Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak semua persalinan membuahkan hasil sesuai dengan yang
diinginkan, adakalanya bayi lahir dengan kelainan bawaan, yaitu kelainan
yang diperoleh sejak bayi dalam kandungan. Sekitar 3% bayi baru lahir
mempunyai kelainan bawaan (kongenital). Meskipun angka ini termasuk
rendah, akan tetapi kelainan ini dapat mengakibatkan angka kematian dan
kesakitan yang tinggi. Di negara maju 30% dari seluruh penderita yang
dirawat dirumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan kongenital dan
akibat yang ditimbulkannya (Kosim, 2018).
Pada saat ini di negara berkembang, kelainan kongenital terus
menjadi penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-
anak. Survei kelainan kongenital harus dilakukan di setiap negara dan
bahkan di berbagai wilayah negara yang sama untuk memberikan
prevalensi, pola kejadian, mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko yang
terkait dan akhirnya untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kelainan
kongenital. Di samping menyebabkan kematian neonatal, kelainan bawaan
juga merupakan penyebab bayi lahir mati dan abortus spontan dan apabila
bayi bertahan hidup, banyak diantaranya yang menjadi penyandang
disabilitas dan mengidap penyakit yang pada akhirnya mengurangi kualitas
hidup (Kemenkes RI, 2016: Kosim, 2018).
Kelainan kongenital dapat didefinisikan sebagai anomali struktural
atau fungsional yang terjadi selama kehidupan intrauterin dan dapat
diidentifikasikan sebelum kelahiran, saat lahir, atau kadang-kadang hanya
dapat dideteksi kemudian pada masa bayi. Dalam beberapa penelitian
disebutkan bahwa kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian
bayi dan morbiditas. Proporsi kematian bayi karena kelainan kongenital
telah meningkat secara signifikan dari 15,1% pada tahun 1970 menjadi

1
2

22,1% pada akhir 1990-an, kasus tersebut menjadi penyebab utama


kematian bayi (WHO, 2016).
Kematian bayi baru lahir (neonatal) di Indonesia masih menjadi
permasalahan kesehatan. Angka kematian bayi di Indonesia adalah 32/1000
kelahiran hidup dan kematian neonatal 19/1000 kelahiran hidup (SDKI,
2012). Saat ini, kelainan bawaan mempunyai kontribusi yang cukup besar
sebagai penyebab kematian neonatal (Dinkes Indonesia, 2016).
Menurut World Health Organitation (WHO) lebih dari 8 juta bayi
diseluruh dunia setiap tahunnya lahir dengan kelainan bawaan. di Amerika
Serikat hampir 120.000 bayi lahir dengan kelainan bawaan setiap tahunnya.
Kelainan bawaan merupakan salah satu penyebab utama dari kematian bayi.
Data WHO menyebutkan bahwa dari 2,68 juta kematian bayi, 11,3%
disebabkan oleh kelainan bawaan (Kemenkes RI, 2018).
Menurut data laporan Riskesdas tahun 2007 di Indonesia,
menyatakan bahwa sebesar 1,4% pada bayi baru lahir usia 0-6 hari pertama
kelahiran dan 18,1% pada bayi baru lahir usia 7-28 hari meninggal
disebabkan karena kelainan bawaan. Data WHO SEARO tahun 2010
memperkirakan prevalensi kelainan bawaan di Indonesia adalah 59.3/1000
kelahiran hidup. Jika setiap tahun lahir 5 juta bayi di Indonesia, maka akan
ada sekitar 295.000 kasus kelainan bawaan pertahun (Kemenkes RI, 2018).
Kelainan kongenital atau cacat bawaan lahir disebabkan oleh
banyak faktor. Secara umum faktor-faktor tersebut diantaranya gangguan
gen tunggal yang bermakna pada populasi bayi bayi lahir hidup adalah
sekitar 1%, gangguan kromosom 0,5%, malformasi kongenital multifaktoral
1,5%, dan gangguan multifaktoral lain yang mungkin, sedikitnya 1,5% dan
lingkungan teratogen (Rudolph, 2014). Selain hal ini, peyebab signifikan
kelainan kongenital di negara berpenghasilan rendah dan menengah yaitu
infeksi kehamilan atau penyakit menular pada ibu seperti sifilis dan rubella
(WHO, 2016). Sedangkan Menurut Behrman (2013) mengatakan bahwa
penyakit ibu baik akut maupun kronik selama kehamilan dapat
menyebabkan komplikasi pada janin yang sedang berkembang. Kondisi
3

kronik dapat menyebabkan janin terpapar obat-obatan yang berpotensi


teratogenik. Sedangkan Anita (2017) mengemukakan dalam penelitiannya
bahwa ibu dengan status gizi kurang dapat meningkatkan kemungkinan
kelainan organ terutama saat pembentukan organ tubuh. Kekurangan
beberapa zat penting selama hamil dapat menimbulkan kelainan pada janin.
Frekuensi kelainan kongenital lebih tinggi pada ibu-ibu dengan gizi yang
kurang selama kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Maryanti
(2015), tentang “Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Kelainan Kongenital”
dengan sistem penelitian yang dilakukan adalah studi kasus (case control).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang
berisiko terjadinya kelainan kongenital adalah riwayat kesehatan ibu (p-
value= 0,001 dan OR 40,25; 95% CI 4,96-326,54). Dan hasil penelitian
Anita (2017), tentang “Faktor Penyakit Infeksi, Penggunaan Obat dan Gizi
Ibu Hamil Terhadap Terjadinya Kelainan Kongenital pada Bayi Baru Lahir”
dengan Jenis penelitian kuantitatif, dan desain studi kasus (case kontrol).
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan kejadian kelainan kongenital pada
bayi dengan faktor infeksi (p-value=0,001), faktor penggunaan obat (p-
value=0,001), faktor gizi (p-value=0,000). Faktor paling dominan adalah
faktor gizi (p-value=0,000) dengan nilai OR=10,132.
Kementerian Kesehatan RI telah melakukan surveilans sentinel
bersama 13 RS terpilih di 9 provinsi sejak September 2014. Terdapat 15
jenis kelainan bawaan yang disurveilans dengan kriteria antara lain kelainan
bawaan yang dapat dicegah, mudah dideteksi dan dapat
dikoreksi (preventable, detecteble dan correctable) dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Dari data tersebut, terdapat 231 bayi mengalami
kelainan kongenital. Sebagian besar lahir dengan 1 jenis kelainan bawaan
(87%) dan ditemukan pula bayi lahir dengan >1 jenis kelainan bawaan
(13%). Kelainan bawaan yang paling banyak ditemukan adalah dari
kelompok sistem muskuloskeletal (talipes equinovarus) 22,3%, sistem saraf
4

(anensefalus, spina bifida dan meningokel) 22%, celah bibir dan langit-
langit 18,5% dan omfalokel 12,5% (Kemenkes RI, 2018).
Kebijakan pemerintah dalam menurunkan angka kejadian kelainan
kongenital yaitu dengan dilaksanakannya program pencegahan kelainan
bawaan yaitu: 1) Pemberian Tablet Fumarat Ferosus dan Asam Folat bagi
remaja putri (20% dari sasaran tahun 2017) dan minimal 90 tablet Fe bagi
ibu hamil. 2) Imunisasi Rubella bagi bayi usia 9 bulan sd anak 15 tahun
yang di mulai pada September 2017 dilakukan bagi sasaran di pulau Jawa
dan tahun 2018 pada sasaran di luar pulau Jawa. 3) Mempromosikan
aktifitas fisik mulai dari balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa termasuk
senam ibu hamil dan lansia. 4) Mempromosikan makan ikan, buah dan
sayur. 5) Meminum obat atas indikasi dan saran dokter. 6) Teliti dalam
mengkonsumsi makanan. 7) Mencegah pencemaran lingkungan, baik dalam
rumah tangga maupun penceraran akibat aktifitas produksi pabrik,
pertambangan dan pertanian. 8) Melakukan pemeriksaan kesehatan minimal
enam bulan sekali antenatal care pada ibu hamil minimal 8 kali selama masa
kehamilan. 9) Mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah (IDAI,
2017).
Peran bidan atau tenaga kesehatan dalam hal ini yaitu memberikan
konseling yang efektif dan keterampilan dalam berkomunikasi. Salah
satunya konseling mengenai modulasi perilaku atau diet selama kehamilan
yang dilakukan saat pemeriksan kehamilan (Antental Care) oleh karena itu,
hambatan pencegahan terletak pada diseminasi informasi dan konseling
yang tepat di klinik prakonsepsi. Peningkatan kesadaran dan adanya
konseling prakonsepsi dan skrining pranatal telah membantu mengurangi
insiden beberapa kategori abnormalitas, terutama yang berhubungan dengan
diabetes yang terkontrol dan kelainan sistem saraf maka, penting sekali bagi
ibu hamil untuk melakukan antenatal care secara teratur (Fraser, 2011).
Menurut kemenkes RI (2017) target cakupan antenatal care di
Jawa Barat sebesar 95.75% artinya sudah melebihi yang ditargetkan
Indonesia yaitu 76%. Namun kejadian kelainan kongenital di Indonesia ini
5

masih menjadi perhatian karena kasus ini masih berdistribusi dalam angka
kematian bayi. Oleh karena itu perlunya peran bidan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan antenatal care untuk mengurangi resiko terjadinya
kelainan kongenital.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Gambaran Kejadian Kelainan Kongenital pada Bayi Berdasarkan
Faktor Ibu di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung Pada Tahun 2018”.

1.2 Identifikasi Masalah


Pertumbuhan janin manusia dicirikan oleh proses pertumbuhhan
jaringan dan organ, diferensiasi, dan maturisasi yang berkesinambungan.
Banyak faktor yang terlibat dalam pertumbuhan janin salah satunya
ditentukan oleh substrat ibu, pengaliran substrat tersebut oleh plasenta, dan
potensi pertumbuhan janin yang dipengaruhi oleh genom (Cunningham,
2014).
Menurut Kosim (2018), kegagalan atau ketidakseimbangan dalam
proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada
jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada
jaringan yang terkena dan banyak faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kegagalan pada saat embriogenesis.
Hasil studi pendahuluan di RSUP Dr. Hasan Sadikin menunjukkan
bahwa angka kematian bayi yang disebabkan oleh kelainan kongenital pada
tahun 2016 terdapat 8,62%, pada tahun tahun 2017 terdapat 9,45%,
sedangkan pada tahun 2018 terdapat 11,46%. Dimana kasus terbesar setiap
tahunnya yang menyebabkan kematian bayi yaitu kasus dengan atresia
duodenum, hidrosefalus, atresia ani, anensefalus dan hernia diafragmatika
(Rekam Medik RSUP dr Hasan sadikin).
Pada tahun 2016 dimana terdapat 148 kasus pada bayi dengan
kelainan kongenital, tiga kasus terbesar diantarnya cacat jantung,
hidrosefalus, dan hirschprung. Pada tahun 2017 kasus kelainan kongenital
mengalami penurunan menjadi 128 kasus dan tiga kasus terbesar
6

diantaranya hirschprung, hidrosefalus, dan atresia, steosis dengan fistula.


Pada tahun 2018 kasus kelainan kongenial meningkat kembali menjadi 184
bayi dengan kelainan kongenital kasus tiga terbesar diantaranya
hidrosefalus, atresia, steosis dengan fistula, dan hirschprung.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian “Bagaimana gambaran kejadian kelainan kongenital
pada bayi berdasarkan faktor ibu di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung
tahun 2018 ?”.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kejadian kelainan kongenital pada bayi
berdasarkan faktor ibu di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung tahun
2018.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus untuk penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis kelainan kongenital pada
bayi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi riwayat penyakit ibu pada
bayi yang mengalami kelainan kongenital di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Kota Bandung.
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi status gizi ibu pada bayi yang
mengalami kelainan kongenital di RSUP Dr. Hasan Sadikin Kota
Bandung.
4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi infeksi kehamilan pada bayi
yang mengalami kelainan kongenital di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Kota Bandung.
7

5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi anemia pada kehamilan pada


bayi yang mengalami kelainan kongenital di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Kota Bandung.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat membuktikan teori dibidang kesehatan
mengenai kejadian kelainan kongenital yang disebabkan oleh riwayat
penyakit ibu (seperti penyakit diabetes, epilepsi dan penilketonuria),
status gizi ibu, infeksi kehamilan (seperti infeksi rubella, herpes,
sitomegalovirus, varisela dan toksoplasma) serta anemia pada kehamilan.

1.5.2 Manfaat Praktis


1.5.2.1 Bagi Institusi Pelayanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan mengenai faktor ibu
yang dapat mengakibatkan kelainan kongenital seperti riwayat penyakit
ibu, status gizi ibu, infeksi selama kehamilan, dan anemia pada
kehamilan.
1.5.2.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian selain menjadi pengalaman yang berharga untuk
mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kondisi nyata dilapangan, juga
untuk menambah wawasan tentang kejadian kelainan kongenital
berdasarkan faktor ibu serta bagi peneliti yang akan datang diharapkan
hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan rujukan untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai