 120.
16. Reksoprodjo, Soelarto, dkk, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa
Aksara, FKUI, Jakarta.
17. A. Grace Pierce & Neil R Borley, At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta, 2006.
18. Anggraini, DG 2005. Anatomi dan Aspek Klinis Diafragma Thorax, USU
Press, Medan.
19. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 1998. Buku Kuliah 1 Ilmu kesehatan Anak, Infomedika, Jakarta.

46

Anda mungkin juga menyukai